Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERAN IB DI DALAM PERBAIKAN MUTU GENETIK LEMBAGA DAN SDM


YANG TERKAIT DI DALAM KEBERHASILAN IB

Dosen Pengampu Mata Kuliah Manajemen Reproduksi dan IB


Dr. Ir. Nurul Isnaini, MP

Kelompok B-3:

Mei Rika Novia Sari 175050100111047


Avida Fradiana 175050100111054
Urania Noor Alina Megananda 175050100111062

Kelas B
_____________________________

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Panyayang,
kami mengucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah -Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi
tugas mata kuliah Manajemen Reproduksi dan Inseminasi Buatan.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Kelompok kami
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Kelompok kami sangat menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat untuk pembaca.

Malang, 13 Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................i


DAFTAR ISI .......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................2
1.3 Tujuan ........................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Perkembangan IB di Dunia dan di Indonesia ................................................3
3.2 Tingkat Keberhasilan IB di dalam Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik Ternak di
Indonesia ....................................................................................................................4
3.3 Lembaga-lembaga dan SDM yang Terkait dan Berperan Terhadap Keberhasilan
Inseminasi Buatan ......................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................................8
LAMPIRAN .......................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara bagian di Benua Asia yang memiliki 2 iklim
yaitu tropis dan subtropis. Selain itu, Indonesia juga memiliki daratan luas sehingga cocok
untuk pengembangan beberapa jenis ternak guna peningkatan mutu genetik seperti ternak
ruminansia, pseudo ruminansia dan monogastrik. Peningkatan mutu genetik berhubungan
dengan manajemen reproduksi yang baik sehingga nantinya dapat menghasilkan
kemampuan keturunan secara berkelanjutan.
Salah satu indikator performans reproduksi ternak betina adalah keberhasilan
kebuntingan untuk menghasilkan ternak dengan kemampuan produksi yang baik.
Kebuntingan berkaitan dengan metode perkawinan. Perkawinan secara alami diduga dapat
menghasilkan kemampuan kebuntingan yang rendah karena penanganan ternak yang akan
dikawinkan tidak intensif sehingga terdapat berbagai alasan antara lain kurangnya kontrol
terhadap manajemen estrus, ratio ternak jantan dan betina yang tidak seimbang dan adanya
beberapa ekor ternak betina yang tidak mampu untuk bunting.
Alternatif perkawinan ternak selain secara alami adalah perkembangan teknologi
reproduksi yaitu teknik Inseminasi Buatan (IB), teknik ini ditemukan pertama kali oleh
Lazzaro Spallanzani dengan inseminasi buatan pertamakali pada anjing. Menurut
Susilowati, (2015) bahwa Inseminasi Buatan (IB) adalah suatu bioteknologi reproduksi
yang secara luas telah dikenal di dunia yang menggunakan teknologi koleksi semen,
prosesing dan menempaikan spermatozoa pada alat reproduksi betina untuk memfertilisasi
oosit. Inseminasi Buatan (IB) diharapkan mempunyai peran besar dalam meningkatkan
keberhasilan kebuntingan dan guna perbaikan mutu genetik keturunannya.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin membahas lebih lanjut tentang “Peran IB di
dalam Perbaikan Mutu Genetik Lembaga dan SDM yang Terkait di dalam Keberhasilan
IB”.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana sejarah perkembangan IB di dunia dan di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana tingkat keberhasilan IB di dalam peningkatan populasi dan mutu
genetik ternak di Indonesia?
1.2.3 Siapa saja lembaga-lembaga dan SDM yang terkait dan berberanan terhadap
keberhasilan Inseminasi Buatan?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui sejarah perkembangan IB di dunia dan di Indonesia.
1.3.2 Mengetahui tingkat keberhasilan IB di dalam peningkatan populasi dan mutu
genetik ternak di Indonesia.
1.3.3 Mengetahui lembaga-lembaga dan SDM yang terkait dan berberanan terhadap
keberhasilan Inseminasi Buatan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah berusaha
meningkatkan populasi dan produktivitas serta mutu genetik ternak melalui penerapan
teknologi reproduksi ternak baik teknologi Inseminasi Buatan (IB) maupun Transfer Embrio
(Sibagariang, dkk, 2010).
Tujuan dilaksanakannya aplikasi teknologi IB dapat dilihat dari sisi mikro dan makro
yang selaras. Tujuan dari sisi mikro introduksi IB dimaksudkan untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas usaha ternak. Semen yang diintroduksikan tentunya diperoleh dari
sapi jantan unggul, harapannya keturunan yang diperoleh juga mendekati kualitas sumber
semen tersebut. Pada gilirannya, peningkatan produktivitas dan kualitas usaha ternak dapat
meningkatkan pendapatan peternak. Sedangkan tujuan dari sisi makro, introduksi IB untuk
meningkatkan populasi dan produksi, agar dapat memenuhi permintaan yang selama ini masih
harus dipenuhi melalui impor (Suprianto, 2016).
Inseminasi Buatan sebagai alat yang efektif untuk memperbaiki mutu genetik dan
meningkatkan populasi ternak. Inseminasi Buatan (IB) adalah salah satu bioteknologi
reproduksi alternatif yang dapat digunakan untuk memperbaiki produktivitas usaha ternak
sapi di Indonesia. IB merupakan alat yang efisien dan efektif dalam melaksanakan
kebijaksanaan pemuliaan ternak secara nasional untuk memperbaiki mutu genetik
keturunannya secara cepat. Keberhasilan IB ditunjukkan dengan jumlah anak yang dilahirkan
dari sejumlah induk yang diinseminasi. Penerapan teknologi IB diyakini memiliki nilai
tambah ekonomi dan praktis dalam usaha perbaikan genetik dan produktivitas (Purwantini,
2015).
Menurut Luthan, (2010) untuk mendapatkan hasil yang baik ketika pelaksanaan
inseminasi buatan harus diperhatikan beberapa hal yaitu prosesseleksi pada sapi jantan dapat
dilakukan berdasarkan rekor tetua berdasar performans individu (Performance Testing). Pada
seleksi individu, setiap ternak jantan harus melewati pemeriksaan Breeding Soundness yang
meliputi: performans jantan, penilaian alat kelamin, uji fertilitas, bebas dari penyakit menular
reproduksi, kondisi tubuh (Body Scoring Condition), serta mempunyai kaki dan kuku
belakang yang sehat. Kualitas semen serta pengolahan semen yang baik secara langsung
memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas dari anak yang dilahirkan. Efisiensi dari
pejantan secara optimal dengan memanfaatkan setiap ejakulat yang dihasilkan untuk
mengawini dan membuahi banyak betina akan meningkatkan kuantitas ternak.

