Anda di halaman 1dari 74

i

RESPON FISIOLOGIS SAPI LAKTASI AKIBAT MODIFIKASI


LINGKUNGAN KANDANG DI TEACHING FARM
SAPI PERAH FPP UNDIP

SKRIPSI

Oleh :

MOCH. AZMY KARTIKO

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
i

i
ii

RESPON FISIOLOGIS SAPI LAKTASI AKIBAT MODIFIKASI


LINGKUNGAN KANDANG DI TEACHING FARM
SAPI PERAH FPP UNDIP

Oleh
MOCH. AZMY KARTIKO
NIM : 23010115140124

Salah satu syarat untuk memperoleh


gelar Sarjana Peternakan pada Program Studi S1 Peternakan
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
ii

ii
iii

iii

iii
iv

iv

iv
v

RINGKASAN

MOCH. AZMY KARTIKO. 23010115140124. 2019. Respon Fisiologis Sapi


Laktasi Akibat Modifikasi Lingkungan di Teaching Farm Sapi Perah FPP UNDIP.
(Pembimbing: PRIYO SAMBODHO dan DIAN WAHYU HARJANTI).

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon fisiologis sapi laktasi
akibat modifikasi lingkungan di teaching farm sapi perah FPP UNDIP. Penelitian
ini dilaksanakan pada tanggal 6 September – 27 September 2018 di Teaching Farm
Sapi Perah Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 ekor sapi laktasi dengan
rata-rata bobot badan 443,18±12,89 kg (CV= 0,08%) dan memiliki produksi susu
sebesar 5,96±0,57 liter/hari (CV= 0,19%). Rancangan penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Cross-Over Design dengan 2 perlakuan dan 8 ulangan
yang dilaksanakan pada 2 periode. Perlakuan yang diterapkan adalah pemberian
kipas angin dan nozzle sebagai bentuk modifikasi lingkungan. Penelitian ini
menggunakan 4 ekor sapi sebagai kontrol (T0) dan 4 ekor sapi yang diberikan
perlakuan (T1) pada 11 hari pertama (periode 1), kemudian jeda 1 hari untuk
pergantian sapi dan setelah itu periode 2 dilakukan pada 11 hari terakhir dengan
posisi sapi yang telah ditukar yaitu 4 ekor sapi sebagai T0 diberi perlakuan T1 dan
4 ekor sapi yang mendapat perlakuan T1 menjadi T0. Parameter yang diamati adalah
fisiologi lingkungan (suhu udara, kelembaban lingkungan dan THI) dan fisiologi
ternak (suhu rektal, frekuensi napas dan frekuensi nadi). Analisis yang digunakan
pada data fisiologi lingkungan yaitu independent t-test two tailed, sedangkan pada
data fisiologi ternak yaitu analisis ragam (Anova) pada taraf signifikasi 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian modifikasi lingkungan
kandang menyebabkan terjadi penurunan suhu lingkungan dari 31,41±0,11°C (T0)
menjadi 30,49±0,06°C (T1) (P<0,05), peningkatan kelembaban lingkungan dari
73,14±0,07% (T0) menjadi 73,41±0,11% (T1) (P<0,05) dan penurunan
Temperature Humidity Index (THI) dari 88,11±0,02 (T0) menjadi 86,48±0,10% (T1)
(P<0,05). Perlakuan modifikasi lingkungan tidak memberikan pengaruh terhadap
suhu rektal, frekuensi nadi dan frekuensi napas. Nilai masing-masing perlakuan
pada suhu rektal adalah 38,10±0,06°C (T0) dan 38,04±0,06°C (T1), frekuensi napas
adalah 53,88±1,25% kali/menit (T0) dan 52,25±1,25 kali/menit (T1) dan frekuensi
nadi adalah 63,38±0,66 kali/menit (T0) dan 62,75±0,66 kali/menit (T1).
Simpulan dari penelitian ini adalah modifikasi lingkungan kandang
menggunakan kipas angin dan nozzle mampu memperbaiki kondisi suhu
lingkungan, kelembaban udara dan THI akan tetapi tidak mengubah pengaruh
terhadap respon fisiologis sapi laktasi.
v

v
vi

KATA PENGANTAR

Lingkungan kandang merupakan salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi tingkat kenyamanan ternak (fisilogis) hingga akan berdampak pada

tingkat produktivitas sapi perah. Lingkungan kandang yang panas seperti di daerah

Semarang, Jawa Tengah khususnya di teaching farm sapi perah Fakultas

Peternakan dan Pertanian UNDIP (FPP UNDIP) perlu diwaspadai agar

produktivitasnya tidak menurun. Modifikasi lingkungan merupakan salah satu cara

atau metode dalam menurunkan suhu yang panas guna meningkatkan kenyamanan

ternak sapi perah sehingga hasil yang diharapkan adalah produktivitas yang

meningkat. Skripsi ini menjelaskan dan mengkaji mengenai respon fisiologis sapi

laktasi akibat modifikasi lingkungan di teaching farm sapi perah FPP UNDIP.

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat

dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi penelitian yang

berudul “Respon Fisiologis Sapi Laktasi Akibat Modifikasi Lingkungan Kandang

di Teaching Farm Sapi Perah FPP UNDIP” dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Priyo Sambodho, M.Si.

selaku Pembimbing Utama dan Ibu drh. Dian Wahyu Harjanti, Ph.D. selaku

Pembimbing Anggota yang telah membimbing dan memberikan masukan serta

saran dalam melakukan penelitian hingga dalam penyusunan laporan skripsi dengan

baik; kepada Ibu Dr. Dra. Turrini Yudiarti, M. Sc. selaku dosen wali; Dr. Ir.

Bambang Waluyo H.E.P. M.S., M.Agr. selaku pimpinan Fakultas Peternakan dan

Pertanian UNDIP beserta jajarannya yang telah memberikan fasilitas dan bantuan

selama proses perkuliahan di perguruan tinggi ini.


vi

vi
vii

Penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Nurchamim, Ibu

Suhartutik, Adik Azzahra Yuniar Zhantika dan Adik Lailatul Jamila Noeratika serta

keluarga besar penulis yang senantiasa selalu memberikan doa dan dukungan baik

secara materiil maupun moril dalam menyelesaikan perkuliahan hingga pada

penyelesaian penulisan skripsi penulis. Ucapan terima kasih disampaikan kepada

tim penelitian, Bapak/Ibu Dosen Laboratorium Produksi Ternak Perah, Bapak Daud

Samsudewa, S.Pt., M.Sc., Ph.D., keluarga besar Himpunan Mahasiswa (HM) S1

Peternakan periode 2016 – 2018, Tim Asisten Laboratorium Produksi Ternak Perah

(PeraHolic) periode 2017 – 2019, Peternakan C 2015, IMADU Semarang,

Kontrakan unyu-unyu, Tim Praktek Kerja Lapangan (PKL) di CPJF Pekalongan,

tim Kuliah Kerja Nyata (KKN) tim 2 Desa Padek, saudara dan saudari Laila Nurul

Aini, Afida Rachma, Ranita Dwi Rahmawati, Muhammad Hesa Karim,

Muhammad Kholis Fikri serta teman-teman terdekat penulis yang tidak dapat

disebutkan satu persatu yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sugiharto, S.Pt.,

M.Sc., Ph.D. dan Bapak Ir. Suranto Moch. Sayuthi, M.Si selaku Dosen Penguji,

Bapak Rudy Hartanto, S.Pt., M.P., Ph.D. dan Bapak Ir. Surono, M.P. selaku dosen

panitia yang telah memberikan ilmu dan saran kepada penulis pada waktu sidang

skripsi berlangsung hingga penulisan skripsi ini terselesaikan dengan baik.

Penulis berharap skripsi ini mampu memberikan manfaat yang banyak

pembaca maupun di bidang peternakan.

Semarang, Juli 2019

Penulis
vii

vii
viii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR................................................................................ vi

DAFTAR TABEL ...................................................................................... x

DAFTAR ILUSTRASI .............................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xii

BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4

2.1. Sapi Perah ................................................................................... 4


2.2. Modifikasi Lingkungan .............................................................. 4
2.3. Pengaruh Lingkungan terhadap Produktivitas Sapi Perah.......... 5
2.4. Pengaruh Fisiologi Ternak terhadap Produktivitas Sapi Perah .. 8

BAB III. MATERI DAN METODE .......................................................... 14

3.1. Materi .......................................................................................... 14


3.2. Metode Penelitian ....................................................................... 15
3.3. Perlakuan dan Pengambilan Data ............................................... 18
3.4. Analisis Data ............................................................................... 20

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. viii23

4.1. Respon Fisiologi Lingkungan Akibat Modifikasi Lingkungan


Kandang ...................................................................................... 23
4.5. Respon Fisiologi Ternak Akibat Modifikasi Lingkungan
Kandang ...................................................................................... 29

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 38

5.1. Simpulan ...................................................................................... 38


5.2. Saran ............................................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 39


viii

viii
ix

LAMPIRAN ............................................................................................... 44

RIWAYAT HIDUP .................................................................................... 62

ix

ix
x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Indeks Suhu dan Kelembaban Relatif Sapi Perah ................... 8

2. Layout Percobaan .................................................................... 15

3. Hasil Analisis Proksimat Bahan Pakan (%BK)....................... 18

4. Rata-rata Respon Fisiologis Lingkungan Akibat Modifikasi


Lingkungan Kandang .............................................................. 23

5. Rata-rata Respon Fisiologis Ternak Akibat Modifikasi


Lingkungan Kandang .............................................................. 29
1.

x
xi

DAFTAR ILUSTRASI

Nomor Halaman

1. Mekanisme Termoregulasi (Isaksson, 2017) .......................... 9

2. Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh Hewan (Bianca,1968) .. 10

3. Denah Layout Kandang Modifikasi Lingkungan .................... 16

4. Layout Perlakuan Modifikasi Lingkungan .............................. 16

5. Data Awal Suhu Lingkungan Kandang Pra-Penelitian ........... 17

6. Suhu Lingkungan Sebelum dan Sesudah Perlakuan ............... 24

7. Kelembaban Udara Sebelum dan Sesudah Perlakuan ............. 26

8. Temperature Humidity Index (THI) Sebelum dan Sesudah


Perlakuan ................................................................................. 28

9. Suhu Rektal Sebelum dan Sesudah Perlakuan ........................ 31

10. Frekuensi Napas Sebelum dan Sesudah Perlakuan ................. 34

11. Frekuensi Nadi Sebelum dan Sesudah Perlakuan ................... 36

xi

xi
xii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Pengukuran Suhu Lingkungan ............................................. 44

2. Data Pengukuran Kelembaban Udara .......................................... 46

3. Data Pengukuran Temperature Humidity Index (THI) ................ 48

4. Data Pengukuran Suhu Rektal Ternak Sapi Laktasi .................... 50

5. Data Pengukuran Frekuensi Napas Ternak Sapi Laktasi ............. 51

6. Data Pengukuran Frekuensi nadi Ternak Sapi Laktasi ................ 52

7. Rangkuman Hasil Output T-Test antar Perlakuan terhadap Suhu


Lingkungan Menggunakan SPSS 16.0 ......................................... 53

8. Rangkuman Hasil Output T-Test antar Perlakuan terhadap


Kelembaban Udara Menggunakan SPSS 16.0 ............................. 54

9. Rangkuman Hasil Output T-Test antar Perlakuan terhadap THI


(Temperature Humidity Index) Menggunakan SPSS 16.0 ........... 55

10. Rangkuman Hasil Output Analisis Ragam Cross-over Design


antar Perlakuan terhadap Suhu Rektal Menggunakan SPSS 16.0 56

11. Rangkuman Hasil Output Analisis Ragam Cross-over Design


antar Perlakuan terhadap Frekuensi Napas Menggunakan SPSS
16.0 ............................................................................................... 58

12. Rangkuman Hasil Output Analisis Ragam Cross-over Design


antar Perlakuan terhadap Frekuensi Nadi Menggunakan SPSS
16.0 ............................................................................................... 60
xii

xii
1

BAB I

PENDAHULUAN

Sapi perah merupakan jenis ternak ruminansia yang dimanfaatkan produksi

susunya. Kebutuhan konsumsi susu di Indonesia mengalami peningkatan yang

disebabkan oleh tingginya jumlah populasi penduduk Indonesia yang terus

meningkat yaitu 14,77 pada tahun 2012 menjadi 16,84 kg/kapita/tahun (Pusat Data

dan Sistem Informatik Kementerian Pertanian, 2016). Namun sayangnya,

peningkatan konsumsi tersebut tidak diimbangi oleh pasokan produksi susu dalam

negeri. Pasokan produksi di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami penurunan

khusunya di Provinsi Jawa Tengah yaitu dari 105.516 ton pada tahun 2012 menjadi

99.607 ton pada tahun 2017 (Badan Pusat Statistik, 2016). Akibatnya, impor susu

di Indonesia masih tergolong tinggi yaitu 89,18% dari jumlah produksi susu di

Indonesia (Badan Pusat Statistik, 2016).

Bangsa sapi perah yang umumnya dipelihara di Indonesia adalah bangsa

Friesian Holstein (FH). Bangsa sapi ini banyak dipelihara di Indonesia khusunya

Jawa Tengah. Sapi perah jenis ini dapat dipelihara karena genetiknya yang tidak

jauh dengan sapi asalnya dan telah mampu beradaptasi dengan iklim di Indonesia

karena telah terdomestikasi pada iklim tropis.

