Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN


DENGAN DATA CITRA RESOLUSI MENENGAH
MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(Studi Kasus : Semarang Bagian Barat dan Semarang Bagian Timur)
Riski Kadriansari, Sawitri Subiyanto, Bambang Sudarsono*)

Departemen Teknik Geodesi Fakultas Teknik Universitas Diponegoro


Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang, Semarang Telp.(024)76480785, 76480788
Email : riskikadriansari@gmail.com

ABSTRAK
Kota Semarang merupakan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi dengan laju pertumbuhan penduduk yang
cukup tinggi di Indonesia, dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi maka permintaan tempat tinggal yang layak
huni akan semakin meningkat, dalam pemilihan tempat tinggal atau permukiman yang layak huni harus benar-benar
diperhatikan dalam segi aksesbilitas dan fisik lahan. Kesesuaian lahan permukiman yang layak huni akan
berpengaruh dalam keawetan bangunan, nilai ekonomis, dan dampak perumahan terhadap lingkungan di sekitarnya.
Metode yang digunakan adalah dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Sistem Informasi
Geografis (SIG), AHP berguna untuk menunjukan besar bobot yang mempengaruhi masing-masing parameter dan
SIG memiliki peran dalam menganalisis proses evaluasi kesesuaian lahan yang sesuai dengan parameter yang telah
ditentukan. Berdasarkan analisis menggunakan metode AHP yang mempengaruhi untuk masing-masing parameter
sebesar 35,15% gerakan tanah, kemiringan lereng 31,25%, jenis tanah 16,79%, penggunaan lahan 6,59%, jalan
terhadap jalan utama 5,57%, curah hujan 5,02%. Dari hasil overlay peta hasil skoring maka didapat 8.490 (ha)
sangat sesuai untuk permukiman, lahan dengan luas 7.683 (ha) sesuai untuk permukiman, lahan sekitar 1667 (ha)
cukup sesuai untuk permukiman. lahan sekitar 64 (ha) kurang sesuai untuk permukiman. Dari hasil yang telah
didapatkan maka wilayah Semarang bagian timur dan semarang bagian barat sudah sangat baik dalam kesesuaian
lahan untuk permukiman karena 40,83% sangat cocok untuk permukiman dan hanya 0,43% yang kurang cocok
untuk permukiman.

Kata Kunci : AHP, Kesesuaian lahan, Permukiman, SIG

ABSTRACT
The city of Semarang is one of the economic growth centers with a high population growth rate in Indonesia,
with high population growth hence the demand for decent habitation will increase, in the choice of shelter or
settlements that are habitable should be really considered in terms of accessibility and physical land. The suitability
of livable settlement land will have an effect on the durability of the building, the economic value, and the housing
impact on the surrounding environment. Metode used is Analytical Hierarchy Process (AHP) and Geographic
Information System (GIS), AHP is useful to show the weight of each parameter and GIS has a role in analyzing the
process of land suitability evaluation in accordance with predetermined parameters. Based on analysis using AHP
method that influence for each parameter equal to 35,15% movement of soil, slope slope 31,25%, soil type 16,79%,
land use 6,59%, road to main road 5,57% rainfall 5.02%. From the result of scaled map overlay result 8.490 (ha)
very suitable for settlement, land with wide of 7.683 (ha) suitable for settlement, land around 1.667 ( ha) is suitable
for settlements And land with wide of 64 (ha) less suitable for settlement. From the results obtained, the eastern part
of Semarang and western Semarang are very good in the suitability of land for settlements because 40,83% is
suitable for settlements and only 0.43% is less suitable for settlements.

