Anda di halaman 1dari 13

KAITAN PENGGUNAAN TRANSPORTASI METODE SEDERHANA TERNAK

NON- RUMINANSIA TERHADAP PRINSIP ANIMAL WELFARE (BEBAS


MENGEKSPRESIKAN TINGKAH LAKU ALAMI PADA TERNAK )

CASE STUDY KESEJAHTERAAN TERNAK 1

Dosen Pengampu : Wike Andre Septian, S.Pt., M.Si

Kelompok 2 Kelas O

Disusun oleh:

1. Adrian Fajar Satriatama 215050100111134


2. Sherlyn Oktafiya Dwi Diana Bella 215050100111177
3. Damasus Putra Nurcahya 215050100111189
4. Devi Laili Munawaroh 215050100111209
5. Arcelli Yunandra Nararya Kirana 215050100111217
6. Zendika Dwi Tiansyah 215050100111222
7. Dini G. M. Pasaribu 215050101111029
8. Khoiriyah 215050101111042
9. Selli Putri Ananda 215050101111045
10. Hilma Sajida Chulwa Hanin 215050101111051

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................................ i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii

TABEL PERAN ANGGOTA KELOMPOK ........................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 2

BAB III. PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5

3.1 Spesifik masalah ..................................................................................................................... 5

3.2. Solusi dari masalah ................................................................................................................ 7

3.3 Respon yang terjadi apabila ternak mengalami pelanggaran animal welfare pada saat
transportasi .................................................................................................................................... 8

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 9

4.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 9

4.2 Saran ....................................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 9

ii
TABEL PERAN ANGGOTA KELOMPOK

No. Nama NIM Posisi Peran

1. Adrian Fajar Satriatama 215050100111134 Anggota Makalah Tinjauan


Pustaka, dan Record,
presentator

2. Sherlyn Oktafiya Dwi Diana 215050100111177 Ketua Koordinasi tugas, PPT,


Bella moderator.

3. Damasus Putra Nurcahya 215050100111189 Anggota Makalah Solusi masalah,


presentator

4. Devi Laili Munawaroh 215050100111209 Anggota Makalah “Respon yg


terjadi pada ternak”,
Presentator.

5. Arcelli Yunandra Nararya 215050100111217 Anggota Makalah “Pendahuluan”,


Kirana Presentator.

6. Zendika Dwi Tiansyah 215050100111222 Anggota Makalah “Spesifik


masalah”, Presentator.

7. Dini G. M. Pasaribu 215050101111029 Anggota Makalah “Tinjauan


pustaka”, Presentator.

8. Khoiriyah 215050101111042 Anggota Makalah “Respon yg


terjadi pada ternak”,
Presentator.

9. Selli Putri Ananda 215050101111045 Anggota Makalah “Spesifik


masalah”, Presentator.

10. Hilma Sajida Chulwa Hanin 215050101111051 Anggota Makalah “Kesimpulan dan
Saran”, Presentator.

iii
BAB I. PENDAHULUAN

Pengangkutan ternak dari satu tempat ke tempat yang lain baik dengan jarak dekat
maupun jarak yang jauh sangat umum dilakukan dengan berbagai tujuan. Pengangkutan ternak
dilakukan untuk memasok ternak dengan tujuan sebagai ternak konsumsi dan ternak peliharaan
atau budidaya. Pengangkutan ternak dalam jarak dekat dilakukan dengan menggunakan jalur
darat dan jika pengangkutan dilakukan dalam jarak yang jauh dapat melibatkan tidak hanya satu
jalur namun dapat melalui kombinasi jalur darat, laut maupun udara.

Kondisi pengangkutan ternak di Indonesia masih belum sepenuhnya mengikuti kaidah


yang berkaitan dengan kesejahteraan ternak. Masih banyak ditemui ternak diangkut dengan
menggunakan alat transportasi yang kurang mendukung kesejahteraan ternak dan tidak jarang
ternak diangkut tanpa memperhitungkan kapasitas angkut yang sesuai dan tidak
mempertimbangkan pengaruhnya pada ternak (Gopar et al. 2020).

