Anda di halaman 1dari 16

PENGOLAHAN LIDAH BUAYA SEBAGAI FEED ADDITIVE

PADA AYAM BROILER UNTUK MENINGKATKAN


PRODUKSI DAGING

KELOMPOK 5

1. Cindy Farah M 061611133077


2. Ayu Aprodita Cintya B 061611133078
3. Herma Zumratul Q 061611133081
4. Maryana Siska Silviani 061611133082
5. Retno Palupi 061611133083
6. Tsari Deseufoni 061611133090
7. Charis Ageng Nugroho 061611133092
8. Liomy Lukenta Hakim 061611133093
9. Arie Taffy Karolina 061611133095
10. Yohanes Berlian T 061611133096

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2019
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sebagai tugas dari Mata Kuliah Bioproduk Biosafety
Biosekuriti yang berjudul “Pengolahan Lidah buaya sebagai Feed Additive pada
Ayam Broiler untuk Meningkatkan Produksi Daging”

Penulis menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat bantuan


dan tuntunan Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian penulis
telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki
sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati
dan dengan tangan terbuka menerima masukan, saran, dan usul guna
menyempurnakan makalah ini.

Akhirnya kami selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Surabaya. 19 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 2
1.4. Manfaat ................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1. Feed Additive .......................................................................................... 3
2.2. Lidah Buaya sebagai Feed Additive ..................................................... 3
2.3. Pengolahan Lidah Buaya sebagai Feed Additive ................................ 4
2.4. Ayam Broiler ........................................................................................... 5
2.5. Produksi Ayam Broiler .......................................................................... 6
2.6. Pengaplikasian Pakan Ayam Broiler dengan Lidah Buaya ............... 7
2.7. Efek Pemberian Lidah Buaya pada Ayam Broiler terhadap
Performan dan Persentase Karkas .................................................................. 9
2.7.1. Pertumbuhan Bobot Badan............................................................ 9
2.7.2. Konsumsi Ransum .......................................................................... 9
2.7.3. Feed Convertion Ratio (CFR) ........................................................ 9
2.7.4. Persentase Karkas ......................................................................... 10
BAB III ................................................................................................................. 11
PENUTUP ............................................................................................................ 11
3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 11
3.2. Saran ...................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Peternakan di Indonesia saat ini sudah berkembang sangat pesat, seiring


dengan kesadaran dari masyarakat akan pentingnya kebutuhan gizi terutama protein
hewani berupa daging. Kebutuhan daging di Indonesia relatif semakin meningkat.
Untuk memenuhi kebutuhan ini maka pengembangan ternak unggas menjadi sangat
penting sebagai salah satu penyedia daging yang relatif murah dan ekonomis.
Permintaan terhadap daging ayam semakin bertambah seiring dengan
meningkatnya penghasilan dan kesadaran penduduk akan pentingnya protein
hewani. (Syamsu, 2015)
Imbuhan pakan sudah sangat umum digunakan dalam industri peternakan
modern. Imbuhan pakan atau “feed additive” atau 'nutricine' adalah suatu bahan
yang dicampurkan ke dalam pakan dimaksudkan untuk memacu yang dapat
mempengaruhi kesehatan maupun keadaan gizi ternak, meskipun bahan tersebut
bukan merupakan zat gizi atau nutriens (Adams, 2000). Pemberian imbuhan ini
dimaksudkan untuk memacu pertumbuhan atau meningkatkan produktivitas dan
kesehatan ternak serta meningkatkan efisiensi produksi. Imbuhan pakan yang ada
pada masa kini umumnya terdiri dari antibiotic, enzim, probiotik, prebiotic, asam
organic dan bioaktif tanaman (Sinurat dkk., 2003).
Secara tradisional penggunaan tanaman berkhasiat atau ‘herbs’ untuk
kesehatan manusia atau untuk pengobatan sudah lama dikenal. Penggunaan
tanaman berkhasiat juga sudah digunakan untuk kesehatan ternak di Negara yang
sedang berkembang. Hal ini membuktikan bahwa suatu zat bioaktif yang dapat
berfungsi untuk hal-hal tertentu. Sebagian dari zat aktif tersebut sudah diteliti
beserta fungsinya (Kamel, 2000). Zat bioaktif umumnya terdiri dari satu atau
campuran senyawa-senyawa seperti alkaloid, “bitters”, flavonoid, glikosida,
saponin dan tannin (Gill, 1999). Senyawa-senyawa bioaktif juga dapat bersifat
sebagai anti bakteri.
Tanaman lidah buaya mengandung 'anthraquinonees' yang dapat berfungsi
sebagai antibakteri. Oleh karena dalam praktek sehari-hari antibakteri (antibiotik)

