Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS LIMBAH PERTANIAN SEKAM PADI MELALUI

PENERAPAN TEKNOLOGI AMONIASI FERMENTASI

Usulan Pelaksanaan Penelitian


Oleh :
Feronika Mei Figaliah / 185050100111207

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri peternakan di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar, akan tetapi
tingginya harga pakan serta ketersediaannya yang kurang stabil menjadi penghambat
untuk perkembangan industri peternakan. Pakan merupakan faktor utama dan menjadi
kendala dalam upaya peningkatan dan pengembangan usaha peternakan karena
kurangnya ketersedia sumber pakan dengan harga yang layak dalam jumlah yang cukup
sepanjang tahun. Hal ini disebabkan ada masa dimana bahan pakan itu sulit untuk
didapatkan karena bebrapa faktor salah satunya musim. Selain itu, adanya persaingan
antara bahan pangan manusia dan pakan ternak dapat mempengaruhi ketersediaan pakan
ternak. Usaha yang bisa dilakukan adalah mencari bahan pakan alternatif yang tidak
bersaing dengan kebutuhan manusia.
Strategi yang tepat untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan membuat pakan
alternatif dari bahan yang memiliki harga yang rendah serta kontinyuitas yang stabil.
Pemanfaatan limbah industri pertanian adalah salah satu cara untuk mencari sumber
bahan pakan alternatif untuk ternak. Dimana limbah pertanian merupakan hasil samping
dari pertanian yang mana sebagian besar nutrisi dalam tanaman sudah diambil untuk
kebutuhan manusia. Kendala dari limbah pertanian adalah rendahnya nilai nutrisi dan
kualitas serta terdapatnya zat anti nutrisi. Bahan baku yang mempunyai potensi besar
sebagai pakan adalah limbah dan hasil samping dari usaha pertanian seperti jerami, dedak
dan sekam padi.
Sekam padi merupakan hasil sampingan daripada penggilingan padi yang hasil
utamanya adalah beras. Produksi padi di provinsi Jawa Timur lebih kurang sebanyak
13,06 juta ton pertahun dengan sekam yang dihasilkan sekitar 18% atau sebanyak 2,34
juta ton (BPS, 2017). Sekam padi mempunyai potensi menjadi bahan pakan karena: (1)
Produksinya tinggi, (2) Penggunaannya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, (3)
Masih belum banyak dipergunakan untuk tujuantujuan lain yang lebih bernilai ekonomi
sehingga hanya terbuang atau dibakar langsung, (4) Keberadaannya terkonsentrasi pada
tempat tertentu (di pabrik penggilingan padi) sehingga memudahkan pengumpulannya,
(5) Kontinuitas ketersediaan terjamin karena seiring dengan produk utamanya berupa
beras (Telew, dkk 2013).
Kendala utama dari sekam padi sebagai salah satu bahan pakan yaitu nilai
nutritifnya rendah, ditandai oleh kandungan serat kasar tinggi, protein dan energi rendah.
Penggunaan sekam padi secara langsung atau sebagai pakan tunggal tidak dapat
memenuhi asupan yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Sekam padi memiliki
kandungan protein hanya sekitar 1,92% dan serat kasar sebesar 37,33% (Telew et al,
2013). Rendahnya kandungan protein dan tingginya kandungan serat kasar pada sekam
padi menyebabkan penggunaan sekam padi sebagai pakan alternatif belum optimal. Oleh
karena itu perlu dilakukan suplementasi pada proses pengolahan limbah pertanian
menjadi bahan pakan tambahan.
Fermentasi (Amoniasi fermentasi) merupakan salah satu upaya dalam peningkatan
kualitas bahan pakan ternak. Secara biokimia, fermentasi merupakan pembentukan energi
melalui senyawa organik, sedangkan aplikasi ke dalam bidang industri diartikan sebagai
proses mengubah bahan dasar menjadi produk oleh massa sel mikrobia. Dan proses

