Disusun oleh :
PENDAHULUAN
negara di dunia. Tidak terkecuali pada negara kita, Indonesia. Dengan memiliki luas
wilayah 9,596,961 km2 dan jumlah penduduk 252.20 juta jiwa (data BPS 2013)
Indonesia memiliki sejuta problematika yang menunggu untuk dikupas. Salah satunya
yang kini tengahbooming dikalangan media yaitu fluktuasi harga pangan di Indonesia
yang disebabkan kelangkaan bahan pangan itu sendiri. Jika mengingat kembali letak
geografi, Indonesia merupakan negara yang berada pada garis ekuator dan sebuah
negara kepulauan. Sehingga menjadikan Indonesia menjadi negara maritim yang kaya
akan hasil laut dan memiliki tanah serta iklim yang dapat menumbuhkan segala jenis
tanaman. Banyak hal yang menjadi protofenomena ini seperti kehidupan masyarakat
yang mulai beralih kepada dunia liberalisme industri dan berubahnya image kaum
petani menjadi kaum marjinal. Hal ini menyebabkan kurangnya antusiasme mereka
untuk mengembangkan suatu hal yang telah dibangun oleh leluhur kita pada sektor
pertanian maupun perairan. Sehingga akhirnya menjadikan para petani kita hanya
Pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan diserap baik secara
keseluruhan atau sebagian dan tidak menimbulkan keracunan atau tidak mengganggu
Sedangkan yang dimaksud dengn ransum adalah campuran dari beberapa bahan pakan
yang disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak dalan waktu 24 jan sehingga zat gizi
yang dikandungnya seimbang sesuai kebutuhan ternak ( Indah dan Sobri, 2001 dalam
Subekti, 2009). Bahan-bahan pakan yang diberikan untuk ternak dapat dibedakan
menjadi pakan asal tanaman dan pakan asal hewan. Bahan pakan asal hewan seperti
tepung ikan, tepung tulang, tepung daging, tepung darah, tepung bulu dan tepung
Bahan pakan asal hijauan dapat dibedakan menjadi rumput dan leguminosa.
Hijauan pakan atau disebut forage merupakan tanaman pakan yang berasal dari rumput
2012). Pakan hijauan tidak terjamin sepanjang tahun secara kuantitatif dan kualitatif,
pada saatmusim hujan hijauan yang tersedia sangan melimpah sedangkan saat tiba
musim kemarau atau panas hijauan pakan sangat sulit penyediaannya untuk memenuhi
kebutuhan ternak terutama ternak ruminansia. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengolahan atau pengawetan hijauan agar supaya hijaua pakan selalu tersedia untuk
memenuhi kebutuhan ternak tersebut. Tujuan utama dalam pengawetan hijauan adalah
untuk memelihara atau mempertahankan kualitas dan kuantitas nutrisi hijauan dengan
Pengolahan dan pengawetan bahan pakan dapat dilakukan dengan cara fisik
atau mekanik, kimiawi, biologis dan kobinasinya. Perlakuan secara fisik dapat
dilakukan dengan cara penjemuran, pencacah atau pemotongan, penggiling,
secara kimiawi dilakukan dengan cara menanbahkan bahan kimia seperti amoiasi.
Amoniasi merupakan salah satu perlakuan bahan pakan secara kimiawi yang bersifat
alkalis sehingga dapat melarutkan hemiselulosa dan memutuskan ikatan atara lignin
2012). Perlakuan secara biologis dapat dilskukan dengan cara fermentasi dengan
kadar serat kasar, meningkatkan kecernaan dan meningkatkan kadar protin bahan
pakan (Tampoebolon, 1997 dalam Pprastyawan at al., 2012). Dan perlakuan secara
kombinasi dapat dilakukan dengan cara gabungan dari fisik-kimia, fisik-biologi dan
atau biologi-kimia.
