Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM PROKSIMAT DEDAK PADI

DI Sususn Oleh : Mardiyanto Bora Koni ( 202253121038 )

UNIVERSITAS WARMADEWA

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

2023
Kata Pengantar
DAFTAR ISI
Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Bahan pakan meupakan kebutuhan pokok untuk semua makhluk hidup baik hewan, ataupun bagi
manusia. Didalam bahan pakan terdiri dari unsur-unsur pokok yaitu air, mineral, karbohidrat, lemak,
protein. Pada bahan pakan ternak berisi zat-zat nutrisi dengan kandungan yang masing-masing berbeda
oleh karena itu diperlukan analisis untuk mengetahui kualitas dan kuantitas dari zat gizi yang
dibutuhkan oleh ternak.

Analisis proksimat merupakan suatu sistem analisis kuantitatif yang hasilnya mendekati nilai yang
sebenarnya dan dapat dijabarkan secara rasional. Dalam analisis proksimat ini yang diuji antara lain
analisa kadar air, kadar abu, kadar lemak kasar, kadar protein kasar, kadar serat kasar dan kadar bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Analisis proksimat merupakan analisis dasar untuk melakukan analisis
yang lebih lanjut.

Analisis proksimat memiliki manfaat dalam menilai dan menguji kualitas suatu bahan pakan dengan
membandingkan nilai yang didapat pada analisis dengan nilai standar suatu zat pakan.

Oleh sebab itu, maka perlu dilakukannya praktikum analisis proksimat ini agar kita dapat menilai
bahan pakan mana yang memiliki nilai gizi yang baik untuk ternak.

1.2 Tujuan Praktikum

a. Untuk mengetahui kadar air yang ada dalam bahan yang digunakan (Dedak).

b. Untuk mengetahui kadar abu yang ada dalam bahan yang digunakan (Dedak).

c. Untuk mengetahui kadar lemak kasar yang ada dalam bahan yang digunakan (Dedak).

d. Untuk mengetahui kadar protein kasar yang ada dalam bahan yang digunakan (Dedak).

e. Untuk mengetahui kadar serat kasar yang ada dalam bahan yang digunakan (Dedak).

f. Untuk mengetahui kadar BETN yang ada dalam bahan yang digunakan (Dedak).

Analsisi proksimat adalah analisis atau pengujian kimia yang dilakukan untuk bahan baku yang akan
diproses lebih lanjut dalam industri menjadi barang jadi. Analisis proksimat memiliki manfaat sebahai
penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya
terkandung didalamnya. Selain itu, analisis proksimat dapat digunakan untuk mengevaluasi dan
menyusun formula ransum dengan baik. Mengevaluasi ransum yang telah ada seperti mencari
kekurangan pada ransum tersebut kemudian kita bisa menyusun formula ransum baru dengan
menambahkan zat makanan yang diperlukan. Selain itu analisa proksimat dibagi menjadi enam fraksi
nutrien yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen

(BETN) (Soejono, 1990). Analisis proksimat mulai dikembangkan oleh Wilhelm Henneberg dan
asistennya Stohman pada tahun 1960 di laboratorium Wende di Jerman. Oleh karena itu analisis model
ini dikenal juga dengan analisis Wende. Pada prinsipnya bahan pakan terdiri atas dua bagian yaitu air
dan bahan kering yang dapat diketahui melalui pemanasan pada suhu 105ºC. Selanjutnya bahan kering
ini dapat dipisahkan antara kadar abu dan kadar bahan organik melalui pembakaran dengan suhu
500ºC (Sutardi, 2012).

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Analisa Proksimat


Analisis proksimat merupakan metode yang tidak menguraikan kandungan nutrien
secara rinci, namun berupa nilai perkiraan (Soejono, 1990). Metode ini dikembangkan
oleh Henneberg dan Stockman dari Weende Experiment Station di Jerman pada tahun
1865 (Tillman et al., 1991).
Analisis makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total, lemak
total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan mikronutrien
difokuskan pada provitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al., 1996). Analisis vitamin A
dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan produk hasil olahan dapat
ditentukan dengan berbagai metode diantaranya kromatografi lapis tipis, kromatografi
kolom absorpsi, kromatografi cair kinerja tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar
tampak (Susi . 2001).
Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui kandungan nutrien
suatu bahan baku pakan atau pakan. Metode analisa proksimat pertama kali dikembangkan oleh
Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium penelitian di Weende, Jerman
(Hartadi et al., 1997). McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi
menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Analisis proksimat mulai dikembangkan oleh Wilhelm Henneberg dan asistennya Stohman pada
tahun 1960 di laboratorium Wende di Jerman. Oleh karena itu analisis model ini dikenal juga
dengan analisis Wendee. Pada prinsipnya bahan pakan terdiri atas dua bagian yaitu air dan bahan
kering yang dapat

