Oleh:
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
1
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………4
3.3. Prinsip……………………………………………………………………………….8
4.2. Perhitungan………………………………………………………………………….13
4.3. Pembahasan…………………………………………………………………………14
2
BAB V kesimpulan dan Saran …………………………………………………………...16
5.1. Kesimpulan………………………………………………………………………..16
5.2. Saran………………………………………………………………………………16
Lampiran……………………………………………………………………………….19
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Iskandar dan Elrifadah (2015) yang termasuk ke dalam analisis proksimat
adalah analisis kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat, kadar abu, dan kadar air.
Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahap, diantaranya tahap persiapan, yaitu menganbil
pakan ceceran dari pengepul, tahap penerapan perlakuan, yaitu fermentasi pakan ceceran
dengan penambahan 0%, 1%, 2%, dan 3% starfung dan diperam selama 48 jam secara
anaerob fakultatif, serta tahap pengumpulan data, yaitu analisis proksimat pakan ceceran
fermentasi meliputi BK, abu, PK, LK, SK, dan BETN (Soviyani dkk, 2014.
Menurut Yuliani dkk (2012) penentuan kadar air dilakukan dengan cara sampel
sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam cawan yang telah bebas lemak lalu ditimbang dan
dicatat, kemudian cawan berisi sampel dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105°C selama 4
jam. Cawan kemudian ditimbang. Rata-rata hasil analisis kadar air wafer limbah sayuran dan
umbi-umbian tertinggi terdapat pada wafer yang tidak disimpan yakni 48,05%, sedangkan
rata-rata terendah terdapat pada wafer dengan masa penyimpanan selama enam minggu yakni
29,62% (Solihin dkk, 2015).
Menurut Hanum dan Usman (2011) Abu merupakan hasil pembakaran sempurna dari
suatu bahan, sampai senyawa organiknya telah berubah gas dan menguap, sedangkan hasil
sisanya yang tertinggi adalah oksida mineral atau yang disebut abu. Kadar abu dalam pakan
ternak tidak boleh lebih dari 15% (Anonim, 2009 dalam Wulandari dkk, 2015).
Menurut Amrullah (2003) dalam Pratiwi dkk (2015) kandungan lemak kasar dari
bahan pakan terdiri dari ester gliserol, asam-asam lemak, danvitamn-vitamin yang larut
dalamlemak sehingga mudah menguap. Nilai rataan lemak kasar wafer rumput kumpai
minyak dengan perekat karaginan pada setiap perlakuan penyimpanan yaitu 8,84% - 10,08%
(Sari, 2015).
5
Pada pengujian kadar serat kasar menggunakan bahan antaraa lain H2SO4 0,3 N,
NaOH 1,5 N, air panas, aseton dan kertas saring (Kurniawan dkk, 2012). Menurut Styawati
dkk (2014) pemberian serat kasar yang terlalu tinggi tidak dapat terserap secara optimal oleh
saluran pencernaan ternak ruminansia, maka dibutuhkan suatu metode pengolahan pakan yang
dapat merenggangkan ikatan selulosa dan hemiselulosa yang sangat kompleks.
Menurut Umala dkk (2020) kadar BETN tebon jagung BISI-18 adalah 38,43% dan
kadar BETN pada tebon jagung NK-212 adalah 36,44%. Data tersebut menunjukkan bahwa
varietas tebon jagung tidak dapat mempengaruhi kadar BETN silase. Menurut Kurniawan dkk
(2012) dalam perhitungan kadar BETN, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kandungan kadar BETN selain kadar abu, dan serat kasar seperti kadar air, kadar protein, dan
kadar lemak kasar.
6
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Alat : cawan porselin (sebagai wadah sampel), oven 105°C (untuk mengoven
cawan dan sampel), eksikator (untuk menstabilkan suhu benda setelah
dipanaskan), penjepit (untuk mengambil atau memindahkan cawan),
timbangan analitik (untuk menimbang bahan).
Bahan : sampel (sebagai bahan penelitian).
Alat : timbangan analitik (untuk menimbang bahan), labu didih kjeldhal (50
ml), gelas ukur 5 ml atau dispenser, erlenmeyer 300ml, beaker glass 300ml,
alat untuk destilasi, pipet volime 25 ml atau dispenser, buret 50 ml.
