Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pakan mempunyai peranan yang sangat penting didalam kehidupan ternak.
Kita ketahui bahwa biaya pakan merupakan biaya terbesar dari total biaya produksi
yaitu mencapai 70-80 %. Kelemahan sistem produksi peternakan umumnya terletak
pada ketidakpastian tatalaksana pakan dan kesehatan. Keterbatasan pakan
menyebabkan daya tampung ternak pada suatu daerah menurun atau dapat
menyebabkan gangguan produksi dan reproduksi yang normal. Hal ini antara lain
dapat diatasi bila potensi pertanian/industri maupun limbahnya ikut
dipertimbangkan dalam usaha peternakan. Ini tidak menjadi suatu yang berlebihan
mengingat Indonesia merupakan negara agraris. Asalkan kita tahu secara tepat nilai
guna dan daya gunanya serta tahu teknologi yang tepat pula untuk mengelolanya,
agar lebih bermanfaat. Kendala utama dari pemanfaatan rumput dan atau limbah
pertanian antara lain adalah pengangkutan, karena pada umumnya rumput atau
limbah pertanian membutuhkan tempat yang luas untuk setiap satuan beratnya.
Dengan penerapan teknologi pengolahan pakan seperti pencacahan rumput dan atau
limbah pertanian yang diolah menjadi Roti /Wafer dan Burger untuk ternak dapat
meningkatkan kualitas dan palatabilitas serta mempermudah pengangkutan. Wafer
Pakan (Feed Wafer) Roti/Wafer pakan merupakan salah satu teknologi
pengolahan pakan yang efektif dan diharapkan dapat menjaga kontinuitas
ketersediaan pakan ternak, terutama pada musim kemarau.
Peningkatkan kualitas dari suatu bahan pakan bisa dilakukan dengan beberapa
cara dan salah satunya adalah dengan cara fermentasi menggunakan mikroba.
Jamur merupakan kelompok mikroorganisme heterotrop yang membutuhkan
nutrien berupa senyawa organik dari mahluk hidup lain untuk tumbuh dan
berkembang. Fungi Ganoderma lucidum merupakan fungi yang tumbuh baik pada
media sumber serat karena merupakan fungi pelapuk putih yang mampu
mendegradasi lignin .Fermentasi bahan pakan dengan menggunakan fungi
Ganoderma lucidum memiliki aktivitas selulolitik yang tinggi yang berguna untuk
memecah serat pada bahan pakan.

1
1.2. Tujuan

Pada praktikum wafer ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan


wafer dan kualitas wafer mana yang paling bagus dalam beberapa perlakuan
penyimpanan.

1.3. Manfaat

Agar mahasiswa dapat menjalankan tugas dari praktikum pembuatan wafer


untuk menyelesaikan proses belajar Teknik Pengolahan Limbah Untuk Pakan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wafer

Coleman and Lawrence (2000) terdapat dua jenis wafer atau cubes
berdasarkan proses pembuatannya yaitu dehydrated dan sun cured. Dehydrated
wafer dibuat dari bahan pakan hijauan yang telah dikeringkan sebelumnya hingga
mencapai berat kering sekitar 95%. Bahan pakan hijauan untuk pembuatan sun
cured wafer dipanen setelah dikeringkan terlebih dahulu di lapangan di bawah sinar
matahari langsung. Kedua bentuk wafer ini memiliki kandungan nutrien terutama
kadar protein, kalsium dan energi yang tidak berbeda dengan hay. Setelah
dikeringkan bahan pakan digiling halus untuk memudahkan proses pencetakannya.
Jayusmar (2000) faktor utama yang mempengaruhi kerapatan adalah jenis
bahan baku dan pemadatan hamparan pada mesin pengempaan.
Jayusmar (2000) menyatakan bahwa kerapatan wafer yang rendah akan
memperlihatkan bentuk wafer pakan tidak terlalu padat dan tekstur yang lebih lunak
serta porous (berongga), sehingga menyebabkan terjadinya sirkulasi udara dalam
tumpukan selama penyimpanan dan diperkirakan hanya dapat bertahan dalam
waktu yang singkat.
Jayusmar (2000) yang menyebutkan bahwa kerapatan yang bagus bernilai
0,69 g/cm3. Pada perlakuan minggu ke 1 didapatkan kerapatan 0.52.
Prabowo (2003) yang menyatakan kerapatan wafer sebesar 0,60 g/cm3
sesuai untuk ternak dan penyimpanan.
Trisyulianti dkk,( 2001) Kerapatan wafer menentukan stabilitas dimensi dan
penampilan fisik wafer pakan komplit .Pada perlakuan tanpa penyimpanan dan
penyimpanan minggu ke 3 didapatkan hasil yang kurang maksimal dari pada
perlakuan yang lain.
Zuhra (2006)yang menyatakan selama penyimpanan pakan ternak pasti
akan mengalami perubahan kualitas akibat aktivitas mikrobial seperti jamur.

