Anda di halaman 1dari 10

KAJIAN

INTEGRASI PADANG PENGEMBALAAN (REKLAMASI LAHAN


BEKAS TAMBANG) DAN USAHA PERIKANAN

BONDAN DWINARTO
NIM : D2501202038

PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN PAKAN


SEKOLAH PASCASRJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Pada pengembangan usaha peternakan, sumber pakan merupakan


salah satu faktor yang banyak mempengaruhi biaya produksi. Ada yang
menyatakan bahwa pakan memberikan pengaruh sampai dengan 70% dari
total biaya produksi. Hal ini menjadikan usaha peternakan melakukan
berbagai inovasi untuk mengurangi produksi pakan (Rukmana, 2005).
Potensi kekayaan alam yang dimiliki di Indonesia sangatlah berlimpah,
salah satunya padang penggembalaan. Padang penggembalaan di
Indonesia sebagian besar tidak diolah dengan baik sehingga kebutuhan
konsumsi pakan untuk ternak di Indonesia sangat minim yang
menyebabkan rendahnya produksi ternak. Ada beberapa faktor penyebab
rendahnya produksi ternak, yaitu: 1) rendahnya kualitas padang
penggembalaan alami 2) jumlah ternak yang dipelihara pada padang
penggembalaan alami tidak sesuai dengan kapasitas tampung dan 3)
keadaan dari tanah di padang penggembalaan (Siba, F.G.et.al, 2017).
Hijauan makanan ternak merupakan hal penting yang dapat
mempengaruhi produktivitas ternak, untuk itu hijauan makanan ternak
(pakan) harus diperhatikan ketersediaannya. Campur tangan manusia
merupakan faktor penting dalam ketersediaan hijauan pakan. Hijauan yang
baik dapat dilihat dari kualitas atau kandungan zat gizinya. Selain itu
hijauan yang baik harus mempunyai jumlah yang cukup dan
ketersediaannya secara kontinyu sepanjang tahun. Salah satu kendala yang
umum dialami oleh peternak di Indonesia adalah ketersediaan pakan
hijauan yang sangat dipengaruhi oleh musim serta semakin berkurangnya
lahan/padang pengembalaan. Pada musim hujan, hijauan melimpah
sedangkan pada musim kemarau sangat sulit didapatkan. Kecukupan
pakan hijauan bagi ternak yang dipelihara merupakan tantangan yang
cukup serius dalam pengembangan peternakan di Indonesia. Indikasi dari
kekurangan pasokan pakan dan nutrisi ditandai dengan rendahnya tingkat
produksi ternak yang dihasilkan (Hawolambani, Y. U., et.al., 2015).
Padang pengembalaan yang saat ini mulai terjadi pada lahan-lahan
eks tambang, tambang tersebut rata-rata adalah tambang timah. Pada
Kabupaten Belitung, terdapat lahan-lahan eks tambang yang ditinggalkan
tanpa ada pengolahan pada tanah. Pada tahun 2018, BPMSP melakukan
kegiatan sampling hijauan pada lahan tambang yang berada di Kabupaten
Belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Kabupaten Paser,
Provinsi Kalimantan Timur. Pada lahan-lahan tesebut banyak ditemukan
bahwa telah dilakukan reklamasi oleh pemerintah pusat dan daerah, tetapi
tidak ada tindakan untuk melakukan pengawasan terhadap mutu dan
keamanan hijauan.
Dalam usaha peternakan, lahan memiliki peranan penting dalam
penyediaan pakan ternak seperti rumput dan limbah pertanian (Suparini
2000). Lahan Padang rumput yang efektif hanya sekitar 3 hektar. Lahan
ditanami dengan rumput unggul berupa rumput gajah (Pennisetum
purpureum) sebagai rumput potongan dan rumput Bede (Brachiaria
decumben) sebagai rumput gembala yang relative tahan injakan ternak
(Sawen dan Junaidi 2011). Lahan dan rumput kurang terawat, yang dapat
terlihat dari pertumbuhan tanaman yang tidak merata dan invasi gulma.
Hal ini tidak hanya menghambat produksi biomas, tetapi juga berpengaruh
terhadap kulitas hijauan yang dihasilkan.
Salah satu produksi perikanan budidaya di Indonesia dihasilkan
dari sistem minapadi.Budidaya minapadi adalah budidaya terpadu yang
meningkatkan produktivitas lahan sawah yang menghasilkan padi dan juga
ikan. Budidaya minapadi juga merupakan solusi terbaik dalam
menghadapi perubahan iklim yang ekstrim seperti saat ini. Sebagian besar
ikan yang dibudidayakan dengan metode budidaya ini adalah ikan mas dan
ikan nila walaupun sebenarnya tidak hanya dua komoditas tersebut yang
dapat dibudidayakan dengan metode ini. Komoditas lain yang dapat
dibudidayakan dengan metode ini antara lain nilem, tawes dan udang galah
(Cahyanti, W. et.al. 2014).
2. Tujuan
Dari potensi lahan penggembalan yang ada maka perlu dilakukan
pengembangan lebih lanjut terutama yang bertujuan untuk peningkatan
nilai ekonomi bagi peternak. Peningkatan nilai ekonomi ini tidak hanya
dalam segi perbaikan nutrisi pada padang penggembalaan tetapi juga usaha
lain yang berhubungan dengan peternakan. Usaha lain tersebut adalah
integrasi usaha peternakan (padang penggembalaan) dan usaha perikanan.
BAB II
PEMBAHASAN

