Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL PENELITIAN

PEMANFAATAN BIOGAS DARI TINJA MANUSIA DENGAN


MENGGUNAKAN DIGESTER AEROBIC DENGAN SKALA KOMUNAL
RUMAH TANGGA

Jurusan Teknik Lingkungan

OLEH:
Erik Kusnadi (D1051171067)
M. Desky Zulzika (D1051171076)
Syarifah Nurhalifah (D1051171077)
Chairunisah (D1051171083)

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul
“Pemanfaatan Biogas Dari Tinja Manusia Dengan Menggunakan Degister Aerobic
Dengan Skala Komunal Rumah Tangga” tepat pada waktunya. Proposal ini disusun
sebagai langkah awal untuk melanjutkan tugas akhir dalam memperoleh gelar Sarjana
Teknik pada Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam penulisan proposal ini.

Penulis menyadari proposal penelitian ini masih terdapat berbagai kekurangan,


oleh karena itu penulis berharap saran dan kritik untuk perbaikan proposal skripsi
agar dapat lebih baik ke depannya.

Pontianak, Juni 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
1.1. Latar Belakang 4
1.2. Rumusan Masalah 6
1.3. Tujuan Penelitian 6
1.4. Manfaat Penelitian 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
2.1. Biogas 7
2.2. Pembentukkan Biogas 7
2.3. Instalasi Biogas 9
2.4. Substrat Penghasil Biogas 10
2.5. Evaluasi Biogas 11
2.6. Produksi Biogas 11
BAB III METODE PENELITIAN 12
3.1. Metode Penelitian 12
3.2. Metode Pengumpulan Data 12
3.3. Metode Analisis Laboratorium 17
3.4. Metode Analisis Volume Biogas 17
3.5. Metode Analisis Data 18
DAFTAR PUSTAKA 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ledakan jumlah penduduk di Indonesia mengakibatkan banyak permasalahan


terutama dampaknya terhadap lingkungan, salah satunya adalah permasalahan
sanitasi yang belum terkelola dengan baik. Permasalahan sanitasi erat kaitannya
dengan pengelolaan limbah salah satunya adalah limbah tinja manusia. Limbah tinja
merupakan limbah yang dihasilkan secara alami oleh tubuh manusia. Limbah
tersebut biasanya ditampung pada septic tank untuk menghindari terjadinya
pencemaran lingkungan terutama pada air resapan tanah.
Pembuangan tinja manusia merupakan salah satu bagian yang penting dari
sanitasi lingkungan. Pembuangan tinja manusia yang tidak layak dapat
menyebabkan terjadinya pencemaran berupa pencemaran air tanah, pencemaran
tanah serta gangguan pandangan dan penciuman dari sisi estetika. Oleh sebab itulah
pembuangan limbah tinja perlu mendapat perhatian yang berwawasan lingkungan
dimulai dari penampungan tinja (septic tank) sampai kepada proses pengolahan.
Limbah tinja yang berasal dari tangki septic harus diolah, karena mengandung
polutan-polutan yang berbahaya bagi lingkungan. Pengolahan lumpur tinja ini
mempunyai 2 tujuan, yaitu untuk menurunkan kandungan zat organik dari lumpur
tinja dan untuk menurunkan bakteri-bakteri pathogen (organisme penyebab
penyakit). Limbah tinja manusia mengandung kadar organik tinggi yang bisa
dimanfaatkan sebagai penghasil biogas dalam biodigester pilihan yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan rumah tangga. Penerapan teknologi pengolahan
limbah domestik sebagai sumber energi dalam bidang sanitasi merupakan suatu
terobosan solusi kegiatan pemanfaatan produk yang difikir tidak berguna. Sistem
sanitasi yang disebut Ecological Sanitaion (EcoSan) adalah menutup semua rantai
nutrien sehingga tidak mencemari lingkungan. Teknologi biogas bukan saja menjadi
salah satu menghadapi krisis energi tetapi juga mampu mengatasi masalah buangan
4
limbah domestik rumah
tangga serta kesehatan lingkungan masyarakat. Salah satu energi alternatif yang
efisien adalah biogas. Menurut Darma (2015: 4) Biogas merupakan gas campuran
yang terdiri dari gas metana dan karbondioksida sebagai kandungan utama.
Penggunaan biogas sebagai salah satu alternatif solusi pengganti bahan bakar fosil
memiliki banyak manfaat salah satunya dari sisi lingkungan selain lebih ramah
lingkungan energi ini juga mencegah limbah agar tidak mencemari lingkungan dan
menjadi sumber penyakit. Menurut Koopmans (dalam Darma, 2015:4) sistem
produksi biogas juga mempunyai beberapa keuntungan seperti: (a) mengurangi
pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi bau yang tidak sedap, (c) sebagai
pupuk, dan (d) produksi daya serta panas.
Teknologi yang tepat digunakan untuk pengolahan feses ialah digester
anaerobik karena prosesnya memerlukan energi yang lebih kecil, nutrisi yang lebih
sedikit, lumpur yang dihasilkan lebih sedikit, volume reaktor yang dibutuhkan lebih
kecil (Metcalf dan Eddy dalam Wardahni, 2011:4). Untuk memproduksi biogas
maka dibutuhkan reaktor biogas (digester) yang merupakan suatu instalasi kedap
udara sehingga proses dekomposisi bahan organik dapat berjalan secara optimum
(Wahyuni, 2009:4). Secara optimum produksi biogas akan optimal bila nilai pH dari
campuran input dalam digester berkisaran antara 6-7. Bakteri metanogenik sangat
peka terhadap pH dan tidak bertahan < pH 6,6. Ketika produksi metana dalam
kondisi stabil, kisaran nilai pH antara 7,2-8,2 maka produksi gas sangat bagus yaitu
berada dikisaran mesofilik, antara suhu 25°C-35°C (Price dalam Wardahni, 2011:4).
Produk utama dari proses dekomposisi anaerobik limbah organik adalah gas
metan. Gas metan memiliki karakteristik tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki
nilai bakar yang tinggi terhadap hidrokarbon. Pada kondisi normal gas tidak terdapat
dalam air limbah yang tidak diolah karena jumlah oksigen yang rendah cenderung
menjadi racun bagi organisme yang berperan pada produksi gas metan. Proses
pemanfaatan hasil pembakaran gas metan yang optimal butuh usaha terlebih dahulu
sebelum dibakar yaitu melalui proses pemurnian/penyulingan. Tujuan pemurnian
5
karena hidrokarbon cair yang terbentuk dapat terakumulasi dalam saluran gas.
Pemurnian biogas juga menghindari keracunan H2S (ambang batas maksimum 5
ppm, mencegah kandungan sulfur yang ketika terbakar menjadi SO2 atau SO3 deng
racun lebih kuat dari H2S serta meminimalkan terbentuknya H2SO3 yang sangat
korosif. Jika kandungan gas Hidrogen Sulfida yang tinggi dalam biogas dicampur
dengan oksigen maka akan menghasilkan gas yang mudah meledak (Wahyuni,
2009:4). Dari permasalahan tersebut akan dilakukan penelitian pemanfaatan biogas
dari tinja manusia dengan menggunakan digester aerobic skala komunal rumah
tangga.
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Seberapa besar biogas yang dapat diproduksi ?
2. Bagaimanakah rancangan biodigester dalam skala kecil ?
3. Berapakah digester biogas skala kecil yang dapat dimanfaatkan ?
I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan dari penelitian ini adalah:


1. Mengetahui seberapa besar biogas yang dapat diproduksi.
2. Merancang biodigester dalam skala kecil.
3. Mengetahui berapa keluarga yang bisa memanfaatkan biogas tersebut.

I.4 Manfaat Penelitian


Dengan penerapan teknologi pengolahan limbah domestic diharapkan digester
aerobic pengolahan limbah domestik skala komunal tersebut dapat menjadi sumber
energi dalam bidang sanitasi dan merupakan suatu terobosan solusi kegiatan sanitasi
masyarakat dalam mengurangi limbah buangan manusia serta menjadi terobosan serta
memanfaatan dari limbah buangan tersebut menjadi sebuah energi terbarukan untuk
menghadapi krisis energi yang akan datang

6
4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Biogas
Biogas merupakan salah satu jenis gas yang dapat terbakar dan juga dapat
digunakan sebagai sumber energi pengganti bahan bakar fosil seperti minyak
tanah, LPG, batu bara dan sebagainya. Gas tersebut dihasilkan dari proses
fermentasi anaerobik bahan organik seperti kotoran manusia atau kotoran hewan,
tumbuhan, limbah domestik atau limbah organik lainnya yang yang dapat
diuraikan (biodegradable) dalam kondisi anaerobik. Adapun komposisi dari
biogas ini dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Komposisi biogas


(Polprasert, 2007)
Methane (CH4) 55-65%
Carbon dioxide (CO2) 35-45%
Nitrogen (N2) 0.3%
Hydrogen (H2) 0-1%
Hydrogen sulphide (H2S) 0-1%

2.2 Pembentukan Biogas


Pada prinsipnya dalam pembuatan biogas ini yaitu menghasilkan proses
fermentasi bahan organik dalam ruang tertutup/kedap udara yang disebut dengan
digester. Dalam digester tersebut terjadi proses/interaksi yang kompleks dari
sejumlah bakteri yang berbeda-beda. Bakteri tersebut merupakan bakteri
metanogen dan terdapat empat jenis bakteri anaerob yang berperan dalam
memproduksi gas metana antara lain yaitu, Methanobacterium,
Methanobacillus, Methanococcus, dan Methanosarcina. Gas yang membuat
biogas ini dapat terbakar adalah gas metana (CH4) sehingga jumlah energi yang
terkandung dalam biogas ini bergantung pada konsentrasi gas metan.
tersebut. Semakin tinggi kandungan gas metana dalam digester maka semakin
besar kandungan energi (nilai kalor) pada biogas.
Secara umum, di dalam proses pembentukan biogas terdapat tiga tahapan,
yaitu: (Polprasert, 2007) Tahap 1: Hidrolisis. Banyak limbah organik terdiri dari
polimer organik kompleks seperti protein, lemak, karbohidrat, selulosa, lignin,

7
dll, beberapa di antaranya dalam bentuk padatan yang tidak larut. Pada tahap ini,
polimer organik ini dipecah oleh enzim ekstraseluler yang diproduksi oleh
bakteri hidrolitik, dan dilarutkan dalam air. Komponen organik (atau monomer)
yang mudah larut yang dibentuk dengan mudah tersedia untuk bakteri penghasil
asam.
Reaksi hidrolisis yang terjadi pada tahap ini akan mengubah protein
menjadi asam amino, karbohidrat menjadi gula sederhana dan lemak menjadi
asam lemak rantai panjang. Namun pencairan selulosa dan senyawa kompleks
lainnya ke monomer sederhana dapat menjadi langkah pembatas dalam laju
pencernaan anaerobik, karena aksi bakteri ini jauh lebih lambat di tahap 1
daripada di tahap kedua atau ketiga (NAS 1977 dalam Polprasert 2007). Laju
hidrolisis tergantung pada konsentrasi substrat dan bakteri serta tergantung pada
faktor lingkungan seperti pH dan suhu.
Tahap 2: Pembentukan Asam. Komponen monomer yang dilepaskan oleh
pemecahan hidrolitik yang terjadi selama tindakan bakteri tahap-1 selanjutnya
diubah menjadi asam asetat (asetat) dan H2 / CO2 oleh bakteri acetogenik pada
tahap ini. Asam lemak volatil diproduksi sebagai produk akhir metabolisme
bakteri protein, lemak dan karbohidrat; di mana asam asetat, propionat, dan
laktat adalah produk utama. Karbon dioksida dan gas hidrogen juga dibebaskan
selama katabolisme karbohidrat. Metanol dan alkohol sederhana lainnya adalah
produk sampingan lain dari pemecahan karbohidrat. Proporsi substrat yang
berbeda ini diproduksi tergantung pada flora yang ada serta pada kondisi
lingkungan.

Tahap 3: Pembentukan Metana. Produk dari tahap kedua akhirnya diubah


menjadi CH4 dan produk akhir lainnya oleh sekelompok bakteri yang disebut
metanogen. Bakteri metanogenik adalah anaerob obligat yang tingkat
pertumbuhannya umumnya lebih lambat daripada bakteri pada tahap 1 dan 2.
Bakteri metanogenik menggunakan asam asetat, metanol, atau karbon
dioksida dan gas hidrogen untuk menghasilkan metana. Asam asetat atau asetat
adalah satu- satunya substrat paling penting untuk pembentukan metana, dengan
sekitar 70% dari metana yang dihasilkan berasal dari asam asetat. Metana yang
tersisa berasal dari karbon dioksida dan hidrogen. Beberapa substrat lain juga

8
dapat dimanfaatkan, seperti asam format, tetapi ini tidak penting, karena mereka
biasanya tidak hadir dalam fermentasi anaerobik. Bakteri metanogenik juga
bergantung pada bakteri tahap 1 dan 2 untuk menyediakan nutrisi dalam bentuk
yang dapat dimanfaatkan. Sebagai contoh, senyawa nitrogen organik harus
direduksi menjadi amonia untuk memastikan pemanfaatan nitrogen yang efisien
oleh bakteri metanogenik.
Reaksi pembentukan metana di tahap 3 paling penting dalam pencernaan
anaerobik. Selain menghasilkan gas CH4, metanogen juga mengatur dan
menetralkan pH slurry digester dengan mengubah asam lemak yang mudah
menguap menjadi CH4 dan gas lainnya. Konversi H2 menjadi CH4 oleh
methanogen membantu mengurangi tekanan parsial H2 pada digester slurry yang
bermanfaat bagi aktivitas bakteri acetogenik. Jika bakteri metanogenik gagal
berfungsi secara efektif akan ada sedikit atau tidak ada produksi CH4 dari
digester itu dan stabilisasi limbah tidak tercapai karena senyawa organik akan
diubah menjadi hanya asam lemak yang mudah menguap, yang dapat
menyebabkan polusi lebih lanjut jika dibuang ke air atau di darat.

2.3 Instalasi Biogas


Biogas dihasilkan dengan bantuan peralatan penunjang. Peralatan
penunjang ini disebut juga instalasi biogas. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam pembangunan instalasi biogas ini salah satunya ialah temperatur. Terdapat
2 kisaran temperatur yang terdapat pada prosuksi metan, yaitu mesofilik (25-
40°C) dan termofilik (50-65°C) (Polprasert, 2007). Agar suhu dapat terjamin
maka digester pada daerah panas sebaiknya ditempatkan di daerah teduh,
naungan pohon atau bangunan sederhana sebagai pelindung dan sebaliknya di
daerah dingin dapat ditempatkan langsung dibawah sinar matahari. Selain itu
sebaiknya digester ditanam didalam tanah agar dapat diperoleh suhu yang
optimum.
Kapasitas kebutuhan air pada tiap bakteri berbeda-beda. Apabila
kapasitasnya tetap maka bakteri dapat bekerja secara optimal. Sebelum
dimasukkan ke dalam digester substrat membutuhkan proses pengadukan.
Pencampuran slurry digester penting untuk memberikan kontak yang lebih baik

9
antara bakteri anaerobik dan limbah organik yang masuk, sehingga produksi
biogas meningkat. Ini mengurangi pengendapan padatan atau akumulasi padatan
yang dicerna di bagian bawah digester. Untuk digester skala kecil, pencampuran
slurry digester dapat dilakukan secara manual. Dalam skala besar, pencampuran
dapat dilakukan secara mekanis dengan mengaduk dan meresirkulasi gas dan /
atau slurry yang dicerna.
Terdapat beberapa jenis instalasi biogas yaitu diantaranya kubah tetap
(fixed dome) dan terapung (folating dome). Instalasi biogas tipe fixed dome
memiliki 2 bagian, bagian pertama yaitu digester sebagai tempat fermentasi
secara anaerob. Digester dibuat dengan kedalaman tertentu, menggunakan beton
atau batu-batuan. Stuktur bangunan harus kuat untuk menahan gas agar tidak
terjadi kebocoran. Bagian kedua yaitu kubah tetap (fixed dome) dimana
bentuknya menyerupai kubah dan merupakan pengumpul gas yang tidak dapat
bergerak (fixed). Keuntungan dari instalasi biogas ini yaitu biaya konstruksi lebih
murah dibandingkan tipe floating dome, karena tidak terdapat bagian yang
bergerak menggunakan besi yang harganya relatif lebih mahal selain itu juga
perawatannya lebih mudah. Kerugian dari tipe ini yaitu sering terjadi kehilangan
gas pada kubah karena konstruksinya yang tetap.

Instalasi biogas jenis terapung (floating dome) memiliki bagian digester


yang tidak jauh berbeda dengan instalasi biogas tipe fixed dome. Perbedaan
keduanya terletak pada bagian penampung gas. Pada tipe ini terdapat floating-
roof yang menyerupai drum yang dapat bergerak naik turun dan berfungsi untuk
menyimpan gas hasil fermentasi dalam digester. Pergerakan floating-roof sendiri
tergantung dari jumlah gas yang dihasilkan. Keuntungan dari tipe ini yaitu dapat
melihat secara langsung volume gas yang tersimpan pada digester dilihat dari
kenaikan floating-roof. Kerugian dari tipe ini yaitu biaya material konstruksinya
lebih mahal dibandingkan tipe fixed-dome.

2.4 Substrat Penghasil Biogas


Substrat dan kombinasi substrat yang berbeda sangat mempengaruhi
kinerja dan keberhasilan dari produksi biogas. Dengan mengontrol substrat yang
ditambahkan dan mengamati perkembangan produksi gas pada gas meter,

10
pengguna biogas dapat memperoleh kombinasi substrat terbaik untuk
mendapatkan kuantitas dan kualitas produksi gas yang efisien. Selain itu, juga
dapat mempengaruhi sifat-sifat lumpur yang dicerna. Terdapat beberapa bahan
yang secara teoritis dapat digunakan sebagai substrat untuk fermentasi anaerobik
tetapi bahan tersebut harus memenuhi kriteria berikut:
a. Memenuhi kriteria nutrisi yang telah ditetapkan
b. Harus mengandung vitamin dan elemen jejak.
c. Rasio C: N (karbon ke nitrogen) harus berkisar antara 15 dan 25 (Liu
2008 dalam Kaiser 2015).
d. Total nilai padatan (TS) harus sekitar 7–10% (Nallathambi Gunaseelan
1997 dalam Kaiser 2015).

2.5 Evaluasi Biogas


Evaluasi terkait digester biogas ini ditinjau dari beberapa aspek
diantaranya kondisi sosial ekonomi pengguna biogas, kondisi lingkungan, serta
kesehatan masyarakat. Dari segi sosial tidak berpengaruh banyak akan tetapi dari
segi ekonomi dapat menghemat perekonomian masyarakat dengan adanya
digester biogas serta dan dari segi lingkungan dapat mengurangi pencemaran
emisi gas metan di udara serta dari segi kesehatan dapat menghentikan
penyebaran penyakit.
Evaluasi teknis mencakup hal-hal terkait operasional dan perawatan
digester, masalah operasional dan cara memperbaikinya, serta kinerja digester
biogas itu sendiri.

2.6 Produksi Biogas


Keberhasilan implementasi ditunjukkan dengan kompor yang menyala dan
gas yang diproduksi digunakan untuk memasak. Produksi yang terukur untuk
satu sistem Upaya perawatan/pemeliharaan digester biogas adalah sebagai
berikut (Badan Litbang Pertanian, 2011):
1. Mengisi bahan baku (bahan organik) ke dalam reaktor sesuai
kapasitas pengisian setiap hari.
2. Menghindari bahan-bahan pengambat pertumbuhan bakteri
(pestisida, desinfektan, air detergen/sabun, shampoo) masuk ke

11
dalam reaktor.
3. Membersihkan peralatan (kompor, lampu, generator listrik), 1
melakukan pemeriksaan jaringan pipa/selang gas dan bagian
pengaman secara rutin dalam kurun waktu tertentu.
4. Memanfaatkan lumpur keluaran dari instalasi biogas secara teratur.
BAB III

METODE PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian secara umum akan ditunjukkan melalui diagram alir
penelitian. Diagram alir penelitian menggambarkan garis besar tahapan yang
akan dilakukan selama penelitian.
Metode penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu pra lapangan, lapangan
dan tahap pengolahan data.
1. Pra Lapangan
- Kajian pustaka
- Interpretasi reaktor biogas dari manual konstruksi
2. Lapangan
- Pengambilan data primer reaktor biogas
- Pengamatan reaktor biogas
- Wawancara kepada pengguna biogas
3. Pengolahan Data
- Uji laboratorium
- Analisis data hasil uji laboratorium
- Analisis data hasil observasi dan wawancara

