Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN

MAKALAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN


“PENGOLAHAN DAN PENGAWETAN RUMPUT GAJAH”

Disusun oleh :

MOVH. AZMY KARTIKO


23010115140124

PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN


DEPARTEMEN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014
BAB I

PENDAHULUAN

Kesejahteraan rakyat merupakan sebuah cita-cita yang diinginkan semua

negara di dunia. Tidak terkecuali pada negara kita, Indonesia. Dengan memiliki luas

wilayah 9,596,961 km2 dan jumlah penduduk 252.20 juta jiwa (data BPS 2013)

Indonesia memiliki sejuta problematika yang menunggu untuk dikupas. Salah satunya

yang kini tengahbooming dikalangan media yaitu fluktuasi harga pangan di Indonesia

yang disebabkan kelangkaan bahan pangan itu sendiri. Jika mengingat kembali letak

geografi, Indonesia merupakan negara yang berada pada garis ekuator dan sebuah

negara kepulauan. Sehingga menjadikan Indonesia menjadi negara maritim yang kaya

akan hasil laut dan memiliki tanah serta iklim yang dapat menumbuhkan segala jenis

tanaman. Banyak hal yang menjadi protofenomena ini seperti kehidupan masyarakat

yang mulai beralih kepada dunia liberalisme industri dan berubahnya image kaum

petani menjadi kaum marjinal. Hal ini menyebabkan kurangnya antusiasme mereka

untuk mengembangkan suatu hal yang telah dibangun oleh leluhur kita pada sektor

pertanian maupun perairan. Sehingga akhirnya menjadikan para petani kita hanya

menyisakan orang-orang tua yang masih berpikiran “kolot”.

Pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan diserap baik secara

keseluruhan atau sebagian dan tidak menimbulkan keracunan atau tidak mengganggu

kesehatan ternak yang mengkonsumsinya ( Kamal, 1998 dalam Subekti, 2009).

Sedangkan yang dimaksud dengn ransum adalah campuran dari beberapa bahan pakan
yang disusun untuk memenuhi kebutuhan ternak dalan waktu 24 jan sehingga zat gizi

yang dikandungnya seimbang sesuai kebutuhan ternak ( Indah dan Sobri, 2001 dalam

Subekti, 2009). Bahan-bahan pakan yang diberikan untuk ternak dapat dibedakan

menjadi pakan asal tanaman dan pakan asal hewan. Bahan pakan asal hewan seperti

tepung ikan, tepung tulang, tepung daging, tepung darah, tepung bulu dan tepung

udang. Bahan-bahan asal tanaman seperti hijauan dan biji-bijian.

Bahan pakan asal hijauan dapat dibedakan menjadi rumput dan leguminosa.

Hijauan pakan atau disebut forage merupakan tanaman pakan yang berasal dari rumput

dan kacang-kacangan yang diambil hijauannya sebagai bahan pakan (Purbajanti,

2012). Pakan hijauan tidak terjamin sepanjang tahun secara kuantitatif dan kualitatif,

pada saatmusim hujan hijauan yang tersedia sangan melimpah sedangkan saat tiba

musim kemarau atau panas hijauan pakan sangat sulit penyediaannya untuk memenuhi

kebutuhan ternak terutama ternak ruminansia. Oleh karena itu perlu dilakukan

pengolahan atau pengawetan hijauan agar supaya hijaua pakan selalu tersedia untuk

memenuhi kebutuhan ternak tersebut. Tujuan utama dalam pengawetan hijauan adalah

untuk memelihara atau mempertahankan kualitas dan kuantitas nutrisi hijauan dengan

meminimalkan kehilangan pada saat pemanenan dan penyimpanan (Rotzdan Muck,

1994 dalam Mansyur et al., 2007). Sedangkan keuntungandari pengawetan hijauan

adalah dapat dipertahankan kualitasnya atau komposisi nutriennya hingga berakhirnya

masa penyimpanan (Sugiri et ai., 1981 dalam Subekti et al., 2013).

Pengolahan dan pengawetan bahan pakan dapat dilakukan dengan cara fisik

atau mekanik, kimiawi, biologis dan kobinasinya. Perlakuan secara fisik dapat
dilakukan dengan cara penjemuran, pencacah atau pemotongan, penggiling,

penghancuran serta pembuatan pelet (Wahyono dan Hardiyanto, 2004). Perlakuan

secara kimiawi dilakukan dengan cara menanbahkan bahan kimia seperti amoiasi.