Animal welfare atau kesejahteraan hewan/ternak adalah usaha yang timbul dari
kepedulian manusia untuk memberikan lingkungan yang sesuai untuk binatang dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup hewan/ternak tersebut. Dalam menerapkan prinsip-prinsip
kesejahteraan hewan terdapat lima dasar yang menjadi kebebasan dan harus dimiliki
hewan/ternak peliharaan untuk dapat hidup layak dan normal:

1. Bebas dari rasa lapar dan haus; ternak harus mendapatkan makanan dan air minum yang cukup
memenuhi kuantitas dan kualitasnya

2. Bebas dari panas dan rasa tidak nyaman secara fisik: ternak mendapatkan tempat berlindung
dari teriknya panas matahari dan terlindung dari bahaya yang selalu mengintai yang dapat
menyerang ternak baik induk dan anaknya.

3. Bebas dari luka, penyakit dan sakit: ternak harus mendapatkan fasilitas yang memadai seperti
misalnya kandang untuk beranak dan kandang untuk ternak dewasa, dan selalu mendapat
layanan kesehatan ternak.

4. Bebas mengekspresikan perilaku normal dan alami: memberikan lingkungan yang baik dan
sehat akan dapat menyenangkan ternak sehingga ternak dapat mengekspresikan perilakunya
secara bebas dan sesuai alam kodrati.

5. Bebas dari rasa takut dan penderitaan; rasa takut dan penderitaan akan cepat menurunkan
bobot badan ternak. Untuk itu ternak harus nyaman dalam pengangkutan (menggunakan kapal
ternak), mendapatkan makanan yang sesuai dengan kebutuhannya, dan ternak merasa nyaman
karena mendapat perhatian selama dalam proses pengangkutan. Rumah potong hewan juga
hendaknya memiliki fasilitas yang memadai sehingga ternak yang akan dipotong tidak
mengalami stress berat sebelum dipotong.

1
Jika salah satu saja dari kelima prinsip dasar kesejahteraan ternak tersebut terabaikan
maka akan mengalami kesengsaraan dan semakin jauh dari kehidupan yang sejahtera (Hamka
dan FitaIsthayana, 2013). Selain ihwal kesejahteraan hewan dapat ditelusuri pada UU No.32
tahun 2009 juga dapat ditemui pada Undang Undang No 18 tahun 2009 jo Undang- Undang No
41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, kesejahteraan hewan mengandung
pengertian bahwa segala urusan yang berhubungan dengan kondisi fisik dan psikis ternak
menurut ukuran perilaku alami ternak yang harus diimplementasikan untuk melindungi
ternak/hewan dari perlakuan setiap orang yang merenggut kesejahteraan ternak/ hewan
peliharaan (Yuliati, 2017). Kesejahteraan hewan memiliki 3 aspek penting yaitu science atau
mengukur efek pada hewan dalam situasi dan lingkungan yang berbeda dari sudut pandang
hewan, etika yaitu mengenai bagaimana sebaiknya manusia memperlakukan hewan, hukum yaitu
mengenai bagaimana manusia harus memperlakukan hewan.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Tingkah laku ternak adalah suatu bentuk aktivitas ternak yang melibatkan fungsi fisiologis
sebagai hasil dari perpaduan antara aktivitas keturunan dengan pengalaman individu dalam
menanggapi atau menghadapi suatu objek.

Tingkah laku unggas merupakan ekspresi dari sebuah usaha yang dilakukan unggas untuk
beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap perbedaan kondisi internal maupun eksternal.
Berikut adalah tingkah laku dasar yang biasa dilakukan oleh unggas dalam kehidupan
kesehariannya:

1. Tingkah Laku Makan Dan Minum (Ingestive)

Mematuk dan mencoker-coker adalah salah satu tingkah laku yang umum
dilakukan unggas dalam rangka menyeleksi dan mendapatkan makanan. Tingkah
laku ini bebas dilakukan oleh unggas yang dipelihara dalam sistem ekstensif
(umbaran), dan pada kondisi normal unggas dapat menghabiskan 90% waktunya
pada siang hari untuk aktivitas tersebut. Pada pemeliharaan sistem intensif tingkah
laku ini berkurang 20% dan dialihkan menjadi tingkah laku makan. Secara umum,
aktivitas makan (foraging) dapat dibagi menjadi aktivitas mencari makanan
(appetitive) dan aktivitas makan sebenarnya (consummatory activity). Proporsi
kedua aktivitas tersebut sangat bervariasi tergantung dari ketersediaan pakan dan
kondisi sosial dari ayam tersebut.

