Anda di halaman 1dari 10

Tugas Tutorial Pertanian Berlanjut

PETA LAHAN GAMBUT INDONESIA: METODE PEMBUATAN, TINGKAT


KEYAKINAN, DAN PENGGUNAAN

OLEH :
Rosesita Tri Suci Rohani 175040207111173
Rinovian Tri S 175040207111159
Robbi Alghifari 175040207111159
M. Najib Kharis 175040207111154

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
I. Pendahuluan
Lahan gambut memiliki banyak multifungsi termasuk fungsi retensi air,
tempat keanekaragaman hayati lahan yang spesifik, dan produksi komoditas
pertanian dan hutan. Ketersediaan karbon antara 30 sampai 70 kg C/m^3 per
kedalaman satu meter. Lahan gambut di Indonesia mencapai rata-rata 30-40
giga ton C/ha. Namun terjadi adanya penurunan emisi dari lahan gambut hingga
15-30 kali tingkat pertumbuhannya. Pengurangan emisi dari lahan gambut sendiri
menjadi salah satu fokus utama dari Indonesian Reducing Emissions from
Deforestation and Degradation Program (REDD+). Perkiraan terdekat dari
ketersediaan lahan gambut sangat penting untuk mengukur emisi gas rumah
kaca dengan arti lain untuk menghindari “udara panas”. Maka dari itu, penelitian
ini bertujuan untuk meningkatkan keakuratan peta lahan gambut asional
Indonesia melalui overlay peta lahan gambut dari sumber tahun 2003, 2004 dan
tahun 2006 dengan data survey terkini. Sekitar 2.409 titik pengamatan yang
dilengkapi dengan posisi geografis (GPS).

II. Bahan dan Metode


2.1 Survey Tanah dan Pemetaan Lahan Gambut di Indonesia
Di Indonesia, sumber data tanah telah dilakukan sejak tahun 1905 oleh
BBSDLP untuk kepentingan perencanaan pertanian, penilaian bahaya erosi, dan
pemantauan kesuburan tanah. Hal ini yang menyebabkan adanya laporan survey
tanah dan peta tanah. Kemudian Indonesia memiliki data tanah warisan dengan
profil tanah, minipit tanah dan/atau data analisis laboratorium. Hingga saat ini
telah digunakan untuk menilai dan memperbarui distribusi lahan gambut untuk
seluruh negeri. Perkiraan lama data spasial lahan gambut sebagian besar
didasarkan pada interpretasi gambar satelit didukung dengan unit lahan dan peta
tanah. Khusus untuk Papua yang masih kekurangan data suvey tanah yang
disebabkan kekurangan aksesibilitas. Maka dari itu, penilaian di lapangan
diperlukan untuk mengidentfikasi dan mereklasifikasikan situs manapun untuk
menghindari kesalahan. Pengambilan sampel tanah dapat memberikan perkiraan
yang lebih baik dari setiap tipe lahan gambut.
Estimasi yang lebih baru untuk lahan gambut adalah validasi dari peta lama
lahan gambut berdasarkan kebenaran tanah (data survei tanah). Perselisihan
masih ada di daerah dengan aksesibilitas yang rendah maka diperlukan
perbaharuan peta ICALRD lahan gambut dengan kombinasi hasil survey yang
lebih baru, data tanah warisan dan informasi tambahan (misalnya digital
elevation model, peta geologi dan peta agroklimat).
2.2 Pembaharuan Spasial Distribusi Lahan Gambut
Seiring dengan kemajuan teknologi komputer dan informasi saat ini, GIS
(Geographic Information System) merupakan teknologi yang sedang
berkembang baik desktop maupun online. Sebuah software SIG haruslah
menyediakan fungsi dan tool yang mampu melakukan penyimpanan data,
analisis dan menampilkan informasi geografis. Dengan demikian elemen yang
harus terdapat dalam komponen software SIG adalah:
1. Tools untuk melakukan input dan transformasi data geografis.
2. Sistem manajemen basis data.
3. Tool yang mendukung query geografis, analisis dan visualisasi.
4. Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool
geografi.
Untuk aplikasi praktis dari pengamatan profil tanah warisan juga bisa
digunakan sebagai patokan untuk tujuan sifat-sifat tanah pemantauan dan
penilaian. Berbekal global positioning system (GPS) receiver, peta dan dibantu
oleh Google Map yang menginformasikan arah ke lokasi dari tengara diberikan.
Tanah pengamatan profil dan sampel tanah dapat kembali diambil di lokasi yang
sama. Kemudian, data yang sifat-sifat tanah yang diukur dapat dibandingkan
dengan sebelumnya. Akibatnya, tingkat lahan gambut yang ada, sifat-sifat tanah
berubah (ketebalan gambut, kematangan gambut dll) dapat ditentukan.