diketahui melalui pemanasan pada suhu 105°C. Selanjutnya bahan kering ini dapat dipisahkan
antara kadar abu dan kadar bahan organik melalui pembakaran dengan suhu 500°C ( Sutardi,
2012 ).
Sutardi (2012) menambahkan bahan organik dapat dipisahkan menjadi komponen
nitrogennya yang kemudian dihitung sebagai protein dengan teknik kyeldahl dan bagian
lainya adalah bahan organik tanpa nitrogen. Bahn organik tanpa N dapat dipisahkan
menjadi karbohidrat dan lemak. Selanjutnya karbohidrat dapat dipisah menjadi serat kasar
dan bahan ekstrak tanpa nitrogen.

Bahan pakan mengandung zat-zat kimia yang secara umum semua makanan mengandung air
yang lebih banyak dari kandungan lain. Tinggi rendahnya kadar air mempengaruhi kebutuhan
hewan akan air minum. Banyaknya air yang terkandung pada suatu bahan makanan dapat
diketahui jika bahan tersebut dipanaskan atau dikeringkan pada temperatur tertentu. Menurut
Krishna (1980), komponen air adalah air dan senyawa organik yang mudah menguap. Abu
sendiri terdiri dari unsur mineral, namun bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan
pakan asal tanaman menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indek untuk menentukan
jumlah unsur mineral tertentu.

a. Kadar air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari
bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan
sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat
penanganan yang tepat Hafez, E.S.E. (2000).
Defano (2000) menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering sekalipun,masih
terdapat kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.Bahan yang paling banyak
mengadung kadar air adalah tepung kedele dengan nilai 18,1490 dan yang memiliki
berat kering paling besar adalah tepung darah dengan nilai 99,7501.Kadar bahan
kering ini pun dapat berubah-ubah,tergantung dari suhu dan kelembaban dari suatu
wilayah ternak itu dipelihara.
Banyaknya kadar air dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan pakan
tersebutdipanaskan pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai selisih antara
100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang dipanaskan hingga
ukurannya tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu
bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering
(dry basis). Metode pengeringan melalui oven sangat memuaskan untuk sebagian besar
makanan, akan tetapi beberapa makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan
atsiri (bahan yang mudah terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut
(Winarno, 1997).

b. Kadar Abu
Analisa kadar abu bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan anorganik
suatu bahan pakan. Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan kandungan
mineral pada bahan tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari mineral yang
larut dalam detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen Kandungan bahan
organik suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN).
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu 400-
600 derajat Celcius dan Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang
tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur disebut dengan abu (ash) . Disini, bahan
pakan ternak yang paling banyak mengandung kadar abu adalah tepung kulit kerang
dengan persentase 92,9000. Ini disebabkan karena tepung kulit kerang memang terdiri
bahan anorganik yang terdiri dari mineral - mineral seperti kapur.
Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara
mengabukan atau membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600 oC sampai
semua karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada
dalam bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili
bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik seperti sulfur
dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti natrium,
klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran. Kandungan abu
dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada makanan baik
secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi, 1994).

c. Protein Kasar
Anggorodi (2005) menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan karena zat
tersebut merupakan protoplasma aktif dalam semua sel hidup.Bahan yang paling
banyak mengandung protein kasar adalah bungkil kedele.Karena nya,bungkil kedele
mengandung asam amino paling tinggi dari bahan yang kami
praktikumkan. Susi(2001) menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa nitrogen adalah
kandungan zat makanan dikurangi persentase air,abu,protein kasar,lemak kasar,dan
serat kasar. Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung sebagai nutrisi sampingan
dari protein.
Kadar protein pada analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu pada istilah
protein kasar. Protein kasar memiliki pengertian banyaknya kandungan nitrogen (N)
yang terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25. Definisi tersebut berdasarkan
asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan pakan adalah 16 gram per 100 gram
protein (NRC, 2001). Protein kasar terdiri dari protein dan nitrogen bukan protein
(NPN) (Cherney, 2000).
Protein merupakan salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan
produktivitas ternak. Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan
nitrogen bahan pakan kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25
diperoleh dengan asumsi bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan
analisis proksimat untuk protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang
digunakan. Pertama, dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein,
kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar
nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16%
(Soejono, 1990). Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non protein nitrogen
dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan protein pakan dapat
meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen tergantung jenis makanan
yang dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N makanan rendah, maka N yang
dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai hayati protein dari makanan sangat
tinggi maka ada kemungkinan protein tersebut didegradasi di dalam rumen menjadi
protein berkualitas rendah.