Bahan : sampel, H2SO4 (95-97%), katalisator (tablet kjehldahl), aquadest,
NaOH 40%, indikator (2 gram methyl red + methyl blue per liter etanol 96%),
H2SO4 0,1 N, NaOH 0,1 N.
Alat : alat ekstraksi goldfish, beaker glass khusus untuk lemak kasar,
selongsong S, gelas ukur, oven vacuum 80°C, timbangan analitik (untuk
menimbang bahan), eksikator (untuk menstabilkan suhu benda setelah
dipanaskan), tabung penangkap n-Hexan.
Bahan : sampel, n-Hexan.
Alat : timbangan analitik (untuk menimbang bahan), beaker glass khusus untuk
serat kasar, alat untuk mendidihkan, cawan filtrasi (crusible) serta alat
7
filtrasinya, eksikator (untuk menstabilkan suhu benda setelah dipanaskan),
oven 105°C (untuk mengoven bahan), tanur 550°-600°C.
Bahan : sampel, H2SO4 0,3 N, HCl 0,3 N, aseton, NaOH 1,5 N, EDTA,
aquadest panas.
3.3. Prinsip.
Dengan pemanasan 105°C, air yang terkandung dalam suatu bahan pakan akan
menguap seluruhnya. Bahan yang tertinggal setelah penguapan air disebut bahan
kering.
Asam sulfat pekat dengan katalisator dengan memecah ikatan N organik dalam
pakan menjadi amonium sulfat, kecuali ikatan N = N, NO, NO2. Ammonium sulfat
dalam suasana basa akan melepaskan NH3 yang kemudian didestilasi. Hasil destilasi
ditampung dalam beaker glass yang berisi H2SO4 0,1 N yang telah diberi indikator
campuran. Setelah selesai destilasi, larutan penampung dititrasi dengan NaOH 0,1 N
sampai warna berubah.
Analisis serat kasar adalah upaya untuk mengetahui kadar serat kasar pada
pakan. Prinsip utama dari serat kasar adalah mengikat air, selulosa, dan pektin. Serat
kasar adalah bagian dari pakan yang tudak dapat dihidrolisis oleh pencernaan bahan-
bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4)
dan natrium hidroksida (NaOH).
8
Bahan yang akan diuji ditimbang dalam bentuk kapsul/pelet memudian
diletakkan dalam bom yang berisi 25-30 atm oksigen. Bom dilindungi oleh air
sebanyak 2000 gram dalam selubung adiabatic. Setelah bom dan calorimeter diatur
pada posisi yaang tepat dan temperatur konstan, bahan yang akan diuji dibakar melalui
kawat pembakar yang dialiri listrik. Kenaikan temperatur diukur dalam jeadaan
adiabatic (suatu keadaan dimana tidak ada panas yang keluar dan tidak ada panas yang
masuk. Dari perubahan suhu tersebut dapat diketahui kandungan gross energi suatu
bahan.
Ambil cawan porselin dan masukkan ke dalam Oven (105 0 C) selama 1 jam.
Dengan menggunakan tang penjepit cawan porselin dimasukkan dalam
eksikator diamkan selama 1 jam. Dalam praktikum pekerjaan ini biasanya
sudah dilakukan oleh laboran.
Timbang cawan porselin tersebut, misal beratnya A gram. Ambil sampel ± 2
gram masukkan dalam cawan porselin dan ditimbang kembali, misal beratnya
B gram.
Masukkan cawan porselin yang berisi sampel ke dalam tanur 600°C sampai
warnanya berubah menjadi putih atau telah berubah menjadi abu. Tidak boleh
terdapat warna hitam (± 4 jam).
Cawan porselin diambil dimasukkan ke dalam eksikator diamkan selama 1 jam
kemudian ditimbang dengan teliti (beratnya C gram).
DESTRUKSI
1. Timbang kertas minyak, misal berat A gram. Ambil sampel kira-kira 0,3
gram untuk bahan yang mengandung protein rendah atau 0,2 gram untuk
bahan yang mengandung protein tinggi, tuangkan dalam kertas minyak dan
timbang kembali, misal beratnya B gram. Masukkan sampel (tidak dengan
kertas minyak) ke dalam labu kjeldahl.
