Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

Oleh :
Sepvita hani pitaloka
1703511028
A

LABORATURIUM ILMU NUTRISI


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
karunia dan hidayah-Nyalah kita diberi kesehatan lahir dan batin, selain dari pada itu saya
ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan kepada saya
sehingga saya dapat menyelesaikan “ LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ILMU NUTRISI
TERNAK DASAR” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunannya, saya mengucapkan terima kasih kepada dosen “ILMU


NUTRISI” yang telah memberikan dukungan, kasih dan kepercayaan yang begitu besar. Dari
sana lah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik.

Meskipun saya berharap isi dari laporan praktikum saya ini bebas dari kekurangan
dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan
saran yang membangun agar tugas laporan praktikum nutrisi ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata saya mengucapkan terima kasih. Semoga hasil laporan akhir praktikum
saya ini dapat bermanfaat.

Jimbaran, 8 MEI 2018

Sepvita Hani Pitaloka


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total, lemak
total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan mikronutrien
difokuskan pada provitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al., 1996). Analisis vitamin A
dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan produk hasil olahan dapat
ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi lapis tipis, kromatografi
kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar
tampak (Susi . 2001).
Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui kandungan
nutrien suatu bahan baku pakan atau pakan. Metode analisa proksimat pertama kali
dikembangkan oleh Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium
penelitian di Weende, Jerman (Hartadi et al., 1997). McDonald et al. (1995) menjelaskan
bahwa analisa proksimat dibagi menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu, protein
kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Bahan pakan mengandung zat-zat kimia yang secara umum semua makanan
mengandung air yang lebih banyak dari kandungan lain. Tinggi rendahnya kadar air
mempengaruhi kebutuhan hewan akan air minum. Banyaknya air yang terkandung pada
suatu bahan makanan dapat diketahui jika bahan tersebut dipanaskan atau dikeringkan
pada temperatur tertentu. Menurut Krishna (1980), komponen air adalah air dan senyawa
organik yang mudah menguap. Abu sendiri terdiri dari unsur mineral, namun
bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal tanaman menyebabkan
abu tidak dapat dipakai sebagai indek untuk menentukan jumlah unsur mineral tertentu.
1. Kadar air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan
dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan
pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat
penanganan yang tepat Hafez, E.S.E. (2000).
Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering
sekalipun,masih terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.Bahan yang
paling banyak mengadung kadar air adalah tepung kedele dengan nilai 18,1490 dan
yang memiliki berat kering paling besar adalah tepung darah dengan nilai 99,7501.Kadar
bahan kering ini pun dapat berubah-ubah,tergantung dari suhu dan kelembaban dari
suatu wilayah ternak itu dipelihara.
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan pakan
tersebut dipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara
100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga ukurannya
tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang
dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis).
Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan,
akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan
yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno, 1997).
2. Protein Kasar
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan karena zat
tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.Bahan yang paling banyak
mengandung protein kasar adalah bungkil kedele.Karena nya,bungkil kedele
mengandung asam amino paling tinggi dari bahan yang kami praktikumkan. Susi(2001)
menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah kandungan zat makanan
dikurangi persentase air,abu,protein kasar,lemak kasar,dan serat kasar. Kadar Bahan
Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung sebagai nutrisi sampingan dari protein.
Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu pada
istilah protein kasar. Protein kasar memiliki pengertian banyaknya kandungan nitrogen
(N) yang terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25. Definisi tersebut
berdasarkan asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan pakan adalah 16 gram
per 100 gram protein (NRC, 2001). Protein kasar terdiri dari protein dan nitrogen bukan
protein (NPN) (Cherney, 2000)
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen
bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan
asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk
protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama, dianggap
bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak semua
nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi
kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 1990). Menurut Siregar
(1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh
mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya.
Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak.
Jika konsumsi N makanan rendah, maka N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah.
Jika nilai hayati protein dari makanan sangat tinggi maka ada kemungkinan protein
tersebut didegradasi di dalam rumen menjadi protein berkualitas rendah.
3. Serat Kasar
Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminasia
mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung
selulosa yang tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode pengukuran
kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam
dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan
pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat kasar
(Soejono, 1990).
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi
yang tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida
pada kondisi terkondisi (Suparjo, 2010). Serat kasar sebagian besar berasal dari sel
dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010).
Lu et al. (2005) menyatakan bahwa serat pakan secara kimiawi dapat digolongkan
menjadi serat kasar, neutral detergent fiber, acid detergent fiber, acid detergent lignin,
selulosa dan hemiselulosa. Peran serat pakan sebagai sumber energi erat kaitannya
dengan proporsi penyusun komponen serat seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin
(Suparjo, 2010). Menurut Cherney (2000) serat kasar terdiri dari lignin yang tidak larut
dalam alkali, serat yang berikatan dengan nitrogen dan selulosa.
4. Kadar Abu
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan
anorganik suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan
kandungan mineral pada bahan tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari
mineral yang larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen
Kandungan bahan organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu
400-600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang
tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash) . Disini, bahan
pakan ternak yang paling banyak mengandung kadar abu adalah tepung kulit kerang
dengan persentase 92,9000. Ini disebabkan karena tepung kulit kerang memang terdiri
bahan anorganik yang terdiri dari mineral - mineral seperti kapur.
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara
mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai
semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam
bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili bagian
inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik seperti sulfur dan
fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium, klorida,
kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu dengan
demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).

B. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud dengan Analisa
proksimat
2. Untuk mengetahui Bagaimana cara dalam menganalisis dari jenis proksimat.
BAB III
KESIMPULAN

Bahan pakan yang diuji mengandung nutrisi yang cukup tinggi. Dari analisi data
dapat disimpilkan bahwa rumput gajah, gamal, limbah kopi, dedak padi, batang pisang
memiliki nutrisi seperti DW(berat kering) DM (bahan kering) abu% SK(serat kasar) %
PK % EE (ester ekstrak) % BO (bahan organik) %. Rumput lapang dan rumput gajah
mempunyai banyak manfaat bagi ternak dan kandungan proteinyna berkisar antara 12-
14%, lemak sekitar 7-9%, serat kasar sekitar 8-13% dan abu sekitar 9-12%.

Anda mungkin juga menyukai