Anda di halaman 1dari 70

PENENTUAN KADAR PROTEIN, pH, KADAR ABU DAN

KADAR LEMAK PADA SUSU KAMBING ETAWA


BERDASARKAN WAKTU PEMERAHAN

SKRIPSI

FATMA SARI CHANIAGO


170822068

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PENENTUAN KADAR PROTEIN, pH, KADAR ABU DAN
KADAR LEMAK PADA SUSU KAMBING ETAWA
BERDASARKAN WAKTU PEMERAHAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar

Sarjana Sains

FATMA SARI CHANIAGO

170822068

PROGRAM STUDI S1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
PERNYATAAN ORISINALITAS

PENENTUAN KADAR PROTEIN, pH, KADAR ABU DAN


KADAR LEMAK PADA SUSU KAMBING ETAWA
BERDASARKAN WAKTU PEMERAHAN

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2019

Fatma Sari Chaniago


170822068
i

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Penentuan Kadar Protein, pH, Kadar Abu dan Kadar


Lemak Pada Kambing Etawa Murni Berdasarkan
Waktu Pemerahan
Kategori : Skripsi
Nama : Fatma Sari Chaniago
NomorIndukMahasiswa : 170822068
Program studi : Sarjana (S1) Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara

Disetujui di:
Medan, Desember 2019

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Cut Fatimah Zuhra,M.Si Prof.Dr. Pina Barus,MS


NIP.197404051999032001 NIP.8817780018
ii

PENENTUAN KADAR PROTEIN, pH, KADAR ABU DAN


KADAR LEMAK PADA SUSU KAMBING ETAWA
BERDASARKAN WAKTU PEMERAHAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian terhadap penentuan kadar protein, pH, kadar abu, dan
kadar lemak pada susu kambingetawamurni berdasarkan waktu pemerahan
dimana pemerahan yang dilakukan adalah pemerahan pagi pada pukul 05.00 WIB
dan pemerahan sore adalah pukul 14.00 WIB. Hasil penelitian ini menunjukkan
kadar protein pada pemerahan pagi hari sebesar 3,82% dan pada pemerahan sore
hari 3,67%, nilai pH pada pemerahan pagi hari 6,69 dan pada pemerahan sore
6,56 , kadar abu pada pemerahan pagi sebesar 0,74% dan pada pemerahan sore
0,75%. Selanjutnya kadar lemak yang diperoleh pada pemerahan pagi hari
sebesar1,895% dan pada pemerahan sore sebesar 2,002%, kadar protein, pH dan
kadar abu yang diperoleh sudah memenuhi standard yaitu protein minimal 2,8%
nilai pH 6,3-6,8 dan kadar abu0,65 - 0,76% hal ini menunjukkan adanya
perbedaan pada pemerahan pagi dan pemerahan sore, perbedaan ini dapat
disebabkan oleh jenis pakan yang
dikomsumsiolehkambingdisebabkanjenispakankonsentratygdikomsumsioleh
kambing pada pagi hari masih akan tersintesis dalam tubuh kambing sehingga saat
pemerahan sore hari jumlah susu diperoleh lebih banyak, sehingga komposisi susu
sore lebih baik dibandingkan dengan pagi hari.

Kata kunci: Kadar Abu, Kadar Protein, kadar Lemak,pH, Waktu Pemerahan
iii

ABSTRACT

A study was carried out on protein content, pH, ash content, and fat
content in pure etawa goat milk based on milking time where milking was done at
morning milking at 05.00 WIB and milking sick at 14.00 WIB. The results of this
study showed that the level of protein in the morning milking was 3.82% and in
the afternoon milking was 3.67%, the pH value in the morning milking was 6.69
and in the evening milking was 6.56, the ash content in the morning milking was
0, 74 % and 0.75% in milking. Furthermore, the fat content obtained in the
morning milking was 1,895% and in the milking pain was 2,002%, the protein
content, pH and ash content obtained had fulfilled the standards, namely a
minimum protein of 2.8%, a pH value of 6.3-6.8 and ash content 0.65 - 0.76% this
shows the difference in morning milking and milking pain, this difference can be
caused by the type of feed consumed by the goat type of concentrate feed
consumed by the goat in the morning will still be synthesized in the goat's body So
when squeezer aches the day the amount of milk is obtained more, so the
composition of sick milk is better compared to the morning.
Keywords: Ash content, Protein level, Fat content, pH, milking time
iv

PENGHARGAAN

Segala Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih, karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini dengan baik, adapun
judul Skripsi adalah “Penentuan Kadar Protein Pada Susu Kambing Etawa
Murni”.
Penulis menyampaikan Terimakasih kepada Bapak Prof.Dr. Pina
Barus,MS selaku Dosen pembimbing atas segala bimbingan yang telah diberikan
kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Cut
Fatimah Zuhra, M.Si selaku ketua jurusan Departemen Kimia, Ibu Dr. Sofia
Lenny,M.Si Selaku sekretaris Departemen Kimia dan Koordinator Kimia Ekstensi
Bapak Firman Sebayang,MS yang telah memberikan kemudahan terhadap apa
yang Penulis perlukan selama ini, serta seluruh staff pegawai Departemen Kimia
Penulis mengucapkan Terimakasih kepada seluruh pegawai departemen
kimia, kepada sahabat sahabat penulis yang membantu dan memberi dorongan
sampai menyelesaikan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan
membalasnya dan penulis mengucapkan terimakasih. Ucapan terimakasih yang
setulusnya Penulis berikan kepada orangtua Penulis bapakku tersayang Khairul
Chaniago dan mamaku terhebat Minar Silalahi, yang memberikan dukungan
berupa Materil, Motivasi dan Doa. Saya juga mengucapkan terimakasih kepada
kakakku Eva Khairani, Tika Kumala, abangku Ray Mika dan adikku Raihan
Fahrezi yang memberikan dukungan baik motivasi dan kasih sayang, Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman; Sunarti, Elfidayanti, Jonson,
Jonter, Sius, Andri, Pukkah, Bg andri, Togardan semua sahabat-sahabat penulis
yang membantu dan yang terakhir penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
Monika Br Karo melalui dirinya memberikan semangat dan motivasi bagi penulis
untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan kepada pembaca agar dapat
menjadi pelajaran perbaikan penulis kedepannya.

Medan, Desember 2019

Fatma Sari Chaniago


v

DAFTAR ISI

Halaman
PENGESAHAN SKRIPSI ii
ABSTRAK iii
ABSTARCT iii
PENGHARGAAN iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR SINGKATAN x

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 3
1.5 Lokasi Penelitian 3
1.6 Metodologi Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Susu 5
2.1.1 Sifat-sifat Air Susu 6
2.1.2 Persyaratan Mutu Susu Sapi 7
2.1.3 Jenis-jenis Susu 8
2.2 Susu Kambing 12
2.2.1 Kandungan Susu Kambing 12
2.2.2 Khasiat Susu Kambing 14
2.3 Kambing 16
2.4 Pemberian Pakan 17
2.4.1Bahan Pakan 18
2.5 Protein 18
2.6.1 Klasifikasi Protein 20
2.6.2 Fungsi Protein 21
2.6.3 Sumber Protein 22
vi

2.6.4 Kadar Protein 23


2.6.5 Kekurangan/defisiensi Protein 25
2.6.6 Keracunan/Toksisitas Protein 25
2.6.7 Pengukuran Kadar Protein 26

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Lokasi Penelitian 32
3.1.1 Alat-alat Penelitian 32
3.1.2 Bahan-bahan Penelitian 33
3.2 Prosedur Penelitian 34
3.2.1 Pembuatan Larutan 34
3.2.2 Prosedur Percobaan 34
3.2.3 Bagan Penelitian 36

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Data Analisa 39
4.1.1 Penetapan Kadar Protein Pada Susu Kambing Etawa 39
4.1.2 Nilai pH Pada Susu Kambing Etawa 39
4.1.3 Penetapan Kadar Abu Pada Susu Kambing Etawa 40
4.1.4 Penetapan Kadar Lemak Pada Susu Kambing Etawa 40
4.2 Pembahasan 40

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 42
5.2 Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43
LAMPIRAN 45
vii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


Lampiran

Lampiran 1 Perhitungan Kadar Protein, nilai pH,Kadar 39


Abu dan Kadar Lemak Serta Standar
Deviasinya
Lampiran 2 Penentuan Kadar Protein Pada Susu 50
Kambing
Lampiran 3 Penentuan Nilai pH 51
Lampiran 4 Penentuan Kadar Abu 51
Lampiran 5 Penentuan Kadar Lemak 52
viii

DAFTAR SINGKATAN

SNI = Standar Nasional Indonesia


UHT = Ultra High Temprature
O
SH = Soxhlet Henkel
CFU = Colony Forming Unit
µg/mL = Mikro per mililiter
HTST = High Temperature Short Time
VLDL = Very Low- Density Lipoprotein
DNA = Deoxyribo Nucleic Acid
RNA = Ribonucleic Acid
KEP = KekuranganEnergi Protein
CPM = Calory Protein Malnutrition
PEM = Protein Energy Malnutrition
AOAC = Association of Analytical Communities
1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Susu adalah cairan berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar ambing
(mammae) pada semua hewan mamalia. Susu merupakan bahan makanan pokok
dan sumber gizi untuk bayi sebelum bisa mencernah makanan lain, baik bayi
manusia maupun bayi hewan, khususnya hewan Mamalia (menyusui) (Moeljanto,
2005).

Susu adalah bagian yang sangat penting dari makanan yang kita konsumsi
sehari-hari. Susu menjadi makanan pertama dan utama bagi bayi yang baru lahir,
baik dengan disusui atau menggunakan botol. Disebabkan kandungan nutrisinya
yang banyak, susu membantu perkembangan tubuh dan dapat membantu
memenuhi kebutuhan nutrisi manusia, yang mungkin tidak terkandung dalam
makanan yang mereka makan setiap hari (Moeljanto, 2005).

Jenis susu yang umumnya dikenal oleh masyarakat indonesia adalah susu
sapi, padahal terdapat jenis susu asal ternak lainnya yang jauh memiliki
kandungan nutrien yang tinggi bahkan setara dengan susu sapi yaitu susu
kambing. Susu kambing yang berasal dari kambing perah umumnya berasal dari
jenis Kambing Saanen dan Kambing Etawa (Tanius dan Setiawan, 2005).

Susu kambing sudah mulai banyak diperjual belikan karena memiliki


banyak manfaatnya. Selain sebagai makanan tambahan (food suplement), susu
kambing juga bisa mengurangi gangguan pernafasan (seperti asma, bronchitis,
serta TBC) dan reumatik. Susu kambing juga mampu mengontrol lemak tubuh
dan menghaluskan kulit (Susanto, 2005).