III. HASIL DAN DISKUSI


3.1 Survei dan Pemetaan Tanah dan Langkah ke Depan
Pertama, survei tanah dan pemetaan termasuk persediaan lahan gambut,
dilakukan dengan metode dasar tanah dengan sistem grid yang melakukan
pengamatan sifat-sifat tanah pada setiap jarak yang sama di suatu lokasi
tertentu, yang disebut garis transek. Pemetaan lahan gambut dengan metode
dasar cara tanah akan memakan waktu yang lama, sulit dan mahal. Namun,
hingga saat ini belum ada teknologi yang akurat yang ada belum, persediaan dan
memverifikasi distribusi dan lahan gambut.
Manfaat baru dan kemajuan pada penginderaan jarak jauh dan SIG
termasuk teknologi geo-spasial dengan cara pendekatan fisiografi, intensitas
pengamatan lapangan (ground truth) dapat dikurangi, terbatas pada area yang
representatif, tetapi hal ini masih mutlak diperlukan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian (ICALRD) melakukan pemetaan
lahan gambut pulau-pulau Sumatra, Kalimantan dan Papua dengan cara
memperbarui peta lahan gambut oleh Wetland International Program (Wahyunto
et al., 2003, 2004 dan 2005) dengan menggunakan penginderaan jauh dan
Pendekatan GIS didukung dengan data spasial tambahan. Usulan informasi geo-
berdasarkan pemetaan lahan gambut disajikan pada gambar 2 berikut.
Hasil dari luas lahan gambut, termasuk pengembangan sifat tanah
disajikan pada gambar 3 dan 4.

Gambar 1. Diagram alir pembaharuan dan penyusunan peta lahan


gambut
3.2 Data Spasial Terbaru dari Lahan Gambut di Indonesia
Saat ini lahan gambut yang ada di Indonesia sekitar 14,9 juta ha dan
banyak terdapat di daerah Sumatera, Kalimantan, dan Papua tepatnya di Irian
Jaya. Daerah-daerah lahan gambut di Sumatera meliputi Riau, Jambi, Aceh. Lalu
untuk lahan gambut yang berada di daerah pantai terletak di Provinsi Sumatera
Barat dan Provinsi Bengkulu. Di Kalimantan, lahan gambut terletak di sepanjang
pantai barat Provinsi Kalimantan Barat, terutama di Pontianak, Ketapang, dan
Kabupaten Sambas. Sedangkan, untuk Kalimantan Selatan dan Kalimantan
Tengah lahan gambut berada di daerah Sebangau, Kahayan, Kapuas dan Barito.
Untuk daerah Kalimantan Timur berada di DAS Mahakam. Di Papua, lahan
gambut ditemukan sepanjang selatan pesisir Agats, Mappi, Mimika, sebagian
kabupaten Fak-Fak dan di daerah rawa dari Nabire dan Kabupaten Paniai.
Tabel 1. Data Spasial Terbaru dari Lahan Gambut di Indonesia

Gambar 2. Peta Lahan Gambut di Indonesia (dimodifikasi dari Ritung et al,.


