Anda di halaman 1dari 20

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/346474486

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PENENTUAN KADAR PROTEIN SECARA BIURET

Experiment Findings · November 2020

CITATIONS READS

0 831

1 author:

Indayana Ratna Sari


Universitas Negeri Yogyakarta
13 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Indayana Ratna Sari on 30 November 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

PENENTUAN KADAR PROTEIN DENGAN METODE LOWRY

Oleh:

INDAYANA RATNA SARI

NIM: 19728251019

Pendidikan Kimia C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2019
PERCOBAAN VIII

PENENTUAN KADAR PROTEIN DENGAN METODE LOWRY

I. Tujuan

Menentukan kadar protein dalam larutan sampel dengan metode Lowry.

II. Dasar Teori


a. Protein
Protein berasal dari kata protos atau proteos yang berarti pertama atau
utama. Protein merupakan komponen utama penyusun sel hewan atau manusia. Sel
merupakan pembentuk tubuh, maka protein yang terdapat dalam makanan
berfungsi sebagai zat utama dalam pembentukan dan pertumbuhan tubuh (Poedjiadi
dan Supriyanti, 2006).
Protein merupakan molekul besar dengan berat molekul bervariasi antara
5000 sampai jutaan. Protein akan menghasilkan asam-asam amino jika terhidrolisis
oleh asam atau enzim. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul
protein. Asam-asam amino ini terikat satu sama lain dengan ikatan peptida.
Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam molekul protein yaitu sebagai
berikut : karbon 50%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, belerang 0-3%,
dan fosfor 0-3%. Dengan berpedoman pada kadar nitrogen sebesar 16%, dapat
dilakukan penentuan kandungan protein dalam suatu bahan makanan (Poedjiadi dan
Supriyanti, 2006).
Protein secara umum mempunyai serapan maksimal pada 214 nm karena
adanya ikatan peptida. Namun daerah ini banyak terganggu karena adanya uap air
dari udara sehingga pada praktiknya sulit dilakukan. Asam amino tyrosin,
tryptophan, dan phenylalanin memiliki absorbansi pada serapan maksimum sekitar
280 nm karena adanya cincin aromatik dalam strukturnya. Warburg Chistian
Method mengusulkan persamaan berikut untuk menghitung kadar protein,
khususnya dengan memperimbangkan kesalahan yang mungkin timbul karena
serapan asam nukleat yang secara maksimal terjadi pada 260 nm.
Persamaan Groves: (Protein) (mg/L) = 1,55 A280 – 0,76 A260.
Protein ditinjau dari strukturnya dibagi menjadi dua golongan besar yaitu
golongan protein sederhana dan protein gabungan. Protein sederhana adalah protein
yang terdiri atas molekul-molekul asam amino. Berdasarkan bentuk molekulnya
dibagi menjadi 2 yaitu protein fiber dan protein globular. Sedangkan protein
gabungan adalah protein yang terdiri atas protein dan gugus bukan protein.
Albumin merupakan salah satu protein sederhana dengan bentuk molekul protein
globular. Albumin mempunyai sifat dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi
oleh panas. Larutan albumin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan
ammonium sulfat hingga jenuh (Nelson dan Cox, 200).
Penentuan kadar protein dalam suatu bahan makanan ataupun minuman
dapat diukur dengan beberapa metode yaitu metode biuret, metode lowry, metode
bradford, dan metode BCA (Purwanto, 2014). Metode Lowry merupakan
kombinasi antara pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteauphenol)
yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi yang
terjadi menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm,
tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil di sekitar 500
nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan
sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan
kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein
konsentrasi rendah dibanding metode biuret (Soeharsono, 2006).
b. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrum Uv-Vis merupakan hasil interaksi antara radiasi elektromagnetik
dengan molekul. Bentuk energi radiasi elektromagnetik mempunyai sifat
gelombang dan partikel (foton). (Harmita, 2006). Besarnya tenaga foton berbanding
lurus dengan frekuensi dari radiasi elektromagnetik dinyatakan dengan rumus:
E = hv
Dimana: E = Energi ( Joule.molekul-1)
h = Tetapan Planck = 6,63.10-34 Joule.S.molekul-1
v = Frekuensi (S-1)
Pengukuran serapan dapat dilakukan pada panjang gelombang daerah
ultraviolet ( panjang gelombang 190 nm – 380 nm) atau pada daerah cahaya tampak
(panjang gelombang 380 nm – 780 nm).

