“Teknologi Bioreproduksi”
Disusun Oleh
Fuat Syarifudin 1710701022
Kurnia Islamia 1710701023
Erick Marselino S 1710701016
Maulana Tri Andhan 1710701030
Yayuk Hidayatul M 17107010
i
KATA PENGANTAR
(Penulis)
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 3
2.1 Pengertian Inseminasi Buatan pada Sapi ...................................... 4
2.2 Prosedur Inseminasi Buatan pada Sapi ......................................... 5
2.3 Faktor Kegagalan Inseminasi Buatan .......................................... 8
2.4 Koleksi Embrio.............................................................................. 9
2.5 Transfer Embrio....................................................................... 9
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dengan memanfaatkan berbagai metode dan cara yang sangat canggih, seperti
manipulasi embrio (MOET, IVF, splitting embryo, cloning, sexing sperma/embrio
dan lain-lain), maupun penggunaan metode seleksi dengan cara best linier
unbiased prediction (BLUP) ataupun memanfaatkan teknologi penciri DNA
(quntitative trait loci/QTL).
Dan di Indonesia sendiri aplikasi Transfer Embrio juga mulai
dikembangkan. Menurut literatur Teknologi fertilisasi in vitro (IVF) saat ini
masih dilakukan dengan memanfaatkan oosit segar, namun kendala yang
dihadapi adalah oosit mamalia memiliki daya tahan hidup yang sangat terbatas
sehingga tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama pada suhu kamar.
Produksi embrio dapat dilakukan secara in vivo maupun in vitro.
Keberhasilan teknologi Transfer Embrio dengan menggunakan embrio
baik secara in vivo maupun in vitro ditunjukkan dengan keberhasilan
menghasilkan anak yang dilahirkan dengan kualitas yang di inginkan. Transfer
Embrio dilakukan dengan beberapa tahap yaitu dengan evaluasi embrio dan
klasifikasi dari embrio, maturasi atau pematangan embrio dan beberapa tahapan
lainnya.
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah bagi penulis maupun pembaca adalah untuk
menambah informasi dan wawasan mengenai perbaikan mutu genetik melalui
inseminasi buatan dan transfer embrio. Perbaikan mutu genetik dapat dilakukan
dengan beberapa cara akan tetapi kini transfer embrio mulai banyak
dikembangkan. Makalah ini menjelaskan mengenai pengertian transfer embrio
dan inseminasi buatan, tahapan-tahapan transfer embrio dan inseminasi buatan
dan manfaat transfer embrio dan inseminasi buatan itu sendiri.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dan teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu
yang lama;
4
libidonya bagus. Kelebihan metode penampungan menggunakan vagina
tiruan ini adalah selain pelaksanaannya tidak serumit dua metode
sebelumnya, semen yang dihasilkannya pun maksimal. Hal ini terjadi karena
metode penampungan ini merupakan modifikasi dari perkawinan alam. Sapi
jantan dibiarkan menaiki pemancing yang dapat berupa ternak betina, jantan
lain, atau panthom (patung ternak yang didesain sedemikian rupa sehingga
oleh pejantan yang akan ditampung semennya dianggap sebagai ternak
betina). Ketika pejantan tersebut sudah menaiki pemancing dan
mengeluarkan penisnya, penis tersebut arahnya dibelokkan menuju mulut
vagina tiruan dan dibiarkan ejakulasi di dalam vagina tiruan. Vagina tiruan
yang digunakan dikondisikan supaya menyerupai kondisi (terutama dalam
hal temperatur dan kekenyalannya) vagina yang sebenarnya.Mengingat
ternak jantan yang akan dijadikan sumber semen harus memiliki kondisi
badan yang sehat dan nafsu seksual yang baik, maka sebaiknya kita
mengutamakan metode penampungan semen menggunakan vagina tiruan
pada ternak mamalia (sapi, kerbau, kuda, domba, dan kambing).
Lalu semen di evaluasi ,evaluasi atau pemeriksaan semen merupakan
suatu tindakan yang perlu dila-kukan untuk melihat kuantitas (jumlah) dan
kualitas semen.Pemeriksaan semen dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
pemeriksaan secara makroskopik dan pemerik-saan mikroskopik.
