Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

INTRODUKSI BIOTEKNOLOGI REPRODUKSI TERNAK


“Pembekuan Embrio”

Oleh :
Kelompok 2
Sinsin Dwi Shintya 200110180052
Anisah 20011018005Error! Bookmark not defined.
Dede Lusi 200110180057
Rifa Nurul Sofa 200110180071
Arya Gumilang 200110180072
Azzahra Febriana 200110180080
Dzaky Fatih Harsa 200110180085
Muhammad Farhan K. 200110180090
Thania Winandita Apsari 200110180098
Dadan Muhammad R. 200110180125
Renata Desay Bogia 200110180136

Adibah Zata Dini 200110180139

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan praktikum

Intoduksi Bioteknologi Reproduksi Ternak yang berjudul “Pembekuan Embrio”.

Penulis jug tidak lupa sampaikan ucapan terima kasih kepada dosen pengampu mata

kuliah Intoduksi Bioteknologi Reproduksi Ternak yang telah membimbing serta

memberikan arahan dalam penulisan makalah ini

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari

kata sempurna, maka dari itu penulis sangat mengharapkan partisipasi untuk

memberikan masukan baik berupa kritikan maupun saran untuk membuat makalah

ini menjadi lebih baik dari segi isi baik segi yang lainnya.

Penulis sampaikan ucapan mohon maaf bila ada hal yang kurang berkenan

dalam penulisan makalah ini. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih dan selamat

membaca.

Jatinangor, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

BAB Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Identifikasi Masalah ............................................................................. 2

1.3 Maksud dan Tujuan .............................................................................. 2

II. PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Seleksi Donor Ternak ........................................................................... 3

2.2 Pemanenan Embrio (Flushing)............................................................. 4

2.3 SNI Embrio Sapi .................................................................................. 6

2. 4 International Embrio Technology (IETS) ............................................ 9

2.5 Pengawetan Embrio............................................................................ 12

III. PENUTUP ................................................................................................ 17

4.1 Kesimpulan......................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 18

ii
I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor peternakan di Indonesia dianggap belum mampu mencapai tingkat

perkembangan yang menggembirakan. Produktivitas dan mutu genetik ternak yang

masih rendah merupakan permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di

Indonesia. Salah satu teknologi dalam bidang reproduksi ternak yang dapat

meningkatkan mutu genetic ternak dengan melalui melalui peningkatan efektivitas

reproduksi betina produktif yaitu transfer embrio ternak (TE). Transfer Embrio

(TE) adalah suatu teknik memasukkan embrio ke dalam alat reproduksi ternak

betina sehat (resepien) dengan alat tertentu dengan tujuan agar ternak bunting.

Transfer embrio terdiri dari beberapa proses penting, yaitu superovulasi,

sinkronisasi estrus, inseminasi buatan, pemanenan embrio, dan transfer embrio.

Produksi embrio dapat dilakukan secara in vitro maupun in vivo (Adriani et

al. 2009). Produksi embrio secara in vivo juga dikenal dengan teknologi Multiple

Ovulation Embrio Transfer (MOET). Produksi embrio in vivo dilakukan dengan


cara mengambil atau memanen embrio yang terdapat di dalam uterus (rahim) sapi

betina donor (penghasil embrio), yang kemudian dipindahkan pada sapi betina yang

lain (betina resipien) atau untuk disimpan dalam keadaan beku (freeze embryo).

Tujuan dari teknologi ini adalah untuk menghasilkan embrio yang banyak dalam

satu kali siklus. Dari uraian berikut maka perlu dilakukan pengamatan mengenai

pembekuan embrio ternak agar mahasiswa dapat memahami prosedur pembekuan

embrio ternak.
2

1.2 Identifikasi Masalah

1) Bagimana seleksi donor pada ternak?

2) Apa yang dimaksud dengan flushing?

3) Bagaimana penjelasan SNI embrio sapi?

4) Apa yang dimaksud dengan International Embryo Technology Society?

5) Bagaimana pengawetan embrio ternak?

1.3 Maksud dan Tujuan

1) Mengetahui dan memahami seleksi donor pada ternak.

2) Mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan flushing.

3) Mengetahui dan memahami SNI embrio sapi.

4) Mengetahui dan memahami yang dimaksud dengan International Embryo

Technology Society.