Saat ini kambing perah banyak dikembangkan di Indonesia umumnya


kambing etawa yang menjadi salah satu ternak indigenous dan memiliki potensi
genetik yang tinggi sebagai penghasil dwiguna (daging dan susu). Akan tetapi,
2

masih lebih dominan sebagai sumber daging jika dibandingkan dengan sumber
susu, karena susu kambing belum banyak dikonsumsi secara luas oleh masyarakat
seperti susu sapi. Meskipun masyarakat Indonesia masih belum banyak
mengonsumsi susu kambing, diduga alasan utama karena aroma dari susu
kambing itu sendiri yang tidak sedap di rasa (khoiriyah, 2013).

Pakan yang diberikan pada kambing digunakan untuk pemenuhan


kebutuhan nutrisi. Nutrisi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan hidup pokok dan selebihnya untuk pertumbuhan, reproduksi dan
produksi susu. Oleh karenanya, pakan yang diberikan harus mengandung protein,
lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air (Susanto, 2005).

Pemerahan susu biasanya dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari.
Interval waktu yang sama antara pemerahan pagi dan sore hari akan memberikan
perubahan komposisi susu yang relatif sedikit, sedangkan interval waktu
pemerahan yang berbeda akan menghasilkan komposisi susu yang berbeda juga
(Sudono, 1985).

Kualitas susu kambing merupakan aspek penting bagi konsumen untuk


dapat dikonsumsi secara baik dan sehat. Kualitas susu dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain adalah pakan, jenis kambing, waktu laktasi, prosedur pemerahan
dan ketinggian tempat (Rosartio et al, 2015). Pemeliharaan ternak dan penanganan
baik pada saat pemerahan dan pasca pemerahan merupakan faktor penting untuk
menghasilkan susu kambing yang aman, sehat, utuh dan halal. Kontaminasi
mikroorganisme dan penanganan yang tidak baik dapat menurunkan kualitas susu
kambing. Kualitas susu kambing harus sesuai untuk dikonsumsi sebagai berikut,
warna putih atau krem, rasa alami tanpa bahan asing dan pemalsuan, total
mikroorganisme, somatik dari ambing, protein, lemak dan total padatan (Ratya,
2017).
Menurut (Zain, 2013) kandungan protein susu kambing segar di peternakan
Umban Sari dan peternakan Alam Raya sebesar 7,53% dan 7,03%. Sedangkan
menurut (Ratya, 2017) Kadar protein pada ketiga peternakan sebesar 3,7%. Kadar
protein susu dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan. Semakin tinggi
3

kandungan protein dalam pakan, maka semakin tinggi kandungan protein yang
disekresikan kedalam susu.

I.2 Permasalahan

1. Apakah kadar Protein, Lemak, pH, Abu dalam susu kambing etawa sudah
memenuhi persyaratan?

2. Berapakah perbedaan kadar protein, Lemak, pH, Abu dalam susu kambing
etawa berdasarkan waktu pemerahan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah kadar Protein, Kadar Lemak, Nilai pH, dan Kadar
Abu pada susu kambing etawa sudah memenuhi persyaratan

2. Untuk mengetahui perbedaan waktu pemerahan pada susu kambing etawa


dapat mempengaruhi kualitas susu

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi yang


berguna bagi masyarakat umum terhadap memenuhinya persyaratan dalam susu
kambing etawa. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari pemalsuan
susu dan melindungi peternak dari kerugian akibat penurunan kualitas susu yang
diproduksi.

1.5 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, di Laboratorium


Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara dan di Laboratorium Kalibrasi PT. Has Environmental.

1.6 Metodologi Penelitian

1. Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium


4

2. Sampel Susu Kambing Etawa diambil di peternakan susu kambing etawa murni
dijalan karya bakti II No. 79, Sari Rejo, Kec. Medan Polonia, Kota Medan,
Sumatera Utara

3. Analisa kadar protein dalam susu kambing etawa ditetapkan kadarnya secara
metode Kjeldahl.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Susu

Susu adalah cairan berwarna putih kekuningan atau putih kebiruan yang
merupakan sekresi kelenjar ambing sapi laktasi tanpa ada penambahan atau
pengurangan komponen dan belum mengalami pengolahan (Purwadi,dkk.2017).

Susu merupakan emulsi lemak dalam air dengan komponen utama air, lemak,
protein dan laktosa (Setyawardani,T,. 2017). Agar lemak dan air dalam susu tidak
mudah terpisah, maka protein susu bertindak sebagai emulsifier (zat pengemulsi).
Kandungan air di dalam susu sangat tinggi, yaitu sekitar 87,5% dengan
kandungan gula susu (laktosa) sekitar 5%, protein sekitar 3,5% dan lemak sekitar
3-4%. Susu juga merupakan sumber kalsium, fosfor dan vitamin A yang sangat
baik. Mutu protein susu sepadan nilainya dengan protein daging dan telur, dan
terutama sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat
dibutuhkan tubuh. (Widodo,W. 2002).

Sebagai sumber protein yang bagus, susu mengandung semua asam amino
yang penting dalam jumlah yang tepat. Susu mengandung cukup karbohidrat
untuk menghasilkan energi dan memiliki lemak seimbang yang bagus, baik jenuh
maupun tidak jenuh. Susu mengandung semua yang dibutuhkan untuk pencernaan
dan menggunakan gizi yang terkandung di dalamnya. Lemak dalam susu
membuat tubuh bisa mencerna protein dan kalsium yang terkandung di dalamnya.
Menurut Mary enig dalam Know Your Fats, Lemak jenuh dalam susu (seperti
asam butirat) khususnya, mudah untuk dicerna karena lemak tersebut tidak perlu
dipadukan terlebih dahulu oleh hati. Tidak seperti lemak tak jenuh ganda yang
cenderung disimpan oleh tubuh. Lemak jenuh dalam susu dengan cepat dibakar
untuk menghasilkan energi.
6

2.1.1 Sifat-sifat Air Susu

Air susu yang normal dan sehat memiliki sifat–sifat tertentu yang dapat
diamati pada warna susu, bau, rasa yang khas, berat jenis dan derajat keasaman.

1. Warna air susu


Warna air susu yang sehat adalah putih kekuning-kuningan dan tidak tembus
cahaya. Kekuning–kuningan berarti memiliki kandungan vitamin A yang
tinggi. Air susu yang warnanya agak merah atau biru, apalagi encer seperti air
berarti susu tersebut tidak normal.
2. Bau dan Rasa Air susu yang normal atau murni memiliki bau khas, yang
mudah dibedakan dengan susu lain yang telah dipalsukan. Yaitu:
a. Air susu yang berbau asam menunjukkan bahwa air susu tersebut sudah
basi.
b. Air susu yang busuk menunjukkan bahwa air susu tersebut telah rusak
sama sekali.
c. Air susu yang rasanya agak asin atau asam dan pahit, maka air susu itu
sudah mulai rusak
d. Air susu yang masih murni, rasanya enak, gurih, sedikit manis, dan agak
berlemak
3. Berat Jenis Air Susu
1. Berat jenis air susu sangat dipengaruhi oleh susunan air itu sendiri dan
suhu lingkungan. Pengaruh susunan air susu terhadap berat jenis. Semakin
tinggi bahan kering yang terkandung dalam air susu semakin tinggi pula
berat jenisnya. Sebaliknya semakin rendah bahan kering yang terkandung
di dalam air susu akan semakin rendah pula berat jenis air susu
2. Pengaruh suhu terhadap berat jenis, Semakin tinggi suhu lingkungan maka
per satuan volume air susu pun akan mengembang pula, sehingga berat
persatuan susu pun menurun. Sebaliknya, pada suhu yang rendah air susu
akan merapat atau memadat sehingga pengaruhnya persatuan volume air
susu pun menjadi lebih berat pula. Oleh karena itu, untuk mengukur berat
jenis air susu tersebut khususnya di Indonesia ditetapkan pada suhu kamar
(27,5oC). Untuk mengukur berat jenis yang dikehendaki, suhu harus
7

disesuaikan terlebih dahulu yakni 27,5oC. Air susu yang baik atau normal
memiliki berat jenis 1,027–1,031 pada suhu 27,5oC.
4. Derajat keasaman
Susu yang normal derajat keasamannya sekitar 4-7,5oSH dan susu yang rusak
derajat keasamannya akan meningkat (Aak, 1991).

2.1.2 Persyaratan Mutu Susu

Tabel 1 persyaratan mutu susu segar menurut SNI 01-3141-1998

No Jenis Uji Satuan Persyaratan


1 Berat Jenis (27,5oC) g/cm3 Min 1,0280
2 Kadar Lemak % Min 3,0
3 SNF % Min 8,0
4 Kadar Protein % Min 2,7
5 Cemaran Logam: Ppm
- Timbal (Pb) Maks 0,3
- Seng (Zn) Maks 0,5
- Merkuri (Hg) Maks 0,5
- Arsen (As) Maks 0,5

Organoleptik:
6 warna, aroma, rasa,
Tidak ada
6 kekentalan -

7
1.106
7 Kotoran dan benda asing -

Cemaran mikroba:
negatif
- Total Kuman
negatif
-8 Salmonella
20
8 - Eschericia coli (patogen) cfu/ml
negatif
- Coliform
100
- Streptococcus group B
Maks 4.104
- Staphylococcus aureus
Jumlah
9 sel radang /ml Maks 3
9
1
Uji Katalase 2-5
10 cc

1
Negatif
11 Uji Reduktase jam
R
1 esidu antibiotika, pestisida,
8

12 Insektisida - Negatif
1
6-7
13 Uji alkohol (70%) -

1
Negatif
14 Ph -

1
-0,520 s/d
15 Uji pemalsuan -

1 o –0,560
C
16 Titik Beku
1
17 Uji Peroksida peroksida

2.1.3. Jenis-jenis Susu

1. Susu Segar
Susu segar adalah bahan pangan yang mudah rusak, karena mempunyai kadar
air tinggi sekitar 87%-90% serta mempunyai nilai nutrisi yang lengkap sehingga
baik untuk dikonsumsi manusia, hewan dan mikroorganisme, oleh karena itu perlu
dilakukan pengolahan untuk mempertahankan kualitasnya. Teknologi pengolahan
susu segar disamping menghambat kerusakan juga untuk penganekaragaman
bahan pangan, karena dengan proses pengolahan kerusakan secara fisik, kimia dan
mikrobiologis akan dapat dicegah dan sekaligus dapat menambah nilai ekonomis
dari produk tersebut dan selanjutnya supaya dapat mempertahankan kualitasnya
(Khotimah, 2009).
Susu segar dapat diolah menjadi berbagai produk yang cukup digemari serta
memiliki daya simpan produk yang relatif lama. Produk-produk olahan berbasis
susu yang sudah dikenal dalam industri pengolahan susu adalah susu skim dan
krim, mentega, susu kental manis, susu bubuk, yoghurt, kefir, susu pasteurisasi
atau sterilisasi, keju, es krim, karamel atau kembang gula, dodol susu, tahu susu.
(Usmiati, 2009).