Pemeriksaan makroskopik yaitu pemeriksaan semen secara garis besar tanpa
memerlukan alat bantu yang rumit, sedangkan pemeriksaan mikroskopik
bertujuan melihat kondisi semen lebih dalam lagi serta memerlukan alat
bantu yang cukup lengkap. Evaluasi makroskopik meliputi : volume semen,
warna semen, bau semen, kekentalan semen, dan pH semen. Adapun
pemeriksaan mikrokopik meliputi gerakan massa sperma, gerakan individu
sperma, konsentrasi sperma dalam tiap mililiter semen, konsentrasi sperma
hidup dalam setiapmililiter semen, konsentrasi sperma mati dalam setiap
mililiter semen, dan persentase abnormalitas (ketidaknormalan bentuk)
sperma.
Selanjutnya dilakukan pengenceran semen , Pengenceran semen adalah
5
satu upaya untuk memperbesar volume semen serta menurunkan kandungan
sperma dalam volume tertentu sehingga akan lebih banyak dosis inseminasi
dapat dibuat. Dengan demikian akan lebih banyak jumlah ternak betina yang
dapat dikawini oleh seekor pejantan karena setiap ejakulatnya mampu
menginseminasi banyak betina. Pengencer semen adalah larutan isotonis
(memiliki tekanan osmotik yang sama dengan plasma darah) yang
mengandung bahan-bahan yang bersifat buffer (memelihara larutan dari
perubahan pH), bahan nutrisi bagi kelangsungan hidup sperma, dan mampu
memelihara sperma dari cekaman dingin (cold shock). Pengawetan atau
preservasi semen merupakan upaya manusia memperpanjang daya hidup dan
daya fertilisasi sperma sehingga masa pakai semen tersebut dapat lebih lama.
Pengawetan semen dapat dilakukan untuk keperluan penyimpanan singkat
pada temperatur 5o C dan penyimpanan semen untuk jangka waktu tidak
terbatas pada temperatur – 196o C. Pengawetan semen pada temperature
dibawah titik beku air memerlukan bahan lain yang mampu melindungi
sperma karena cekaman akibat perubahan tekanan osmotik larutan
(hypertonic stress) dan melindungi sperma akibat pembentukan kristal es
pada saat pembekuan. Bahan yang mampu ber-peran untuk kedua maksud di
atas disebut sebagai agen krioprotektan seperti glycerol.
Inseminasi atau deposisi semen ke dalam saluran reproduksi ternak
betina merupakan salah satu langkah akhir dalam kegiatan insemi-nasi
buatan.Pencurahan semen ke dalam saluran reproduksi ternak betina
mamalia dilakukan dengan maksud agar sel telur yang diovulasikan ternak
betina tersebut dapat dibuahi oleh sperma sehingga ternak betina menjadi
buntingdan melahirkan anak. Inseminasi/ deposisi semen harus dilaksanakan
pada saat yang tepat, yaitupada saat ternak betina (mamalia = sapi, domba,
kerbau, dsb) itu sedang dalam puncak berahi.Inseminasi/ deposisi semen
pada ternak mamalia besar (sapi, kerbau) dilakukan dengan metode recto-
vaginal.Inseminasi/ deposisi semen pada ternak mamalia kecil (domba,
kambing) menggunakan metode vaginoscope atau speculum. Semen yang
diinseminasikan dapat dalam bentuk semen cair atau semenbeku. Aplikator
6
(alat untuk menyampaikan semen) atau insemination gun untuk semen cair
berbeda dengan untuk semen beku (Kartasudjana, 2001).
7
3.4 .Koleksi Embrio
Koleksi embrio pada sapi donor dilakukan pada hari ke 7 sampai 8 setelah
berahi. Sebelum dilakukan panen embrio, bagian vulva dan vagina dibersihkan
dan disterilkan dengan menggunakan kapas yang mengandung alkohol 70%.
Koleksi embrio dilakukan dengan menggunakan foley kateter dua jalur 16-20G
steril (tergantung ukuran serviks). Pembilasan dilakukan dengan memasukkan
medium flushing Modified Dulbecco Phosphate Buffered Saline (M-PBS) yang
telah dihangatkan di dalam waterbath 37°C. Embrio yang didapat dari
pembilasan bisa langsung di transfer ke dalam sapi resipien atau dibekukan untuk
disimpan dan di transfer pada waktu lain.
8
Koleksi Oosit
Ovarium dikumpulkan dari Rumah Potong Hewan dalam keadaan segar dan
dimasukkan dalam medium berisi NaCl 0,9% + Penisilin (Meiji) 100 IU +
Streptomisin (Meiji) 100 IU pada suhu 35 °C. Dalam waktu tidak lebih dari 3 jam
maka dilakukan koleksi oosit dengan metode aspirasi. Medium aspirasi yang
digunakan TCM 199 powder (GIBCO, St. Louis, MO, USA) ditambahkan Hepes
(Sigma, Grand Island, NY, USA) dan NaHCO3 (Sigma Grand Island, NY, USA).
Media ini difiltrasi dengan menggunakan membran filter berukuran diameter 0,22
μm. Medium aspirasi mengambil sampel. Aspirasi dilakukan dengan
menggunakan jarum 18 G. Evaluasi kualitas oosit immature dilakukan
berdasarkan kriteria Hozumi (2001). Oosit kualitas A (sitoplasma kompak secara
sempurna dengan sel-sel kumulus beraturan menempel di keseluruhan bagian
oosit) digunakan dalam penelitian ini.
Maturasi Oosit In Vitro
Setelah dilakukan klasifikasi kualitas oosit, maka oosit yang berkualitas A
dimaturasi secara in vitro dengan medium TCM199 + FCS (Gibco St. Louis, MO,
USA) 10% + PMSG (Intervet, Holland) 10 IU + HCG (Intervet, Holland) 10 IU.
Untuk mengetahui tahap pematangan, oosit dikultur selama 24 jam dalam
inkubator pada suhu 39 °C dan 5% CO , 2 kelembaban 95%. Setelah proses
maturasi in vitro oosit dievaluasi menggunakan mikroskop inversi dengan
pembesaran 400x. Oosit dengan sel kumulus terekspansi sempurna digunakan
dalam penelitian ini (Supriatna, et al., 1992).
Vitrifikasi Oosit
Oosit hasi maturasi in vitro selama 24 jam didehidrasi pada larutan sukrosa
(Sigma, St. Louis, MO, USA) 0,25 M, dan 0,50 M, masing-masing selama 5
menit, kemudian dipaparkan ke dalam larutan vitrifikasi yang berbeda (EG 10,
20, 30, 40, dan 50%) ditambah 0,5 M sukrosa dengan lama waktu paparan yang
berbeda (1, 3, dan 5 menit). Oosit dimasukkan ke dalam ministraw transparan
0,25 cc (French straw), masing-masing berisi 10 oosit. Setelah pemaparan di
dalam uap nitrogen selama 10 detik, ministraw yang berisi oosit dimasukkan
dalam kontainer nitrogen cair dan disimpan selama 2 minggu untuk pemeriksaan
9
lebih lanjut.
Thawing Oosit
Thawing dilakukan dengan cara penghangatan (warming) di udara selama 10
detik kemudian dimasukkan dalam penangas air suhu 35 °C selama 1 menit. Isi
ministraw dituangkan ke dalam cawan petri dan oosit dibilas dua kali dengan
sukrosa 0,5 M untuk menghilangkan krioprotektan.
Fertilisasi In Vitro Oosit Setelah Vitrifikasi
Oosit segar dan oosit hasil vitrifikasi digunakan lebih lanjut untuk proses
IVF. Pengamatan jumlah oosit yang terfertilisasi dilakukan dilakukan dengan
pewarnaan aseto orcein 1%. Oosit yang terfertilisasi normal, oosit yang
mengalami polispermia, dan oosit yang tidak terfertilisasi. Walaupun oosit yang
telah mengalami vitrifikasi masih memiliki kemampuan untuk mendukung proses
fertilisasi, namun keadaan poliploid menunjukkan persentase yang cukup tinggi
jika dibandingkan dengan oosit tanpa perlakuan vitrifikasi.
Terdapat dua metode utama dalam transfer embrio yaitu metode operasi
dan non operasi. Penggunaan metode operasi menghasilkan tingkat kebuntingan
yang tinggi namun tingkat kebuntingan dengan metode non operasi juga dapat
menyamai metode operasi jika teknisi mempunyai keahlian yang tinggi dalam
transfer embrio.
a. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Transfer embrio
· Kualitas Embrio.
· Medium Transfer.
· Sinkronisasi estrus donor dengan resipien.
· Infeksi.
· Penempatan embrio dalam uterus.
· Metode non operasi dan teknisi.
· Resipien, dara atau induk.
· Status nutrisi resipien.
b. Seleksi Resipien
Resipien adalah masih muda dan terbebas dari penyakit dengan tingkat
10
fertilitas yang tinggi dan mempunyai sifat keibuanyang baik juga, mempunyai
pertumbuhan yang baik dan mudah dalam melahirkan anak. bangsa ternak
tidak terlalu menjadi permasalahan,umumnya jenis persilangan menunjukan
tingkat fertilitas yang cukup baik.
c. Manajemen kesehatan resipien
Kesehatan dan kodisi reproduksi resipien harus di uji pada saat seleksi
deteksi yang dilakukan terutama terhadap abnormalitas saluran reproduksi,
kondisi kebuntingan dan kesehatan ternak. Bila calon resipien didatangkan
dari luar, maka harus dikarantina sebelum digunakan sebagai resipien. Selama
periode ini, resipien harus diamati setiap hari terhadap tanda-tanda penyakit,
peningkatan suhu tubuh dan infeksi yang mempunyai korelasi yang tinggi
terhadap fertilitas.
d. Sikronisasi dan Deteksi Estrus
Keberhasilan Transfer embrio juga tergantung dari sinkronisasi estrus
antara donor dan resipien. Donor dan resipien harus mempunyai panjang
siklus estrus yang normal. Tingkat keberhasilan akan lebih tinggi jika
perbedaan estrus resipien dan donor maksimal 1 hari. Standing heat adalah
indikasi sapi estrus ditandai sapi akan diam jika dinaiki sapi lain. Walaupun
pengamatan secara langsung dengan mata adalah metode deteksi estrus yang
terbaik, namun saat ini terdapat peralatan yang dapat membantu deteksi estrus
seperti heat mount detector atau paint stick.
Sinkronisasi Estrus Resipien
Cara yang paling umum dilakukkan untuk sinkronisasi estrus adalah
dengan injeksi PGF2α atau analognya (estrumate). Jika resipien yang telah
disinkronisasikan mempunyai CL yang baik pada saat transfer embrio, maka
tingkat kebuntingan yang diperoleh akkan sama dengan resipien yang estrus
alami.
11
Resipien yang berada pada pertengahan siklus estrus dan menunjukan CL
pada ovarium akan berespon baik terhadap PGF2α pertama kali resipien
diseleksi dengan palpasi rectal. Resipien yang memiliki CL dikelompokan ke
dalam satu kelompok dan diinjeksikan dengan PGF2α (15-25 mg) atau
estrumate (500 mg). Estrus akan muncul 48-96 jam kemudian.
2. Injeksi ganda PGF2α tanpa palpasi rectal
Seluruh resipien diinjeksi dengan PGF2α tanpa memperhatikan
keberadaan CL pada ovarium. Ulangi injeksi PGF2α 11 hari kemudian. Estrus
akan muncul 48-96 jam kemudian.
Resipien yang tidak respon terhadap injeksi PGF2α yang pertama akan
berada pada posisi pertengahan siklus pada injeksi yang ke dua dan kembali
akan menunjukan gejalah estrus. Resipien yang tidak respon terhadap injeksi
PGF2α ke dua karena pada saat itu mereka berada pada posisi pertengahan
siklus estrus.
Dengan metode ini seluruh resipien akan mengalami estrus. Resipien
harus diinjeksikan dengan PGF2α satu hari lebih cepat dari pada donor, karena
pengaruh perlakuan superovulai pada donor dengan hormone gonadotropin
menyebabkan sebagian besar donor akan menjadi estrus 36-60 jam setelah
injeksi PGF2α.
Persiapan dan Prosedur Transfer
a. Material
Peralatan :
· Transfer gun
· Plastic sheath
· Outer sheath
· Gunting
· Plastic straw
· Straw cutter
· Disposable syringe (5-10 ml) dengan jarum suntik
· Cervix expander
12
Obat :
· Kapas dicelupan ke dalam ethyl alcohol 70%
· Kertas tisu dibasahi dengan desifektan
· Xylocaine 2% (lidocaine HCL)
· Padrine (prifinum bromide :anticonvulsivant)
b. Pemasukan embrio ke dalam straw
Persiapan straw :
· Straw dicuci dengan air murni tanpa membasahi sumbat
kapas, keringkan dan sterilisasi dengan gas ethylene oxide atau
dengan cahaya ultra viole. Sterilisasi dengan gas ethylene
harus sudah dilakukan 2 minggu sebelum straw digunakan,
karena residu gas tersebut dapat memberikan pengaruh yang
merusak terhadap embrio.