Anak ayam yang baru menetas akan mematuk setiap objek, kemudian akan
belajar dan mematuk makanan saja. Proses belajar yang paling efektif 30 jam
setelah menetas pusat belajar pada serebrum. Pada awalnya ayam yang baru
menetas akan mendekati tempat minum karena faktor ketertarikan terhadap aspek

2
fisik dari tempat minum (drinker) yang disediakan. Selanjutnya unggas akan belajar
dengan pengenalan paruhnya menyentuh air. Sekali unggas mengenal tempat
minum, mereka akan kembali dan unggas-unggas lain akan mengikutinya.

2. Tingkah Laku Induk-Anak (Maternal Behaviour)

Maternal behaviour dimulai dari peneluran, pengeraman merawat anak.


Terbentuknya ikatan induk-anak diawali oleh adanya panggilan atau suara induk
untuk menunjukkan makanan pada anaknya (maternal feeding call). Pengenalan
pakan akan diajarkan dengan gerakan induk mengais-ngais tanah yang akan diikuti
oleh anak.

Kesendirian dan rasa tercekam ditandai dengan menciap-ciap, namun itu tidak
akan berlangsung lama ketika induk sudah menghampiri anak. Secara umum pada
semua unggas, hubungan induk-anak hanya berlangsung dalam jangka waktu yang
pendek. Selanjutnya, hubungan agresi akan lebih berkembang ketika anak unggas
beranjak dewasa.

Dalam kelompok unggas, hubungan agresi dilakukan dalam rangka membentuk


hierarki atau pecking order yang stabil. Pecking order mulai muncul beberapa
minggu setelah menetas dan baru mulai stabil setelah berumur 6-8 minggu.
Sebelum pecking order yang stabil terbentuk, terutama pada ayam, tingkat
ketergantungan terhadap induk sebatas pada kebutuhan broodiness dan brooding
sistem.

3. Tingkah Laku Seksual (Sexual Behavior)

Tingkah laku perkawinan unggas terutama ayam diawali dari ayam pejantan
melakukan kepakan sayap dan berkokok untuk menunjukkan kejantanannya.
Gerakan ini biasanya diikuti dengan gerakan hentakan kaki, memiringkan dan
selanjutnya memutar kepalanya membentuk satu lingkaran. Tahap gerakan
selanjutnya yaitu tarian waltz oleh pejantan. Tarian waltz ini ditunjukkan ayam
pejantan dengan melakukan gerakan merendahkan sayap sambil mendekati betina
dengan gerakan melangkah ke samping. Gerakan ini merupakan bentuk “pinangan”
pejantan terhadap betina. Apabila betina merespon positif, maka betina akan
membungkukkan badannya. Namun, apabila betina tidak merespon positif, maka
pejantan akan mematuk dan mengais batu atau barang apapun di sekitarnya sambil
memanggil betina.

4. Tingkah Laku Bertarung (Agostik Behaviour)

3
Tingkah laku agonistic adalah tingkah laku yang ditunjukkan oleh unggas untuk
mempertahankan diri saat terjadi konflik sosial antar unggas. Tingkah laku ternak
pada perilaku agonistik meliputi mematuk, mengancam, berkelahi, menghindar.
Holabird (1955)

1. Mematuk

Mematuk adalah serangan dengan mempergunakan paruh yang dilakukan


oleh seekor ternak terhadap ternak yang lainnya. Serangan tersebut langsung
pada kepala atau leher lawan dan pada waktu yang bersamaan bulu-bulu
lehernya akan berdiri tegak dengan mata ditujukan pada kepala lawan.
Saling mematuk dimulai pada umur 16 hari.

2. Mengancam

Mengancam adalah gerakan yang dilakukan seekor unggas dengan


mengangkat tubuh setinggi-tingginya kemudian berdiri tegak di depan
unggas yang lain dan pada saat bersamaan bulu lehernya juga berdiri tegak.

3. Menghindar

Menghindar adalah gerakan menjauh yang dilakukan seekor ternak secara


tiba-tiba atau tergesa-gesa untuk menghindari serangan ternak yang lain.
Pada unggas yang dipelihara secara intensif, kanibalisme dapat menjadi
masalah yang serius. Tingkah laku agonistic sering muncul pada kasus
kanibalisme yang dapat diawali saling bertengkar dan patuk-mematuk untuk
berebut pakan ataupun karena sifat bawaan.