1
juga digunakan sebagai suplemen dalam ransum unggas untuk dan dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, maka diharapkan bahwa penggunaan
bioaktif tanaman ini dapat meningkatkan performans ayam pedaging. Hasil
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pemberian gel kering lidah buaya dalam
ransum ayam pedaging dapat meningkatkan efisiensi penggunaan bahan kering
ransum hingga 6,8% dan pemberian gel segar bahkan meningkatkan efisiensi
hingga 17,8% (Bintang dkk., 2001). Oleh karena itu, dalam kegiatan ini dilakukan
penelitian lanjutan untuk mengetahui dosis dan cara yang paling baik dalam
pemanfaatan bioaktif tanaman lidah buaya sebagai ransum ayam pedaging.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah lidah buaya sebagai feed addictive memiliki dampak pada
performan dan presentase karkas ayam broiler?
2. Bagaimana pengaruh lidah buaya sebagai feed addictive pada pakan ayam
broiler?
3. Apa saja kandungan lidah buaya yg bisa digunakan sebagai feed addictive
guna meningkatkan performan dan presentase karkas ayam broiler?
1.3. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui kandungan


dan pengaruh lidah buaya sebagai feed additive terhadap performan dan persentase
karkas ayam broiler

1.4. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memanfaatkan


lidah buaya sebagai feed additive untuk meningkatkan performan dan presentase
karkas ayam broiler

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Feed Additive

Menurut Shobirin dkk. (2013), pakan tambahan (feed additive) adalah


setiap pakan yang tidak lazim dikonsumsi ternak sebagai pakan, yang sengaja
ditambahkan, memiliki atau tidak nilai nutrisi, dapat mempengaruhi karakteristik
pakan atau produk hewan. Bahan tersebut memiliki mikroorganisme, enzim,
pengatur keasaman, mineral, vitamin, dan bahan lain tergantung pada tujuan
penggunaan dan cara pemakaiannya. Feed additive adalah bahan pakan tambahan
yang diberikan pada ternak dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak
maupun kualitas produksi. Zat additive yang diberikan pada ternak digolongkan
menjadi 4 yaitu vitamin tambahan, mineral tambahan, antibiotic, dan anabolik
(hormonal).

Menurut Fathul dkk. (2013), pakan aditif yaitu suatu substansi yang
ditambahkan kedalam ransum dalam jumlah yang relatif sedikit untuk
meningkatkan nilai kandungan zat makanan tersebut untuk memenuhi kebutuhan
khusus. Lebih lanjut Fathul dkk. (2013) menyatakan bahwa manfaat pemberian
pakan aditif atau suplemen dari segi fisiologis adalah

a. Ternak terhindar dari defisiensi vitamin (avitaminosis) dan devisiensi


mineral yang kemungkinan berupa kelumpuhan, otot kejang, milk fever
(paresispuerperalis), pertumbuhan jaringan epitel yang kurang baik, dan
mudah terkena infeksi.
b. Ternak terhindar malnutrisi misalkan kekurusan pada musim kemarau yang
panjang karena kualitas ransum menurun.
c. Mempertahankan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas.
2.2. Lidah Buaya sebagai Feed Additive

Lidah buaya (Aloe vera) merupakan tanaman hias yang banyak


memenuhi pot di rumah-rumah, Lidah buaya (Aloe vera) juga mudah ditanam di
pekarangan atau lingkungan sekitar. Akan tetapi ternyata lidah buaya merupakan

3
tanaman yang memiliki banyak kandungan zat bermanfaat untuk kesehatan,
kecantikan dan juga tambahan pakan ternak.