5) Mengetahui dan memahami pengawetan embrio ternak


II
PEMBAHASAN

2.1 Seleksi Donor Ternak

Seleksi donor ternak merupakan sebuah usaha untuk melakukan sebuah

seleksi agar didapatkan ternak unggul yang kemudian akan dimanfaatkan sebagai

ternak donor. Ternak donor dapat didefinisikan sebagai ternak yang memiliki

keunggulan dan kemudian digunakan sebagai tempat penampungan semen untuk

menghasilkan embrio yang kemudian embrio tersebut akan ditransfer kepada ternak

lain. seleksi donor ternak akan sangat penting mengingat ternak pendonor adalah

penghasil embrio. Sebelum dilakukan program produksi embrio, sapi donor akan

disuntikan hormon gonadotropin berupa 2 preparat bereda yaitu pregnant mare’s

serum gonadotropin (PMSG) dan Folicle stimulant hormone (FSH) dan human

menopause gonadotropin (hMG) (Alvicar et al, 1984). Pemberian tersebut

dimaksudkan agar sapi donor melakukan superovulasi. Superovulasi berfungsi

untuk memperbanyak oosit yang diovulasikan

Usaha untuk mencari pendonor terbaik, maka seleksi donor akan sangat

ketat. Terdapat 4 kriteria pokok yang normative untuk menyeleksi pendonor terbaik

yaitu memiliki genetic unggul, memiliki reproduksi, nilai pasar dari keturunannya,

dan fenotipe (Iman Supriatna, 2018). Genetik menjadi dasar dalam seleksi donor

ini. Genetik yang unggul akan mendukung proses TE (Transfer embrio). Pada sapi

potong, pengukuran sifat – sifat genetic dilihat dari breeding value, weaning

breeding value, dan yearly breeding value. Sifat genetic tersebut dilihat dari betina

/ induk ,sedangkan untuk jantan dipilih dengan cara objektif. Pada sapi perah, sifat

– sifat genetic yang ditinjau adalah cow index, keserasian tipe, dan kesehatan dan

makanan. Secara lebih umum maka kriteria sapi donor sebagai berikut :
4

a. Memiliki genetic unggul

b. Bebas dari penyakit seks menular

c. Tidak memiliki masalah / catatan reproduksi yang buruk

d. Mempunya data recording yang jelas

e. Telah melahirkan setidaknya sekali

f. Umur tidak terlalu tua (<5 tahun)

g. Mempunya catatan individu (keturunan) yang jelas

Proses siklus birahi pada ternak donor juga merupakan faktor penting TE.

Siklus kelamin harus diperhatikan sebelum melakukan superovulasi. Apabila

terjadi abnormalitas pada siklus kelamin maka superovulasi akan gagal. Proses

pemberian pakan dan manajemen pemeliharaan dapat menjadi faktor terganggunya

siklus kelamin. Sapi sangat sulit menghasilkan anak lebih dari satu karena termasuk

kedalam unipara. Dalam periode produktif, sapi rata- rata menghasilkan anak 4 – 5

ekor. Teknik superovulasi sangat dibutuhkan dalam hal ini. superovulasi akan

terjadi sekitar 9 hari – 14 hari setelah penyuntikan hormon . Pemberian dilakukan

secara delapan kali suntikan (dosis 6 – 7 mg/ suntikan ). Interval pennyuntikan yaitu

12 jam (Iman Supriatna, 2018).

2.2 Pemanenan Embrio (Flushing)

Flushing dilakukan pada hari keenam sampai kedelapan setelah IB yang

pertama. Pemanenan embrio dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Penyiapan media flushing (Larutan fisiologis + Calf serum 1% + Antibiotik

0,1%) dan preparat anastesi lokal.

b. Penyiapan peralatan : Folley Catheter, stilet, Cervic expander, selang silikon,

botol penampung media, jarum suntik 18 G, spuit 50cc, 20cc, 10cc, 5cc,

gunting, plastik sarung tangan plastik, intra uterin injector/gun spul.