2.2. Amoniasi

Andini dan Firsoni (2010) mengemukakan bahwa fermentasi dapat


meningkatkan kualitas jerami jagung baik dari pH media in vitro, produksi amonia,

3
TVFA, BK, BO, dan produksi gas untuk produksi massa mikroba sehingga layak
dan aman untuk pakan ruminansia.
Hastuti, et al (2011) mengemukakan bahwa perlakuan perbedaan lama
waktu pemeraman (1, 2, 3 dan 4 minggu) berpengaruh meningkatkan kadar protein
kasar dan kadar abu, serta menurunkan kadar serat kasar. Lama peram 2 minggu
dalam proses fermentasi memberikan hasil yang terbaik, karena mempunyai kadar
protein tertinggi dan serat kasar yang rendah, serta mempunyai lama waktu peram
yang paling cepat.
Puastuti (2010) mengemukakan bahwa Penggunaan urea dalam pakan baik
melalui proses amoniasi maupun sebagai suplemen dapat meningkatkan kecernaan
bahan kering dan meningkatkan kadar proteinnya. Penggunaan urea dalam pakan
perlu diimbangi dengan pemberian sumber energi yang fermentabel guna
mendukung daya fermentasi di dalam rumen.
R. M. Pprastyawan.et. al(2012)Kecernaan bahan organik meningkat seiring
dengan masing-masing perlakuan peningkatan aras starter dan lama waktu
pemeraman. Semakin tinggi aras starter sampai 2% dan semakin lama waktu
pemeraman sampai 4 minggu, nilai KcBO semakin meningkat.
R. M. Pprastyawan.et. al (2012) Semakin tinggi aras starter dan semakin
lama waktu pemeraman, nilai KcBK semakin meningkat.
Syamsu Bahar (2016) Jerami jagung yang menjadi potensi besar sebagai
sumber pakan, hanya saja kualitasnya rendah. Oleh karena itu diperlukan perlakuan
agar kualitasnya dapat ditingkatkan antara lain dengan cara amoniasi-molase.
Amoniasi adalah cara perbaikan mutu pakan melalui pemberian urea sebagai Non
protein nitrogen (NPN) yaitu urea yang hanya dapat dimanfaatkan oleh ternak
ruminansia terutama kambing dan sapi, sedangkan ternak monogastrik seperti kuda
tidak cocok diberikan sebagai pakan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kandungan protein dalam ransum, sehingga mutu pakan dapat ditingkatkan. Perlu
diperhatikan bahwa urea yang digunakan hanya dalam jumlah sedikit, karena kalau
berlebihan akan berakibat fatal bagi ternak. Molase adalah hasil samping
agroindustry dalam proses pembuatan gula (tetes tebu). Manfaat molase adalah
sebagai sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh ternak. Molase dicampurkan

4
pada jerami jagung yang telah diamoniasi, sehingga diperoleh pakan yang
memenuhi nutrisi protein dan energi.
Syamsu Bahar (2016) Dari segi kualitas jerami jagung berdasarkan hasil
analisa proksimat diketahui memiliki rata-rata kualitas untuk Protein kasar 6,38 %,
Serat kasar 30,19 %, Lemak kasar 2,81 %, BETN 51,69 %, Abu 8,94 % dan
kandungan TDN (Total Digestible Nutrient) 53,12 %.

2.3. Jamur

Hasrul(2016) Tingginya kandungan serat kasar pada tongkol jagung


menunjukkan bahwa jamur Tramestes versicolor dan Ganoderma applanatum
belum mampu mengurai serat kasar menjadi senyawa yang lebih sederhana dan
mudah larut sehingga lama fermntasi selama 30 hari dengan menggunakan jamur
pelapuk belum memecah karbohidrat pada media untuh masa pertumbuhan. Hal ini
menunjukkan bahwa jamur pelapuk hanya mampu merenggangkan ikatan lignin,
sehingga kandungan serat pada tongkol jagung yang difermentasi lebih tinggi
dibandingkan kontrol.
Hasrul(2016) menyatakan bahwa jamur Tramestes versicolor (B3) dan
Ganoderma applanatum (B5) mampu memperbaiki kadar lemak kasar.
Sanchez (2009) Jamur pelapuk menguraikan lignin melalui proses oksidasi
menggunakan enzim phenol oksidase menjadi senyawa yang lebih sederhana
sehingga dapat diserap oleh mikroorganisme.
Sulistyaningrum, (2008) Mikroba yang banyak digunakan dalam proses
fermentasi antara lain khamir, kapang dan bekteri. Kemajuan dalam bidang
teknologi fermentasi telah memungkinkan manusia untuk memproduki berbagai
produk yang tidak dapat atau sulit diproduksi melalui proses kimia. Teknologi
fermentasi merupakan salah satu upaya manusia dalam memanfaatkan bahan-bahan
yang berharga relatif murah bahkan kurang berharga menjadi produk yang bernilai
ekonomi tinggi dan berguna bagi kesejahteraan hidup manusia.
Yunus Darto Susilo (2017) Hasil penelitian menggunakan jamur pelapuk
pada serat sawit mampu meningkatkan kadar selulosa lebih tinggi pada perlakuan
Ganoderma applatanum yaitu 52,57% dibandingkan tanpa fermentasi,

5
Yunus Darto Susilo (2017) Hasil penelitian menggunakan jamur pelapuk
pada serat sawit mampu meningkatkan kadar hemiselulosa lebih tinggi pada
perlakuan Ganoderma applatanum yaitu 13,15 %.
Yunus Darto Susilo (2017) fermentasi menggunakan isolat jamur
Ganoderma applanatum mampu meningkatkan kandungan selulosa dan
hemiselulosa serat sawit.

6
BAB III
MATERI DAN METODA

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Pemanfaatan Limbah tentang Pembuatan Wafer


dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2019 sampai tanggal 17 Mei 2019
pukul 13.00 WIB sampai dengan selesai di Laboratorium Gedung C Fakultas
Peternakan Universitas Jambi.