5. Tingkah Laku Membuang Kotoran (Eliminative Behaviour)

Di unggas, tingkah laku eliminative terkait erat dengan pengeluaran ekskreta (urin
dan feses) dari kloaka. Unggas akan meningkat kadar hormon kortikosteronenya
pada saat mengalami cekaman sehingga akan berdampak pada peningkatan
frekuensi dan kuantitas ekskreta. Ayam membuang kotoran dimana saja secara
random.

6. Tingkah Laku Berlindung (Shelter Behaviour)

Tingkah laku pencarían tempat berteduh adalah perilaku unggas untuk mencari
tempat istirahat dan berlindung dari berbagai ketidaknyamanan seperti terik
matahari, angin, hujan, salju, serangga, dan predator.

4
Hewan memiliki cara yang berbeda-beda dalam mencari tempat berteduh. Pada
unggas, tingkah laku shelter seeking sangat berkaitan dengan nesting behaviour
yakni tingkah laku membuat sarang. Unggas akan berusaha mencari tempat yang
nyaman, dan di tempat tersebut unggas akan membuat sarang untuk bertempat
tinggal dan membesarkan anaknya. Pada pemeliharaan unggas secara intensif,
tingkah laku shelter seeking dapat dijumpai terutama pada anak-anak ayam yang
baru menetas sampai dengan bulu-bulu mereka tumbuh. Anak-anak ayam akan
cenderung mencari tempat yang hangat, sehingga mereka akan berusaha
bergerombol di dekat brooding untuk menghangatkan tubuhnya.

7. Tingkah Laku Mengamati (Investigative Behaviour)

Tingkah laku investigatif adalah perilaku keingintahuan unggas untuk


mengeksplorasi lingkungan. Tingkah laku ini dimanifestasikan oleh unggas
dengan mengamati, mendengar, membau, merasakan dan menyentuh obyek yang
menjadi perhatian unggas. Tingkah laku ini terutama ditunjukkan oleh unggas
pada saat memasuki daerah yang baru dikenalnya.

8. Tingkah Laku Meniru (Alellomimetic Behaviour)

Tingkah laku allelomimetic dapat diartikan bahwa hewan-hewan dalam satu


spesies cenderung untuk melakukan hal-hal yang sama dalam satu periode waktu
yang sama.

Khusus pada unggas, tingkah laku allelomimetic adalah tingkah laku yang
dilakukan oleh unggas untuk menirukan dan mengikuti gerakan unggas lain
(mimicking). Pada anak ayam, tingkah laku allelomimetic ditunjukkan dengan
meniru tingkah laku induk maupun ayam lainnya. Sebagai contoh, anak ayam
yang meniru induknya mengais-ngais tanah untuk mencari pakan. Selain itu
tingkah laku seekor induk melindungi anaknya dari bahaya juga menjadi tingkah
laku yang ditiru oleh anaknya.

Dalam satu flock ayam, tingkah laku allelomimetic akan sangat dipengaruhi oleh
seekor unggas yang berkedudukan sebagai pemimpin informal (pecking order)
dalam flock tersebut. Hal ini dapat dilihat pada saat kelompok ayam diberikan
pakan oleh peternak. Awalnya terdapat seekor ayam (peck order) yang
mendahului mendekat dan mematuk pakan dan kemudian diikuti oleh ayamayam
yang lain dalam kelompok tersebut.

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Spesifik Masalah

5
Transportasi merupakan proses pengangkutan ternak dari satu tempat ketempat yang lain
baik jarak dekat maupun jauh dan dilakukan dengan berbagai tujuan. Terdapat faktor yang bisa
mempengaruhi kondisi hewan ternak selama perjalanan seperti pengaturan di dalam sarana
angkutan kurang terjaga, manusia dan situasi di luar seperti keadaan jalan, dan cuaca yang tidak
kondusif.