Keywords: AHP, Land suitability, Settlement, GIS

*)
Penulis, Penanggung Jawab

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, (ISSN:2337-845X) 199


Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

I. Pendahuluan Semarang Bagian Timur dengan Sistem


I.1 Latar Belakang Informasi Geografis dengan metode
Permukiman merupakan kegiatan yang banyak Analytical Hierarchy Process (AHP) ?
mendominasi kegunaan lahan baik di kota maupun 2. Daerah mana yang sesuai dan tidak sesuai
daerah pinggiran. Menjamurnya pembangunan dengan RTRW tahun 2011-2031 di Kota
permukiman yang ada di pinggiran kota secara tidak Semarang Bagian Barat dan Semarang Bagian
teratur mengakibatkan perkembangan kota disebut Timur ?
sebagai urban sprawl (Troy, 1996). Permukiman
merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia (yang I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
harus terpenuhi agar manusia dapat sejahtera dan 1.Tujuan Penelitian
hidup layak sesuai dengan derajat kemanusiaannya. Tujuan dari penelitian ini adalah:
Kota Semarang merupakan salah satu kota yang a. Mengetahui kelas kesesuaian lahan
banyak didatangi oleh kaum urban karena permukiman sebagai pengembangan
menyediakan kegiatan-kegiatan ekonomi dan fasilitas permukiman selanjutnya di Semarang
yang lengkap sehingga menjanjikan untuk dijadikan Bagian Barat dan Semarang Bagian
daerah tujuan dalam mencari penghasilan. Timur.
Perkembangan Kota Semarang itu sendiri b. Menyajikan peta evaluasi kesesuaian
mengakibatkan perluasan ke daerah pinggiran karena lahan dengan berbasis sistem informasi
lahan dipusat kota tidak mampu lagi untuk geografis.
menampung berbagai kebutuhan masyarakat. 2.Manfaat Penelitian
Kebutuhan lahan yang semakin besar ini memicu alih Manfaat yang didapat dari penelitian ini
fungsi lahan yang sudah sering terlihat saat ini. adalah:
Peralihan fungsi lahan perlu mendapat perhatian lebih a. Aspek Keilmuan
karena penggunaan lahan sedikit banyak pasti Segi keilmuan penelitian ini memiliki
berpengaruh terhadap kehidupan manusia itu sendiri. manfaat untuk memberikan kontribusi
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan dalam ilmu sistem informasi geografis
sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian khususnya mengenai skoring dan
lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini pembobotan terhadap permasalahan dalam
(kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan penelitian yang di teliti.
perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian b. Aspek Rekayasa
lahan aktual merupakan kesesuaian lahan berdasarkan Hasil penelitian dapat digunakan untuk
data sifat biofisik, data biofisik tersebut berupa kepentingan Pemerintah daerah Kota
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan Semarang dalam pembangunan dan
dengan persyaratan penggunaan sebuah lahan tersebut, perencanaan Tata ruang di Kota
misalkan untuk permukiman maka karakteristik tanah Semarang.
seperti apa yang cocok untuk membangun sebuah
permukiman. I.4 Ruang Lingkup Penelitian
Evaluasi kesesuaian lahan adalah proses Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini
menaksir kesesuaian lahan untuk berbagai pilihan adalah sebagai berikut:
penggunaan tertentu, kerangka dasar evaluasi lahan 1. Penelitian ini dilakukan di Semarang
adalah untuk mencocokan (matching) kualitas suatu Bagian Barat yaitu Kecamatan Tugu,
lahan dengan syarat yang diperlukan untuk suatu Kecamatan Ngaliyan dan Kecamatan Mijen
penggunaan tertentu (FAO, 1976). Evaluasi kesesuaian dan Semarang Bagian Timur yaitu
lahan permukiman merupakan proses penggambaran Kecamatan Genuk dan Kecamatan
tingkat kesesuaian lahan untuk kegiatan permukiman. Pedurungan.
Metode yang digunakan adalah dengan metode 2. Peta yang digunakan adalah peta Rencana
Analytical Hierarki Process (AHP) dan Sistem Tata Ruang Wilayah Kota Semarang tahun
Informasi Geografis (SIG), AHP berguna untuk 2011-2031 dan Peta Tata Guna Lahan
menunjukan besar bobot yang mempengaruhi masing- 2017.
masing parameter dan SIG memiliki peran dalam 3. Metode yang digunakan untuk evaluasi
menganalisis proses evaluasi kesesuaian lahan yang adalah Analytical Hierarchy Process
sesuai dengan parameter yang telah ditentukan. (AHP).
4. Pengolahan data spasial dan tabular
I.2 Rumusan Masalah menggunakan metode Sistem Informasi
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini Geografis (SIG).
adalah: 5. Parameter yang digunakan yaitu kemiringan
1. Bagaimana kesesuaian lahan untuk lereng, jaringan jalan, jenis tanah, curah
permukiman Semarang Bagian Barat dan hujan, gerakan tanah, penggunaan lahan.