3.2. Materi

Pada pembuatan Wafer, alat yang digunakan diantaranya Pencetak wafer,


karung, plastik hitam, dan tang Sedangkan bahan yang digunakan ialah hijauan
(limbah sayur-sayuran), dedak padi, jagung, bungkil inti sawit, , molases ,
premix/feedmix,dan , garam.
Pada praktikum survei pengamatan fungi ini yaitu, alat meliputi alat
dokumentasi dan alat tulis. Sedangkan bahan meliputi fungi Ganoderma
Applanatum dan media tumbuhnya.
Pada praktikum amoniasi komplit materi nya yaitu, alat yang digunakan
untuk pembuatan amoniasi adalah plastic berukuran 5kg, timbangan dan gelas ukur,
bahan yang digunakan adalah limbah dari tebu yaitu jerami jagung, urea dengan
perlakuan (6%,)serta air untuk melarutkan urea.

3.3. Metoda

Metoda dalam pembuatan wafer pakan ternak sebagai berikut :limbah


pertanian dicuci bersih, lalu dicacah, dengan ukuran 3-5 cm. Tujuannya untuk
mempercepat proses pengeringan serta memudahkan dalam pencampuran dengan
bahan perekat. Limbah pertanian yang sudah dicacah dikeringkan dibawah sinar
matahari (+ 24 jam). Leguminosa yang sudah kering kemudian digiling. Limbah
pertanian yang sudah kering dicampur dengan bahan perekat dan konsentrat dan
diaduk sampai homogen. Campuran yang sudah homogen dimasukkan kedalam
cetakan (mall) yang telah disiapkan untuk dipadatkan.
Metode pada praktikum survei fungi yaitu pertama tentukan lokasi yang
akan dilakukan survei. Kedua, kunjungi dan carilah fungi yang terdapat pada lokasi

7
tersebut. Ketiga, pilih fungi yang diperkirakan mampu mendegradasi serat dan
tentukan 1 spesies fungi yang ingin diidentifikasi dan diamati lebih lanjut dengan
syarat tumbuh subur pada media berserat tinggi (kayu) dan medianya telah
terdegradasi sempurna.
Metoda yang digunakan dalam amoniasi ialah metode amoniasi cara basah
yaitu dengan menimbang bahan yang akan digunakan sesuai kebutuhan. Persiapkan
larutan urea dan air sesuai perbandingan yang sudah ditentukan. Bahan yang sudah
ditimbang , dibasahi (disemprot) dengan larutan urea. Setelah merata, bahan dibagi
menjadi tiga bagian yang sama. Kemudian masing-masing bagian dimasukkan
dalam kantong plastik dan diikat erat.Kemudian timbang kembali bahan dalam
kantong plastik (berat awal).Setelah ditimbang, bahan kemudian disimpan . Setelah
3 minggu bahan ditimbang kembali (berat akhir) dan produk amoniasi siap untuk
dianalisis proksimat.

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pembuatan Wafer

Tabel 1. Hasil Wafer


Wafer Waktu Berat Berat Kerapat Ketaha BJ Penyus
penyimp awal setelah an nan utan
ananan (gr) penyimp bentur (gr)
anan (gr) an (%)
I 0 Minggu 179 105,7 0,43 63 1,6 73,3

II 1 minggu 172 105,96 0,52 81,7 1,25 66,04


III 2 minggu 181 109,0 0,70 69,45 1,33 72
IV 3 minggu 175 105 0,43 77,14 1,25 70

Pada pembuatan wafer ini parameter yang diamati adalah kerapatan


,ketahanan benturan,BJ, dan penyusutan. Dengan menggunakan limbah sawi yang
telah dicacah dan sudah dikeringkan melalui kering udara ,Menurut Coleman and
Lawrence (2000) terdapat dua jenis wafer atau cubes berdasarkan proses
pembuatannya yaitu dehydrated dan sun cured. Dehydrated wafer dibuat dari bahan
pakan hijauan yang telah dikeringkan sebelumnya hingga mencapai berat kering
sekitar 95%. Bahan pakan hijauan untuk pembuatan sun cured wafer dipanen
setelah dikeringkan terlebih dahulu di lapangan di bawah sinar matahari langsung.
Kedua bentuk wafer ini memiliki kandungan nutrien terutama kadar protein,
kalsium dan energi yang tidak berbeda dengan hay. Setelah dikeringkan bahan
pakan digiling halus untuk memudahkan proses pencetakannya.
Wafer yang diamati memiliki perlakuan penyimpanan yaitu tanpa
penyimpanan,1 minggu penyimpanan,2 minggu penyimpanan dan 3 minggu
penyimpanan dan didapatkan beberapa parameter yang berbeda dengan perlakuan
penyimpanan tersebut hal ini sesuai dengan pernyataan Zuhra (2006)yang
menyatakan selama penyimpanan pakan ternak pasti akan mengalami perubahan
kualitas akibat aktivitas mikrobial seperti jamur.
Pada pengamatan Ketahanan benturan dari beberapa perlakuan
penyimpanan dari tanpa penyimpanan sampai 3 minggu penyimpanan didapatkan
hasil berturut-turut 63 %, 81,7 %,69,45 % dan 77,19 %. Dari hasil yang didapatkan

