G12
Oleh :
G12
Menyetujui:
Vegy Syahrial
Asisten I
Latifah Jasmine
Asisten II
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan Kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir
Praktikum Bahan Pakan dan Nutrisi Ternak Dasar yang berjudul “Analisis
Proksimat dan Energi Bruto Kulit Ari Kopi”. Laporan akhir ini disusun untuk
memenuhi tugas Praktikum Bahan Pakan dan Nutrisi Ternak Dasar Fakultas
Peterbakan Universitas Padjadjaran.
Laporan akhir ini berisikan pembahasan mengenai kegiatan yang penulis
lakukan selama praktikum. Di dalam laporan akhir ini, penulis mencoba untuk
menjelaskan hasil pengamatan selama praktikum yang disertai pembahaasan dari
sumber-sumber yang relevan. Sehingga laporan ini diharapkan bermanfaat
khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bpk. Ir. Tidi Dhalika, MS. Dan
Bpk. Deny Saefulhadjar, S.Pt., M.Si.selaku dosen pengampu mata kuliah Bahan
Pakan dan Nutrisi Ternak Dasar, serta Kang Vegy Syahrial dan Ceu Latifah
Jasmine selaku penanggung jawab asisten laboratorium. Terlepas dari itu, penulis
menyadari masih ada kekurangan dalam laporan ini baik dari segi kebahasaan
yang digunakan dan tata bahasanya. Oleh karena itu, kami menerima segala kritik
dan saran dari pembaca agar laporan akhir ini dapat kami perbaiki.
Penyusun
ANALISIS PROKSIMAT DAN ENERGI BRUTO KULIT ARI KOPI
G12
ABSTRAK
Kata kunci : Analisis proksimat, bahan pakan ternak, ransum, kulit ari kopi.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR ILUSTRASI
DAFTAR LAMPIRAN
I
PENDAHULUAN
2.4.1Abu
Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu total adalah bagian dari analisis
proksimat yang bertujuan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu produk/pangan
terutama total mineral (Feringgo, 2019). Kadar abu dari suatu bahan
menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Mineral
itu sendiri terbagi menajdi 4, yaitu: (1) garam organik: garam-garam asam
malat, oksalat, asetat, pektat, (2) garam anorganik: garam fosfat, karbonat,
klorida, sulfat, nitrat, (3) senyawa komplek: klorofil-Mg, pektin-Ca,
mioglobin-Fe, dan (4) kandungan abu dan komposisinya tergantung macam
bahan dan cara pengabuannya (Apriyantono, 1988).
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan
pangan. Kandungan yang terdapat pada abu dan juga komposisinya
bergantung pada jenis bahan dan cara pengabuan. Sekitar 96% dari bahan
makanan terdiri dari bahan organik dan air, sedangkan sisanya merupakan
bahan anorganik berupa mineral yang disebut dengan abu. Proses pembakaran
ini dilakukan pada suhu 600oC yang bertujuan merusak senyawa organik dan
meningggalkan kumpulan mineral anorganik pada sampel yang diuji kadar
abunya.
Komposisi abu di dalam mineral bergantung pada jenis bahan pakan
serta metoda analisisnya. Abu dan mineral tersebut umumnya berasal dari
bahan pakan itu sendiri (indigenous), tetapi ada beberapa juga yang
ditambahkan ke dalamnya dengan cara disengaja maupun tidak disengaja.
Mineral yang terdapat dalam suatu bahan ada dua jenis garam, yaitu garam
organik dan garam anorganik. Garam organic merupakan garam-garam asam
mollat, oksalat, asetat dan pektat. Sedangkan garam anorganik adalah garam
dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat dan nitrat. Selain kedua
garam tersebut, kadang- kadang mineral berbentuk sebagai senyawaan
kompleks yang bersifat organis. Karena menentukan jumlah mineral dalam
bentuk aslinya merupakan hal yang sangat sulit, maka dengan ini dilakukan
pengabuan untuk menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut.
2.4.2Analisis Abu
Analisis kadar abu pada bahan makanan bertujuan untuk mengetahui
kandungan mineral yang ada pada bahan yang diuji, menentukan baik
tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan,
memperkirakan kandungan bahan utama yang digunakan dalam pembuatan
suatu produk, kadar abu juga digunakan sebagai parameter nilai gizi bahan
makanan (Sudarmadji dkk, 2007).