1
fermentasi dapat terjadi jika ada kontak antara mikroorganisme penyebab fermentasi
dengan subtrat organik yang sesuai (Hastuti et al, 2011). Selain itu, dengan teknologi
amoniasi, serat-serat sekam padi menjadi lunak (proses swollen) sehingga serat menjadi
lebih mudah untuk disusupi mikroba rumen dan kemudian mudah didegradasi (Akmal et
al, 204). Oleh sebab itu, terjadinya peningkatan kecernaan limbah sekam padi tidak hanya
melalui proses fermentasi oleh mikroba tetapi juga disebabkan oleh proses hidrolisis basa
lemah (amoniasi).
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh lama fermentasi dan kombinasinya terhadap komposisi kimia dan kecernaan
sekam padi. Menggunakan teknologi pengolahan pakan berbasis limbah pertanian
dengan pengolahan secara amoniasi fermentasi diharapkan meningkatkan kualitas sekam
padi. Dapat menambah nilai nutrisi dan menurunkan kadar serat kasar yang ada pada
sekam padi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan
kegiatan penelitian adalah:
a. Bagaimana pengaruh jumlah penambahan urea dan lama pemeraman
terhadap kandungan BK, PK, SK, LK, dan Abu pada sekam padi dengan
penerapan teknologi amoniasi fermentasi
b. Bagaimana lama pemeraman paling baik untuk mendapatkan hasil nutrisi
yang sesuai
C. Tujuan
Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penambahan urea lama pemeraman
terhadap kandungan BK, PK, SK, LK, dan Abu pada sekam padi
dengan penerapan teknologi amoniasi fermentasi
b. Bagaimana lama pemeraman paling baik untuk mendapatkan hasil nutrisi
yang sesuai
D. Manfaat
Manfaat penelitian adalah memperoleh pengaruh penambahan urea dan
perlakuan lama peram yang terbaik dalam proses fermentasi sekam padi terhadap
peningkatan kualitasnya ditinjau dari kecernaan dan protein total. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi cara meningkatkan kualitas sekam padi
sebagai pakan alternatif untuk ternak dengan teknologi amofer, mengatasi kesulitan
pakan berkualitas utamanya pada musim kemarau saat paceklik pakan, serta dapat
membantu sanitasi lingkungan.

2
E. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dari penelitian ini adalah :

F. Hipotesis
a). Terdapat pengaruh lama amoniasi dan fermentasi sekam padi menggunakan
Effective Microorganisms-4 (EM-4) dibandingkan dengan sekam padi tanpa
perlakuan terhadap kandungan BK, PK, SK, LK, dan Abu.
b). Perlakuan terbaik terdapat pada amoniasi kulit kopi menggunakan urea 6%
dan lama waktu 72 jam

3
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sekam Padi
Sekam padi merupakan kulit padi yang terpisah dari butir beras. Sekam padi
diperoleh dari proses penggilingan padi, kulit padi akan terpisah dari butir beras dan
menjadi bahan sisa atau hasil samping penggilingan padi. Hasil samping (sekam padi)
yang dihasilkan cukup berlimpah karena beras merupakan makanan pokok masyarakat
Indonesia (Partama et al., 2018). Menurut Badan Pusat Stastistik (2017) produksi padi di
provinsi Jawa Timur saja lebih kurang sebanyak 13,06 juta ton pertahun dengan sekam
yang dihasilkan sekitar 18% atau sebanyak 2,34 juta ton.
Sekam padi dapat digolongkan sebagai bahan pakan alternatif. Sekam padi
mempunyai potensi menjadi bahan pakan karena: (1) Produksinya tinggi, (2)
Penggunaannya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, (3) Masih belum banyak
dipergunakan untuk tujuantujuan lain yang lebih bernilai ekonomi sehingga hanya
terbuang atau dibakar langsung, (4) Keberadaannya terkonsentrasi pada tempat tertentu
(di pabrik penggilingan padi) sehingga memudahkan pengumpulannya, (5) Kontinuitas
ketersediaan terjamin karena seiring dengan produk utamanya berupa beras (Telew, dkk
2013).
Kecernaan yang rendah pada sekam padi merupakan akibat dari struktur jaringan
penyangga tanaman yang sudah tua. Jaringan tanaman ini sudah mengalami proses
lignifikasi, sehingga lignoselulosa dan lignohemiselulosa sulit dicerna. Untuk
mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan jasa mikroba melalui
proses bioteknologi fermentasi. Rahmawati (2014) menyatakan bahwa hemiselulosa
dapat dihidrolisis oleh enzim pencerna serat. Hemiselulosa merupakan kelompok
polisakarida heterogen dengan berat molekul rendah dan relatif lebih mudah
dihidrolisis dengan asam menjadi monomer yang mengandung glukosa, mannosa,
galaktosa, xilosa dan arabinosa. Said (1996) menyatakan bahwa hemiselulosa dapat
difermentasi oleh beberapa mikroorganisme yang mampu menggunakan gula pentosa
sebagai substratnya.