9
bahwasanya semakin lama penyimpanan wafer ransum akan juga tahan terhadap
ketahanan benturan hal ini dapat meningkatkan kualitas wafer terhadap kerusakan
fisik. Pada pengamatan BJ dari beberapa perlakuan penyimpanan dari tanpa
penyimpanan sampai 3 minggu penyimpanan didapatkan hasil berturut-turut 1.6 ,
1.25 ,1.33 , dan 1.25 dengan menggunakan 20 gram wafer dan 100 ml aquades.
Pada pengamatan penyusutan dari beberapa perlakuan penyimpanan dari tanpa
penyimpanan sampai 3 minggu penyimpanan didapatkan hasil berturut-turut 73.3 ,
66.04 , 72 dan 70. Pada pengamatan kerapatan dari beberapa perlakuan
penyimpanan dari tanpa penyimpanan sampai 3 minggu penyimpanan didapatkan
hasil berturut-turut 0.43 ,0.52 , 0.70 dan 0.43 . Dari hasil yang didapatkan beberapa
perlakuan memiliki data yang berbeda-beda Menurut Jayusmar (2000) faktor utama
yang mempengaruhi kerapatan adalah jenis bahan baku dan pemadatan hamparan
pada mesin pengempaan. Uji kerapatan perlu dilakukan karna menurut Trisyulianti
dkk,( 2001) Kerapatan wafer menentukan stabilitas dimensi dan penampilan fisik
wafer pakan komplit .Pada perlakuan tanpa penyimpanan dan penyimpanan minggu
ke 3 didapatkan hasil yang kurang maksimal dari pada perlakuan yang lain hal ini
disebabkan karna Menurut Jayusmar (2000) menyatakan bahwa kerapatan wafer
yang rendah akan memperlihatkan bentuk wafer pakan tidak terlalu padat dan
tekstur yang lebih lunak serta porous (berongga), sehingga menyebabkan terjadinya
sirkulasi udara dalam tumpukan selama penyimpanan dan diperkirakan hanya dapat
bertahan dalam waktu yang singkat. Pada perlakuan minggu ke 2 didapatkan
kerapatan 0.70 hal ini menunjukkan wafer sudah bernilai bagus karna menurut
Jayusmar (2000) yang menyebutkan bahwa kerapatan yang bagus bernilai 0,69
g/cm3. Pada perlakuan minggu ke 1 didapatkan kerapatan 0.52 dan hal ini sudah
mendekati dengan pernyataan Prabowo (2003) yang menyatakan kerapatan wafer
sebesar 0,60 g/cm3 sesuai untuk ternak dan penyimpanan.

10
4.2. Amoniasi Jerami Jagung

Tabel 2. Hasil Amoniasi


Perlakuan Warna Tekstur Bau BK BO
P1 Kuning Kehijauan Kasar Cukup 93 % 87%
Menyengat
P2 Kuning Kehijauan Sedikit lunak Menyengat 89% 83%
P3 Hijau Kecoklatan Lunak Menyengat 91.50% 84%
P4 Kuning Kecoklatan Lembut dan Sangat 93.50% 87.50%
tidak
Menyengat
berlendir

Syamsu Bahar (2016) Jerami jagung yang menjadi potensi besar sebagai
sumber pakan, hanya saja kualitasnya rendah. Oleh karena itu diperlukan perlakuan
agar kualitasnya dapat ditingkatkan antara lain dengan cara amoniasi-molase.
Amoniasi adalah cara perbaikan mutu pakan melalui pemberian urea sebagai Non
protein nitrogen (NPN) yaitu urea yang hanya dapat dimanfaatkan oleh ternak
ruminansia terutama kambing dan sapi, sedangkan ternak monogastrik seperti kuda
tidak cocok diberikan sebagai pakan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kandungan protein dalam ransum, sehingga mutu pakan dapat ditingkatkan. Perlu
diperhatikan bahwa urea yang digunakan hanya dalam jumlah sedikit, karena kalau
berlebihan akan berakibat fatal bagi ternak. Molase adalah hasil samping
agroindustry dalam proses pembuatan gula (tetes tebu). Manfaat molase adalah
sebagai sumber energi yang sangat dibutuhkan oleh ternak. Molase dicampurkan
pada jerami jagung yang telah diamoniasi, sehingga diperoleh pakan yang
memenuhi nutrisi protein dan energi. Fermentasi dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas jerami jagung yang digunakan sehingga bisa digunakan
untuk menjadi pakan ternak yang aman dikonsumsi dan untuk meningkatkan
kecernaan bahan pakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Andini dan Firsoni (2010)
mengemukakan bahwa fermentasi dapat meningkatkan kualitas jerami jagung baik
dari pH media in vitro, produksi amonia, TVFA, BK, BO, dan produksi gas untuk
produksi massa mikroba sehingga layak dan aman untuk pakan ruminansia. Dalam
amoniasi ini digunakan urea yang dilarutkan dengan air lalu disemprot kan ke bahan
yang ingin di fermentasi dan urea ini dapat meningkatkan daya cerna. Hal ini sesuai
dengan pendapat Puastuti (2010) mengemukakan bahwa Penggunaan urea dalam