d. Lemak Kasar
Khairul(2009) menyatakan bahwa lemak kasar yang dihasilkan dari penentuan lemak kasar
adalah ekstraksi dari klorofil,xanthofil,dan karoten. Bahan yang mengandung banyak lemak
kasar adalah tepung kedele.Ini dikarenakan tepung kedele merupakan sumber lemak
nabati. Cherney (2000) melaporkan bahwa lemak kasar terdiri dari lemak dan pigmen. Zat-zat
nutrien yang bersifat larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E dan K diduga terhitung sebagai
lemak kasar. Pigmen yang sering terekstrak pada analisa lemak kasar seperti klorofil atau
xanthophil. Analisa lemak kasar pada umumnya menggunakan senyawa eter sebagai bahan
pelarutnya, maka dari itu analisa lemak kasar juga sering disebut sebagai ether extract .
Kandungan lemak suatu bahan pakan dapat ditentukan dengan metode soxhlet, yaitu
proses ekstraksi suatu bahan dalam tabung soxhlet (Soejono, 1990). Lemak yang
didapatkan dari analisis lemak ini bukan lemak murni. Selain mengandung lemak
sesungguhnya, ekstrak eter juga mengandung waks (lilin), asam organik, alkohol, dan
pigmen, oleh karena itu fraksi eter untuk menentukan lemak tidak sepenuhnya benar
(Anggorodi, 1994). Penetapan kandungan lemak dilakukan dengan larutan heksan
sebagai pelarut. Fungsi dari n heksan adalah untuk mengekstraksi lemak atau untuk
melarutkan lemak, sehingga merubah warna dari kuning menjadi jernih (Mahmudi,
1997).

e. Serat Kasar
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa
merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh ternak
monogastrik. Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen yang memiliki
kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa (Chandra. 2001).
Fraksi serat kasar mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung pada
species dan fase pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Pakan hijauan
merupakan sumber serta kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alat-alat
pencernaan pada ternak yang sedang tumbuh. Tingginya kadar serat kasar dapat
menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida, 1998) menyatakan bahwa Serat
kasar merupakan kemudahan bagi makluk hidup untuk mendapatkan zat-zat yang
dibutuhkan oleh tubuh. Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa kandungan serat kasar
yang tinggi padapakan akan menurunkan koefisiensi cerna dalam bahan pakan
tersebut,karena serat kasar megandung bagian yang sukar untuk dicerna. Danuarsa,
(2006) menyatakan bahwa Serat kasar adalah semua zat organik yang tidak larut dalam
H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH 1,5 N yang berturur-turut dimasak selama 30 menit..
Kamal (1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui
kadar serat kasar dalam bahan baku pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya
dilakukan secara kimiawi dengan metode mendell.
Cairan retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminasia
mampu mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung
selulosa yang tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode pengukuran
kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam
dengan pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan
dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat
kasar (Soejono, 1990).
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa
setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi
terkondisi (Suparjo, 2010). Serat kasar sebagian besar berasal dari sel dinding tanaman dan
mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010). Lu et al. (2005) menyatakan
bahwa serat pakan secara kimiawi dapat digolongkan menjadi serat kasar, neutral detergent
fiber, acid detergent fiber, acid detergent lignin, selulosa dan hemiselulosa. Peran serat pakan
sebagai sumber energi erat kaitannya dengan proporsi penyusun komponen serat seperti
selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010). Menurut Cherney (2000) serat kasar terdiri
dari lignin yang tidak larut dalam alkali, serat yang berikatan dengan nitrogen dan selulosa.

f. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)


Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya,
seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu, protein kasar,
esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN) (Soejono, 1990). BETN merupakan karbohidrat yang dapat
larut meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah larut dalam
larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi (Anggorodi, 2005)
Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan bagian karbohidrat yang mudah dicerna atau
golongan karbohidrat non-struktural. Karbohidrat non-struktural dapat ditemukan di
dalam sel tanaman dan mempunyai kecernaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
karbohidrat struktural. Gula, pati, asam organik dan bentuk lain dari karbohidrat
seperti fruktan termasuk ke dalam kelompok karbohidrat non-struktural dan menjadi
sumber energi utama bagi sapi perah yang berproduksi tinggi. Kemampuan
karbohidrat non-struktural untuk difermentasi dalam rumen nilainya bervariasi
tergantung dari tipe pakan, cara budidaya dan pengolahan (NRC, 2001). Menurut
Cherney (2000) bahan ekstrak tanpa nitrogen tersusun dari gula, asam organik, pektin,
hemiselulosa dan lignin yang larut dalam alkali.