Daun lidah buaya (Aloe vera) sebagian besar berisi pulp atau daging daun
yang mengandung getah bening dan lekat. Sedangkan bagian luar daun berupa kulit
tebal yang berklorofil. Secara kuantitatif, protein dalam lidah buaya (Aloe vera)
ditemukan dalan jumlah yang cukup kecil, akan tetapi secara kualitatif protein lidah
buaya (Aloe vera) kaya akan asam-asam amino esensial terutama leusin, lisin, valin
dan histidin. Selain kaya akan asam-asam amino esensial, gel lidah buaya (Aloe
vera) juga kaya akan asam glutamat dan asam aspartat. Vitamin dalam lidah buaya
(Aloe vera) larut dalam lemak, selain itu juga terdapat asam folat dan kholin dalam
jumlah kecil. Pemanfaatan lidah buaya sebagai feed additive dalam ternak menurut
Sinurat et al. (2003) memberikan efek positif bagi ternak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian gel lidah buaya tidak


mempengaruhi pertambahan bobot badan ayam dan konsumsi pakan, akan tetapi
mampu meningkatkan konversi pakan (3,5%). Komponen senyawa aktif seperti
atrakinon yang terkandung dalam lidah buaya mempunyai daya hambat terhadap
pertumbuhan bakteti patogen Staphylococcus aureus (Morsy, 1991). Oleh karena
itu, penggunaan bioaktif lidah buaya sebagai imbuhan pakan mungkin akan
mempunyai efek yang sama dengan antibiotik yang mulai dihindarkan
penggunaannya di negara maju. Salah satu kemungkinan mekanisme perbaikan
efisiensi penggunaan pakan oleh bioaktif lidah buaya pada ayam broiler terjadi
melalui penurunan jumlah total bakteri aerob di dalan saluran pencernaan.

2.3. Pengolahan Lidah Buaya sebagai Feed Additive

Pakan tambahan atau feed additif sudah umum digunakan dalam


peternakan unggas modern. Penggunaan pakan tambahan ini sangat diperlukan
untuk memacu pertumbuhan atau meningkatkan produktivitas ternak dan
meningkatkan efisiensi.Feed additif yang kini mulai dikembangkan adalah berupa
gel yang berasal dari jenis tanaman. Salah satu contoh yang sudah berkembang
adalah gel dari lidah buaya.

4
Gel lidah buaya (Aloe vera) diketahui mengandung zat bioaktif
anthrakinon yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri seperti bakteri
Eschria coli dan Salmonella. Gel lidah buaya bisa diekstrak dengan kloroform dan
methanol untuk mendapatkan anthrakinonnya.Selain itu, gel lidah buaya juga
berperan dalam mempercepat pembusukan makanan dan menghalangi kelembaban.
Gel lidah buaya ini tidak berwarna dan berbau, tidak mempengaruhi rasa atau rupa,
alami serta aman digunakan. Cara pembuatan gel lidah buaya :

a. Pembuatan gel lidah buaya segar (GLBS) diawali dengan pemisahan gel
segar dari kulit.
b. Selanjutnya gel tersebut dihaluskan denganblender dan disimpan dalam
lemari pendingin sebelum digunakan.
c. Sedangkan pembuatan gel lidah buaya kering (GLBK) diawali dengan
pemisahan gel dari kulit.
d. Selanjutnya gel lidah buaya tersebut dihaluskan dengan blenderditambah
dengan pollard sebanyak 3% dari total gel kemudian dikeringkan.
e. Campuran pollard dan gel lidah buaya dimasukkankedalam oven dengan
temperatur 60°C sampai kering (kadar air 5 sampai 10 persen).

Manfaat pemberian pakan lidah buaya ini antara lain dapat mengurangi
konsumsi ransum dibandingkan dengan ransum yang diberi antibiotik, selain itu
juga mampu menghasilkan bobot telur lebih tinggi, serta nilai konversi ransum
lebih rendah dengan perbaikan konversi ransum 8,40%.

2.4. Ayam Broiler

Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada
umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana &
Suprijatna, 2006). Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis
ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya
produktivitas ttinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam
broiler di Indonesia baru populer di Indoneisa sejak tahun 1980-an, walaupun galur
murninya sudah diketahui pada tahun 1960-an ketika peternak muai
memeliharanya.

5
Perkembangan teknologi penyilangan dan genetika dalam menghasilkan
strain ayam broiler sangat dinams. Ada kalanya pada waktu tertentu satu strain
ayam broiler lebih unggul dibanging strain lain, tapi adakalanya lagi strain tersebut
mengalami kelemahan.

Dari waktu ke waktu setiap strain mengalami peningkatan kualitas. Jadi,


tidak bisa dikatakan jenis strain tertentu lebih unggul dari strain lain. Berikut ini
beberapa jenis strain ayam broiler yang banyak dibudidayakan di Indonesia.

1) Cobb
Strain cobb dikembangkan dan populer lebih dari 60 negara. Strain ini memiliki
fokus pengembangan untuk memperbaiki performa rasio pemberian pakan
(Food Convertion Ratio, FCR). Secara genetik strain ini dikembangkan untuk
memiliki pembentukan daging dada. Mudah beradaptasi di lingkungan iklim
tropis yang panas.
2) Ross
Strain Ross dikembangkan untuk memiliki FCR yang efesien, pertumbuhan
yang cepa dan daya tahan hidup yang lebih baik. Fokus pengembangan genetik
diarahkan untuk memiliki kaki yang kuat sebagai penopang badan yang besar.
3) Hybro
Strain hybro memiliki fokus pengembangan untuk ketahanan daya hidup.
Performanya untuk daerah tropis cukup baik dan memiliki ketahanan terhadap
penyakit ascites. Fokus pengembangan genetik pada hasil karkas. (Risnandar,
2019)

2.5. Produksi Ayam Broiler

Produksi ayam broiler dipengaruhi oleh fase pemeliharaan ayam broiler.


Fase pemeliharaan ayam broiler adalah tahap starter yaitu pemeliharaan DOC dan
finisher pembesaran broiler. Fase starter terjadi pada saat ayam broiler berumur 0-
3 minggu atau 0-21 hari sedangkan fase finisher terjadi pada saat ayam broiler
berumur 3-5 minggu atau umut 21-35 hari (Kartasudjana & Suprijatna, 2006).
Ayam broiler mempunyai beberapa keunggulan seperti pertambahan atau produksi
daging da juga pemeliharaan dalam waktu relatif lebih cepat, dengan harga

6
terjangkau, dapat dikonsumsi segla lapisan masyarakat dan cukup tersedia di
pasaran. Setelah pemeliharaan selama 35 hari bobot badan ayam broiler dapat
mencapai 1,6 kg (Adiwinarto, 2005).

Konsumsi ransum ayam pedaging tergantung pada kandungan energi


ransum, strain, umur, aktivitas, fase produksi, serta temperatur lingkungan, jumlah
ransum yang dikonsumsi dipengaruhi oleh kandungan protein dan kalori, tingkat
energi dalam ransum menentukan banyaknya ransum yang dikonsumsi ternak.
Banyaknya konsumsi pakan buka jaminan mutlak, tetapi keserasian nutrien dalam
ransum yang sesuai kebutuhan nutrien ayam dan kualitas bahan pakan merupakan
faktor terpenting untuk mencaai puncak produksi (Wahju, 2004).

2.6. Pengaplikasian Pakan Ayam Broiler dengan Lidah Buaya

Tanaman lidah buaya (LB) dari jenis Aloe vera barbadens dipersiapkan
dalam berbagai bentuk yaitu gel LB segar, gel LB kering, daun (campuran gel dan
kulit daun) LB segar dan daun LB yang dikeringkan. Masing-masing LB yang
dipersiapkan kemudian dicampur dengan pakan standar (kontrol) dengan
konsentrasi 0,25; 0,5 dan 1 g/kg setara gel kering. Penambahan gel maupun daun
LB kering dilakukan pada saat pencampuran pakan, sedangkan gel atau daun LB
segar dicampur dengan ransum kontrol setiap 3 hari sekali yaitu Ransum kontrol
(K) dan K + antibiotik (bacitracin 50 ppm) dibuat sebagai pembanding, dengan
demikian terdapat perlakuan ransum. Ransum disusun sesuai kebutuhan ayam
pedaging hingga umur 5 minggu yang terdiri dari jagung, dedak, minyak, bungkil
kedelai, tepung ikan, tepung kapur, dikalsiumfosfat, DL-methionine dan campuran
vitamin-mineral, dengan kandungan gizi (protein 22%, energi metabolis 3200
kkal/kg).

Pembuatan pakan dengan lidah buaya segar adalah dengan cara mengupas
kulit, dihaluskan dagingnya dengan menggunakan blender. Lidah buaya yang telah
dihaluskan ditimbang sesuai dengan dosis yang akan diberikan, dicampur dengan
pakan komersial yang telah digiling terlebih dahulu, diaduk sampai benar benar
homogen. Pembuatan pakan dengan lidah buaya segar yang dikeringkan hampir
sama dengan bentuk segar, bedanya setelah lidah buaya yang dihaluskan dicampur

7
dengan pakan yang sudah digiling sampai benar-benar homogen, dikeringkan
menggunakan oven dengan suhu 60-70ºC selama 2 hari.

Kemudian ayam pedaging diberi perlakuan yang terdiri dari: Kontrol tanpa
antibiotik (K); K + antibiotik; K + 0,50 g lidah buaya kering (LBK)/kg; K + 1,00 g
LBK/kg; K + antrakinon; K + lidah buaya dalam bentuk semi likuid dengan
konsentrasi setara dengan 1,00 g LB kering/kg. Jumlah antrakinon yang diberikan
(2 ppm) adalah setara dengan konsentrasi antrakinon dalam 1 g lidah buaya kering.

Masa adaptasi pakan perlakuan dapat dilakukan selama tujuh hari yang
dilakukan secara bertahap. Pada hari pertama ayam diberi pakan komersial tanpa
dicampur dengan lidah buaya. Hari kedua dan ketiga diberi pakan yang dicampur
dengan 25% dari total lidah buaya yang akan diberikan sesungguhnya, hari keempat
dan kelima 50%, hari keenam 75%, hingga hari ketujuh pakan komersial dicampur
dengan 100% dari total lidah buaya yang diberikan. Setelah masa adaptasi,
dilakukan pengamatan untuk melihat pengaruh pemberian lidah buaya kering dan
segar dalam pakan dengan dosis yang telah ditentukan pada ayam pedaging
tersebut.

Perbaikan efisiensi penggunaan ransum dengan pemberian bioaktif dalam


lidah buaya mungkin disebabkan beberapa hal. Lidah buaya mengandung saponin
yang dapat meningkatkan penyerapan zat gizi dalam usus. Pada konsentrasi rendah,
saponin dapat meningkatkan permeabilitas sel mukosa usus, sehingga
meningkatkan penyerapan zat gizi dalam usus. Disamping itu, perbaikan effisiensi
ini mungkin juga disebabkan oleh penurunan populasi mikroorganisme patogen
dalam saluran pencernaan akibat pemberian bioaktif yang terdapat dalam LB
(antrakinon). Sedangkan pemberian gel atau daun LB dalam bentuk segar
menyebabkan kadar air ransum akan meningkat, sehingga konsumsi ransum dan
nilai konversinya perlu dihitung berdasarkan bahan kering. Penurunan konsumsi
bahan kering ransum ini mungkin disebabkan kandungan antrakinon yang ada
dalam gel lidah buaya. Fungsi dari antrakinon sendiri dapat menurunkan
palatabilitas ransum pada unggas sehingga menurunkan konsumsi ransum, Bahkan
antrakinon sudah digunakan secara komersial untuk mengurangi gangguan burung
atau 'bird repellant' pada lahan pertanian.

8
2.7. Efek Pemberian Lidah Buaya pada Ayam Broiler terhadap Performan
dan Persentase Karkas
2.7.1. Pertumbuhan Bobot Badan

Pemberian lidah buaya ayam broiler memberikan hasil baik. Peningkatan


pertumbuhan bobot badan dipengaruhi oleh kandungan saponin yang ada di dalam
lidah buaya. Lidah buaya dijadikan sebagai pakan ternak karena mengandung zat-
zat yang dapat memacu metabolisme, seperti kelompok antrakuinon, berbagai
mineral, vitamin, enzim dan asam amino yang dapat dijadikan imbuhan pakan
alami. Saponin memiliki peran meningkatkan permeabilitas sel mukosa usus dan
membantu penyerapan zat makanan yang biasanya tidak terserap secara maksimal
dalam usus. Selain itu, di dalam lidah buaya terdapat bioaktif yaitu antrakuonin
yang dimungkinkan dapat terjadi penurunan populasi mikroorganisme patogen
dalam saluran pencernaan.

