Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020


Teknik Geologi Universitas Mulawarman

GEOLOGI DAN ANALISIS KESESUAIAN LAHAN


UNTUK PEMUKIMAN BERDASARKAN PENDEKATAN
GEOMORFOLOGI DAN METODE AHP DI BUKIT
PINANG, SAMARINDA ULU, KOTA SAMARINDA
GEOLOGY AND ANALYSIS OF LAND SUITABILITY FOR
SETTLEMENT BASED ON A GEOMORPHOLOGICAL APPROACH
IN BUKIT PINANG, KECAMATAN SAMARINDA ULU, KOTA
SAMARINDA
Hamzah Umar, Resty Intan Putri, Adjie Zunaid Tualeka, Utari Alifia
Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman
Jl. Sambaliung No.9, Kampus Gunung Kelua, Samarinda
*Email : umar.geologi@gmail.com

Abstrak

Lokasi penelitian berada di Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah arahan peruntukan lahan permukiman yang sudah ada di lokasi
penelitian sudah sesuai dengan kriteria - kriteria peruntukan lahanya berdasarkan pendekatan geomorfology. Adapun
metode analisis yang digunakan ialah metode Proses Hirarki Analitik (AHP), yang digunakan untuk mencari nilai
bobot dari parameter litologi, morfologi, kemiringan lereng, tingkat kebasahan lahan, dan tingkat tutupan lahan. serta
menggunakan penentuan klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO 1976 untuk kategori sub-kelas. Hasilnya terdapat
3 kelas wilayah di daerah penelitian yaitu lahan sesuai, merupakan daerah yang memilki tingkat kemampuan lahan
tinggi dan baik untuk dibangun atau dikembangkan lahan pemukiman, lahan sesuai bersyarat merupakan daerah yang
memilki tingkat kemampuan sedang atau kurang untuk dikembangkan sebagai lahan pemukiman, lahan tidak sesuai
merupakan daerah yang memilki tingkat kemampuan lahan yang buruk untuk dikembangkan sebagai lahan
pemukiman.

Kata kunci: Bukit Pinang, Pemukiman, AHP, FAO.

Abstract
The research location is in Bukit Pinang Village, Samarinda Ulu District, Samarinda City, East Kalimantan. This
study aims to analyze whether the direction of residential land designation that already exists in the research location
is in accordance with the land designation criteria based on the geomorphological approach. The analytical method
used is the Analytical Hierarchy Process (AHP) method, which is used to find the weight value of the parameters of
lithology, morphology, slope, soil wetness, and land cover level. and using the land suitability classification
determination according to FAO 1976 for sub-class categories. The result is that there are 3 classes of areas in the
research area, namely suitable land, which is an area that has a high level of land capability and is good for being
built or developed for residential land, land according to condition conditions is an area that has a moderate level of
ability or less to be developed as residential land, land is not suitable is an area that has a poor level of land
capability to be developed as residential land.

Keywords: Bukit Pinang, Settlement, AHP, FAO.

23
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

PENDAHULUAN kesampaian daerah sebagai bahan literatur


lanjutan guna mengetahui lebih mendalam
Lahan pada kawasan atau wilayah kondisi geologi di daerah penelitian
perencanaan merupakan sumber daya alam yang
memiliki keterbatasan dalam menampung Pengambilan Data
kegiatan manusia dalam pemanfaatannya. Pengambilan data menggunakan data
Banyak contoh kasus kerugian ataupun korban primer dan sekunder. Data primer merupakan
yang disebabkan oleh ketidaksesuaian data yang diambil di lapangan seperti
penggunaan lahan yang melampaui pengamatan bentuk lahan dan pengamatan
kapasitasnya. Untuk itu perlu dikenali sedini singkapan. Data sekunder merupakan data
mungkin karakteristik fisik suatu wilayah topografi, citra satelit, DEMNAS, Peta RTRW
maupun kawasan yang dapat dikembangkan Kota Samarinda terbaru, Peta rawan bencana
untuk dimanfaatkan oleh aktivitas manusia longsor Kota Samarinda tahun 2014 dan
terlebih khusus sebagai permukiman. peneliti sebelumnya.
Kelurahan Bukit Pinang adalah salah satu
Analisis Data
Kelurahan yang berada di Kecamatan Tahap analisis geomorfologi terdiri atas
Samarinda Ulu. Secara administratif, wilayah pembagian bentuk lahan berdasarkan bentuk
Bukit Pinang berbatasan dengan Kelurahan Air asal. Tahap analisis geologi terdiri atas
Hitam dibagian timur, Kelurahan Air Putih pembagian litofasies, yaitu karakteristik pada
dibagian selatan dan Kelurahan Loa Bahu batuan baik fisika, kimia, dan biologi. Tahap
dibagian barat. Kemajuan dalam pembangunan analisis struktur geologi menggunakan metode
di Kota Samarinda terlebih di Kelurahan Bukit streografis dan rekontruksi lipatan. Tahap
Pinang guna peningkatan taraf hidup analisis stratigrafi bertujuan mengetahui umur
masyarakat ternyata diiringi masalah yang dari batuan dan lingkungan pengendapan dari
semakin berkembang dan kompleks seiring setiap satuan batuan. Tahap analisis petrografi
dengan bertambahnya jumlah penduduk. bertujuan untuk mengetahui mineral yang
Peningkatan pembangunan di Kota Samarinda terkandung pada batuan. Tahap analisis guna
dapat mengancam terjadinya pergeseran pola lahan menggunakan metode Analytical
ruang yang diakibatkan masyarakat yang tidak Hierarchy Process (AHP) dan (FAO) dengan
membangun di area arahan peruntukan atau menggunakan beberapa parameter diantaranya,
pemerintah yang kurang tepat dalam peta litologi, peta morfologi, peta kemiringan
memperuntukan lahan tersebut. Berdasarkan lereng, peta tutupan lahan, peta kebasahan
uraian diatas, penelitian tentang Analisis lahan, peta rawan bencana longsor dan peta
kesesuaian Lahan Permukiman di Kelurahan jarak dari TPA.
Bukit Pinang Kota Samarinda diperlukan untuk
mengetahui apakah arahan peruntukan lahan Tabel 1. Klasifikasi parameter litologi
permukiman yang sudah ada sudah sesuai Parameter Skor
dengan kriteria - kriteria peruntukan lahanya. Batuan aluvial 1
Oleh karena itu, dalam penelitian ini Batuan sedimen 2
menjadikan berbagai parameter dalam Batuan vulkanik 3
Sumber: BNPB, 2016
menetukan wilayah pemukiman dan dengan
pendekatan aspek geomorfologi dapat Tabel 2. Klasifikasi parameter kemiringan
diterapkan untuk data geospasial dan diolah lereng
hingga menghasilkan peta rekomendasi Parameter Skor
pemukiman dari daerah penelitian dengan 0-2% 1
mengintegrasikan Sistem Informasi Geografis 3-7% 2
(SIG) menggunakan bantuan software ArcGIS 8-13% 3
dengan metode Analytical Hierarchy Process 14-20% 4
21-55% 5
(AHP) dan metode FAO.
56-140% 6
>140% 7
METODOLOGI Sumber: Klasifikasi Van Zuidam, 1985

Tabel 3. Klasifikasi parameter morfologi


Studi Literatur Parameter Skor
Kegiatan studi literatur ini dimaksudkan Datar 3
untuk mencari literatur yang berhubungan Cekung 2
dengan penelitian sehingga dapat membantu Cembung 1
dalam pelaksanaan penelitian ini. Literatur Sumber: Wiweka, 2011

dapat berupa buku-buku, jurnal, skripsi yang Tabel 4. Klasifikasi penutupan lahan
berkaitan dengan penelitian ini serta Parameter Skor
menggunakan peta geologi regional dan peta Kerapatan tajuk lebat 1