Berikut proses catching dalam transportasi sederhana yang pertama mengumpulkan ayam
dengan cara diberi sekat, selanjutnya penangkapan ayam dilakukan dengan cara diikat kakinya,
lalu tahap penimbangan ayam dengan cara digantung, yang terakhir pencatatan DO secara
manual. Setelah itu masuk ke proses loading (pemuatan) yang pertama melakukan penyiraman
keranjang, lalu memasukkan ayam ke dalam keranjang, selanjutnya tahap pengecekan ayam
yang telah masuk ke dalam keranjang, lalu tahap pengikatan keranjang agar tidak jatuh
diperjalanan, dan yang terakhir melakukan penyiraman ayam di dalam keranjang. Selanjutnya
masuk ke proses transportasi dan unloading (penurunan). Penurunan ayam di RPU tradisional
dengan cara diturunkan oleh petugas dan melakukan penimbangan.

Dikutip dari jurnal Hukum Agripet tahun 2021 dengan judul ”Pengaruh Pemberian
Ekstrak Daun Gaharu (Grynops versteegii) terhadap Stres Transportasi pada Broiler Jantan”
menyebutkan bahwa proses transportasi dan penanganannya dapat menimbulkan stres pada
ayam, mulai dari ketidaknyamanan ringan, morbiditas sampai kematian. Faktor yang harus
dipertimbangkan dalam transportasi ayam diantaranya adalah pengaruh cara penangkapan,
metode penangkapan, waktu penangkapan dan pengangkutan, kepadatan per keranjang, lama
pengangkutan, jarak pengangkutan, lama penampungan dan pemberian air.

Terdapat kasus pada saat transportasi ayam broiler berlangsung seperti sebelum
transportasi berlangsung ayam tidak disiram menggunakan air dan pemuasaan pakan dan air
minum serta buruknya suhu selama dalam perjalanan dalam kendaraan terbuka atau semi
terbuka, terutama saat kondisi cuaca panas dan lembab. Ayam broiler merupakan hewan
homeothermis dengan suhu nyaman 24°C dimana akan berusaha mempertahankan suhu
tubuhnya dalam keadaan relatif konstan. Transportasi dengan suhu yang tinggi dapat
menyebabkan ternak terkena heat stress.

Hal tersebut akan menimbulkan ayam stres transportasi karena adanya cekaman
mikroklimat selama transportasi yang mempengaruhi kondisi fisiologis ayam, sehingga ayam
akan mengalami penyusutan bobot badan.

Dalam kaidah transportasi ternak unggas disebutkan bahwa; (1) truk dirancang untuk
mengangkut hewan bersih, terlindungi dari berbagai cuaca, terdapat perlengkapan yang
mendukung untuk memudahkan dalam pengangkutan yang sesuai dengan kondisi lapangan, dan
juga dalam truk diperlukan extra fan untuk sirkulasi udara, (2) box terbuat dari bahan yang kuat,
padat, serta aman agar ternak terhindar dari rasa sakit dan cedera selama perjalanan, selain itu
box diperhatikan kebersihannya agar ternak tidak mengalami stress dan juga tidak timbul

6
penyakit. (3) box seharusnya diperhatikan dalam ruang geraknya, untuk ayam pedaging, petelur,
dan kalkun tidak boleh terlalu tinggi. (4) masa perjalanan diatas 12 jam harus ada akses minum
dengan ukuran wadah disesuaikan

Terdapat pada jurnal Hukum Adigama tahun 2021 dengan judul ”Perbandingan Hukum
Indonesia Dan Austria Terhadap Peraturan Kesejahteraan Hewan Dalam Pengangkutan Hewan
Ternak” menyebutkan bahwa kondisi pengangkutan ternak di Indonesia masih belum
sepenuhnya mengikuti kaidah yang berkaitan dengan menggunakan alat transportasi yang kurang
mendukung kesejahteraan ternak dan tidak jarang ternak diangkut tanpa memperhitungkan
kapasitas angkut dan memperhatikan kelayakan terhadap ternak yang diangkut.

Terdapat kasus dalam proses pengangkutan hewan ternak dengan transportasi yang tidak
sesuai standar kesejahteraan hewan seperti pada gambar. Ayam hidup ditumpuk dan diikat di
atas kendaraan beroda dua, selain itu ayam hidup diangkut dengan kendaraan roda empat tanpa
memperhatikan kapasitas dan kebersihan transportasi serta tidak ada celah antar keranjang.