Bab III

Pelaksanaan Praktikum

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu Praktikum di laksanakan mulai tanggal 21 – 23 Nomber 2023 di mulai dari pukul
09.00 sampai dengan pukul 11:00

Tempat praktikum di laksanakan di Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa

3.2 Alat Dan Bahan


a) Alat
1) Kadar Air dan Kadar Lemak
 Cawan
 Oven Listrik
 Eksikator/Desikator
 Timbangan Analitik
 Tang Penjepit
2) Lemak Kasar:
 Satu Set Alat Sokhlet
 Kertas Saring Bebas Lemak
 Eksikator
 Timbangan Analitik

3) Kadar abu:
 Cawan Porselen 30 ml
 Pembakar Bunsen Atau Hot Plate
 Tanur Listrik
 Eksikator
 Tang Penjepit
4) Protein Kasar
 Labu Kjehdhal
 Pemanas Untuk Destruksi
 Labu Penyuling
 Pipet
 Buret
 Gelas Ukur
 Erlenmeyer
5) Serat Kasar
 Neraca Analitik
 Spatula
 Erlenmeyer 500 ml
 Pipet Volume 50 ml
 Hot Plate
 Corong Buchner
 Kertas Saring
 Pompa
 Beaker Glass
 Batang Pengaduk
 Oven
 Cawan Petri
b) Bahan
1. Kadar air dan kadar lemak
 Sempel dedak padi
2. Uji Protein sembel dedak padi
 Lori d warnanya buru
 Lori e
c) Cara kerja
1. Kadar air dan kadar lemak
 Pertama Sempel di timbang
 Sempel yang sudah di timbagang di larutkan dalam akuades 100 ml, kemudia di saring
 Lodi d warna biru di tambahkan 1 ml,sedangkan lori e di tambahkan 2 ml.
 Lalu ambel mikro pipet kemudian di sedot 1 ml, dan di tambahkan lori d 1 ml.

2. Uji Protein sembel dedak padi


 Timbang duluan berat sempel, sempel yang sudah di timbang di larutkan dalam akuades
100 ml,
 Kemudian di saring mengunakan saringan
 Lori d warnanya biru di tambahkan 1 ml, sedangkan lori e tambahakan 2 ml,
 Lalu ambel mikro pipet kemudian di sedot satu ml, dan di tambahkan lori d 1 mili,kemudia
tunggu selama 15 menit
 Lori e 2 ml di bawah ke tabung reaksi kemudia di kocok kemudia tunggu 30 menit
 Di bawah tabung no 1 ke ruangan untuk alat spektrofotometer pufet sebelum sempelnya di
baca kita ngbeleng dulu, ngbleng pake aquades
3. Nimbang serat kasar
 Nimbang serat kasar 3,068 lalu di pindahkan ke tabung erlenmeyer, proses pemanasan
danbasa ( asam H2SO4 )
 Lalu di tuang ke tabung dengan ukuran asam ( H2SO4 ) sebanyak 50 ml, erlenmeyer yang
sudah ada sampel serat kasar
 Lalu panaskan dengan kompor listrik kemudian tunggu sampai mendidi selama 15 menit
 Kemudia di dingginkan di saring mengunakan kertas saring kedalam erlenmeyer,kemudia
di bilas mengunakan aquades dan di goyang setelah di saring
 Di pindahkan sempelnya ke erlenmeyer dan tambahkan asam basa 50 ml,lalu di panaskan
kemudia di saring lagi berat kertas saringnya 1,036
 Kemudia yang basa di campurkan dengan asam, lalu di oven selama 5 jam
4. Kadar abu
 Kadar abu di masukan ke alat muffle furnance suhu 500% Selama 5 jam kemudia di Oven

Bab IV

Hasil dan Pembahasan

Kadar Air

No Berat cawan Berat sampel Berat cawan +


sampel setelah di
oven

Anda mungkin juga menyukai