Pada penentuan kadar abu dilakukan oksidasi senyawa organik dengan
pembakaran sampel bahan pakan pada suhu sekitar 500-600°C dalam waktu 3-
6 jam dan setelahnya dilakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah
proses pembakaran tersebut. Pengabuan dilakukan pada alat pengabuan berupa
tanur yang memiliki suhu tinggi dan dapat diatur. Pengabuan diangap selesai
apa bila diperoleh sisa pembakaran yang hasilnya berwarna putih keabu-abuan
dan beratnya konstan dalam selang waktu 30 menit. Penimbangan terhadap
bahan dilakukan dalam keadan dingin, untuk itu crussible yang berisi abu
diambil dari dalam tanur harus lebih dahulu dimasukan ke dalam oven
bersuhu 105°C agar suhunya turun menyesuaikan degan suhu didalam oven,
barulah dimasukkan kedalam eksikator sampai dingin sehingga abu dapat
ditimbang hingga hasil timbangannya konstan. Kadar abu yang yang terukur
merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses
pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar (Winarno, 1991).
2.8.1 Energi
Energi memiliki bagian yang paling besar yang disuplai oleh bahan
makanan yang biasa digunakan oleh ternak. Energi membuat hewan dapat
melakukan sesuatu, seperti pekerjaan dan proses produksi lain. Energi pakan
yang dikonsumsi ternak dapat digunakan dalam 3 cara yaitu menyediakan
energi untuk aktivitas, dapat dikonversi menjadi panas, dan dapat disimpan
sebagai jaringan tubuh. Kelebihan energi pakan yang dikonsumsi setelah
terpenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan normal dan metabolisme biasanya
disimpan sebagai lemak. Kelebihan energi tersebut tidak dapat dibuang atau
diekskresikan oleh tubuh ternak (Manalu, 1999).
Energi kimia yang berasal dari makanan digunakan untuk kerja otot dan
bagi pemeliharaan hewan yang tak bekerja, energi tersebut diubah menjadi
panas untuk memelihara suhu tubuh ternak. Kemampuan makanan atau
ransum untuk menyediakan energi sangat penting dalam menentukan nilai
makanannya karena energi merupakan sumber utama dalam proses
metabolisme ternak dalam segala aspek. Kekurangan energi dapat
menghambat pertumbuhan, dewasa kelamin, dan pada sapi laktasi dapat
menyebabkan berkurangnya produksi, bobot badan dan gangguan
reproduksi.
Bahan makanan yang dibakar sempurna, reaksinya menghasilkan oksida
berupa karbon dioksida, air, dan gas-gas lainnya disertai dengan energi
panas. Energi yang dihasilkan tersebut disebut energi bruto (Murtidjo,
1987). Persentase energi bruto yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak
dan digunakan untuk mendukung proses metabolik tergantung kemampuan
ternak untuk mencerna bahan makanan. Pencernaan mencerminkan proses
fisika dan kimia yang terjadi dalam saluran pencernaan dan menyebabkan
pecahnya senyawa kimia kompleks dalam pakan menjadi molekul lebih
kecil yang dapat diserap dan digunakan oleh ternak. Selama metabolisme
zat makanan, terjadi kehilangan energi yang disebut Heat Increament. Sisa
energi dari pakan yang tersedia bagi ternak untuk digunakan 49 keperluan
hidup pokok (maintenance) dan produksi disebut Energi Neto
(Sutardi,1980).
3.1 Alat
3.1.1 Analisis air
(1) Oven, sebagai pengering cawan alumunium.
(2) Cawan aluminium, sebagai wadah untuk sampel.
(3) Eksikator, untuk memastikan tidak ada air pada sampel.
(4) Timbangan analitik, untuk menimbang cawan atau sampel.
(5) Tang penjepit, untuk mengambil atau memindahkan cawan agar tidak
tergelincir dan menghindari panas oven.
3.1.2 Analisis abu
(1) Cawan porselen, sebagai wadah penyimpanan sampel saat proses analisis.
(2) Kompor listrik / Hotplate, untuk membakar sampel sampai tidak
mengeluarkan asap sebelum dimasukkan ke tanur.
(3) Eksikator, untuk mengikat uap air dan memastikan bahwa tidak ada air
pada sampel.
(4) Tanur, sebagai tempat pembakaran sampel hingga berubah menjadi abu.
(5) Tang penjepit, untuk memindaha cawan untuk menghindari kontak
langsung dengan tangan.
untuk dididihkan.
(3) Erlenmeyer 250 cc, digunakan menampung larutan yang akan dititrasi.
(4) Buret 50 cc, digunakan untuk menambah larutan pereaksi pada saat akan
titrasi.