2.7.2. Konsumsi Ransum

Lidah buaya yang diberikan dapat menurunkan konsumsi ransum akibat


adanya komponen kimia monosakarida dan polisakarida yang memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh sehingga konsumsi ransum lebih rendah
dibandingkan ayam broiler yang tidak diberikan lidah buaya. Penurunan konsumsi
ransum juga disebabkan kandungan antrakinon yang ada dalam gel lidah buaya.
Antrakinon dilaporkan dapat menurunkan palatabilitas ransum pada unggas
sehingga menurunkan konsumsi ransum.

2.7.3. Feed Convertion Ratio (CFR)

Perbaikan efisiensi penggunaan ransum degan pemberian bioaktif dalam


lidah buaya disebabkan oleh beberapa hal. Lidah buaya mengandung saponin yang
dapat meningkatkan penyerapan zat gizi dalam usus. Pada konsentrasi rendah,
saponin dapat meningkatkan permeabilitas sel mukosa usus, sehingga
meningkatkan penyerapan zat gizi dalam usus. Perbaikan efisiensi juga disebabkan
penurunan populasi mikroorganisme patogen dalam saluran pencernaan akibat
pemberian bioaktif yag terdapat dalam lidah buaya (Antrakinon). Hasil pengamatan
di Balai Penelitian Ternak menunjukkan bahwa ekstrak lidah buaya dapat

9
menghambat pertumbuhan bakteri patogen E.coli dan Salmonella hadar, tetapi
tidak menghambat bakteri menguntungkan seperti Lactobacillus sp.

Perbaikan FCR dikaitkan dengan denga adanya kenaikan PBB dan


penurunan konsumsi ransum. Selain itu, lidah buaya memiliki kandugan
antrakuinon dan pyrocatechol yang memiliki sifat antimikroba terhadap mikroba
patogen di dalam usus ayam broiler. Hal ini akan menyebabkan terjadiya
keseimbangan jumlah mikroba menguntungkan di dalam usus, sehingga akan
menurunkan PH di dalam usus. Penurunan PH akan meningkatkan penyerapan
nutrisi di dalam usus.

2.7.4. Persentase Karkas

Peningkatan persentase karkas dihubungkan dengan kemampuan lidah


buaya untuk menurunkan jumlah mikroorganisme patogen dan peningkatn
mikroorgaisme menguntungkan di dalam usus karena adanya kandungan antibiotik
alami di dalamnya. Kenaikan jumlah mikroorganisme menguntungkan dapat
meningkatkan penyerapan nutrien di dalam usus yang dimanfaatkan untuk
pertumbuhan daging. Penurunan mikroorganisme patogen di dalam usus ayam yang
disebabkan oleh keberadaan antibiotik alami yang terkandung di dalam lidah buaya.
Selain itu, polisakarida yang terkadung di dalam lidah buaya (acemannan) dapat
merangsang sistem kekebalan tubuh ayam terhadap bakteri dan virus.

10
BAB III

PENUTUP
3.1. Kesimpulan

Pakan tambahan (feed additive) adalah setiap pakan yang tidak lazim
dikonsumsi ternak sebagai pakan, yang sengaja ditambahkan, memiliki atau tidak
nilai nutrisi, dapat mempengaruhi karakteristik pakan atau produk hewan. Salah
satu feed additive yaitu lidah buaya. Protein dalam lidah buaya (Aloe vera)
ditemukan dalan jumlah yang cukup kecil, tetapi secara kualitatif protein lidah
buaya (Aloe vera) kaya akan asam-asam amino esensial terutama leusin, lisin, valin,
histidin, asam glutamat dan asam aspartate

Lidah buaya dijadikan sebagai pakan ternak karena mengandung zat-zat


yang dapat memacu metabolisme, seperti kelompok antrakuinon, berbagai mineral,
vitamin, enzim dan asam amino yang dapat dijadikan imbuhan pakan alami. Akan
tetapi di dalam lidah buaya terdapat bioaktif yaitu antrakinon yang dilaporkan dapat
menurunkan palatabilitas ransum pada unggas sehingga menurunkan konsumsi
ransum.