24
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

Kerapatan tajuk sedang 2 menyebabkan terbentuknya relief bergelombang


Kerapatan tajuk jarang 3 pada satuan geomorfologi ini, hal ini berkaitan
Sumber: Mentri kehutanan no 12, 2012 dengan perbedaan tingkat resistensi terhadap
Tabel 5. Klasifikasi kebasahan lahan erosi pada litologi penyusunnya. Hadirnya
Parameter Skor batugamping non klastik juga merupakan faktor
Kering 1 yang mempengaruhi morfologi. Batugamping
non klastik bersifat lebih kompak dan keras
Sedang lembab 2
dibandingan dengan litologi lainnya pada
Sangat lembab 3
Sumber: Mentri kehutanan no 12, 2012 perselingan ini, yaitu batupasir dan
batulempung, sehingga batugamping non klastik
Tabel 6. Klasifikasi rawan bencana longsor akan lebih resisten terhadap pelapukan, akan
Parameter Skor tetapi lebih mudah mengalami pelarutan akibat
Tidak rawan 12 air. Satuan ini memiliki elevasi 10 mdpl hingga
Agak rawan 8 115 mdpl, sedangkan kemiringan lereng 8%
Rawan 4 hingga 55% yang tergolong miring hingga
Sumber: BNPB Indeks Risiko Bencana Indonesia, 2016
sangat curam, mengacu pada klasifikasi Van
Tabel 7. Klasifikasi jarak dari TPA Zuidam (1985).
Jarak (m) Skor
2. Bentuklahan perbukitan antiklin
1000 1 Satuan ini menempati 20% daerah
2000 2 penelitian, satuan ini ditandai dengan warna
3000 3 ungu tua pada peta geomorfologi. Morfologi
4000 4 satuan ini dicirikan dengan perbukitan antiklin
>5000 5 dengan relief yang bergelombang. Satuan ini
Sumber: Penulis
berada di dalam Satuan Batupasir sedang,
Hasil litologi penyusun satuan ini yang didominasi
Hasil akhir dari analisis data adalah daerah oleh batupasir yang tebal sehingga litologi ini
geologi daerah penelitian dan peta rekomendasi lebih resisten terhadap proses erosi dan
pemukiman daerah kelurahan bukit pinang pelapukan dibandingkan daerah sekitarnya.
dengan metode Analytical Hierarchy Process Satuan ini memiliki elevasi 10 mdpl hingga 80
(AHP) dan FAO. mdpl, sedangkan kemiringan lereng 8% hingga
55% yang tergolong miring hingga sangat
HASIL DAN PEMBAHASAN curam, mengacu pada klasifikasi Van Zuidam
(1985).
Geomorfologi daerah penelitian 3. Bentuklahan lembah monoklin
Pada daerah penelitian dibagi menjadi 1 Satuan ini menempati 20% daerah
(satu) bentuk asal yaitu struktural dan 3 (tiga) penelitian, satuan ini ditandai dengan warna
bentuk lahan yaitu perbukitan monoklin, ungu terang pada peta geomorfologi. Satuan ini
perbukitan antiklin dan lembah monoklin. dicirikan dengan morfologi berupa dataran
rendah dengan elevasi 0 mdpl hingga 30 mdpl.
Tabel 8. Satuan geomorfik Satuan ini berada di dalam Satuan Batupasir
sedang dan satuan batupasir halus, litologi
penyusun satuan ini yang didominasi oleh
batupasir dengan ukuran butir sedang hingga
halus sehingga akan mudah mengalami erosi
dan pelapukan. Satuan ini kemiringan lereng 0%
hingga 13% yang tergolong hampir rata hingga
miring, mengacu pada klasifikasi Van Zuidam
(1985).

1. Bentuklahan perbukitan monoklin


Satuan ini menempati 60% daerah
penelitian, satuan ini ditandai dengan warna
ungu muda pada peta geomorfologi. Morfologi
satuan ini dicirikan dengan daerah yang cukup
tinggi dan membentuk suatu perbukitan dengan
relief yang relatif bergelombang. Satuan ini
berada di dalam Satuan Batupasir sedang,
batugamping dan batupasir halus, adanya
keberagaman litologi penyusun satuan ini yang
25
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

Gambar 1. Peta geomorfologi daerah Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian


penelitian
Struktur geologi daerah penelitian
Stratigrafi daerah penelitian Struktur geologi yang berkembang di
Klasifikasi penamaan satuan stratigrafi daerah penelitian sangat dikontrol oleh
daerah penelitian menggunakan sistem aktivitas tektonik. Berdasarkan hasil
penamaan stratigrafi resmi yang didasarkan pengamatan dan pengukuran pada lokasi
litofasies (ciri litologi) dominan yang diamati di penelitian maka diinterpretasikan bahwa daerah
lapangan, kandungan kimia dan serta biologi. penelitian dijumpai kekar dan antiklin
Penamaan satuan batuan pada daerah penelitian Suryanata.
berdasarkan ciri-ciri litologi secara umum
stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi 3 1. Kekar
(tiga) satuan batuan yaitu satuan batuan dari tua Berdasarkan data kekar yang telah
ke muda, satuan batupasir Suryanata, satuan dianalisis secara stereografis menggunakan
batugamping Suryanata dan satuan batupasir aplikasi dips, didapatkan diagram roset yang
Ring-road. memiliki arah tegasan utama yaitu tenggara-
baratlaut.
1. Satuan batupasir Suryanata
Satuan batupasir Suryanata Formasi Pulau 2. Antiklin Suryanata
Balang menempati ±40% daerah penelitian. Berdasarkan hasil proyeksi stereografis
Formasi ini ditandai warna kuning tua pada peta pada analisis antiklin didapatkan didapatkan
geologi yang terletak di sebelah timur daerah nilai interlimb angle sebesar 36°, dip of hinge
penelitian. Satuan ini didominasi satuan surface sebesar 81°, dan plunge of hinge line
batupasir halus dan batulempung. sebesar 16° sehingga klasifikasi lipatan adalah
close upright Gently plunging fold (Fleuty,
2. Satuan batugamping Suryanata
1964).
Satuan batugamping Suryanata Formasi
Pulau Balang yang menempati ±10% daerah
penelitian. Formasi ini ditandai warna biru pada Parameter Litologi
peta geologi yang terletak di sebelah tenggara Peta litologi didapatkan dari hasil
daerah penelitian. Satuan ini didominasi oleh pemetaan geologi di lapangan. Pada lokasi
batugamping terumbu dengan anggota satuan penelitian terdapat dua jenis litologi yaitu
batupasir sedang dan batulempung. Satuan Batupasir sedang dan Satuan Batupasir
halus. Satuan Batupasir sedang memiliki nilai
3. Satuan batupasir Ringroad yang paling tinggi karena dianggap merupakan
Satuan batupasir Ringroad Formasi satuan batuan dengan litologi penyusunnya
Balikpapan yang menempati ±50% daerah batupasir dengan ukuran butir pasir sedang
penelitian. Formasi ini ditandai warna kuning sehingga dianggap memiliki kestabilan tanah
muda pada peta geologi yang terletak di sebelah yang kurang baik. Satuan Batupasir halus
barat daerah penelitian. Satuan ini didominasi memiliki nilai yang rendah dibandingkan
oleh batupasir halus dengan anggota satuan dengan Satuan Batupasir sedang karena
batulempung, batulanu, batupasir sedang, coal. memiliki ukuran butir yang lebih halus dari
satuan batupasir sedang namun masih memiliki
kestabilan tanah yang cukup baik.

26
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

landai memiliki nilai paling tinggi hingga kelas


dengan kemiringan sangat terjal memiliki nilai
paling rendah.

Gambar 3. Peta litologi

Parameter Morfologi
Relief morfologi permukaan akan sangat Gambar 5. Peta kemiringan lereng
menentukan pemanfaatannya dalam tata guna
lahan dan akan berkaitan dengan faktor Parameter Tutupan Lahan
ekonomi jika ingin membangun suatu Daerah penelitian memiliki tiga kelas
infrastruktur tertentu. Data morfologi ini tutupan lahan yang dapat dilihat di dalam peta
mengacu pada peta geomorfologi yang tutupan lahan daerah penelitian, yaitu kerapatan
diperoleh dari pengamatan peta kontur dan tajuk lebat, kerapatan tajuk sedang dan
pengamatan langsung di lapangan. Satuan kerapatan tajuk jarang. Kerapatan tajuk lebat
Lembah Homoklin merupakan satuan memiliki nilai skor terendah, kerapatan tajuk
geomorfologi dengan nilai yang paling tinggi sedang memiliki skor menengah dan kerapatan
karena reliefnya yang datar akan memudahkan tajuk jarang memiliki nilai skor tertinggi.
dalam proses pembangunan wilayah dan
pembangunan infrastruktur. Satuan Perbukitan
Homoklin dan Satuan Perbukitan sinklin
memiliki nilai terendah karena relief
morfologinya yang cenderung kasar dan sedikit
bergelombang.

Gambar 6. Peta tutupan lahan.

Parameter Kebasahan Lahan


Di dalam daerah penelitian ada tiga kelas
kebasahan lahan yaitu tingkat kebasahan lahan
kering, sedang lembab dan sangat lembab.
Gambar 4. Peta morfologi Nilai kelas tertinggi diberikan pada kategori
sangat lembab, karena dianggap memiliki
Parameter Kemiringan Lereng kandungan air yang cukup untuk pemanfaatan
Kemiringan lereng merupakan parameter lahan, akan tetapi tidak merendahkan tingkat
penting yang harus di perhatikan dalam analisis ketahanan tanah. Daerah sedang lembab
pengembangan wilayah, hal ini dikarenakan memiliki nilai sedikit lebih rendah dari kelas
tingkat kemiringan lereng akan mempengaruhi lahan sangat lembab. Lahan kering memiliki
stabilitas lereng, potensi bencana geologi nilai yang rendah karena setiap kegiatan
berupa tanah longsor, hingga pengaruhnya pengembangan wilayah untuk apapun
terhadap tingkat kesulitan dalam fungsinya, air merupakan salah satu hal mutlak
pengembangan wilayah dan pembangunan yang harus tersedia.
infrastruktur. Daerah penelitian hanya meliputi
tujuh kelas dari keseluruhan tujuh kelas yang
ada, yaitu daerah dengan kimiringan lereng dari
0% hingga 70%. Penilaian setiap kelas
diurutkan dari kelas dengan kemiringan yang
27
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

Gambar 7. Peta kebasahan lahan. Gambar 9. Peta jarak dari TPA

Parameter Kerentanan Bencana Tanah Pembobotan dengan Metode AHP


Longsor Dalam menganalisis peta bahaya longsor
Dalam peta tersebut menjelaskan daerah yang nantinya dilakukan penggabungan peta
daerah yang memiliki kerentanan bencana beberapa parameter, oleh karena itu
tanah longsor yang tersebar di seluruh wilayah diperlukannya nilai bobot untuk menunjang
Kota Samarinda mulai dari indeks kerentanan variabel peta tersebut. Nilai bobot didapatkan
rendah hingga tinggi. Daerah penelitian masuk dari hasil olah matriks perbandingan dengan
kedalam Kelurahan Bukit Pinang yang mana metode AHP. Dalam pembobotan ini akan
daerah tersebut memiliki tingkat kerawanan diketahui nilai bobot tertinggi dan terendah dari
rendah hingga sedang, menempati kurang lebih ke tujuh parameter tersebut. Penentuan nilai
5% dari total luas wilayah adalah katagori bobot pada metode AHP ini mengacu pada
sedang dan 10% dari total luas wilayah adalah Saaty pada tahun 1988.
katagori rendah. Sehingga kurang lebih 85%
daerah Kelurahan Bukit Pinang bisa dikatakan
1. Tingkat Kepentingan Kriteria Tata
aman untik wilayah yang terhindar dari
Guna Lahan
bencana tanah longsor.
Pada matriks perbandingan ini sangat
berpengaruh dalam nilai eigen, matriks
ternormalisasi, hingga ke konsistensi rasio di
mana nilainya harus sama dengan atau kurang
dari 0,1. Artinya, dalam pengambilan nilai
kepentingan ini harus merujuk kepada yang ahli
dan berpengalaman atau sumber yang akurat
sehingga juga berpengaruh terhadap nilai setiap
variabelnya.

Tabel 9. Skala matriks perbandingan


berpasangan
Matriks Perbandingan Keterangan
Gambar 8. Peta Rawan Longsor Kota 1 Perbandingan sama
Samarinda. 3 Perbandingan cukup
5 Perbandingan kuat
Parameter Jarak dari TPA 7 Perbandingan sangat
Tempat pembuangan akhir (TPA) kuat
merupakan faktor yang perlu juga diperhatikan 9 Perbandingan ekstrim
dalam sebuah pengembangan wilayah 2,4,6,8 Perbandingan menengah
pemukiman karena polusi yang disebabkan Perbandingan Nilai inverse
Sumber: Saaty 1980, dalam Raharjo, 2014
oleh pembakaran sampah di TPA sangat
mengganggu kenyamanan tempat tinggal. Oleh 2. Prioritas Elemen
karenanya semakin jauh jarak TPA dari tempat Matriks perbandingan ini diisi dengan
pemukiman maka semakin baik. menggunakan bilangan untuk
mempresentasikan kepentingan relatif dari suatu
elemen terhadap elemen lainnya. Artinya,
bilangan tersebut dapat lebih rendah atau lebih
tinggi dari elemen lainnya.

28
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

Tabel 10. Matriks perbandingan berpasangan ket :


CR = consistency ratio
RI = Random Index
n = Banyaknya parameter

Klasifikasi Lahan Metode FAO


Penentuan klasifikasi lahan untuk
pemukiman adalah menggunakan klasifikasi
menurut kerangka kerja FAO (1967), dengan
3. Konsistensi Rasio (CR) mengambil tiga tingkat kelas dalam kategori
Pengujian rasio konsistensi dimulai dengan sub-klas yaitu :
mengetahui nilai principal eigen maksimum.
Untuk mendapat nilai tersebut, perlu dilakukan a. Kelas S1 (Sangat Sesuai)
perkalian matriks antara matriks perbandingan b. Kelas S2 (Cukup Sesuai)
dengan matriks bobot prioritas yang c. Kelas S3 (Sesuai Marginal)
menghasilkan nilai eigen hingga menentukan d. Kelas N1 (Tidak Sesuai)
Berdasarkan hasil perhitungan yang telah
indeks konsistensi.
dilakukan terhadap enam peta yang
Tabel 11. Normalisasi matriks
mempengaruhi tata guna lahan, diperoleh
jumlah total skor yang berkisaran antara 2,65
sebagai nilai terendah dan 7,52 sebagai nilai
tertinggi. Selanjutnya mentukan besarnya
interval kelas dengan menggunakan rumus :
𝑋𝑡 − 𝑋𝑟
Bila nilai konsistensi didapat, kemudian Ki = 𝐾
menentukan rasio konsistensi berdasarkan
Random Index (RI) 7 ,52 − 2 ,65
= 1,22
4
Tabel 12. Random Index (RI) Ket :
Ki = Nilai interval
Xt = Data tertinggi
Xr = Data terkecil
Tabel 13. Perkalian bobot
K = Jumlah kelas

Tabel 15. Total skor parameter bahaya


No Kelas Nilai
1 Sangat Sesuai 2,65-3,87
2 Cukup Sesuai 3,87-5,09
3 Sesuai Marginal 5,09-6,31

Dari hasil pembobotan tersebut, dilakukan 4 Tidak Sesuai 6,31-7,52


pengujian konsistensi. Hasil uji konsistensi ini
dapat memberi gambaran hasil dari metode
AHP yang saling berkaitan, terutama
mengetahui nilai CR. Pengujian ini dikenal
sebagai perhitungan rasio konsistensi yang
mana hasilnya adalah seperti pada tabel di
bawah.

Tabel 14. Uji konsistensi


Uji Konsistensi Hasil
λ 7,599319573
CI ( maks-n)/(n-1) 0,099886596
RI 1,32
CR (CI/RI) 0,075671663
Gambar 10. Peta rekomendasi lahan
pemukiman Kelurahan Bukit Pinang.
29
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

KESIMPULAN dikembangkan sebagai lahan


pemukiman, perlu adanya rekayasa
Dari hasil penelitian yang dilakukan maka geotek untuk dapat membantu dalam
dapat disimpulkan: pengembangan wilayah pemukiman.
d. lahan tidak sesuai merupakan daerah
1. Kondisi geologi daerah penelitian terbagi : yang memilki tingkat kemampuan
a. Geomorfologi daerah penelitian terdiri lahan rendah. Lahan ini memilki
dari 3 (tiga) satuan geomorfologi yaitu tingkat kemampuan yang buruk untuk
Lembah Monoklin, Perbukitan dikembangkan sebagai lahan
Monoklin, dan Perbukitan Antiklin. pemukiman. Lahan ini lebih cocok
dengan pola aliran sungai dijadikan lahan konservasi atau lahan
Subdendritik serta stadia daerah hijau.
termasuk dewasa. Stratigrafi daerah
penelitian terbagi menjadi 3 (tiga) DAFTAR PUSTAKA
satuan batuan yaitu satuan
Batugamping Suryanata, satuan
, (2016). Kajian Risiko Bencana
Batupasir Suryanata, dan Satuan
Indonesia. Jakarta: BNPB.
Batupasir Ringroad. Struktur geologi
Agnia Eva Munthafa1, Husni Mubarok. 2017.
yang berkembang di daerah penelitian
PENERAPAN METODE
terdiri dari struktur perlipatan dan
ANALYTICAL HIERARCHY
struktur kekar.
PROCESS DALAM SISTEM
b. Lingkungan pengendapan didaerah PENDUKUNG KEPUTUSAN
penelitian berdasarkan analisis profil PENENTUAN MAHASISWA
stratigrafi termasuk kedalam BERPRESTASI. Jurnal Siliwangi Vol.3.
Transitional Lower Delta Plain dan No.2, 2017. Seri Sains dan Teknologi
Transitional Upper Delta Plain Allen, G.P. and Chambers. J. L.C, 1998,
(Horne, 1978). Sedimentation in the Modern and
2. Mekanisme penentuan nilai bobot prioritas Miocene Mahakam Delta, Jakarta:
untuk setiap parameter-parameter Indonesian Petroleum Association
ditentukan dengan menggunakan metode Proceeding, , Indonesia.
Proses Hirarki Analitik (AHP) yang Bahrudin, Muhammad Joko Umbaran. 2018.
menghasilkan bobot sebagai berikut: Zonasi Daerah Rawan Longsor
Kemiringan lereng memiliki bobot 18%, Menggunakan Metode Analisis Sistem
litologi memiliki bobot 20%, kebasahan Informasi Geografis Berdasarkan Metode
lahan memiliki bobot 7%, geomorfologi AHP Pada Daerah Gunung Kidul
memiliki bobot 10%, tutupan lahan Yogyakarta. Semarang: Program Studi
memiliki bobot 5%, peta rawan 34%, dan Sistem Informasi, Fakultas Komputer.
peta jarak dari TPA 5%. Universitas Alma Ata.
3. Rekomendasi guna lahan pemukiman di Bermana, Ike. 2006. Klasifikasi Geomorfologi
Kelurahan Bukit Pinang dibagi menjadi untuk Pemetaan Geologi yang telah
tiga empat yaitu : dibakukan. Bulletin of Scientific
a. lahan sesuai, merupakan daerah yang Contribution, Volume 4, Nomor 2,
memilki tingkat kemampuan lahan Agustus 2006 : 161-173. Laboratorium
tinggi, dan baik untuk dibangun atau Geomorfologi dan Geologi Foto, Jurusan
dikembangkan lahan pemukiman. Geologi, FMIPA, UNPAD.
b. Kategori lahan cukup sesuai Chambers, J.L.C., dan Moss, S.J. 2000.
merupakan daerah yang memilki Depositional Modeling and Facies
tingkat kemampuan lahan yang cukup Architecture of Rift and Inversion
untuk dikembangkan sebagai Episodes in the Kutai Basin, Kalimantan,
pemukiman, namun tidak sebaik lahan Indonesia, in Proceedings of Indonesian
sesuai karena masih memiliki Petroleum Association, Twenty Seventh
beberapa kendala yang masih Annual Convention & Exhibition,
mungkin bisa diatasi. October 1999, IPA99-G-188
Horne, J.C, 1978, Depositional Models in Coal
c. Kategori lahan sesuai marginal Exploration and Mine Planning in
merupakan daerah yang memilki
Appalachian Region, The American
tingkat kemampuan lahan yang
Association of Petroleum Geologist
hampir mendekati lahan tidak sesuai.
Bulletin. vol. 62, no. 12, pp. 2279 -
Lahan ini memrlukan perlakuan yang
2411.
lebih ekstra apabila ingin
30
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

Julian, Kuasa Agra. 2018. IDENTIFIKASI Pramudito, Adhi. 2011. Geologi dan Peta
PETROLEUM SYSTEM CEKUNGAN Kerentanan Longsor dengan
KUTAI KALIMANTAN TIMUR, menggunakan Proses Hirarki Analitik di
MENGGUNAKAN PARAMETER daerah Kertasari dan sekitarnya,
COHERENCY Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa
"Rho VARIANCE PROCESSING" PADA DATA Barat. Bandung: Institut Teknologi
MAGNETOTELLURIC DAN DATA Bandung.
GAYA BERAT.Skripsi tidak diterbitkan. Raharjo, Puguh Dwi dkk. 2014. Penggunaan
Lampung: UNIVERSITAS LAMPUNG Model Analytical Hierarchy Process
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN untuk Penentuan Potensi Ancaman
TEKNIK GEOFISIKA. Longsor Secara Spasial. UPT Balai
Jamil, Dzulfikar Habibi. 2013. Deteksi Potensi Informasi Konservasi Kebumian
Kekeringan Berbasis Pengindraan Jauh Karangsambung LIPI.
dan Sistem Informasi Geografis di Raharjo, Puguh Dwi. 2013. PENGGUNAAN
Kabupaten Klaten. Skripsi tidak DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM
diterbitkan. Semarang. FAKULTAS ANALISIS BENTUKAN LAHAN ASAL
ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PROSES FLUVIAL DI WILAYAH
NEGERI SEMARANG KARANGSAMBUNG. Semarang:
Komisi Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996, Sandi Universitas Negeri Semarang.
Stratigrafi Indonesia, IAGI, Jakarta Rauf, S dkk. 2018. Analisis Tata Guna Lahan di
Tondobala, Linda. 2011. PEMAHAMAN Kabupaten Soppeng Berbasis GIS
TENTANG KAWASAN RAWAN Menggunakan Citra Sentinel 2. Jurnal
BENCANA DAN TINJAUAN Penelitian Teknik Sipil. Makasar.
TERHADAP KEBIJAKAN DAN Universitas Hasanuddin
PERATURAN TERKAIT. Jurnal Sabua Rose, R., Hartono, P., 1978, Geological
Vol.3, No.1: 58-63, Mei 2011 ISSN Evolution Of The Tertiary Kutei-Melawi
2085-7020. Manado. Jurusan Arsitektur Basin Kalimantan Indonesia, Proceeding
Fakultas Teknik Universitas Sam of the Indonesian Petroleum Association,
Ratulangi. 7th Annual Convention, Jakarta,
Merata, Nandian dan Raharjo Dwi Puguh. 2012. Indonesia
Analisis Lahan untuk pengembangan Sudipta, Ketut, G.I, Dkk. 2008. MODEL
Pemukiman (studi kasus daerah Wado PENGGUNAAN LAHAN UNTUK
dan sekitarnya). Prosiding Pemaparan BANGUNAN DI WILAYAH
Hasil Penelitian Pusat Penelitian PERKOTAAN PROVINSI BALI. Jurnal
Geoteknologi LIPI - 2012 ISBN: 978- Ilmiah Teknik Sipil Vol. 12, No. 2, Juli
979-8636-19-6. Kebumen: LIPI. 2008. Denpasar: Fakultas Teknik,
Noor, Djauhari. 2010. Geomorfologi edisi Universitas Udayana.
pertama. Bogor. Pakuan University Press Sukiyah, Emi. 2107. SISTEM INFORMASI
Nugrahardi, Harris. 2011. GEOLOGI DAN GEOGRAFIS Konsep dan aplikasinya
ANALISIS GEOMORFOLOGI DAERAH dalam analisis geomorfologi kuantitatif.
DESA JEMASIH DAN SEKITARNYA, Bandung: Unpad Press.
KABUPATEN BREBES, JAWA Supriatna S., Sukardi R., Rustandi E., 1995,
TENGAH: APLIKASINYA UNTUK Peta Geologi Lembar Samarinda,
TATA GUNA LAHAN PEMUKIMAN. Kalimantan, Pusat Penelitian dan
Skripsi tidak diterbitkan. Bandung: Pengembangan Geologi, Bandung,
Institut Teknologi Bandung. Indonesia.
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Tondobala, Linda. 2011. Pemahaman Tentang
REPUBLIK INDONESIA NOMOR Kawasan Rawan Bencana dan Tin}auan
P.12/Menhut-II/2012 terhadap Kebi}aksanaan dan Peraturan
Pradana, Septian Ade. 2019. ANALISIS Terkait. Jurnal Sabua Vol.3, No.1: 58-63,
LINGKUNGAN PENGENDAPAN Mei 2011 ISSN 2085-7020. Manado.
DENGAN METODE ANALISIS Universitas Sam Ratulangi Manado.
GRANULOMETRI DAERAH TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK
MERAH KOTA SAMARINDA PROVINSI INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992
KALIMANTAN TIMUR. Skripsi tidak TENTANG PERUMAHAN DAN
diterbitkan. Samarinda: Universitas PERMUKIMAN.
Mulawarman. UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Prahasta, Eddy. 2001. Sistem Informasi INDONESIA NOMOR 24 TAHUN
Geografi. Bandung: Nova. 2007 TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA
31
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

