Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGELOLAAN LIMBAH PETERNAKAN 2021

Disusun Oleh:
AHMAD MUNTAKOBIN SAH
185050107111010
D

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Laporan Praktikum
Pengelolaan Limbah Peternakan 2021 ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pengelolaan Limbah Peternakan. Selain itu, laporan ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang pengelolaan limbah bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami menyadari, bahwa laporan yang saya buat ini masih jauh dari kata
sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh karena itu,
saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pembaca
guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Malang, 23 April 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................................................... 1
Daftar Isi.............................................................................................................. 2

Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 3
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 3
1.3 Tujuan .................................................................................................... 4

Bab 2 Pembahasan

2.1 Produksi Gas (Purifikasi Biogas) ........................................................... 5


2.2 Pengelolaan Anaerob (LOUGB Sebagai Media Lalat) .......................... 6
2.3 Pengomposan ......................................................................................... 8
Bab 3 Penutup
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 10
3.2 Saran ...................................................................................................... 11
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 12

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan
jumlah mencapai 16 ribu lebih pulau pulau kecil yang mengitari dari ujung ke
ujung Indoneisa, dengan berbagai kepulauan yang masih memiliki posisi
geografis yang sangat strategis. Tak hanya keindahan pulau, Indonesia juga
memiliki daratan yang sangat luas yang mencapai mencapai sekitar 2,012 juta
km2 dimana segi kekayaan alam maupun lingkungan dapat dimanfatkan
dalam mendukung pembangunan ekonomi masyarakat Indonesia.
Pembangunan ekonomi juga di bingkai dengan berbagai bidang salah satunya
yaitu peternakan. peternakan di Indonesia juga turut membingkai peningkatan
perekonomian masyarakat di Indonesia, tak hanya dari segi produk
penggemukan ternak, produk penghasilan dari peternakan, namun juga
limbah peternakan yang turut dapat dimanfaatkan sebagai sumber produk
maupun penghasilan yang lain.
Limbah peternakan merupakan satu dari beberapa permasalahan
yang ada di Indonesia yang sering menimbulkan masalah terhadap
lingkungan sekitar. Masalah tersebut akan mengganggu kenyamanan
masyarakat sekitar wilayah peternakan. Biasanya gangguan yang ada yaitu
berbentuk bau tak sedap yang ditimbulakn oleh gas. Gas yang muncul
biasanya gas amoniak (NH3) dan gas Hidrogen Sulfida (H2S), Kedua gas
tersebut dalam konsentrasi tertentu akan mengganggu ternak dan
peternaknya. Ternak yang menghirup kedua gas tersebut akan mengalami
gangguan pada saluran pernafasan yang mengakibatkan ternak menjadi lebih
peka terhadap serangan penyakit.
Sebuah permasalahan pasti memiliki sebuah solusi untuk
mengatasi nya, dari beberapa permasalahan yang ada seperti halnya Biogas
yang merupakan bahan bakar yang murah lagi ramah lingkungan, karena
biogas diolah dari limbah organik seperti kotoran maka perlu dilakukan
pemanfaatan limbah organic. Pemanfaatan limbah organih sebagai bahan
baku biogas tentu akan memberikan efek ganda dalam menyediakan energi
yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan dan dapat menciptakan
lingkungan peternakan yang lebih bersih dan sehat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Purifikasi Gas ?
2. Menggunakan metode apa dalam Proses pembentukan purifikasi gas ?
3. Apa yang dimaksud LOUGB ?
4. Bagaimana metode pembuatan LOUGB sebagai media alat ?
5. Bagaimana proses mikrobiologi dalam pengomposan?