11
pakan baik melalui proses amoniasi maupun sebagai suplemen dapat meningkatkan
kecernaan bahan kering dan meningkatkan kadar proteinnya. Penggunaan urea
dalam pakan perlu diimbangi dengan pemberian sumber energi yang fermentabel
guna mendukung daya fermentasi di dalam rumen. Bahan pakan yang ingin
difermentasi yakni jerami jagung dimana menurut pendapat Syamsu Bahar (2016)
Dari segi kualitas jerami jagung berdasarkan hasil analisa proksimat diketahui
memiliki rata-rata kualitas untuk Protein kasar 6,38 %, Serat kasar 30,19 %, Lemak
kasar 2,81 %, BETN 51,69 %, Abu 8,94 % dan kandungan TDN (Total Digestible
Nutrient) 53,12 %.
Dari hasil yang didapat bahwa dalam penyimpanan dilakukan 4 minggu
untuk melihat perbedaan yang terdapat dalam fermentasi amoniasi semakin lama
penyimpanan dari hasil diatas dari warna semakin kecoklatan dan dari tekstur
menjadi lembut dan dari bau semakin menyengat. Menurut Hastuti, et al (2011)
mengemukakan bahwa perlakuan perbedaan lama waktu pemeraman (1, 2, 3 dan 4
minggu) berpengaruh meningkatkan kadar protein kasar dan kadar abu, serta
menurunkan kadar serat kasar. Lama peram 2 minggu dalam proses fermentasi
memberikan hasil yang terbaik, karena mempunyai kadar protein tertinggi dan serat
kasar yang rendah, serta mempunyai lama waktu peram yang paling cepat. Dari
hasil yang didapat BK yang didapat semakin lama penyimpanan semakin tinggi.
Hal ini sesuai dengan pendapat R. M. Pprastyawan.et. al (2012) Semakin tinggi aras
starter dan semakin lama waktu pemeraman, nilai KcBK semakin meningkat. Sama
hal nya dengan BO menurut pendapat R. M. Pprastyawan.et. al(2012)Kecernaan
bahan organik meningkat seiring dengan masing-masing perlakuan peningkatan
aras starter dan lama waktu pemeraman. Semakin tinggi aras starter sampai 2% dan
semakin lama waktu pemeraman sampai 4 minggu, nilai KcBO semakin meningkat.

12
4.3. Jamur (Ganoderma Applanatum)

a.Klasifikasi Jamur

Gambar 1. Jamur Ganoderma Applanatum

Kingdom : Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Homobasidiomycetes
Ordo : Polyporales
Family : Ganodermateceae
Genus : Ganoderma
Spesies : Ganoderma applanatum
Ganoderma applanatum termasuk kedalam klasifikasi jamur perusak kayu
kelompok Brown rot. Jamur ini merupakan jamur tingkat tinggi dari kelas
Basidiomycetes yaitu golongan jamur yang menyerang holoselulosa kayu dan
meninggalkan residu kecoklat-coklatan yang kaya akan lignin. Jamur kelas
Basidiomycetes mempunyai ciri khas yaitu adanya basidiospora yang merupakan
bentuk spora generatif, basidiospora berkembangnya pada permukaan suatu
struktur yang disebut basidium.

b.Identifikasi Jamur

Ganoderma applanatum merupakan spesies dari famili Ganodermataceae.


G. applanatum tampak tebal dan keras, berbentuk seperti tudung berwarna merah
kecoklatan tapi berwarna coklat permanen saat tercekam, ukuran tudung 10-70 x 5-
30 cm dengan tebal 2-10 cm, permukaan tudung atas beralur membentuk gumpalan
halus, bagian bawah tudung berpori dengan jumlah 5-6 pori per mm. Jamur besar
ini menyebabkan area sekitarnya berwarna coklat karena tertutupi oleh debu coklat
ketika melepaskan spora. Saat ditemukan di daerah pertambakan badan buah G.

13
applanatum berdiameter 17 cm dengan tebal 4cm menempel di batang pohon A.
marina yang terluka. G. applanatum biasa tumbuh pada pohon yang hampir mati,
tumbuh musiman, berbau seperti jamur pada umumnya, pahit, kosmopolit, saprofit.
G. applanatum merupakan jamur yang tidak berbahaya, tapi terlalu keras untuk
dimakan. G. applanatum merupakan penyebab white rot di banyak pohon berkayu
keras.

c. Habitat

Soliter ataupun koloni diatas batang kayu dari kayu keras dan pohon jarum,
tinggal di kayu khususnya pada kayu ummbellularia californica (California Bay
Laurel). Ganoderma applanatum tubuh buahnya berbentuk setengah lingkaran,
banyak terdapat pada kayu lapuk. Ganoderma applanatum tidak mempunyai
batang dan bertumbuh di atas batang-batang. Cendawan yang baru bertumbuh
berwarna kuning muda kecoklatan, setelah itu Ganoderma applanatum akan
berubah warna menjadi coklat. Spora (umum disebut basidiospora) dari jamur Ling
Zhi yang sudah masak jika berada di tempat yang lembab akan tumbuh dan
berkecambah membentuk serat-serat halus seperti serat kapas yang disebut
miselium atau miselia. Apabila keadaan lingkungan tempat pertumbuhan miselia
tersebut baik, yaitu temperatur, kelembapan, dan kandungan C/N/P (rasio substrat)
tempat tumbuh memungkinkan maka dari kumpulan miselia tersebut akan
berbentuk primordia atau bakal tubuh buah jamur. Bakal tubuh buah jamur tersebut
kemudian akan membesar dan pada akhirnya membentuk tubuh buah.

d. Perkembangbiakan

Siklus Hidup genoderma appalatum adalah terestrial saprofit, parasit atau


membentuk mikorhiza.Tubuh buah disebut basidiokarp yaitu tempat terbentuknya
basidium dan dan basidium terbentuk spora basidium. Basidiokarp tersusun atas
basidiun-basidium yang di dalamnya berisi spora (basidiospora). Basidium ada
yang terdiri atas satu sel dan ada yang bersekat-sekat terbagi menjadi 4 bagian sel.
Sel bersifat eukaryotik, tidak mempunyai klorofil, sebagai parasit atau saprofit.
Menyukai hidup pada tempat yang lembab dan tidak menyukai akan
adanya cahaya. Fasedikaryotik lebih panjang di cirikan oleh adanya basidium dan
basidiospora, basidiospora dibentuk di liau basidium, basidiospor yang dibentuk