2
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Perkembangan IB di Dunia dan di Indonesia

A. Sejarah IB di Eropa
IB di Eropa pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter hewan asal
Perancis tahun 1890, yaitu Repiquet. Dia menjelaskan pemakaian teknik IB sebagai
salah satu cara mengatasi kemajiran. Namun, hasil-hasil penelitiannya masih belum
memuaskan. Kemudian Prof Hoffman dan Stuttgart dari Jerman mencoba mengatasi
kegagalan tersebut dengan menganjurkan agar IB dilakukan pasca kawin alam.
Caranya, vagina kuda yang telah dikawinkan alam dikuakkan, kemudian semen
diambil dengan spuit. Semen dicampurkan dengan susu sapi untuk kemudian di IB-
kan kembali pada kuda betina tersebut. Meskipun cukup berhasil, namun cara ini
diakui banyak kelemahan dan kurang praktis dilaksanakan.
Tahun 1902, Sand dan Stripbold asal Denmark berhasil menemukan 4 konsepsi
posisi IB yang tepat dari 8 ekor kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan
penggunaan IB karena ekonomis penggunaan dan penyebarannya dari kuda yang
berharga dan bisa memajukan peternakan pada umumnya. Kesuksesan terbesar hasil
IB pertama kalinya diraih Askaniya-Nova (1912), menghasilkan 31 konsepsi (angka
kebuntingan) dari 39 kuda betina yang di IB, sedangkan dengan kawin alam hanya 10
konsepsi dari 23 yang di IB.
Tahun 1914, Geuseppe Amantea seorang Guru Besar Fisiologi Manusia di
Roma, banyak melakukan penelitian tentang spermatozoatologi dengan hewan
percobaan anjing, merpati dan ayam berhasil membuat vagina buatan pertama untuk
anjing. Selanjutnya berkembang penelitian-penelitian membuat vagina buatan pada
sapi, kuda, dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat vagina buatan sapi yang
pertama kali, tahun 1931 Fred F. Mckenzie asal Amerika Serikat berhasil membuat
vagina buatan pada domba dan kambing. Untuk memperlancar pelaksanaan IB, tahun
1938 Prof Enos J. Perry mendirikan koperasi IB yang pertama kali di New Jersey,
Amerika Serikat.
IB semakin berkembang pesat sejak ditemukannya teknologi pembekuan
semen beku sapi dalam bentuk straw tahun 1940 oleh Sorensen (Denmark) dan
kemudian disempurnakan oleh Cassau dari Perancis. C. Polge, A.U. Smith dan A.S.
Parkes dari Inggris tahun 1949, mampu menyimpan semen dalam waktu lama dengan
suhu pembekuan mencapai -79oC menggunakan dry ice (CO2 padat) sebagai pembeku
dan gliserol sebagai pengawet sekaligus pencegah cekaman dingin (cold shock) yang
dapat merusak membran sperma. Pembekuan ini disempurnakan lagi dengan
ditemukannya Nitrogen Cair sebagai pembeku hingga suhu -169oC dan hingga
sekarang ini telah banyak digunakan di Balai Inseminasi Buatan di Indonesia
menggunakan Bejana N2 cair (container).