hijauan pakan berupa rumput gajah secara fisik dengan cara pengeringan yang sering
disebut hay, sehingga hijauan pakan tersebut dapat tersedia terus-menerus sepanjang
ISI
hijauan yang mempunyai kualitas tinggi dan disukai oleh ternak (Rianto dan
Purbowati, 2010). Karateristik dari rumput ini yaitu tumbuh tinggi, kuat, perakaran
dalam, berkembang dengan rhizome, batang dan daun bagian permukaan atas berbulu
dan bunga berwarna kunig atau coklat. Rumput Gajah adalah salah satu jenis rumput
unggul yang sekarang banyak ditanam oleh para peternak, rumput ini memiliki
kandungan bahan kering (BK) 21%, protein kasar (PK) 9,6%, lemak kasar (LK) 1,9%,
Total Digestible Nutrients(TDN) 52,4% (SIREGAR, 2003 dalam Rianto et al., 2007).
2.2. Hay Rumput Gajah
Pengawetan rumput gajah dengan pengeringan atau hay merupakan cara yang
tepat, sehingga kualitas rumput gajah terjaga dan dapat di berikan pada ternak untuk
kebutuhannya sepanjang tahun. Menurut Rianto et al., (2006) bahwa hay rumput Gajah
23,88%. Energi 2.992 kcal/kg. Sedangkan menurut Santoso Dan Hariadi (2008) BK
senyawa karotenoid yang sangat signifikan (83% hilang) selama proses pembuatan
hay karena senyawa karotenoid sangat labil dan mudah rusak radiasi oleh panas atau
William dkk. (1998) dalam Wina (2008) melaporkan kandungan rata-rata β-karoten
dalam hijauan segar, dan hijauan yang dibuat ”hay” masing-masing adalah 196 dan 36
mg/ kg bahan kering. Jadi hijauan segar yang dibuat menjadi hay akan menalani
penurunan kadar β- karoten dan senyawa karotenoid. Menurut Nista et al., (2007)
bahwa Keuntungan atau kebaikan pembuatan hay yaitu kandungan vitamin D dalam
hijauan lebih tinggi, sedangkan Kekurangan dari pembutan hay yaitu proses
pengeringan berlangsung lebih lama menyebahkan penurunan gizi relatif lebih besar,
selama proses pengeringan ini sel-sel terus bernapas, menggunakan energi eperti gula
Hay merupakan hijauan berupa daunan jenis rumputan atau bijian yang sengaja
maupun dengan cara dikeringkan dengan panas matahari secara langsung. Hay
merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa
diberikan kepada ternak pada kesempatan yang lain. Tujuan dari pembuatan hay ini
yaitu hay adalah untuk mengurangi tingkat kandungan air dari hijauan hingga pada
suatu level dimana menghambat aksi dari enzim-enzim baik yang dihasilkan oleh
tanaman maupun mikrobial (Mc Donald et al., 2002 dalam Mansyur et al., 2007), untuk
dapat menyediakan hijauan pakan untuk ternak pada saat-saat tertentu, seperti dimasa
paceklik atau musim kemarau, untuk dapat memanfaatkan hijauan pada saat
pertumbuhan terbaik tetapi pada saat itu belum dimanfaatkan. Sedangkan prinsip dari
proses pembuatan hay ini adalah menurunkan kadar air menjadi 15-20% dalam waktu
Menurut Yulianto dan Saparinto (2010) bahwa proses pembuatan hay yaitu
motongnya baik dengan cara manual dengan pisau atau sabit maupun dengan
kadar airnya, kemudian jemur hijauan dibawah sinar atahari selama 1-2 hari agar kadar
air menjadi 20-25% dan perlu dilakukan penimbangan setiap 5 jam untuk mengetahui
kadar airnya. Jika pengeringan sudah merata selanjutnya hijauan diikat dan hay
disimpan digudang. Ciri-ciri hay yang baik adalah warna hijau kekuningan, tidak
banyak daun yang rusak, bentuk daun masih utuh atau jelas dan tidak kotor atau
berjamur, serta tidak mudah patah bila batang dilipat dengan tangan (Subekti, 2009).
hendaknya disimpan dengan berbagai cara pengawetan antara lain dibuat menjadi hay
(sale rumput), silase dan diamoniasi. Prinsip dasar dari pengawetan dengan cara dibuat
hay adalah dengan cara mengeringkan hijauan, baik secara alami (menggunakan sinar
ditentukan sebesar 12-20 %, hal ini dimaksud agar hijauan saat disimpan sebagai hay
tidak ditumbuhi jamur. Jamur akan merusak kualitas hijauan yang diawet menjadi hay.