II.1. Reklamasi Lahan Bekas Tambang

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata


kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan,
agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. Pembangunan
berwawasan lingkungan menjadi suatu kebutuhan penting bagi setiap bangsa
dan negara yang menginginkan kelestarian sumberdaya alam. Oleh sebab itu,
sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan untuk kelangsungan hidup
manusia kini, maupun untuk generasi yang akan datang. Manusia merupakan
penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan (ekosistem). Dengan
semakin bertambahnya jumlah populasi manusia, kebutuhan hidupnya pun
meningkat, akibatnya terjadi peningkatan permintaan akan lahan seperti di
sektor pertanian dan pertambangan. Sejalan dengan hal tersebut dan dengan
semakin hebatnya kemampuan teknologi untuk memodifikasi alam, maka
manusialah yang merupakan faktor yang paling penting dan dominan dalam
merestorasi ekosistem rusak (Suprapto, 2007).
Kegiatan pembangunan seringkali menyebabkan kerusakan
lingkungan, sehingga menyebabkan penurunan mutu lingkungan, berupa
kerusakan ekosistem yang selanjutnya mengancam dan membahayakan
kelangsungan hidup manusia itu sendiri. Kegiatan seperti pembukaan hutan,
penambangan, pembukaan lahan pertanian dan pemukiman, bertanggung
jawab terhadap kerusakan ekosistem yang terjadi. Akibat yang ditimbulkan
antara lain kondisi fisik, kimia dan biologis tanah menjadi buruk, seperti
contohnya lapisan tanah tidak berprofil, terjadi bulk density (pemadatan),
kekurangan unsur hara yang penting, pH rendah, pencemaran oleh logam-
logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba
tanah. Untuk itu diperlukan adanya suatu kegiatan sebagai upaya pelestarian
lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. Upaya tersebut dapat
ditempuh dengan cara merehabilitasi ekosistem yang rusak. Dengan
rehabilitasi tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki ekosistem yang
rusak sehingga dapat pulih, mendekati atau bahkan lebih baik dibandingkan
kondisi semula (Rahmawaty, 2002).
Secara teknis usaha reklamasi lahan bekas tambang dimulai dengan
kegiatan recontouring, regrading atau resloping dari lubang-lubang bekas
tambang. Hal ini dilakukan agar diperoleh suatu bentuk wilayah dengan
kemiringan lereng yang stabil. Pembuatan saluran-saluran drainase dan
bangunan-bangunan konservasi disiapkan pada tahap ini. Untuk mencapai
tujuan tersebut, lubang tambang ditutup denga berbagai material yang
dikupas pada saat ekskavasi awal lubang tambang. Selanjutnya bagian
permukaan lahan hasil landscaping ditaburi atau ditutup kembali dengan
“tanah pucuk” (top soil) yang umumnya memiliki sifat kimia-fisik tidak subur
(Iskandar.et.al.2014).
Keberhasilan revegetasi pada lahan bekas tambang sangat ditentukan
oleh banyak hal, diantaranya adalah: (1) Aspek penataan lansekap, (2)
Kesuburan media tanam, dan (3) Penanaman dan perawatan tanaman.
Penataan lansekap sangat berkaitan dengan aspek konservasi tanah dan air
serta rencana penggunaan lahan bekas tambang. Sementara itu dalam
kesuburan media sangat ditentukan oleh sifat sifat fisik, kimia dan biologi
tanah. Tidak kalah penting adalah aspek penanaman dan perawatan tanaman
(Iskandar dan Suwandi, 2009).
Kegiatan penambangan terutama tambang terbuka akan menyebabkan
kerusakan lahan baik secara fisik, kimia, dan biologi. Kegiatan reklamasi
lahan bekas tambang harus dilakukan untuk mengurangi dampak lingkungan
sekaligus mengembalikan lahan kekondisi seperti semula. Penggunaan bahan
amelioran yang tepat seperti kompos, kapur,bahan humat dan pupuk akan
mempercepat pemulihan lahan dan pertumbuhan tanaman revegetasi
(Iskandar.et.al.2014).

II.2. Padang Penggembalaan

Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan dalam menjaga


ketersediaan hijauan pakan secara kontinu baik dari segi kualitas dan
kuantitas adalah dengan memanfaatkan hijauan yang tumbuh secara alami
pada padang penggembalaan (pasture). Padang penggembalaan menyediakan
hijauan berupa rumput dan leguminosa sebagai sumber pakan utama ternak
ruminansia. Potensi produksi hijauan pakan di padang penggembalaan
dihitung berdasarkan luas areal dari padang penggembalaan itu sendiri
(Hawolambani, Y. U., et.al., 2015).
Semakin besar tingkat produksi hijauan per satuan luas lahan, maka
akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menampung sejumlah ternak.
Pada padang penggembalaan yang baik biasanya mampu menampung
sebanyak 2,5 ST/ha/th. Beberapa padang penggembalaan yang baik
mempunyai kapasitas tampung 0,4 hektar untuk 1 ST/th. Kapasitas tampung
ternak ruminansia dalam suatu wilayah menunjukkan populasi maksimum
ternak sapi potong yang ada di wilayah tersebut berdasarkan ketersediaan
pakan hijauan (Hawolambani, Y. U., et.al., 2015).
Carrying Capacity adalah daya tamping padang penggembalaan
(ha/UT) untuk mencukupi kebutuhan pakan hijauan. Kapasitas tampung atau
Carrying capacity adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat
disediakan padang penggembalaan untuk kebutuhan ternak selama 1 (satu)
tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST) per hektar. Kapasitas
tampung (carrying capacity) sama dengan tekanan penggembalaan (stocking
rate) optimal (Direktorat Perluasan Dan Pengelolaan Lahan, 2014).
Rusdin et all. (2009) menyatakan bahwa daya tampung (carrying
capacity) padang penggembalaan mencerminkan keseimbangan antara
hijauan yang tersedia dengan jumlah satuan ternakyang digembalakan di
dalamnya per satuan waktu. Kapasitas tampung berhubungan erat dengan
produktivitas hijauan pakan pada suatu areal penggembalaan ternak, dengan
demikian produksi hijauan per satuan luas akan meningkat dan mempertinggi
masa merumput, mempersingkat masa istirahat sehingga akhirnya dapat
meningkatkan kapasitas tampung.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pada
padang penggembalaan adalah dengan system penggembalaan bergilir.
Dimana sistem ini merupakan usaha untuk mengatasi undergrazing dan over
grazing dan tujuannya untuk menggunakan padang penggembalaan pada saat
hijauan masih muda dan bernilai gizi tinggi serta memberikan waktu untuk
tumbuh kembali (regrowth) bagi hijauan pakan. Sedangkan penggembalaan
berpantang yaitu dengan menyisihkan dan mengistirahatkan padang
penggembalaan untuk fase berikutnya. Biasanya dengan pembuatan standing
hay didaerah tropika sehingga bermanfaat pada musim kemarau dan cara ini
untukmemperbaiki padang penggembalaan alamsupaya member kesempatan
tanaman berkembang baik. Hal ini sesuai pendapat Rusmadi (2007) yang
menyatakan bahwa penggembalaan bergilir, dimana padang penggembalaan
dibagi dalam beberapa petakan, tujuan cara penggembalaan bergilir adalah
untuk menggunakan padang penggembalaan pada waktu hijauan masih muda
dan bernilai gizi tinggi serta memberikan waktu yang cukup untuk tumbuh
kembali.

II.3. Integrasi Padang Penggembalaan Dan Usaha Perikanan

Embung merupakan salah satu tipe bangunan utama yang diterapkan


pada daerah yang kemampuan sumber airnya relatif kecil. Bangunan ini
diharapkan dapat menampung kelebihan air saat musim hujan, sehingga
nantinya dapat digunakan di musim kering (Wesli, 2018). Setiap padang
penggembalan memilki embung yang tidak hanya berguna untuk
penampungan air huja tetapi juga untuk usaha perikanan.
Nila merupakan ikan yang sangat popular dibudidayakan, dengan
keunggulan yaitu cara membudidayakannya mudah, tahan terhadap penyakit
sesuai dengan iklim tropis, memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Penerapan teknik budidaya untuk pemeliharaan ikan ini cukup sederhana
karena kemampuannya yang sangat baik untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya yang baru. Budidaya ikan nila mempunyai prospek usaha
yang menjanjikan karena laju pertumbuhan dan perkembangbiaknya yang
cepat, dengan biaya produksi dalam pemeliharaan cenderung rendah
(Nugroho, et.al., 2017).
BAB III
KESIMPULAN