Pengukuran serapan dari suatu sampel dapat dilakukan dengan perhitungan


Lambert-Beer sebagai berikut :

𝐿𝑜𝑔 𝐼𝑜
A= = ɛ. b.c = a. b. c
𝐿𝑜𝑔 𝐼𝑡

Dimana : A= serapan; a = daya serap; b = tebal lapisan zat yang menyerap sinar
(kuvet) (cm); c = kadar (g/L); ɛ = absorbsivitas molekuler (mol.cm.L-1); Io =
intensitas sinar datang; It = intensitas sinar yang diteruskan.

Senyawa atau zat yang dapat dianalisis menggunakan spektrofotometer Uv-


Vis adalah senyawa yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang lebih dikenal
dengan istilah kromofor. Senyawa yang mengandung gugus kromofor akan
mengabsorbsi radiasi sinar ultraviolet dan cahaya tampak jika diikat oleh senyawa
–senyawa bukan pengabsorbsi (auksokrom). Gugus auksokrom yaitu gugus yang
mempunyai elektron tidak berikatan dan tidak menyerap radiasi UV jauh.
Contohnya –OH, -NH2, - NO2, -X, (Harmita, 2006).

Spektrum serapan adalah hubungan antara serapan dengan panjang


gelombang dan digambarkan dalam bentuk grafik. Identifikasi suatu zat pada
daerah ultraviolet pada umumnya dilakukan dengan menggambarkan spektrum
serapan larutan zat dalam pelarut dan dengan kadar yang tertera seperti pada
monografi, untuk menetapkan serapan maksimum atau minimum. Spektrum
serapan dari zat yang diperiksa kadang-kadang perlu dibandingkan dengan
pembanding kimia yang sesuai. Pembanding kimia tersebut dikerjakan dengan cara
yang sama dan kondisi yang sama dengan zat yag diperiksa. Blanko digunakan
untuk koreksi serapan yang disebabkan pelarut, pereaksi, sel ataupun pengaturan
alat. Pengukuran serapan biasanya dilakukan pada panjang gelombang serapan
maksimum atau yang tercantum dalam monografi (Departemen Kesehatan, 2000
dalam Mely Mailandari, 2012)
Jenis spektrofotometer UV-Vis ada dua yaitu single beam dan double beam.
Pada single beam celah keluar sinar monokromatis hanya satu, wadah kuvet yang
dapat dilalui sinar hanya satu dan setiap perubahan panjang gelombang alat harus
dinolkan. Pada double beam celah keluar sinar monokromais ada dua, wadah
melalui dua kuvet sekaligus dan cukup satu kali dinolkan dengan cara mengisi
kedua kuvet dengan larutan blanko dan sampel (Harmita, 2006 dalam Mely
Mailandari, 2012).