2011)
3.3 Penggunaan Lahan atau Tutupan Lahan di Lahan Gambut
Penggunaan lahan (tutupan lahan) gambut dapat dianalisis menggunakan
citra satelit. Lahan gambut yang ada di tiga pulau besar di Indonesia masih
tertutup diantaranya kawasan hutan (mangrove, hutan rawa, dan hutan tanaman)
sebesar 52%, tertutup oleh semak-semak sebesar 21,7%,dan lahan gambut
lainnya telah digunakan untuk pertanian dan pemukiman. Di Sumatera
penggunaan lahan gambut didominasi oleh hutan (32,6%) dan semak-semak
(23,7%) sedangkan perkebunan (19,6%), tanaman tahunan dan sayuran (7,4%),
sawah (3,3%) dan pemukiman (0,6%). Di Kalimantan, lahan gambut didominasi
oleh kawasan hutan mangrove (49,9%) dan semak-semak (28,6%) sedangkan
untuk perkebunan (6,2%), pangan dan holtiultura (5,3%), sawah (2,7%), dan
pemukiman (0,6%). Di Papua, lahan gambut juga masih didominasi oleh hutan
mangrove (81,5%) dan semak-semak (9,2%). Lahan gambut yang ada di pantai
selatan Papua dan daerah sekitar DAS digunakan untuk kegiatan pertanian baik
pangan maupun holtikultura (0,7%).
3.4. Penilaian akurasi peta lahan gambut dan penggunaan lahan / tutupan
lahan
Penilaian akurasi peta lahan gambut di skala 1: 250.000 dilakukan evaluasi
untuk menguji keakuratan lahan gambut distribusi spasial dan yang ada
penggunaan lahan / tutupan lahan. Dengan demikian, untuk menguji akurasi peta
lahan gambut adalah dilakukan berdasarkan 5 jenis kelas penggunaan lahan /
tutupan lahan di lahan gambu yaitu : hutan, semak belukar, perkebunan,
tanaman pertanian tahunan, kebun campuran / tanaman pohon, dan sawah.
Keakuratan atau ketidakpastian mencakup beberapa kesalahan yang dikenal
maupun tidak dikenal, variasi atau ambiguitas dalam database dan aturan
pengambilan keputusan.
Dempster-Shaffer Teori (DST) dirancang untuk mengatasi berbagai tingkat
akurasi dalam menentukan informasi yang ada dibangun dengan menggunakan
berbagai asumsi. DST juga memperhitungkan tentang "ketidakpastian" dari
sistem untuk menanggapi informasi yang kurang jelas. Setiap sumber (seperti
citra, peta dan data lapangan / ground truth) dianggap sebagai bukti (bukti)
keberadaan sebuah fakta. Kebingungan matriks dibuat untuk membandingkan
kelas yang dianggap benar dengan kelas hasil super yang dikenakan beberapa
lapisan data dan analisis secara otomatis diproses di komputer (analisis digital)
(Juga dihitung dengan metode pendekatan "teknik multivariat diskrit.
Data yang digunakan untuk referensi dianggap benar dalam penilaian ini
adalah hasil dari data observasi lapangan (ground truth). Jika Kappa nilai
koefisien adalah 1orclose untuk 1it diasumsikan bahwa tingkat presisi / akurasi
juga tinggi antara kelas hasil analisis data dengan data benchmark / referensi
(De Wit dan Pintar, 2004). Data yang digunakan untuk referensi dianggap benar
dalam penilaian ini adalah hasil dari data observasi lapangan (ground truth).
Penilaian akurasi deteksi penggunaan lahan / tutupan lahan pertanian
dilakukan dengan menggunakan titik kontrol tanah (GCP) kebenaran tanah
sebagai hasil dari Global Positioning System (GPS) pengukuran selama validasi
lapangan di lokasi validasi lapangan untuk setiap kelas tutupan penggunaan
lahan / tanah di lahan gambut.
Penentuan akurasi keseluruhan menggunakan equation1, di mana hasil
dari hasil klasifikasi pengolahan data spasial dengan pendekatan GIS untuk
masing-masing kelas dibagi menjadi dua kelompok: akurasi produsen dan
akurasi pengguna. Akurasi Produser menampilkan situs pelatihan dari classis
yang diklasifikasikan. Sementara akurasi pengguna menunjukkan probabilitas
dari situs pelatihan diklasifikasikan ke dalam kelas tertentu yang mewakili kelas
yang ada di lapangan.

Catatan: Perjanjian-1 (%) = produser "s akurasi: menunjukkan bagaimana situs


pelatihan sebuah classis diklasifikasikan:
Perjanjian-2 (%) = akurasi Pengguna "s: menunjukkan probabilitas dari situs
pelatihan diklasifikasikan ke dalam kelas tertentu yang mewakili kelas yang
sebenarnya di lapangan Secara keseluruhan Akurasi (%) = + 215 + 581 52 + 41
+ 363 + 344 + 223 + 86 + 45 + 65 + 8 + 42 + 54 x 100% (1)
Secara keseluruhan Akurasi (%) = + 215 + 581 52 + 41 + 363 + 344 + 223 + 86 +
45 + 65 + 8 + 42 + 54 x 100% (1)
Secara keseluruhan Akurasi (%) = + 215 + 581 52 + 41 + 363 + 344 + 223 + 86
+ 45 + 65 + 8 + 42 + 54 x 100% (1) 2409 = 87,96%
Kappa Koefisien = 0,68

IV. KESIMPULAN
Dengan menerapkan teknologi GIS dan survei tanah data hingga tahun
2011 serta data warisan, peneliti telah memperbarui peta lahan gambut.
Perkiraan terbaru dan paling dapat diandalkan dari wilayah lahan gambut
Indonesia adalah sekitar sebesar 14,85 Mha, terutama yang tersebar di
Sumatera, Kalimantan dan Papua. Ini adalah data dinamis, terutama untuk
daerah-daerah terpencil Papua dimana data ground truth yang langka.
Penelitian ini telah menunjukkan manfaat dari menggabungkan survei tanah dan
citra satelit penginderaan jauh dalam teknik GIS untuk menghasilkan dan
memperbarui peta lahan gambut. Verifikasi lapangan (ground truthing) tidak
memiliki pengganti di akurasi data sementara teknik penginderaan jauh
meningkatkan kecepatan pemetaan. Diperkirakan akurasi keseluruhan peta
lahan gambut adalah sekitar 88% dengan Kappa koefisien dari 0,68. survei
tanah untuk daerah di Papua akan meningkatkan akurasi peta.
DAFTAR PUSTAKA

Ritung S., Wahyunto, K. Nugroho, Sukarman, Hikmatullah, Suparto, C. Tafakresnanto.


2011. Peta Lahan Gambut Indonesia: Metode Pembuatan, Tingkat Keyakinan,
dan Penggunaan. Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan Pertanian. Hlm. 81-96.

Anda mungkin juga menyukai