(5) Timbangan analitik, digunakan untuk menimbang berat sampel
3.2 Bahan
3.2.1 Analisis Air
(1) Kulit ari kopi sebagai sampel sebanyak dua sampai lima gram yang
digunakan untuk dicari kandungan airnya.
A gram).
2. Ambil sampel dan masukan ke dalam labu kjehdahl dengan hati-
hati dengan menambahkan 6 gram katalis campuran.
3. Tambahkan 20 mL asam sulfat pekat.
4. Panaskan dalam nyala api kecil di lemari asam. Bila sudah tidak
berbuih lagi, destruksi dengan nyala api yang besar.
5. Destruksi sudah dianggap selesai bila larutan sudah berwarna hijau
jernih.
(2) Destilasi
1. Siapkan satu set alat destilasi disiapkan, dipasangkan secara hati-
hati.
2. Siapkan vaseline, batu didih da tali pengaman.
3. Pindahkan larutan hasil destruksi ke dalam labu didih, kemudian
dibilas dengan aquades sebanyak lebih kurang 50 mL.
4. Pasang erlenmeyer yang telah diisi asam boraks 5% sebanyak 15
mL untuk ditangkap gas amonia dan telar diberi indikator
campuran sebanyak 2 tetes.
5. Basakan larutan bahan dari destruksi dengan ditambahkan NaOH
40% sebanyak 40-60 mL melalui corong samping. Kran corong
segera ditutup setelah larutan tersebut mausk ke labu didih.
6. Nyalakan pemanas bunsen dan dialirkan alir ke dalam rak
pendingin tegak.
IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat Sampel
Volume N Normalitas Kadar PK
Titrasi Hcl Hcl
……………...……….…….gram………………………………… …..%.......
0,290 1.2 ml 6,251 0,1258 4,55 %
Sumber: Praktikum Nutrisi Ternak Dasar, Laboratorium NTRKMT (2021)
4.3.2 Pembahasan
Kadar protein kasar yang di dapat dari sampel kuliat kopi ari adalah 4,55%.
Kulit kopi bisa dimanfaatkan sebagai pakan karena kulit kopi mempunyai
kecernaan protein sebesar 65% dan 51,4% untuk kulit biji. Pemanfaatan kulit kopi
dengan proses fermentasi diharapkan mampu meningkatkan potensi kulit kopi
sebagau bahan pakan alternative yang berkualitas tinggi dan mempengaruhi
kandungan protein, lemak, dan serat kopi. Hasil penelitian menyatakan
fermentasu kulit buah kopi menggunakan jamur aspergillus niger dapat
menaikkan kandungan protein kasar dari 8,80% menjadi 12,34%. Penggunaan
Jamur Trichoderma Viride pada jerami padi terfermentasi dapat meningkatkan
kandungan protein kasara dari 4,56% menjadi 6,56%. Menurut Zainuddin dan
Murtisari, 1995 kandungan protein kasar yang terdapat pada kulit kopi adalah
10,4 %. Sedangkan Londra, dkk (2009) berpendapat bahwa kulit kopi sebelum
fermentasi mengandung protein kasar sebesar 6,67%. Dari sini dapat diambil
kesimpulan bahwa perbedaan protein kasar pada kulit kopi ini disebabkan oleh :
kondisi sebelum dan sesudah fermentasi, kandungan air dalam kulit kopi, dan
warna / kematangan kulit kopi itu sendiri.
4.4.2 Pembahasan
Kulit kopi segar memiliki kandungan nutrisi yang rendah, serta kasar yang
tinggi dan zat nutrisi seperti kafein dan tannin. Kulit kopi yang sudah di
fermentasi dapat dijadikan bahan pakan yang berkualitas. Pada penelitian kali ini
di dapat lemak kasar sebesar 1,051 %. Kulit kopi merupakan salah satu limbah
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan alternative. Kulit kopi sebelum
fermentasi mengandung lemsk 1,04% (Londra, dkk, 2009). Sedangkan menurut
Guntoro dan Yasa, 2005 lemak yang terkandung adalah 1,07%. Dari hasil
praktikum dan penelitian didapatkan kandungan lemak yang berbeda dengan
beberapa literature. Hali itu disebabkan oleh factor fermentasi, kandungan air, dan
warna biji kopi.