B. Amoniasi Fermentasi
- Amoniasi
Amoniasi yaitu suatu cara pengolahan limbah pertanian dengan menggunakan
urea. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan ikatan-ikatan
lignin, selulosa, dan silika yang terdapat pada bahan pakan, karena lignin, selulosa,
dan silika merupakan faktor penyebab rendahnya daya cerna bahan pakan (Liptan,
2000). Proses amoniasi berfungsi untuk merenggangkan ikatan serat dan memutus
sebagian ikatan selulosa dengan lignin, yang kemudian akan didegradasi lebih
lanjut dalam proses fermentasi (Komar, 1984). Dalam proses amoniasi, amoniak
berperan untuk menghidrolisis ikatan lignin selulosa, menghancurkan ikatan lignin
hemiselulosa dan memuaikan serat selulosa sehingga memudahkan penetrasi enzim
selulase dan meningkatkan kadar nitrogen sehingga kandungan protein kasar
meningkat (Komar, 1984).
Melalui teknologi amoniasi, serat-serat jerami padi menjadi lunak (proses
swollen) sehingga serat menjadi lebih mudah untuk disusupi mikroba rumen dan
4
kemudian mudah didegradasi. Proses amoniasi akan menyebabkan terjadinya
fiksasi nitrogen (N) ke dalam jaringan jerami padi dan nitrogen yang terfiksasi ini
nantinya akan terukur sebagai protein kasar. Menurut Komar (1984), kenaikan kadar
protein kasar yang diamoniasi dengan urea adalah sebagai akibat dari adanya
ammonia hasil hidrolisis urea yang terfiksasi ke dalam jaringan serat dan nitrogen
yang terfiksasi akan terukur sebagai protein kasar. Menurut Granzin dalam Pertiwi
(2015) amoniasi menggunakan urea dapat meningkatkan kandungan nitrogen pakan
untuk memenuhi kebutuhan nitrogen bagi perkembangan mikrobia rumen.
Penerapan teknologi amoniasi pada limbah pertanian juga dapat menurunkan
kadar serat kasar. Penurunan serat kasar ini juga terjadi oleh karena adanya proses
amoniasi yang dapat menyebabkan perubahan sruktur dinding sel. Perubahan
stuktur dinding sel ini disebabkan oleh adanya proses hidrolisis dari urea yang
mampu memecah ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa serta melarutkan
silika dan lignin yang terdapat dalam dinding sel bahan pakan berserat (Komar,
1984). Hal ini sesuai dengan pendapat Sundstol dan Owen (1984) yang mengatakan
bahwa urea dapat melonggarkan ikatan lignoselulosa sehingga membengkak dan
bagian kristal berkurang. Hal ini memudahkan penetrasi enzim yang dihasilkan oleh
bakteri dan jamur sehingga akibatnya akan meningkatkan kecernaan bahan kering,
bahan organik, dinding sel dan TDN.
Pada prinsipnya daya kerja alkali adalah memutuskan sebagian ikatan antara
selulosa dan hemiselulosa dengan lignin dan silika, merombak struktur dinding sel
melalui pengembangan jaringan serat yang pada gilirannya memudahkan penetrasi
enzim mikroorganisme (Komar, 1984). Selanjutnya Sungkono (1991) menyatakan
bahwa perlakuan alkali dapat melarutkan lignin dan selulosa jerami padi.
Kualitas amoniasi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti asal atau bahan
pakan, temperatur penyimpanan, kepadatan dan kondisi an-aerob pada proses
amoniasi berlangsung. Kecernaan bahan kering meningkat seiring dengan perlakuan
peningkatan lama waktu pemeraman. Semakin semakin lama waktu pemeraman,
nilai KcBK semakin meningkat (Pprastyawan, 2012).