Peningkatan persentase karkas dihubungkan dengan kemampuan lidah


buaya untuk menurunkan jumlah mikroorganisme patogen dan peningkatan
mikroorgaisme menguntungkan di dalam usus karena adanya kandungan antibiotik
alami di dalamnya.

3.2. Saran

Sebaiknya jangan terlalu banyak menambahakan feed additive dari lidah


buaya. Hal ini dikarenakan didalam lidah buaya terdapat antrakinon yang dapat
menurunkan palatibilitas ransum pada unggas sehingga menurunkan konsumsi
ransum.

Lidah buaya yang diberikan dapat juga menurunkan konsumsi ransum


akibat adanya komponen kimia monosakarida dan polisakarida yang memenuhi
kebutuhan metabolism tubuh sehingga konsumsi ransum lebih rendah
dibandingkan ayam broiler yang tidak diberikan lidah buaya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Syamsu, M. 2015. Pengaruh Suplementasi Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya


Linn.) dalam Air Minum Terhadap Produksi Karkas Ayam Ras Pedaging .
Disertasi diterbitkan. Pekanbaru Riau : program sarjana. UIN Suska.

Adams, C.A. 2000. The role of nutricines in health and total nutrition. Proc. Aust
Poult. Sci. Sym. 12: 17-24.

Gill, C. 1999. More science behind "botanicals": Herbs and plant extract as growth
enhancers. Feed International 20(4): 20-23.

Kamel, C. 2000. A novel look at a classic approach of plant extracts. Feed Mix.
Special Edition, November 2000. pp. 19-21.

Bintang, I. A. K., A. P. Sinurat, T. Purwadaria, M. H. Togatorop, J. Rosida, H.


Hamid dan Saulina. 2001. Pengaruh Pemberian Bioaktif Dalam Lidah Buaya
(Aloe vera) Terhadap Penampilan Ayam Broiler. Laporan Penelitian. Balai
Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.

Shobirin, Wignyanto dan Nimas Mayang S. S. 2013.Studi Kelayakan Ternis dan


Finansial dalam Perancangan Unit Pengolahan Feed Additive Ruminansia
Skala UKM di Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. Laporan Penelitian.
Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya.

Fathul, F ., S. Tantalo, Liman, dan N. Purwaningsih. 2013. Pengetahuan Pakan Dan


Formulasi Ransum. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sinurat, AP., T. Purwadaria, M.H. Togatorop, dan T. Pasaribu. 2003. Pemanfaatan


bioaktif tanaman sebagai feed aditive pada ternak unggas : Pengaruh
pemberiaan gel lidah buaya atau ekstraknya dalam ransym terhadap
penampilan ayam pedaging. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Puslitbang Peternakan Bogor

Morsy, E. M . 1991. The Final Technical Report on Aloe vera, 5th Ed. CITA
Internal. USA.

12
Togatorop MH, AP Sinurat, T Purwadaria, J Rosida, S Sitompul dan H Hamid.
2001. Studi Kandungan Bioaktif dalam Tanaman Lidah Buaya
danPemanfaatan secara Tradisional. Laporan Penelitian. Balai Penelitian
Ternak Bogor.

Adiwinarto, G. (2005). Penampilan dan Laju Pertumbuhan Relatif Karkas dan


Komponen Karkas Dua Strain Ayam Broiler Fase Finisher (21 – 42 hari)
dalam Berbagai Suhu Pemeliharaan. Fakultas Peternakan Universitas
Dipenogoro

Hanifah, A. (2010). Taksonomi Ayam. Fakultas Pertanian Jurusan Peternakan


UNS.

Kartasudjana, & Suprijatna. (2006). Manajemen Unggas. Penebar Swadaya.

Risnandar, C. (2019). Jenis – jenis ayam broiler.

Wahju. (2004). Ilmu Nutrisi Unggas. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

13

Anda mungkin juga menyukai