Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PRAKTIKUM PENGELOLAAN LIMBAH

Disusun Oleh :
NANDA NABILAH
185050100111147
PJ Asisten : Fatimah Azzahra

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah
Pengelolaan Limbah yang akan membahas Purifikasi, Pupuk organic berbasis
LOUGB dan Kompos sebagai media cacing untuk memenuhi persyaratan tugas
praktikum Pengelolaan Limbah ini dengan baik meskipun banyak kekurangan
didalamnya.

saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kamu terhadap pengaruh pengolahan Limbah dari
kotoran ternak . Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran
yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya.Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan
datang.

Cirebon, 24 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
2.1 Pemurnian Gas Bio (PURIFIKASI) ................................................................ 3
2.1.1 Metode Purifikasi Biogas.......................................................................... 4
2.2 Pupuk Organic Berbasis LOUGB ................................................................... 5
2.2.1 PRINSIP..................................................................................................... 6
2.2.2 TUJUAN .................................................................................................... 6
2.2.3 Alat dan Bahan : ....................................................................................... 7
2.2.4 PROSEDUR............................................................................................... 7
2.2.5 INDIKATOR KEBERHASILAN ............................................................ 8
2.3 Kompos Sebagai Media Cacing ....................................................................... 9
2.3.1 PRINSIP................................................................................................... 11
2.3.2 TUJUAN .................................................................................................. 11
2.3.3 ALAT DAN BAHAN .............................................................................. 11
2.3.4 PROSEDUR............................................................................................. 11
2.3.5 INDIKATOR ........................................................................................... 12
BAB III............................................................................................................................. 13
PENUTUP ........................................................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 13
3.2 Saran ................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 14
LAMPIRAN..................................................................................................................... 16
1. Purifikasi.............................................................................................................. 16

iii
...................................................................................................................................... 16
...................................................................................................................................... 16
2. Pupuk Organik Berbasis LOUGB ..................................................................... 18
...................................................................................................................................... 18
3. Kompos sebagai media cacing ........................................................................... 20
...................................................................................................................................... 20

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena


tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi
keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak
masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Namun demikian, sebagaimana usaha
lainnya, usaha peternakan juga menghasilkan limbah yang dapat menjadi
sumber pencemaran.
Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari kegiatan
usaha peternakan karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan
limbah dari usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai,
sehingga terjadi pencemaran lingkungan. Limbah peternakan yang dihasilkan
oleh aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air dari
pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu
protes dari warga sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai
keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai yang tercemar limbah peternakan.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang
selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran
lingkungan perlu ditangani dengan cara yang tepat sehingga dapat memberi
manfaat lain berupa keuntungan ekonomis dari penanganan tersebut.
Penanganan limbah ini diperlukan bukan saja karena tuntutan akan lingkungan.
Maka dari itu ada beberapa cara pengelolaan pengolahan limbah ternak yang
dapat dilakukan antara Lain Produksi gas (Purifikasi), Pengelolaan Anaerob (
pupuk organic berbasis LOUGB) dan Pengomposan (Kompos sebagai media
Cacing). Sistem pengolahan limbah ini sangat efektif yang dapat diterapkan di
lingkup masyarakat pedesaan sehingga menjadikan kegiatan beternak menjadi
lebih efisien dan menguntungkan bagi peternak.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Purifikasi ?


2. Bagaimana Cara Membuat dan Menerapkan Pupuk organic berbasis
LOUGB ?
3. Bagaimana cara membuat dan menerapkan compos sebagai media cacing ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan
tentang bagaimana penanganan dan pemanfaatan limbah peternakan khususnya
dalam pengolahan Lain seperti Produksi gas (Purifikasi), Pengelolaan Anaerob
( pupuk organic berbasis LOUGB) dan Pengomposan (Kompos sebagai media
Cacing), sebagai salah satu tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah
Pengolahan Limbah Peternakan dan Asisten praktikum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemurnian Gas Bio (PURIFIKASI)