3
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui purifikasi gas
2. Untuk mengetahui metode yang digunakan dalam proses pembentukan
purifikasi gas
3. Untuk mengetahui LOUGB
4. Untuk mengetahui pembuatan LOUGB sebagai media alat
5. Untuk mengetahui proses mikrobiologi dalam pengomposan

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Produksi Gas (Purifikasi Biogas)
Menurut Indrawati dan Joko (2019) menjelaskan bahwa purifikasi
biogas merupakan pemurnian atau pemisahan komponen komponen di
dalamnya. Pemanfaatan limbah organik sebagai bahan baku biogas tentu
akan memberikan efek ganda dalam menyediakan energi yang dapat
diperbaharui, ramah lingkungan dan dapat menciptakan lingkungan
peternakan yang lebih bersih dan sehat. Kemurnian dari CH4 yang
dihasilkan oleh biogas akan menjadi sangat penting, dikarenakan CH4
tersebut akan sangat berpengaruh terhadap nilai kalor yang dihasilkan.
Sehingga CH4 yang dihasilkan perlu dilakukan pemurnian terhadap
impuritas– impuritas yang lain. Impuritas yang sangat berpengaruh
terhadap nilai kalor pada biogas adalah CO2, keberadaan CO2 dalam
biogas sangat tidak diharapkan, hal ini dikarenakan semakin tinggi kadar
CO2 dalam biogas maka akan semakin menurunkan nilai kalor CH4 yang
sangat mengganggu dalam proses pembakaran.
Menurut Firman, dkk (2019) proses pembuatan purifikasi gas yaitu
menggunakan metode water scrubber untuk diteliti karena merupakan
metode yang paling efektif, serta mudah dilakukan di daerah rural. Air
adalah pelarut CO2 yang baik. Kelarutan CO2 di air dipengaruhi oleh
variasi tekanan dan temperatur. Teknologi water scrubber merupakan
suatu metode penyerapan untuk memisahkan CO2 dari aliran gas. Selain
CO2, water scrubber juga dapat memisahkan H2S dan NH3. Untuk
mengetahui efektivitas dari metode water scrubber, maka dipilih 2 (dua)
model untuk diteliti yakni metode spray water scrubbing (water scrubber)
dan metode water bubbling. Dari kedua metoda tersebut kemudian dibuat
kombinasinya, sehingga secara keseluruhan ada 4 (empat) metoda
purifikasi. Prinsip dari metode water scrubber adalah mengkontakkan
biogas dengan percikan air dengan membuat luas permukaan kontak
semaksimal mungkin. Kandungan CO2 yang tinggi pada biogas akan
diikat oleh air, sehingga persentase gas metana pada biogas menjadi naik.
Sedangkan prinsip metode water bubbling adalah melewatkan biogas
pada genangan air, sehingga CO2 juga diikat oleh air.
Menurut Hernandez, et al (2011) berpendapat bahwa Biogas dari
tempat pembuangan sampah adalah bahan bakar terbarukan yang kuat
yang dapat digunakan sebagai bahan baku bahan bakar sistem sel.
Namun, harus dimurnikan dari senyawa belerang dan halogenasi spesies,
yang beracun untuk sel bahan bakar dan katalis reformasi.

5
Menurut Juarez, et al (2018) berpendapat bahwa memurnikan
biogas dari instalasi biogas skala kecil dengan menjebak CO2 dan H2S
dengan abu biomassa yang tersedia secara regional. Pembangkit listrik
tenaga biogas yang ada Abu kayu ditempatkan pada container berukuran
1 m3 sebagai perangkap CO2 dan H2S pada biogas. Dengan kondisi
proses yang dipilih, selama beberapa jam CO2 terperangkap sehingga
menghasilkan murni metana. Penghapusan H2S lebih tahan lama (hingga
34 hari). Serapan H2S kumulatif oleh abu biomassa berkisar antara 0,56
sampai 1,25 kg H2S per ton abu. Dari hal ini dapat diketahui bahwa abu
biomassa dapat digunakan untuk menghilangkan hidrogen sulfida dari
biogas di instalasi biogas kecil dan menengah.
Menurut Sigot, et al (2014) berpendapat bahwa Biogas dapat
digunakan sebagai bahan bakar untuk konversi listrik. Namun, senyawa
silikon organik mudah menguap (termasuk siloksan) dalam biogas
menyebabkan kerusakan parah pada mesin pembakaran atau sel bahan
bakar oksida padat. Sehingga perlunya pemurnian biogas, penghilangan
octamethylcyclotetrasiloxane (D4) dan silica gel (SG) terbukti paling
efisien agar tidak menyebabkan kerusakan pada mesin pembakar.