9
2. Tambahkan 1,2 gram katalisator. Kemudian tambahkan 5 ml H2SO4 pekat
(di dalam lemari asam) dengan menggunakan dispenser.
3. Didestruksi sampai warna menjadi hijau bening. Biarkan menjadi dingin.
4. Tambahkan 60 ml aquadest (dibagi 4 kali), kocok dan masukkan larutan ke
dalam Erlenmeyer 300 ml.
DESTILASI
1. Ambil beaker glas 300 ml, isi dengan H2SO4 0,1 N sebanyak 25 ml
dengan menggunakan dispenser. Tambahkan 3 tetes indikator mix, warna
menjadi ungu. Kemudian letakkan beaker glas dibawah ujung alat destilasi
(ujung alat destilasi harus masuk kedalam cairan penampung, agar tidak
ada NH3 yang hilang).
2. Untuk destilasi, tambahkan 20 ml NaOH 40 % dalam Erlenmeyer hasil
destruksi, kemudian dengan cepat (agar tidak ada NH3 yang hilang) pasang
dalam alat destilasi.
3. Selama destilasi warna tetap ungu. Destilasi selesai kalau larutan di dalam
erlenmeyer 300 ml mulai mendidih tidak lancar lagi.
TITRASI
1. Beaker glas yang berisi hasil sulingan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai
warna berubah menjadi hijau jernih. Misal jumlah NaOH untuk titrasi C
ml.
2. Buat blanko, caranya sama tetapi tidak memakai sampel (Misal untuk
titrasi perlu D ml NaOH 0,1n).
Masukan beaker glass ke dalam oven dengan suhu 105 ºC selama 1 jam.
Ambil beaker glas dan masukkan dalam eksikator selama 1 jam. Pekerjaan ini
biasanya sudah dilakukan oleh laboran.
Timbang sampel sebanyak 1,5 gram diletakkan diatas kertas saring, misal
beratnya A gram. Bungkus sampel dengan menggunakan kertas saring
tersebut, kemudian masukkan sampel ke dalam selongsong S.
Ambil beaker glas khusus untuk analisa lemak dari eksikator dan ditimbang,
misal beratnya B gram. Isi beaker glas dengan 50 ml n-hexan dengan
menggunakan gelas ukur.
Kemudian beaker glas dan alat porselin (atau selongsong S) dipasang ke alat
ekstraksi Goldfish, dan di ekstraksi selama 2 jam. Suhu alat diatur pada skala 5
Ambil selongsong S dengan sampel dengan labu khusus untuk mengumpulkan
hexan lagi, sampai hexan dalam beaker glas tinggal sedikit saja.
Beaker glas yang telah berisi lemak dimasukkan ke dalam oven vacum 80 ºC.
Lalu dihisap udara dari oven, beaker glas di oven selama 1,5 jam.
Beaker glas dimasukkan ke dalam eksikator selama 1 jam, dan ditimbang
dengan teliti, misal beratnya C gram.
10
Timbang sampel ±1 gram ditaruh diatas kertas minyak, misal beratnya A gram.
Tuangkan sampel (kertas minyak tidak diikutkan) dalam beaker glas khusus
untuk analisa serat kasar dan tambahkan H2SO4 0,3 N sebanyak 50 ml dengan
menggunakan gelas ukur, didihkan selam 30 menit. (Dihitung saat air sudah
mulai mendidih)
Selanjutnya dengan cepat ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N dan didihkan lagi
selama 25 menit tepat. (Dihitung saat air sudah mulai mendidih)
Dengan cepat pula ditambah 0,5 gram EDTA kemudian didihkan lagi selama 5
menit tepat.
Matikan tombol pemanas. Ambil beaker glas.
Saring dengan cawan filtrasi / cawan crucible.
Bilas beaker glas dengan aquadest panas sesedikit mungkin sampai semua
larutan masuk ke cawan filtrasi.
Lalu tambahkan 50 ml HCl 0,3 N diamkan 1 menit lalu dihisap dengan pompa
vacum.
Ditambah dengan 50ml aquadest panas
Kemudian ditambahkan lagi 40 ml aceton, diamkan 1 menit lalu dihisap
sampai kering.