3
B. Sejarah IB di Indonesia
Inseminasi buatan (IB) diperkenalkan pertama kali di Indonesia pada
permulaan tahun 1950-an oleh Profesor B. Seit dari Denmark di Fakultas Kedokteran
Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka Rencana
Kesejahteraan Istimewa (RKI) pada tahun-tahun berikutnya didirikanlah stasiun
inseminasi buatan di daerah-daerah terutama di Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.
Kegiatan IB di Jawa Tengah mulai dilaksanakan pada tahun 1953 dan
dilaksanakan oleh dua balai yaitu Balai Pembenihan Ternak di Mirit Kabupaten
Kebumen. Balai satu lagi di Sidomulyo, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Semarang.
Balai IB yang tertua di Indonesia dan masih bertahan sampai sekarang adalah Balai
Inseminasi Buatan Ungaran, Jawa Tengah. Berdirinya Balai IB Ungaran ini menjadi
cikal bakal perkembangan IB sampai ke daerah-daerah di Indonesia. Perkembangan IB
yang pesat ini didukung oleh penggunaan semen beku, sehingga IB di Jawa Tengah
tidak terbatas pada sapi perah tetapi juga sapi potong.
Selanjutnya pada tahun 1969, IB mulai diperkenalkan ke daerah-daerah lain di
Indonesia. Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui Departemen Fisiopatologi
reproduksi telah mengintrodusir IB di daerah Pengalengan Bandung Selatan dengan
“calf show” yang pertama kali dalam sejarah perkembangan IB di Indonesia.
Pemasukan semen beku ke Indonesia pada permulaan tahun 1973 telah
membantu menggalakkan IB. semen beku telah digunakan dalam IB pada sapi perah
maupun sapi potong. Gairah masyarakat akan IB telah berkembang pesat, untuk itu
dalam memenuhi permintaan terutama penyediaan semen beku maka pemerintah
mendirikan satu pusat IB di lembang Jawa Barat dan Balai Inseminasi Buatan (BIB) di
Wonocolo Surabaya sebagai sentra pengembangan bioteknologi IB di Jawa Timur
dengan salah satu kegiatannya adalah memproduksi semen cair untuk melayani
Inseminasi di Surabaya, Malang, Pasuruan dan Sidoarjo. Tahun 1975 kegiatan
produksi semen beku, dan tahun 1982 produksi semen beku dipindahkan ke Singosari
dan selanjutnya berkembang menjadi BIB Singosari dan sentra IB Jawa Timur hanya
sebagai regulator pelaksanaan IB di Jawa Timur.
Perkembangan IB saat sekarang tersebar di seluruh Indonesia, hal ini
dikarenakan masyarakat telah menyadari arti dan manfaat IB untuk meningkatkan
produktivitas ternaknya. Menyadari arti penting IB tersebut maka hampir setiap daerah
propinsi di Indonesia melalui Dinas Peternakan/Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan mendirikan Balai Inseminasi Buatan atau UPT Inseminasi Buatan.

3.2 Tingkat Keberhasilan IB di dalam Peningkatan Populasi dan Mutu Genetik Ternak
di Indonesia
IB adalah usaha manusia memasukkan sperma ke dalam saluran reproduksi betina
dengan menggunakan peralatan khusus. IB dikatakan berhasil bila sapi induk yang
dilakukan IB menjadi bunting. Masa bunting/periode kebuntingan sapi (gestation period)
yaitu jangka waktu sejak terjadi pembuahan sperma terhadap sel telur sampai anak
dilahirkan. Periode kebuntingan sapi berkisar 280 sampai dengan 285 hari. Setelah
melahirkan disebut masa kosong sampai sapi yang bersangkutan bunting pada periode
berikutnya (Hastuti, 2008).