Adapun tujuan pembuatan hay adalah untuk penyediaan hijauan untuk pakan ternak
pada saat kritis dan pada saat ternak diangkut untuk jarak jauh. Hay merupakan pakan
Hal tersebut ditunjang oleh masa panen hijauan dalam waktu yang tepat, dimana
Bahan untuk pembuatan hay sangat bergantung dari cara panennya, sebab
panen yang kurang baik akan mengakibatkan banyaknya hijauan yang akan tercecer
dan terbuang. Juga bila hijauan telah dipanen dan belum sempat ditempat yang teduh
dan memadai, tertimpa hujan maka kualitas hijauan tersebut akan menurun. Proses
pengeringan yang berlangsung terlalu lama akan mengakibatkan kehilangan nutrisi dan
kualitas hay. Syarat hijauan yag dibuat Hay adalah sebagai berikut.
– Bertekstur halus.
– Hijauan (tanaman) yang akan dibuat hay dipanen dari area yang subur.
Agar hay dapat lebih awet disimpan, perlu diberi pengawet. Adapun macam-
macam pengawet yang dapat dipakai antara lain garam dapur (Nacl), asam propionic,
dan amonia cair. Garam sebagai pengawet diberikan 1-2% akan dapat mencegah
timbulnya panas karena kandungan uap air, juga dapat mengontrol aktivitas mikroba,
serta dapat menekan pertumbuhan jamur. Asam propionic berfungsi sebagai fungicidal
dan fungistalic yaitu mencegah dan memberantas jamur yang tumbuh serta tidak
menambah jumlah jamur yang tumbuh. Adapun pemberian untuk hay yang diikat
(dipak) sebanyak 1% dari berat hijauan. Amoniak cair juga berfungsi sebagai
tersebut dan memberikan tambahan N yang bukan berasal dari protein (NPN).
Alat :
2. Pelataran untuk menjemur rumput dan rak untuk menghamparkan rumput yang
akan dikeringkan.
3. Alat pengukur kandungan air hay (Delmhorst digital hay meter andbale sensor).
jika lantai jemur menggunakan para-para yang mendatar maupun yang miring,
Gunakan suhu pengering 100-250 _C, hentikan bila kandungan air sudah
mencapai 12-20 %.
b. Daun yang rusak tidak banyak, bentuk hijauan masih tetap utuh dan jelas, tidak
KESIMPULAN
Pengawetan dengan pembuatan hay merupakan cara yang tepat untuk rumput
gahaj ini, sehingga hijauan dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan ternak sepanjang
tahun. Pembuatan hay merupakan cara yang lebih mudah diakukan untuk pengawetan
rumput gajah dengan mengandalkan panas dari sinar matahari. Kualitas hay rumput
gajah dipengaruhi oleh masa pemotongan rumput dan lama penyinaran matahari,
Nista, D., Hesty Natalia dan A. Taufik. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan.
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Balai
Pembibitan Ternak Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam, Sembawa.
Rianto, E dan E Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Rianto, E., M. Wulandari dan R. Adiwinarti. 2007. Pemanfaatan Protein Pada Sapi
Jantan Peranakan Ongole Dan Peranakan Friesian Holstein Yang Mendapatpakan
Rumput Gajah, Ampas Tahu Dan Singkong. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner : 64-70.
Subekti, G., Suwarno dan N. Hidayat. 2013. Penggunaan Beberapa Aditif Dan Bakteri
Asam Laktat Terhadap Karakteristik Fisik Silase Rumput Gajah Pada Hari Ke- 14.
Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 835–841.
Purbajanti, E. D. 2012. Rumput Dan Legum; Sebagai Hijauan Makanan. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Wina, E. 2008. Manfaat Senyawa Karotenoid Dalam Hijauan Pakan Untuk Sapi Perah.
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas –
2020 : 124-129.
Yulianto, P dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Peebar
Swadaya, Jakarta.