5

c. Fiksasi ternak pada kandang jepit kemudian keluarkan feses dari rektum dan

dilakukan pengecek ovarium untuk mengetahui jumlah corpus luteum (CL)

terhadap sapi donor yang telah diprogam superstimulasi/ superovulasi

tersebut.

d. Anastesi epidural dilakukan dengan menggunakan preparat anastesi lokal,

pemasukan preparat anastesi dilakukan diantara tulang sakraltulang ekor I

atau diantara tulang ekor I-II. Setelah anastesi bereaksi dilakukan fiksasi

terhadap ekor ternak.

e. Pembersihan sekitar vulva dengan air bersih, kemudian disinfeksi dengan

kapas alkohol dan dikeringkan dengan kertas tissue.

f. Memanipulasi servik dengan menggunakan servik expander untuk

mempermudah pembukaan servik, kemudian dimasukkan Folley catheter dan

diposisikan dalam sepertiga apex depan kornua uteri kiri/kanan dan balon

catheter diisi udara sesuai dengan besar diameter lumen uterus (10-15 ml)

dengan menggunakan spuit 20cc untuk fiksasi folley catheter.

g. Selanjutnya stilet dikeluarkan, kemudian folley catheter disambung dengan

perangkat alat flushing yang dihubungkan dengan media flushing dan wadah

hasil flushing.

h. Flushing dilakukan dengan cara membilas kornua uteri secara berulangulang

menggunakan media flushing dengan volume setiap pembilasan antara 10-60

ml (sesuai kapasitas kornua uteri), hal tersebut dilakukan sampai media

flushing habis, kegiatan tersebut dilakukan pada kornua uteri kanan dan kiri

secara bergantian. Hasil flushing ditampung dalam wadah hasil flushing,

diusahakan volume media flushing yang masuk ke dalam kornua sama

dengan volume hasil flushing.


6

i. Setelah selesai flushing, kemudian uterus di-spool dengan

antibiotik/antiseptik sebanyak 10-50 ml dengan menggunakan intrauterin

injektor (gun spool) dan sapi donor diinjeksi dengan preparat Prostaglandin

F2α (PGF2α) sebanyak 1 (satu) dosis dengan tujuan meluruhkan CL supaya

sapi donor bersiklus kembali.

2.3 SNI Embrio Sapi

1. Ruang lingkup

Standar ini menetapkan persyaratan mutu, pengemasan dan penyimpanan

untuk embrio sapi.

2. Istilah dan definisi

2.1 Embrio

Hasil fertilisasi sel telur oleh spermatozoa melalui proses in vivo atau

in vitro yang telah berkembang mencapai tahap morula sampai blastosis

expand dalam bentuk segar maupun beku.

2.2 Embrio in vivo

Embrio yang terbentuk di dalam tubuh induk

2.3 Embrio in vitro

Embrio yang terbentuk di luar tubuh induk

2.4 Embrio segar

Embrio tanpa melalui proses pembekuan

2.5 Embrio beku

Embrio yang mengalami proses pembekuan

2.6 Blastomer

Sel hasil pembelahan yang menyusun embrio

2.7 Zona pellusida


7

Cangkang/membran ekstraseluler yang melindungi embrio dibagian

luar

2.8 Morula

Tahap perkembangan embrio yang mulai terjadi kompaksi (compaction)

antar blastomer dan umumnya terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-6

setelah terjadi fertilisasi

2.9 Blastosis

Tahap perkembangan embrio yang mulai terbentuk rongga berisi cairan

diantara blastomer, dan umumnya terjadi pada hari ke-7 atau hari ke-8

setelah terjadi fertilisasi

2.10 Blastosis

Expand blastosis yang mencapai tahap perkembangan maksimal dan

umumnya terjadi pada hari ke-8 atau hari ke-9 setelah terjadi fertilisasi

3. Persyaratan mutu

a. Persyaratan umum

i. Sel telur berasal dari sapi bibit betina yang memenuhi persyaratan mutu

yang telah ditetapkan dalam standar yang terkait dan relevan atau sesuai

dengan ketentuan tentang persyaratan mutu benih, bibit ternak dan

sumber daya genetik hewan

ii. Sperma berasal dari sapi bibit pejantan memenuhi persyaratan mutu

yang telah ditetapkan dalam standar yang terkait dan relevan atau sesuai

dengan ketentuan tentang persyaratan mutu benih, bibit ternak dan

sumber daya genetik hewan.

3.2 Persyaratan khusus

3.2.1 Memiliki perkembangan embrio dari morula sampai blastosis expand


8

yang sempurna seperti ditunjukkan pada Gambar 1.