2. Susu Fermentasi
Merupakan proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat melalui
aktivitas enzim tertentu yang dihasilkan oleh suatu mikroba, walau dalam
9

beberapa kondisi tertentu dapat juga terjadi tanpa kehadiran mikroba (sel-sel
hidup). Pada awalnya yang disebut dengan fermentasi adalah pemecahan gula
menjadi alkohol dan CO2, walau banyak pula proses yang disebut dengan
fermentasi tidak selalu menggunakan substrat gula serta menghasilkan alkohol
dan CO2. Misalnya fermentasi pada susu yaitu perubahan laktosa menjadi asam
laktat oleh aktivitas bakteri Streptococcus lactis pada kondisi anaerobik. Selain
penguraian karbohidrat, terjadi juga pemecahan protein dan lemak oleh
mikroorganisme dan enzim tertentu yang dihasilkannya untuk menghasilkan CO 2,
beberapa gas dan zat-zat lainnya (Aritonang, 2017).
Pengembangan produk susu fermentasi di dunia sebagian besar didasarkan
kepada peran terhadap kesehatan manusia. Manfaat susu fermentasi antara lain
mengurangi laktosa intolerance yaitu gangguan pencernaan (diare, kembung,
kram perut) setelah minum susu. Hal ini terjadi karena jumlah laktase dalam susu
hanya sedikit sehingga sisa laktosa susu tidak difermentasi oleh mikroba dalam
usus halus. Laktase dari kultur starter dalam bentuk susu fermentasi tersedia lebih
banyak sehingga hanya sedikit mengandung laktosa dibandingkan dalam bentuk
susu segar.

3. Susu Pasteurisasi
Proses pasteurisasi pada susu pertama kali dilakukan oleh Franz von Soxhlet
pada Tahun 1886. Susu pasteurisasi adalah produk susu yang diperoleh dari hasil
pemanasan susu pada suhu minimum 161°F selama minimum 15 detik.
(Budiyono, 2009).
Pasteurisasi merupakan salah satu usaha pengolahan susu dengan cara
pemanasan untuk mempertahankan mutu dan keasaman susu. Usaha ini adalah
proses pembasmian bakteri patogen yang mungkin masih terdapat dalam air susu.
Susu pasteurisasi merupakan bentuk lain dari susu segar dan sebagai usaha
untuk memperpanjang daya tahannya. Pasteurisasi susu perlu dilakukan untuk
mencegah pemindahan penyakit dan mencegah kerusakan enzimatis (Warner,
1976). Selama proses pasteurisasi, susu akan terus menerus mengalami
kontaminasi baik langsung maupun tidak langsung (Eckles et al, 1960).
10

4. Susu Sterilisasi
istilah susu sterilisasi adalah produk olahan susu yang diperoleh melalui suatu
proses membunuh mikroorganisme hingga ke spora-sporanya. Proses sterilisasi
dilakukan dengan cara memanaskan susu hingga temperatur 121 oC, selama kurun
waktu 15 menit. Susu sterilisasi biasa dikemas dengan kemasan tetrapack yaitu
kardus yang ada lapisan alumunium foil-nya didalam. Susu jenis ini tidak harus
disimpan dalam suhu dingin. Dengan proses sterilisasi memperpanjang umur
simpan susu dan dapat menjadi susu untuk anak sekolah dalam membantu
pemenuhan gizi bagi anak Indonesia (Hendrawati, 2017).

5. Susu bubuk berlemak (full cream)


adalah produk susu berbentuk bubuk yang diperoleh dari susu cair, atau susu
hasil pencampuran susu cair dengan susu kental atau krim bubuk, atau susu hasil
pencampuran susu cair dengan susu kental atau susu bubuk, yang telah
dipasteurisasi dan melalui proses pengeringan. Susu jenis ini kadar lemak susunya
tidak kurang dari 26% dan kadar airnya tidak lebih dari 5% (Utami, 2009).

6. Susu UHT
adalah produk susu cair yang diperoleh dari susu segar atau susu rekonstitusi
atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari 135oC selama
2 detik dan dikemas segera dalam kemasan yang steril dan secara aseptis. Susu
jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 3% dan total padatan bukan lemak
tidak kurang dari 8% (Utami, 2009).

7. Susu tanpa lemak atau susu skim


adalah produk susu cair yang sebagian besar lemaknya telah dihilangkan dan
dipasteurisasi atau disterilisasi atau diproses secara UHT. Susu jenis ini kadar
lemak susunya tidak lebih dari 1,25% dan kadar proteinnya tidak kurang dari
2,7% (Utami, 2009).

8. Susu Bubuk (powder milk)


Prinsip pembuatan susu bubuk adalah mengurangi kadar air yang terdapat
dalam susu sampai batas tertentu, untuk menghambat aktivitas kimia atau mikroba
dalam susu sehingga daya simpan susu ini menjadi lebih lama. Namun, susu
11

memiliki sifat yang rentan atau mudah rusak terutama oleh kondisi dan lamanya
penyimpanan, dengan demikian perlu diperhatikan bagaimana penyimpanan yang
baik, karena pada kenyataannya suhu dan lamanya penyimpanan mempengaruhi
kualitas susu bubuk tersebut (Spreer dan Mixa 1998).

9. Susu Kental Manis


Susu kental manis merupakan produk susu berbentuk cairan kental yang
diperoleh dari campuran susu dan gula dengan menghilangkan sebagian airnya
sehingga mencapai tingkat kekentalan tertentu atau hasil rekonstitusi susu bubuk
dengan penambahan gula atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan
tambahan pangan yang diizinkan (Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 2011).

10. Susu Rendah Lemak


Adalah produk susu cair yang sebagian lemaknya telah dihilangkan. Susu
jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 1,25% dan tidak lebih dari 3%
serta kadar proteinnya tidak kurang dari 2,7%.

2.2 Susu Kambing


Susu kambing adalah cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ruminansia dari
jenis kambing-kambingan (Capriane). Jenis hewan ini mulai menghasilkan susu
sejak masa laktasi pertama, yakni kambing mulai mengeluarkan susu setelah
melahirkan untuk pertama kalinya. penggunaan susu kambing untuk pengobatan,
pemeliharaan kesehatan dan membantu penyembuhan berbagai jenis penyakit
mulai banyak dilakukan masyarakat (moeljayanti,d.r, 2002). Di Indonesia
beberapa dokter menganjurkan para pasiennya untuk mengonsumsi susu kambing
untuk mempercepat proses pengobatan, selain mengonsumsi obat-obatan (Sodiq,
2008). Bahkan tidak sedikit kalangan medis yang melakukan terapi kepada para
pasiennya dengan menggunakan susu kambing (moeljayanti,d.r, 2002).
Susu kambing mengandung fluorin yang bersifat antiseptik dan pelindung
paru-paru. Dimana antiseptik tersebut berfungsi untuk menekan pertumbuhan
bakteri dalam tubuh (Susanto,D. 2005). Kandungan kalsiumnya paling tinggi jika
dibandingkan dengan susu sapi dan ASI, yaitu sekitar 129 mg. Kalsium berfungsi
12

dalam pertumbuhan tulang dan gigi, mencegah pengeroposan tulang dan


membantu pembekuan darah jika terjadi luka.

2.2.1 Kandungan Susu Kambing

Banyak lembaga dan ahli yang meneliti kandungan gizi susu kambing, baik
didalam maupun diluar negeri. Berikut ini Tabel kandungan gizi susu kambing
yang dipublikasikan oleh Balai Penelitian Ternak (Balitnak) Bogor, Jawa Barat.

Tabel 2 Kandungan Gizi Susu Kambing

Kandungan Susu Kambing


Air 87,5 %
Hidrat arang 4,6
Energi 67,0 Kkal
Protein 3,3-4,9 g
Lemak 4,0-7,3 g
Fosfor 106 mg
Kalsium 129 mg
Besi 0,05 mg
Vitamin A 185 IU
Thiamin 0,04 mg
Rhiboflavin 0,14
Niasin 0,30 mg
Vitamin B12 0,07 mg
Sumber : Balai Penelitian Ternak, Bogor

Sementara, United States Departement of Agriculture (USDA), semacam


Departemen Pertanian-nya Amerika, Pada tahun 1976 mengeluarkan laporan hasil
penelitian yang menyebutkan perbandingan gizi antara susu kambing, ASI dan
susu sapi sebagai berikut. (Kusuma,B.D, 2009).

Tabel 3 Perbandingan gizi antara susu kambing, ASI, dan susu sapi per 100
gram.

Kandungan Gizi Susu Kambing Susu Sapi Susu Sapi

Protein (g) 3,6 3,3 1,0


Lemak (g) 4,2 3,3 4,4
Karbohidrat (g) 4,5 4,7 6,9
Kalori (kal) 69 61 70
Fosfor (g) 111 93 14
Kalsium (g) 134 19 32
13

Magnesium (g) 14 13 3
Besi (g) 0,05 0,05 0,03
Natrium (g) 50 49 17
Kalium (g) 204 152 51
Vitamin A (IU) 185 126 241
Thiamin (mg) 0,05 0,04 0,014
Riboflavin (mg) 0,14 0,16 0,04
Niacin (mg) 0,28 0,08 0,18
Vitamin B6 (mg) 0,05 0,04 0,01
Sumber : USDA (1976)

2.2.2 Khasiat Susu Kambing


Menurut Ali Khomsan,M.S., Guru besar Ilmu Pangan dan Gizi Institut
Pertanian Bogor (IPB), Susu kambing tersusun dari asam lemak rantai pendek
sehingga nutrisi susu kambing mudah dicerna. Ukuran butiran lemak susu
kambing juga lebih kecil ketimbang susu sapi. Menurut Zen Djaja M.D., dokter
dan pendiri Balai Pengobatan Umum Tri Dharma, Kota malang, Provinsi Jawa
Timur, Susu kambing tidak mengandung bahan penggumpal molekul lemak
seperti susu sapi. Selain itu susu kambing juga kaya potassium yang menstabilkan
kadar gula dan tekanan darah. (Wiguna,I, 2017).
Menurut beberapa literatur, susu kambing bisa menyembuhkan beberapa
jenis penyakit, diantaranya adalah :

1. Tuberkulosis (TBC)
Susu kambing mengandung lemak sebagai pembakar dalam tubuh,
protein untuk pertumbuhan otot, karbohidrat sebagai sumber tenaga,
dan zat-zat untuk memulihkan kesehatan tubuh.