III. Metode Penelitian


3.1 Alat dan Bahan
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas beker,
pipet ukur 1 mL dan 5 mL, tabung reaksi, labu takar 10 mL, pipet tetes, pro
pipet, stopwatch, gelas ukur 10 mL, corong, vortex mixer dan
spektrofotometer UV-Vis Single beam.
Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah reagen A
(Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 M), raegen B (CuSO4.5H2O 0,5% dalam
Natrium tartrat 1%), reagen C (campuran 50 mL reagen A dan 1 mL reagen
B), reagen E (Folin Ciocalteau), larutan standar protein 10 mg/mL, sampel
susu merk Nutri Boost, dan akuades.
3.2 Cara Kerja
a. Pembuatan larutan standar protein untuk kurva standar
Pembuatan larutan standar konsentrasi 70 µg/mL; 140 µg/mL; 210 µg/mL;
280 µg/mL, 350 µg/mL; 420 µg/mL; 490 µg/mL; dan 560 µg/mL; dibuat
secara berturut-berturut dengan memipet sebanyak 0,7 mL; 1,4 mL; 2,1 mL;
2,8 mL; 3,5 mL; 4,2 mL; 4,9 mL; dan 5,6 mL larutan standar protein 1000
µg/mL. Kemudian masing-masingnya dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL
dan diencerkan dengan akuades hingga tanda batas. Lalu dihomogenkan.
b. Persiapan sampel
Sebanyak 1 mL sampel minuman susu merk Nutri Boost diencerkan ke
dalam labu ukur 10 mL, ditera hingga tanda batas dan dihomogenkan.
Kemudian untuk membuat sampel 100x pengenceran diambil sebanyak 1 mL
larutan hasil pengenceran pertama, dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL,
ditera hingga tanda batas dan dihomogenkan.
c. Pembuatan reagen C
50 mL reagen A (Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 M) ditambahkan dengan
reagen B ( CuSO4.5H2O 0,5% dalam Kalium atau Natrium Tartrat 1%).
d. Penentuan panjang gelombang maksimum
Larutan standar 70 µg/mL yang telah dibuat diambil sebanyak 1 mL,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 mL reagen C, divortex,
didiamkan selama 15 menit dalam suhu kamar, kemudian ditambahkan
reagen E (Folin Ciocalteu) 3 tetes, lalu dihomogenkan dengan vortex,
didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar, setelah itu diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 450 – 610 nm.
e. Pengukuran waktu kestabilan sampel
Sampel yang telah dipreparasi diambil sebanyak 1 mL, dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 mL reagen C, divortex, didiamkan
selama 15 menit dalam suhu kamar, kemudian ditambahkan reagen E ( Folin
Ciocalteu) 3 tetes, lalu dihomogenkan dengan vortex, didiamkan selama 30
menit pada suhu kamar, setelah itu diukur kestabilannya 0-35 menit pada
panjang gelombang maksimum.
f. Pengukuran Blanko, Sampel dan Larutan Standar
Larutan standar yang telah dibuat, sampel yang telah dipreparasi dan
blanko yang berisi akuades diambil masing-masingnya sebanyak 1 mL,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 mL reagen C, divortex,
didiamkan selama 15 menit dalam suhu kamar, kemudian ditambahkan
reagen E (Folin Ciocalteu) 3 tetes, lalu dihomogenkan dengan vortex,
didiamkan selama 30 menit pada suhu kamar, setelah itu diukur
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.
IV. Data Pengamatan
a. Waktu Kestabilan
Tabel 1. Waktu Kestabilan
No Waktu (menit) Absorbansi
1 0 0,568
2 5 0,57
3 10 0,549
4 15 0,559
5 20 0,561
6 25 0,561
7 30 0,558
8 35 0,558
Rata-rata Absorbansi 0,5605
b. Penentuan panjang gelombang maksimum
Tabel 2. Panjang gelombang maksimum
No Panjang gelombang (nm) Absorbansi
1 450 0,090444
2 460 0,110138
3 470 0,085128
4 480 0,093126
5 490 0,095284
6 500 0,102923
7 510 0,10513
8 520 0,116339
9 530 0,120904
10 540 0,125518
11 550 0,127844
12 560 0,133122
13 570 0,139662
14 580 0,12436
15 590 0,124939
16 600 0,079877
c. Absorbansi larutan blanko, standar dan sampel
Tabel 3. Absorbansi larutan standar protein

Larutan Konsentrasi (µg/mL) Absorbansi


Blanko 0 0
70 0,153
140 0,268
210 0,367
280 0,494
Standar
350 0,545
420 0,731
490 0,853
560 0,894
Sampel 0,326
Sampel 0,325
Rata-rata Sampel 0,3255

V. Analisa Data atau perhitungan


a. Waktu kestabilan larutan sampel
Gambar 1. Kurva Uji Kestabilan Larutan

Waktu Kestabilan Larutan


0,575

0,57

0,565
Absorbansi

0,56

0,555

0,55

0,545
0 5 10 15 20 25 30 35 40

Waktu (Menit)