Lingkungan merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya tingkat

produksi susu pada sapi perah. Lingkungan yang juga merupakan indikator tingkat

kenyamanan sapi perah yang hal tersebut dapat diukur melalui perubahan fisiologis

yang terjadi pada tubuh sapi perah (Pasaribu et al., 2015). Cekaman panas yang

yang dapat membuat ternak stress mampu memicu beberapa faktor lain untuk
1

1
2

menghambat proses pengeluaran susu. Unsur-unsur lingkungan seperti suhu,

kelembaban, radiasi matahari dan temperature humidity index (THI) merupakan

aspek-aspek utama yang diukur dalam fisiologi lingkungan dalam bentuk sebagai

respon ternak secara langsung. Tingginya suhu lingkungan di Indonesia, tepatnya

di teaching farm sapi perah Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Diponegoro Semarang, Jawa Tengah, diyakini merupakan salah satu faktor dalam

penurunan produktivitas sapi perah dalam menghasilkan susu.

Lingkungan dapat dimodifikasi dengan keadaan atau kondisi iklim asal sapi

perah maupun kondisi dimana lingkungan tidak melampaui batas kenyamanan sapi

perah. Usaha modifikasi lingkungan dengan cara memperkecil tingkat panas pada

lingkungan sekitar sapi perah dapat berupa pemberian kipas, pemberian air

menggunakan nozzle, pemberian air minum dingin, naungan, pemilihan bahan atap

kandang dan penentuan ketinggian kandang (Yani dan Purwanto, 2006).

Indikator yang dapat diukur yaitu meliputi tingkat perubahan lingkungan

secara fisiologis dan tingkat respon perubahan fisiologis tubuh ternak dari suhu

rektal, frekuensi napas dan frekuensi denyut nadi. Tingkat keberhasilan lainnya

yaitu tingkat performa sapi perah dalam produktivitasnya menghasilkan susu secara

kuantitatif dan kualitatif. Lingkungan merupakan peranan terpenting yang perlu

diperhatikan dalam menentukan performans produktivitas sapi perah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon fisiologis sapi laktasi

akibat modifikasi lingkungan di teaching farm sapi perah FPP UNDIP. Manfaat

dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi tentang respon fisiologis sapi

laktasi akibat modifikasi lingkungan di teaching farm sapi perah FPP UNDIP.
2

2
3

Hipotesis dari penelitian ini adalah modifikasi lingkungan pada kandang di

teaching farm sapi perah FPP UNDIP dapat mempengaruhi respon fisiologis ternak

sapi perah fase laktasi.

3
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sapi Perah

Sapi perah dibudidayakan dan dikembangkan guna untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi pangan berupa susu yang secara harfiah susu dihasilkan untuk

memenuhi kebutuhan pedet untuk pertumbuhan dan perkembangan hingga saat

lepas sapih (Akoso, 2012). Sapi perah masuk ke Indonesia pada tahun 1890 dan

pada abad ke-20 jenis sapi Friesian Holstein (FH) diimpor dari Belanda yang

kemudian dikembangkan dan diadaptasikan pada lingkungan Indonesia (Syarif dan

Harianto, 2011).

Sapi FH memiliki ciri-ciri tubuh berwarna putih dengan bercak hitam,

bentuk kepala yang panang, bentuk mulut yang lebar, pinggang sedang dan telinga

berukuran sedang (Sosroamidojo dan Soeradi, 1984). Ciri-ciri sapi perah jenis ini

memiliki badan berbelang hitam, ekor dan persendian siku serta lutut berwarna

putih, berbadan besar, kepala panjang, tanduk mengarah ke depan dan sedikit

membengkok ke belakang dan badan berbentuk baji (Gumelar dan Aryanto, 2011).

2.2. Modifikasi Lingkungan

Modifikasi lingkungan merupakan bentuk usaha yang dilakukan oleh

peternak dalam manajemen pemeliharaan sapi perah dalam mengurangi stres panas

dengan cara memanipulasi kondisi lingkungan mendekati keadaan lingkungan

normal ternak seperti untuk menurunkan cekaman akibat suhu udara, kelembaban
4

4
5

udara maupun radiasi matahari (Yani dan Purwanto, 2006). Terdapat banyak

metode cara modifikasi lingkungan untuk meningkatkan produktivitas ternak antara

lain pemilihan bahan atap yang berkonduktivitas rendah, memperbesar ukuran

kandang, meninggikan atap dan pemberian manipulasi udara buatan dalam kandang

(Suherman et al., 2017). Kandang yang dimodifikasi merupakan salah satu upaya

memanipulasi lingkungan dalam kandang untuk menurunkan suhu udara sehingga

meningkatkan tingkat kenyamanan ternak dan dapat mempengaruhi tingkat

produktivitas ternak (Palulungan et al., 2013). Upaya modifikasi lingkungan dapat

menjadikan ternak lebih nyaman yang hal ini dapat ditunjukkan dengan

menurunnya respon fisiologis ternak seperti suhu rektal, frekuensi pernapasan dan

frekuensi nadi (Qisthon dan Suharyanti, 2007). Bentuk modifikasi lingkungan pada

daerah beriklim panas biasanya menggunakan alat pendingin seperti air condition,

evaporate cooling dan kipas angin (Gunawan dan Sihombing, 2004).

2.3. Pengaruh Lingkungan terhadap Produktivitas Sapi Perah

Selain genetik, produktivitas sapi perah yang berupa susu sangat

dipengaruhi oleh lingkungan yang memiliki proporsi terbesar dalam mempengaruhi

performans produksi susu (Pasaribu et al., 2015). Fisiologi lingkungan dalam unsur

mikroklimat yaitu suhu udara, kelembaban udara dan radiasi matahari akan sangat

mempengaruhi kenyamanan pada suatu makhluk hidup termasuk ternak sapi perah

sehingga dapat mengganggu produktivitas ternak (Yani dan Purwanto, 2006).


5

5
6

2.3.1. Suhu udara

Suhu udara pada lingkungan kandang merupakan suatu mikroklimat yang

dapat mempengaruhi tingkat laju respirasi dan fungsi fisiologis lainnya yang

sehingga akan berujung pada menurunnya performa ternak (Suherman et al., 2017).

Suhu lingkungan yang ideal atau suhu nyaman sapi perah pada daerah tropis seperti

Indonesia yaitu berkisar antara 23 – 28oC (Yani dan Purwanto, 2006).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi suhu lingkungan kandang ternak

adalah frekuensi penyinaran matahari, sudut datang matahari, relief permukaan

bumi, banyak sedikitnya awan dan adanya perbedaan letak lintang yang hal tersebut

dapat mempengaruhi fisiologis pada ternak karena pada hakikatnya sapi perah

sangat peka terhadap perubahan suhu kondisi iklim suatu wilayah (Yani dan

Purwanto, 2006). Selain itu, cuaca yang berubah-ubah dapat mempengaruhi

fluktualitas suhu lingkungan secara langsung (Mendelsohn dan Diner, 2009).

Produktivitas ternak sapi perah juga dapat dipengaruhi oleh suhu udara dari

matahari akibat terjadi penyerapan radiasi oleh bahan atap yang mudah menyerap

panas yang akan dikonversikan menjadi gelombang panas yang panjang kemudian

dihantarkan secara konduksi dan dipancarkan ke ruangan kandang sehingga ternak

akan mengalami heat stress yang kemudian dapat mengganggu produktivitas ternak

sapi perah (Nuriyasa et al., 2015). Beban panas akan bertambah dari lingkungannya

pada ternak sehingga ternak akan mempertahankan termoregulasi terutama dalam

suasana temperatur udara lingkungan tinggi (Karstan, 2006).


6

6
7

2.3.2. Kelembaban udara

Kelembaban udara adalah jumlah uap air di udara yang memiliki sifat

menyerap radiasi bumi yang nantinya akan menentukan atau mengatur suhu udara

di bumi (Humandika et al., 2016). Kelembaban udara pada lingkungan kandang

merupakan suatu unsur mikroklimat yang memiliki hubungan yang erat dengan

suhu dan ketinggian tempat (Nugroho et al., 2010). Kelembaban udara dipengaruhi

oleh banyak sedikitnya intensitas cahaya matahari dan kadar air yang mengenai

suatu wilayah (Susilo dan Okaryanti, 2012). Kelembaban ideal atau zona

termonetral bagi sapi perah adalah sekitar 50 – 60% (McNeilly, 2001).

2.3.3. Temperature humidity index (THI)

Hubungan besaran suhu dan kelembaban yang disebut temperature

humidity index (THI) merupakan rata-rata yang digunakan salah satu standar untuk

mengukur kenyamanan ternak (Nugroho dan Ihsan, 2011). Indikasi menentukan

tingkat kenyamanan ternak yaitu dengan menentukan nilai temperature humidity

index (THI) dengan temperatur dan kelembaban lingkungan sebagai parameter

pengukurnya (Suherman dan Purwanto, 2015). Sapi perah akan memiliki zona

nyaman apaila nilai THI di bawah 72 dengan kelembaban sebagai faktor pembatas

dari stres panas di daerah beriklim tropis atau lembab, sedangkan suhu udara kering

sebagai faktor pembatas stres panas di daerah beriklim kering (Novianti et al.,

2013). Hubungan antara suhu dengan kelembaban terhadap indeks kenyamanan

ternak dapat dilihat pada Tabel 1.


7

7
8

Tabel 1. Indeks Suhu dan Kelembaban Relatif Sapi Perah

Sumber : Yani dan Purwanto (2006)

2.4. Pengaruh Fisiologi Ternak terhadap Produktivitas Sapi Perah

Fisiologi ternak merupakan hal yang dilakukan untuk mengetahui dan

mengevaluasi bahkan memprediksi ternak terkena pengaruh kondisi termal dan

sensitivitas ternak serta entuk respon terhadap faktor lingkungan (Ghiardien et al.,

2016). Sapi laktasi sangat sensitif terhadap stres panas sehingga mekanisme untuk

menjaga kestabilan atau keseimbangan termal (thermoregulacy) pada tubuhnya

yaitu dengan meningkatkan laju pernafasan,nadi maupun suhu tubuhnya dan juga

menurunkan produksi susu serta efisiensi performa reproduksi (Novianti et al.,

2013).

Tingginya suhu lingkungan dapat menyebabkan perubahan pada respon

fisiologis sapi perah yang perubahan tersebut terjadi karena adanya akumulasi

panas dari dalam tubuh dan panas dari lingkungan sebagai akibat proses produksi

panas yang tidak seimbang dengan pelepasan panas ke lingkungan (Mariana et al.,
8

8
9

2016). Ternak akan melakukan penyesuaian dirinya dari dalam tubuh untuk

mempertahankan kondisi homeostasis (Suherman dan Purwanto, 2015). Ternak

yang mengalami cekaman panas terjadi pengalihfungsian energi termetabolisme

dari pakan dari fungsi awalnya adalah sebagai pertumbuhan dan produksi menjadi

energi untuk proses thermoregulasi (Qisthon dan Widodo, 2015). Fisiologis ternak

merupakan salah satu respon dari fisiologis lingkungan baik dari faktor lingkungan

secara fisik maupun kimiawi (Awabien, 2007). Proses homeostasis diawali dari

stimulus berupa panas yang dibebankan dalam tubuh ternak yang dapat diakibatkan

dari faktor lingkungan dan proses metabolisme akan dikeluarkan melalui proses

radiasi, konduksi, koveksi, evaporasi, pengeluaran susu, feses dan urin yang dapat

ditampilkan pada Ilustrasi 1.

Environment Environment

Radiation Radiation
Conduction Conduction
Convection Convection
Evaporation

Heat gain Cow Heat loss

Metabolism Metabolism

Maintenance Milk removal


Exercise Fecal loss
Growth Urine loss
Lactation
Gestation
Feeding

Ilustrasi 1. Mekanisme Termoregulasi (Isaksson, 2017)


9

9
10

Proses homeostasis merupakan suatu keadaan mekanisme dalam tubuh

sebagai bentuk pengaturan yang dilihat dari respon fisiologis tubuh ternak untuk

menjaga keadaan dan kondisi ternak agar tetap dalam keadaan seimbang (Campbell

dan Lasley, 1977). Pengaturan homeostasis berhubungan erat dengan aktivitas

endokrin (hormone) dan mekanisme syaraf yang terpusat dalam central neuro

system (sistem syaraf pusat) yaitu di hipotalamus (Campbell dan Lasley, 1977).

2.4.1. Suhu rektal

Suhu rektal merupakan sebuah hasil dari bentuk keseimbangan antara

produksi panas dan pelepasan panas dalam tubuh yang dapat dipengaruhi oleh jenis

bangsa ternak, aktivitas ternak, kondisi kesehatan ternak dan kondisi lingkungan

ternak (Junaidi et al., 2016). Ternak dapat diketahui status suhu kritisnya yaitu

dengan mengetahui suhu tubuh yang diestimasikan dari pengukuran suhu rektal

atau suhu tubuh, sedangkan untuk mengetahui tingkat pembuangan panas (heat

loss) dapat diketahui melalui suhu kulit, nafas dan jantung (Suherman et al., 2013).