2. Gastritis (Radang Usus)


Susu kambing membentuk asam hidroklorik dalam perut,
meningkatkan kekebalan tubuh pasien, dan menurunkan ketegangan
otot.

3. Penyakit Kulit
Menurut George Dermitt, ahli M.D. Superintendent General Hospital
Toledo di Ohio, Amerika Serikat. Pemberian susu kambing kepada
14

anak-anak yang mengidap eksim (gatal dikulit) memperoleh hasil yang


bagus.

4. Menghaluskan Kulit
Susu kambing mengandung asam nikotik yang membantu proses
pencernaan dan meningkatkan kesehatan kulit sehingga terlihat cantik
dan berseri.

5. Perkembangan bayi dan anak-anak


Susu kambing kaya vitamin A yang berfungsi membantu pertumbuhan
dan perkembangan bayi dan anak-anak. Gizi yang terkandung dalam
susu kambing sangat baik untuk keseimbangan metabolisme tubuh,
menjaga tulang dan gigi, serta membantu menjaga pembentukan sel-
sel darah.

6. Menstruasi
Susu kambing mensuplai zat besi yang hilang pada wanita yang sedang
menstruasi. Susu kambing juga bermanfaat bagi wanita yang
kekurangan darah (anemia), masa hamil atau pendarahan setelah
bersalin (pendarahan postpartus).

7. Osteoporosis
Susu kambing mengandung kalsium dan potasium yang bisa mencegah
osteoporosis atau kerapuhan tulang.

8. Kolesterol
Susu kambing mengandung lemak berantai pendek sehingga cocok
diminum oleh orang yang sedang menjalani program diet dan
penderita penyakit kolesterol.

9. Menurunkan Kadar Gula Darah


Menurut Zen Djaja MD, dokter di Malang, Jawa Timur, susu kambing
dapat membantu menurunkan kadar gula darah karena kaya nutrisi.
Kekurangan nutrisi dapat memicu diabetes mellitus, karena produksi
insulin oleh prankreas terhambat. (Wiguna,I, 2017).
15

10. Penyakit Lain


Susu kambing juga bisa menghilangkan berbagai penyakit, seperti
asma, lever, radang sendi, batuk, rasa letih dan lesu, bronchitis,
sinusitis, menghilangkan bau mulut, membuat nafsu makan turun,
menghilangkan rasa mual dan melancarkan peredaran darah. (Susanto,
2005).

2.3 Kambing
Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang menduduki tempat
tersendiri di kalangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Jumlah populasi
kambing di Asia ditaksir sekitar 225 Juta ekor atau 49% dari total populasi dunia.
Pada tahun 1969 Indonesia memiliki sekitar 7,5 Juta ekor kambing, kemudian
pada tahun 1990 meningkat menjadi 11,2 juta ekor. Populasi kambing terus-
menerus mengalami peningkatan. (Sarwono, 2008).
Kambing tergolong hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia
yang menyusui anaknya. Disamping sebagai penghasil daging yang baik, kambing
juga menghasilkan kulit yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam
keperluan industri kulit. Selain itu, jenis kambing tertentu misalnya kambing
etawa, juga dapat menghasilkan air susu yang mempunyai nilai gizi tinggi dan
dapat dikonsumsi oleh masyarakat (Cahyono, 1998). Kambing etawa berasal dari
Jamnapari, India. Sebagian orang menyebutnya kambing jamnapri. Profil
mukanya cembung dengan rahang bawah menonjol, Daun telinganya panjang,
lebar, serta terkulai kebawah dan rapat. Baik jantan maupun betina mempunyai
tanduk mengarah ke belakang dan samping. Ciri khas kambing etawa
bergelambir, yaitu lipatan kulit dibawah leher seperti pada sapi. Bobot badan
berkisar 50-80 kg, produksi susu bisa mencapai 4 liter/hari.

Di Indonesia kambing etawa asli sudah jarang, Kambing etawa sudah banyak
dikawinsilangkan dengan kambing lokal (kambing kacang). Hasil persilangan ini
disebut peranakkan etawa (PE). Karakteristik kambing PE menyerupai kambing
etawa yaitu bergelambir, muka cembung, serta daun telinga panjang. Bobot badan
50-80 kg. Dengan sistem pemeliharaan intensif, kambing PE biasa memproduksi
16

susu sekitar 3,5liter/hari. Produksi susu kambing PE lebih tinggi dibandingkan


kambing kacang yang hanya 1-1,5 liter/hari. (Susanto, 2005).

Selain sumber daging, kambing etawa juga diternak untuk diperah susunya.
Menurut Blakley dan Bade (1998) dibandingkan dengan susu sapi, susu kambing
mempunyai perbedaan karakteristik sebagai berikut:

1. Warnanya lebih putih.


2. Lemak susu kambing lebih mudah dicernah.
3. Card proteinnya lebih lunak, sehingga memudahkan untuk dibuat keju.
4. Susu kambing mengandung mineral, kalium, fosfor, vitamin A, E, dan B
kompleks yang lebih tinggi.
5. Susu kambing dapat diminum oleh orang yang alergi minum susu sapi dan
untuk orang-orang yang mengalami berbagai gangguan pencernaan.

2.4. Pemberian Pakan


Berdasarkan jenis makanannya, Kambing tergolong dalam kelompok
herbivora atau hewan pemakan tumbuhan. Secara alamiah, karena kehidupan
awalnya di daerah-daerah pengunungan, kambing lebih menyukai rambanan
(daun-daunan) dari pada rumput. Keberhasilan hampir seluruh usaha peternakan
ditentukan dari semakin efisiennya penggunaan pakan, karena biaya tertinggi
sebuah usaha peternakan adalah biaya pakan.

2.4.1 Bahan Pakan


Secara umum, kebutuhan zat-zat makanan bagi kambing dikelompokkan ke
dalam dua golongan besar sumber bahan pakan, yakni bahan pakan sumber energi
dan bahan pakan sumber protein.
a. Bahan pakan sumber energi
umumnya terdiri dari bahan pakan berupa biji-bijian dan sisa serelia (tepung
jagung dan dedak padi), umbi-umbian (tepung singkong, onggok dan ubi
jalar), dan hijauan (misalnya rumput setaria dan rumput lapangan).
b. Bahan pakan sumber protein
Bisa juga berupa biji-bijian, misalnya tepung bungkil kedelai, ampas tahu,
ampas kecap, biji kapas atau tepung-tepungan yang berasal dari hewan atau
17

bagian tubuh hewan seperti tepung ikan dan tepung darah. Ada pula
beberapa jenis hijauan yang merupakan sumber protein, seperti daun
gliricidae, turi, lamtoro, centrocema dan kacang gude. (Sodiq,A, 2008).

2.5 Protein
Protein adalah makromolekul yang tersusun dari bahan dasar asam amino.
Asam amino yang menyusun protein ada 20 macam. Protein terdapat dalam
sistem hidup semua organisme baik yang berada pada tingkat rendah maupun
organisme tingkat tinggi. Protein mempunyai fungsi utama yang kompleks di
dalam semua proses biologi. Protein berfungsi sebagai katalisator, sebagai
pengangkut dan penyimpan molekul lain seperti oksigen, mendukung secara
mekanis sistem kekebalan (imunitas) tubuh, menghasilkan pergerakan tubuh,
sebagai transmitor gerakan syaraf dan mengendalikan pertumbuhan dan
perkembangan. (Abubakar, 2009).
Protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme dan juga
merupakan bagian dari semua sel hidup yang merupakan bagian terbesar tubuh
setelah air (Diana,F.M, 2010). Oleh karena itu merupakan pembentuk tubuh kita,
maka protein yang terdapat dalam bahan makanan berfungsi sebagai zat utama
dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Kita memperoleh protein dari
makanan yang berasal dari hewan atau tumbuhan.

Protein yang berasal dari hewan disebut protein hewani, sedangkan yang
berasal dari tumbuhan disebut protein nabati. Beberapa makanan sumber protein
ialah daging, telur, susu, ikan, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, buah-
buahan. Tumbuhan membentuk protein dari CO2, H2O dan senyawa Nitrogen.
Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein ialah sebagai
berikut: karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3%
dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat
dilakukan penentuan kadar protein dalam suatu bahan makanan, misalnya dengan
cara Kjeldhal, yaitu dengan cara destruksi dengan asam pekat. Berat protein yang
ditentukan ialah 6,25 kali berat unsur nitrogen.

Protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada


sebagai sumber energi. Namun demikian apabila organisme sedang kekurangan
18

energi, maka protein ini terpaksa dapat juga dipakai sebagai sumber energi.
Kandungan energi protein rata-rata 4 kilokalori/gram atau setara dengan
kandungan energi karbohidrat.

Protein dalam bahan makanan sangat penting dalam proses kehidupan


organisme yang heterotroph seperti hewan dan manusia. Proses alamiah mula-
mula dibentuk dari unit asam-asam amino yang dirakit sama sekali baru (de novo)
oleh organisme autotroph (tumbuh-tumbuhan dan mikroorganisme tertentu) dari
unsur-unsur anorganik C, H, O, N dan S yang ada dalam tanah atau udara. (
Sudarmadji.S, 1989).

Mutu protein ditentukan dari perbandingan asam-asam amino yang


terkandung dalam protein tersebut. Protein hewani menyediakan asam-asam
amino esensial dalam jumlah yang lengkap sehingga disebut protein dengan mutu
tinggi (Winarno, 1997).

2.6.1 Klasifikasi protein

1. Protein sederhana
Protein sederhana yakni protein yang hanya menghasilkan α-α dan turunanya
pada hidrolisis.

2. Protein konjugasi
Beberapa contoh protein konjugasi adalah nukleoprotein (Ribosom/RNA),
fosfoprotein (kasein/fosfat), metalloprotein (sitokrom oksidase/Fe dan Cu),
lipoprotein (VLDL/ Fosfolopid, lemak, kolestrol), flavoprotein.

3. Protein globular dan berserat


Protein globular adalah protein yang rantai polipeptidanya terlipat dan
tergulung. Contohnya adalah enzim, hormon protein dan membawa protein
oksigen.
Protein berserat adalah protein yang rantai polipeptidanya melingkar
membentuk heliks dan ikatan silang oleh ikatan hidrogen, contoh protein berserat
seperti: kolagen yang ditemukan dalam jaringan ikat, Elastin yakni bagian dari
19

tendon, arteri, dll. Keratin yang ditemukan pada rambut, tanduk, wol, myosin dan
tropomiosin yang ada pada jamur.