2.1 Pengelolaan Anaerob (LOUGB Sebagai Media Lalat)


Menurut Junus, dkk (2014) menjelaskan bahwa Lumpur organik
unit gas bio (LOUGB) merupakan limbah unit gas bio berupa bahan
organik yang siap dimanfaatkan untuk kehidupan lebih lanjut. LOUGB
yang dipisahkan dari padatan akan menjadi pupuk cair yang siap
digunakan sebagai penyubur tanaman darat dan air.
Menurut Junus, dkk (2014) berpendapat bahwa Proses produksi
gas bio terjadi di dalam tangki pencerna (digester) dengan bahan baku dari
limbah organik terutama limbah ternak dan sisanya berupa lumpur organik
(LO). Lumpur organik unit gas bio (LOUGB), merupakan limbah unit gas
bio, berupa bahan organik yang siap dimanfaatkan untuk kehidupan
makhluk lebih lanjut. LOUGB yang dipisahkan menjadi padatan dapat
berupa bahan pakan ternak dan yang cairan sebagai pupuk cair yang siap
digunakan sebagai penyubur tanaman darat dan air. Dalam pembuatan
media alat tersebut, Alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Dua unit gas bio.
2. Bloom atau tong plastik sebagai penampung calon pupuk cair
LOUGB,
3. Aerator atau pemasok udara,
4. Penyaring yang terbuat dari kasa plastik dan
5. Kit analisis unsur hara.
Sedangkan untuk Bahan yaitu :

6
1. Limbah ternak sapi perah,
2. Air sumur,
3. LOUGB,
4. Calon pupuk cair organik dari LOUGB.
5. Udara bebas

Pelaksanaannya yaitu :
1. Disiapkan cairan LOUGB
2. Pupuk cair yang didapatkan dari hasil penyaringan LOUGB
dimasukan dalam tong bekas cat tembok.
3. Pupuk cair di dalam tong siap untuk diperlakukan sesuai dengan
perlakuan yang dicobakan.
4. Perlakuan yang dicobakan adalah pupuk cair LOUGB original (tanpa
aerasi) yang ditambah aerasi dan silika, serta diperam dengan waktu
yang berbeda.
Adapun rincian perlakuan yang dilakukan adalah
P1 = pupuk cair LOUGB original (tanpa aerasi),
P2 = pupuk cair LOUGB original dengan aerasi,
P3 = pupuk cair original LOUGB dengan aerasi dan silika serta
P4 = pupuk cair LOUGB original dengan silika, sedangkan lama
pemeraman masing-masing perlakuan dalam tong selama 1, 2, 3, 4
dan 7 hari.
5. Pelaksanaan LOUGB yang keluar dari tangki pencerna ditampung
dalam kolam penampung, kemudian dialirkan ke dalam kolam
oksidasi.
6. LOUGB yang terdapat di kolam oksidasi selanjutnya disaring untuk
memisahkan cairan dan padatan. Cairan yang di peroleh ditampung
dalam tong bekas cat tembok

Menurut Aichinger, et al (2015) berpendapat bahwa Uji potensi


bio-metana menggunakan whey sebagai model co-substrat menunjukkan
diversifikasi dan intensifikasi proses penguraian anaerobik yang
menghasilkan peningkatan sinergis dalam lumpur limbah methanisasi. Hal
ini ditunjukan dengan penambahan substrat organik hingga 94% dari
beban lumpur organik mengakibatkan produksi biogas meningkat tiga kali
lipat.
Menurut Sung, et al (2017) bahwa Biogas diproduksi
melalui anaerobic digester (AD) dengan cara memecahkan kandungan
organik pada limbah TPA, lumpur limbah, limbah makanan, akan
menghasilkan metana dan karbon dioksida, yang dapat langsung
digunakan untuk pemanasan, atau dapat mengisi peran gas alam seperti
pada bahan bakar kendaraan setelahnya