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, (ISSN:2337-845X) 200


Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

II. Tinjauan Pustaka II.3 Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya


II.1 Permukiman Menurut Undang Undang Nomor 26 Tahun
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia 2007 pembagian kawasan berdasarkan fungsi
Nomor 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan utamanya menjadi kawasan lindung dan kawasan
Kawasan Permukiman, permukiman adalah bagian budidaya. Kawasan Lindung adalah kawasan yang
dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
utilitas umum serta mempunyai penunjang kegiatan alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta
fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
perdesaan. Dan kawasan permukiman adalah bagian berkelanjutan. Lingkungan hidup adalah kesatuan
dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya,
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya.
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang
Kawasan permukiman didominasi oleh ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk
lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
tempat tinggal yang dilengkapi dengan prasarana dan daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya
sarana lingkungan, tempat bekerja yang memberi buatan.
pelayanan dan kesempatan kerja terbatas yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Satuan II.4 Kriteria Kesesuaian Lahan Permukiman
lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan Pemukiman menurut UU No. 4 tahun 1992
dalam berbagai bentuk ukuran dengan penataan tanah adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai
dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan terstuktur lingkungan tempat tinggal, dan lingkungan hunian
yang memungkinkan pelayanan dan pengelolaan yang yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana
optimal. Prasarana lingkungan permukiman adalah lingkungan.
kelengkapan dasar fisik lingkungan yang Metode yang digunakan yaitu metode skoring,
memungkinkan lingkungan permukiman dapat overlay dan metode deskriptif. Output yang dihasilkan
berfungsi sebagaimana mestinya. dari analisis ini yaitu berupa peta kesesuaian lahan
pemukiman berdasarkan aspek fisik.
II.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
Evaluasi lahan adalah suatu proses menaksir adalah variabel yang terkait langsung dengan aktivitas
kesesuaian suatu lahan untuk berbagai pilihan pemukiman seperti kemiringan lereng, gerakan tanah,
penggunaan tertentu, kerangka dasar evaluasi lahan curah hujan, penggunaan lahan, jarak terhadap jalan
adalah mencocokkan (matching) kualitas satuan lahan utama dan jenis tanah.
dengan syarat yang diperlukan untuk suatu Kriteria kemiringan lereng dalam
penggunaan tertentu (FAO, 1976 ). Prosedur evaluasi pemanfaatannya menjadi kawasan pemukiman dapat
lahan terutama didasari oleh adanya kenyataan bahwa dilihat pada Tabel 1.
penggunaan lahan yang berbeda memerlukan
persyaratan yang tidak sama, informasi yang yang .Tabel 1 Klasifikasi dan kriteria Lereng untuk Pemukiman.
diperlukan dalam evaluasi lahan menyangkut tiga Kemiringan Besar Sudut
aspek utama, yaitu : lahan, penggunaan lahan dan Kelas Skor
Lereng (%)
aspek ekonomis (Sitorus, 1985). Sangat
Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan Datar < 2% 5
Baik
sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. (FAO,
Landai Baik 2 %– 8% 4
1976) mengusulkan untuk negara–negara berkembang
sangat bermanfaat dan disarankan adanya pemisahan Bergelombang Sedang 8 %– 30% 3
antara kesesuaian lahan sekarang (Current Suitability)
dan kesesuaian lahan potensial (Potential Suitability).
Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan Agak Curam Jelek 30% - 50% 2
berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya Sangat
lahan sebelum lahan tersebut diberikan Curam > 50% 1
Jelek
masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi
kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik Kriteria Jenis tanah dalam pemanfaatannya
tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan menjadi kawasan pemukiman dapat dilihat pada Tabel
tumbuh tanaman yang dievaluasi. 2