Waktu Kestabilan sampel adalah pada waktu 30-35 menit.


b. Penentuan panjang gelombang maksimum

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


0,16
0,14
0,12
Absorbansi

0,1
0,08
0,06
0,04
0,02
0
0 100 200 300 400 500 600 700

Konsentrasi

Gambar 2. Kurva panjang gelombang maksimum


Panjang gelombang maksimum sampel adalah pada 570 nm.
c. Pembuatan larutan standar dari larutan standar protein 1000 µg/mL
1. 70 µg/mL
M1 x V1 = M2 x V2
1000 µg/mL x V1 = 70 µg/mL x 10 mL
V1 = 0,7 mL
Dipipet sebanyak 0,7 mL larutan standar protein 1000 µg/mL dan
diencerkan menggunakan aquades dalam labu ukur 10 mL.
2. 140 µg /mL
M1 x V1 = M2 x V2
1000 µg/mL x V1 = 140 µg/mL x 10 mL
V1 = 1,4 mL
Dipipet sebanyak 1,4 mL larutan standar protein 1000 µg/mL dan
diencerkan menggunakan aquades dalam labu ukur 10 mL.
3. 210 µg /mL
M1 x V1 = M2 x V2
1000 µg/mL x V1 = 210 µg/mL x 10 mL
V1 = 2,1 mL
Dipipet sebanyak 2,1 mL larutan standar protein 1000 µg/mL dan
diencerkan menggunakan aquades dalam labu ukur 10 mL.
4. 280 µg /mL
M1 x V1 = M2 x V2
1000 µg/mL x V1 = 280 µg/mL x 10 mL
V1 = 2,8 mL
Dipipet sebanyak 2,8 mL larutan standar protein 1000 µg/mL dan
diencerkan menggunakan aquades dalam labu ukur 10 mL.
5. 350 µg /mL
M1 x V1 = M2 x V2
1000 µg/mL x V1 = 350 µg/mL x 10 mL
V1 = 3,5 mL
Dipipet sebanyak 3,5 mL larutan standar protein 1000 µg/mL dan
diencerkan menggunakan aquades dalam labu ukur 10 mL.
6. 420 µg /mL
M1 x V1 = M2 x V2
1000 µg/mL x V1 = 420 µg/mL x 10 mL
V1 = 4,2 mL
Dipipet sebanyak 4,2 mL larutan standar protein 1000 µg/mL dan
diencerkan menggunakan aquades dalam labu ukur 10 mL.
7. 490 µg /mL
M1 x V1 = M2 x V2
1000 µg/mL x V1 = 490 µg/mL x 10 mL
V1 = 4,9 mL
Dipipet sebanyak 4,9 mL larutan standar protein 1000 µg/mL dan
diencerkan menggunakan aquades dalam labu ukur 10 mL.
8. 560 µg /mL
M1 x V1 = M2 x V2
1000 µg/mL x V1 = 560 µg/mL x 10 mL
V1 = 5,6 mL
Dipipet sebanyak 5,6 mL larutan standar protein 1000 µg/mL dan
diencerkan menggunakan aquades dalam labu ukur 10 mL.
Kurva Standar
1
0,9
y = 0,0016x + 0,0423
0,8 R² = 0,9889
Absorbansi 0,7
0,6
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
0 100 200 300 400 500 600
Konsentrasi