Selanjutnya dioven pada suhu 105 ºC selama 1,5 jam, kemudian masukkan ke
dalam eksikator selama 1 jam dan ditimbang dengan teliti (beratnya B gram).
Setelah itu masukkan ke dalam tanur 550 – 600 ºC selama 2 jam, keluarkan
dengan tang penjepit dan masukkan kembali ke dalam eksikator, diamkan
selama 1 jam dan timbanglah dengan teliti (beratnya C gram).
11
ditunggu sampai suhu naik dan dicatat suhu tertingi(T2)
BAB IV
12
BK Sampel 3,0031 92,7574
Cawan + sampel oven 44,8698
setelah 105 oC
Cawan kosong 42,0842
Cawan + sampel 45,0873
ABU Sampel 3,0031 6,7929
Cawan + sampel setelah 42,2882
ditanur
PROTEIN Sampel 0,3024
KASAR % Protein 14,759 14,759
Sampel 1,0007 18,5969
Crucible
SERAT Crucible + residu setelah 43,0417
KASAR dioven
Crucible + residu setelah 42,8556
ditanur
Sampel 2,0022 2,5871
LEMAK 66,1571
Beaker glass kosong
KASAR
Beaker glass+lemak 66,2089
4.2. Perhitungan.
45,0873 – 42,0842
= 0,2040 x 100 %
3,0031
13
= 20,40 %
3,0031
= 6,7929 %
Sampel
1,0007
= 0,1861 x 100%
1,0007
= 18,61 %
1,0007
= 18,5969 %
Sampel
2,0022
= 0,0518 x 100%
2,0022
= 5,18 %
2,0022
= 2, 5871 %
B-A
= 14,759 %
14
4.3. Pembahasan.
Menurut Solihin dkk (2015) Rata-rata hasil analisis kadar air wafer limbah
sayuran dan umbi-umbian tertinggi terdapat pada wafer yang tidak disimpan yakni
48,05%, sedangkan rata-rata terendah terdapat pada wafer dengan masa penyimpanan
selama enam minggu yakni 29,62%. Sedangkan menurut praktikum kadar air dalam
keseluruhan pakan ternak sebesar 92, 7574 %.
Menurut Anonim (2009) dalam Wulandari dkk (2015) Kadar abu dalam pakan
ternak tidak boleh lebih dari 15%. Haal ini sesuai dengan praktikum yang menyatakan
hanya ada 6,7929 % kadar abu yang terdapat dalam pakan ternak.
Menurut Menurut Styawati dkk (2014) pemberian serat kasar yang terlalu
tinggi tidak dapat terserap secara optimal oleh saluran pencernaan ternak ruminansia,
maka dibutuhkan suatu metode pengolahan pakan yang dapat merenggangkan ikatan
selulosa dan hemiselulosa yang sangat kompleks. Hal ini sesuai dengan praktikum
yang menyatakan kadar serat kasar dalam pakan ternak sebesar 18, 5969 %.
Menurut Sari (2015) Nilai rataan lemak kasar wafer rumput kumpai minyak
dengan perekat karaginan pada setiap perlakuan penyimpanan yaitu 8,84% - 10,08%.
Sedangkan menurut praktikum kandungan lemak kasar dari keseluruhan pakan ternak
sebesar 2,5871 %.
Menurut Semaun dkk, (2016) kandungan protein kasar tongkol jagung yang
telah difermentasi dengan lama waktu yang berbeda menggunakan Aspergillus niger
menunjukkan nilai tertinggi pada perlakuan 8 hari (4,95%) dan nilai terendah pada
perlakuan kontrol (4,35%). Sedangkaan menurut praktikum kandungan protein kasar
dalam keseluruhan pakan ternak sebesar 14,759 %.
15
BAB V
5.1. Kesimpulan.
Bahan kering bisa didapat dari memanaskan bahan dengan suhu 105°C.
Kadar abu adalah bahan organik yang tidak terbakar.
Pemberian serat kasar yang terlalu tinggi tidak dapat terserap oleh pencernaan
ruminansia secara optimal.
Pandungan lemak kasar dari bahan pakan terdiri dari ester gliserol, asam-asam lemak,
danvitamn-vitamin yang larut dalamlemak sehingga mudah menguap.