- Fermentasi
Fermentasi yaitu suatu proses an-aerob dengan memanfaatkan campuran
beberapa bakteri seperti proteolitik, selulotik, lipolitik dan lignolitik. Fermentasi
berjalan akibat adanya aktivitas mikroorganisme yang menghasilkan enzim selulase
yang berfungsi untuk menguraikan senyawa kompleks dari substratnya. Tanuwijaya
(1987) dalam Amin et al. (2016) menyatakan bahwa degradasi secara biologis pada
saat proses fermentasi merupakan salah satu cara mengubah bahan yang
mengandung komponen serat seperti selulosa dan lignin menjadi bahan berguna
seperti monosakarida, disakarida atau selobiosa.Winarno et al. (1980) menyatakan
bahwa bahan pakan yang mengalami fermentasi mempunyai nilai gizi yang lebih
tinggi, karena adanya mikrobia yang mempunyai sifat katabolik terhadap komponen
organik kompleks, sehingga akan mengubahnya menjadi komponen sederhana.
Proses katabolik tersebut timbul karena adanya aktivitas beberapa enzim yang
dihasilkan oleh mikrobia Rataan serat kasar secara keseluruhan mengalami
penurunan sejalan dengan semakin lamanya waktu fermentasi. Dalam pelaksanaan
fermentasi, lama waktu fermentasi merupakan salah satu faktor yang harus
5
diperhatikan. Lama waktu fermentasi yang singkat mengakibatkan terbatasnya
kesempatan dari mikroorganisme untuk terus berkembang, sehingga komponen
substrat yang dapat dirombak menjadi massa sel juga akan sedikit, tetapi dengan
waktu yang lebih lama berarti memberi kesemptan bagi mikroorganisme untuk
tumbuh dan berkembang biak (Fardiaz, 1992). Semakin lama waktu fermentasi
maka semakin banyak zat makanan yang dirombak seperti bahan kering dan bahan
organik.
Penelitian Rahmawati (2014) menyatakan bahwa enzim selulase
merupakan salah satu enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang berfungsi
untuk mendegradasi selulosa menjadi glukosa. Widayati dan Widalestari (1996)
menyatakan bahwa dalam proses fermentasi, mikroba dapat memecah komponen
yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana agar mudah dicerna oleh
ternak, serta dapat memecah selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana dan
turunannya yang mudah dicerna. Menurut Judoamidjoj et al. (1989), mikroba yang
dimasukkan ke dalam medium baru tidak akan segera tumbuh dan waktu generasinya
masih lambat, hal ini tergantung spesies dan umur mikroba, substrat serta faktor
lingkungan pertumbuhan. Peningkatan lama fermentasi menyebabkan
meningkatnya kesempatan mikroba untuk melakukan petrumbuhan dan fermentasi
sehingga semakin lama fermentasi maka kesempatan untuk mendegradasi serat
kasar semakin tinggi. Dengan demikian semakin lama fermentasi maka serat kasar
semakin menurun. Menurut Mirwandhono, et al. (2006) bahwa pertumbuhan
mikroba telah mencapaifase pertumbuhan eksponensial maka laju pertumbuhan
populasinya mulai mengalami penurunan.