Gambar 3. Kurva standar


d. Penentuan kadar protein dalam sampel minuman
1. Penentuan kadar protein dalam sampel minuman merk ultramilk
y = ax + b
= 0,0016x + 0,0423
0,3255 = 0,0016x + 0,0423
0,3255−0,0423
x=
0,0016
= 177 µg/mL
= 177 µg/mL : 1000
= 0,177 mg/mL x 100 mL
= 1,77 mg
Jadi, kadar protein dalam sampel minuman adalah 1,77 mg dalam 100 mL
pengenceran.
V. Pembahasan
Praktikum ini dilakukan pada hari Jum’at, 11 Oktober 2019 tentang
penentuan kadar protein dalam larutan sampel dengan metode lowry. Sampel yang
digunakan pada praktikum ini adalah sampel minuman susu merk Nutri Boost.
Adapun alat yang digunakan untuk mengukur absorbansi sampel adalah
spektrofometer UV-Vis. Prinsip pengukuran dengan spektrofotometer adalah
interaksi antara molekul dengan cahaya elektromagnetik berupa serapan sinar
monokromatis oleh suatu larutan berwarna pada panjang gelombang tertentu.
Sebelum menentukan kadar protein dalam sampel minuman, dilakukan
proses pembuatan larutan standar, preparasi sampel, penentuan panjang gelombang
maksimum, pengukuran waktu kestabilan sampel dan pengukuran absorbansi
larutan standar dan sampel, pembuatan kurva standar dan terakhir menentukan
kadar protein dalam sampel minuman. Larutan standar yang dibuat sebanyak 8
konsentrasi yaitu 70 µg/mL; 140 µg/mL; 210 µg/mL; 280 µg/mL, 350 µg/mL; 420
µg/mL; 490 µg/mL; dan 560 µg/mL yang dibuat dari hasil pengenceran larutan
standar protein 1000 µg/mL yang dilarutkan dalam 10 mL labu ukur. Sedangkan
preparasi sampel dilakukan dengan 10 kali pengenceran dalam labu ukur 10 mL
dari 1 mL sampel minuman susu merk Nutri Boost. Pengenceran ini dilakukan
supaya sampel dapat dengan mudah dianalisis dan mudah terbaca oleh
spektrofotometer UV-Vis.
Larutan standar dan sampel yang telah dibuat serta blanko yang berisi
akuades saja, masing-masingnya ditambahkan dengan 5 mL reagen C yang
merupakan campuran dari 50 mL reagen A (Na2CO3 2% dalam NaOH 0,1 M)
dengan reagen B ( CuSO4.5H2O 0,5% dalam Kalium atau Natrium Tartrat 1%).
Setelah itu divortex supaya larutan homogen, didiamkan selama 15 menit kemudian
ditambahkan 3 tetes reagen Folin-Ciocalteu.
Reagen Folin-Ciocalteu merupakan reagen pendeteksi gugus-gugus fenolik.
Reagen Folin-Ciocalteu dapat mendeteksi residu tirosin (dalam protein) karena
kandungan fenolik pada residu tersebut mampu mereduksi fosfotungsat dan
fosfomolibdat yang merupakan senyawa penyusun reagen Folin-Ciocalteu menjadi
tungsten dan molibdenum yang berwarna biru. Sehingga setelah ditambahkan
reagen Folin-Ciocalteu larutan menjadi berwarna biru tua.
Metode lowry merupakan metode pengembangan metode biuret. Dalam
metode lowry terdapat 2 reaksi. Pertama, reaksi Cu(II) – protein, akan terbentuk
sebagaimana metode biuret dalam suasana alkalis, Cu(II) tereduksi menjadi Cu(I).
Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin Ciocalteu dengan kompleks
fosfomolibdat-fosfotungstat (fosfomolibdotungstat), menghasilkan heteropoly
molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam
amino) terkatalis Cu, yang kemudian memberikan warna biru intensif.
Sebelum dilakukan pengukuran, semua sampel dihomogenkan dengan mixer
vortex supaya stabil. Setelah itu didiamkan selama 30 menit. Kemudian ditentukan
panjang gelombang maksimum dengan mengukur salah satu larutan standar yang
kemudian digunakan untuk mengukur absorbansi semua larutan. Penentuan
panjang gelombang maksimum dilakukan pada rentang 450-610 nm dan diperoleh
panjang gelombang maksimumnya yaitu 570 nm. Setelah panjang gelombang
maksimum diperoleh, kemudian dilakukan pengukuran absorbansi terhadap
kestabilan larutan sampel pada panjang gelombang maksimum selama 0-35 menit.
Dari uji kestabilan diperoleh hasil bahwa larutan stabil pada waktu 30-35 menit
dengan rata-rata absorbansi 0,5605.
Setelah uji kestabilan, dilakukan pengukuran absorbansi larutan standar,
sampel dan blanko. Hasil pengukuran absorbansi larutan standar kemudian
digunakan untuk membuat kurva standar. Kurva standar perlu dibuat untuk
menentukan persamaan regresi. Sehingga dari persamaan regresi tersebut dapat
ditentukan konsentrasi sampel. Persamaan regresi yang didapat yaitu y= 0,0016x +
0,0423 dengan R2 0,9889.