Amoniasi merupakan salah satu perlakuan bahan pakan secara kimiawi yang bersifat

alkalis sehingga dapat melarutkan hemiselulosa dan memutuskan ikatan atara lignin

dan selulosa atau emiselulosa (Klopfenstein, 1987 dalam Pprastyawan at al.,

2012). Perlakuan secara biologis dapat dilskukan dengan cara fermentasi dengan

menggunakan mikroba starter, proses fermentasi ini bermanfaat untuk menurunkan

kadar serat kasar, meningkatkan kecernaan dan meningkatkan kadar protin bahan

pakan (Tampoebolon, 1997 dalam Pprastyawan at al., 2012). Dan perlakuan secara

kombinasi dapat dilakukan dengan cara gabungan dari fisik-kimia, fisik-biologi dan

atau biologi-kimia.

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mendeskripsikan pengawetan

hijauan pakan berupa rumput gajah secara fisik dengan cara pengeringan yang sering

disebut hay, sehingga hijauan pakan tersebut dapat tersedia terus-menerus sepanjang

tahun untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak terutama ternak ruminansia.


BAB II

ISI

2.1 Rumput Gajah

Ilustrasi 1. Rumput Gajah

Rumput gajah (pennicetum purureum) atau rumput napier merupakan jenis

hijauan yang mempunyai kualitas tinggi dan disukai oleh ternak (Rianto dan

Purbowati, 2010). Karateristik dari rumput ini yaitu tumbuh tinggi, kuat, perakaran

dalam, berkembang dengan rhizome, batang dan daun bagian permukaan atas berbulu

dan bunga berwarna kunig atau coklat. Rumput Gajah adalah salah satu jenis rumput

unggul yang sekarang banyak ditanam oleh para peternak, rumput ini memiliki

kandungan bahan kering (BK) 21%, protein kasar (PK) 9,6%, lemak kasar (LK) 1,9%,

Total Digestible Nutrients(TDN) 52,4% (SIREGAR, 2003 dalam Rianto et al., 2007).
2.2. Hay Rumput Gajah

Pengawetan rumput gajah dengan pengeringan atau hay merupakan cara yang

tepat, sehingga kualitas rumput gajah terjaga dan dapat di berikan pada ternak untuk

kebutuhannya sepanjang tahun. Menurut Rianto et al., (2006) bahwa hay rumput Gajah

memiliki kandungan nutrisi Air 13,38%, Abu 15,98%, LK 3,38% PK 9,82% SK

23,88%. Energi 2.992 kcal/kg. Sedangkan menurut Santoso Dan Hariadi (2008) BK

83,4%, BO 87,8%, PK 12,4%, NDF 70,0%, LK 1,9% dan NFC 3,4%.

Menurut Wina (2008) menyatakan bahwa penyebabkan penurunan kadar

senyawa karotenoid yang sangat signifikan (83% hilang) selama proses pembuatan

hay karena senyawa karotenoid sangat labil dan mudah rusak radiasi oleh panas atau

terekpos ole h sinar UV pada pengeringan hijauan di bawah sinar matahari.

William dkk. (1998) dalam Wina (2008) melaporkan kandungan rata-rata β-karoten

dalam hijauan segar, dan hijauan yang dibuat ”hay” masing-masing adalah 196 dan 36

mg/ kg bahan kering. Jadi hijauan segar yang dibuat menjadi hay akan menalani

penurunan kadar β- karoten dan senyawa karotenoid. Menurut Nista et al., (2007)

bahwa Keuntungan atau kebaikan pembuatan hay yaitu kandungan vitamin D dalam

hijauan lebih tinggi, sedangkan Kekurangan dari pembutan hay yaitu proses

pengeringan berlangsung lebih lama menyebahkan penurunan gizi relatif lebih besar,

selama proses pengeringan ini sel-sel terus bernapas, menggunakan energi eperti gula

dan karbohidrat yang menghasilkan CO2 dan Karotin (pro-vitamin A) menurun.