Selama proses pengangkutan ternak terjadi kenaikan kadar kortisol dalam darah ternak
yang akan membuat hewan ternak menjadi stress. Pengangkutan hewan ternak yang tidak sesuai
dengan kesejahteraan hewan seperti kasus di atas dapat memberikan dampak buruk bagi
manusia, seperti: pengurangan bobot hewan ternak yang mengurangi nilai jual dan kualitas
konsumsi bagi manusia, timbulnya berbagai penyakit bagi para hewan ternak yang diangkut dan
orang–orang di sekitar karena tidak memperhatikan kebersihan transportasi pengangkutan.

Terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan saat transportasi ternak seperti sarana
transportasi harus dirancang, dibangun, dipelihara, dan dioperasikan dengan baik sehingga tidak
terjadi cidera dan stres pada unggas. Perlu diperhatikan juga mengenai ukuran ternak, jenis
ternak, jumlah ternak, konstruksi kendaraan, dan luas bak kendaraan.

3.2 Solusi Dari Masalah

Proses transportasi ternak merupakan bagian penting dalam industri peternakan. Selain
memindahkan ternak ke lokasi tujuan, proses ini juga perlu memperhatikan kondisi kesehatan
hewan ternak. Salah satu masalah dalam transportasi unggas yaitu heat stress dan kepadatan

7
dalam kandang angkut saat di perjalanan. Efek dari heat stress tersebut yaitu meningkatnya
reactive oxygen species, yang terlihat seperti memar atau patah tulang.
Penurunan berat badan akibat stres panas selama proses pengangkutan tidak dapat
dihindari, namun kerugian yang lebih besar masih dapat diminimalisir dengan menerapkan
solusi pendinginan, berupa penyiraman sebelum pengangkutan. Guarnieri et al(2004),
mengungkapkan bahwa penyiraman sebelum pengangkutan akan membantu ayam ras pedaging
untuk menormalkan kembali kondisi homeostatis tubuhnya. Penyiraman sebelum pengangkutan
dapat mengurangi tingkat penyusutan berat badan pada ayam ras pedaging akibat stres panas,
meskipun temperatur rektal ayam tidak mengalami perubahan.
Solusi paling mudah untuk menangani masalah heat stress pada proses pengangkutan
ternak adalah dengan melakukan penyiraman pada ternak sebelum diangkut. Solusi lainnya dapat
dilakukan dengan memberi jarak pada setiap kandang angkut agar sirkulasi udara berjalan
dengan lancar.

3.3 Respon yang terjadi apabila ternak mengalami pelanggaran animal welfare pada saat
transportasi
Pengangkutan ternak unggas merupakan salah satu rangkaian pendistribusian akhir
menuju RPA/RPU. Transportasi memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga keadaan
ternak agar tetap dalam kondisi yang stabil saat menuju RPA/RPU sehingga saat dalam proses
pemotongan dapat dihasilkan kualitas daging yang baik dan terjaga.
Nurmawan, dkk. 2018 menyebutkan bahwa kegiatan transportasi yang dilakukan di
Indonesia menggunakan alat angkut berupa truk atau pick up dengan menggunakan kotak
berventilasi. Penggunaan prasarana yang masih menggunakan sistem konvensional selama
kegiatan transportasi tentunya akan berdampak negatif terhadap ayam. Pembatasan akses makan
dan minum yang dilakukan selama transportasi serta ditambah paparan langsung makro klimat
yang berbeda dengan selama pemeliharaan yang membuat ayam tidak nyaman dan berdampak
pada terjadinya stres. Stres pada ayam dapat merangsang kelenjar adrenal mensekresikan hormon
kortikosteron (wicaksono, dkk., 2022).
Stres pada unggas juga disebabkan oleh tingginya kepadatan ayam dalam keranjang yang
dapat mengakibatkan ruang gerak yang tersedia di keranjang sangat sempit, sehingga ternak
tidak dapat mengekspresikan tingkah laku alaminya. Selain itu, kepadatan juga menyebabkan
penyusutan berat tubuh dan perubahan respon fisiologis (wicaksono, dkk., 2022). Peningkatan
lama waktu pada saat pengangkutan terjadi juga memberikan dampak pada meningkatnya
derajat stres serta dapat meningkatkan jumlah angka kematian pada ayam (Schwartzkopf, et al.,
2012 dalam Wicaksono, dkk., 2022)
Pratama, dkk (2016) menjelaskan bahwa keadaan pada saat ini, pengangkutan ayam
hanya menggunakan keranjang terbuka yang disiram dengan air sebagai upaya untuk
mengurangi stres panas yang dialami oleh ayam selama pengangkutan. Kesejahteraan ternak dan
pencemaran lingkungan yang ditimbulkan sangat minim diperhatikan.