Berdasarkan persamaan regresi yang telah dibuat, dapat ditentukan kadar


protein dalam sampel minuman susu merk Nutri Boost. Kadar protein dalam sampel
diperoleh sebesar 1,77 mg dalam 100 mL pengenceran.
VI. Kesimpulan
Kadar protein dalam minuman merk Nutri Boost adalah 1,77 mg dalam 100
mL pengenceran.

Pertanyaan dan Tugas


Pertanyaan:
1. Apakah fungsi dari reagen C dan E
2. Mengapa anda memerlukan kurva standar untuk menentukan kadar protein
dalam sampel?
3. Mengapa serum albumin digunakan sebagai larutan standar?
Jawab:
1. Fungsi reagen C dan E adalah untuk memberikan warna pada larutan sehingga
mudah diukur dengan spektrofotometer UV-Vis. Ketika protein ditambahkan
dengan reagen C, maka akan terjadi proses reduksi Cu(II) menjadi Cu(I), berwarna
biru, yang kemudian ketika ditambahkan reagen E (folin-Ciocalteu), ion Cu(I) akan
mereduksi reagen Folin Ciocalteu dengan kompleks fosfomolibdat-fosfotungstat
(fosfomolibdotungstat), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi
oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang kemudian
memberikan warna biru intensif.
2. Kurva standar diperlukan untuk menghasilkan persamaan regresi linear, sehingga
dapat dengan mudah untuk menentukan kadar protein dalam sampel.
3. Serum albumin digunakan sebagai larutan standar protein nabati dan merupakan
protein yang mempunyai sifat dapat larut dalam air serta dapat terkoagulasi oleh
panas.
Daftar Pustaka

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Parameter Standar Umum


Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan republik Indonesia.
Jakarta: 9-12.
Harmita, Hayun, Hariyant,, Herman S., Nelly D.L., Sabarijah W., Umar M., 2006.
Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Departemen
Farmasi FMIPA UI, Depok: 134-153.
Meilandari, Mely, 2012, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Garcinia kydia
Roxb. Dengan Metode DPPH dan Identifikasi Senyawa Kimia Fraksi yang
Aktif, Skripsi, Program Studi Ekstensi Farmasi, Fakultas MIPA,
Universitas, Depok.
Nelson, D.L. and M.M. Cox. 2000. Lehninger Principles of Biochemistry. First
Edition. W. H. Freemann and Company New York. New York. The United
States.
Poedjiadi, Anna dan F.M. Titin Supriyanti, 2006, Dasar-Dasar Biokimia, Edisi
Kedua, Jakarta: UI Press, Hal. 81-82, 91-92.
Purwanto, Maria Goretti M., 2014, Perbandingan Analisa Kadar Protein Terlarut
dengan Berbagai Metode Spektroskopi UV-Visible. Jurnal Sains dan
Teknologi, 7(2):64-71, ISSN: 0216-1540.
Soeharsono. 2006. Biokimia 1. Yogyakarta: UGM Press
Lampiran –Lampiran
Lampiran 1. Laporan sementara
Lampiran 2. Bahan-bahan yang digunakan
Lampiran 3. 1 mL Sampel 100 kali pengenceran

Lampiran 4. Sampel setelah penambahan 5 mL reagen C

Lampiran 5. Sampel setelah penambahan 3 tetes folin ciocalteu dan vortex

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai