Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN

PRAKTIKUM KIMIA DAN ANALISIS PANGAN / PANG4423

Di susun oleh :

FELIA YUNIKE PRASTITI


042017965

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS SAINS DAN
D TEKNOLOGI
UIVERSITAS TERBUKA
NOVEMBER 2023
SURABAYA
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Teknologi dan ilmu pengetahuan menjadi kunci persaingan SDM


sekarang ini. Mahasiswa dituntut untuk menjadi SDM yang berkualitas ,
mempunyai skill/kemampuan serta mampu bersaing di tengah masyarakat dan
persaingan global.

Universitas Terbuka bermitra dengan Universitas Negeri Surabaya


menyediakan sarana laboratorium yang dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan kualitas dan skill mahasiswa Universitas Terbuka. Pembelajaran
dengan praktikum sangat efektif untuk untuk mencapai seluruh ranah
pengetahuan secara bersamaan, antara lain melatih teori dapat diterapkan
pada permasalahan yang nyata (kognitif), melatih perencanaan kegiatan secara
mandiri (afektif), dan melatih penggunaan instrumen tertentu (psikomotor)
(Rahayungsih, 2005)

Dengan dilaksanakannya kegiatan pembelajaran praktikum ini,


diharapkan mahasiswa mampu melakukan teknik analisis kimia pangan dari
teori-teori yang telah dipelajari untuk kemudian diterapkan pada metode-
metode yang dipraktikan.

1.1 Tujuan

Berikut tujuan praktikum kimia dan analisis pangan :


1. Mahasiswa dapat melakukan analisi kadar air pada produk pangan
2. Mahasiswa dapat melakukan analisis gula pereduksi pada bahan pangan
3. Mahasiswa dapat melakukan analisis penentuan bilangan peroksida
4. Mahasiswa dapat melakukan analisi kadar kalsium (Ca) menggunakan AAS
5. Mahasiswa dapat melakukan analisi kadar pewarna sintesis pada bahan
pangan
6. Mahasiswa dapat melakukan analisis kadar protein dengan metode biuret

1.3 Manfaat

Berikut manfaat praktikum kimia dan analisis pangan :


1. Menambah wawasan, pengetahuan, serta pengalaman mahasiswa
mengenai teknis pelaksanaan praktikum dilaboratorium
2. Menerapkan ilmu teori yang sudah dipelajari oleh mahasiwa
3. Menggambarkan ruang lingkup dunia kerja khususnya dibidang kimia
pangan
4. Mahasiswa dapat membandingkan antara teori yang dipelajari dengan
kegiatan nyata selama praktikum
II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Analisis kadar air pada bahan pangan


Analisis kadar air merupakan salah satu metode pengujian laboratorium
kimia yang sangat penting dalam industri pangan untuk menentukan kualitas
dan ketahanan pangan terhadap kerusakan yang mungkin terjadi (Ahmad,dkk.,
2020). Ada dua cara untuk mengetahui kadar air daam bahan pangan. Yang
pertama adalah metode langsung dan kedua yaitu metode tidak langsung.
Metode langsung mengukur kandungan air bahan secara langsung, sedangkan
metode tidak langsung mengukur tahanan atau tegangan listrik yang dihasilkan
oleh air bahan serta pengukuran penyerapan gelombang mikro, sonik, atau
ultrasonik oleh air bahan atau pengukuran sifat spektroskopis.
Beberapa metode yang termasuk dalam analisis kadar air langsung
adalah metode pengeringan, desikasi, termogravimetri, destilasi, dan metode
Karl Fischer. Untuk mengetahui jumlah air meggunakan cara pengukuran
volume, penimbangan atau metode langsung lainnya. Metode ini mempunyai
ketelitian yang tinggi, tetapi biasaya memerlukan waktu yang cukup lama dan
dioperasikan sebagian besar secara manual.
Untuk analisis kadar air tidak langsung digunakan metode-metode
listrik-elektronika, penyerapan gelombang mikro, penyerapan gelombang sonik
dan ultrasonik, dan metode spektroskopi. Analisis kadar air cara tidak langsung
dilakukan tanpa mengeluarkan air dari bahan atau merusak bahan sehingga
pengukuran ini tidak bersifat merusak (destruktif). Pengukuran kadar air dapat
dilakukan dengan cepat dan dapat dilakukan secata kontinu dan otomatis, yang
penting untuk penerapannya adalah dalam mengawasi proses diberbagai
industri. Ketelitian pengukuran dengan metode tidak langsung ini sangat
bergantung pada hasil-hasil metode langsung yang digunakan sebagai
kalibrasi.