14
selalu 4, hasil fruktifikasi disebut basidiocarp. Mempunyai tingkat perkembangan
sederhana, Belum membentuk tubuh buah, basidium bebas. Hifa pendukung
membentuk tubuh buah dan basidium terkumpul membentuk himenium yang
didukung himenofor. Himenium terletak di atas tubuh buah. Spora sangat banyak
dan secara aktif dilontarkan oleh basidium. Tubuh buah tanpa Himenofor yang
menonjol, himenium terletak di atas tubuh buah dan sudah terbentuk Sejas tubuh
buah maíz muda, lamella atau papan, sehingga permukaan menjadi lebih luas.
Cara reproduksi yaitu secara, vegetatif : spora vegetative, fragmentasi
(pemisahan) dan reproduksi aseksual dengan fregmentasi sedangkan reproduksi
seksual dengan membentuk spora pada basidium.

e. Peranan

Sulistyaningrum, (2008) Mikroba yang banyak digunakan dalam proses


fermentasi antara lain khamir, kapang dan bekteri. Kemajuan dalam bidang
teknologi fermentasi telah memungkinkan manusia untuk memproduki berbagai
produk yang tidak dapat atau sulit diproduksi melalui proses kimia. Teknologi
fermentasi merupakan salah satu upaya manusia dalam memanfaatkan bahan-bahan
yang berharga relatif murah bahkan kurang berharga menjadi produk yang bernilai
ekonomi tinggi dan berguna bagi kesejahteraan hidup manusia.
Jamur pelapuk putih adalah jamur yang memiliki kemampuan
mendegradasi lignin. Jamur pelapuk putih adalah jamur pendegradasi lignin dari
kelas basidiomycetes yang membentuk sekumpulan miselia dan berkembang biak
secara aseksual melalui spora atau seksual dengan perlakuan tertentu. Jamur
pelapuk putih dapat mendegradasi lignin dan senyawa turunannya secara efektif
dengan cara menghasilkan enzim peroksidase ekstraselular yang berupa lignin
peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP). Hal ini didukung oleh pendapat
Yunus Darto Susilo (2017) Hasil penelitian menggunakan jamur pelapuk pada serat
sawit mampu meningkatkan kadar selulosa lebih tinggi pada perlakuan Ganoderma
applatanum yaitu 52,57% dibandingkan tanpa fermentasi,juga pendapat Sanchez
(2009) Jamur pelapuk menguraikan lignin melalui proses oksidasi menggunakan
enzim phenol oksidase menjadi senyawa yang lebih sederhana sehingga dapat
diserap oleh mikroorganisme dan pendapat Yunus Darto Susilo (2017) Hasil

15
penelitian menggunakan jamur pelapuk pada serat sawit mampu meningkatkan
kadar hemiselulosa lebih tinggi pada perlakuan Ganoderma applatanum yaitu
13,15 % serta Yunus Darto Susilo (2017) fermentasi menggunakan isolat jamur
Ganoderma applanatum mampu meningkatkan kandungan selulosa dan
hemiselulosa serat sawit. Tetapi tidak sesuai dengan pendapat Hasrul(2016) yang
menyatakan Tingginya kandungan serat kasar pada tongkol jagung menunjukkan
bahwa jamur Tramestes versicolor dan Ganoderma applanatum belum mampu
mengurai serat kasar menjadi senyawa yang lebih sederhana dan mudah larut
sehingga lama fermntasi selama 30 hari dengan menggunakan jamur pelapuk belum
memecah karbohidrat pada media untuh masa pertumbuhan. Hal ini menunjukkan
bahwa jamur pelapuk hanya mampu merenggangkan ikatan lignin, sehingga
kandungan serat pada tongkol jagung yang difermentasi lebih tinggi dibandingkan
control, karena tidak bisa memecah ataupun menguraikan serat kasar karena
penggunaan tongkol jagung yang memiliki serat kasar yang sangat tinggi. Namun
dalam proses fermentasi bukan hanya serat kasar yang menjadi acuan untuk
melakukan fermentasi ini ,jamur Ganoderma applanatum juga dapat memperbaiki
kadar lemak kasar dalam bahan pakan yang difermentasi. Hal ini didukung oleh
pendapat Hasrul(2016) menyatakan bahwa jamur Tramestes versicolor dan
Ganoderma applanatum mampu memperbaiki kadar lemak kasar.

16
BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan praktikum
pembuatan wafer ialah salah satu cara untuk mengatasi kekurangan hijauan pakan
ternak adalah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan dan perlu diupayakan
alternatif pengawetan limbah pertanian yang dapat menghasilkan produk pakan
yang mempunyai kualitas yang lebih baik dari produk asalnya salah satunya dengan
mengolah hijauan segar menjadi biskuit pakan (wafer). Pengolahan hijauan segar
menjadi wafer dimaksudkan untuk memaksimalkan pemanfaatan limbah pertanian
agar dapat digunakan sepanjang tahun, sehingga dapat mengatasi kelangkaan
hijauan pakan pada musim kemarau. Banyak sekali keuntungan yang bisa diperoleh
apabila melakukan alternative ini, akan tetapi tidak terlepas dari kelemahannya
pula. Hasil yang diperoleh kurang akurat, hal ini disebabkan salah perlakuan pada
saat analisis.