2.3. Pembuatan Hay

Hay merupakan hijauan berupa daunan jenis rumputan atau bijian yang sengaja

dipanen menjelang berbunga yang dikeringkan baik dengan cara diangin-anginkan

maupun dengan cara dikeringkan dengan panas matahari secara langsung. Hay

merupakan hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan agar bisa

diberikan kepada ternak pada kesempatan yang lain. Tujuan dari pembuatan hay ini

yaitu hay adalah untuk mengurangi tingkat kandungan air dari hijauan hingga pada

suatu level dimana menghambat aksi dari enzim-enzim baik yang dihasilkan oleh

tanaman maupun mikrobial (Mc Donald et al., 2002 dalam Mansyur et al., 2007), untuk

dapat menyediakan hijauan pakan untuk ternak pada saat-saat tertentu, seperti dimasa

paceklik atau musim kemarau, untuk dapat memanfaatkan hijauan pada saat

pertumbuhan terbaik tetapi pada saat itu belum dimanfaatkan. Sedangkan prinsip dari

proses pembuatan hay ini adalah menurunkan kadar air menjadi 15-20% dalam waktu

yang singkat, baik dengan panas matahari ataupun panas buatan.

Menurut Yulianto dan Saparinto (2010) bahwa proses pembuatan hay yaitu

pertama menyiapkan hijauan pakan (rumput gajah) yang kemudian memotong-

motongnya baik dengan cara manual dengan pisau atau sabit maupun dengan

menggunakan mesin pencacah rumput dan dilakukan penimbangan untuk mengetahui

kadar airnya, kemudian jemur hijauan dibawah sinar atahari selama 1-2 hari agar kadar

air menjadi 20-25% dan perlu dilakukan penimbangan setiap 5 jam untuk mengetahui

kadar airnya. Jika pengeringan sudah merata selanjutnya hijauan diikat dan hay

disimpan digudang. Ciri-ciri hay yang baik adalah warna hijau kekuningan, tidak
banyak daun yang rusak, bentuk daun masih utuh atau jelas dan tidak kotor atau

berjamur, serta tidak mudah patah bila batang dilipat dengan tangan (Subekti, 2009).

Produksi hijauan disaat berlimpah misalnya pada saat musim penghujan

hendaknya disimpan dengan berbagai cara pengawetan antara lain dibuat menjadi hay

(sale rumput), silase dan diamoniasi. Prinsip dasar dari pengawetan dengan cara dibuat

hay adalah dengan cara mengeringkan hijauan, baik secara alami (menggunakan sinar

matahari) maupun menggunakan mesin pengering (dryer). Kandungan air hay

ditentukan sebesar 12-20 %, hal ini dimaksud agar hijauan saat disimpan sebagai hay

tidak ditumbuhi jamur. Jamur akan merusak kualitas hijauan yang diawet menjadi hay.

Adapun tujuan pembuatan hay adalah untuk penyediaan hijauan untuk pakan ternak

pada saat kritis dan pada saat ternak diangkut untuk jarak jauh. Hay merupakan pakan

yang dapat diperjual-belikan jadi merupakan komoditas yang dapat diperdagangkan.

Hal tersebut ditunjang oleh masa panen hijauan dalam waktu yang tepat, dimana

produksi hijauan sedang berlebih.

Bahan untuk pembuatan hay sangat bergantung dari cara panennya, sebab

panen yang kurang baik akan mengakibatkan banyaknya hijauan yang akan tercecer

dan terbuang. Juga bila hijauan telah dipanen dan belum sempat ditempat yang teduh

dan memadai, tertimpa hujan maka kualitas hijauan tersebut akan menurun. Proses

pengeringan yang berlangsung terlalu lama akan mengakibatkan kehilangan nutrisi dan

memudahkan tumbuhnya jamur. Pengeringan yang berlebihan juga akan menurunkan

kualitas hay. Syarat hijauan yag dibuat Hay adalah sebagai berikut.
– Bertekstur halus.

– Dipanen pada awal musim berbunga.

– Hijauan (tanaman) yang akan dibuat hay dipanen dari area yang subur.

Agar hay dapat lebih awet disimpan, perlu diberi pengawet. Adapun macam-

macam pengawet yang dapat dipakai antara lain garam dapur (Nacl), asam propionic,

dan amonia cair. Garam sebagai pengawet diberikan 1-2% akan dapat mencegah

timbulnya panas karena kandungan uap air, juga dapat mengontrol aktivitas mikroba,

serta dapat menekan pertumbuhan jamur. Asam propionic berfungsi sebagai fungicidal

dan fungistalic yaitu mencegah dan memberantas jamur yang tumbuh serta tidak

menambah jumlah jamur yang tumbuh. Adapun pemberian untuk hay yang diikat

(dipak) sebanyak 1% dari berat hijauan. Amoniak cair juga berfungsi sebagai

fungicidal dan pengawet, mencegah timbulnya panas, meningkatkan kecernaan hijauan

tersebut dan memberikan tambahan N yang bukan berasal dari protein (NPN).