2.2 Analisis kadar gula pereduksi pada bahan pangan


Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat
mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa
dan fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung
gugus aldehid atau keton bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa,
galaktosa) dan disakarida (laktosa, maltosa) kecuali sukrosa dan pati
(polisakarida), termasuk sebagai gula pereduksi. (Poedjiadi, 2006).
Penentuan gula pereduksi dalam bahan pangan dilakukan berdasarkan
pada kemempuannya untuk mereduksi pereaksi lain. Salah satu metode
penentuan gula pereduksi adalah dengan metode Lane-Eynon dimana
penetapan gula dilakukan secara volumetrik dengan titrasi. Metode Lane-Eynon
didasarkan pada reaksi reduksi pereaksi Fehling oleh gula-gula pereduksi.
Udara yang akan mempengaruhi reaksi dikeluarkan dari campuran reaktan
dengan cara mendidihkan larutan selama titrasi.Titik akhir titrasi ditunjukkan
dengan metilen blue yang warnanya akan hilang karena kelebihan gula
pereduksi diatas jumlah yang dibutuhkan untuk mereduksi semua tembaga.

2.3 Penentuan bilangan peroksida


Asam lemak bebas pada sampel dapat memepercepat proses oksidasi
lemak karena oksidasi asam lemak bebas dapat berlangsung baik secara
enzimatis maupun non-enzimatis. Tahap awal reaksi oksidasi adalah terjadinya
senyawa radikal bebas yang kemudian akan menghasilkan senyawa peroksida
jika bereaksi dengan oksigen. Reaksi oksidasi lemak dibedakan sebagai reaksi
inisiasi, reaksi propagasi dan reaksi terminasi.
Inisiator
RH (asam lemak bebas) → R+ (radikal bebas) (Reaksi inisiasi)

R+ + O2 → ROO+
+
ROO + RH → ROOH + R+ (Reaksi Propagasi)
(peroksida)

R+ + R+ →
+
R + ROO+ → Produk non radikal (Reaksi Terminasi)
ROO+ + ROO+ →

Senyawa peroksida merupakan produk yang terbentuk pada awal


proses oksidasi lemak. Kadar peroksida pada minyak atau asam lemak
menunjukkan tingkat kerusakan oksidasi lemak. Bilangan peroksida sampel
minyak dapat dianalisis dengan metode IUPAC, metode Ferry Tiosianat dan
metode mikro dengan kalorimeter.
Untuk praktikum ini menggunakan metode IUPAC untuk menentukan
bilangan peroksida pada minyak. Metode IUPAC ini prinsipnya adalah
mengukur sejumlah iod yang didebaskan dari KI melalui reaksi oksidadi oleh
peroksida didalam pelarut asam asetat/kloroform.

2.4 Analisis kadar Ca menggunakan AAS


Mineral merupakan senyawa anorganik yang tedapat dalam bahan
pangan yang juga merupaan komponen gizi pangan. Jumlah mineral sangat
sedikit ada dalam bahan pangan, namun keberadaan mineral ini sangat
diperlukan oleh tubuh manusia.
Salah satu mineral yang dibutuhkan oleh manusia adalah kalsium (Ca).
Standar kandungan Kalsium (Ca) dalam air minum menurut SNI nomor 01-
0220-1987 tentang air minum yaitu 10 mg/L (10 ppm). Kalsium dibutuhkan oleh
tubuh manusia, namun jika terlalu banyak mengkonsumsi air yang terlalu
banyak kandungan kalsium dapat menyebabkan penyakit seperti batu ginjal.
Analisis kadar Ca pada air minum dapat dilakukan menggunakan alat
instrumentasi seperti AAS (Atomic Absorption Spectrometers). Pada AAS
radiasi dari suatu sumber radiasi yang sesuai (lampu katoda cekung)
dilewatkan ke dalam nyala api yang berisi sampel yang telah teratomisasi,
kemudian radiasi tersebut diteruskan ke detektor melalui monokromator.
Konsentrasi unsur yang diukur berdasarkan perbedaan internsitas sebelum dan
sesudah diserap oleh atom sesuai hukum Beer. Konsesntrasi sampel dapat
dihitung berdasarkan kurva kalibrasi atau kurva standar. Kurva standar
diperoleh dengan mengukur absorbansi dari sederetan konsentrasi larutan
standar.