Padang penggembalaan menyediakan hijauan berupa rumput dan


leguminosa sebagai sumber pakan utama ternak ruminansia. Potensi produksi
hijauan pakan di padang penggembalaan dihitung berdasarkan luas areal dari
padang penggembalaan itu sendiri. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas pada padang penggembalaan adalah dengan system
penggembalaan bergilir. Dimana sistem ini merupakan usaha untuk mengatasi
undergrazing dan over grazing dan tujuannya untuk menggunakan padang
penggembalaan pada saat hijauan masih muda dan bernilai gizi tinggi serta
memberikan waktu untuk tumbuh kembali (regrowth) bagi hijauan pakan.
Salah satu usaha yang mungkin dapat dilakukan pada padang
penggembalaan selain sebagai usaha peternakan tetapi juga bisa sebagai
usaha perikanan. Usaha perikanan yang dapat dilakukan adalah beternak ikan
nila. Nila merupakan ikan yang sangat popular dibudidayakan, dengan
keunggulan yaitu cara membudidayakannya mudah, tahan terhadap penyakit
sesuai dengan iklim tropis, memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi
DAFTAR PUSTAKA

Cahyanti, Et.Al. 2014. Produksi Ikan Nila Unggul Di Lahan Minapadi Secara
Intensif. Jurnal Sains Natural. Vol 4 No. 1 Januari 2014, 26-33.
Direktorat Perluasan Dan Pengelolaan Lahan. 2014. Pedoman Teknis Perluasan
Areal Peternakan. Direjen Sarana Dan Prasarana. Kementerian Pertanian
Hawolambani, Y. U., Et.Al. 2015. Produksi Hijauan Makanan Ternak Dan
Komposisi Botani Padang Penggembalaan Alam Pada Musim
Hujan Di Kecamatan Amarasi Barat Kabupaten Kupang. Jurnal
Nukleus Peternakan (Juni 2015), Volume 2, No. 1:59 - 65
Iskandar Dan Suwardi. 2009. Meningkatkan Keberhasilan Reklamasi Lahan
Bekas Tambang. Pusat Studi Reklamasi Tambang, LPPM – IPB.Seminar
Nasional Pengelolaan Lingkungan Pertambangan. 1-22 Oktober 2009.
Iskandar, et.al. 2012. Reklamasi Lahan-Lahan Bekas Tambang: Beberapa
Permasalahan Terkait Sifat-sifat Tanah dan Solusinya. Pusat Studi
Reklamasi Tambang, LPPM – IPB Seminar Nasional Topik Khusus
"Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi.
Nugroho, H.B., Basuki, F., Wisnu, R. 2017. Pengaruh Padat Penebaran Yang
Berbeda Terhadap Laju Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis Niloticus,
Linn. 1758) Pada Sistem Budidaya Minapadi. Journal of Aquaculture
Management and Technology. Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017,
Halaman 21-30
Rakhmawaty. 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang Berdasarkan Kaidah
Ekologi. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Usu Digital
Library.
Rukmana Hr. 2005. Rumput Unggul : Hijauan Makanan Ternak. Yogyakarta (Id) :
Kanisius.
Rusdin MI, Sri P, Atik AI. 2009. Studi potensi kawasan Lore Tengah untuk
pengembangan sapi potong. Jurnal Media Sulteng 2(2):94-103.
Rusmadi. 2007. Prospek pengembangan sapi potong di Kabupaten Penajam Paser
Utara. Journal Prospet of Beef cattle Breding 4(2):36-42.
Sawen D Dan Junaidi M. 2011. Potensi Padang Penggembalaan Alam Pada Dua
Kabupaten Di Provinsi Papua Barat. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan Dan Veteriner.
Siba, F.G. Et.Al.2017. Evaluasi Padang Penggembalaan Alami Maronggela Di
Kabupaten Ngada Provinsi Nusa Tenggara Timur. Majalah Ilmiah
Peternakan.Volume 20 Nomor 1 Februari 2017.
Suparini. 2000. Pengkajian Potensi Wilayah Kabupaten Bogor Sebagai Wilayah
Pengembangansapi Potong [Skripsi]. Bogor (Id) : Institut Pertanian Bogor.
Suprapto S.J. (2007) Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang Dan Aspek
Konservasi Bahan Galian. Artikel. Kelompok Program Penelitian
Konservasi, Pusat Sumberdaya Geologi. Website :
Http://Psdg.Bgl.Esdm.Go.Id/Index.Php?Option=Com_Content&Id=609.
Tanggal Akses : 10 Januari 2020
Wesli.2018. Survey Integrasi Desain (SID) Embung Alue Sapi Di Kabupaten
Aceh Utara. Teras Jurnal, Vol. 8. No. 1. Maret 2018.

Anda mungkin juga menyukai