3.2 Metode Pengumpulan Data


Terdapat 2 (dua) metode pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Data Primer
Data primer pada penelitian ini meliputi data evaluasi kinerja reaktor
biogas secara teknis dan non-teknis yang didapatkan dengan menggunakan
metode observasi, pemantauan dan wawancara. Selain itu, berupa data
parameter COD, Dissolved COD, Total Solid, C:N:P Ratio, kadar air, volume

12
biogas, pH dan temperatur digester. Data tersebut didapatkan menggunakan
metode pengujian pada laboratorium dan beberapa seperti volume biogas, pH
dan temperatur didapat dari

13
Mulai

Kajian Pustaka

Pengambilan Data Sekunder

Pengambilan Data Primer

Masyarakat Reaktor Biogas

Faktor
Non- Faktor Pupuk
Teknis: Teknis: Organik
Operationa Cair,
l and Volume
Kondisi Maintananc Biogas, pH,
Sosial, e Temperatur
Ekonomi,
Lingkunga
n, Uji
Analisis dan
Kesehatan Laboratoriu
Pengolahan
m
Data

Kesimpulan

Selesa
i
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

14
Tabel 3.1 Data primer dan sumber data yang dibutuhkan

No Data yang Dibutuhkan Sumber Data


1 Data evaluasi teknis Observasi, pemantauan dan wawancara di
2 Data evaluasi non-teknis lapangan menggunakan pena & kertas
3 COD Uji Laboratorium
4 Dissolved COD Uji Laboratorium
5 C:N:P ratio Uji Laboratorium
6 Total Solid Uji Laboratorium
7 Kadar Air Uji Laboratorium
8 Temperatur Termometer Batang
9 pH Indikator pH (pH stick)
10 Produksi Gas Pengukuran Kenaikan Floating-Roof

2. Data Sekunder
Data sekunder pada penelitian ini meliputi data mengenai landasan teoritis
mengenai reaktor biogas serta operasionalnya, data manual konstruksi reaktor
biogas, data kondisi reaktor biogas yang diperoleh melalui pengukuran dan
dokumentasi di lapangan beserta data/jurnal hasil pemantauan dan analisis output
dari penelitian sebelumnya.

Adapun tahapan pada penelitian ini dapat dibagi menjadi empat (4) bagian
besar, yaitu:
a. Tahap perencanaan
Pertama kali yang dibutuhkan dalam tahapan ini adalah identifikasi mengenai
tempat / lokasi pengambilan sampel yang akan digunakan sebagai bahan uji coba.
Selanjutnya menentukan material apa saja yang dibutuhkan dalam pembuatan septik-
tank model digester serta spesifikasinya. Kemudian menentukan jumlah prototype
septik -tank yang akan dibangun sebagi model maping pada lahan yang sebenarnya.
Kemudian perancangan sistem instalasi pipa pembuangan dari masing- masing
septik-tank rumah tangga ke sentral septik-tank. Tahap akhir perancangan adalah
pengambilan data dari hasil uji coba sistem.

15
b. Tahap rancang bangun
Perancangan prototype septik-tank yang akan digunakan adalah dengan
membuat 4 (empat) unit prototype septik-tank resapan yang akan mewakili septi-
tank rumah tangga dalam satu RT (Rukun Tetangga) yang ada di lapangan nanti.
Dengan spesifikasi sebagai berikut.

Gambar 2. Model Spesifikasi Septik-Tank Resapan


Septik-tank resapan yang digunakan seperti spesifikasi diatas menggunakan bahan
semen cor. Untuk merealisasikan model septiktank seperti itu dapat dibeli di toko
bangunan.Untuk septitk-tank sentral digunakan model septik-tank digester yang
dilengkapi dengan reaktor bio gas model Fixed Dome Reactor (Nancy, 2006).
Spesifikasinya sebagai berikut.

Gambar 3. Reaktor Bio Gas Model Fixed Dome


Perancangan reaktor bio gas tipe fixed dome seperti pada gambar diatas terbuat dari

16
bahan semen cor yang mempunyai dimensi dua kali volume dari masing-masing
septik tank resapan seperti pada gambar. 2.
Perancangan sistem instalasi pipa pembuangan dari masing-masing septik-tank
rumah tangga ke sentral septik-tank untuk satu wilayah rukun tetangga dapat
digambar kan pada model seperti pada gambar 4.