3.2.2 Mempunyai blastomer (BL) dan zona pellucida (ZP) utuh.

3.2.3 Mempunyai bentuk simetris dan bulat dengan blastomer seragam dalam

ukuran, warna dan kepadatan.

3.2.4 Blastomer hidup dan utuh minimal 50 %.

3.2.5 Penentuan mutu embrio dilakukan dengan pengamatan secara

morfologi menggunakan mikroskop oleh petugas terlatih

Keterangan :

a. Morula (ZP : zona pellucida, BL : blastomer)

b. Blastosis awal

c. BlastosisBlastosis expand

4. Kemasan embrio

a. Dalam straw transparan dengan ukuran 0,25 ml

b. Kondisi kemasan harus tertutup

c. Setiap straw berisi satu embrio

d. Kemasan harus dilengkapi dengan identitas


9

5. Identitas embrio

Susunan identitas embrio memuat :

a. Baris pertama memuat informasi kode produsen, nomer betina dan

nomor urut embrio seperti ditunjukan pada Gambar 2

b. Baris kedua memuat informasi nomor semen/pejantan dan tanggal

pembekuan seperti ditujukan pada Gambar 2

6. Penyimpanan embrio

a. Straw embrio disimpan dengan menggunakan goblet/cassete dalam

canister serta terendam penuh dalam nitrogen cair suhu -196 °C pada

container kriogenik (cryogenic) dilengkapi dengan kartu petunjuk

b. Kartu petunjuk menerangkan isi container

c. Produsen harus menyertakan informasi dan petunjuk tata cara

pemanfaatan embrio

2. 4 International Embrio Technology (IETS)

IETS merupakan penyedia akses ke penelitian terkini dan prosedur klinis

yang terkait dengan ovulasi, superovulasi, gonadotropin, IVM, IVF, tahap

perkembangan embrio, kriopreservasi oosit, transfer/kloning embrio serta folikel,

embrio, oosit, dan sel sperma.

International Embrio Technology Society (sebelumnya International

Embrio Transfer Society) dibentuk pada tahun 1974 di Denver, Colorado, AS,

untuk melayani sebagai forum profesional untuk pertukaran informasi di antara


10

praktisi, ilmuwan, pendidik, pejabat pengatur, peternak, pemasok obat-obatan dan

peralatan, dan siswa. Tujuan IETS adalah untuk memajukan ilmu teknologi embrio

hewan dengan mempromosikan penelitian yang lebih efektif, menyebarluaskan

informasi ilmiah dan pendidikan, mendorong standar pendidikan yang tinggi,

mempertahankan standar etika yang tinggi, dan bekerja sama dengan organisasi lain

yang memiliki tujuan serupa.

Anggota Perhimpunan terlibat dalam praktik transfer embrio dalam

berbagai spesies, dan dalam penelitian tentang produksi embrio, transgenesis dan

kloning, tentang mekanisme yang mengatur perkembangan embrio, dan

pengembangan setelah transfer embrio. Spesies yang dipelajari termasuk hewan

peliharaan dan laboratorium, dan spesies yang terancam punah.

International Embrio Technology Society (IETS) mendorong dan sangat

mendukung kebebasan untuk melakukan penelitian tentang "kloning" hewan

dengan transfer inti sel somatik dan teknik terkait menggunakan sel hewan

embrionik, janin, dan dewasa. IETS percaya bahwa penelitian semacam itu akan

memberikan jalan untuk meningkatkan pemahaman tentang regulasi genetik

perkembangan dan pada akhirnya harus menghasilkan peningkatan kesehatan,

kesejahteraan, dan efisiensi reproduksi hewan.

Berdasarkan pemaparan video untuk menentukan kualitas embrio pada

Balai Embrio Ternak Cipelang sesuai dengan International Embrio Technology

Society (IETS). Prosedur yang berada di BET Cipelang untuk mengklasifikasikan

embrio, yaitu Embrio yang dikultur diamati di bawah mikroskop untuk dievaluasi

fase dan kualitasnya yang ditentukan berdasarkan standar yang berlaku. Penilaian

kualitas embrio berdasarkan kriteria zona pellucida yang rata warnanya,

kekompakan sel, persentase sel yang mengalami degenerasi, permukaan


11

trophoblast yang rata, berwarna khas, kekompakan sel, dan ukuran banyaknya

vesicles. Kualitas embrio dinilai berdasarkan fase perkembangan (stage) dan

kualitas (quality) embrio. Dengan mengacu pada standar penilaian yang

ditetapkan oleh International Embryo Transfer Society (IETS). Adapun daftar

kode fase untuk penilaian perkembangaan embrio adalah sebagai berikut:

Fase 1: Unfertilized

Fase 2: Embrio dengan 2 s/d 12 sel

Fase 3: Early Morulla

Fase 4: Morulla

Fase 5. Early Blastocysts

Fase 6: Blastocysts

Fase 7: Expanded Blastocysts

Fase 8: Hatched Blastocysts

Fase 9: Expanded Hatched Blastocysts

Sedangkan kriteria untuk kualitas embrio diuraikan sebagai berikut:

Kualitas 1: Excellent or Good

• Bentuk embrio simetris dan bulat (spherical) dengan blastomer yang seragam

baik pada ukuran, warna maupun kepadatannya.

• Embrio harus memiliki bentuk yang konsisten dengan perkiraan fase

perkembangan embrio itu sendiri. Bentuk irregular relative minor.

• Memiliki Minimal 85% material selular dalam keadaan intact dan massa

embrio hidup.

• Zona pelusida harus bulat, mulus, tidak menempel pada cawan petri atau pipet.
12

Kualitas 2: Fair

• Secara umum memiliki bentuk yang tidak teratur (irregular) dalam kategori

sedang dalam hal massa embrio, ukuran, warna dan kepadatan sel-sel

individual.

• Memiliki sel intact dan massa embrio hidup minimal sebanyak 50%.

Kualitas 3: Poor

• Embrio didominasi bentuk yang tidak teratur pada bentuk massa embrio,

ukuran, warna, dan kepadatan individu sel.

• Memiliki sel intact dan massa embrio hidup minimal sebanyak 25%

Kualitas 4: Dead or degenerating

• Embrio degenerasi

• Oosit

Embrio 1 sel: tidak hidup/mati

2.5 Pengawetan Embrio

Pengawetan embrio bisa dilakukan dengan pembekuan embrio

(Kriopreservasi). Pengawetan ini menjadi satu kesatuan dari rangkaian proses

transfer embrio. Menurut Rimayanthi (2005) dan Young (2011) Kriopreservasi

adalah teknik penyimpanan dan pengawetan materi genetik, sel (somatis atau

gamet) dan embrio hewan maupun dalam keadaan beku dalam waktu lama melalui

reduksi aktivitas metabolisme tanpa mempengaruhi organel-organel di dalam sel

sehingga fungsi fisiologis, biologis, dan morfologis tetap ada.Teknik kriopreservasi

merupakan teknik penyimpanan yang dilakukan dalam nitrogen cair ( dengan suhu

yang sangat rendah :- 196oC) .

Tahapan pembekuan embrio (Young, 2011), diantaranya :

1. Penyiapan embrio
13

Embrio yang akan dibekukan berasal dari fertilisasi secara invivo maupun

invitro

2. Seleksi Kelayakan Embrio

a. Kelayakan embrio bisa dilihat dari terjadinya fertilisasi atau tidak dan

ada tidaknya kerusakan pada embrio.

b. Embrio telah mencapai pada tahap morule sampai balstosis.

c. Keutuhan zona pellucida, jika zona pellucida pecah, tidak ada atau ada

materi lain yang menempel maka embrio tidak dipakai

3. Pencucian embrio

a. Embrio dalam media di pindahkan ke media pencucian. Media

pencucian yang dapat digunakan ialah Phosphate. Dipastikan bahwa

Embrio donor yang berbeda dipisahkan dan dalam sekali pencucuan

tidak lebih dari 10 Embrio.

b. Embrio dipindahkan ke setiap ulangan sehingga pengenceran yang

terjadi akibat pemindahan medium ke media pencucian berikutnya lebih

dari 1 : 100. Dan dilakukan dengan 4 kali ulangan dengan media

pencucian yang berbeda

c. Selesai pencucian, embrio ditempatkan dalam media isotonic

d. Untuk menghilangkan kemungkinan terkontaminasi virus, sebelum

dilakukan pencucin Embrio terlebih dahulu dicuci dua kali dalam

larutan trypsin (koncentrasi sekitar 0,25%) dengan total waktu kedua

pencuian tidak lebih dari 90 detik. Kemudian dilakukan lima ulangan

pencucian dengan cara seperti dijelaskan sebelumnya.