4
Bangsa sapi potong yang berpotensi dalam peningkatan populasi dan peningkatan mutu
genetik melalui pejantan unggul menurut BIB Lembang, (2011) adalah:

1. Simmental
 Berat lahir umumnya lebih besar daripada Limousin.
 Pertumbuhan yang cepat dengan pertambahan berat badan harian 0,9-1,2 kg.
 Berat badan jantan umur 2 tahun 800-900 kg dan berat jantan dewasa 1000-1200 kg.
 Berat badan sapi betina 700-800kg.
 Karkas tinggi dengan sedikit lemak
.
2. Limousin
 Pertumbuhan cepat dengan PBBH 1,0-1,4 kg.
 Umur 2 tahun memiliki berat badan 800-900kg dan berat jantan dewasa 1000-1100 kg.
 Kualitas daging baik.
 Dikenal dan disukai peternak.

3. Brahman
 Tidak mempunyai masalah dalam beranak.
 Cocok terhadap iklim yang panas dan bercurah hujan tinggi.
 Tahan terhadap ‘footroot’, tahan terhadap penyakit internal (cacing), parasit eksternal
(caplak) dan penyakit kembung perut (bloat).

4. Ongole
 Digunakan sebagai ternak kerja dan pedaging.
 Tahan terhadap panas karena permukaan kulit yang luas dengan adanya gelambir yang
besar.
 Berkaki kuat dan lurus.
 Mampu beradaptasi terhadap kualitas pakan yang jelek.

Kualitas sapi perah dan sapi potong yang unggul akan menaikkan kualitas sapi-sapi di
daerah pedesaan yang umumnya melakukan perkawinan asal, tanpa memperhatikan kualitas
pejantan sehingga tidak ikut meningkatkan mutu genetik ternak. Semen ternak unggul
ditampung dan di uji di Balai Inseminasi Buatan Lembang serta Singosari yang nantinya
dijadikan produk semen beku untuk dapat disebarkan ke seluruh Indonesia dalam proses
inseminasi buatan sehingga menjadi salah satu bentuk peningkatan mutu genetik dan populasi
ternak di indonesia.
Keuntungan utama dari inseminasi buatan adalah perbaikan mutu genetik,
pengendalian penyakit kelamin, tersedianya catatan perkawinan (recording) akurat yang
penting untuk pengelolaan peternakan dengan baik, ekonomis dan terjaminnya keamanan
dengan mengeliminasi pejantan yang berbahaya di peternakan.
Menurut Luthan, (2010) untuk mendapatkan hasil yang baik ketika pelaksanaan
inseminasi buatan harus diperhatikan beberapa hal yaitu proses seleksi pada sapi jantan dapat
dilakukan berdasarkan rekor tetua berdasar performans individu (Performance Testing). Pada
seleksi individu, setiap ternak jantan harus melewati pemeriksaan Breeding Soundness yang
meliputi: performans jantan, penilaian alat kelamin, uji fertilitas, bebas dari penyakit menular
5
reproduksi, kondisi tubuh (Body Scoring Condition), serta mempunyai kaki dan kuku
belakang yang sehat. Kualitas semen serta pengolahan semen yang baik secara langsung
memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas dari anak yang dilahirkan. Efisiensi dari
pejantan secara optimal dengan memanfaatkan setiap ejakulat yang dihasilkan untuk
mengawini dan membuahi banyak betina akan meningkatkan kuantitas ternak.

 Proses Inseminasi Buatan menggunakan semen cair dan semen beku


Menurut Luthan, (2010) semen cair adalah semen segar yang telah diencerkan
dengan bahan pengencer semen dan di simpan pada suhu 3-5oC (dalam lemari es),
dapat digunakan untuk IB dalam waktu 4 sampai dengan 5 hari.

Proses pembuatan semen cair:

Penampungan semen
(vagina
buatan/elektroejakul
ator)

Inseminasi (keteter Evaluasi semen


IB). (kualitas layak)

Penghitungan dosis
Penyimpanan (3-5oC
dan pengenceran
lemari es)
(bahan pengencer)

Semen cair dapat disimpan untuk waktu yang tidak lama, namun semen beku dapat
disimpan dalam waktu yang lebih lama dengan cairan N2 cair.
Semen beku adalah semen segar yang telah di encerkan sesuai dosis dengan bahan
pengencer semen yang mengandung krioprotektan (gliserol).