2.5 Analisi kadar pewarna sintetis pada bahan pangan


Pewarna sintetis banyak sekali jenisnya, dimana ada yang diizinkan
untuk digunakan dalam makanan maupun yang tidak diizinkan untuk digunakan
dalam makanan. Pewarna buatan memiliki kelebihan yaitu warnanya homogen
dan penggunaannya sangat efisien karena hanya memerlukan jumlah yang
sangat sedikit. Akan tetapi kelemahannya adalah jika pada saat proses
tekontaminasi logam berat, pewarna jenis ini akan berbahaya.
Warna pangan dapat menunjukkan pengaruh ingredient terhadap warna
produk, perubahan warna akibat proses pengolahan dan penyimpanan serta
konsistensi pengaruh bahan pewarna yang ditambahkan dalam pangan.
Identifikasi bahan pewarna yang dilakukan ini menggunakan bahan
tepung beras yang dilarutkan hingga membentuk adonan. Adonan ini yang
akan diberi pewarna alami dan pewarna sintetik. Setelah pemberian warna,
adonan dikukus selama 5 menit. Setelah itu dapat diidentifikasi perbedaan
warna antara adonan dengan pewarna alami dengan adonan yang diberi
pewarna sintetik.

2.6 Analisi kadar protein dengan metode biuret


Protein merupakan makromolekul yang terbentuk dari asam amino yang
tersusun dari atom nitrogen, karbon dan oksigen yang dihubungkan oleh ikatan
peptida. Protein merupakan senyawa polimer yang tersusun atas asam-asam
amino sebagai monomernya. Asam amino terdiri dari 20 jenis dan kumpulan
asam amino ini terikat satu sama lain melalui ikatan peptida, yaitu ikatan antara
gugus karboksil (-COOH) asam amino yang satu dengan gugus amino (-NH2)
dari asam amino yang lain dengan melepaskan satu molekul air (Nelson &
Cox,2004).
Uji biuret digunakan untuk menentukan adanya ikatan peptida dalam
suatu zat yang diuji. Adanya ikatan peptida mengindikasikan adanya protein,
karena asam amino berikatan dengan asam amino yang lain melalui ikatan
peptida membentuk protein. Ikatan peptida merupakan ikatan yang terbentuk
ketika atom karbon dari gugus karboksil suatu molekul berikatan dengan atom
nitrogen dari gugus amina molekul lain. Reaksi tersebut melepaskan molekul
air sehingga disebut reaksi kondensasi. Ikatan peptida yang bereaksi dengan
reagen biuret menghasilkan perubahan warna. Reaksi positif uji biuret
ditunjukkan dengan muncurnya warna ungu atau merah muda akibat adanya
persenyawaan antara Cu++ dari reagen biuret dengan NH dari ikatan peptida
dan O dari air. Semakin panjang ikatan peptida (banyak asam amino yang
berikatan) akan memunculkan warna ungu, semakin pendek ikatan peptida
(sedikit asam amino yang berikatan) akan memunculkan warna merah muda.
Reagen biuret terdiri dari NaOH dan CuSO4. Uji biuret akan menunjukkan hasil
negatif pada asam amino bebas karena memiliki ikatan peptide (Peodjadi,
2006).
III. METODE

3.1 Alat dan Bahan

1) Analisis kadar air


Alat
- Infrared Moistured Determination Balance FD-610
- Spatula

Bahan
- Sampel 1 : roti sisir paulus
- Sampel 2 : roti kering biskitop
- Sampel 3 : roti kering jordan

2) Analisi gula pereduksi


Alat
- Buret
- Statif & klem
- Erlenmeyer 250 ml
- Kompor
- Corong
- Gelas kimia 100ml dan 500ml
- Pipet volume 5 ml
- Propipet
- Pipet tetes
- Penjepit kayu

Bahan
- Larutan glukosa standar 0,25%
- Fehling A
- Fehling B
- Larutan indikator Metilen Blue
- Sampel