Langkah Pembuatan Hay

Alat :

1. Sabit rumput/gunakan mesin pemanen rumput.

2. Pelataran untuk menjemur rumput dan rak untuk menghamparkan rumput yang

akan dikeringkan.

3. Alat pengukur kandungan air hay (Delmhorst digital hay meter andbale sensor).

4. Gudang untuk menyimpan hay.

5. Tali untuk mengikat hay yang sudah kering.


Bahan :

1. Rumput yang berbatang halus sehingga mudah dikeringkan.

Langkah pembuatan Hay.

1. Sabit rumput dikebun rumput.

2. Lakukan penimbangan berat rumput.

3. Bila dilakukan pengeringan dengan sinar matahari kerjakan dilantai jemur,

jika lantai jemur menggunakan para-para yang mendatar maupun yang miring,

hijauan hendaknya dibalik tiap 2 jam. Lama pengeringan tergantung

tercapainya kandungan air antara12-20 %.

4. Bila memakai ‘dryer’, hijauan dimasukkan ke pengering. Lakukan

pemotongan dengan panjang yang memadai dengan mesin pengering tersebut.

Gunakan suhu pengering 100-250 _C, hentikan bila kandungan air sudah

mencapai 12-20 %.

5. Lakukan pengukuran kandungan air hay dengan menggunakan alat pengukur

kandungan air (Delmhorst digital hay meter and bale sensor).

6. Ukur suhu gudang tempat penyimpanan hay.

Adapun kriteria hay yang baik :

a. Berwarna tetap hijau meskipun ada yang berwarna kekuningkuningan.

b. Daun yang rusak tidak banyak, bentuk hijauan masih tetap utuh dan jelas, tidak

terlalu kering sebab akan mudah patah.

c. Tidak kotor dan tidak berjamur.


BAB III

KESIMPULAN

Pengawetan dengan pembuatan hay merupakan cara yang tepat untuk rumput

gahaj ini, sehingga hijauan dapat tersedia untuk memenuhi kebutuhan ternak sepanjang

tahun. Pembuatan hay merupakan cara yang lebih mudah diakukan untuk pengawetan

rumput gajah dengan mengandalkan panas dari sinar matahari. Kualitas hay rumput

gajah dipengaruhi oleh masa pemotongan rumput dan lama penyinaran matahari,

pemotongan yang baik rumput dipotong menjelang berbunga dan pengeringan

sebaiknya rumput tidak terkena sinar matahari secara langsung.


DAFTAR PUSTAKA

Mansyur, T. Dhalika, U. H. Tanuwiria dan H. Djuned. 2007. Proses Pengeringan


Dalam Pembuatan Hay Rumput Signal (Brachiaria decumbens) Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner : 714-720.

Nista, D., Hesty Natalia dan A. Taufik. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan.
Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Balai
Pembibitan Ternak Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam, Sembawa.

Rianto, E dan E Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Rianto, E., D. Anggalina, S. Dartosukarno dan A. Purnomoadi. 2006. Pengaruh Metode


Pemberian Pakan Terhadap Produktivitas Domba Ekor Tipis. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner : 361-365.

Rianto, E., M. Wulandari dan R. Adiwinarti. 2007. Pemanfaatan Protein Pada Sapi
Jantan Peranakan Ongole Dan Peranakan Friesian Holstein Yang Mendapatpakan
Rumput Gajah, Ampas Tahu Dan Singkong. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner : 64-70.

Santoso, B. dan B. T. Hariadi. 2008. Komposisi Kimia, Degradasi Nutrien dan


Produksi Gas Metana in VitroRumput Tropik yang Diawetkan dengan Metode
Silase dan Hay. Media Peternakan Vol. 31 No. 2: 128-137

Subekti, E. 2009. Ketahanan Pakan Ternak Indonesia. Mediagro Vol. 5 No. 2 : 63 –


71.

Subekti, G., Suwarno dan N. Hidayat. 2013. Penggunaan Beberapa Aditif Dan Bakteri
Asam Laktat Terhadap Karakteristik Fisik Silase Rumput Gajah Pada Hari Ke- 14.
Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 835–841.

Purbajanti, E. D. 2012. Rumput Dan Legum; Sebagai Hijauan Makanan. Graha Ilmu,
Yogyakarta.

Wina, E. 2008. Manfaat Senyawa Karotenoid Dalam Hijauan Pakan Untuk Sapi Perah.
Semiloka Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas –
2020 : 124-129.

Yulianto, P dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Peebar
Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai