oleh :
KELOMPOK II
ANGGOTA :
1.4 Manfaat
1. Sebagai bahan informasi mengenai hasil dari pengunaaan teknologi reproduksi.
2. Sebagai bahan informasi mengenai pengaruh dari inovasi teknologi reproduksi
terhadap susu / daging / anak yang dilahirkan.
Keuntungan Penggunaan IB
Bagi peternak, IB sangat menguntungkan karena tanpa memelihara pejantan
unggul dapat memperoleh bibit (sperma beku) yang unggul, sehingga menghasilkan
keturunan yang unggul. Di samping, itu mencegah meluasnya penyakit kelamin
yang sering ditularkan melalui perkawinan alami. Peternak memperoleh keturunan
yang cepat besar di samping tinggi produksinya (kenaikan berat badan dan prosuksi
susu). Oleh karena itu, dengan adanya program IB, peternak dapat memperoleh
keuntungan yang lebih besar dari usaha peternakannya.
Kerugian Penggunaan IB
Apabila jumlah pejantan sedikit atau terbatas maka dimungkinkan dalam suatu
daerah bibit sperma beku (frozen semen) yang ada juga terbatas. Bila ini terjadi
dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan terjadinya perkawinan keluarga atau
inbreeding, sehingga menyebabkan produktivitas ternaknya menurun. Namun, hal
ini dapat dibatasi dengan tata laksana yang baik mengenai distribusi sperma beku ke
daerah, misalnya setiap 2 tahun haus ada pergantian bibit sperma beku dalam suatu
daerah. Jika sperma tercemar dengan bibit penyakit kelamin, akan terjadi
penyebaran penyakit secara cepat dan meluas. Jika inseminator kurang terampil
maka akan terjadi pengulangan IB. Apakah inseminator kasar atau ceroboh dalam
melakukan inseminasi dapat menyebabkan luka pada bagian dalam alat reproduksi
sapi atau kerbau sehingga dapat terjadi infeksi. Gangguan pada alat reproduksi dapat
menurunkan efisiensi reproduksi (Ismaya, 2014).
2.2 Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan sebelumnya, kami dapat
menyimpulkan beberapa hipotesis sebagai berikut.
1. Ho : Hewan ternak (kerbau) di Peternakan Pak Sugianto yang diamati tidak
mengalami kebuntingan.
H1 : Hewan ternak (kerbau) di Peternakan Pak Sugianto yang diamati mengalami
kebuntingan.
2. Rumusan masalah kedua tidak dapat dihipotesiskan karena tidak adanya variabel yang
dapat dibandingkan dalam rumusan masalah ini.
| Laporan Mini Riset 6
3. Untuk rumusan masalah 3 dan 4, kami mengajukan hipotesis yaitu.
Ho : Tidak ada pengaruh dari teknologi reproduksi yang diterapkan di peternakan ini
terhadap kualitas anak yang dilahirkan.
H1 : Ada pengaruh dari teknologi reproduksi yang diterapkan di peternakan ini
terhadap kualitas anak yang dilahirkan.
2. Observasi
Observasi dilakukan setelah wawancara untuk mengamati keadaan kerbau yang
bunting dan tidak bunting, melihat warna bulu dan karakteristik jenis kerbau di
peternakan ini.
4.3. Pembahasan
Peternakan milik Pak Sugianto, yang berada di Pasar II Namorambe ini telah
didirikan selama 25 tahun. Peternakan ini dikelola untuk menghasilkan daging.
Peternakan ini memiliki 10 ekor kerbau rawa (1 ekor jantan dan 9 ekor betina) dan 2 ekor
lembu.
Ketika melakukan penelitian, kami menemukan sebanyak 2 kerbau milik Pak
Sugianto sedang mengalami kebuntingan, hipotesis kami sebelum melakukan penelitian
ini sudah terbukti. Beliau mengatakan bahwa ciri-ciri dari ternak yang bunting yaitu
ternak tidak birahi lagi setelah 21 hari, perutnya membesar seperti manusia yang hamil.
Hal ini sesuai dengan ciri-ciri ternak bunting yang diutarakan Ismudiono dkk (2010)
yaitu tidak kembalinya birahi setelah dikawinkan (Non Return).