4. Dehydrasi embrio sebelum kriopreservasi


14

Tujuannya untuk menghilangkan molekul air dalam embrio. Tahap

ini dilakukan dengan memindahkan Embrio ke larutan hypertonik (Molar

konsentrasi 1,4 – 1,5) agen cryopreservative t (CPA) seperti ethylene glycol

or glycerol. Embrio didedahkan dalam larutan CPA hypertonik sampai

mencapai keseimbangan psmotik (equilibrium osmoti). Waktu equilibrium

ke dua media berbeda, glyserol (10 menit) dan ethylene glycol (5 menit).

5. Kriopreservasi/ Pembekuan Embrio

a. Pemindahan Embrio ke pipet plastik

- Dekatkan pipet plastik (panjangnya 11.5 cm) yang bagian ujungnya

ditutup dengan kapas (cotton) dengan alat pemindah Embrio. Isikan

kurang lebih 1.3 cm larutan hypetonik CPA ke dalam pipet yang

telah diberi label terlebih dahulu.

- Isikan kurang lebih 0.15 cm udara sehingga membentuk gelembung

udara di dalam pipet.

- Masukkan single Embrio dalam kurang lebih 0.8 cm larutan

hypertonik CPA ke dalam pipet plastik.

- Isikan kembali 0.15 cm udara untuk membentuk gelembung udara

sebagai pemisah dengan Embrio sebelumnya

- Isikan kurang lebih 9,1 cm larutan hypertonik CPA untuk mengisi

penuh pipet plastik, pastikan untuk mengisikan larutas hypertonic

CPA untuk melembabkan tepung polyvinylchloride (PVC) yang

terdapat pada kapas (cotton) penutup baagian ujung pipet plastik.

Larutan CPA menyebabkan tepung PVC mengental dan menutup

bagian ujung pipet plastik.


15

- Bagian ujung lainnya dari pipet plastik ditutup dengan tepung PVC,

penutup pipet plastik atau dipananskan.

b. Aklimasi dalam mesin pendingin (suhu sampai – 6oC)

Tahap ini terdiri dari dua tahap yaitu penyesuaian (aklimasi) suhu dan

pembentukan kristal es.

- Penyesuaian (aklimasi) suhu

• Embrio ditempatkan pada mesin pendingin laju Embrio yang

terkontrol

• Peralatan (mechine) berupa bak metanol dan atau uap nitrogen

cair dipergunakan untuk cryopreservasi preimplantasi Embrio.

• Masukkan pipet plastik berisi Embrio ke dalaman

mesin/tempat pendingin yang temperaturnya telah diatur

diturunkan dari temperature ambang batas ke -6oC. Plastik

straw dilettak tegak dengan posisi bagian yang ditutup dengan

^cotton^ di bagian atas (kecuali jika sealer atau menggunakan

adapter digunakan sebagai penutup, maka bagian ujung yang

ditutup cotton diletakkan di bawah.

• Pada suhu tersebut (- 6oC) paling sedikit 2 menit sebelum

prosedur berikutnya.

- Pembentukan kristal es /Kristalisasi Es CPA

• Embrio (dalam pipet plastik) yang telah didinginkan sampai –

60C, dan kemudian pipet plastik ditempatkan dalam sepasang

^tabung^(tongs) (atau dijepit menggunakan ^holder ^ dengan

bagian ujung dilapisi kapas).


16

• Tabung berisi pipet Embrio ditempelkan (mencelupkan

^holder/penjepit^ pipet Embrio) ke larutan nitrogen sampai

batas atas atau bawah posisi Embrio untuk memacu

pembentukan kristal/butiran es (ice crystal) dalam larutan

hypertinik CPA.

• Kristal es akan terbentuk pada bagian larutan CPA yang

didedahkan ke nitrogen cair, kemudian ^kristalisasi es^ akan

segera menyebar ke seluruh bagian larutan CPA sekitar

Embrio.