Energi memiliki peran yang penting dalam kehidupan manusia, dalam


setiap lingkup aktivitas manusia melibatkan penggunaan energi. Salah satu
energi yang tengah digalakkan adalah biogas. Menurut (Pasae,2019) Potensi
biogas di Indonesia cukup melimpah, mengingat peternakan merupakan salah
satu kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat pertanian. Hampir semua
petani memiliki ternak antara lain sapi, kambing, dan ayam. Bahkan ada yang
secara khusus mengembangkan sektor peternakan. biogas mengandung 55-70
% gas Metan, 27-44% gas carbon dioxide sedikit mengandung hydrogen
sulfide (H2S) dan gas-gas lain (Thakare,et al,2019). Gas bio yang berupa metan
(CH4) secara langsung dapat dibakar untuk menghasilkan api, carbon dioxide
dan air.
Kualitas gas bio dapat ditingkatkan dengan memperlakukan beberapa
parameter yaitu: Parameter pertama adalah menghilangkan hydrogen sulfide
(H2S), kandungan air, dan carbon dioxide (CO2). hydrogen sulfide (H2S)
mengandung racun dan zat yang menyebabkan korosi, bila gas bio mengandung
senyawa ini maka akan menyebabkan gas yang berbahaya sehingga konsentrasi
yang diijinkan maksimal 5 ppm. Bila gas dibakar maka hydrogen sulfide (H2S)
akan lebih berbahaya karena akan membentuk senyawa baru bersamasama
Oksigen, yaitu sulphur dioksida/sulphur trioksida (SO2 / SO3). senyawa ini
lebih beracun. Sulphur acid (H2SO3), suatu senyawa yang lebih korosif pada
saat yang sama akan terbentuk.
Dengan menghilangkan kandungan carbon dioxide yang memiliki tujuan
untuk meningkatkan kualitas. Carbon dioxide (CO2) sangat kompleks dan
mahal, pada prinsipnya CO2 bisa dihilangkan dengan penyerapan melalui air
kapur atau lime milk (Ca (OH)2) (Werner et all, 1989) Cara untuk memisahkan
gas hydrogen sulfide (H2S) dari gas bio dapat dilakukan dengan mengalirkan
ke dalam penangkap (Akpojaro,et al,2019). Penangkap tersebut bisa berupa

3
kapur tohor (lime milk) (Thakare,et al,2019) atau ferric hydrate Proses
pemisahan ini disebut sebagai14 desulfurisasi. Desulfurisasi bisa dipengaruhi
oleh penyerapan dengan ferric hydrate (Fe (OH)3) atau juga bisa diarahkan pada
bog iron, sebuah bentuk penyerap dari dari limonite/hydratedIron (III) oxide-
hydroxide. Penyerapnya berupa butiran-butiran plat pemurni yang bisa di
regenerasi dengan pembongkaran (penguapan) ke udara. Kapasitas penyerapan
dari plat pemurni tergantung dari kandungan ferric hydrate (Fe (OH)3) ().
Hasilnya gas Metan (CH4) menjadi lebih murni dan tidak korosif, sedangkan
zat penangkapnya menjadi mineral sulphur yang bermanfaat sebagai feed aditif
dan bahan asbes. Akhirnya gas hydrogen sulfide (H2S) menjadi barang
ekonomi yang dapat menyumbang pemangku unit gas bio.(Uche,et al,2019)
Biogas akan memiliki karakteristik yang sama dengan gas alam alam atau
LNG apabila biogas dibersihkan dari pengotor secara optimal. Komponen
pengotor dalam biogas berupa H2O, H2S, CO2, dan partikulat harus
dihilangkan untuk mencapai kualitas gas yang lebih baik. Secara teknis
pemakaian biogas yang belum mengalami pemurnian biasanya dicampur
dengan gas alam untuk meningkatkan pembakaran .

2.1.1 Metode Purifikasi Biogas

1. Siapkan 2 tabung untuk menampung biogas, tabung I berisi biogas yang


akan diukur kadar H2S sedangkan tabung II di biarkan kosong dan
divakumkan agar perbedaan tekanan nantinya dapat mengalirkan biogas
dari tabung I ke tabung II.
2. Biogas dimasukkan kedalam tabung tanpa melalui bilet penyaring
biogas dengan volume biogas sebanyak 10 liter.
3. Rankaikan tabung I dan II dengan selang gas dan dihubungkan dengan
gas analyzer tanpa melalui bilet penyaring (prosedur I) dan melalui bilet
penyaring (prosedur II).
4. Buka kran tabung I sehingga biogas mengalir menuju tabung II melalui
gas analyzer untuk mengetahui kadar H2S (prosedur I) sedangkan untuk

4
prosedur II dengan terlebih dahulu melalui bilet penyaring dan gas
analyzer.
5. Penurunan kadar H2S ketika biogas melalui bilet penyaringan, volume
biogas yang mengalir sebanyak 10 liter. Diamati perubahannya dan
dilakukan pencatatan dari penyaring dengan panjang 30 -120 cm dan
variasi mesh arang penyaring.

Pemurnian gas bio dapat meningkatkan kualitas gas yang dihasilkan serta
mengurangi senyawa berbahaya yang terkandung dalam gas bio.

2.2 Pupuk Organic Berbasis LOUGB


Lumpur Organik Unit Gas Bio (LOUGB) merupakan limbah padat hasil gas
bio. Limbah ini berwarna hitam pekat berbau menyengat yang tidak baik bagi
kesehatan manusia apabila terhirup secara langsung dan terus-menerus, Diperlukan
pengolahan lebih lanjut LOUGB agar 100% tidak mencemari lingkungan yang
salah satu pengolahannya yaitu dijadikan pupuk organik. LOUGB merupakan
Lumpur Kandang Ternak (LKT = slurry) yang berasal dari hasil pembersihan lantai
kandang terhadap kotoran ternak agar tidak mencemari lingkungan baik berupa bau,
parasit dan penyakit dimasukkan dalam tangki pencerna unit gas bio untuk diproses
menjadi gas bio dan Lumpur Organik Unit Gas Bio (LOUGB).

(junus,2013) Gas bio dapat digunakan sebagai bahan bakar, sedangkan LOUGB
yang sering disebut sludge dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak/ikan dan
pupuk tanaman. Jha, et al. (2013) menerangkan bahwa lumpur yang dihasilkan oleh
biogas dapat digunakan sebagai pupuk organik jika mengandung unsur N, P2O5
dan K2O dalam jumlah yang cukup karena unsur tersebut merupakan indicator
kualitas lumpur yang dapat digunakan sebagai pupuk organik. Penambahan bahan
organik dari LOUGB dapat dijadikan suatu media tanam yang baik bagi tanah dan
dapat digunakan secara terus – menerus karena tidak akan merusak tanah.
Pembuatan pupuk organik terutama pupuk kompos pada dasarnya dapat dilakukan
melalui 2 cara yaitu secara aerob dan anaerob. Proses pembuatan pupuk secara
anerob akan menghasilkan metana (alkohol), CO2 dan senyawa antara seperti asam

5
organik. Dalam proses anaerob sering menimbulkan bau yang tajam. Pembuatan
pupuk kompos berbasis LOUGB akan melalui proses pengomposan dan
dekomposisi mikroba sehingga dalam prosesnya memiliki beberapa faktor yang
mempengaruhi. Proses dekomposisi akan berjalan dengan baik bila kondisi
lingkungannya terkontrol. Kondisi lingkungan yang perlu dijaga dalam proses
dekomposisi yaitu kadar air, aerasi dan temperatur. Pemanfaatan LOUGB sebagai
pupuk organik saat ini semakin menjadi perhatian. LOUGB yang mengandung
unsur N, P, K, Mg, Co, C dan S dimanfaatkan kembali menjadi sumber unsur hara
bagi tanah.

Aziz (2019) menjelaskan bahwa rumput gajah yang ditanam selama 63 hari
dengan penambahan pupuk kompos berbasis LOUGB menghasilkan jumlah anakan
8 tunas. Pertambahan tunas tersebut dikarenakan pengaruh unsur fosfor untuk
merangsang pertumbuhan akar, unsur hara untuk merangsang pertumbuhan
tanaman secara keseluruhan dan unsur kalium untuk merangsang pembentukan
protein dan karbohidrat bagi tanaman. Bahan organik tersebut dapat berupa empon-
empon, buah-buahan, sayuran dan ditambah tetes sebagai akselerasi percepatan
pertumbuhan mikroorganisme (Junus, et al, 2016). Penggunaan pupuk kompos
berbasis LOUGB juga memberikan hasil yang baik pada tanaman padi dan
palawija. Hasil padi pada sawah dapat meningkat 2 – 4% dan palawija meningkat
9 – 48% saat menggunakan pupuk kompos berbasis LOGB. Pemberian 20 ton
kompos per hektar juga dapat meningkatkan hasil sayur 11 – 24%. Kasworo (2013)
juga menjelaskan bahwa pemberian pupuk kompos berbasis LOUGB sebanyak 15
ton per hektar mampu meningkatkan hasil kentang 7 – 15% pada tanah alluvial
masam serta meningkatkan hasil petchai sebanyak 6% pada tanah netral.

2.2.1 PRINSIP

Penyediaan unsur N, C, P, dan K dari LOUGB yang difermentasi dengan limbah


pertanian guna mencapai kondisi tanah memungkinkan tanaman tumbuh dan
mudah mengambil makanan dari tanah.

2.2.2 TUJUAN

6
Pemanfaatan LOUGB secara optimal melalui proses pengomposan anaerob
sebagai pupuk guna menyelesaikan masalah lingkungan.

2.2.3 Alat dan Bahan :


a. Sekop
b. Cangkul
c. Ember
d. Terpal
e. 1 kg empon – empon
f. 1,5 kg sayuran atau buah – buahan sisa
g. 1 kg molasses
h. Jerami padi
i. Sekam padi
j. Serbuk gergaji

2.2.4 PROSEDUR

A. Pembuatan Dekomposer Nabati

a. Disiapkan bahan – bahan (empon – empon, sayuran dan molasses)

b. Bahan diblender dan ditambah air sebanyak 25 liter hingga halus

c. Dimasukkan dalam wadah dan diaerasi selama 4 hari

d. Disaring untuk dijadikan bahan pengurai

e. Setiap 1 liter bahan pengurai dicampur 8 liter air untuk digunakan 1 ton kompos

B. Pencacahan Bahan Kompos

Jerami dicacah dengan ukuran 2,5 hingga 4 cm. Jumlah jerami yang
didugunakan disesuaikan dengan jumlah kompos yang dibuat.

C. Pencampuran Dan Penataan Bahan Kompos

7
a. f. Disiapkan bahan – bahan (LOUGB, jerami padi, sekam padi, dan serbuk
gergaji).
b. g. Dilakukan pencampuran bahan – bahan dalam jumlah kecil terlebih
dahulu.12
c. h. Ditaburkan campuran bahan kompos yang sudah tercampur ke alas
pembuatan kompos.
d. Digembor dengan bahan decomposer nabati.
e. Ditaburi bahan kompos kembali dan dilakukan penggemboran kembali
dengan decomposer nabati.
f. Diulangi tahapan hingga campuran setinggi 1,5 m.
g. Ditutup plastik dalam kondisi anaerob dan dibiarkan hingga 3 minggu
sampai kompos dasar matang.

D. Pengecekan Suhu Kompos

Suhu dikontrol setiap dari dengan memasukkan thermometer yang


diikatkan dalam bahan kompos sampai ke tengah – tengah tumpukan selama 5
menit.

2.2.5 INDIKATOR KEBERHASILAN


a. Suhu sesuai dengan suhu udara
b. Tidak berbau
c. Tidak berjamur
d. Tekstur remah
e. pH netral

8
2.3 Kompos Sebagai Media Cacing

Kompos adalah hasil penguraian parsial atau tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat di percepat secara artifisial oleh populasi berbagai
macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau
anaerobik (Hutami,et al,2020). Sedangkan pengomposan adalah proses dimana
bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba
mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Proses
pengomposan dilakukan dengan menurunkan kadar C/N ratio bahan organik hingga
sama dengan tanah (kurang dari 20). Semakin tinggi kandungan C/N bahan organik
maka semakin lama proses pengomposannya. Dalam proses pengomposan akan
terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin
menjadi CO2 dan air. 2) pengurain senyawa organik menjadi senyawa yang dapat
diserap tanaman, 3) zat putih telur menjadi ammonia, CO2 dan air. Pengomposan
dapat terjadi dalam kondisi aerobik dan aerobik. Pengomposan aerobik akan
menghasilkan CO2, air, dan panas. Kemungkinan bahan dasar kompos
mengandung selulosa 15% - 60%, hemiselulosa 10 % - 30%, lignin 5% - 30%,
protein 5% - 40%, bahan mineral (abu) 3% - 5%, di samping itu, terdapat bahan
larut air dan dingin (gula, pati, asam amino, urea, garam ammonium) sebanyak 2%
- 30 %, dan 1%-15%, lemak larut eter dan alkohol, minyak, dan lilin. Komponen
organik ini mengalami proses dekomposisi di bawah kondisi mesofilik dan
termofilik. Komponen organik yang sering dikomposkan antara lain jerami dan
dedak (Cholilie,et al,2019).

Pupuk padat adalah pupuk yang terbuat dari bahan padat seperti kotoran ternak
baik yang belum dikomposkan maupun sudah sebagai sumber hara terutama N bagi
tanaman dan dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Pupuk cair
merupakan pupuk yang terbentuk dari berbagai cairan seperti urin ternak yang
dilarutkan dalam air dalam perbandingan tertentu (Khair,2015). Saat ini masih
banyak petani yang menggunakan pupuk anorganik sebagai penghasil N bagi
tanaman karena harganya yang murah namun yang perlu diperhatikan yaitu pupuk
anorganik akan sangat berbahaya bagi lingkungan terutama tanah jika digunakan

9
terus menerus. Alternatif yang dapat digunakan yaitu peralihan penggunaan pupuk
dari anorganik menjadi organik seperti pupuk kompos. Pupuk kompos yang
merupakan pupuk yang berasal dari bahan non kimia sangat baik dalam 19
memperbaiaki kualitas tanah dan aman jika digunakan dalam jangka waktu yang
panjang.

Menurut Lesmana ,dkk (2015), Salah satu metode yang digunakan untuk
mengolah limbah padat adalah dengan membuat pupuk organik. Pupuk organik
adalah pupuk yang berasal dari sisa tanaman dan atau kotoran hewan yang telah
melalui proses rekayasa, berbentuk padat dan cair dan dapat diperkaya dengan
bahan mineral alami dan atau mikrobia yang bermanfaat memperkaya hara, bahan
organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Salah satu jenis
pupuk organik adalah vermikompos. Pengomposan dengan cacing tanah
merupakan proses pembuatan kompos dengan melibatkan organisme makro cacing
tanah. Kerja sama antara cacing tanah dengan mikroorganisme dapat memberi
dampak pada proses penguraian yang dilakukan oleh mikroorganisme tersebut
dibantu dengan keberadaan cacing tanah. Oleh karena bahan-bahan yang akan
diurai oleh mikroorganisme telah diurai lebih dahulu oleh cacing, maka kerja
mikroorganisme lebih efektif dan lebih cepat. (Khair,et al,2015).

Cacing tanah Lumbricus rubellus dan cacing kalung memiliki banyak


kelebihan dan kegunaan. Hal tersebut menjadikan cacing tanah berpotensi potensi
besar untuk dikembangkan. Proses budidaya cacing tanah tidak memerlukan lahan
yang luas, manajemen pemeliharaan yang relatif mudah, serta siklus produksi yang
singkat membuat cacing tanah dapat berkembang dengan pesat. Cacing tanah
memiliki banyak manfaat bagi sektor lain, diantaranya di bidang pertanian,
peternakan, perikanan, serta farmasi.. Jenis cacing tanah yang dapat dikembangkan
adalah Lumbricus rubellus dan cacing kalung. Cacing yang bisa digunakan sebagai
pakan ternak adalah cacing kalung. Cacing tanah dibudidayakan dengan media
tumbuh berupa kotoran sapi yang telah setengah terdekompos. temperatur yang
disukai cacing tanah dalam habitatnya berkisar antara 15- 31℃ (Muksin,dkk,2018).
Sisa kotoran ternak yang dimakan akan menjadi pupuk bekas cacing atau biasa
disebut vermikompos. Vermikompos memiliki keunggulan, yaitu adanya mikroba

10
yang terbawa dari organ pencernaan cacing yang bermanfaat bagi pertumbuhan
tanaman.

2.3.1 PRINSIP

Pemanfaatan limbah organik berupa kotoran sapi dan sayuran dalam pemeliharaan
cacing tanah sebagai salah satu bahan pakan ternak

2.3.2 TUJUAN

Mengetahui budidaya cacing tanah menggunakan media kompos sebagai salah satu
bahan pakan ternak

2.3.3 ALAT DAN BAHAN


a. Kotoran sapi setengah kering (setengah terdekompos) 3 kg
b. Tanah 1 kg
c. Bibit cacing tanah
d. Air
e. Limbah sayuran
f. EM4
g. Baskom besar
h. Sekop 23

2.3.4 PROSEDUR
a. Dimasukkan tanah dan kotoran sapi setengah kering kedalam
baskom kemudian di aduk sampai tercampur rata menggunakan
sekop
b. Dipadatkan campuran media sampai mencapai tinggi 5-10 cm.
c. Disiram campuran tanah dan kotoran sapi menggunakan sedikit air
d. Disebar bibit cacing ke dalam media tanah yang telah dibuat
e. Dipotong-potong limbah sayuran dan dicampur dengan EM4
sebanyak 10 ml
f. Dimasukkan campuran limbah sayur dan EM4 ke dalam baskom
sebagai pakan cacing
g. Cacing di beri pakan setiap hari menggunakan limbah sayuran .

11
2.3.5 INDIKATOR
a. Tanah berwarna coklat kehitaman
b. Tanah tidak terlalu basah dan tidak kering
c. Tidak dihinggapi lalat

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Potensi biogas di Indonesia cukup melimpah, mengingat peternakan


merupakan salah satu kegiatan ekonomi dalam kehidupan masyarakat
pertanian.
2. Pemurnian gas bio dapat meningkatkan kualitas gas yang dihasilkan
serta mengurangi senyawa berbahaya yang terkandung dalam gas bio.
3. Komponen pengotor dalam biogas berupa H2O, H2S, CO2, dan
partikulat harus dihilangkan untuk mencapai kualitas gas yang lebih
baik
4. Penambahan bahan organik dari LOUGB dapat dijadikan suatu media
tanam yang baik bagi tanah dan dapat digunakan secara terus -
menerus karena tidak akan merusak tanah.
5. Vermikompos memiliki keunggulan, yaitu adanya mikroba yang
terbawa dari organ pencernaan cacing yang bermanfaat bagi
pertumbuhan tanaman.
6. Cacing tanah dibudidayakan dengan media tumbuh berupa kotoran
sapi yang telah setengah terdekompos. temperatur yang disukai cacing
tanah dalam habitatnya berkisar antara 15- 31℃.

3.2 Saran
Untuk praktikum saat penjelasan materi kurang begitu efektif dan tidak begitu
lengkap, sehingga membuat praktikan masih belum dapat memahami materi
dengan jelas, semoga kedepannya bisa lebih baik lagi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Akpojaro, J., Ofualagba, G., & Akpojaro, M. A. 2019. Electricity Generation from
Cow Dung Biogas. Journal of Applied Sciences and Environmental
Management, 23(7), 1301-1307.