5.2. Saran
Pada saat praktikum berlangsung untuk para praktikan agar dapat lebih
meningkatkan disiplin lagi sehingga dalam praktikum kita akan cepat selesai dan
menggunakan peralatan laboratorium dengan hati-hati dan teliti sehingga dapat
digunakan lagi untuk masa yang akan datang dan juga sebaiknya, praktikan harus
memperhatikan saat asdos menerangkan agar mudah memahami apa yang
disampaikan. Praktikan harus menjaga ketenangan pada saat praktikum
berlangsung, agar suasana praktikum jadi nyaman. Semoga laporan ini bermanfaat
untuk semua.

17
DAFTAR PUSTAKA

Andini, L dan Firsoni. 2010. Uji kualitas jerami jagung fermentasi dengan
menggunakan cairan rumen kerbau secara invitro. Prosiding Seminar dan
Lokakarya Nasional Kerbau 2010. peternakan.litbang. pe r t a ni a n .g o .
id/ f ul l t e k s/ lokakarya/lkerbau10-12.pdf.
Coleman, R. J. and Lawrence, L.M. 2000.Alfalfa Cubes for Horses. Department of
Animal Sciences; Jimmy C. Henning, Department of Agronomy.University
of Kentucky Cooperative Extension Service. Kentucky.
Hastuti.D.,Shofia Nur A.Baginda Iskandar M. 2011. Pengaruh Perlakuan Teknologi
Amofer (Amoniasi Fermentasi) Pada Limbah Tongkol Jagung Sebagai
Alternatif Pakan Berkualitas Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu – ilmu
Pertanian MEDIAGRO 55 Vol. 7. No. 1, 2011: Hal. 55-65.
Hasrul.2016. Pemanfaatan Jamur Pelapuk Untuk Meningkatkan Nilai Nutrisi
Tongkol Jagung.Makassar.Skripsi.

Jayusmar. 2000. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan terhadap sifat fisik wafer
ransum komplit dari limbah pertanian sumber serat dan leguminosa untuk
ternak ruminansia. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Skripsi.
Puastuti, W. 2010. Urea dalam pakan dan implikasinya dalam fermentasi rumen
kerbau. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Kerbau 2010.
Puslitbang Peternakan Bogor.
Prabowo, F.D. 2003. Performans Sapi Betina Brahman Cross Yang Diberi Wafer
Ransum Komplit Berbahan Baku Jerami. Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Skripsi.
R. M. PPrastyawan, B. I. M. Tampoebolon dan Surono.2012.Peningkatan Kualitas
Tongkol Jagung Melalui Teknologi Amoniasi Fermentasi(Amofer)
Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Serta Protein Total.
Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 611 – 621.

Syamsu Bahar.2016. Teknologi Pengelolaan Jerami Jagung Untuk Pakan Ternak


Ruminansia.Jakarta.
Sanchez, C. 2009. Lignocellulosic Residues : Biodegradation and Bioconversion
by Fungi. Biotechnology Advances 27.

Sulistyaningrum L S. 2008. Optimasi Fermentasi. Fakultas Matimatika Ilmu


Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.

Trisyulianti, E., J. Jacjha. Jayusmar. 2001. Pengaruh suhu dan tekanan pengempaan
terhadap sifat fisik wafer ransum dari limbah pertanian sumber serat dan
leguminose untuk ternak ruminansia. Prosiding Media Peternakan. Bogor.

18
Yunus Darto Susilo.2017.Kandungan Selulosa,Hemiselulosa dan Lignin Serat
Sawit Hasil Fermentasi Jamur Pelapuk.Makassar.Skripsi.

Zuhra, C. F. 2006. Flavor (Citarasa). Departemen FMIPA Universitas Sumatera


Utara. Sumatera Utara.

19
LAMPIRAN

Persentase Penggunaan Bahan Dalam Pembuatan Wafer Komplit:


Wafer dibuat dengan berat 125 gram/wafer

40
Limbah 40 % = x 125 = 50 gram
100
60
Kosentrat 60% = x125 = 75 gram
100

34 33
Dedak = x75 =25.5 gram Jagung = x 75 = 24.75 gram
100 100

18 13
BIS = X75 = 13.5 gram Molases = x75 =9.75 gram
100 100

1 1
NaCl = x75 =0.75 gram Mineral = x75 =0.75 gram
100 100

Perhitungan Parameter
Wafer Tanpa Penyimpanan

Tinggi : sisi 1 = 2.8 cm Diameter : 9.5 cm


sisi 2 = 3.8 cm
sisi 3 = 3.5 cm
sisi 4 = 3.7 cm +

X = 3.45 cm

 Penyusutan Berat = Berat awal – Berat akhir (setelah Oven)


= 179 gram – 105.7 gram
= 73.3 gram

𝑊
 Kerapatan =
3.14 𝑥 𝑟 2 𝑥 𝑡

105.7
= = 0.43
3.14 𝑥 22.56𝑥 3.45

20
Berat Sampel
 Berat Jenis =
Volume

20 gram
= = 1.6
112 ml−100 ml

berat sesudah
 Ketahanan Benturan = x100%
berat sebelum

66.7 gram
= x 100% = 63 %
105.7 gram

Wafer Penyimpanan 1 Minggu

Tinggi : sisi 1 = 3 cm Diameter : 9.3 cm


sisi 2 = 2.8 cm
sisi 3 = 3.4 cm
sisi 4 = 2.8 cm +

X = 3 cm

 Penyusutan Berat = Berat awal – Berat akhir (setelah Oven)