Sapi perah periode laktasi memiliki rata-rata normal suhu rektal adalah

sebesar 38,5ºC dan suhu tersebut mencapai puncak pada pukul 12.00 WIB dan akan

berangsur menurun setelah pukul 16.00 WIB (Utomo et al., 2009). Suhu rektal yang

terlalu tinggi dapat mempengaruhi berkurangnya produksi susu yang dihasilkan

oleh sapi laktasi (Ratnawati et al., 2008). Suhu rektal dapat mengindikasikan suhu

tubuh ternak (Edey, 1983). Perpindahan panas selain dari evaporasi dari proses

respirasi ternak dapat berpindah pula melalui proses konveksi dan konduksi

(Campbell et al., 1999). Apabila kulit menerima panas akan diterima di hipotalamus
10

10
11

bagian anterior yaitu bagian yang mengatur untuk proses pembuangan panas

sehingga ternak akan merespon dalam memperbesar pembuluh darah (vasodilatasi),

berkeringat dan terengah-engah, sedangkan apabila kulit ternak menerima dingin

akan direspon oleh hipotalamus bagian posterior. Mekanisme pengaturan suhu

tersebut dapat dilihat pada Ilustrasi 2.

reseptor panas
di hipotalamus
Anterior Vasodilatasi
reseptor panas (Pembuangan Panas) Berkeringat
di perifer Terengah-engah
Kulit

kerja yang
beralawanan
Menggigil
reseptor panas
Posterior Tidak menggigil
di perifer
(Produksi Panas) (produksi panas)
reseptor dingin
di hipotalamus

Hipotalamus

Ilustrasi 2. Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh Hewan (Bianca, 1968)

2.4.2. Frekuensi napas

Frekuensi napas atau laju respirasi pada ternak sapi perah merupakan bentuk

respon dari fisiologis ternak oleh lingkungannya sebagai bentuk meningkatkan

kehilangan panas tubuh yang terjadi ketika adanya peningkatan permintaan oksigen

akibat aktivitas, kondisi lingkungan suhu dan kelembaban yang relatif tinggi

(Ghiardien et al., 2016). Kondisi normal sapi perah akan melakukan frekuensi

pernapasan sebanyak 24 – 32 kali/menit (Frandson et al., 2009). Frekuensi napas


11

akan mengalami peningkatan pada pukul 06.00 WIB hingga pada puncaknya 12.00

11
12

WIB dan akan berangsur turun setelah pukul 16.00 WIB (Utomo et al., 2009).

Beberapa faktor yang mempengaruhi laju frekuensi pernapasan pada ternak sapi

perah adalah kualitas pakan, kondisi lingkungan dan aktivitas ternak (Yani dan

Purwanto, 2006). Proses termoregulasi atau pengeluaran panas yang tidak sensible

akan menyebabkan pengeluaran beban panas dari tubuh melalui evaporasi menjadi

aktif dan dapat menurunkan sekitar 30% dari beban panas yang dialaminya yang

hal ini dibuktikan dengan cara meningkatkan laju respirasi sehingga (Amir et al.,

2017). Apabila pembuluh nadi meningkat maka pertukaran oksigen dan

karbondioksida juga semakin meningkat yang pertukaran udara tersebut dilakukan

melalui peningkatan frekuensi pernapasan (Cunningham dan Klein, 2007).

2.4.3. Frekuensi nadi

Aktivitas frekuensi nadi merupakan bentuk upaya untuk kembali ke keadaan

homeostasis yaitu dengan cara menyebarkan panas ke bagian seluruh tubuh karena

adanya cekaman panas dari lingkungannya (Ratnawati et al., 2008). Sapi perah fase

laktasi memiliki frekuensi nadi sebanyak 64 – 67 kali/menit dalam keadaan normal

dan akan mengalami peningkatan pada pukul 06.00 WIB hingga pada puncaknya

12.00 WIB dan akan berangsur turun setelah pukul 16.00 WIB (Utomo et al., 2009).

Meningkatnya frekuensi nadi pada sapi perah laktasi disebabkan oleh tingginya

beban panas dari dalam dan luar tubuh, pakan dengan kualitas rendah (Sudono,

1999).

Reaksi mekanisme terjadinya peningkatan nadi yaitu proses membuang

panas yang akan disalurkan pada meningkatnya suhu rektal atau suhu tubuh yang
12

12
13

hal ini terdapat hubungan yang erat antar keduanya dalam termoregulasi ke keadaan

homeostasis (Ghiardien et al., 2016). Pengatur keseimbangan untuk melakukan

pembuangan panas yang direspon dari kulit kemudian didistribusikan ke seluruh

tubuh dan akhirnya akan menimbulkan reaksi pengangkutan oksigen oleh

pembuluh darah lebih cepat sehingga akan menyebabkan terjadinya pertukaran

udara yang dari udara panas dengan udara yang lebih dingin dari luar tubuh dalam

proses evaporasi (Amir et al., 2017).

Mekanisme respon fisiologis diawali dari lingkungan yang kemudian jatuh

langsung mengenai kulit sehingga akan direspon oleh syaraf sebagai stimulus dan

kemudian dilanjutkan menuju hipotalamus, kemudian hipotalamus akan

memerintahkan kelenjar adrenal untuk mensekresikan hormon kortikosteroid

(HPA-Axis) yang akan mempengaruhi kerja denyut jantung untuk memompa lebih

cepat sehingga pertukaran oksigen dan karbondioksida menjadi lebih cepat yang

dilakukan melalui peningkatan frekuensi pernapasan (Cunningham dan Klein,

2007).

13

13
14

BAB III

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6 September – 27 September 2018

di Teaching Farm Sapi Perah Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas

Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi Penelitian

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 8 ekor sapi laktasi

dengan rata-rata bobot badan 443,18±12,89 kg (CV= 0,077%) dan memiliki

produksi susu sebesar 5,96±0,57 liter/hari (CV= 0,19%). Peralatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah 4 buah kipas angin (Sekai, Indonesia) dengan tipe HFN-

950 berdiameter 23 cm dengan kecepatan 3,2 m/s dan 1 buah nozzle (Walet Misting,

Indonesia) dengan 4 titik penyemprotan dengan penyemprotan uap air berbentuk

embun berukuran 0,3 mm yang memiliki adaptor bertekanan maksimal (max

pressure) sebesar 130 psi, berkekuatan (openflow) 1,6 lpm (liter per menit) dengan

voltase listrik arus searah sebesar 24 voltage direct current (VDC) yang digunakan

untuk memberikan efek bentuk modifikasi lingkungan yang dipasang 1 meter diatas

sapi, anemometer (China OEM, China) untuk mengukur kecepatan angin dari kipas

angin, 3 buah thermohygrometer (HTC-2, China) yang digunakan untuk membaca

suhu dan kelembaban lingkungan luar dan dalam kandang dan termometer klinis

(Polygreen, Jerman) yang digunakan untuk mengukur suhu rektal sapi melalui

rektum sapi.
14

14
15

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian ini meliputi empat tahap yaitu rancangan penelitian,

tahap pra-penelitian, tahap penelitian dan tahap analisis data.

3.2.1. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

over design. Unit percobaan yang digunakan adalah 2 perlakuan × 2 periode dengan

4 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah pemberian kipas angin dan nozzle

sebagai bentuk modifikasi lingkungan (T1) dan perlakuan kontrol yaitu tanpa

diberikan pemberian kipas angin dan nozzle (T0). Penelitian ini menggunakan 4

ekor sapi yang diberikan perlakuan (T1) dan 4 ekor sapi sebagai kontrol (T0) pada

11 hari pertama (periode 1), kemudian jeda 1 hari untuk penukaran sapi. Periode 2

dilakukan pada 11 hari terakhir dilakukakan penukaran posisi sapi yaitu 4 ekor sapi

sebagai kontrol diberi perlakuan dan 4 ekor sapi yang mendapat perlakuan menjadi

kontrol. Berikut layout percobaan yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 2. Layout Percobaan


T0 T1
Periode
------------------Nomor Sapi------------------
1 A1 A2 A3 A4 B1’ B2’ B3’ B4’
2 B1 B2 B3 B4 A1’ A2’ A3’ A4’

Keterangan :
Periode 1 : T0 = Sapi tanpa pemberian kipas angin dan nozzle (A1, A2, A3

dan A4)
15

15
16

T1 = Sapi dengan pemberian kipas angin dan nozzle (B1, B2, B3

dan B4)

Periode 2 : T0 = Sapi tanpa pemberian kipas angin dan nozzle (B1, B2, B3

dan B4)

T1 = Sapi dengan pemberian kipas angin dan nozzle (A1, A2, A3

dan A4)

Denah layout kandang modifikasi lingkungan dapat dilihat pada Ilustrasi 3.


A4

A3

A2

A1
Pemberian
Perlakuan
Modifikasi
Lingkungan
B1
B4

B3

B2

Ilustrasi 3. Denah Layout Kandang Modifikasi Lingkungan

Layout perlakuan modifikasi lingkungan kandang dapat dilihat pada Ilustrasi 4.

Nozzle

1 meter
3,5 meter

Kipas Angin
16

Ilustrasi 4. Layout Perlakuan Modifikasi Lingkungan

16
17

3.2.2. Tahap Pra penelitian

Tahap persiapan dimulai dengan cara pengambilan data fisiologi

lingkungan untuk menentukan waktu pemberian perlakuan dan pengambilan

sampel pakan untuk dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan

nutrien dalam pakan yang diberikan serta pengumpulan data kebutuhan sapi perah

pada setiap sapinya. Data awal yang didapat adalah semua data keadaan lingkungan

dan ternak sapi dalam keadaan normal (tidak mendapat perlakuan) selama 2 × 24

jam (setiap 2 jam). Data ini digunakan untuk menentukan waktu pemberian

perlakuan yaitu menyalakan alat kipas angin dan nozzle. Berdasarkan Ilustrasi 5,

perlakuan dilakukan pada pukul 10.00-15.00 WIB karena pada waktu tersebut

merupakan waktu dimana suhu menunjukkan rentang puncak panas dalam satu hari.

35
34
33
32
Suhu (ºC)

31
30
29
28
27
26
25

Waktu (WIB)

Ilustrasi 5. Data Suhu Lingkungan Kandang Pada Pra-Penelitian

Penelitian ini menggunakan pakan berupa pakan konsentrat (Sulursari,

Indonesia) sebanyak 4 kg dan pakan jerami yang diberikan secara ad libitum setiap
17

17
18

masa penelitian. Pemilihan pakan jerami dikarenakan keterbatasan hijauan pada

musim kemarau. Kadar nutrien dalam masing-masing bahan pakan disajikan dalam

Tabel 3 berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, Fakultas

Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang.

Tabel 3. Hasil Analisis Proksimat Bahan Pakan (%BK)


Bahan Pakan BK BO PK LK SK BETN*) TDN**)
------------------- (%)-------------------
Konsentrat 62,31 50,88 14,71 3,52 39,51 23,92 50,84
Jerami 79,63 51,05 6,04 1,02 34,68 22,37 49,27
*)
Sumber : Budiman et al. (2016) (BETN = [(100 - (Kadar abu + kadar SK + kadar LK
+ kadar PK)] %)
**)
Sutardi et al. (2001) (TDN = 70,6 + 0,295 × kadar PK) + (1,01 × kadar LK)
– (0,76 × kadar SK) + 0,0991 × kadar BETN)

3.3. Perlakuan dan Pengambilan Data

Perlakuan yang diterapkan adalah pemberian kipas angin dan nozzle sebagai

bentuk modifikasi lingkungan (T1) dan perlakuan kontrol yaitu tanpa diberikan

pemberian kipas angin dan nozzle (T0). Tahap ini membutuhkan waktu selama 23

hari yang terhitung 22 hari masa pengambilan data yang dibagi menjadi 2 periode

dan 1 hari masa penukaran unit percobaan. Tahap pengambilan data dilakukan

dengan cara pengumpulan data fisiologi lingkungan dan fisiologi ternak. Data

fisiologis lingkungan dan fisiologis ternak diambil pada masa pengukuran setiap 2

jam dalam sehari yaitu pukul 18.00, 20.00, 22.00, 24.00, 02.00, 04.00, 06.00, 08.00,

12.00, 14.00 dan 16.00 selama 22 hari masa penelitian. Data hasil penelitian

disajikan dalam bentuk grafik.


18

18
19

3.3.1. Fisiologi lingkungan.

Data yang telah diperoleh diolah dan dianalisis yang meliputi data fisiologi

lingkungan yang antara lain suhu, kelembaban, radiasi matahari dan temperature

humidity index (THI).

3.3.1.1. Suhu udara. Suhu udara dapat diketahui dengan cara melihat skala yang

telah dihitung dengan cara melihat pada thermohygrometer yang diletakkan pada

tiga tempat, yaitu satu tempat di luar kandang sebagai suhu makro, satu tempat

didalam kandang bagian wilayah perlakuan dan satu tempat didalam kandang

bagian wilayah tanpa perlakuan.

3.3.1.2. Kelembaban udara. Kelembaban udara dapat diketahui dengan cara

melihat skala yang telah dihitung dengan cara melihat pada thermohygrometer yang

diletakkan pada tiga tempat, yaitu satu tempat di luar kandang sebagai suhu makro,

satu tempat di dalam kandang bagian wilayah perlakuan dan satu tempat di dalam

kandang bagian wilayah tanpa perlakuan.

3.3.1.3. Temperature humidity index (THI) . Temperature humidity index (THI)

dapat diketahui dengan cara membaca skala suhu dan kelembaban pada

thermohygrometer, kemudian angka suhu dan kelembaban tersebut dimasukkan

pada rumus. Temperature humidity index (THI) dapat dihitung melalui rumus

(Griffiths, 1966) sebagai berikut.

THI = T – (0,55 x (1 – rH/100) x (T – 58))


Keterangan:

THI = Temperature humidity index


19

19
20

T = Temperatur Udara (ºF)

rH = Kelembaban Udara (%)

3.3.2. Fisiologi ternak

Data yang telah diperoleh diolah dan dianalisis yang meliputi data fisiologi

ternak yang antara lain suhu rektal, frekuensi napas dan frekuensi nadi.

3.3.2.1. Suhu Rektal. Suhu rektal ternak sapi dapat diukur menggunakan

termometer klinis atau termometer rektal yang dimasukkan pada rektum sapi. Suhu

dapat dibaca ketika termometer klinis memberikan angka yang konstan dengan

ditunjukkan adanya suara pada alat termometer klinis. Pengambilan data ini

dilakukan duplo (dua kali).