3) Penentuan bilangan peroksida


Alat
- Gelas kimia 100ml
- Gelas ukur 10 ml
- Erlenmeyer 250 ml
- Kaki tiga dan kasa
- Buret mikro 2 ml
- Statif & klem
- Corong
- Pipet

Bahan
- Minyak kelapa
- Asam asetat glasial
- Larutan Na2 S2O3 0,1 M
- Aquades
- Kloroform
- KI jenuh
- Amilum 1 %
4) Analisis kalsium
Alat
- AAS

Bahan
- Sampel 1 = air minum Le mineral
- Sampel 2 = isoplus
- Sampel 3 = air minum santri
- Sampel 4 = minuman fruit tea
- Asam nitrat 1%

5) Identifikasi pewarna sintetis


Alat
- Piring kecil
- Spatula
- Pipet tetes
- Kompor
- Kukusan

Bahan
- Pewarna sintetik makanan (kuning FCF)
- Pewarna alami (kunyit)
- Tepung beras
- Air

6) Penentuan kadar protein


Alat
- Tabung reaksi
- Spektrofotometri UV-VIS
- Rak tabung reaksi
- Mortal alu
- Gelas ukur 10ml
- Pro pipet
- Waterbath
- Neraca analitik
- Sentrifuge
- Tabung sentrifuge
- Gelas kimia 250ml
- Labu ukur 10 ml
- Spatula
- Pipet tetes

Bahan
- Reagen biuret terdiri dari : CuSO4. 5H2O , NaK Tartrat dan NaOH 10%
- Aquades
- Sampel protein (telur)
- Larutan standart protein/ albumin
3.2 Diagram alir
a. Analisis kadar air

Setting alat
infrared Masukkan
Timbang Sample akan Catat hasil
moisture sampel ke
Siapkan alat sampel dipanaskan yang
dengan suhu dalam alat
dan bahan sebanyak dan ditunjukkan
110° C Infrared
0,5 gr dikeringkan oleh alat
selama 15 Moisture
menit

b. Analisis gula pereduksi


Diagram alir standarisasi larutan Fehling

1 ml larutan
glukosa
Campur 5 ml
standar Panaskan
Fehling A dan Titrasi hingga Tambahkan 3 Panaskan Titrasi hingga
dicampurkan pada suhu
5 ml Fehling warna biru tetes metil kembali , lalu warna biru
kedalam 160°C selama
B ke dalam kemerahan biru dinginkan hilang
larutan 4 menit
erlenmeyer
Fehling dan
B

Diagram alir sampel sukrosa

5 ml larutan
sampel
Campur 5 ml
sukrosa Panaskan
Fehling A dan Titrasi hingga Tambahkan 3 Panaskan Titrasi hingga
dicampurkan pada suhu
5 ml Fehling warna biru tetes metil kembali , lalu warna biru
kedalam 160°C selama
B ke dalam kemerahan biru dinginkan hilang
larutan 4 menit
erlenmeyer
Fehling dan
B
c. Penentuan bilangan peroksida

Blanko

Masukkan
3,6 ml Diamkan
Titrasi
asam aetat Tambahkan dengan Tambahkan Tambahkan
dengan
glasial 2 tetes KI sewaktu- 6 ml ±2 tetes
larutan Na
dengan 2,4 jenuh waktu di aquades amilum 1%
0,1 M
ml goyang
kloroform

Tahap penentuan bilangan peroksida :

Sampel Tambahan Diamkan


Titrasi
didihkan 3,6 ml asam Tambahkan dengan Tambahkan
Ambil 1 gram Tambahkan dengan
selama 15 aetat glasial 2 tetes KI sewaktu- ±2 tetes
sampel 6 ml aquades larutan Na
menit dan 30 dengan 2,4 jenuh waktu di amilum 1%
0,1 M
menit ml kloroform goyang

d. Analisis kalsium

Hitung
Buat Siapkan Baca
Siapkan alat Buat kurva konsentrasi
larutan larutan absorbansi
dan bahan standar Ca Ca dalam
standar sampel dengan AAS
sampel

e. Identifikasi pewarna sintetis

Campur Beri pewarna Beri pewarna


tepung beras alami pada sintetis pada Kukus
Bagi adonan
Siapkan alat dan air adonan A adonan B adonan Lakukan
ke dalam 4
dan Bahan hingga sebanyak 2 senayak 2 selama 5 pengamatan
wadah kecil
menyerupai tetes dan 4 tetes dan 4 menit
adonan tetes tetes

f. Penentuan kadar protein


Persiapan sampel
Campuran
disentrifuge
Tambahkan 10 Masukkan ke
Siapkan 1 gr pada kecepatan
ml aquades lalu dalam tabung
sampel 3500 rpm
dihomogenkan sentrifuge
selama 10
menit