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, (ISSN:2337-845X) 201


Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

Tabel 2 Klasifikasi dan kriteria Jenis tanah untuk Kelas Kriteria Skor
Pemukiman.
Sedang Menengah 3
Kelas Jenis Tanah Klasifikasi Skor
Aluvial, Glei, Jelek Tinggi 2
Planosol, Sangat
Sangat Tinggi 1
I Hidromof Tidak Peka 75 Jelek
kelabu, Laterik
air tanah Aksesbilitas suatu daerah menjadi salah satu
Kurang pertimbangan dalam pemilihan lokasi tempat tinggal.
II Latosol 60 Kemudahan yang dipunyai oleh suatu daerah untuk
Peka
Brown forest mencapai tempat kerja, berbelanja, rekreasi, dan
soil, noncalcic olahraga, fasilitas pelayanan jasa, pendidikan,
III Agak Peka 45 kesehatan, merupakan faktor penarik bagi
brown,
mediteran perkembangan daerah tersebut.
Andosol, Kriteria Jarak terhadap jalan utama dalam
Laterit, pemanfaatannya menjadi kawasan pemukiman dapat
IV Peka 30 dilihat pada tabel 5
Grumosol,
Podsol,podsolic
Regosol, Tabel 5 Klasifikasi dan kriteria Jarak terhadap jalan utama
untuk Pemukiman.
Litosol, Sangat
V 15
Organosol, Peka Kelas Kriteria Skor
Renzina
Sumber: SK Menteri Pertanian 0–1 Sangat
4
No.837/KPTS/Um/11/1980 serta Keppres Km Sesuai
No.48/1983 1–3
Sesuai 3
Km
Kriteria Curah Hujan dalam pemanfaatannya 3–5 Kurang
2
menjadi kawasan pemukiman dapat dilihat pada Tabel Km Sesuai
3. > 5 Km Tidak sesuai 1
Tabel 3 Klasifikasi dan kriteria Curah Hujan untuk
Pemukiman. II.5 Analitical Hierarchy Process (AHP)
Interval AHP merupakan analisis sistem pengambilan
Kelas Deskripsi Skor keputusan secara multi kriteria (Saaty, 2008). AHP
(Mm/Hr)
digunakan untuk memecahkan sekaligus mencari
Sangat alternatif solusi dari permasalahan yang kompleks.
I 0-13,6 50
Rendah Tiga tahap penting dalam analisis AHP adalah
II 13,6-20,7 Rendah 40 penyusunan struktur hirarki, penetapan prioritas, dan
III 20,7-27,7 Sedang 30 analisis konsistensi persepsi.
Pendekatan Analytical Hierarchy Process
IV 27,7-34,8
Tinggi 20
menggunakan skala Saaty mulai dari nilai-nilai bobot
Sangat 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan
V > 34,8 10
Tinggi sama penting, ini berarti bahwa atribut yang sama
Sumber: SK Menteri Pertanian skalanya nilai bobot 1, sedangkan nilai bobot 9
No.837/KPTS/Um/11/1980 serta Keppres menggambarkan kasus atribut yang paling absolut
No.48/1983 dibandingkan yang lainnya.
Kriteria Gerakan tanah sebagai indikator ideal III. Metodologi Penelitian
atau tidaknya suatu wilayah dalam pemanfaatannya III.1 Peralatan Penelitian
menjadi kawasan pemukiman dapat dilihat pada Tabel Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
4 adalah :
1. Hardware yang terdiri dari :
Tabel 4 Klasifikasi dan kriteria Gerakan tanah untuk
a.Laptop ASUS X441S, RAM 2 Gb sebagai
Pemukiman.
sarana mengerjakan penelitian.
Kelas Kriteria Skor b. Hardisk Toshiba 500 Gb untuk keperluan
penyimpanan data.
Sangat Baik Sangat Rendah 5 c.Kamera Digital, digunakan untuk dokumentasi
survei lapangan
Baik Rendah 4 2. Software yang terdiri dari :

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, (ISSN:2337-845X) 202


Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

a. Software ArcGIS 10.1 untuk melakukan


proses analisis spasial sistem informasi III.4 Pelaksanaan
geografis. 1. Pengolahan dan pembuatan peta tematik tiap
b. Microsoft Excel 2013 untuk perhitungan parameter.
AHP. 2. Pembobotan dengan Analitycal Hierarchy
c. Microsoft Word 2010 untuk pengerjaan Process
laporan tugas akhir. Adapun tahapan yang dilakukan dalam
pengolahan AHP :
III.2 Data Penelitian a. Menentukan besar nilai parameter
Data-data penelitian yang digunakan adalah: berpasangan
1. Peta RTRW Kota Semarang tahun 2011- b.Narasumber memberikan penilaian atau
2031 skoring awal terhadap masing-masing
2. Peta Administrasi Kota Semarang parameter dengan mengacu pada skala
3. Peta Tata Guna Lahan Kota Semarang 2015 banding berpasangan pada tabel 3.1
4. Peta Jenis Tanah Kota Semarang 2010 3. Peta Ekstraksi Permukiman dari Keenam
5. Citra Sentinel 2A Kota Semarang 2017 Parameter
6. Peta Jaringan Jalan Kota Semarang 2011
7. Peta curah hujan Kota Semarang 2011 Setelah mendapatkan bobot melalui pembobotan
8. Peta Gerakan Tanah Kota Semarang 2011 AHP untuk tiap parameter maka akan dilakukan
9. Peta Kelerengan Kota Semarang 2011 pengkategorian tingkat kesesuaiannya dengan
pembobotan yang dilakukan di setiap parameter
III.3 Diagram Alir Penelitian sebelum dilakukan overlay.

Persiapan Tabel 6 Skala Banding Secara Berpasangan


Tingkat
Studi Literatur
Kepenti Definisi Penjelasan
ngan
Pengumpulan
Data
Dua elemen
mempunyai
Kedua elemen
1 pengaruh yang
Citra Parameter kesesuaian Peta Rencana sama pentingnya
Sentinel 2A
Peta Tata Guna
Lahan 2015 lahan aspek fisik: Tata Ruang sama besar
Peta Administrasi Wilayah
Peta Gerakan Tanah Semarang terhadap tujuannya
Peta Jenis Tanah Tahun 2011-

Koreksi Geometrik
Peta Jaringan Jalan
Peta Kelerengan
2031 Elemen yang satu
Peta curah hujan sedikit lebih Pengalaman dan
3
Tidak
penting dari penilaian sedikit.
RMSE < 1 elemen yang lain
Piksel

Updating Peta Elemen yang satu Mendukung satu


Tata Guna Lahan
5 lebih penting dari elemen dibanding
Citra Terkoreksi elemen yang lain elemen yang lain
Peta Tata Guna
Lahan 2017
Pengalaman dan
Elemen yang satu penilaian sangat
jelas lebih penting kuat mendukung
7
dari elemen yang satu elemen
Matching dengan
metode AHP lain dibandingkan
Tidak dengan yang lain
Bukti yang
CR<0,1 = konsistensi mendukung elemen
CR>0,1 = tidak konsistensi
Elemen yang satu yang satu terhadap
mutlak lebih elemen yang lain
9
Ya penting dari memiliki tingkat
Peta Kesesuaian elemen yang lain penegasan tertinggi
Lahan Permukiman
matching AHP yang mungkin
menguatkan
Survei Lapangan Validasi Lapangan Nlai-nilai antara
Nilai ini diberikan
dua nilai
2,4,6,8 bila ada kompromi
Peta Kesesuaian pertimbangan
Lahan Permukiman antara dua pilihan
yang berdekatan
Selesai

Gambar 1 Diagram Alir Penelitian

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, (ISSN:2337-845X) 203


Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

IV. Hasil dan Pembahasan Luas


No. Kelas Klasifikasi
IV.1 Hasil Pembobotan (ha)
Metode pembobotan AHP bertujuan untuk Cukup 2.071
melakukan penilaian tentang hubungan tingkat 3 Bergelombang
sesuai
kepentingan antar parameter yang satu dengan yang Kurang 316
lain. Dan melalui perhitungan nya akan didapatkan 4 Agak Curam
sesuai
nilai rasio konsistensi (CR) yaitu tingkat konsistensi Tidak 88
dalam melakukan penilaian terhadap dua buah 5 Curam
sesuai
parameter tersebut (Saaty,T.L.1993). Nilai Rasio
konsistensi didesain sedemikian rupa untuk mengikuti Jumlah 17.904
sifat sebagai berikut :
- Jika CR < 0,10 ; menunjukan tingkat konsistensi
Adapun hasil kesesuaian lahan berdasarkan
yang cukup rasional dalam perbandingan
parameter Jarak terhadap jalan utama dapat dilihat
pasangan.
pada Tabel 8.
- Jika CR ≥ 0,10 ; berarti telah terjadi penilaian
Tabel 8 Klasifikasi jarak terhadap jalan utama
yang tidak konsisten
Dan untuk CR ≥ 0,10 , maka harus dilakukan
perhitungan kembali terutama dalam menentukan Luas
No. Kelas Klasifikasi
(ha)
tingkat kepentingan dari dua parameter yang sedang
Sangat 7.405
dibandingkan. Dengan kata lain, nilai-nilai pada tabel 1 0 – 1 km
awal perlu disusun ulang. sesuai
Dari perhitungan rasio konsistensi dalam 2 1– 3 km Sesuai 2.939
penelitian ini diketahui bahwa proses perbandingan Cukup 2.944
pasangan cukup konsisten dengan nilai Rasio 3 3 – 5 km
sesuai
konsistensi (CR) sebesar 0,030730486. Kurang
4 > 5 km 3.089
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat sesuai
ditetapkan bobot parameter yang digunakan dengan 16.37
menghitung rata-rata bobot parameter hasilnya sebagai Jumlah
7
berikut :
Adapun hasil kesesuaian lahan berdasarkan
parameter penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel
9.

Tabel 9 Klasifikasi penggunaan lahan


Luas
No. Kelas Klasifikasi
(ha)
Sangat 6.213
1 Pemukiman.
sesuai
Campuran 59
2 Sesuai
Pemukiman
Perdagangan
jasa,
Kurang 1.522
4 Perkantoran,
sesuai
Gambar 2 Diagram hasil pembobotan parameter Terminal,
Tegalan/ Kebun
IV.2 Analisis Kesesuaian Lahan Permukiman Makam,
Adapun hasil kesesuaian lahan berdasarkan Olahraga,
parameter kemiringan lereng dapat dilihat pada Tabel Konservasi,
Tidak 4.640
5 Rekreasi,
7. sesuai
Kawasan
Militer, Waduk
Tabel 7 Klasifikasi Kemiringan Lereng dan Mata Air.
Luas
No. Kelas Klasifikasi Jumlah 17.904
(ha)
Sangat 8.819
1 Datar Adapun hasil kesesuaian lahan berdasarkan
sesuai
6.610 parameter jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 10.
2 Landai Sesuai

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, (ISSN:2337-845X) 204


Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

Adapun hasil kesesuaian lahan berdasarkan


Tabel 10 Klasifikasi jenis tanah. seluruh parameter dapat dilihat pada Tabel 13.
Luas
No. Kelas Klasifikasi
(ha) Tabel 13 Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Alluvial,
gleiplanosol, Sangat Kela Klasifi Luas Presentas
1 8.166 No. Skor
hidomorf sesuai s kasi (ha) e (%)
kelabu,laterita Sangat
6.810 1 S1 ≥ 85
2 Latosol Sesuai sesuai 8.490 47,42
≥ 60
Brown forest soil,
Cukup 2.362 2 S2 dan < Sesuai
3 noncalsic brown,
sesuai 85 7.683 42,91
mediteran
≥ 40
Cukup
Andosol, Laterit, 3 S3 dan <
Kurang 530 sesuai
4 Grumusol, 60 1.667 9,31
sesuai ≥ 25
Podsol, Podsolik Kurang
4 N1 dan < 64
Regosol, Litosol, sesuai
Tidak 40 0,36
5 Organosol, 36
sesuai Tidak
Renzina 5 N2 < 25
sesuai
0 0
Jumlah 17.904 Jumlah 17.904 100

Adapun hasil kesesuaian lahan berdasarkan Hasil dari kesesuaian Lahan Permukiman di
parameter gerakan tanah dapat dilihat pada Tabel 11. Semarang bagian Barat dan Semarang bagian Timur
dapat dilihat pada gambar 3.
Tabel 11 Klasifikasi Gerakan Tanah
Luas
No Kelas Klasifikasi
(ha)

1 Sangat Rendah Sangat sesuai 12.592

2 Rendah Sesuai 2.533

3 Menengah Kurang sesuai 2.395

4 Tinggi Tidak sesuai 384

Jumlah 17.904

Adapun hasil kesesuaian lahan berdasarkan


parameter curah hujan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Klasifikasi Curah Hujan


Gambar 3 Peta Kesesuaian Lahan Permukiman
Kelas Klasifikas Luas
No.
(m) i (ha) IV.3 Kesesuaian Lahan Kawasan Permukiman
Sangat Terhadap Rencana Umum Tata Ruang
1 0-13,6 0 Semarang (RTRW 2011 -2031)
sesuai
Adapun hasil kesesuaian lahan permukiman
2 13,6-20,7 Sesuai 0 terhadap RTRW 2011- 2031 dapat dilihat pada Tabel
14.
Cukup
3 20,7-27,7 0 Tabel 14 Klasifikasi Kesesuaian Lahan Permukiman
sesuai
terhadap RTRW tahun 2011-2031
Kurang Presentase
4 27,7-34,8 17.904 No Kecamat Klasifika Luas
sesuai (%)
an si (ha)
Tidak
5 >34,8
sesuai
0 1. Tugu Sesuai 2708 87,35
Jumlah 17.904 Tidak 12,65
392
Sesuai
Jumlah 3100 100

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, (ISSN:2337-845X) 205


Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

No Kecamat Klasifika Luas Presentase lokasi ke permukiman yang terdapat di Kota


an si (ha) (%) Semarang Bagian Barat dan Semarang
Bagian Timur, terdiri dari
2 Ngaliyan Sesuai 2929 65,18
a. Semarang Bagian Barat, diperoleh
Tidak 34,82 - Kelas lahan Sangat Sesuai (S1)
1561
Sesuai diperoleh 4.516 ha atau sekitar 25,22%
Jumlah 4490 100 dengan Kecamatan Tugu memperoleh
3.055 ha, Kecamatan Ngaliyan 557 ha
3 Mijen Sesuai 3798 70,61 dan Kecamatan Mijen 904 ha.
Tidak 29,39 - Kelas lahan Sesuai (S2) diperoleh 6.729
1581 ha atau sekitar 37,6%, dengan
Sesuai
Kecamatan Tugu memperoleh 45 ha,
Jumlah 5379 100 Kecamatan Ngaliyan 2.816 ha dan
4 Genuk Sesuai 2397 87,71 Kecamatan Mijen 3.868 ha.
Tidak 12,29 - Kelas lahan Cukup Sesuai (S3)
336 diperoleh 1.667 atau sekitar 9,31%,
Sesuai
dengan Kecamatan Ngaliyan
Jumlah 2733 100 memperoleh 1.115 ha dan Kecamatan
5 Pedurung 86,89 Mijen 552 ha.
Sesuai 1909 - Kelas lahan Kurang Sesuai (N2)
an
13,11 diperoleh 61 ha atau sekitar 0,34%,
Tidak
288 dengan Kecamatan Ngaliyan 6 ha dan
Sesuai
Kecamatan Mijen 55 ha.
Jumlah 2197 100 b. Semarang Bagian Timur, diperoleh
- Kelas lahan Sangat Sesuai (S1)
Hasil dari kesesuaian Lahan Permukiman di diperoleh 3.974 ha atau sekitar 22,20%
kesesuaian lahan permukiman terhadap RTRW tahun dengan Kecamatan Genuk memperoleh
2011- 2031 dapat dilihat pada gambar 4. 1.881 ha, Kecamatan Pedurungan 2.093
ha.
- Kelas lahan Sesuai (S2) diperoleh 954
ha atau sekitar 5,32%, dengan
Kecamatan Genuk memperoleh 850 ha,
Kecamatan Pedurungan 104 ha.
- Kelas lahan Kurang Sesuai (N2)
diperoleh 2 ha atau sekitar 0,01%,
dengan Kecamatan Genuk memperoleh
2 ha.