3.3.2.2. Frekuensi Napas. Frekuensi napas dapat dihitung melalui pergerakan

diafragma sapi. Frekuensi napas dihitung selama satu menit dan dilakukan secara

duplo (dua kali).

3.3.2.3. Frekuensi nadi. Frekuensi nadi dapat dihitung melalui banyaknya denyut

nadi yang dihitung pada bagian pangkal ekor sapi. Frekuensi nadi dihitung selama

satu menit dan dilakukan secara duplo (dua kali).

3.4. Analisis Data

Model linier disusun menggunakan model matematis adalah sebagai

berikut:

Yij(k) =  + Ʈ(i) + βj + αk + ij(k)


20

20
21

Keterangan :

Yij(k) = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i (perlakuan modifikasi

lingkungan dan kontrol) dan periode percobaan ke-j (periode 1 dan 2)

serta ternak sapi laktasi ke-k

 = Nilai tengah umum (rata-rata populasi) keadaan fisiologis lingkungan

dan ternak sapi perah

Ʈ(i) = Pengaruh perlakuan ke-i (modifikasi lingkungan atau tidak)

βj = Pengaruh periode percobaan ke-j (periode 1 dan 2)

αk = Pengaruh individu ternak sapi perah laktasi ke-k

ij(k) = Perlakuan galat percobaan perlakuan modifikasi lingkungan atau tidak

(i), periode percobaan (j) dan individu ternak sapi perah laktasi (k)

3.4.1. Hipotesis statistik

H0 : Ʈ0 = Ʈ1 = 0; tidak ada pengaruh modifikasi lingkungan terhadap fisiologi

lingkungan dan ternak sapi perah di Teaching Farm Fakultas

Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

H1 : Ʈ0 ≠ Ʈ1 ≠ 0; ada pengaruh modifikasi lingkungan terhadap fisiologi

lingkungan dan ternak sapi perah di Teaching Farm Fakultas

Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

Data fisiologi lingkungan (suhu, kelembaban udara dan THI) yang

diperoleh dianalisis menggunakan analisis uji-t pada taraf 5% menggunakan

independent t-test two tailed untuk membandingkan hasil antar perlakuan. Data

fisiologi ternak (suhu rektal, frekuensi nadi dan frekuensi napas) yang diperoleh
21

21
22

dianalisis menggunakan analisis ragam (Anova atau analysis of variance) atau uji

F pada taraf 5% untuk mengetahui pengaruh perlakuan untuk menganalisis

pengaruh perlakuan terhadap suhu rektal dan frekuensi nadi. Apabila hasil P-Value

<0,05 menunjukkan terdapat pengaruh perlakuan terhadap fisiologi ternak. Data

dianalisis dibantu menggunakan aplikasi software Statistical Package for the Social

Sciences (SPSS) 16.0. Respon fisiologi lingkungan dan fisiologis ternak terdapat

perbedaan cara pengujian analisis statistiknya dikarenakan pada respon fisiologis

lingkungan (suhu dan kelembaban udara) tidak mengalami proses penukaran dan

bukan sebagai unit percobaan, namun merupakan sebagai variabel bebas.

3.4.2. Kriteria pengujian

Jika P-Value > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Jika P-Value ≤ 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Keterangan :

H0 = tidak ada pengaruh perlakuan terhadap parameter

H1 = ada pengaruh perlakuan terhadap parameter

22

22
23

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Respon Fisiologi Lingkungan Akibat Modifikasi Lingkungan Kandang

Berdasarkan hasil penelitian, respon fisiologis akibat modifikasi lingkungan

kandang disajikan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Respon Fisiologis Lingkungan Akibat Modifikasi


Lingkungan Kandang

Variabel T0 T1 P-Value
Suhu Udara (ºC) 31,41±0,11 30,49±0,06 <0,01
Kelembaban Udara (%) 73,14±0,07 73,41±0,11 0,04
THI 88,11±0,02 86,48±0,10 <0,01

4.1.1. Respon suhu lingkungan akibat modifikasi lingkungan kandang

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa pemberian perlakuan

modifikasi lingkungan memberikan pengaruh penurunan yang signifikan (P<0,05)

terhadap suhu mikro lingkungan kandang. Secara umum, rata-rata masing-masing

perlakuan adalah T0 sebesar 31,41±0,01°C dan T1 sebesar 30,49±0,06°C.

Penurunan suhu yang ditunjukkan akibat modifikasi lingkungan kandang yaitu

0,92°C. Bentuk fluktuasi yang disajikan dalam Ilustrasi 6 menunjukkan perubahan

rata-rata suhu udara terlihat terdapat penurunan. Pemberian modifikasi lingkungan

membuktikan suhu udara dalam kandang dapat turun secara signifikan. Meskipun

hasil menunjukkan terdapat signifikasi namun data yang ditunjukkan rata-rata nilai

setelah diberi perlakuan masih menunjukkan angka diatas rata-rata ideal suhu udara
23

23
24

lingkungan untuk sapi perah. Yani dan Purwanto (2006) menyatakan bahwa suhu

lingkungan yang ideal atau suhu nyaman sapi perah pada daerah tropis seperti

Indonesia yaitu berkisar antara 23 – 28oC. Hal ini disebabkan karena pemberian

perlakuan berupa alat modifikasi lingkungan berupa kipas angin dan nozzle yang

digunakan dalam penelitian memiliki kapasitas kerja yang kecil untuk

memanipulasi kondisi lingkungan mendekati kondisi lingkungan normal sapi perah

di lokasi penelitian yang memiliki suhu yang ekstrim. Kapasitas kerja yang

dimaksudkan adalah ukuran kipas angin yang terlalu kecil dan tekanan pompa

nozzle yang kurang kuat maupun intensitas perlakuan yang hanya dilakukan pada

waktu tertentu dalam memberikan efek modifikasi lingkungan kandang. Penelitian

yang dilaporkan oleh Yani dan Purwanto (2006) bahwa perlakuan pengkabutan

dengan nozzle dan kipas angin yang diberikan setiap 10 menit sekali setiap jamnya

pada pukul 06.00 hingga 16.00 mampu menurunkan suhu 2ºC. Hal ini menunjukkan

penurunan angka yang lebih besar dibandingkan hasil penelitian ini.

41
39
37
Suhu (°C)

35
33
31 T0
29 T1
27
25

Pukul (WIB)
24

Ilustrasi 6. Suhu Lingkungan Sebelum dan Sesudah Perlakuan

24
25

Tingginya suhu dalam kandang pada penelitian adalah suhu makro kandang

yang ekstrim panas dan atap kandang yang bersifat menyerap panas. Atap kandang

yang digunakan adalah berbahan asbes yang mana asbes bersifat menyerap panas

sehingga akan menambah beban panas dalam kandang. Yani dan Purwanto (2006)

menyatakan bahwa pemilihan atap kandang sangat berpengaruh terhadap kondisi

dan fisiologis suhu di dalam kandang sehingga dalam pemeliharaan sapi perah

sebaiknya memilih atap kandang yang mampu memantulkan dan menyerap radiasi

sehingga dapat mengurangi proses perpindahan panas ke dalam kandang. Selain itu,

faktor yang menyebabkan kecilnya kapasitas kerja alat modifikasi lingkungan

kandang adalah tipe kandangnya sendiri. Kandang yang digunakan dalam

penelitian berupa kandang dengan model semi terbuka (barn terbuka) sehingga

dapat menyebabkan pemberian perlakuan modifikasi lingkungan tidak memberikan

dampak secara langsung ke ternak.

4.1.2. Respon kelembaban udara akibat modifikasi lingkungan kandang

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa pemberian perlakuan

modifikasi lingkungan memberikan pengaruh peningkatan yang signifikan

(P<0,05) terhadap kelembaban udara lingkungan kandang. Secara umum rata-rata,

nilai masing-masing perlakuan adalah T0 sebesar 73,14±0,07% dan T1 sebesar

73,41±0,11%. Peningkatan kelembaban akibat modifikasi lingkungan kandang

adalah sebesar 0,27%.


25

25
26

85
83
81
79
Kelembaban (%)

77
75
73
71 T0
69 T1
67
65
63

Pukul (WIB)

Ilustrasi 7. Kelembaban Udara Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Rata-rata nilai masing-masing perlakuan masih diatas rata-rata ideal

kelembaban udara lingkungan untuk sapi perah. McNeilly (2001) menyatakan

bahwa kelembaban ideal atau zona termonetral bagi ternak sapi perah adalah sekitar

50 – 60%. Nilai kelembaban berbanding terbalik dengan nilai kondisi suhu.

Semakin tinggi suhu yang dihasilkan pada suatu wilayah maka akan semakin

rendah kelembaban yang dihasilkan dan sebaliknya. Hal tersebut dapat dilihat

melalui Ilustrasi 6 dan 7 yang menunjukkan hasil yang bertolak belakang.

Peningkatan kelembaban udara kandang akibat pemberian perlakuan

modifikasi lingkungan kandang yang hanya sebesar 0,27% disebabkan oleh jenis

perlakuan yang menggunakan air sebagai penyejuk udara atau suatu bentuk

penurunan suhu udara dalam kandang. Kelembaban dipengaruhi oleh banyak

sedikitnya kadar air di udara dalam suatu lingkungan serta suhu lingkungan. Hal ini
26

26
27

sesuai dengan pendapat Yohana et al. (2017) yang menyatakan bahwa kadar air dan

suhu yang terkandung di udara merupakan salah satu penyebab meningkatnya

faktor kelembaban dalam suatu lingkungan. Hal ini juga sesuai dengan pendapat

Yunianto (2018) yang menyatakan bahwa walaupun pemanfaatan sistem pendingin

apalagi menggunakan pendingin yang menggunakan bahan dasar air, mampu

menurunkan suhu udara dalam suatu lingkungan tetapi juga akan berakibat

meningkatnya kadar kelembaban udara dalam lingkungan sehingga apabila suatu

lingkungan yang terlalu lembab (di atas standar kenyamanan) dapat berakibat pada

gangguan kesehatan maupun kerusakan pada bangunan.

Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya nilai kelembaban adalah

adanya aktivitas manusia untuk sanitasi sapi perah dengan cara memandikan sapi

menggunakan air. Air yang digunakan akan mengalami penguapan oleh panas

dalam kandang sehingga uap air yang berada di udara tersebut akan meningkatkan

kadar kelembaban dalam kandang. Hal tersebut dapat dilihat dalam Ilustrasi 7 pada

pukul 06.00 WIB dan pukul 16.00 WIB terjadi peningkatan kelembaban yang

diakibatkan oleh kegiatan sanitasi sapi perah. Selain itu, faktor iklim Indonesia yang

beriklim tropis atau memiliki tingkat kelembaban suatu daerah yang tinggi juga

akan memberikan pengaruh fisiologis dan kenyamanan ternak. Hal ini sesuai

dengan pendapat Yani dan Purwanto (2006) yang menyatakan bahwa Indonesia

memiliki iklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban yang relatif tinggi yang

hal tersebut akan menghambat proses penguapan dari tubuh ternak sehingga akan

mengalami cekaman panas dan akan menyebabkan turunnya produktivitasnya.


27

27
28

4.1.3. Temperature humidity index (THI) akibat modifikasi lingkungan


kandang

Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa pemberian perlakuan

modifikasi lingkungan memberikan pengaruh penurunan yang signifikan (P<0,05)

terhadap nilai THI dalam kandang. Secara umum, rata-rata nilai masing-masing

perlakuan adalah T0 sebesar 88,11±0,02 dan T1 sebesar 86,48±0,10. Nilai THI

mengalami penurunan sebesar 1,63. Bentuk fluktuasi yang disajikan dalam Ilustrasi

8 menunjukkan perubahan rata-rata nilai THI yang fluktuatif. Temperature

humidity index (THI) merupakan indeks yang menyatakan tingkat kenyamanan

hewan atau ternak. Rata-rata nilai setelah pemberian perlakuan masih diatas rata-

rata normal THI untuk sapi perah. Novianti et al. (2013) menyatakan bahwa sapi

perah akan memiliki zona nyaman THI dibawah 72.

100

95

90
THI

85 T0
T1
80

75

Pukul (WIB)

Ilustrasi 8. THI (Temperature Humidity Index) Sebelum dan Sesudah Perlakuan


28

28
29

Hal ini membuktikan bahwa sapi perah mengalami stres berat atau berada

pada zona merah. Interaksi antara suhu dan kelembaban yang disebut juga THI yang

digunakan sebagai salah satu indeks kenyamanan ternak harus memiliki nilai yang

tidak berada pada ambang batas, apabila melebihi batas, maka ternak akan

mengalami cekaman atau stres panas. Nugroho et al. (2010) menyatakan bahwa

nilai THI pada sapi perah akan mengalami stres ringan (72 ≤ THI ≤ 79), stres sedang

(80 ≤ THI ≤ 89) dan stres berat (90 ≤ THI ≤ 97 atau lebih). Perlakuan hanya mampu

menurunkan tingkat THI sekitar 2 satuan. Faktor yang mempengaruhi nilai THI

adalah nilai suhu dan kelembaban yang dihasilkan pada suatu wilayah. Semakin

tinggi suhu dan kelembaban suatu wilayah, maka semkin tinggi pula nilai THI yang

dihasilkan. Penurunan THI disebabkan karena terdapat penurunan pula pada suhu

dan kelembaban yang hal ini merupakan satu kesatuan parameter yang membentuk

suatu indeks untuk mengukur kenyamanan. Perlakuan modifikasi lingkungan pada

penelitian dapat menurunkan nilai THI yang artinya setelah pemberian perlakuan

ini mengarah ke zona yang lebih nyaman (zona stres sedang).