Penetapan absorbansi sampel

Ukur absorbansi
Tabung reaksi diisi Tambahkan 5 ml Diinkubasi pada
dengan alat
dengan 1 ml reagen biuret, lalu suhu 37°C selama
spektrofotometri
aquades di kocok 10 menit
UV-VIS
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisis kadar air


Data hasil pengamatan

Sampel 1 Pada sampel 1 digunakan roti sisir


“Paulus”. Dalam pemanasan 110°C
selama 15 menit dihasilkan kadar air
sebesar 20,2%

Sampel 2 Pada sampel 2 digunakan roti kering


“Sugar Puff”. Dalam pemanasan
110°C selama 15 menit dihasilkan
kadar air sebesar 1,7%

Sampel 3 Pada sampel 3 digunakan roti kering


“Jordan”. Dalam pemanasan 110°C
selama 15 menit dihasilkan kadar air
sebesar 5,6%

Dari data hasil pengamatan diatas, telah diketahui seberapa besar kadar air
pada beberapa sampel produk pangan. Menurut SNI No 01-2973-1992, kadar
air untuk kue kering adalah maksimal 5% b/b hal ini berarti untuk sampel 2
sudah sesuai memenuhi standar mutu untuk kue kering, sedangkan untuk
sampel 3 belum memenuhi standar mutu untuk kue kering. Lalu menurut SNI
01-3840-1995 kadar air untuk roti adalah maksimal 40 %b/b, hal ini berarti
untuk sampel 1 sudah memenuhi standar mutu untuk roti manis.

B. Analisis gula pereduksi

Data hasil pengamatan standarisasi larutan fehling

No Langkah Percobaan Hasil Pengamatan


1. Mencampurkan V Fehling A = 5 ml
larutan Fehling A dan V Fehling B = 5 ml
Fehling B ke dalam V larutan glukosa standar =
erlenmeyer dan 10 ml
menambahkan
glukosa standar ke Larutan berwarna biru
dalam erelnmeyer

2. Memanaskan larutan Larutan berwarna biru


campuran

3. Mentitrasi dengan V titran 1 = 1,5 ml


larutan glukosa
standar Larutan berwarna biru
kemerahan

4. Menambahkan 3 tetes Larutan berwarna biru


indikator metil biru kemerahan

5. Memanaskan hingga
mendidih

6. Mentitrasi campuran V titran 2 = 12 ml


dengan larutan
glukosa standar Larutan membentuk endapan
merah bata
7. Mencatat total volume ƩV = V titran 1 + V titran 2
larutan ƩV = 1,5 ml + 12 ml = 13,5 ml

Data hasil pengamatan sampel

No Langkah Percobaan Hasil Pengamatan


1. Mencampurkan V Fehling A = 5 ml
larutan Fehling A dan V Fehling B = 5 ml
Fehling B serta V sampel glukosa = 5 ml
sampel sukrosa dan
memasukkannya ke Larutan berwarna biru
erlenmeyer

2. Menambahkan 15 ml V titran 1 = 3,5 ml


larutan glukosa
standar lalu Larutan berwarna biru
dipanaskan

3. Mentitrasi dengan Larutan berwarna biru


larutan glukosa
standar

4. Menambahkan 3 tetes Larutan berwarna biru


indikator metil biru dan
memanaskan kembali

5. Mentitrasi dengan V titran 2 = 2,5 ml


larutan glukosa
standar Terbentuk endapan merah
bata

6. Mencatat total volume ƩV = V titran 1 + V titran 2


titran ƩV = 3,5 ml + 2,5 ml = 6 ml
7. Kadar glukosa % = 48%

C. Penentuan bilangan peroksida


Data hasil pengamatan

Blanko Pada titrasi blanko didapatkan volume titran sebesar 0,1 ml


Sampel 1 Setelah di titrasi di dapatkan volume titran sebesar 0,37 ml
(pemanasan 15 menit)
Sampel 2 Setelah dititrasi di dapatkan volume titran sebesar 0,62 ml
(pemanasan 30 menit)