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada praktikum Analisis Proksimat dan Energi Bruto didapatkan hasil
sebagai berikut:
(1) Kadar air yang terkandung pada kulit ari kopi adalah 11,69%
(2) Kadar abu yang terkandung pada kulit ari kopi adalah 1,89%
(3) Kadar protein kasar yang terkandung pada kulit ari kopi adalah 4,55%
(4) Kadar lemak kasar yang terkandung pada kulit ari kopi adalah 1,05%
(5) Kadar serat kasar yang terkandung pada kulit ari kopi adalah 44,79%
(6) Kadar energi bruto yang terkandung pada kulit ari kopi adalah 3818,89
cal/gram
(7) Kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terkandung pada kulit
ari kopi adalah 36,05%
5.2 Saran
Sebaiknya praktikum dilakukan secara offline agar lebih jelas dan teliti
dalam mengetahui prosedur, alat-alat praktikum dan bahan pakan.
DAFTAR PUSTAKA
Paringgi, N., Kamaruddin., & Laining, A. 2014. Perbaikan Mutu Kulit Kopi
Melalui Fermentasi Untuk Bahan Pakan Ikan. Prosiding Forum Inovasi
Teknologi Akuakultur. Sulawesi Selatan.
Apriyantono, A. (1988). Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Winarno, F.G. (1991). Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Sudarmadji S, dkk. (2007). Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta
Oktarina, dkk (2019). Karakteristik kulit kopi robusta hasil sampling. Jurnal
Agritrop 214-218
Winarno, F.G. (1995). Enzim pangan. Gramedia. Pustaka utama, Jakarta.
Simanihuruk, K. 2010. Perakitan Pakan Komplit berbasis kulit kopi (sumber serat
NDF dan ADF kecernaan 60% dan Silinder Horisontal. Pelita Perkebunan,
20, 75-96.
Winarno, F. G., S. Fardiaz dan D.Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.
PT. Gramedia, Jakarta.
Suparjo. 2010. Analisis Bahan Pakan secara Kimiawi: Analisis Proksimat dan
Analisis Serat. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Negeri Jambi. Jambi.
Agustono, Widodo, A.S., dan Paramita, W., 2010. Kandungan Protein Kasar dan
Serat Kasar pada Kopi (Ipomoea aquatica) yang difermentasi. J. Ilmiah
Perikanan dan Kelautan, 2, hal. 37-43.
Anggorodi, R. 1998. Ilmu Makanan Ternak; Kemajuan Terakhir. Jakarta: UI-
Press.
Manalu W. 1999. Pengantar Ilmu Nutrisi Hewan. Bagian Fisiologi dan
Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan. IPB. Bogor.
Murtidjo, Bambang Agus. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Kanisius.
Yogyakarta.
Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Gambar 5. Klroform
Analisis Energi
Analisis Abu
( Berat Cawan+ Abu)−( Berat Cawan)
Abu % ¿ X 100 %
Berat Sampel Awal
20,676−20,663
¿ X 100 %
0,693
Abu=1,88 %
(33,916−33,47)−0,261
¿ X 100 %
0,413
SK=44,79 %
Energi Bruto
Suhu Akhir−Suhu Awal
Energi Bruto ¿ X 2417
Berat Sampel
30,14 ℃−29,17 ℃
¿ X 2417
0,614
cal
Energi Bruto=3818,38
gram
Analisis BETN
BETN ( % )=100 %−( AIR % + ABU %+ PK % + LK %+ SK %)
Abu
BK Asfeed 100 %
=
Abu Asfeed Abu BK ( X)
88,32 100 %
=
1,88 Abu BK ( X )
Protein Kasar
Abu Asfeed Abu BK
=
PK Asfeed PK BK ( X)
1,88 2,13
=
4,55 PK BK ( X )
PK BK(x)= 5,16%
Lemak Kasar
PK Asfeed PK BK
=
LK Asfeed LK BK ( X )
4,55 5,16
=
1,05 LK BK (X )
LK BK (x) = 1,19%
Serat Kasar
LK Asfeed LK BK
=
SK Asfeed SK BK ( X )
1,05 1,19
=
44,79 SK BK ( X )
SK BK(x)= 50,76%
Lampiran 4. Konversi BK
Air BK
(11,68%) (88,32%)
Abu BO
(1,88%) (86,44%)
PK BOTN
(4,55%) (81,89%)
LK KH
(1,05%) (80,84%)
SK BETN
(44,79%) (36,05%)
Air BK
(0%) (100%)
Abu BO
(2,13%) (97,87%)
PK BOTN
(5,16%) (92,71%)
LK KH
(1,19%) (91,52%)
SK BETN
(50,76%) (40,76%)