6
Proses pembuatan semen beku:

Penampungan semen
(vagina buatan)

Inseminasi buatan Evaluasi semen (kualitas layak)

Penghitungan dosis dan


Penyimpanan
pengenceran (bahan
(pada kontainer)
pengencer)

Pembekuan (pada Ekuilibrasi pada suhu


uap N2 cair) 4o selama 4-6 jam

Pengemasan (straw
mini 0,25 ml)

Manfaat Inseminasi buatan:


1. Mempertinggi penggunaan pejantan-pejantan unggul dengan memanfaatkan daya guna
genetik unggul.
2. Menghemat biaya, menghindari penyebaran penyakit yang bahaya dan menghemat biaya
pemeliharaan pejantan yang belum tentu merupakan pejantan terbaik serta dapat
menghindari dari perkawinan satu darah.
3. Penggunaan semen beku dan cair dengan pejantan yang unggul setelah diteliti kemampuan
genetiknya kemudian disilangkan dengan ternak betina akan memperbaiki mutu genetik
keturunannya.
4. Memungkinkan perkawinan antara hewan atau ternak yang terpisah dalam waktu dan
tempat, seperti IB memberi kesempatan untuk mempertinggi mutu ternak sapi- sapi daerah
tropis dengan pejantan dari negara beriklim j31sedang dan dingin yang tidak dapat hidup
di daerah tropis

3.3 Lembaga-lembaga dan SDM yang Terkait dan Berperan Terhadap Keberhasilan
Inseminasi Buatan

Inseminasi buatan merupakan teknik yang saat ini berguna apabila dimanfaatkan
dengan maksimal oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang di bidang pengembangan
populasi dan mutu genetik peternakan seperti pemerintah, akademisi, dan peternak.
Sehingga nantinya dapat dikembangkan keseluruh wilayah Indonesia. Pengaplikasian
teknik inseminasi buatan membutuhkan keterampilan khusus dalam pelaksanaannya dan
diperlukan pelatihan intensif sehingga prosentase kebuntingan tinggi.

7
Lembaga yang berperan penting terhadap keberhasilan Inseminasi Buatan adalah Balai
Besar Inseminasi Buatan (BBIB) karena BBIB sudah meningkatkan produksi dan
diversifikasi produk dan jasa yang berkualitas, mewujudkan replacement pejantan dan
peningkatan mutu genetik secara berkesinambungan yang ditunjang oleh penerapan good
breeding practice, mewujudkan profesionalisme SDM melalui pendidikan, pelatihan,
promosi, dan penempatan berdasarkan kompetensi guna meningkatkan daya saing
internasional, mengoptimalkan prasarana sarana untuk memberikan nilai tambah aset
fisik dan intelektual melalui pengembangan teknologi dan perlindungan hak atas
kekayaan intelektual (HAKI), mewujudkan kinerja layanan melalui pemasaran,
kerjasama yang handal dan pemantauan produk dan jasa didukung sistem informasi yang
inovatif, serta mewujudkan kinerja administrasi dan keuangan yang efisien, akuntabel
dan transparan untuk mewujudkan BLU yang handal.

Sedangkan, SDM yang berperan penting adalah inseminator yang sudah sangat ahli
dibidang inseminasi. Sehingga nantinya, sapi betina yang di IB kan dari semen sapi
jantan akan bunting dan keturunannya memiliki bibit unggul karena semen yang di IB
kan juga memiliki kualitas yang baik pula.

8
DAFTAR PUSTAKA

BIB Lembang. 2011. Koleksi Pejantan Unggul Tahun 2011. BIB Lembang. Bandung.

Hastuti, Dewi. 2008. Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Potong di Tinjau dari
Angka Konsepsi dan Service Per Conceptio. Tingkat Keberhasilan Inseminasi. Vol.
4(1):12- 20.

Luthan, F. 2010. Pedoman Teknis Alat Mesin dan ULIB Budidaya Ternak Ruminansia.
Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. Jakarta.

Purwantini, t.b. 2015. Optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) Mendukung Percepatan Produksi
Dan Swasembada Daging Sapi. Prosiding Seminar Nasional Swasembada Pangan
Polinela. Vol. 2(1): 602-609.

Sibagariang, M., Z. Lubis, dan Hasnudi. 2010. Analisis Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB)
pada Sapi dan Strategi Pengembangannya di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal
Agribisnis Sumatera Utara. Vol. 3(2): 25-33.

Suprianto. 2016. Kajian Aplikasi Teknologi Inseminasi Buatan dalam Upaya Peningkatan
Produktivitas dan Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong di Kabupaten Tasikmalaya.
Mimbar Agribisnis. Vol 1(3): 211-226.

Susilowati, Trinil. 2015. Pedoman Inseminasi Buatan Pada ternak. Malang: UB PRESS.

Anda mungkin juga menyukai