Protein merupakan komponen penting dalam kehidupan ternak, namun hewan ternaak
tidak dapat membentuknya sendiri. Maka harus ditambahkan bahan makanan yang
berprotein.
Faktor yang mempengaruhi kandungan kadar BETN selain kadar abu, dan serat kasar
seperti kadar air, kadar protein, dan kadar lemak kasar.
5.2. Saran.
16
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M., Liman, dan K. Adhianto. 2012. Pengaruh Penambaahan Konsentrat dengan Kadar
Protein Kasar yang Berbeda pada Ransum Basal Terhadap Performans Kambing
Boerawa Pasca Sapih. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 1 no. 1.
Hanum, Z. dan Y Usman. 2011. Analisus Proksimat Amoniasi Jerami Padi dengan
Penambahan Isi Rumen. Jurnal Agripet. Vol. 2 no. 1 hal : 39-44.
Iskandar, R. dan Elrifadah. 2015. Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) yang Diberi Pakan Buatan Berbasis Kiambang. ZIRA’AH. Vol. 40. No. 1.
Hal : 18-24.
Kurniawan, A. B., A. N. Al-Baarri, dan Kusrahayu. 2012. Kadar Serat kasar, Daya Ikat Air,
dan Randemen Bakso Ayam dengan Penambahan Karaginan. Jurnal Aplikasi
Teknologi Pangan. Vol. 1. No. 2. Hal : 23-27.
Kurniawan, B., F. Fathul, dan Y. Widodo. 2012. Delignifikasi Pelepah Daun Sawit Akibat
Penambahan Urea, Phanerochaete chrysosporium, dan Trametes sp. Terhadap Kadar
Abu, Kadar Protein, Kadar Lemak dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen.
Pratiwi, I., F. Fathul, dan Muhtarudin. 2015. Pengaruh Penambahan Berbagai Starter pada
Pembuatan Silase Ransum Terhadap Kadar Serat Kasar, Lemak Kasar, Kadar Air, dan
Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen Silase. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 3. No.
3. Hal : 116-120.
Sari, M. L., A. I. M. Ali, S. Sandi, dan A. Yolanda. 2015. Kualitas Serat Kasar, Lemak Kasar,
dan BETN Terhadap Lama Penyimpanan Wafer Rumput Kumpai Minyak dengan
Perekat Karaginan. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Vol. 4. No. 2. Hal : 35-40.
Semaun, R., I. D. Novieta, dan M. Abdullah. 2016. Analisis Kandungan Protein dan Serat
Kasar Tongkol Jagung Sebagai Pakan Ternak Alternatif dengan Lama Fermentasi
yang Berbeda. Jurnal Galung Tropika. Vol. 5. No. 2. Hal : 71-79.
Solihin, Muhtarudin, dan R. Sutrisna. 2015. Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Kadar
Air, Kualitas Fisik, dan Sebaran Jamur Wafer Limbah Sayuran dan Umbi-Umbian.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 3. No. 2. Hal : 48-54.
Styawati, N. E., Muhtarudin, dan Liman. 2014. Pengaruh Lama Fermentasi Trametes sp.
Terhhadap Kadar Bahan Kerig, Kadar Abu, dan Kadar Serat Kasar Daun Nenas.
Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 2. No. 1. Hal : 19-24.
17
Umala, N. Z., F. Fathul, A. K. Wijaya, dan Liman. 2020. Pengaruh Perbedaan Varietas dan
Starter Pada Silase Tebon Jagung Terhadap Kadar Abu, Kadar Lemak Kasar, dan
Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan. Vol. 4.
No. 1. Hal : 21-26.
Wulandari, S., F. Fathul, dan Liman. 2015. Pengaruh Berbagai Komposisi Limbah Pertanian
Terhadap Kadar Air, Abu, dan Serat Kasar pada Wafer. Jurnal Ilmiah Peternakan
Terpadu. Vol. 3. No. 3. Hal : 104-109.
Yuliani, N., N. Maulinda, dan RTM Sutamihardja. 2012. Analisis Proksimat dan Kekuatan
Gel Agar-Agar dari Rumput Laut Kering pada Beberapa Pasar Tradisional. Jurnal
Sains Natural Universitas Nusa Bangsa. Vol. 2. No. 2. Hal : 101-115.
18
Lampiran
19
Pipet Buret Asam sulfat
20