7
menggosok karbon dioksida dan sulfur oksida. Selain itu LUOGB ini
dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sesuai dengan sistem substitusi
yang diterapkan dan bisa menjadi solusi lain untuk diversifikasi sumber
daya energi nasional.
Menurut Shehu, et al (2012) bahwa Penguraian anaerobik adalah
proses multi-tahap yang melibatkan hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis,
dan metanogenesis. Hidrolisis merupakan langkah pembatas laju dalam
anaerobik keseluruhan proses pencernaan. Komponen organik dari dinding
sel keras termasuk selulosa, hemiselulosa, lignin, senyawa protein dan
lipid menyebabkan pencernaan anaerobik menjadi lambat dan
menyebabkan waktu retensi yang relatif tinggi sekitar 20-50 hari serta
efisiensi degradasi keseluruhan yang rendah sekitar 20-50% pada
pencernaan mesofilik. Untuk mengatasi masalah tersebut, proses
disintegrasi digunakan sebagai salah satu bentuk pretreatment untuk
meningkatkan proses pencernaan anaerobik dan untuk meningkatkan hasil
dari biogas.

2.3 Pengomposan
Menurut Kurnia, dkk (2017) berpendapat bahwa Pengomposan
secara Ekologi adalah proses dekomposisi dimana substrat terus menerus
dipecah oleh populasi organisme. Hal ini dimulai dengan cara pemecahan
molekul kompleks dalam substrat baku menjadi bentuk yang lebih
sederhana oleh mikroba. Produk dari pengomposan adalah kompos. Salah
satu bahan yang ditambahakan dalam proses pengomposan adalah Mol
Tetes. Tetes tebu merupakan limbah dari industri gula yang apabila tidak
adanya pemanfaatan dengan baik limbah ini akan terbuang begitu saja,
maka dilakukan pemanfaatan tetes tebu menjadi MOL (Mikoroorganisme
Lokal), yang mana MOL ini akan digunakan sebagai bioaktivator dalam
proses pengomposan.
Menurut Widyastuti (2013) berpendapat bahwa proses
mikrobiologi dalam pengomposan berprinsip bahwa mikroorganisme yang
berperan dalam dekomposisi aerobik adalah bakteri, fungi, yeast, dan
actinomycetes. Mula-mula bahan yang dikomposkan naik suhunya sebagai
akibat dilepaskannya energi serta degredasi sampah organik dan gula yang
dapat dirubah menjadi humus. Bila suhu naik diatas 45- 500C, organisme
mesofilik akan mulai berkuasa. Organisme-organisme ini akan berkuasa
pada 550C yang menjadi suhu optimum bagi organisme ini. Bakteri-
bakteri dan octinomycetes tertentu biasa dijumpai pada suhusuhu ini.
Dalam keadaan normal, stabilisasi lebih cepat pada susunan thermofilik
dibanding pada keadaan mesofilik.
Menurut Cerda, et al (2018) mengatakan bahwa Penetapan
nilai material dalam pengomposan biasanya dilakukan melalui proses