Gambar 4. Sistem Instalasi Pipa Tersentralisasi.( tampak atas )

c. Tahap pengukuran dan pengumpulan data


Data yang diambil pada tahap ini adalah besaran tekanan gas pada masing-
masing septik tank. Pengukuran tekanan gas metan dilakukan dengan menggunakan
alat ukur tekanan gas yang dipasang pada nepel kran masing-masing septik tank.
Periode pengukuran dilakukan dengan mengambil data tekanan gas metan untuk
kurun waktu satu hari, satu minggu dan 1 bulan.

17
3.3 Metode Analisis Laboratorium
Pengujian laboratorium dilakukan setelah pengambilan sampel pupuk organik
cair dari reaktor biogas dan feses manusia pada influen. Adapun metode pengujian
secara lebih jelas ditunjukkan pada tabel 3.2.

Tabel 3.2 Metode analisis laboratorium


No Parameter Metode Sumber
1 COD Refluks tertutup secara SNI 06-6989 2-2004
spektrofotometri
2 Dissolved Refluks tertutup secara SNI 06-6989 2-2004
COD spektrofotometri
3 Total C TOC analyzer SNI 06-6989.28-2005

4 Total N Kjeldahl secara titrasi SNI 4146:2013

Spektrofotometer
5 Total P SNI 06-6989.31-2005
secara asam askorbat
6 Kadar Air APHA section 2540 B APHA, 1998
7 Total Solid Gravimetri SNI 06-6989.26-2005

3.4 Metode Analisis Volume Biogas


Volume biogas diperoleh dari percobaan menggunakan plastic bag ½ kg
yang dipasang di terminal pipa kemudian di amati sampai plastic bag penuh dan
dicatat lama pengisiannya, dari percobaan tersebut diasumsikan lama pengisian
pada digester yaitu volume biogas pada digester per satuan waktu adalah sama
dengan volume biogas pada plastic bag per satuan waktu. Pendekatan ini
digunakan karena volume biogas yang keluar hanya sedikit dan tidak terbaca
apabila menggunakan gas meter. Volume gas
(V) pada digester diukur dengan mengukur kenaikan floating roof (t)
menggunakan pengukur, dihitung menggunakan rumus berikut : V = π x r 2 x t .
Dimana:
V =volume gas (l)
π =22/7
r = jari-jari lingkaran
18
t = tinggi silinder

3.5 Metode Analisis Data


Data evaluasi non-teknis dianalisis melalui beberapa aspek diantaranya
kondisi sosial ekonomi pengguna biogas, kondisi lingkungan, serta kesehatan
masyarakat. Sedangkan evaluasi teknis dilakukan dengan menganalisis hal-hal
terkait operasional dan perawatan digester, masalah operasional dan cara
memperbaikinya, serta kinerja digester biogas itu sendiri. Sedangkan untuk data
parameter hasil pengukuran dianalisis dengan cara membandingkan hasil
pengukuran dengan nilai optimum digester biogas dari landasan teoritis
(jurnal/baku mutu) mengenai digester biogas.

19
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2011. Biogas Pembuatan Konstruksi, Operasional dan
Pemeliharaan Instalasinya. Edisi 1-7 Juni 2011 No.3408. Sinartani, Jakarta.
Liu 2008 dalam buku Kaiser M, and Fuch S. Monitoring and Analysis of Biogas
Output From Decentralized Anaerobic Waste Water Treatment with
Simultaneous Utilization of Resource in Java, Indonesia. Water Practice &
Technology Vol. 10 No. 2. Karlsruhe Institute of Technology, Germany.
Nallathambi Gunaseelan 1997 dalam buku Kaiser M, and Fuch S. Monitoring and
Analysis of Biogas Output From Decentralized Anaerobic Waste Water
Treatment with Simultaneous Utilization of Resource in Java, Indonesia.
Water Practice & Technology Vol. 10 No. 2. Karlsruhe Institute of
Technology, Germany.
NAS, 1977. dalam buku Polprasert “Organic Waste Recycling” : Technology and
Management, 3rd edition. IWA Publishing, London.
Polprasert, C. 2007. Organic Waste Recycling: Technology and Management, 3rd
edition. IWA Publishing, London.

20

Anda mungkin juga menyukai