4.2. Respon Fisiologi Ternak Akibat Modifikasi Lingkungan Kandang

Berdasarkan hasil penelitian, respon fisiologis akibat modifikasi lingkungan

kandang disajikan dalam Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Respon Fisiologis Ternak Akibat Modifikasi


Lingkungan Kandang

Variabel T0 T1 P-Value
Suhu Rektal (ºC) 38,10±0,06 38,03±0,06 0,48
Frekuensi Napas (kali/menit) 53,88±1,25 52,25±1,25 0,38
Frekuensi nadi (kali/menit) 63,38±0,66 62,75±0,66 0,52
29

29
30

4.2.1. Respon suhu rektal akibat modifikasi lingkungan kandang

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa perlakuan modifikasi

lingkungan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap suhu rektal ternak

sapi perah fase laktasi. Secara umum, rata-rata nilai suhu rektal sapi perah laktasi

pada T0 sebesar 38,10±0,06ºC dan T1 sebesar 38,05±0,06ºC. Bentuk fluktuasi yang

disajikan dalam Ilustrasi 9 menunjukkan perubahan rata-rata suhu rektal yang

relatif sama. Rata-rata nilai tersebut menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan

merupakan nilai suhu normal bagi sapi laktasi. Utomo et al. (2009) berpendapat

bahwa sapi perah periode laktasi memiliki rata-rata normal suhu rektal adalah

sebesar 37,3-38,3°C dan suhu tersebut mencapai puncak pada pukul 12.00 WIB dan

akan berangsur menurun setelah pukul 16.00 WIB. Meskipun, suhu udara dalam

perlakuan menunjukkan di atas normal suhu ideal sapi perah, namun suhu rektal

yang ditunjukkan pada data masih pada kisaran normal. Hal ini disebabkan karena

sudah beradaptasinya sapi ini yang telah dipelihara cukup lama pada lingkungan

penelitian.

Suherman et al. (2013) berpendapat ternak dapat diketahui status suhu

kritisnya yaitu dengan mengetahui suhu tubuh yang diestimasikan dari pengukuran

suhu rektal atau suhu tubuh, sedangkan untuk mengetahui tingkat pembuangan

panas (heat loss) dapat diketahui melalui suhu kulit, frekuensi nafas dan denyut

jantung. Berdasarkan penelitian menunjukkan tidak adanya signifikasi atau

perubahan pada frekuensi napas dan nadi akibat modifikasi lingkungan kandang.

Hal ini juga saling beterkaitan antara tidak adanya signifikasi atau perubahan pada
30

30
31

suhu rektal. Respon fisiologis merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi

dan memiliki mekanisme.

38.5
38.4
38.3
Suhu Rektal (ºC)

38.2
38.1
38.0
37.9 T0
37.8
T1
37.7
37.6
37.5

Waktu (WIB)

Ilustrasi 9. Suhu Rektal Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Mekanisme peningkatan suhu tubuh dimulai dari proses penyerapan panas

dari lingkungan, kemudian ternak secara langsung terpapar cekaman panas

sehingga akan meningkatkan frekuensi napas, nadi dan suhu rektal sebagai bentuk

upaya pengeluaran panas dari dalam tubuh. Suhu rektal merupakan suatu bentuk

gambaran dari suhu tubuh atau dapat dikatakan bahwa pengukuran suhu tubuh

dapat diukur melalui suhu rektal sapi laktasi. Cunningham dan Klein (2007)

menyatakan bahwa mekanisme respon fisiologis diawali dari lingkungan yang

kemudian jatuh langsung mengenai kulit sehingga akan direspon oleh syaraf

sebagai stimulus dan kemudian dilanjutkan menuju hipotalamus, kemudian

hipotalamus akan memerintahkan organ tertentu untuk mensekresikan hormon


31

kortikosteroid pada kelenjar adrenal (HPA-Axis) yang akan mempengaruhi kerja

31
32

denyut jantung untuk memompa lebih cepat sehingga pertukaran oksigen dan

karbondioksida menjadi lebih cepat yang dilakukan melalui peningkatan frekuensi

pernapasan.

Selain itu, perolehan panas (heat gain) juga dapat disebabkan oleh faktor

dalam tubuh. Proses penghasilan panas dari dalam tubuh diakibatkan oleh hasil

metabolisme tubuh seperti proses degradasi suatu bahan pakan. Naiddin et al.

(2010) menyatakan bahwa respon fisiologis ternak meliputi suhu rektal, frekuensi

nadi dan frekuensi napas dapat dipengaruhi salah satunya dari pakan. Konsumsi

pakan akan meningkat ketika ternak nyaman. Berdasarkan penelitian Naqiyya et al.

(2019) menyebutkan bahwa adanya pengaruh peningkatan konsumsi pakan akibat

perlakuan modifikasi lingkungan kandang. Pakan yang digunakan sebagai

pemenuhan kebutuhan hidup pokok dan juga sebagai produktivitas susu ternak sapi

perah akan mengalami proses pencernaan yang panjang. Pada dasarnya

peningkatan konsumsi pakan akan meningkatkan laju metabolisme yang dapat

menyebabkan peningkatan suhu rektal. Namun, dalam penelitian ini menunjukkan

peningkatan konsumsi tidak menyebabkan peningkatan panas pada suhu tubuh

dalam keadaan kondisi dingin (kondisi perlakuan).

Tidak adanya perubahan terhadap suhu rektal akibat modifikasi lingkungan

kandang juga diduga diakibatkan pada masa penelitian menggunakan pakan jerami.

Penelitian Nugraheni et al. (2019) menyebutkan bahwa tidak adanya pengaruh

akibat modifikasi lingkungan kandang terhadap tingkat kecernaan. Efektivitas

panas yang dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi berupa pakan jerami adalah

rendah. Wanapat et al. (2013) menyatakan bahwa limbah pertanian berupa jerami
32

32
33

memiliki kandungan nutrien yang rendah sehingga memiliki kecernaan yang rendah

pula pada sistem pencernaan ternak ruminansia. Hal ini menunjukkan kecernaan

pada sapi tidak terdegradasi dengan sempurna, sehingga hasil metabolisme pakan

tidak banyak menghasilkan panas. Kejadian seperti ini menunjukkan bahwa

pembuangan panas dari sapi tersebut lebih sedikit dibandingkan perolehan panas

yang didapatkan sehingga perlakuan memberikan penurunan perolehan panas ke

suhu tubuh. Pemilihan bahan pakan dapat mempengaruhi repon suhu tubuh ternak.

Amir et al. (2017) menyatakan bahwa pakan yang memiliki nilai energi (TDN)

yang tinggi mampu menyebabkan peningkatan beban panas pada ternak sehingga

akan meningkatkan suhu tubuh ternak dan begitu pula sebaliknya. Pakan jerami

memiliki nilai energi yang rendah sehingga tidak memberikan beban panas dan

tidak mempengaruhi suhu tubuh.

4.2.2. Respon frekuensi napas akibat modifikasi lingkungan kandang

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa pemberian perlakuan

modifikasi lingkungan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

frekuensi napas ternak sapi perah fase laktasi. Secara umum, rata-rata frekuensi

napas sapi perah laktasi adalah T0 sebesar 53,88±1,25 kali/menit dan T1 menjadi

52,25±1,25 kali/menit. Pemberian modifikasi lingkungan membuktikan frekuensi

napas dalam kandang dapat turun. Kondisi rata-rata frekuensi napas pada penelitian

ini masih diatas normal frekuensi pernapasan sapi perah laktasi. Kondisi normal

sapi perah akan melakukan frekuensi pernapasan sebanyak 24 – 32 kali/menit

(Frandson et al., 2009).


33

33
34

Tidak adanya perubahan pada nilai frekuensi napas disebabkan karena

nilai frekuensi nadi juga tidak ada perubahan. Frekuensi nadi merupakan suatu

motor atau penentu banyak sedikitnya jumlah napas yang diambil oleh hewan atau

ternak. Apabila frekuensi nadi mengalami peningkatan, maka frekuensi napas juga

samakin meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Cunningham dan Klein (2007)

yang menyatakan bahwa apabila ada suatu stimulus yang menyebabkan kerja

denyut jantung meningkat karena adanya hormon dari kelenjar adrenal sehingga

tingkat peredaran darah dari pembuluh nadi akan juga meningkat sehingga

pertukaran oksigen dan karbondioksida juga semakin meningkat yangmana

pertukaran tersebut dilakukan melalui frekuensi pernapasan.

65
Frekuensi Napas (Kali/menit)

60

55

50 T0
T1
45

40

Waktu (WIB)

Ilustrasi 10. Frekuensi Napas Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Laju frekuensi pernapasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu

lingkungan yang tinggi. Utomo et al. (2009) berpendapat bahwa frekuensi

pernapasan akan mengalami peningkatan pada pukul 06.00 WIB hingga pada
34

34
35

puncaknya 12.00 WIB dan akan berangsur turun setelah pukul 16.00 WIB. Hal

tersebut sesuai yang disajikan dalam Ilustrasi 10. Selain itu, faktor yang

mempengaruhi tingginya frekuensi napas pada sapi perah adalah kualitas pakan

yang diberikan suhu lingkungan yang tinggi dan banyaknya aktivitas pada ternak.

Nofita (2008) menyatakan bahwa tingkat frekuensi pernapasan yang tinggi dapat

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain cekaman panas dari dalam maupun luar

dan aktivitas sapi termasuk sapi terkejut ataupun takut.

4.2.3. Respon frekuensi nadi akibat modifikasi lingkungan kandang

Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa pemberian perlakuan

modifikasi lingkungan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

frekuensi nadi ternak sapi perah fase laktasi. Secara umum, rata-rata frekuensi nadi

sapi perah laktasi akibat perlakuan adalah T0 sebesar 63,38±0,66kali/menit dan T1

menjadi 62,75±0,66 kali/menit.

Kondisi rata-rata frekuensi nadi masih berada pada keadaan normal

frekuensi nadi sapi perah laktasi. Keadaan yang normal ini disebabkan karena sudah

beradaptasinya sapi yang telah dipelihara cukup lama pada lingkungan penelitian

sehingga dalam keadaan tanpa perlakuan modifikasi lingkungan, respon fisiologis

sapi laktasi dalam keadaan normal meski disebutkan bahwa nilai THI dalam

keadaan zona sedang. Suprayogi et al. (2017) menyatakan bahwa kisaran nadi sapi

laktasi yang normal berkisar antara 59 – 82 kali/menit. Frekuensi nadi dapat

dipengaruhi oleh keadaan fisiologis lingkungannya. Fluktuasi suhu lingkungan

yang meningkat dari pagi ke siang hari sangat mempengaruhi laju nadi ternak sapi
35

35
36

perah laktasi. Novianti et al. (2013) berpendapat bahwa nadi ternak cenderung naik

pada siang hari seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan sekitar. Kenaikan

frekuensi nadi tersebut merupakan bentuk respon atau reaksi fisiologis ternak yang

memiliki tujuan untuk melepaskan atau mengurangi panas dari dalam tubuh.

Ratnawati et al. (2008) menyatakan bahwa dengan meningkatan frekuensi nadi sapi

dapat menyebarkan panas ke seluruh tubuh yang diakibatkan oleh adanya cekaman

dari lingkungan.

70
Frekuensi Nadi (Kali/menit)

68

66

64
T0
62 T1

60

58

Waktu (WIB)

Ilustrasi 11. Frekuensi Nadi Sebelum dan Sesudah Perlakuan

Tidak adanya perubahan frekuensi nadi disebabkan karena kecernaan bahan

pakan yang dilaporkan oleh Nugraheni et al. (2019) didegradasi dalam tubuh juga

tidak mengalami perubahan. Kecernaan berhubungan erat dengan laju frekuensi

nadi karena dalam nadi terdapat darah yang mengangkut nutrien yang dibutuhkan
36

oleh tubuh. Apabila kecernaan bahan pakan dalam tubuh ternak meningkat, maka

36
37

frekuensi nadi (pembuluh darah) akan semakin meningkat pula. Hal ini sesuai

dengan pendapat Sutardi (1980) yang menyatakan bahwa pakan yang telah

dikonsumsi akan mengalami proses degradasi sehingga akan memecah bagian-

bagian zat tertentu yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh

yangmana bagian yang dibutuhkan oleh tubuh akan diserap oleh usus halus dan

akan dialirkan melalui darah sehingga apabila banyak yang diserap oleh tubuh akan

menyebabkan peningkatan kerja pembuluh darah tersebut.

Selain itu, frekuensi nadi dapat dipengaruhi oleh keadaan fisiologis

lingkungannya. Fluktuasi suhu lingkungan yang meningkat dari pagi ke siang hari

sangat mempengaruhi laju nadi ternak sapi perah laktasi. Novianti et al. (2013)

berpendapat bahwa nadi ternak cenderung naik pada siang hari seiring dengan

meningkatnya suhu lingkungan sekitar. Kenaikan frekuensi nadi tersebut

merupakan bentuk respon atau reaksi fisiologis ternak yang memiliki tujuan untuk

melepaskan atau mengurangi panas dari dalam tubuh. Ratnawati et al. (2008)

menyatakan bahwa dengan meningkatan frekuensi nadi sapi dapat menyebarkan

panas ke seluruh tubuh yang diakibatkan oleh adanya cekaman dari lingkungan.
37

37
38

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Simpulan dari penelitian ini adalah modifikasi lingkungan kandang

menggunakan kipas angin dan nozzle mampu memperbaiki suhu lingkungan,

kelembaban udara dan THI akan tetapi tidak mengubah respon fisiologis sapi

laktasi.

5.2. Saran

Saran dari penelitian ini adalah sebaiknya ada penelitian lebih lanjut

mengenai perlakuan pemberian modifikasi lingkungan kandang dan sebaiknya

penelitian dilakukan dengan memperpanjang waktu atau periode penelitian.

38

38
39

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 2012. Budi Daya Sapi Perah. Airlangga University Press, Surabaya.

Amir, A., B. P. Purwanto dan I. G. Permana. 2017. Respon termoregulasi sapi perah
pada energi ransum yang berbeda. Jurnal Ilmu Teknologi Peternakan. 5 (2):
72 – 79.

Awabien, R. L. 2007. Respon Fisiologis Domba yang diberi Minyak Ikan dalam
Bentuk Sabun Kalsium. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor
(Skripsi).

Budiman, A., T. Dhalika dan B. Ayuningsih. 2006. Uji kecernaan serat kasar dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dalam ransum lengkap berbasis hijauan
dan pucuk tebu (Saccharum officinarum). Jurnal Ilmu Ternak. (6) 2 : 132 –
135.

Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Susu Segar Menurut Provinsi 2009-2018.
Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Bianca, W. 1968. Thermoregulation. In : Hafez, E. S. E. (Ed.) Adaption of Domestic


Animal. Lea and Febiger, Philadelphia.

Campbell, J. R., J. B. Reece dan L. G. Mitchell. 1999. Biologi Jilid 2 Edisi Ke-2.
Erlangga, Jakarta (Diterjemahkan oleh W. Manalu).

Campbell, J. R. dan J. F. Lasley. 1977. The Science of Animal that Serve Mankind.
Tata McGraw-Hill, Inc., New Delhi.

Cunningham, J. G. dan B. G. Klein. 2007. Veterinary Physiology. Saunders


Elsevier, Missouri.

Edey, T.N. 1983. The genetic pool of sheep and goats. In: Tropical Sheep and Goat
Production (Edited by Edey. T.N.). Australia University International.
Development Program, Canberra.

Frandson, R. D., W. L. Wike dan A. D. Fails. 2009. Anatomy and Physiology of


Farm Animal. State University Press, Ames.

Ghiardien, A., B. P. Purwanto dan A. Atabani. 2016. Respon fisiologis sapi FH


laktasi dengan subtitusi pakan pelepah sawit dengan umlah yang berbeda.
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. 4 (3): 350 – 355.

Griffiths, J. F. 1966. Applied Climatology. Oxford University Press, London.


39

39
40

Gumelar, A. P. dan R. Aryanto. 2011. Bobot badan dan ukuran tubuh sapi perah
betina Friesian Holstein di wilayah kerja koperasi peternak Garut Selatan.
Jurnal Buana Sains. 11 (2): 163 – 170.

Gunawan dan D. T. H. Sihombing. 2004. Pengaruh suhu lingkungan tinggi terhadap


kondisi fisiologi dan produktivitas ayam buras. Wartazoa. 14(1) : 31 – 32.

Humandika, R. P., E. Yohana dan B. Yunianto. 2016. Analisis CFD distribusi


temperatur dan kelembaban relatif pada proses dehumidifikasi sample house
dengan konsentrasi liquid dessicant 60% dan suhu liquid dessicant 10oC.
Jurnal Teknik Mesin. 4 (2): 207 – 213.

Isaksson, J. 2017. Changes in Dairy Cow’s Temperature Depending on The


Measuring Method and The Location of The Measuring. Sveriges
lantbruksuniversitet, Swedish University of Agricultural Sciences, Uppsala.

Junaidi., M., C. I. Novita dan Dzarnisa. 2016. Kajian kondisi faali sapi perah
Peranakan Friesian Holstein (PFH) di peternakan rakyat Desa Suka Mulya
Kecamatan Lembah Seulawan Kabupaten Aceh Besar Provinsi Aceh. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 1 (1): 709-718.

Karstan, A. H. 2006. Respon fisiologis ternak kambing yang dikandangkan dan


ditambatkan terhadap konsumsi pakan dan air minum. Jurnal Agroforestri. 1
(1) : 63 - 73.

Mariana, E., D. N. Hadi dan N. Q. Agustin. 2016. Respon fisiologis dan kualitas
susu sapi perah Friesian Holstein pada musim kemarau panjang di dataran
tinggi. Agripet. 16 (2): 131-139.

McNeilly, A. S. 2001. Reproduction, Fertility and Development. CSIRO


Publishing, Collingwood.

Mendelsohn, R. and A. Diner. 2009. Climate and Agriculture. MPG Books Group,
Bodmin.

Naiddin, A., M. N. Rokhmat, S. Dartosukarno, M. Arifin dan A. Purnomoadi. 2010.


Respon fisiologis dan profil darah sapi Peranakan Ongole (PO) yang diberi
pakan ampas teh dalam level yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 3 – 4 Agustus 2010. Badan
Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. Hal. 217 – 223.

Naqiyya, M., S. M. Sayuthi dan P. Sambodho. 2019. Pengaruh modifikasi


lingkungan terhadap jumlah konsumsi pakan dan minum sapi perah
Peranakan Friesian Hosltein di Teaching Farm sapi perah FPP UNDIP.
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang
(Belum Dipublikasikan).
40

40
41

Novianti, J., B. P. Purwanto dan A. Atabani. 2013. Respon fisiologis dan produksi
susu sapi perah FH pada pemberian rumput gajah (Pennisetum purpureum)
dengan ukuran pemotongan yang berbeda. Jurnal Ilmu Produksi dan
Teknologi Hasil Peternakan. 1 (3): 138 – 146.

Nofita, A. 2008. Temperatur Tubuh, Frekuensi Jantung dan Frekuensi Nafas Induk
Sapi Perah yang Divaksin dengan Vaksin Escherichia coli pada Periode
Kering Kandang. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor,
Bogor (Skripsi).

Nugraheni, S., R. Hartanto dan D. W. Harjanti. 2019. Kecernaan pakan sapi laktasi
akibat modifikasi lingkungan kandang di Teaching Farm sapi perah FPP
UNDIP. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro,
Semarang (Belum Dipublikasikan).

Nugroho, A. T. dan M. N. Ihsan. 2011. Penampilan reproduksi sapi perah Friesian


Holstein (FH) pada berbagai paritas dan bulan laktasi di ketinggian tempat
yang berbeda. Jurnal Ternak Tropika. 11 (2): 1 – 10.

Nugroho, A. T., P. Surjowadjojo dan M. N. Ihsan. 2010. Penampilan produksi sapi


perah Frisian Holstein (FH) pada berbagai paritas dan bulan laktasi di
ketinggian tempat yang berbeda. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 20 (1): 55-64.

Nuriyasa, I. M., G. A. M. K. Dewi dan N. L. G. Budiari. 2015. Indeks kelembaban


suhu dan respon fisiologi sapi bali yang dipelihara secara feedlot pada
ketinggian berbeda. Majalah Ilmiah Peternakan. 18 (1): 1 – 10.

Palulungan, J. A., Adiarto dan T. Hartatik. 2013. Pengaruh kombinasi pengkabutan


dan kipas angin terhadap kondisi fisiologis sapi perah peranakan Friesian
Holland. Buletin Peternakan. 37 (3): 189 – 197.

Pasaribu, A., Firmansyah dan N. Idris. 2015. Analisis faktor-faktor yang


mempengaruhi produksi susu sapi perah di Kabupaten Karo, Provinsi
Sumatera Utara. Jurnal Ilmu-ilmu Peternakan. 18 (1): 28 – 35.

Pusat Data dan Sistem Informatik Pertanian. 2016. Outlook Susu Komoditas
Pertanian Subsektor Peternakan. Kementerian Pertanian Indonesia, Jakarta.

Qisthon A. dan S. Suharyati. 2007. Pengaruh penggunaan naungan terhadap


kualitas semen kambing Peranakan Ettawa. Jurnal Animal Production. 9 (2):
72 – 78.

Qisthon, A. dan Y. Widodo. 2015. Pengaruh peningkatan rasio konsentrat dalam


ransum kambing Peranakan Ettawah di lingkungan panas alami terhadap
konsumsi ransum, respon fisiologis dan pertumbuhan. Jurnal Zootek. 35 (2):
351 – 360.
41

41
42

Ratnawati, D. A. Rasyid dan L. Affandhy. 2008. Kinerja produktivitas sapi perah


impor dan hasil turunannya di Jawa Timur: studi kasus di dataran rendah dan
dataran tinggi Pasuruan. Prosiding Semiloka Nasional : Prospek Industri Sapi
Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020, Jakarta 21 April 2008. Puslitbang
Peternakan bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Keuangan dan
Perbankan Indonesia. Hal. 75 – 81.

Sosroamidjojo, M. S. dan Soeradji. 1984. Peternakan Umum. CV Yasaguna,


Jakarta.

Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Institut Pertanian Bogor Press,
Bogor.

Suherman, D., B. P. Purwanto, W. Manalu dan I. G. Permana. 2013. Model


penentuan suhu kritis pada sapi perah berdasarkan kemampuan produksi dan
manajemen pakan. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 8 (2): 121 – 138.

Suherman, D. dan B. P. Purwanto. 2015. Respon fisiologis sapi perah dara Fries
Holland yang diberi konsentrat dengan tingkat energi berbeda. Jurnal Sains
Peternakan Indonesia. 10 (1): 13 – 21.

Suherman, D., S. Muryanto dan E. Sulistyowati. 2017. Evaluasi mikroklimat dalam


kandang menggunakan tinggi atap kandang berbeda yang berkaitan dengan
respon fisiologis sapi bali dewasa di Kecamatan XIV Koto Kabupaten
Mukomuko. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 12 (4): 397 – 410.

Suprayogi, A., G. Alaydrussani dan A. Y. Ruhyana. 2017. Nilai hematologi, denyut


jantung, frekuensi respirasi dan suhu tubuh ternak sapi perah laktasi di
Pengalengan. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 22 (2): 127 – 132.

Susilo, B. dan R. W. Okaryanti. 2012. Studi sebaran suhu dan rh mesin pengering
hybrid chip mocaf. Jurnal Teknologi Pertanian. 3 (2): 88 – 96.

Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid 1. Departemen Ilmu Makanan Ternak.
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor (Tidak diterbitkan).

Sutardi, T., N. A. Sigit dan T. Toharmat. 2001. Standarisasi Mutu Protein Bahan
Makanan Ternak Ruminansia Berdasarkan Parameter Metabolisme oleh
Mikroba Rumen. Proyek pengembangan Ilmu dan Teknologi Dirjen
Pendidikan Tinggi, Jakarta (Tidak diterbitkan).

Syarif, E. K. dan B. Harianto. 2011. Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah.
AgroMedia Pustaka, Jakarta.
42

42
43

Utomo, B. D. P. Miranti, dan G. C. Intan. 2009. Kajian termoregulasi sapi perah


periode laktasi dengan introduksi teknologi peningkatan kualitas pakan.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner : Teknologi
Peternakan dan Veteriner Mendukung Industrialisasi Sistem Pertanian untuk
Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Peternak. Bogor, 13 -14
Agustus 2009. Hal. 263 – 268.

Yani, A. dan B. P. Purwanto. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respon fisiologis
sapi peranakan Fries Holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan
produktivitasnya. Media Peternakan. 29 (1): 35 – 46.

Yunianto, B. 2018. Pemanfaatan evaporative cooling untuk meningkatkan


kenyamanan ruang. Jurnal Rotasi. 20 (1): 29-32.

Yohana, E., B. Yunianto dan A. E. Diana. 2017. Simulasi distribusi temperatur dan
kelembaban relatif ruangan dari sistem dehumidifikasi menggunakan
computational fluids dynamics (CFD). Jurnal Rotasi. 19 (1): 1-11.

Wanapat, M., S. Kang, N. Hankla dan K. Phesatcha. 2013. Effect of rice straw
treatment on feed intake, rumen fermentation, and milk production in
lactating dairy cows. African J. Agric. Res. 8 (17): 1677 – 1687.

43

43
44

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pengukuran Suhu Lingkungan


Data T0 Pengukuran Suhu Lingkungan
Hari ke- Rata-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Rata
18.00 30,7 30,4 30,5 30,4 30,5 30,4 30,5 30,4 30,5 30,4 30,5 30,4 30,5 30,4 30,5 30,4 30,5 30,4 30,5 30,4 30,5 30,4 30,5
20.00 30,0 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9 29,9
22.00 27,2 27,9 27,6 27,7 27,6 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7 27,7
24.00 28,9 27,8 28,3 28,1 28,2 28,1 28,2 28,1 28,2 28,1 28,2 28,1 28,2 28,1 28,2 28,1 28,2 28,1 28,2 28,1 28,2 28,1 28,2
02.00 28,7 27,5 28,1 27,8 28,0 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9 27,9
04.00 27,5 26,3 26,9 26,6 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7 26,7
06.00 27,8 27,2 27,5 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4 27,4
08.00 30,9 31,6 31,2 31,4 31,3 31,4 31,3 31,4 31,3 31,4 31,3 31,4 31,3 31,4 31,3 31,4 31,3 31,4 31,3 31,4 31,3 31,4 31,3
10.00 37,5 36,2 36,8 36,5 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6 36,6
12.00 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6
14.00 38,0 38,3 38,1 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2 38,2
16.00 34,2 33,9 34,0 33,9 34,0 33,9 34,0 33,9 34,0 33,9 34,0 33,9 34,0 33,9 34,0 33,9 34,0 33,9 34,0 33,9 34,0 33,9 34,0
Rata-rata 31,4

44
44
45

Lampiran 1. (lanjutan)
Data T1 Pengukuran Suhu Lingkungan
Hari ke- Rata-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Rata
18.00 29,7 29,1 30,5 29,9 29,5 29,2 30,1 29,5 30,0 29,5 29,8 29,3 30,0 29,5 29,9 29,4 29,9 29,4 29,9 29,5 29,9 29,4 29,7
20.00 29,6 28,0 29,5 28,8 28,0 28,0 29,6 28,4 28,8 28,4 28,8 28,2 29,2 28,4 28,8 28,3 29,0 28,3 29,0 28,3 28,9 28,3 28,6
22.00 28,1 27,7 26,5 27,1 27,9 27,7 27,3 27,4 27,2 27,4 27,6 27,6 27,2 27,4 27,4 27,5 27,4 27,5 27,3 27,5 27,4 27,5 27,4
24.00 26,4 27,7 28,5 28,1 27,8 27,7 27,4 27,9 28,1 27,9 27,6 27,8 27,8 27,9 27,9 27,8 27,7 27,8 27,8 27,9 27,8 27,8 27,8
02.00 26,0 26,7 28,0 27,6 27,7 26,9 27,0 27,1 27,8 27,2 27,3 27,0 27,4 27,2 27,6 27,1 27,4 27,1 27,5 27,1 27,5 27,1 27,2
04.00 24,7 25,3 27,0 26,6 27,1 25,8 25,8 26,0 27,1 26,2 26,5 25,9 26,4 26,1 26,8 26,0 26,5 26,0 26,6 26,0 26,6 26,0 26,2
06.00 26,4 26,3 27,2 27,0 27,2 26,5 26,8 26,6 27,2 26,8 27,0 26,6 27,0 26,7 27,1 26,7 27,0 26,6 27,0 26,7 27,0 26,7 26,8
08.00 32,0 29,6 30,5 30,2 30,2 29,8 31,3 29,9 30,4 30,0 30,7 29,8 30,8 29,9 30,5 29,9 30,8 29,9 30,7 29,9 30,7 29,9 30,3
10.00 34,7 34,3 36,9 35,4 33,4 34,1 35,8 34,8 35,2 34,7 34,6 34,5 35,5 34,8 34,9 34,6 35,0 34,6 35,2 34,7 34,9 34,6 34,9
12.00 38,3 38,2 38,3 38,6 38,6 38,5 38,3 38,4 37,9 37,6 38,9 38,0 37,6 37,5 38,9 37,3 37,3 38,2 37,3 37,4 37,1 37,2 38,0
14.00 38,1 37,4 37,4 37,1 37,5 36,7 37,7 36,3 36,4 36,4 36,6 37,0 37,1 37,3 36,5 35,2 36,8 35,2 36,8 35,3 36,7 35,2 36,7
16.00 33,1 31,8 33,7 32,5 31,1 31,6 33,4 32,1 32,4 32,1 32,2 31,9 32,9 32,1 32,3 32,0 32,5 32,0 32,6 32,0 32,4 32,0 32,3
Rata-rata 30,5

45
45
46

Lampiran 2. Data Pengukuran Kelembaban Udara


Data T0 Pengukuran Kelembaban Udara
Hari ke- Rata-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Rata
18.00 66 64 64 66 62 64 63 64 65 65 65 65 64 65 64 65 66 65 65 65 66 65 64,68
20.00 70 71 71 72 72 72 70 70 71 72 72 71 71 71 72 71 72 71 73 71 70 70 71,14
22.00 73 73 74 74 73 74 72 74 75 74 74 75 74 74 75 74 75 74 74 74 74 75 73,97
24.00 75 76 75 76 76 76 75 74 76 75 75 75 76 75 76 75 75 75 76 75 76 75 75,41
02.00 75 75 74 76 76 77 76 75 77 76 75 76 76 75 76 76 76 75 76 76 77 76 75,71
04.00 75 75 75 76 76 75 76 77 77 76 76 77 76 77 77 76 77 78 77 77 77 77 76,36
06.00 84 84 84 83 85 84 85 84 84 84 83 85 86 84 85 85 83 84 84 84 84 84 84,20
08.00 76 75 77 75 76 76 77 76 75 76 75 75 76 76 75 75 76 75 77 75 75 76 75,68
10.00 75 76 76 76 77 77 77 77 78 78 78 77 78 77 78 77 77 77 78 77 77 77 77,05
12.00 63 63 65 63 65 63 65 63 63 63 64 63 63 63 64 63 64 63 65 63 64 63 63,55
14.00 64 65 64 65 66 65 65 66 65 64 64 65 66 66 63 64 65 64 66 64 64 64 64,73
16.00 75 74 75 75 77 76 76 75 76 75 76 77 77 77 76 76 77 77 75 76 75 76 75,86
Rata-rata 73,2

46
46
47

Lampiran 2. (lanjutan)
Data T1 Pengukuran Kelembaban Udara
Hari ke- Rata-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 Rata
18.00 66 65 64 66 63 66 63 64 66 65 65 65 64 65 66 65 66 65 65 65 66 65 64,95
20.00 70 72 71 72 72 73 70 70 71 72 72 71 72 71 72 71 73 71 73 71 70 71 71,36
22.00 74 73 74 74 74 74 72 74 75 75 74 75 74 74 75 75 75 74 74 74 75 75 74,16
24.00 75 76 75 76 77 76 75 74 76 76 75 75 76 75 77 75 76 75 76 75 77 75 75,63
02.00 76 75 74 76 76 77 76 75 77 76 75 76 76 75 77 76 76 76 77 76 78 76 75,95
04.00 75 76 75 76 76 76 76 77 77 76 76 77 77 78 77 78 77 78 78 78 77 78 76,75
06.00 84 85 84 83 85 84 85 84 84 84 83 85 86 84 85 85 83 84 84 84 84 84 84,24
08.00 76 75 77 75 75 76 77 76 75 75 75 75 77 76 75 75 76 75 77 75 75 76 75,64
10.00 77 76 78 78 77 77 78 77 79 78 79 77 78 77 78 77 77 77 78 78 77 78 77,55
12.00 65 63 65 63 65 64 65 63 63 63 64 63 63 63 64 63 65 63 65 63 64 63 63,73
14.00 66 65 64 65 66 65 65 66 65 64 64 65 66 67 63 64 66 64 66 64 65 64 64,95
16.00 75 74 76 75 77 77 76 75 76 75 76 77 77 78 76 76 77 77 75 76 75 76 76,00
Rata-rata 73,4

47
47
48

Lampiran 3. Data Pengukuran Temperature Humidity Index (THI)


Data T0 Pengukuran Temperature Humidity Index (THI)

Hari ke- Rata-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 rata
18.00 84,9 83,9 86,4 85,3 84,5 84,1 85,6 84,6 85,5 84,7 85,1 84,3 85,5 84,6 85,3 84,5 85,3 84,5 85,4 84,6 85,3 84,5 84,9
20.00 84,9 82,1 84,7 83,4 82,1 82,1 84,8 82,7 83,4 82,7 83,4 82,4 84,1 82,7 83,4 82,5 83,8 82,5 83,8 82,6 83,6 82,5 83,2
22.00 82,3 81,5 79,4 80,6 81,8 81,6 80,8 81,0 80,6 81,1 81,3 81,3 80,7 81,1 81,0 81,2 81,0 81,2 80,9 81,1 81,0 81,2 81,1
24.00 79,2 81,5 83,0 82,3 81,7 81,5 81,1 81,9 82,3 81,9 81,4 81,7 81,7 81,9 81,9 81,8 81,5 81,8 81,8 81,8 81,7 81,8 81,7
02.00 78,6 79,7 82,1 81,3 81,5 80,2 80,3 80,5 81,8 80,8 80,9 80,3 81,1 80,6 81,4 80,5 81,0 80,5 81,2 80,6 81,2 80,5 80,8
04.00 76,1 77,3 80,3 79,6 80,5 78,1 78,2 78,5 80,4 78,9 79,4 78,3 79,3 78,7 79,9 78,6 79,4 78,5 79,6 78,6 79,6 78,5 78,9
06.00 79,3 79,2 80,8 80,4 80,8 79,6 80,0 79,8 80,8 80,0 80,4 79,7 80,4 79,9 80,6 79,8 80,4 79,8 80,5 79,9 80,5 79,8 80,1
08.00 89,2 84,9 86,6 86,0 86,0 85,2 87,9 85,5 86,3 85,6 86,9 85,3 87,1 85,6 86,6 85,5 87,0 85,4 86,9 85,5 86,8 85,5 86,2
10.00 94,0 93,3 98,0 95,3 91,7 92,9 96,0 94,3 94,9 94,1 93,9 93,6 95,4 94,2 94,4 93,8 94,6 93,9 94,9 94,0 94,5 93,9 94,3
12.00 100,1 100,0 100,2 100,7 100,6 100,6 100,1 100,3 99,5 98,8 101,2 99,6 98,9 98,7 101,3 98,3 98,3 100,0 98,3 98,5 98,0 98,3 99,6
14.00 99,9 98,6 98,5 98,1 98,7 97,3 99,2 96,6 96,8 96,8 97,1 97,8 98,0 98,5 97,0 94,7 97,6 94,6 97,5 94,8 97,3 94,6 97,3
16.00 91,1 88,7 92,2 90,1 87,5 88,5 91,6 89,4 89,8 89,3 89,6 89,0 90,7 89,4 89,7 89,1 90,2 89,2 90,2 89,3 89,9 89,2 89,7
Rata-rata 86,5

48
48
49

Lampiran 3. (lanjutan)
Data T1 Pengukuran Temperature Humidity Index (THI)

Hari ke- Rata-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 rata
18.00 86,7 86,1 86,4 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3 86,3
20.00 85,5 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4 85,4
22.00 80,7 81,9 81,3 81,6 81,4 81,5 81,4 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5 81,5
24.00 83,6 81,8 82,7 82,2 82,5 82,3 82,4 82,3 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4 82,4
02.00 83,3 81,2 82,3 81,7 82,0 81,9 82,0 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 81,9 82,0
04.00 81,1 79,1 80,1 79,6 79,9 79,7 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8 79,8
06.00 81,8 80,8 81,3 81,0 81,2 81,1 81,2 81,1 81,1 81,1 81,1 81,1 81,2 81,1 81,1 81,1 81,1 81,1 81,1 81,1 81,1 81,1 81,2
08.00 87,3 88,4 87,9 88,1 88,0 88,1 88,1 88,1 88,0 88,1 88,0 88,1 88,1 88,1 88,0 88,0 88,1 88,0 88,1 88,0 88,0 88,1 88,0
10.00 98,9 96,6 97,8 97,2 97,5 97,3 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4 97,4
12.00 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7 100,7
14.00 99,6 100,1 99,9 100,0 100,0 100,0 99,9 100,0 100,0 99,9 99,9 100,0 100,0 100,0 99,9 99,9 100,0 99,9 100,0 99,9 99,9 99,9 99,9
16.00 93,0 92,5 92,8 92,6 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7 92,7
Rata-rata 88,1

49
49
50

Lampiran 4. Data Pengukuran Suhu Rektal Ternak Sapi Laktasi


Data T0 Pengukuran Suhu Rektal Ternak Sapi Laktasi
Rata-
T0U1 T0U2 T0U3 T0U4 T0U5 T0U6 T0U7 T0U8
Rata
18.00 39,0 38,2 38,1 38,2 38,5 38,3 38,0 37,7 38,2
20.00 39,1 38,1 38,0 38,8 38,7 38,4 37,8 37,5 38,3
22.00 38,8 38,1 37,9 38,7 38,6 38,2 37,8 37,5 38,2
24.00 38,2 37,9 37,7 38,3 38,2 38,2 37,4 37,4 37,9
02.00 38,3 37,7 37,5 38,2 38,4 37,9 37,6 37,2 37,8
04.00 37,9 37,8 37,4 37,3 37,9 38,3 37,8 37,5 37,7
06.00 37,7 37,4 37,3 37,9 38,2 37,2 37,6 37,8 37,6
08.00 38,0 37,6 37,7 38,2 38,0 37,6 37,9 38,2 37,9
10.00 38,8 38,1 38,1 38,5 38,5 38,3 38,2 38,1 38,3
12.00 38,8 37,9 38,1 38,8 39,0 38,3 38,5 38,2 38,4
14.00 38,6 38,0 37,9 38,6 38,7 38,3 38,0 38,3 38,3
16.00 38,5 37,7 38,2 38,6 38,8 37,7 38,1 38,3 38,2
Rata-Rata 38,10

Data T1 Pengukuran Suhu Rektal Ternak Sapi Laktasi


Rata-
T1U1 T1U2 T1U3 T1U4 T1U5 T1U6 T1U7 T1U8
Rata
18.00 39,0 38,1 38,0 38,2 38,5 38,3 38,0 37,6 38,2
20.00 39,0 38,2 38,0 38,6 38,7 38,4 37,7 37,5 38,3
22.00 38,7 38,2 37,9 38,5 38,5 38,1 37,8 37,5 38,2
24.00 38,2 37,8 37,7 38,1 38,2 38,0 37,3 37,5 37,8
02.00 38,3 37,6 37,4 38,2 38,4 37,8 37,6 37,1 37,8
04.00 37,8 37,7 37,3 37,5 37,9 38,3 37,8 37,6 37,7
06.00 37,6 37,4 37,3 37,8 38,2 37,3 37,6 37,7 37,6
08.00 38,0 37,6 37,6 38,1 38,0 37,6 37,8 38,2 37,9
10.00 38,8 38,0 38,1 38,5 38,4 38,3 38,1 38,1 38,3
12.00 38,6 37,8 38,1 38,7 39,0 38,3 38,4 38,1 38,4
14.00 38,6 38,0 37,9 38,6 38,7 38,3 37,9 38,4 38,3
16.00 38,5 37,7 38,2 38,5 38,8 37,6 38,1 38,3 38,2
Rata-Rata 38,04
50

50
51

Lampiran 5. Data Pengukuran Frekuensi Napas Ternak Sapi Laktasi


Data T0 Pengukuran Frekuensi Napas Ternak Sapi Laktasi
Rata-
T0U1 T0U2 T0U3 T0U4 T0U5 T0U6 T0U7 T0U8
Rata
18.00 63 64 54 65 56 53 50 47 56
20.00 63 70 63 66 63 50 47 46 59
22.00 56 61 55 68 58 51 47 49 56
24.00 59 66 50 63 59 45 42 48 54
02.00 54 59 59 55 58 44 39 50 52
04.00 58 63 60 55 50 39 44 47 52
06.00 49 52 42 42 47 35 40 41 43
08.00 59 57 45 46 48 47 42 46 49
10.00 56 69 61 61 54 49 43 49 55
12.00 62 79 68 65 72 54 48 53 63
14.00 54 67 48 59 63 50 47 51 55
16.00 54 60 47 63 57 45 47 48 53
Rata-Rata 53,88

Data T1 Pengukuran Frekuensi Napas Ternak Sapi Laktasi


Rata-
T1U1 T1U2 T1U3 T1U4 T1U5 T1U6 T1U7 T1U8
Rata
18.00 64 54 51 64 57 52 49 45 55
20.00 64 60 62 64 64 49 45 45 57
22.00 55 52 52 66 58 51 46 49 54
24.00 60 56 49 62 61 43 42 48 52
02.00 55 50 59 53 58 43 38 50 51
04.00 58 53 60 55 49 38 44 48 51
06.00 49 44 42 41 48 35 39 41 42
08.00 60 48 46 44 48 45 42 46 47
10.00 57 58 60 60 54 47 42 49 53
12.00 62 66 67 63 70 53 47 53 60
14.00 55 56 47 59 64 49 46 51 53
16.00 54 51 46 63 55 44 46 48 51
Rata-Rata 52,25
51

51
52

Lampiran 6. Data Pengukuran Frekuensi Nadi Ternak Sapi Laktasi


Data T0 Pengukuran Frekuensi nadi Ternak Sapi Laktasi
Rata-
T0U1 T0U2 T0U3 T0U4 T0U5 T0U6 T0U7 T0U8
Rata
18.00 70 63 59 67 59 55 58 61 61
20.00 64 67 65 73 60 59 54 62 63
22.00 69 69 67 76 66 57 55 57 65
24.00 74 65 66 69 64 58 58 62 64
02.00 63 63 62 66 64 55 57 53 60
04.00 68 62 58 63 59 54 56 57 60
06.00 58 60 61 72 58 52 51 59 59
08.00 68 59 58 70 63 59 59 64 62
10.00 68 66 60 73 62 60 58 63 64
12.00 69 78 70 76 68 59 60 58 67
14.00 66 70 65 74 67 64 62 59 66
16.00 67 71 65 72 69 65 67 59 67
Rata-Rata 63,38

Data T1 Pengukuran Frekuensi Nadi Ternak Sapi Laktasi


Rata-
T1U1 T1U2 T1U3 T1U4 T1U5 T1U6 T1U7 T1U8
Rata
18.00 70 62 57 67 60 56 58 62 62
20.00 64 66 63 71 61 60 56 62 63
22.00 69 67 66 75 67 57 56 57 64
24.00 74 64 65 67 64 59 58 62 64
02.00 63 63 61 66 63 56 57 54 60
04.00 68 61 57 64 60 54 56 57 60
06.00 58 59 60 72 59 52 52 60 59
08.00 68 56 57 70 64 59 60 65 62
10.00 68 66 60 74 62 60 57 64 64
12.00 69 77 70 76 70 59 61 60 68
14.00 66 68 65 74 69 63 63 61 66
16.00 67 69 64 70 71 64 67 60 66
Rata-Rata 62,75
52

52
53

Lampiran 7. Rangkuman Hasil Output T-Test antar Perlakuan terhadap Suhu Lingkungan menggunakan SPSS 16.0
Uji T fisiologis lingkungan antar perlakuan (T0 dan T1) terhadap suhu udara menggunakan independent sample t-test - two tailed.

Group Statistics

Kelompo
k N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Nilai 1 22 31.409 .0526 .0112

2 22 30.491 .2793 .0595

Independent Samples Test


Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Mean Std. Error
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper
Nilai Equal variances assumed 35.254 .000 15.153 42 .000 .9182 .0606 .7959 1.0405
Equal variances not assumed 15.153 22.490 .000 .9182 .0606 .7927 1.0437

Kesimpulan :
Karena Sig. (2-tailed) memiliki nilai 0,000 (P<0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang nyata
(signifikan) antara perlakuan pemberian modifikasi lingkungan kandang di teaching farm sapi perah FPP UNDIP terhadap suhu
lingkungan

53
53
54

Lampiran 8. Rangkuman Hasil Output T-Test antar Perlakuan terhadap Kelembaban Udara menggunakan SPSS 16.0
Uji T fisiologis lingkungan antar perlakuan (T0 dan T1) terhadap kelembaban udara menggunakan independent sample t-test - two
tailed.
Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Nilai 1 22 73.136 .3513 .0749

2 22 73.409 .5032 .1073

Independent Samples Test


Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Mean Std. Error
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper
Nilai Equal variances assumed 18.367 .000 -2.084 42 .043 -.2727 .1308 -.5368 -.0087
Equal variances not assumed -2.084 37.537 .044 -.2727 .1308 -.5377 -.0077

Kesimpulan :
Karena Sig. (2-tailed) memiliki nilai 0,043 (P<0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang nyata
(signifikan) antara perlakuan pemberian modifikasi lingkungan kandang di teaching farm sapi perah FPP UNDIP terhadap kelembaban
udara.

54
54
55

Lampiran 9. Rangkuman Hasil Output T-Test antar Perlakuan terhadap Temperature Humidity Index (THI) menggunakan SPSS 16.0
Uji T fisiologis lingkungan antar perlakuan (T0 dan T1) terhadap THI menggunakan independent sample t-test - two tailed.

Group Statistics

Kelompo
k N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Nilai 1 22 88.1136 .10386 .02214

2 22 86.4827 .48230 .10283

Independent Samples Test

Levene's Test for


Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
Mean Std. Error
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Difference Difference Lower Upper
Nilai Equal variances assumed 38.771 .000 15.505 42 .000 1.63091 .10518 1.41864 1.84318
Equal variances not assumed 15.505 22.943 .000 1.63091 .10518 1.41329 1.84853

Kesimpulan :
Karena Sig. (2-tailed) memiliki nilai 0,000 (P<0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti terdapat perbedaan yang nyata
(signifikan) antara perlakuan pemberian modifikasi lingkungan kandang di teaching farm sapi perah FPP UNDIP terhadap THI..

55
55
56

Lampiran 10. Rangkuman Hasil Output Analisis Ragam Cross Over Design antar
Perlakuan terhadap Suhu Rektal menggunakan SPSS 16.0

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:SuhuTubuh
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model .908 5 .182 6.345 .007
Intercept 23187.676 1 23187.676 8.100E5 .000
Perlakuan .016 1 .016 .546 .477
Periode .016 1 .016 .546 .477
Ulangan .877 3 .292 10.211 .002
Error .286 10 .029
Total 23188.870 16
Corrected Total 1.194 15
a. R Squared = ,760 (Adjusted R Squared = ,641)

Estimated Marginal Means

Estimates
Dependent Variable:SuhuTubuh
Perlak 95% Confidence Interval
uan Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
1 38.100 .060 37.967 38.233
2 38.037 .060 37.904 38.171
Pairwise Comparisons
Dependent Variable:SuhuTubuh
(I) (J) 95% Confidence Interval for
Perlak Perlak Mean Differencea
uan uan Difference (I-J) Std. Error Sig.a Lower Bound Upper Bound
1 2 .063 .085 .477 -.126 .251
2 1 -.063 .085 .477 -.251 .126
Based on estimated marginal means
a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no
adjustments).
56

56
57

Lampiran 10. (lanjutan)


Univariate Tests
Dependent Variable:SuhuTubuh
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Contrast .016 1 .016 .546 .477
Error .286 10 .029
The F tests the effect of Perlakuan. This test is based on the linearly
independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.

Kesimpulan :
Karena Sig. memiliki nilai 0,477 (P>0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima yang

berarti tidak terdapat perbedaan yang nyata (non-signifikan) antara perlakuan

pemberian modifikasi lingkungan kandang di teaching farm sapi perah FPP UNDIP

terhadap suhu rektal sapi laktasi.

57

57
58

Lampiran 11. Rangkuman Hasil Output Analisis Ragam Cross Over Design antar
Perlakuan terhadap Frekuensi Napas menggunakan SPSS 16.0

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:FrekNafas
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 411.313 5 82.263 6.548 .006
Intercept 45050.062 1 45050.062 3.586E3 .000
Perlakuan 10.562 1 10.562 .841 .381
Periode 264.062 1 264.062 21.020 .001
Ulangan 136.688 3 45.562 3.627 .053
Error 125.625 10 12.562
Total 45587.000 16
Corrected Total 536.938 15

Estimated Marginal Means

Estimates
Dependent Variable:FrekNafas
95% Confidence Interval
Perlakuan Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
1 53.875 1.253 51.083 56.667
2 52.250 1.253 49.458 55.042

Pairwise Comparisons

95% Confidence Interval for


Differencea
Std. Error Sig.a Lower Bound Upper Bound
1.772 .381 -2.324 5.574
1.772 .381 -5.574 2.324
Based on estimated marginal means
a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no
adjustments).
58

58
59

Lampiran 11. (lanjutan)

Univariate Tests
Dependent Variable:FrekNafas
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Contrast 10.562 1 10.562 .841 .381
Error 125.625 10 12.562
The F tests the effect of Perlakuan. This test is based on the linearly independent
pairwise comparisons among the estimated marginal means.

Kesimpulan :

Karena Sig. memiliki nilai 0,381 (P>0,05), maka H1 ditolak dan H0 diterima yang

berarti tidak ada perbedaan yang nyata (non-signifikan) antara perlakuan pemberian

modifikasi lingkungan kandang di teaching farm sapi perah FPP UNDIP terhadap

frekuensi nafas sapi laktasi.

59

59
60

Lampiran 12. Rangkuman Hasil Output Analisis Ragam Cross Over Design antar
Perlakuan terhadap Frekuensi nadi menggunakan SPSS 16.0

Univariate Analysis of Variance


Dependent Variable:FrekNadi
Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
a
Corrected Model 249.813 5 49.963 14.224 .000
Intercept 63630.062 1 63630.062 1.812E4 .000
Perlakuan 1.562 1 1.562 .445 .520
Periode 175.562 1 175.562 49.982 .000
Ulangan 72.688 3 24.229 6.898 .008
Error 35.125 10 3.512
Total 63915.000 16
Corrected Total 284.938 15

Estimated Marginal Means

Estimates
Dependent Variable:FrekNadi
Perlak 95% Confidence Interval
uan Mean Std. Error Lower Bound Upper Bound
1 63.375 .663 61.899 64.851
2 62.750 .663 61.274 64.226

Pairwise Comparisons
Dependent Variable:FrekNadi
(I) (J) 95% Confidence Interval for
Perlak Perlak Mean Differencea
uan uan Difference (I-J) Std. Error Sig.a Lower Bound Upper Bound
1 2 .625 .937 .520 -1.463 2.713
2 1 -.625 .937 .520 -2.713 1.463
Based on estimated marginal means
a. Adjustment for multiple comparisons: Least Significant Difference (equivalent to no
adjustments).
60

60
61

Lampiran 12. (lanjutan)


Univariate Tests
Dependent Variable:FrekNadi
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Contrast 1.562 1 1.562 .445 .520
Error 35.125 10 3.512
The F tests the effect of Perlakuan. This test is based on the linearly
independent pairwise comparisons among the estimated marginal means.

Kesimpulan :
Karena Sig. memiliki nilai 0,520 (P>0,05), maka H1 ditolak dan H0 diterima yang
berarti tidak ada perbedaan yang nyata (non-signifikan) antara perlakuan pemberian
modifikasi lingkungan kandang di teaching farm sapi perah FPP UNDIP terhadap
frekuensi nadi sapi laktasi.

61

61
62

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 21

Mei 1997, putra pertama dari Bapak Nurchamim dan Ibu

Suhartutik. Penulis mengenyam pendidikan sekolah dasar

di SD Islam Alfath Pare Kediri pada tahun 2003 – 2009,

kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di

MTs Negeri Model Pare Kediri pada tahun 2009 – 2012.

Pada tahun 2012, penulis menyelesaikan pendidikan

Sekolah Menengah Atas di SMA Darul Ulum 2 Unggulan BPPT Jombang

Cambridge International School ID113 jurusan IPA dan lulus pada tahun 2015.

Tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Diponegoro

Semarang pada program studi S1 Peternakan, Departemen Peternakan, Fakultas

Peternakan dan Pertanian (FPP). Selama perkuliahan, penulis aktif di organisasi

Himpunan Mahasiswa (HM) S1 Peternakan bidang Edukasi (2016 – 2017) dan

Wakil Ketua Umum (2018). Penulis aktif di Tim Asisten Produksi Ternak Perah

menjadi Koordinator Asisten (2017 – 2019). Dalam bidang Pengabdian

Masyarakat, penulis aktif mengikuti Pendampingan Masyarakat di Desa Podosoko,

Kabupaten Magelang dalam pengembangan Desa Wisata (2018 – 2019). Pada tahun

2018, penulis juga pernah mengikuti Pameran Peternakan Indolivestock Expo and

Forum sebagai Exhibitor (delegasi dari FPP Universitas Diponegoro).

Tahun 2016, penulis mengikuti kegiatan Magang Mahasiswa di KUD Sapi

Perah Wahyu Agung, Getasan dan pada tahun 2017, penulis menyelesaikan Praktek

Kerja Lapangan di PT Charoen Pokphand Jaya Farm Kajen, Pekalongan.


62

62

Anda mungkin juga menyukai