Aziz, M. R. (2019). Pengaruh Kompos Berbasis Lumpur Organik Unit Gas Bio
(Lougb) Terhadap Penampilan Rumput Gajah (Pennisetum
Purpureum) (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Cholilie, I. A., Sari, T. R., & Nurhermawati, R. 2019. Production of compost and
worm casting organic fertiliser from lumbricus rubellus and its
application to growth of red spinach plant (Altenanthera amoena
V.). Advances in Food Science, Sustainable Agriculture and
Agroindustrial Engineering (AFSSAAE), 2(1), 30-38.

Hutami, A, D., Dwi, I., Ratnaningsih. 2020. Bioconversion Of Cow Dung And
Cassava Peels With The Vermicomposting Method. INTERNATIONAL
JOURNAL OF SCIENTIFIC & TECHNOLOGY RESEARCH. 9(1), 1-5.

Jha, A. K., Li, J., Zhang, L., Ban, Q., & Jin, Y. 2013. Comparison between wet and
dry anaerobic digestions of cow dung under mesophilic and thermophilic
conditions. Advances in Water Resource and Protection, 1(2), 28-38.

Junus, M. 2015. Pengaruh cairan lumpur organik unit gas bio terhadap persentase
kandungan bahan organik dan protein kasar padatan lumpur organik unit
gas bio. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 25(1), 35-41.

Junus, M., Widodo, A. S., Suprapto, W., & Zamrudy, W. ROLE OF VEGETABLE
DECOMPOSERS TO THE POPULATION GROWTH OF ALGA
CELLS. Metamorfosa: Journal of Biological Sciences, 3(1), 52-58.

Kasworo, A., & Izzati, M. 2013. Daur Ulang Kotoran Ternak SebagaiUpaya
Mndukung Peternakan SapiPotongYang Berkelanjutan di Desa
Jogonayan Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang.

14
Khair, A., Herawati, L., Noraida, N., & Raharja, M. 2015. The Use of Earthworms
and Household Organic Waste Composting Length of Time. Kesmas:
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional (National Public Health
Journal), 10(2), 62-66.

Lesmana, F., Jati, W., & Yulianti, I. 2015. Kombinasi ampas tahu dan kotoran sapi
dalam pembuatan vermikompos Lumbricus rubellus. Jurnal
Teknobiologi, 1-15.

Muksin, S., Manshur, E., & Firmansyah, R. 2018. PERTAMBAHAN BERAT


BADAN KOLONI DAN PANJANG BADAN CACING TANAH
(Lumbricus rubellus) DALAM MEDIA KOMPOS DAUN DAN
KOMPOS KOTORAN GAJAH. Jurnal Ilmiah Respati, 9(1).

Pasae, N. 2019. PURIFIKASI KADAR H2S PADA BIOGAS KOTORAN SAPI


DENGAN ARANG KARBON DENGAN VARIASI PANJANG
SARINGAN. Mechanical Engineering Science (MES), 1(2), 5-5.

Soehartanto, T., Sarwono, S., & Noryati, R. D. 2018. Pengembangan Teknologi


Purifikasi Biogas (Kandungan Gas H2S Dan CO2) dengan
Mempergunakan Kombinasi Wet Scrubber-Batu Gamping. IPTEK
Journal of Proceedings Series, (2).

Thakare, A., Ahmad, M., Pande, K., & Metkari, S. 2019 . Purification of Water by
using Cow Dung Ash. Int. J. Eng. Technol, 6(6), 393-397.

Uche, A. M., Emmanuel, O. T., Paul, O. U., Olawale, A., Frank, K. B., Rita, O. O.,
& Martin, O. S. 2020. Design and construction of fixed dome digester
for biogas production using cow dung and water hyacinth. African
Journal of Environmental Science and Technology, 14(1), 15-25.

15
LAMPIRAN

1. Purifikasi

16
17
2. Pupuk Organik Berbasis LOUGB

18
19
3. Kompos sebagai media cacing

20
21
22

Anda mungkin juga menyukai