6
MATERI DAN METODE

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada 28 Maret 2021 sampai dengan 28 Mei 2021 di
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya,
Malang, Jawa Timur

B. Materi Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sekam padi yang diperoleh
dari tempat selep padi yang berada di Desa Ampeldento Kecamatan Karang Ploso Kota
Malang, biostarter komersial sebagai starter fermentasi (Biofad) dan urea yang
diperoleh dari toko kimia Merjosari Malang. Peralatan yang digunakan adalah plastik,
ember, parang, stoples, termometer, indikator universal, inkubator, timbangan, serta
satu unit peralatan untuk analisis proksimat.
Tabel 1. Kandungan nutris dari sekam padi sebelum perlakuan
Kandungan Nutrisi Jumlah
Protein Kasar (%) 3,1
Lemak Kasar (%) 2,7
Abu (%) 17,5
Serat Kasar (%) 35
BETN (%) 29,2

C. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental berdasarkan Rancangan Acak
Lengkap. Penelitian ini menggunakan metode percobaan laboratorium dengan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial. Faktor pertama adalah
pemberian urea yang berbeda, yaitu 0%, 2 %, 4 % dan 6 %, faktor kedua ialah waktu
inkubasi, yaitu inkubasi 0 jam, inkubasi 48 jam, inkubasi 72 jam, dan inkubasi 96 jam
yang masing-masing perlakuan diulang 3 kali.
a. Perlakuan
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini ialah :
L0: 0% urea W0: inkubasi 0 jam
L1: 2 % urea W1: inkubasi 48 jam
L2: 4 % urea W2: inkubasi 72 jam
L3: 6 % urea W3:inkubasi 96 jam
b. Variabel yang diamati
Bahan Kering (BK), Abu, Protein Kasar (PK), Serat Kasar (SK), dan Lemak Kasar
(LK).

7
c. Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) dari Rancangan
Acak Lengkap pola tersarang dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan. Apabila terjadi
pengaruh perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD).
d. Analisis Bahan Kering
Analisis Kadar Bahan Kering Keringkan terlebih dahulu cawan porselen
dalam oven dengan suhu 105°C selama 1 jam, setelah dikeringkan cawan
ditempatkan dalam desikator selama 15 menit. Timbang dan catat berat cawan.
Timbang sampel dalam cawan dan catat berat sampel (y gram). Cawan beserta
sampel dieringkan dalam oven dengan suhu 150°C selama 3 – 24 jam atau sampai
dengan penyusutan berat tetap (konstan). Tempatkan cawan beserta sampel dalam
desikator selama 15 menit. Cawan beserta sampel ditimbang dan dicatat beratnya
(z gram) dan dihitung dengan rumus berikut :

(� + �) −
����� ��� = × 100%

Kadar bahan kering diperoleh dari pengurangan 100% berat sampel – kadar air.

e. Analisis Protein Kasar


Timbang sampel 0,50 gram masukan kedalam labu kjeldhal dan catat berat
sampel. Tambahkan katalisator (kjeldhal tablet) 2,5 gram atau 0,5 butir.
Tambahkan 10 ml Sulfuric Acid (H2SO4) 95 – 97% kedalam labu kjeldhal.
Lakukan distruksi pada alat kjeldha digestion apparatus hingga sampel dalam labu
kjeldhal menjadi bening. Hasil distruksi di homogenkan dengan 50 ml aquades,
setelah dihomogenkan diambil 10 mldan kemudian dimasukkan dalam alat
destilasi. Tambahkan 10 ml NaOH 45 % kedalam alat destilasi dan lakukan
destilasi. Destilassi ditampung dengan erlenmeyer 50 ml yang didalam erlemeyer
sudah ada asam borac 4 % dan tetes mix indikator (campuran metil red dan broom
gresol green) hingga mencapai tanda batas. Hasil destilasi dititrasi dengan asam
sulfat 0,1 N hingga berubah warna dan dicatat banyaknya volume asam sulfat 0,1
N yang digunakan untuk titrasi (angka titrasi), dan dihitung dengan rumus berikut :