Utami, Qodriyati, sri dkk. 2019. IDENTIFIKASI


KARAKTERISTIK PERMUKIMAN
MELALUI SISTEM INFORMASI
GEOGRAFIS DI KELURAHAN I ULU,
KECAMATAN SEBERANG ULU I,
KOTA PALEMBANG. Jurnal Geografi
Gea, Volume 19, Nomor 1, April 2019.
Palembang: Program Studi Pendidikan
Geografi, Universitas PGRI Palembang,
Utomo, Waluyo Yogo. 2013. Analisis Potensi
Rawan (Hazard) dan Risiko (Risk)
Bencana Ban}ir dan Longsor (Studi
Kasus Provinsi Jawa Barat). Skripsi.
Diterbitkan. Sekolah Pascasarjana.
Institut Teknologi Bandung: Bandung
Widayanti, Rina. 2010. Formulasi Model
Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan
Terhadap Angkutan Kota di Kota Depok.
Penelitian Dosen Muda. Universitas
Gunadarma.
Wiweka dan Suwarsono. 2011. Pengka}ian
Relasional Risiko Ban}ir Dengan Bentuk
Lahan Berdasarkan Citra Satelit
Pengindraan Jauh di Daerah Aliran
Sungai Bengawan Solo Bagian Hilir.
Jurnal Teknik Hidraulik Vol 2, No. 2,
Desember 2011: 97-192. Pusat
Pemanfaatan Pengindraan Jauh Lembaga
Penerbangan da Antariksa Nasional
(LAPAN).
Zuidam, R.A. van, 1985. Aerial Photo-
Interpretation in Terrain Analysis and
Geomorpologhic Mapping. ITC, Smits
Publ, encshede, The Netherlan

32
Jurnal Teknik Geologi: Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Vol. 3 No. 1, hal. 23-32, Juli 2020
Teknik Geologi Universitas Mulawarman

33

Anda mungkin juga menyukai