4. Klasifikasi oleh kelarutan


Berdasarkan kelarutannya maka protein dapat dibagi menjadi beberapa jenis
protein, yakni:
a) Protein larut pada larutan garam contoh albumin
b) Protein yang tidak larut dalam air tetapi bisa larut dengan penambahan
konsentrasi garam (protein globulin)
c) Protein yang larut dalam etanol 70-80% tetapi tidak larut dalam air dan
etanol dengan konsentrasi absolute (protein protamin)
d) Protein yang larut dalam larutan garam (protein histon) dan
e) Protein yang larut dalam air dan larut dalam larutan garam (protein
skleroprotein). (Adriani, 2016).

2.6.2 Fungsi Protein


Protein berperan penting dalam pertumbuhan, perkembangan dan fungsi
sehari-hari. Berikut ini adalah beberapa contoh peran protein dalam tubuh
manusia :
1. Peran sebagai enzim
Protein yang memfasilitasi reaksi biokimia, misalnya, pepsin merupakan
enzim pencernaan dalam perut yang membantu untuk memecah protein
dalam makanan.

2. Peran sebagai DNA


Protein DNA mengatur struktur kromosom selama pembelahan sel dan
berperan dalam mengatur ekspresi gen, misalnya protein histon dan
kohesin.

3. Peran protein dalam otot


Protein kontraktil terlibat dalam kontraksi dan gerakan otot, misalnya aktin
dan myosin
20

4. Peran protein pada struktural


Protein struktural memberikan dukungan dalam tubuh kita, misalnya,
protein dalam jaringan ikat kami, seperti kolagen dan elastin.

5. Protein hormon fungsi tubuh koordinasi, misalnya insulin mengontrol


kadar gula darah kita dengan mengatur penyerapan glukosa ke dalam sel.
6. Protein transport
Protein transport bergerak molekul seperti tubuh kita, misalnya,
hemoglobin mengangkut oksigen melalui darah. Setiap protein memiliki
peran tertentu dalam tubuh kita. Satu protein dapat melakukan lebih dari
satu peran. (Sumbono,A, 2016).

2.6.3 Sumber Protein


Protein merupakan suatu senyawa karbonil yang banyak melimpah dalam
sistem biologi. Protein terdapat dihampir semua bahan pangan yang biasa
dikonsumsi orang Indonesia. Sumber Protein dapat diperoleh pada bahan
pangan yang berasal dari nabati dan hewani, baik dalam bentuk olahan.
Beberapa sumber protein yang kaya akan kandungan protein ditampilkan
pada tabel berikut ini.
Tabel 4. Kandungan protein dalam beberapa bahan pangan

Bahan Pangan Protein


Ikan tuna,Salmon lainnya 26
Daging Ayam 18,3
Keju 32
Daging Sapi 36
Susu, Yoghurt 6
Kacang-kacangan 17
Telur 13
Biji Bunga Matahari 6
Tahu 8,1
Kedelai Rebus 16,6
Tempe 18,5
Biji Kedelai Murni 39,6
Susu Kedelai 2,9
Beras 8,9
Beras Ketan 6,81
Gandum 15,6
Tepung Gandum 11,98
Singkong 1,36
21

Mangga 0,82
Nangka 1,27
Cabe 2
Kol 1,28
Mie 0,16
Bayam 2,86
Kubis 4,28
Kecipir 10,6
Kacang Panjang 8,3
Labu 0,82
Kacang Hijau 7
Kacang Tanah 24,2
Jagung 3,27
Kentang 2,49
Pisang 1,09
Jeruk 0,91
Pepaya 0,47
Apel 0,26
Wortel 0,93
Ketimun 0,62
Tomat 0,98
Labu Kuning 1
Talas 1,5
Semangka 0,61
Melon 1,11
Sumber : USDA National Nutrient Database For Standard Reference
dan beberapa sumber lain (Sumbono, 2016).

2.6.4 Kadar Protein


Kebutuhan protein bagi manusia dapat ditentukan dengan cara menghitung
jumlah protein yang diganti oleh tubuh, yakni dengan menghitung jumlah unsur
nitrogen yang ada dalam protein makanan dan menghitung pula jumlah unsur
nitrogen yang dikeluarkan tubuh melalui air seni dan tinja. Tetapi kita lihat bahwa
penggunaan protein dalam tubuh dipengaruhi banyak faktor, sehingga dalam
praktinya jumlah protein itu belum dapat memenuhi keperluan tubuh sebabnya
antara lain sebagai berikut:
1. Kadar protein 18,75 gr itu dalam tubuh akan menyebabkan beberapa
reaksi kimia yang tidak bisa berlangsung dengan baik.
2. Kecernaan protein itu sendiri, tidak semua bahan makanan yang
mengandung serat proteinnya bisa diambil tubuh, karena adanya serat ini
enzim tidak bisa masuk untuk memecah protein.
22

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan itu, maka ditetapkan bahwa


kebutuhan protein bagi orang dewasa adalah 1 gr untuk setiap Kilogram BB nya
setiap hari. (Adriani,M, 2012). Sedangkan Protein yang dibutuhkan pada anak-
anak (bayi) sebaiknya yang bermutu tinggi. Protein itu diupayakan agar mirip
dengan kasein dan protein whey yang terdapat pada ASI. Kewajiban untuk
memenuhi kebutuhan protein pada bayi biasanya sulit selama masa menyusui.
Perhatian khusus sebaiknya diberikan pada mutu, jumlah protein, dan
penggunaannya dalam bahan makanan tambahan. Mutu protein harus sebanding
dengan susu sapi ( Net Protein Utilization (NPU) = 80). Untuk protein bayi
selama 12 bulan pertama adalah 1,0 gr per 100 kal. Kebutuhan bayi umur 0-6
bulan adalah 2,2 gr dan pada umur 6-12 bulan adalah 2,0 gr. FAO/WHO
menyarankan tingkat konsumsi per hari bayi usia 0-3 bulan adalah 2,40 gr /kg dan
usia 3-6 bulan adalah 1,85 gr /kg serta usia 6-12 bulan adalah 1,3 per kg. (Wirda,
2008).

2.6.5 Kekurangan/ defisiensi protein


Kekurangan protein dan gizi buruk dapat menyebabkan berbagai penyakit
termasuk keterbelakangan mental dan kwashiorkor. Kwashiorkhor adalah
penyakit yang diderita bayi yang berhenti menyusui dikarenakan ibunya
melahirkan lagi, hal ini mengindikasikan bahwa Kwashiorkhor merupakan
keadaan yang terjadi akibat pengabaian seorang ibu dalam kewajibannya
menyusui. Gejala kwashiorkor termasuk apatis, diare, kurang aktif, kegagalan
tumbuh, kulit terkelupas, hati berlemak, dan edema dari perut dan kaki.
Kurangnya protein memiliki tanda dan gejala yang digambarkan dalam
perubahan tubuh. Berikut beberapa gejala akibat kekurangan protein yang umum
terjadi termasuk: Lemah otot dan sakit, formasi garis dalam di sekitar jari-jari kaki
dan kuku, peningkatan retensi air luka keras kepala yang tidak kunjung sembuh,
kepipihan, kulit kering dan ruam, kelesuan, berat badan, kegelisahan, sakit kepala
konstan, mual, ulkus kulit insomnia, depresi dan perubahan warna kulit.
(Sumbono, 2016).
23

2.6.6 Keracunan/ toksisitas protein


Ketika asupan protein yang dikonsumsi dalam jumlah tinggi maka akan
timbul peningkatan ekskresi urea. Peningkatan ekskresi urea tersebut
menunjukkan bahwa oksidasi asam amino meningkat. Ketika ada asupan protein
berlebih maka asam amino selain teroksidasi menjadi energi, protein juga dapat
dikonversi menjadi glukosa atau keton. Namun, ketika jumlah protein sangat
tinggi atau rendah secara berkala maka tubuh akan mencoba untuk menjaga
kestabilan jumlah protein pada kesetimbangan dengan menggunakan cadangan
protein labil, yang berfungsi sebagai protein jangka pendek yang digunakan untuk
keadaan darurat atau variasi harian asupan protein.
Toksisitas protein terjadi ketika tubuh tidak mampu untuk menyingkirkan
limbah beracun yang dihasilkan sebagai akibat dari metabolisme protein. Secara
khusus protein dari sumber hewani yang cepat diserap ke dalam aliran darah dan
dengan cepat dimetabolisme menyebabkan pelepasan konsentrasi tinggi bahan
limbah nitrogen beracun. Konsumsi protein dengan jumlah tinggi dapat
memunculkan masalah kesehatan bagi mereka yang menderita penyakit ginjal.
Perubahan fisiologis yang disebabkan oleh asupan protein meningkat, seperti
tekanan glomerulus dan hiperfiltrasi meningkat, mempercepat kerusakan pada
ginjal yang sudah rusak. Ketegangan ini menyebabkan ginjal tidak mampu
memetabolisme protein secara memadai dan selanjutnya dapat terjadi toksisitas.
Gejala toksis protein yakni muntah dan kehilangan nafsu makan. Dua gejala
tersebut jika disertai dengan kualitas ammonia pada gagal ginjal maka hal itu
memungkinkan karena keracunan protein. Sebagian besar masalah muncul berasal
dari akumulasi tidak tersaringnya racun dan limbah dari metabolisme protein.
Fungsi ginjal secara alami menurun seiring dengan usia karena hilangnya nefron
(filter) secara bertahap di ginjal (Sumbono, 2016).