Kerbau milik Pak Sugianto biasanya mengalami kebuntingan selama 9 bulan
layaknya manusia pada umumnya. Pak Sugianto menyebutkan bahwa kerbaunya yang
berusia 2 tahun, sudah mampu dan layak untuk berproduksi. Pada umur 8-11 bulan
biasanaya ternak betina sudah menunjukan tanda-tanda birahi, ini berarti saluran
reproduksinya sudah berkembang sempurna dan bila terjadi perkawinan dapat terjadi
kebuntingan. Waktu ideal untuk mengawinkan ternak dara untuk pertama kalinya ketika
tubuh sudah siap untuk bunting yaitu sekitar umur 24--30 bulan, dengan masa
kebuntingan sekitar 285 hari diharapkan ketika umur 3 tahun sapi sudah beranak untuk
pertama kalinya (Bastian Rusdi dkk, 2016).
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang kami lakukan, sebanyak 2 ekor kerbau milik Pak
Sugianto mengalami kebuntingan, dengan ciri-ciri yaitu kerbau tidak birahi lagi setelah
21 hari daan perutnya tampak membesar layaknya manusia yang hamil. Pak Sugianto
telah menggunakan teknologi reproduksi inseminasi buatan untuk ternaknya selama 10
tahun. Keuntungan dan kerugian yang didapat oleh Pak Sugianto dari penggunaan
inseminasi buatan tergantung kepada semen yang dihasilkan oleh ternak jantan, kalau
semennya bagus peranakan kerbau berhasil dan anak yang dilahirkan berkualitas.
Namun, apabila semen yang dihasilkan tidak bagus, maka tidak akan terjadi kebuntingan.
Karena memikirkan kerugian tersebut, Pak Sugianto lebih merasakan kalau kawin alam
lebih baik.
5.2. Saran
Bagi peternak
Pemilik ternak diharap ikut serta dalam pelatihan inseminasi buatan. Jangan hanya
berharap pada petugas inseminasi buatan saja. Karena agar pemilik ternak juga tahu
bagaimana proses dari inseminasi buatan itu sendiri. Dan juga bagi pemilik ternak
diharapkan untuk memiliki lahan pakan sendiri demi menghindari persaingan
dengan peternak lainnya.
Bagi pembaca
Diharapkan supaya lebih paham dan lebih mengenali tentang bagaimana proses dari
inseminasi buatan dan juga menambah wawasan pengetahuan tentang inseminasi
buatan.
Bagi peneliti
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan mampu untuk lebih lagi mengetahui apa-
apa saja faktor dari inseminasi buatan, pengaruhnya bagi lingkungan, dan juga
keuntungan dan kelebihan dari pembuatan inseminasi buatan tersebut.
Afiati, Fifi, dkk. 2013. Pembibitan Ternak dengan Inseminasi Buatan. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Elisia, Rini dkk. 2014. Identifikasi Jumlah Folikel Pada Berbagai Ukuran Ovarium Kerbau
yang di Ambil dari Rumah Potong Hewan (RPH). Jurnal Agrotropical. Vol 4 (2).
Ihsan, Mohammad Nur.2010. Ilmu Teknologi Ternak Dasar. Malang: UB Press.
Ismudiono, dkk. 2010. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Bandung: ITB.
Ismaya. 2014. Bioteknologi Inseminasi Buatan pada Sapi dan Kerbau. Yogayakarta: Gadjah
Mada University Press.
Octaviani, Nurisa. 2014. Inseminasi Buatan Pada Sapi. Diambil dari
https://www.academia.edu/8831925/Tugas_Teknologi_Reproduksi_dan_Inseminsi_Buata
n_Inseminasi_Buatan_Pada_Sapi_Oleh_Kelas_2012_A hari Sabtu, 9 November 2019
pukul 12.30 wib.
Rusdi, Bastian, dkk. 2016. Calving Interval pada Sapi Bali di Kabupaten Pringsewu. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu. Vol. 4 (4).
Santoso, M. Yusuf Budi. 2016. Pengaruh Perbaikan Pakan Terhadap Respon Berahi Pada
Sapi Bali Induk Setelah Melahirkan Melalui Pemberian Konsentrat dengan Level Protein
yang Berbeda. Fakultas Peternakan : Universitas Hasanuddin.
Sibagariang, Marthin, dkk. 2010. Analisis Pelaksanaan Inseminasi Buatan (Ib) pada Sapi dan
Strategi Pengembangannya di Provinsi Sumatera Utara. Jurnal Agribisnis. Vol. 3 (2).
Suciani. 2015. Teknologi Reproduksi dalam Upaya Meningkatkan Produktivitas Ternak.
Fakultas Peternakan : Universitas Udayana.
Tambing, Surya Natal, dkk. 2000. Optimasi Program Inseminasi Buatan pada Kerbau.
Fakultas Kedokteran Hewan : Institut Pertanian Bogor.