= 172 gram – 105.96 gram
= 66.04 gram

𝑊
 Kerapatan =
3.14 𝑥 𝑟 2 𝑥 𝑡

105.96
= = 0.52
3.14 𝑥 21.62𝑥 3

Berat Sampel
 Berat Jenis =
Volume

20 gram
= = 1.25
116 ml−100 ml

berat sesudah
 Ketahanan Benturan = x100%
berat sebelum

86.56 gram
= x 100% = 81.7 %
105.96 gram

21
Wafer Penyimpanan 2 Minggu

Tinggi : sisi 1 = 2.9 cm Diameter : 9.3 cm


sisi 2 = 2.8 cm
sisi 3 = 3.2 cm
sisi 4 = 3 cm +

X = 2.9 cm

 Penyusutan Berat = Berat awal – Berat akhir (setelah Oven)


= 181 gram – 109 gram
= 72 gram

𝑊
 Kerapatan =
3.14 𝑥 𝑟 2 𝑥 𝑡

109
= = 0.54
3.14 𝑥 21.62𝑥 2.925

Berat Sampel
 Berat Jenis =
Volume

20 gram
= = 1.33
115ml−100 ml

berat sesudah
 Ketahanan Benturan = x100%
berat sebelum

75.7 gram
= x 100% = 69.45 %
109 gram

Wafer Penyimpanan 3 Minggu

Tinggi = 3.15cm Diameter : 9.4 cm


 Penyusutan Berat = Berat awal – Berat akhir (setelah Oven)
= 175gram – 105 gram
= 70 gram

𝑊
 Kerapatan =
3.14 𝑥 𝑟 2 𝑥 𝑡

105
= = 0.48
3.14 𝑥 22.1𝑥 3.15

22
Berat Sampel
 Berat Jenis =
Volume

20 gram
= = 1.25
116ml−100 ml

berat sesudah
 Ketahanan Benturan = x100%
berat sebelum

79.81 gram
= x 100% = 76 %
105 gram

2.Amoniasi
KELOMPOK 1

Keterangan : A = Berat Cawan (g)


B = Berat sampel (g)
C = Berat cawan+sampel setelah oven (g)
D = Berat cawan+sampel setelah tanur (g)
E = Kadar Air (%)
F = Kadar Abu (%)
kadar air(%)

(𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒄𝒂𝒘𝒂𝒏+𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 )(𝒈)− (𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒄𝒂𝒘𝒂𝒏+𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒔𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒐𝒗𝒆𝒏)(𝒈)


= X 100
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (𝒈)
kadar abu(%)
(𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝒄𝒂𝒘𝒂𝒏+𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 𝒔𝒆𝒕𝒆𝒍𝒂𝒉 𝒕𝒂𝒏𝒖𝒓)(𝒈)− 𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑪𝒂𝒘𝒂𝒏 (𝒈)
= X 100
𝑩𝒆𝒓𝒂𝒕 𝑺𝒂𝒎𝒑𝒆𝒍 (𝒈)

DATA KELOMPOK 1
( 𝐶+𝐷 )−𝐸
1.1.Kadar Air ( X,% ) = X 100 %
𝐷
( 25.44+2 )−27,30
= X 100 %
2
= 7%
BK = 100% - KA%
= 100% -7 %
= 93%

𝐻−𝐹
Kadar Abu ( % ) = X 100 %
𝐺
25,56−25.44
= X 100 %
2
=6%

23
BO = BK - Kadar ABU %
= 93% - 6%
= 87 %

( 𝐶+𝐷 )−𝐸
1.2. Kadar Air ( X,% ) = X 100 %
𝐷

( 27.17+2 )−28.95
= X 100 %
2
= 11 %
BK = 100% - KA%

= 100% - 11%

= 89%

𝐻−𝐹
Kadar Abu ( % ) = X 100 %
𝐺
27.79−27.17
= X 100 %
2
=6%
BO = BK - Kadar ABU %
= 89% - 6%
= 83 %

( 𝐶+𝐷 )−𝐸
1.3. Kadar Air ( X,% ) = X 100 %
𝐷
( 31.04+2 )−32.87
= X 100 %
2
= 8.50 %
BK = 100% - KA%
= 100% - 8.5%
= 91.5%
𝐻−𝐹
Kadar Abu ( % ) = X 100 %
𝐺

24
31.19−31.04
= X 100 %
2
= 7.50 %
BO = BK - Kadar ABU %
= 91.5% - 7.5%
= 84%

( 𝐶+𝐷 )−𝐸
1.4. Kadar Air ( X,% ) = X 100 %
𝐷
( 30.45+2 )−32.32
= X 100 %
2
= 6.5 %
BK = 100% - KA%
= 100% - 6.5%
= 93.5%
𝐻−𝐹
Kadar Abu ( % ) = X 100 %
𝐺
30.45−30.57
= X 100 %
2
=6%
BO = BK - Kadar ABU %
= 93.5% - 6%
= 87.5 %

DOKUMENTASI

1. Wafer
Limbah Sebelum Diolah

25
Proses Pengeringan

26
Proses Penimbangan Bahan

27
Proses Pencampuran Semua Bahan Wafer dan Pencetakan

Prose Pengamatan pada Setia Parameter

a. Kerapatan Wafer

28
b. Berat Jenis

c. Ketahanan Benturan

29
d. Penyusuran Berat

2. Jamur

30
3. Amoniasi

31

Anda mungkin juga menyukai