2.6.7 Pengukuran Kadar Protein


Metode yang dapat digunakan dalam penentuan kadar protein adalah
1. Metode Kjeldahl
Metode kjeldahl pertama kali dikembangkan pada tahun 1883 oleh Johann
Kjeldahl. Metode ini didasarkan pada pengukuran kadar nitrogen total yang ada
didalam sampel, karna unsur nitrogen bukan hanya berasal dari protein, maka
24

metode ini umumnya didasarkan pada asumsi bahwa kadar nitrogen didalam
protein adalah sekitar 16%. Oleh karena itu, untuk mengubah kadar nitrogen
kedalam kadar protein sering digunakan angka faktor konversi 6,25. Namun
demikian, untuk beberapa jenis bahan pangan faktor konversi yang digunakan
berbeda.
Tabel 5 Faktor konversi untuk mengkonversi persen nitrogen menjadi
Protein

Jenis pangan x (% N dalam protein) Faktor konversi


F(100/x)
Campuran 16,00 6,25
Daging 16,00 6,25
Maizena 16,00 6,25
Roti, gandum, makaroni, 16,00 6,25
bakmi
Susu dan produk susu 15,66 6,38
Tepung
Telur 17,54 5,70
Gelatin 14,97 6,68
Kedelai 18,02 5,55
Beras 17,51 5,71
Kacang tanah 16,81 5,95
18,32 5,46

Sumber: Sukmawati, 2014

Metode penetapan protein dengan metode kjeldahl dapat digunakan untuk


analisis protein semua jenis bahan pangan. Prosedur penetapannya tidak
membutuhkan biaya mahal dan hasilnya cukup akurat. Metode ini telah dijadikan
sebagai metode resmi yang diakui oleh AOAC. Dalam penetapan protein metode
kjeldahl, sampel yang akan dianalisis harus dihancurkan (destruksi) dahulu secara
sempurna, sehingga seluruh karbon, hidrogen dan nitrogen diubah menjadi
amonium sulfat. Proses penghancuran ini dilakukan dengan menambahkan asam
sulfat ke dalam sampel dan proses pemanasan pada suhu tinggi, sehingga
dihasilkan larutan berwarna jernih yang mengandung amonium sulfat. Untuk
25

mempercepat proses penghancuran ini, ditambahkan juga katalisator. Selanjutnya


amonium sulfat dinetralkan dengan menggunakan alkali pekat dan didestilasi,
destilat ditampung ke dalam beaker glass yang berisi larutan asam borat.
Kemudian dititrasi dengan asam standar. Hasil yang diperoleh merupakan
kandungan protein kasar dan dalam analisis juga diperlukan larutan blanko yang
digunakan sebagai faktor koreksi penentuan kadar protein.

Penentuan kjeldahl dapat dibagi menjadi 3 tahap yaitu:


a. Tahap penghancuran (destruksi)
Tahap penghancuran (destruksi) dilakukan dengan menambahkan asam kuat,
yaitu asam sulfat dan dilakukan proses pemanasan pada suhu 370 oC. Tahap ini
akan membebaskan nitrogen dari sampel. Untuk mempercepat proses destruksi
ini, juga ditambahkan potassium sulfat yang berperan untuk meningkatkan titik
didih asam sulfat. Selama proses destruksi ini, nitrogen akan bereaksi dengan
asam sulfat menghasilkan amonium sulfat.

b. Tahap netralisasi dan destilasi


Setelah proses destruksi selesai, larutan yang mengandung amonium sulfat
ditambah dengan larutan alkali (NaOH) untuk menetralkan asam sulfat. Dengan
adanya NaOH maka amonium sulfat akan dipecah menjadi gas amoniak. Melalui
proses destilasi, gas amoniak ini kemudian menguap dan ditangkap oleh asam
borat.

c. Tahap titrasi
Dalam tahap ini larutan asam borat dititrasi dengan menggunakan asam borat
terlepas kembali dan terbentuk amonium klorida. Jumlah asam klorida yang
digunakan untuk titrasi setara dengan jumlah gas NH3 yang dibebaskan dari
proses destilasi. Perhitungan persen nitrogen pada sampel dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
% Protein = % N x F

Dimana F= faktor konversi dan faktor konversi tergantung dari jenis sampel
26

2. Metode Dumas

Metode ini diperkenalkan tahun 1831 oleh Jean-Baptiste Dumas. Metode ini
telah dimodifikasi dan diotomatisasi untuk memperbaiki akurasinya. Sampel
dibakar pada suhu tinggi (700-1000°C) dengan suatu aliran oksigen murni.
Seluruh karbon dalam sampel diubah menjadi karbondioksida selama pembakaran
cepat. Komponen mengandung nitrogen yang dihasilkan meliputi N2 dan nitrogen
oksida. Nitrogen oksida direduksi menjadi nitrogen dalam kolom copper/tembaga
pereduksi pada suhu tinggi (600°C). Total nitrogen (termasuk fraksi anorganik,
seperti nitrat dan nitrit) yang terlepas dibawa oleh helium murni dan dikuantifikasi
dengan kromatografi gas menggunakan detektor konduktifitas termal (TCD).
Acetanilida dan EDTA berkemurnian sangat tinggi dapat digunakan sebagai
standar untuk kalibrasi penganalisa nitrogen. Nitrogen yang ditentukan diubah
menjadi kadar protein.

3. Metode spektroskopi Infra Merah

Spektroskopi infra merah mengukur serapan radiasi (daerah dekat atau sedang
sinar infra merah) oleh molekul dalam pangan atau bahan yang lain. Gugus
fungsional yang berbeda dalam menyerap frekuensi radiasi yang berbeda. Untuk
protein dan peptida, berbagai pita sedang sinar infra merah (6,47 µm) dan pita
sinar dekat infra merah (3300-3500 nm; 2080-2220 nm; 1560-1670 nm)
karakteristik ikatan peptida dapat digunakan untuk memperkirakan kadar protein
bahan pangan. Dengan radiasi sampel menggunakan panjang gelombang sinar
infra merah yang spesifik untuk konstituen yang akan diukur, maka
memungkinkan untuk memperkirakan konsentrasi konstituen tersebut dengan
pengukuran energi yang dipantulkan atau dilewatkan oleh sampel. Spektroskopi
sinar sedang infra merah digunakan dalam infrared Milk Analyzer untuk
menentukan kadar protein susu, sedangkan sinar dekat infra merah dapat
diterapkan pada sebagian besar olahan pangan (misalnya butiran cereal, daging
dan produk susu).
27

4. Metode Biuret

Metode Biuret dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi protein dalam


daging, sereal dan kedelai serta sebagai uji kualitatif untuk pakan ternak. Metode
Biuret juga dapat digunakan untuk mengukur kadar protein dari isolate protein.
Ikatan peptida dari protein akan bereaksi dengan ion Cu 2+ membentuk kompleks
berwarna ungu. Intensitas warna ungu tersebut berbanding langsung dengan
konsentasi protein, dimana semakin meningkat intensitas warnanya, konsentrasi
protein semakin besar. Intensitas warna ungu ini dapat diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Nilai absorbansi tidak
tergantumg pada jenis protein, karena seluruh protein pada dasarnya mempunyai
jumlah ikatan peptida yang sama persatuan berat. Hanya sedikit senyawa lain
yang mengganggu reaksi, misalnya urea dan gula pereduksi yang akan bereaksi
dengan ion Cu 2+.

5. Metode Lowry

Metode lowry menggabungkan reaksi biuret dengan reduksi reagen fenol


Folin-Ciocalteau (asam fosfomolibdat-fosfotungstat) oleh residu tirosin dan
triptofan dalam protein. Warna biru yang berkembang dibaca pada 750 nm
(sensivitas tinggi untuk konsentrasi protein rendah) atau 500 nm (sensivitas
rendah untuk konsentrasi protein tinggi). Warna yang terbentuk terutama dari
hasil reduksi fosfomolibdat dan fosfotungstat, sehingga warna yang terbentuk
tergantung pada kadar tirosin dan triptofan dalam protein. Metode lowry yang
mudah dan sensitif menyebabkannya digunakan secara luas dalam biokimia
protein, penggunaan metode lowry untuk menentukan protein dalam sistem
pangan harus dilakukan ekstraksi protein terlebih dahulu dari campuran pangan.

6. Metode Pengikat Zat Warna

Metode Pengikat Zat Warna merupakan penetapan protein secara tidak


langsung, zat warna mempunyai kemampuan bergabung dengan gugus polar
protein yang bermuatan ion berlawanan. Kompleks tidak larut yang terbentuk
kemudian dipisahkan dengan cara sentrifugasi atau penyaringan. Kemudian
konsentrasi zat warna yang tidak terikat dapat diukur absorbansinya. Semakin
28

rendah intensitas warnanya menunjukkan semakin banyak zat warna yang diikat
oleh protein yang berarti semakin tinggi kadar proteinnya. Zat warna yang dapat
digunakan adalah Amido Black dan Orange G. Untuk Amido Black intensitas
warna diukur pada 615 nm sedangkan untuk Orange G pada 485 nm.

7. Metode Absropsi UV 280 nm

Protein memperlihatkan absorpsi yang kuat di daerah UV dengan panjang


gelombang 280 nm, terutama karena adanya residu triptofan dan tirosin dalam
protein. Karena kadar triptofan dan tirosin dalam protein dari setiap sumber bahan
pangan tidak konstan, maka absorbansi pada 280 nm dapat digunakan untuk
memperkirakan konsentrasi protein menggunakan aturan Beer. Metode absorpsi
UV 280 nm telah digunakan untuk menentukan kadar protein dalam susu dan
produk daging. Namun demikian, metode ini belum banyak digunakan di dalam
penentuan kadar protein sistem pangan yang lain.

8. Metode Titrasi Formol

Penetapan protein metode titrasi formol banyak digunakan untuk analisis


protein pada susu. Metode ini cukup cepat dan sederhana tetapi cenderung
mengukur protein lebih rendah terutama pada protein susu. Bila formaldehida
ditambahkan ke dalam susu yang telah dinetralkan, formaldehida tersebut dapat
bereaksi dengan gugus amino dari residu asam amino seperti lisin. Reaksi ini
menyebabkan terjadinya konversi gugus –NH2 menjadi gugus N=CH 2 yang
menyebabkan kehilangan sifat basa dan meningkatkan keasaman protein.
Peningkatan keasaman protein ini kemudian diukur secara titrasi dengan
menggunakan sodium hidroksida dengan fenolftalein sebagai indikator. Titik
akhir titrasi ditentukan berdasarkan pembentukan warna pink (Umam, 2017).
29

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian


Sampel yang digunakan adalah susu kambing etawa murni dari peternakan
susu kambing etawa murni di jl. Karya Bakti II, Medan dan penentuan kadar
Nitrogen Total dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA USU dan PT. Has
Enviromental.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


3.2.1 Alat Penelitian
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Nama Alat Ukuran Merk

Labu kjedahl 500 ml Duran

Beakerglass 1000 ml pyrex

Labu alas Gratch

Erlenmeyer 250 ml pyrex

Spatula

Gelas ukur 20 ml pyrex

Neraca Analitik Radwang

Pipet tetes

Alat destilasi

Buret 25 ml pyrex

Statif dan klem

Batu didih
30

Water bath

Corong pisah

pH Meter

Oven

Alat Tanur

Karet

Plastik

3.2.2 Bahan-bahan Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

H2SO4(p)

NaOH(aq)

H3BO3 (aq)

Selenium (s)

Indikator tashiro (aq)

Indikator Phenolftalein (aq)

HCl (aq)

Aquadest (l)

Batu Didih

Susu Kambing (l)

Indikator Methyl Orange(aq)

N-Heksan(aq)
31

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan

1. Pembuatan NaOH 30%

Timbang sebanyak 90 mg NaOH, dimasukkan kedalam beaker glass 500 ml,


ditambahkan aquadest sebanyak 300 ml dan diaduk hingga larut sempurna.