· Straw dipotong 1-2 cm untuk menyesuaikan dengan transfer
gun.
· Straw dicuci beberapa kali dengan medium tanpa membasahi
sumbat kapas.
· Masukan medium (M-PBS) sehingga mengisi straw lebih
kurang 2-3 cm.
· Diikuti dengan pemasukan udara sepanjang lebih kurang 0.5
cm dari straw.
· Kemudian medium yang mengandung embrio dimasukan ke
dalam straw dengan syringe tuberculin 1 ml mendekati sumbat
kapas, diikutii denga udara dan medium berikutnya. Medium
terakhir akan membasahi sumbat kapas yang berada pada
unjung straw.
13
dan ditutup dengan outher sheath. Hindarkan dari kontaminasi.
· Jika resipien berada berdekatan dengan lab transfer embrio
cara di atas dapat dilakukan secara langsung. Tetapi apabila
lokasi resipien berjauhan dengan lab, maka straw harus
ditutupi dan dibawah dengan hati-hati, dan dijaga agar tetap
berada pada posisi horizontal.
d. Persiapan resipien
· Pemeriksaan resipien untuk terakhir kalinya dilakukan 1 hari
atau beberapa saat menjelang transfer. Jika pemeriksaan
dilakukan dengan palpasi rectal, maka jangan meyentuh atau
meraba bagian ovarium dan uterus secara kasar.
· Kendalikan resipien di dalam kandang jepit dan keluarkan
seluruh feses yang berada dalam rectum.
· Lakukan epidural anastesi dengan 3 ml xylocaine.
· Bagian vulva dan rectal dicuci dengan air hangat dan diusap
dengan kertas tisu yang dicelupkan dengan desinfektan dan
terakhir dengan kapas beralkohol.
e. Sinkronisasi antara tahap perkembangan embrio dengan siklus estrus resipien
Jika tahap perkembangan embrio dan siklus estrus resipien berbeda,
maka harus disinkronkan sebaik mungkin. Sebagi contoh, pada hari ke 7
pembilasan transfer embrio segar dapat dilakukan. Jika hari ke 6-8 tersedia
resipien, maka tahap morula dan blastosis awal ditransfer pada hari ke 6, tahap
kompak morula dan blastosis awal ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis
ditransfer hari ke 7 dan expanded blastosis ditransfer hari ke 8.
f. Prosedur transfer
Pada saat teknik menempatkan tangannya di dalam rectum, vulva dibuka dan
transfer gun yang telah ditutupi cover sheath dimasukan ke dalam vagina oleh
seorang asisten.
Gun harus masuk melewati cervix hingga masuk ke salah satu tanduk uterus
dimana ovariumnya mengandung CL. Tanduk uterus ditinggikan dan
diluruskan di depan unjung gun.
14
Ujung gun harus dimasukan 5-10 cm melewati external bifurcation.
Sangat penting diperhatikan adalah jangan sampai melukai bagian dinding
uterus selama proses transfer embrio. Jika terdapat tekanan dari uterus, jangan
dipaksa, tunggu hingga relaks.
Jika posisi yang diinginkan sudah diperoleh, maka embrio ditempatkan pada
posisi tersebut.
Bila cervix terlalu sempit dan sulit dimasuki gun, maka dapat dibantu dengan
menggunakan expander cervix yang berukuran kecil.
Manfaat dan Keunggulan Transfer Embrio
Adapun manfaat teknologi transfer embrio adalah:
a. Meningkatkan mutu genetik ternak.
b. Mempercepat peningkatan populasi ternak.
c. Berpotensi mencegah berjangkitnya penyakit hewan menular yang
ditularkan lewat saluran kelamin.
d. Mempercepat pengenalan material genetik baru lewat ekspor embrio
beku.
e. Meningkatkan penyediaan sumber bibit unggul.
f. Memanfaatkan sapi lokal yang kurang unggul untuk menghasilkan
keturunan yang unggul.
g. Meningkatkan pendapatan masyarakat
15
16
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
18