• Tahap pendedahan pipet plastik Embrio dalam nitrogen cair ini

dilakukan selama 10 menit.

c. Dehydrasi Embrio lanjutan/Pembekuan sampai -34oC

Pendinginan lanjutan ini sangat penting untuk memastikan kelanjutan

proses dehidrasi pada Embrio. Embrio didiinginkan dengan cara

menurunkan suhu dengan laju 0,5/ menit sampai -34oC. Pada dehidrasi

lanjutan ini Embrio didedahkan ada suhu 34 oC selama 10 menit

sebelum di celupkan dalam nitrogen cair(-196oC).

d. Pembekuan Embrio dalam nitrogen cair

Tempatkan Embrio (dalam pipet plastik) yang telah didinginkan dengan


0
suhu -196 C. Embrio yang cryopreservasi (cryopreserved Embrio)

dimasukan ke dalam tabung cuvet (cane) yang telah diberi label,

kemudia tempat kan cane ke dalam canister dalam tabung nitrogen cair

untuk penyimpanan jangka waktu pendek atau panjang.

6. Thawing embrio

7. Transfer embrio
IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Seleksi pendonor yang baik memiliki empat kriteria pokok yaitu genetik

unggul, memiliki reproduksi, nilai pasar dari keturunannya dan fenotipe.

2. Permanenan Embrio (Flushing) dilakukan hari keenam sampai kedelapan

setelah Inseminasi Buatan yang pertama.

3. SNI embrio sapi mencakup persyaratan mutu, pengemasan dan

penyimpanan untuk embrio sapi. Persyaratan mutu meliputi persyaratan

umum, dan persyaratan khusus. Pengemasan embrio mencakup bahan

straw transparan dengan ukuran 0,25 ml, kondisi kemasan harus tertutup,

setiap straw berisi satu embrio, dan diberi identitas jelas. Penyimpanan

embrio menggunakan goblet dalam canister yang terendam penuh

nitrogen cair memiliki suhu -196 °C pada container kriogenik dilengkapi

kartu petunjuk.

4. International Embrio Technology (IETS) merupakan penyedia akses ke

penelitian terkini dan prosedur klinis yang terkait dengan ovulasi,

superovulasi, gonadotropin, IVM, IVF, tahap perkembangan embrio,

kriopreservasi oosit, transfer atau kloning embrio serta folikel, embrio,

oosit, dan sel sperma.

5. Pengawetan embrio dilakukan dengan pembekuan embrio

(Kriopreservasi). Tahap pembekuan embrio yaitu penyiapan embrio,

seleksi kelayakan embrio, pencucian embrio, dehydrasi emberio sebelum

kriopreservasi, pembekuan embrio, thawing embrio, dan transfer embrio.


18

DAFTAR PUSTAKA

Alcivar AA, Maurer RR, Anderson LL. 1984. Superovulatory responses in FSH on

Pergonal treated heifers [Respon superovulatori dalam FSH pada sapi betina

muda dengan perlakuan Pergonal]. Theriogenology 22: 635-42.

ARDILLA, Y. 2019. IDENTIFIKASI KUALITAS EMBRIO SAPI DONOR DI

BALAI EMBRIO TERNAK (BET) CIPELANG BOGOR, JAWA BARAT.

ETD Unsyiah.

Badan Standar Nasional. 2013. [SNI] Standar Nasional Indonesia Nomor

7880.1:2013. Embrio Ternak - Bagian 1: Sapi. Jakarta.

Hendri., Zaituni, U. Dan Jaswandi. 2004. Bioteknologi Reproduksi Ternak. Jurusan

Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. UNAND, Padang.

Kementerian Pertanian. 2016. Standar Operasional Prosedure (SOP) Seksi

Produksi dan Aplikasi (PA). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan

Hewan, Balai Embrio Ternak Cipelang Bogor.

International Embryo Technology Society (IETS). 2003. About International

Embryo Technology Society (IETS). https://www.iets.org/

Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara Sumber Widya, Jakarta.

Rimayanti .2005. Pengaruh Proses Vitrifikasi dengan Krioprotektan Etilen Glikol

Terhadap Daya Hidup Oosit Sapi. Media Kedokteran Hewan. 21 (1):28-31.

Supriatna Iman. 2018.Transfer Embrio Pada Ternak. SEAMEO BIOTROP. Bogor.


Youngs, C. R. Cryopreservation of Preimplantation Embrios of Cattle, Sheep, and
Goats. J. Vis. Exp. (54), e2764, doi:10.3791/2764 (2011).

Anda mungkin juga menyukai