0,1 N × angka titrasi × 0,014 × 6,25 × 5


Protein Kasar = × 100%
berat sampel

f. Analialisisn Serat Kasar


Timbang sampel 2 gram dalam beker glass 600 ml dan catat berat sampel (w
gram). Tambahkan 50 ml H2SO4 1,25% dalam beker glass yang sudah terisi
sampel. Lakukan perebusan selama 30 menit diatas Crude Fiber Ekstraktor.
Tambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan lakukan perebusan kembali selama 30

8
menit selanjutnya diatas Crude Fiber Ekstraktor. Residu dalam beker glass
disaring dengan kertas saring yang sudah diketahui beratnya (x gram) dalam
corong Buchner dengan bantuan pipa hisap (vaccum) . Residu yang tidak lewat
kertas saring dibilas dengan 50 ml H2SO4 kemudian dengan 50 ml aquades panas
dan selanjutnya dengan 50 ml ethanol 96%. Residu dibungkus dengan kertas
saring dan di masukkan dalam cawan porselen, kemudian dikeringkan dalam oven
pengering pada suhu 105°C selama 2,5 jam. Setelah dikeringkan, residu berserta
cawan porselen ditempatkan dalam desikator selama 15 menit dan kemudian
ditimbang (y gram). Setelah ditimbang, cawan beserta residu dilakukan
pembakaran dalam tanur suhu 550°C selama 2 jam (sampai residu menjadi abu).
Setelah pembakaran, cawan beserta abu ditempatkan dalam desikator selama 15
menit kemudian ditimbang (z gram), dan dihitung dengan rumus berikut :

�−�−�
����� ��� = × 100%

g. Analisis Kadar Abu


Cawan porsele dikeringkan dalam oven suhu 150°C selama 1 jam dan
tempatkan cawan dalam desikator selama 15 menit. Cawan porselen ditimbang
dengan timbangan analitik dan catat berat cawan (x gram). Timbang 2 gram
sampel dalam cawan porselen dengan menggunakan timbangan analitik dan catat
berat sampel (y gram). Lakukan pembakaran sampel dan cawan dalam tanur pada
suhu 550°C selama 2 jam atau sampai proses pembakaran sempurna. Setelah
selesai proses pembakaran,matikan tanur dan tunggu hingga suhu tanur turun.
Cawan porselen beserta residu sisi pembakaran dalam cawan ditempatkan dalam
desikator selama 15 menit. Cawan beserta residu ditimbang dengan timbangan
analitik dan dicatat beratnya (z gram), dan dihitung dengan rumus berikut :

�−�−�
����� ��� = × 100%

h. Analisis Lemak Kasar


Beaker glass khusus LK dikeringkan dalam oven suhu 150°C selama 1 jam
dan tempatkan beaker glass dalam desikator selama 15 menit, kemudian
ditimbang dan dicatat sebagai berat (z gram). Ditimbang sampel dan dimasukkan
ke dalam kertas saring dan catat sebagai berat (x gram). Dimasukkan sampel ke
dalam slongson S dan dimasukkan eter ke dalam beaker glass sebanyak 50 ml.
kemudian di ekstraksi menggunakan alat alat ekstraktor goldfish selama 4 jam.
Diambil sampel dan diektrak kembali eter menggunakan labu khusus penangkap
eter. Dioven menggunakan oven vakum 80° selama 1,5 jam dan tempatkan beaker
glass ke dalam desikator. Ditimbang bekerglass dan dicatat sebagai (y gram), dan
dihitung dengan rumus berikut :

9
�−�
����� ��� = × 100%

i. Jadwal Kegiatan
Jadwal kegiatan Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya yang
dilaksanakan seperti yang tertera pada Tabel

Minggu ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5
1 Penyusunan Rancangan Penelitian √
2 Konsultasi dan Pembimbingan Penelitian √ √

3 Penelitian √ √ √ √
4 Penulisan Laporan dan Evaluasi Kegiatan √ √ √

10

Anda mungkin juga menyukai