Penentuan bilangan peroksida sampel 1 :


[( ) 8 100 ]

[(0,37 0,1) 0,1 8 100 ]


= 21,6
1

Penentuan bilangan peroksida sampel 2

[( ) 8 100 ]

[(0,62 0,1) 0,1 8 100 ]


= 41,6
1

Dari perhitungan diatas, terlihat bahwa sampel kedua (pemanasan 30 menit)


memiliki bilangan peroksida yang lebih tinggi daripada sampel 1 (pemanasan
15 menit). Hal ini disebabkan karena semakin lama pemanasan minyak maka
semakin cepat proses oksidasi. Oleh karena itu minyak yang dipanaskan
semakin lama akan semakin tengik karena semakin cepat pula proses oksidasi.

D. Analisis kalsium
Data hasil pengamatan

Sampel Kadar Ca
(mg/L)
Sampel 1 (Le mineral) 2,174
Sampel 2 (Isoplus) 14,47
Sampel 3 (Air santri) 3,563
Sampel 4 (Fruit tea) 8,063

Menurut SNI Nomor 01-0220-1987 tentang air minum, standar kandungan


Kalsium (Ca) dalam air minum adalah 10mg/L (10 ppm). Pada data hasil
pengamatan diketahui bahwa sampel 1, 3 dan 4 sudah memenuhi standar
kandungan Kalsium (Ca) dalam air minum.Sedangkan sampel 2 belum
memenuhi standar kandungan kalsium (Ca) dalam air minum karena
kandungan Ca dalam sampel 2 melebihi batas ambang yaitu 10 mg/L.
E. Identifikasi pewarna sintetis

Data hasil pengamatan

Hasil Pengamatan
Warna sebelum Warna sesudah dikukus
No Adonan
dikukus
2 tetes 4 tetes 2 tetes 4 tetes
1. Adonan A Putih susu Putih Kuning pudar Kuning
(pewarna alami) kekuningan sedikit pekat
2. Adonan B Oren Oren Oren sedikit Oren pekat
(pewarna sintetik) muda pekat

Dari data hasil pengamatan, ada perbedaan warna antara adonan yang diberi
pewarna alami dengan adonan yang diberi pewarna sintetik bahkan sebelum
adonan dikukus. Adonan dengan pewarna sintetik memiliki warna yang lebih
kuat daripada adonan dengan pewarna alami. Setelah dikukus warna yang
dihasilkan sama-sama lebih pekat. Inilah kelebihan dari pewarna sintetik yaitu
menghasilkan warna yang lebih tajam pada produk yang dicampurkan. Namun
penggunaan pewarna sintetis tidak boleh digunakan secara berlebihan.
Pemerintah telah menetapkan batas ambang penggunaan pewarna sintetis
yang tertuang dalam Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 37 Tahun 2013
tentang Batas Maksimum Pengunaan Bahan Tambahan Pangan.

Sebelum dikukus

Sesudah dikukus
F. Penentuan kadar protein

Kurva kalibrasi

Data hasil pengamatan

Sampel Kadar protein


(mg/L)
Putih telur 0,5 : 10 11,9908
Putih telur 1 : 10 12,2605
Putih telur 2 : 10 21,0140
V. DAFTAR PUSTAKA

Afriza, R., Ismanilda. (2019). Analisis Perbedaan Kadar Gula Pereduksi dengan
Metode Lane Eynon dan Luff Schoorl pada Buah Naga Merah (Hylocereus
Polyrhizus). Jurnal Teknologi dan Manajemen Pengelolaan Laboratorium
(Temapela). 2(2), 90-96

Fauziah, Y., Hasnawati. (2017). Analisis Kadar Kalsium pada Minuman Air Tahu
Secara Spektrofotometri Serapan Atom. Warta Farmasi. 6(1), 65-72

Nadia, L., dkk. (2019). Praktikum Kimia dan Analisis Pangan. Tangerang Selatan :
Universitas Terbuka

Sahputra, R. (2021). Analisis Kandungan Kalsium (Ca) pada Air Tanah Bansir Drat
Pontianak Tenggara. Jurnal Pembelajaran IPA dan Aplikasinya (QUANTUM).
1(2), 67-72

Anda mungkin juga menyukai