2. Berdasarkan analisa kesesuaian dengan Peta


Rencana Tata Ruang Wilayah Semarang
Bagian Barat dan Semarang Bagian Timur
Tahun 2011-2031 maka diperoleh
a. Semarang Bagian Barat
- Diperoleh 9.435 ha atau sekitar 52,71%
sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Gambar 4 Peta kesesuaian lahan permukiman dengan Wilayah Semarang tahun 2011-2031.
RTRW tahun 2011-2031. Dengan Kecamatan Tugu 2.708 ha kelas
sesuai, Kecamatan Ngaliyan 2.929 ha
V. Kesimpulan dan Saran kelas sesuai, Kecamatan Mijen 3.798 ha
V.1 Kesimpulan sesuai.
Berdasarkan hasil analisis penelitian dan uraian - Diperoleh 3.534 ha 19,74% tidak sesuai
yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai Semarang tahun 2011-2031. Dengan
berikut : Kecamatan Tugu 392 ha kelas tidak
1. Berdasarkan hasil scoring dan pembobotan sesuai, Kecamatan Ngaliyan 1.561 ha
menggunakan metode AHP dari peta kelas tidak sesuai, Kecamatan Mijen
kemiringan lereng, gerakan tanah, jenis tanah, 1.581 ha tidak sesuai.
curah hujan, penggunaan lahan serta jarak -

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, (ISSN:2337-845X) 206


Jurnal Geodesi Undip Oktober 2017

b. Semarang Bagian Timur Division. FAO Soil Bulletin No. 32. FAO-
- Diperoleh 4.306 ha atau sekitar 24,06% UNO. Rome.
sesuai dengan Rencana Tata Ruang Saaty. 2008. The Analytic Hierarchy and Analytic
Wilayah Semarang tahun 2011-2031. Network Measurement Processes
Dengan Kecamatan Genuk 2.397 ha Applications to Decisions Under Risk,
kelas sesuai, Kecamatan Pedurungan European Journal Of Pure And Applied
1.909 ha kelas sesuai. Mathematics Vol. 1, No 1, (122-196) 60
- Diperoleh 624 ha 3,49% tidak sesuai Saaty, T L. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para
dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk
Semarang tahun 2011-2031. Dengan Pengambilan keputusan dalam situasi yang
Kecamatan Genuk 336 ha kelas tidak kompleks. PT Pustaka Binaman Pressindo.
sesuai, Kecamatan Pedurungan 288 ha Jakarta
kelas tidak sesuai. Sitorus, santun. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan.
Bandung: Tarsito.
V.2 Saran
SK Menteri Pertanian No.837/KPTS/Um/11/1981
Dari beberapa kesimpulan diatas, maka dapat
Troy P. 1996. Urban Consolidation and the Family in
dikemukakan saran-saran yang bermanfaat untuk
Jenks M, Burton E and Williams eds the
evaluasi kesesuaian lahan permukiman dimasa yang
Compact City a Sustainable Urban Form.
akan datang :
London, Penerbit: E&FN Spon.
1. Dalam penelitian kesesuaian lahan
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang
permukiman dengan menggunakan
Penataan Ruang.
perhitungan AHP, sebaiknya menggunakan
Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang
parameter kesesuaian yang lebih banyak lagi
Perumahan dan Permukiman
seperti penambahan parameter bencana alam.
2. Dalam menentukan hasil AHP, pemberian
bobot pada tiap kriterianya sangat
berpengaruh pada hasil analisisnya. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengisian
kuesioner oleh narasumber yang memiliki
keahlian sesuai bidang yang dibutuhkan agar
jawaban yang diberikan memiliki konsistensi
dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Semakin banyak narasumber yang
didapatkan, akan menghasilkan nilai bobot
yang lebih baik karena merupakan gabungan
dari beberapa pendapat para ahli.
3. Bila dalam pengisian kuesioner data yang
dihasilkan memiliki nilai CR ≥ 0,1 maka telah
terjadi penilaian yang tidak konsisten, untuk
itu perlu dilakukan pengisian kuesioner ulang
agar hasilnya konsisten.
4. Untuk penelitian sebaiknya menggunakan
citra yang berresolusi tinggi dan tahun yang
terbaru agar dalam pembaharuan tata guna
lahan lebih mudah.
5. Dalam penentuan titik validasi sebaiknya
pemilihan titik validasi harus merata tidak
hanya pada lahan permukiman saja tetapi
lahan lainnya agar dapat ditentukan bahwa
lahan tersebut berpotensi dijadikan sebagai
lahan permukiman atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil
Resources Management and Conservation
Service Land and Water Development

Volume 6, Nomor 4, Tahun 2017, (ISSN:2337-845X) 207

Anda mungkin juga menyukai