8
biologis seperti pengomposan dan pencernaan anaerobik. Kedua proses
tersebut didasarkan pada degradasi biologis bahan organik dan terjadi di
bawah kondisi aerobik dan anaerobik. Kompos merupakan komponen
organik, adalah produk akhir dari proses pengomposan. Biogas, yang
terdiri dari campuran gas-gas terutama metana (CH4) dan karbon dioksida
(CO2), merupakan produk akhir dari proses pencernaan anaerobik.
Menurut Barrena, et al (2014) mengatakan bahwa
pengomposan dari rumah dan industri tidak memiliki perbedaan signifikan
dalam parameter kimia terkait dengan penggunaan agronomi sejenisny
seperti kandungan bahan organik dan nutrisi. Namun, ada perbedaan yang
signifikan pada beberapa kandungan logam yaitu Kandungan beberapa
logam lebih tinggi di kompos industri daripada kompos rumahan. Isi Cu,
Ni dan Zn dari kompos industry lebih tinggi daripada kompos rumahan.
Menurut Caceres, et al (2018) berpendapat bahwa karbon,
nitrogen adalah elemen utama selam proses pengomposan. Hal ini karena
berkaitan dengan perkembangan mikroba. Nitrogen dalam bahan baku
hadir terutama dalam bentuk organic. Proses utama yang dapat terjadi
selama pengomposan meliputi:
a. Ammonifikasi yaitu kehilangan NH3 oleh penguapan dalam gas atau
kondensat,
b. imobilisasi (asimilasi) pembentukan molekul organik-N baru,
nitrifikasi (fase cair), pencucian dan denitrifikasi.

9
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Purifikasi biogas merupakan pemurnian atau pemisahan komponen
komponen di dalamnya sebagai pemanfaatan dari limbah organic.
2. Proses pembuatan purifikasi gas yaitu menggunakan metode water
scrubber.
3. Lumpur organik unit gas bio (LOUGB) merupakan limbah unit gas bio
berupa bahan organik yang siap dimanfaatkan untuk kehidupan lebih
lanjut.
4. Dalam pembuatan media alat tersebut, Alat yang digunakan dalam
penelitian adalah :
a. Dua unit gas bio.
b. Bloom atau tong plastik sebagai penampung calon pupuk cair
LOUGB,
c. Aerator atau pemasok udara,
d. Penyaring yang terbuat dari kasa plastik dan
e. Kit analisis unsur hara.
Sedangkan untuk Bahan yaitu :
a. Limbah ternak sapi perah,
b. Air sumur,
c. LOUGB,
d. Calon pupuk cair organik dari LOUGB.
e. Udara bebas

Pelaksanaannya yaitu :
a. Disiapkan cairan LOUGB
b. Pupuk cair yang didapatkan dari hasil penyaringan LOUGB
dimasukan dalam tong bekas cat tembok.
c. Pupuk cair di dalam tong siap untuk diperlakukan sesuai dengan
perlakuan yang dicobakan.
d. Perlakuan yang dicobakan adalah pupuk cair LOUGB original (tanpa
aerasi) yang ditambah aerasi dan silika, serta diperam dengan waktu
yang berbeda.
Adapun rincian perlakuan yang dilakukan adalah
P1 = pupuk cair LOUGB original (tanpa aerasi),
P2 = pupuk cair LOUGB original dengan aerasi,
P3 = pupuk cair original LOUGB dengan aerasi dan silika serta
P4 = pupuk cair LOUGB original dengan silika, sedangkan lama
pemeraman masing-masing perlakuan dalam tong selama 1, 2, 3, 4 dan
7 hari.

10
e. Pelaksanaan LOUGB yang keluar dari tangki pencerna ditampung
dalam kolam penampung, kemudian dialirkan ke dalam kolam
oksidasi.
f. LOUGB yang terdapat di kolam oksidasi selanjutnya disaring untuk
memisahkan cairan dan padatan. Cairan yang di peroleh ditampung
dalam tong bekas cat tembok
5. Proses mikrobiologis dalam pengomposan yaitu Mula-mula bahan yang
dikomposkan naik suhunya sebagai akibat dilepaskannya energi serta
degredasi sampah organik dan gula yang dapat dirubah menjadi humus.
Bila suhu naik diatas 45- 500C, organisme mesofilik akan mulai berkuasa.
Organisme-organisme ini akan berkuasa pada 550C yang menjadi suhu
optimum bagi organisme ini. Bakteri-bakteri dan octinomycetes tertentu
biasa dijumpai pada suhusuhu ini. Dalam keadaan normal, stabilisasi lebih
cepat pada susunan thermofilik dibanding pada keadaan mesofilik.