8
Menurut Suharti (2004) dalam Pratama, dkk. (2016) kondisi nyaman pada ayam adalah
ayam dalam kondisi diam atau berbaring, leher dijatuhkan, mata tertutup atau kadang-kadang
menutup dan membuka, sayap terkulai dijatuhkan, dan tidur (kepala ditarik ke dalam bulu di atas
atau di belakang sayap).

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN

Bidang peternakan tidak terlepas dengan pengangkutan hewan ternak menggunakan


transportasi dari satu tempat ke tempat yang lain. Sedangkan dalam kegiatan pengangkutan
tersebut masih banyak peternak yang tidak memperhatikan dan melanggar prinsip-prinsip
kesejahteraan ternak terutama di Indonesia. Dalam pengangkutan tersebut, hewan ternak tidak
dapat mengekspresikan tingkah laku alaminya karena fasilitas transportasi yang kurang memadai
dan juga diangkut tanpa mempedulikan kapasitas angkut yang sesuai.

Hal tersebut tentu saja berdampak pada tingkah laku ternak untuk mengekspresikan
dirinya ketika perjalanan. Untuk menghindari hal tersebut, peternak harus memiliki fasilitas
transportasi yang baik dan layak untuk mengangkut hewan ternak. Selain itu, penanganan ternak
sebelum diangkut dan setelah diturunkan juga harus diperhatikan untuk menjaga agar ternak
tersebut tetap sehat dan terhindar dari stress. Ketersediaan pakan, air minum, dan tempat yang
nyaman selama perjalanan juga harus diperhatikan agar ternak merasa aman dan nyaman.

4.2 Saran

Sebagai peternak Indonesia, sudah seharusnya memperhatikan dan memenuhi prinsip-


prinsip kesejahteraan ternak yang ada. Hal tersebut bertujuan agar ternak merasa aman dan
nyaman sehingga dapat menghasilkan produk peternakan yang baik pula. Peternak harus
memperhatikan kebersihan kandang, kesehatan ternak, ketersediaan pakan dan minum, serta
memperhatikan transportasi yang digunakan untuk mengangkut ternak. Dengan begitu, hewan
ternak dapat mengekspresikan tingkah laku alaminya dan terhindar dari segala macam penyakit
yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Nurmawan, I. C., Sarjana, T. A., & Wahyuni, H. I. (2018). Pengaruh Jarak Transportasi
Terhadap Kondisi Fisiologis Ayam Broiler Pasca Panen (Doctoral dissertation, Faculty
of Animal and Agricultural Sciences).

Pratama, T. A. I. P., A. Yani, R. Afnan. 2016. Pengaruh Perbedaan Transportasi Sistem M-


CLOVE dengan Konvensional dan Jenis Kelamin terhadap Respon Fisiologis Ayam
Broiler. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 4(1): 204-211.

9
Prayitno, D. S., Sugiharto. 2015. Kesejahteraan Dan Metode Penelitian Tingkah Laku Unggas.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Sara, U., & Azhar, M. (2019). Pengaruh Penyiraman Sebelum Pengangkutan Dengan Jarak
Berbeda Terhadap Performa Ayam Ras Pedaging. Jurnal Agrisistem, 15(1), 41-45.

Sari, P. P. 2021. Perbandingan Hukum Indonesia Dan Austria Terhadap Peraturan Kesejahteraan
Hewan Dalam Pengangkutan Hewan Ternak. Jurnal Hukum Adigama. 4(7): 2923-2944.

Suryadi, U., Prasetyo, A.F., Kustiawan, E. and Khisan, U.K., 2021. Pengaruh Pemberian Ekstrak
Daun Gaharu (Grynops versteegii) terhadap Stres Transportasi pada Broiler Jantan.
Jurnal Agripet, 21(2), pp.165-171.

Wicaksono, M. W., Nova, K., Septinova, D., & Riyanti, R. (2022). Penyusutan Berat Tubuh
Broiler Pada Kepadatan Keranjang Yang Berbeda Selama Pengangkutan Dari Kabupaten
Mesuji Ke Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung. Jurnal Riset dan Inovasi
Peternakan, 6(1), 28-36.

10

Anda mungkin juga menyukai