2. Pembuatan H3BO3 3%

Timbang sebanyak 3 mg H3BO3, dimasukkan ke dalam beaker glass 100 ml dan


ditambahkan aquadest sebanyak 100 ml diaduk hingga larut sempurna.

3. Pembuatan HCl 0,1 N

Sebanyak 0,83 ml HCl dipipet, dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml melalui
dinding labu ukur, ditambahkan aquadest sampai garis batas pada labu ukur,
dihomogenkan dan larutan siap untuk digunakan.

4. Standarisasi HCl 0.1 N

Ditimbang Natrium Borat sebanyak 0,4 gr dan dimasukkan ke dalam labu ukur
50 ml kemudian di teteskan Indikator Methyl Orange (aq). Dititrasi dengan HCl
sebagai larutan standar hingga terjadi perubahan warna dari kuning orange
menjadi merah muda.

3.2.2 Prosedur Percobaan

1. penentuan kadar protein dengan metode kjeldahl

Penentuan kadar Nitrogen total dapat dilakukan dengan metode kjedahl dan
terbagi tiga tahap :

a. Tahap Destruksi
Sebanyak 1 gram susu kambing etawa ditimbang dan dimasukkan ke dalam
labu kjedahl, ditambahkan 15 ml H2SO4(p) ke dalam labu kjedahl dan
ditambahkan 0,3 gram Selenium(s), dilarutkan dan didestruksi dengan pemanasan
pada suhu 375-450oC sampai diperoleh larutan bening.
32

b. Tahap Destilasi
Hasil dari tahap destruksi dimasukkan ke dalam labu alas dan ditambahkan
25 ml aquadest, ditambahkan 50 ml NaOH(aq) 30% setetes demi setetes melalui
dinding tabung alas setelah itu diteteskan indikator phenolftalein, dimasukkan
logam zink kedalam labu alas kemudian dimasukkan 25 ml H3BO3 (aq) 3% dan tiga
tetes Indikator Thasiro dan dimasukkan kedalam alat destilasi, tahap destilasi
selesai jika terjadi perubahan warna dari larutan ungu menjadi larutan hijau.

c. Tahap Titrasi
Destilat dimasukkan kedalam Erlenmeyer dan dititrasi dengan HCl 0,1 N
sampai terjadi perubahan warna dari larutan hijau menjadi ungu dan dicatat
volume HCl 0,1 N yang terpakai.

2. Penentuan Kadar abu

Dipanaskan cawan kosong di dalam oven dengan suhu 105 oC selama 1 jam,
didinginkan cawan selama 15 menit dalam desikator dan ditimbang, setelah itu
dimasukkan susu segar ± 5 ml kedalam cawan kosong tersebut kemudian di
timbang, diuapkan diatas waterbath hingga kering, kemudian ditanur dengan suhu
500°C selama ± 1 jam, didinginkan diluar tanur sampai suhu ± 120 oC,
dimasukkan dalam desikator, cawan dan abu ditimbang dan dihitung kadar
abunya .

3. Penentuan pH Pada Susu

Pengukuran pH menggunakan pH meter yang distandardisasi dengan larutan


buffer pH 4 dan 7 sebelum digunakan. Sampel sebanyak 10 ml diambil, kemudian
elektroda dibilas dengan air akuadest. Elektroda dikeringkan dengan tisu halus
kemudian dicelupkan ke dalam sampel. Elektroda dibiarkan tercelup beberapa
saat. Nilai yang dibaca adalah nilai saat pH meter telah stabil.

4. Penentuan Kadar Lemak Susu

Dipanaskan cawan kedalam oven dengan suhu 105°C selama 1 jam kemudian
ditimbang, dimasukkan kedalam corong pisah susu sebanyak 1 liter, ditambahkan
30 ml N-Heksan(aq) kemudian dikocok hingga terbentuk dua lapisan, dipisahkan
33

larutan tersebut dengan membuang lapisan bawah kemudian lapisan atas


dimasukkan ke dalam cawan dan dikeringkan hingga kering, dimasukkan sampel
yang sudah kering ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 2 jam, ditimbang
dan dihitung kadar lemaknya

3.2.3 Bagan Penelitian

1. Penentuan Kadar Protein

a. Tahap Destruksi

b. Tahap Destilasi
34

c. Tahap Titrasi

2. Penentuan Kadar Abu

3. Penentuan Kadar pH
35

4. Penentuan Kadar Lemak


36

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Analisa

Penentuan kadar protein, nilai pH, kadar abu dan kadar lemak pada susu
berdasarkan waktu pemerahan susu dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 4.1. Data Kadar Protein Pada Susu Kambing Etawa

Perulangan Pemerahan pagi Pemerahan sore


1. 3,82 3,65
2. 3,80 3,67
3. 3,84 3,70
Rata-rata 3,82±0,013 3,67±0,006

Tabel 4.2 Data nilai pH Pada Susu Kambing Etawa

Perlakuan Pemerahan pagi Pemerahan sore


1. 6,70 6,60
2. 6,68 6,57
3. 6,71 6,62
Rata-rata 6,69±0,013 6,59±0,0013

Tabel 4.3 Data Kadar Abu Pada Susu Kambing Etawa

Perlakuan Pemerahan pagi Pemerahan sore


1. 0,5422 0,6520
2. 0,5520 0,6630
3. 0,6700 0,6950
Rata-rata 0,5880±0,0011 0,6700±0,0001
37

Tabel 4.4 Data Kadar Lemak Pada Susu Kambing Etawa

Perlakuan Pemerahan pagi Pemerahan sore


1. 5,50 6,30
2. 5,80 6,70
3. 6,30 7,50
Rata-rata 5,86±0,0201 6,83±0,0503

4.3 Pembahasan

Susu merupakan bahan makanan yang penting untuk kebutuhan kesehatan


manusia, karena mengandung zat yang sangat diperlukan oleh tubuh, seperti
protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Susu mudah rusak oleh
lingkungan seperti temperatur udara ataupun udara sekitarnya, sehingga perlu
perhatian khusus untuk penanganan pada waktu pemerahan ataupun sesudah
pemerahan agar diperoleh susu yang berkualitas baik, memenuhi standar susu
yang telah ditentukan dan masih layak dikonsumsi.

Dalam pengujian ini susu kambing segar meliputi kadar protein susu
kambing segar, kadar lemak, kadar abu dan pH. Hasil uji kadar protein susu
kambing segar yang diperoleh menunjukkan hasil yang diperoleh tidak terlalu
jauh. Pada kedua waktu (pagi hari dan sore hari) kandungan protein susu kambing
segar pada pagi hari adalah 3,82% dan kandungan protein pada siang hari adalah
3,67%. Kandungan kadar protein ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia
dengan nilai kadar minimal 2,7 %. Hal ini sesuai dengan pendapat Arora
et.al(2013) yang menyatakan bahwa kadar protein dalam susu kambing berkisar
antara 3-4,5%. Namun rataan tersebut dapat dipengaruhi oleh banyaknya protein
pakan serta kualitas bahan pakan yang dikonsumsi oleh kambing tersebut. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi yaitu bulan laktasi kambing, kualitas pakan dan
kandungan protein dalam pakan. Ditambahkan oleh Larson (1985) bahwa
kandungan protein susu bervariasi tergantung dari bangsa, produksi susu, tingkat
laktasi, kualitas dan kuantitas pakan serta kandungan protein dalam ransum.

Hasil uji nilai kadar pH pada susu kambing etawa pada waktu pemerahan
pagi hari adalah 6,69 dan pada waktu pemerahan sore hari adalah 6,59. Waktu
38

pemerahan tidak memberikan pengaruh terhadap nilai pH susu kambing pada


pemerahan pagi dan pemerahan sore hari. Nilai pH susu sesuai dengan standar
SNI yang berkisar 6-7. Menurut M.arifin,dkk (2016) perbedaan nilai pH pada susu
kemungkinan disebabkan karena adanya cemaran mikroba susu pagi lebih tinggi
dibandingkan susu sore. Hal ini sesuai dengan Swadayana et al (2012) yang
menyatakan bahwa cemaran mikroba pada susu setelah dapat mempengaruhi
adanya perubahan pH susu.

Kadar abu adalah zat pakan anorganik yang mengandung unsur-unsur yang
dibutuhkan. Menurut buckle et.al(1987) kadar abu yang mengandung komponen-
komponen mineral mikro dan jarang (trace) relatif kurang konsisten dibandingkan
dengan komponen susu lainnya, bahkan pakan sendiri tidak berpengaruh besar
terhadap abu. Kadar abu dalam sampel ditetapkan secara gravimetri. Tujuan
penetapan ini adalah untuk memberikan gambaran kandungan mineral, selaim itu
penetapan kadar abu juga dimaksudkan untuk mengontrol jumlah pencemar
benda-benda organic seperti debu atau zat pengotor yang terikut dalam sediaan
nabati maupun hewani (Salamah,dkk.2013). Dari hasil penelitian yang dilakukan
nilai kadar abu pada susu kambing etawa pada waktu pemerahan pagi hari adalah
0,5880% dan pada waktu pemerahan sore hari adalah 0,6700%, dimana hasil ini
masih memenuhi standar SNI yaitu maksimum 1,0%.

Hasil penelitian kadar lemak menunjukkan bahwa rata-rata kadar lemak


susu pada pemerahan pagi diperoleh hasil yaitu 5,86 % dan pada pemerahan sore
yaitu 6,83 %. Hasil penelitian ini masih memenuhi standar SNI yaitu dimana
kadar lemak Minimal 3,0 %. Menurut Budiwiyono et al.(1980) waktu pemerahan
menghasilkan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar lemak susu dimana
kadar lemak susu sore hari lebih tinggi dari pada pagi hari. Selain itu menurut
Davendra dan Burns (1994) Jenis pakan dapat mempengaruhi kualitas komposisi
susu. Pakan konsentrat diberikan oleh peternak pada pagi hari, namun pakan
tersebut baru akan tersintesis pada susu saat pemerahan sore hari, sehingga
komposisi susu sore lebih baik dibandingkan dengan pagi hari.
39

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan susu kambing etawa murni yang diperoleh di


peternakan jalan karya bakti II telah memenuhi persyaratan susu yang baik
menurut standar SNI 01-3141-1998 yaitu kadar protein min 2,7 %, kadar
pH 6-7, kadar abu 1 % dan kadar lemak min 3,0 %.

2. kadar protein pada pagi hari yaitu 3,82 % dan pada sore hari 3,67 %.
Kadar pH pada pagi hari yaitu 6,69 dan pada sore hari 6,59. Kadar abu
pada pagi hari yaitu 0,5880 dan pada sore hari yaitu 0,6700. Kadar lemak
pada pagi hari yaitu 5,86 dan pada sore hari yaitu 6,83.
5.2 Saran

Agar kualitas protein tetap terjaga sebaiknya kambing perah lebih


diperhatikan lagi pakan yang diberikan dan sebaiknya pemberian pakan tidak
didalam kandang melainkan pemberian pakan di tempat terbuka sehingga
kambing bebas makan sampai kenyang dan dapat mengurangi stress dari kambing
itu sendiri.
40

DAFTAR PUSTAKA

Aak.1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Yogyakarta. Penerbit Kanisius


Adriani,M. Wijatmadi,B. 2012. Pengantar Gizi Masyarakat. Edisi Pertama.
Penerbit Kencana. Jakarta.
Arora, R., N. Bhojak and R. Joshi. 2013. Comparative aspacts of goat and cow
milk. Int. J. Engineering.
Atabany, A. (2002). Strategi Pemberian Pakan Induk Kambing Perah Sedang
Laktasi Dari Sudut Neraca Energi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Standar Nasinal Indonesia No. 01 – 2971 - 2011. (2011). Susu Kental
Manis. Jakarta: Departemen Kesehanan Republik Indonesia. Hal. 38
Blakley, J. dan Bade, D.H. 1998. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Belitz and Grosch, 1987. Food Chemistry. Translation from The Second German
edition by D. Hadziyev. Springer Verlag, Berlin
Eckles,C.H.B.,W.Comb and H.Macy.1960. Milk and Milk Production. 5 th ed.
Mc Graw Hill Book Co. Newyork
Haris,B.2009. Analisis Daya Simpan Produk Susu Pasteurisasi Berdasarkan
Kualitas Bahan Baku Mutu Susu. Jurnal Paradigma Vol X No 2 Desember 2009.
Khotimah, K. 2009. Pembuatan Susu Bubuk Dengan Foam-Mat Drying : Kajian
Pengaruh Bahan Penstabil Terhadap Kualitas Susu Bubuk. http:// peperonity.com.
Diakses hari Kamis, 10 Januari 2010.
Kusuma,B,D.Irwansyah. 2009. Menghasilkan Kambing Peranakan Etawa Jawara
Kontes. Pt Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kusuma,D. 2014. Analisa Usaha Kambing Etawa dan Susu Kambing Etawa.
Jakarta, Penebar Swadana.
Miller, DD., 1992. Liquid Milk and Cream In The Tecnhology of Dairy Product.
Blackie Gladgow and London.
Phalepi, M. A. 2004. Performa Kambing Peranakan Etawah (Studi Kasus Di
Peternakan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Citarasa).
Fakultas Peternakan, IPB. Bogor. (Skripsi Sarjana Peternakan).
Poejadji, Anna. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta: Universitas Indonesia
Press.
41

Purwadi,dkk. 2017. Penanganan Hasil Ternak. UB Press. Malang.


Ribeiro,A.C.and S.D.A.Ribeiro. 2010. Speciality Products Made From Goat Milk,
Small Ruminant Research 89: 225-233
Salam,N,Aritonang. 2017. Susu Dan Teknologi Lembaga Pengembangan
Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK). Universitas Andalas.
Sarwono,B. 2008. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sasono,A.dkk. 2007. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
Setyawardani,T. 2017. Membuat Keju,Yoghurt dan Kefir dari Susu Kambing.
Penebar Swadaya. Purwokerto.
Sodiq,A.Zainal,A. 2008. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan
Etawa. PT Agromedia Pustaka. Jakarta
Sri,U.Bakar,A. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Bogor.
Sudarmadji,S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberti Yogyakarta :
Yogyakarta.
Sumbono,A. 2016. Biokimia Pangan Dasar. Penerbit Deepublish. Yogyakarta.
Susanto,D. 2005. Susu Kambing. Penebar Swadaya. Jakarta.
Tri,Y,Hendrawati. 2017. Optimasi Suhu dan Waktu Sterilisasi Pada Kualitas Susu
Segar di Kabupaten Boyolali. Vol 9, No.2 Juli 2017. ISSN. 2085-1669
Warner,J.N. 1976. Principle Of Dairy Processing. Willey Eastern Limited.
Newyork.
Wieda,N,H,Zain. 2013. Kualitas Susu Kambing Segar diPeternakan Umban Sari
dan Alam Raya Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan VOL 10 NO 1.
Februari 2013. Hal (24-30) ISSN 1829-8729
Wiguna,I. 2017. Kiat Sukses Tingkatkan Produksi Susu Kambing. Penebar
Swadaya. Jakarta.
42

Lampiran 1 : Perhitungan Kadar Protein, nilai pH,Kadar Abu dan Kadar Lemak
Serta Standar Deviasinya

Perhitungan Kadar Protein

a. pemerahan pagi

Perlakuan Berat Sampel Volume Kadar Kadar


(gr) Titrasi (ml) Nitrogen total Protein (%)
(gr)

1 1,020 5,5 0,60 3,82


2 1,044 5,6 0,59 3,80
3 1,022 5,3 0,57 3,67
Rata-rata 1,028 5,5 0,58 3,76±0,005

( )
Ntotal (%) =

Protein = N-total (%) x Fk

Keterangan : Vs = Volume sampel


Vb = Volume blanko
Fk = Faktor koreksi menentukan kadar Protein (6.38)
HCl = 0,08 N
Kadar Protein 1

( )
Ntotal (%)

Protein = 0,60 % x 6,38

= 3,82 %
43

Kadar Protein 2
( )
Ntotal (%)

Protein = 0,59% x 6,38

= 3,80 %

Kadar Protein 3
( )
Ntotal (%)

x 100%

= 0,57 %

Protein = 0,57% x 6,38 = 3,67 %

Standar Deviasi

Y Y2
3,82 14,59
3,80 14,44
3,67 13,46
11,29 42,49

(∑ )

( )


44

b. Pemerahan Sore

Perlakuan Berat Sampel Volume Kadar Kadar


(gr) Titrasi (ml) Nitrogen total Protein (%)
(gr)

1 1,025 5,9 0,63 4,08


2 1,016 5,7 0,62 3,95
3 1,037 5,4 0,57 3,63
Rata-rata 1,026 5,6 0,60 3,88±0,125

( )
Ntotal (%) =

Protein = N-total (%) x Fk

Keterangan : Vs = Volume sampel


Vb = Volume blanko
Fk = Faktor koreksi menentukan kadar Protein (6.38)
HCl = 0,08 N
Kadar Protein 1

( )
Ntotal (%)

Protein = 0,63 % x 6,38

= 4,08 %
45

Kadar Protein 2
( )
Ntotal (%)

Protein = 0,62 % x 6,38

= 3,95 %

Kadar Protein 3
( )
Ntotal (%)

Protein = 0,57 % x 6,38

= 3,63 %

Standar Deviasi

Y Y2
4,08 16,64
3,95 15,60
3,63 13,17
11,64 45,41

(∑ )

( )

46

Nilai pH

Perlakuan Pemerahan Pemerahan


Pagi Sore
1 6,73 6,60
2 6,68 6,57
3 6,71 6,62
Rata-rata 6,69 6,59

a. Standar Deviasi Pada Pemerahan Pagi

Y Y2
6,73 45,2929
6,68 44,6224
6,71 45,0241
20,09 134,9394

(∑ )

( )

( )

47

b. Standar Deviasi Pada Pemerahan Sore

Y Y2
6,60 43,5600
6,57 43,1649
6,62 43,8244
19,79 130,5493
(∑ )

( )

( )

Perhitungan Kadar Abu

a. Pemerahan Pagi
48

Perlakuan Cawan Cawan Berisi Cawan Kadar Abu


Kosong (gr) Sampel (gr) Setelah di (%)
Tanur (gr)

1 40,9850 46,0080 41,0150 0,60


2 45,2550 50,2100 45,2810 0,52
3 45,1980 50,3115 45,2210 0,60
Rata-rata 43,8126 48,8431 43,839 0,57±0,00215

Kadar Abu 1

Kadar Abu 2
49

Kadar Abu 3

Standar Deviasi

Y Y2
0,60 0,3600
0,52 0,2704
0,60 0,3600
1,72 0,9904

(∑ )

( )


50

b. Pemerahan Sore

Perlakuan Cawan Cawan Berisi Cawan Kadar Abu


Kosong (gr) Sampel (gr) Setelah di (%)
Tanur (gr)

1 52,7251 57,8190 52,7612 0,722


2 49,3905 54,3605 49,3905 0,690
3 50,2460 55,3150 50,2840 0,760
Rata-rata 50,7872 55,8315 50,7992 0,724±0,0012

Kadar Abu 1

Kadar Abu 2
51

Kadar Abu 3

Standar Deviasi

Y Y2
0,722 0,5212
0,690 0,4761
0,760 0,5776
2,172 1,5749
(∑ )

( )


52

Kadar Lemak

a. Pemerahan Pagi
Perlakuan Cawan Cawan Kadar Abu
Kosong (gr) Setelah di (%)
Tanur (gr)

1 52,850 72,900 2,0050


2 50,572 73,382 2,2810
3 50,722 74,115 2,3393
Rata-rata 51,381 73,465 2,2084

Kadar Lemak 1
53

Kadar Lemak 2

Kadar Lemak 3

Standar Deviasi

Y Y2
2,0050 4,020025
2,2810 5,202961
2,3392 5,472324
6,6253 14,69531
(∑ )

( )


54

Kadar Lemak

b. Pemerahan Sore
Perlakuan Cawan Cawan Kadar Abu
Kosong (gr) Setelah di (%)
Tanur (gr)

1 42,120 72,500 3,0380


2 45,225 75,729 3,0504
3 45,340 76,310 3,0970
Rata-rata 44,228 74,846 3,0618

Kadar Lemak 1

Kadar Lemak 2
55

Kadar Lemak 3

Standar Deviasi

Y Y2
3,0380 9,2294
3,0504 9,3049
3,0970 9,5914
9,1854 28,1257

(∑ )

( )


56

Lampiran 2 penentuan kadar protein pada susu kambing

Susu sapi kambing yang telah ditimbang ditambah Asam Sulfat

Dimasukkan kedalam labu alas Didestruksi

Dan ditambahkan selenium


57

Didestilasi

Lampiran 3: Penentuan nilai pH

Lampiran 4 Penentuan kadar Abu

Sampel ditimbang dalam cawan dikeringkan dalam Water Bath


58

Susu yang telah kering Ditanur pada suhu


500°C

Abu setelah ditanur

Lampiran 5 Penentuan kadar lemak

Susu Kambing Susu kambing ditambah Nheksan


59

Dipanaskan dalam water bath Kadar lemak setelah dioven

Anda mungkin juga menyukai