3.2 Saran
Semoga lebih baik lagi.

11
DAFTAR PUSTAKA
Aichinger, P., T.Wadhawan., M.Kuprian., M.Higgins., C.Ebner., C.Fimml.,
S.Murthy., B.Wett. 2015. Synergistic co-digestion of solid-organic-
waste and municipalsewage-sludge: 1 plus 1 equals more than 2 in
terms of biogas production and solids reduction. Water Research. 87 (0)
: 416 – 423

Barrena, R., X.Font., X.Gabarrell., A.Shanchez. Home composting versus


industrial composting: Influence of composting system on compost
quality with focus on compost stability. Journal elsevier. 34 (7) :
1109-1116

Caceres, R., K.Malinska., and O.Marfa. 2018. Nitrification within composting: A


review. Journal Elsevier. 72 (0) : 119-137
Cerda, A., A.Artola., X.Font., R.Barrena., T.Gea., A.Sanches. 2018. Composting
of food wastes: Status and challenges. Bioresource technology. 248
(0) : 57 – 67

Hernandez, S.P., F. Scarpa., D. Fino., R.Conti. 2011. Biogas purification for


MCFC application. International Journal of Hydrogen Energy. 36 (0) :
8112 – 8118

Indrawati, R., Dan J. Susilo. 2019. Pengaruh Waktu Kontak Dan Tinggi Adsorben
Pelet Eceng Gondok (Euchernia Crassipes) Terhadap Konsentrasi Ch4
Pada Purifikasi Biogas. Prosiding Seminar Nasional Lingkungan Lahan
Basah. 4 (2) : 323 – 328

Juarez, M.D., P.Mostbaurer., A.Knapp., W. Muller., S.Tertsch.,


A.Bockreis.,H.Insam. 2018. Biogas purification with biomass ash.
Waste Management. 71 (0) : 224 – 232.

Junus, M., A.S.Widodo., W.Suprapto., dan W. Zamrudy. 2014. Peranan aerasi dan
silika serta lama pemeraman terhadap kandungan pupuk cair lumpur
organik unit gas bio. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 24 (1) : 82 – 92

Junus, M., A.S.Widodo., W.Suprapto., W.Zamrudy. 2014. Peranan Aerasi Dan


Silika Serta Lama Pemeraman Terhadap Kandungan Unsur Hara Pupuk
Cair Lumpur Organik Unit Gas Bio. Jurnal Ternak Tropika. 15 (1) : 1 –
12

Kurnia, V.C., S.Sumiyati., G.Samudro. 2017. Pengaruh Kadar Air Terhadap Hasil
Pengomposan Sampah Organik Dengan Metode Open Windrow.
Jurnal Teknik Mesin. 6 (0) : 58 – 62

12
L, Firman., Sahwan., S. Wahyono., F.Suryanto., M. Hanif. 2019. Purifikasi Gas
Metana (CH4) dari TPA Sampah Menggunakan Metode Water
Scrubber. Jurnal Teknologi Lingkungan. 20 (2) : 171 – 178

Shehu, M.S., Z.A. Manan., S.R.W. Alwi. 2012. Optimization of thermo-alkaline


disintegration of sewage sludge for enhanced biogas yield. Bioresource
technology. 114 (0) : 69 – 74

Sigot,La., G.L.Ducom., B.Benadda., C.Labour. 2014. Adsorption of


octamethylcyclotetrasiloxane on silica gel for biogas purification.
Journal Elsevier. 135 (0) : 205 - 209

Sung, T., S.Kim., and K.C.Kim. 2017. Thermoeconomic analysis of a biogas-


fueled micro-gas turbine with a bottoming organic Rankine cycle for a
sewage sludge and food waste treatment plant in the Republic of Korea.
Applied Thermal Enginering. 127 (0) : 963 – 974
Widyastuti, S. 2013. Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu
Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori . Jurnal Teknik
Waktu. 11 (0) : 5 – 14

13

Anda mungkin juga menyukai