Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGINDERAAN JAUH KELAUTAN

“Pemetaan Penggunaan Lahan (Land Use) pada Tahun 2019 di Kronjo,


Tangerang Menggunakan Citra Satelit Landsat 8”

Disusun Oleh :
Windi Anastasia Rumapea
185080601111028
I03

PROGAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.........................................................................................................i

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii

DAFTAR TABEL/GRAFIK....................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................5
1.1 Latar Belakang..................................................................................................5
1.2 Tujuan...............................................................................................................6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................7


2.1 Penggunaan Lahan...........................................................................................7
2.2 Penajaman Citra..............................................................................................7
2.3 Klasifikasi Unsupervised...................................................................................8
2.4 Klasifikasi Supervised........................................................................................8
2.5 Metode Uji Akurasi...........................................................................................9

BAB III. METODOLOGI......................................................................................11


3.1 Skema Kerja...................................................................................................11
3.2 Langkah Kerja Pemetaan Lahan.....................................................................12

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................17


4.1 Unsupervised Classification............................................................................17
4.1.1 Peta Metode Unsupervised Classification....................................................17
4.1.2 Hasil Uji Akurasi...........................................................................................18
4.1.3 Tabel Luasan...............................................................................................18
4.2 Supervised Classification.................................................................................19
4.2.1 Peta Metode Supervised Classification........................................................19
4.2.2 Tabel Luasan................................................................................................19
4.3 Analisa Perbandingan Hasil............................................................................19

BAB V. PENUTUP.............................................................................................21
5.1 Kesimpulan....................................................................................................21
5.2 Saran..............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Pengolahan Data......................................................................11
Gambar 2. Masukkan file MTL dengan format .txt..............................................12
Gambar 3. Cropping Wilayah..............................................................................12
Gambar 4. Memasukkan Output Filename : Radiometrik...................................13
Gambar 5. Panchromatic....................................................................................13
Gambar 6. Proses Unsupervised Classification..................................................13
Gambar 7. setelah melakukan unsupervised classification, simpan file..............14
Gambar 8. Uji Nilai Akurasi.................................................................................14
Gambar 9. Proses Klasifikasi Supervised...........................................................15
Gambar 10. Buat Class sesuai daerah yang ada di citra yang ditampilkan.........15
Gambar 11. Simpan file supervised....................................................................15
Gambar 12. melakukan proses menuju layouting pada ArcGIS..........................16
Gambar 13. Peta Penggunaan Lahan Metode Unsupervised Classification.......17
Gambar 14. Peta Metode Supervised Classification...........................................19
DAFTAR TABEL/GRAFIK

Table 1. Hasil Uji Akurasi....................................................................................18


Table 2. Luasan Kelas Metode Unsupervised Classification...............................18
Table 3. Luasan Kelas Metode Supervised Classification..................................19
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penutup lahan atau tutupan biofisik pada permukaan bumi yang dapat
diamati dapat didefinisikan sebagai suatu hasil pengaturan, aktifitas, dan
perlakuan manusia yang dilakukan pada jenis penutup lahan tertentu untuk
melakukan kegiatan produksi, perubahan ataupun perawatan pada penutup
lahan tersebut. Contoh penutup lahan yaitu air, pasir, tanaman panenan, hutan,
lahan basah, dan aspal. Sedangkan penggunaan lahan ialah segala campur
tangan manusia, baik secara menetap ataupun berpindah-pindah, terhadap
suatu kelompok sumberdaya alam dan sumberdaya buatan, yang secara
keseluruhan disebut dengan lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan
baik kebutuhan material maupun spiritual atau bahkan kedua-duanya
[ CITATION Arv16 \l 1033 ].
Lahan merupakan bagian dari permukaan bumi yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, dan terdiri dari faktor fisik maupun non fisik. Teknologi
penginderaan jauh dalam hal ini dapat dimanfaatkan untuk pemetaan perubahan
penggunaan lahan yang terjadi. Kemampuan penginderaan jauh dalam resolusi
temporal mampu memetakan perubahan penggunaan lahan dalam rentang
waktu yang lama. Didukung dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) semakin
mempermudah dalam memonitoring perubahan penggunaan lahannya
[ CITATION Loe15 \l 1033 ].
Penggunaan lahan (land use) berkaitan dengan kegiatan manusia pada
bidang lahan tertentu. Pemetaan lahan suatu daerah merupakan sebuah usaha
untuk mengumpulkan informasi dan menganalisa serta mengklasifikasikan data
penggunaan lahan pada suatu daerah yang bersangkutan dan memberikan
output berupa peta yang dapat dipahami dan dimengerti, memberikan gambaran
yang sebenarnya secara rapi dan bersih. Identifikasi kesesuaian penggunaan
lahan yang dibantu dengan Sistem Informasi Geografis diharapkan mampu
memberi gambaran tentang kondisi dan kriteria lahan di wilayah Kronjo.
Identifikasi kesesuaian lahan ini mempertimbangkan aspek satuan medan dan
parameter kesesuaian dari penggunaan lahan yang dianalisis antara lain:
pemukiman, sawah, tambak, hutan, lahan kosong, mangrove dan vegetasi lain.
1.2 Tujuan

1. Dapat mengetahui langkah pengerjaan tutupan lahan dengan


menggunakan data Landsat-8 serta software ENVI, Google Earth, Ms.
Excel dan ArcGIS.
2. Dapat mengetahui dan menganalisa hasil akurasi pada penggunaan
lahan di daerah Kronjo, Tangerang dan mengetahui luasan lahan.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggunaan Lahan
Penggunaan penginderaan jauh (inderaja) mempunyai keunggulan dalam
menyajikan informasi keruangan terkait dengan kenampakan fisik dari suatu
wilayah, sehingga menguntungkan dalam melakukan penelitian kewilayahan.
Penginderaan jauh termasuk foto udara dapat digunakan untuk berbagai macam
bidang kajian, salah satunya adalah pemetaan penggunaan lahan sebagai data
dasar. Perencanaan pembangunan dan pengembangan RDE memerlukan
dukungan data dan informasi kewilayahan (keruangan/spasial) yang
komprehemsif dan muktahir. Salah satu informasi yang sangat penting adalah
data tutupan/penggunaan lahan kawasan sekitar RDE. [ CITATION Sus16 \l
1033 ].
Penggunaan lahan dan penutupan permukaan ditentukan sebagian besar
oleh intervensi manusia, terutama melalui konversi untuk budidaya tanaman.
Ekspansi lahan pertanian adalah sumber utama pertumbuhan produksi pertanian
sepanjang sejarah pra-industri. Penggunaan lahan secara tradisional bukan area
fokus untuk penelitian dalam pemodelan ekonomi global. Model penggunaan
lahan yang eksplisit secara spasial telah dikembangkan, dengan fokus pada
sektor pertanian dan kehutanan sebagai pengguna utama lahan, dan tim
pemodelan telah secara eksplisit memperkenalkan penggunaan lahan global ke
dalam keseimbangan umum yang dapat dihitung (CGE) dan keseimbangan
parsial yang ada saat ini (PE) model [ CITATION Sch14 \l 1033 ]

2.2 Penajaman Citra

Pansharpening merupakan langkah pra-pemrosesan yang penting untuk


menghasilkan citra multispektral dengan resolusi tinggi dalam beberapa aplikasi
penginderaan jauh. Dalam beberapa tahun terakhir permintaan pengolahan
pansharpening terus meningkat, hal ini terkait banyaknya data citra satelit
resolusi yang tinggi dalam format yang masih terpisah antara citra pankromatik
dan citra multispektral. Data Worldview-2 level-2 OR2A memungkinkan untuk
dilakukan proses pansharpening sebelum proses koreksi geometrik, jika ingin
memperoleh citra multispektral 0,5 meter. Cara ini telah teruji di sebagian besar
wilayah dengan medan yang memiliki kontur yang relatif datar [ CITATION Bra18
\l 1033 ]
Penginderaan jauh optik merek penggunaan inframerah terlihat,
inframerah dekat dan gelombang pendek sensor untuk menghasilkan gambar
permukaan bumi dengan memperhatikan radiasi matahari yang dipantulkan oleh
target di darat. Skema penginderaan jauh optikal dicap ke dalam kelas yang
berbeda tergantung pada jumlah band spektrum yang didaur ulang dalam proses
pencitraan khusus panchromatik skema pencitraan, skema pencitraan
multispektral, skema pencitraan hiperspektral untuk prosedur pencitraan
superspektral. Dama pencitraan skema pankromatik, sensor adalah saluran
tunggal detektor halus untuk radiasi di bagian dalam yang luas rentang panjang
gelombang. Jika rentang panjang gelombang sesuai dengan rentang yang
terlihat, maka selanjutnya disebut gambar pankromatik misalnya gambar hitam-
putih [ CITATION Kum18 \l 1033 ].

2.3 Klasifikasi Unsupervised

Klasifikasi tidak terbimbing biasanya dimanfaatkan pada proses klasifikasi


citra satelit untuk memetakan tutupan lahan pada area yang belum dikenali
sebelumnya. Hal ini disebabkan karena data lapang tidak cukup tersedia.
Berbeda dengan klasifikasi terbimbing, data lapang dibutuhkan sebaga acuan
dalam menentukan kelas tutupan lahan. Klasifikasi tidak terbimbing dapat
digunakan untuk kawasan regional. Metode klasifikasi yang sering digunakan
diantaranya adalah ISODATA dan k-mean clustering [ CITATION Sam171 \l 1033
].
Metode klasifikasi citra penginderaan jauh dapat dibagi menjadi metode
klasifikasi tanpa pengawasan dan pengawasan. Untuk klasifikasi tanpa
pengawasan, tidak perlu memiliki pemahaman sebelumnya tentang bidang studi.
Karena itu, metode ini hemat waktu dan biaya. Yang paling terkenal varian
klasifikasi tanpa pengawasan adalah ISODATA, yang mengelompokkan piksel
dengan karakteristik spasial dan spektral yang serupa ke dalam kelas. Namun,
untuk praktis aplikasi, kualitas klasifikasi ini sering tidak cukup. lain dengan cara
bahwa ukuran SSE dari bagian sebelumnya dikurangi data [ CITATION Moh15 \l
1033 ]

2.4 Klasifikasi Supervised

Dalam metode klasifikasi yang terbimbing, data pelatihan dari contoh-


contoh yang diberi label secara akurat diambil sebagai variabel dependen dan
terkait dengan serangkaian variabel independen. Untuk pemetaan tutupan lahan
menggunakan citra pengamatan bumi, data pelatihan dapat dikumpulkan
berdasarkan interpretasi gambar, pengukuran tanah atau sumber informasi
tepercaya lainnya. Secara umum, mengumpulkan data pelatihan membutuhkan
waktu dan upaya yang cukup besar. Pendekatan klasifikasi yang terbimbing
tergantung pada pengalaman analis penginderaan jauh dalam mengumpulkan
data pelatihan dan pada kualitas citra. Metode yang terbimbing memerlukan
pengetahuan apriori dari fitur investigasi (misalnya Tipe tutupan lahan) untuk
mendapatkan data pelatihan yang sesuai [ CITATION Ego15 \l 1033 ].
Metode untuk memperoleh informasi dari data penginderaan jauh yang
paling sering digunakan ialah klasifikasi multispektal berdasarkan analisis
terhadap sifat reflektansi. Klasifikasi citra multispektral dilakukan dengan
menggunakan dua metode yaitu supervised classification dan unsupervised
classification. Keunggulan supervised classification adalah memiliki kontrol
terhadap informational classes berdasarkan training sampel dan adanya kontrol
terhadap keakuratan klasifikasi. Kekurangannya adalah interpretasi data
dipaksakan, pemilihan training sampel belum tentu representatif, dan adanya
kelas spektral yang tidak teridentifikasi [ CITATION Sep19 \l 1033 ].

2.5 Metode Uji Akurasi


Banyak penelitian mulai dikembangkan terkaitdengan karakteristik pola
respon spektral, diantaranya untuk mengektraksi data penutup lahandari citra
satelit. Pendekatan yang mulai berkem-bang diantaranya adalah klasif ikasi
berbasis logikasamar (fuzzy logic). Metode fuzzy sangat mem-bantu saat proses
pengambilan sampel, di manatidak terjadi pemaksaan keanggotaan piksel
untukmasuk ke dalam satu kelas saja (soft classif ication).Sampel yang diambil
juga tidak harus piksel murni,dapat diambil pada mixed pixel. Seperti
diketahuibahwa dari sudut pandang penginderaan jauhfenomena geografis pada
level skala menengah danrendah bersifat fuzzy artinya tidak ada batas yangjelas
(dalam arti tajam) antara fenomena-fenome-na geografis tersebut. Masalah
mixed pixel terutamaterjadi pada citra penginderaan jauh resolusi
spasialmenengah dan resolusi spasial rendah, dimana didalam satu piksel citra
dapat terdiri dari dua ataulebih jenis objek [ CITATION Wul17 \l 1033 ].
Klasifikasi terbimbing merupakan metode yang dipandu dan dikendalikan
sebagian besar atau sepenuhnya oleh pengguna dalam proses
pengklasifikasiannya. Intervensi pengguna dimulai sejak penentuan training area
hingga tahap pengklasterannya. Klasifikasi terbimbing dalam hal ini
mensyaratkan kemampuan pengguna dalam penguasaan informasi lahan
terhadap areal kajian. Klasifikasi Supervised sendiri terbagi menjadi beberapa
bagian. Salah satu pendekatan yang paling sering digunakan adalah klasifikasi
maximum likehood classification. Pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan
salah satunya banyaknya kesalahan klasifikasi yang ditimbulkan oleh salt dan
pepper terutama jika piksel berada diluar area spesifik atau diantara area
tumpang tindih yang dipaksakan untuk diklasifikasikan [ CITATION Kai14 \l 1033
]
BAB III. METODOLOGI

3.1 Skema Kerja

Buka software ENVI

File>Landsat geotiff with metadata>mtl>open kemudian cari wilayah

Buat region yang akan diolah dengan Klik ROI

Lakukan subset data from ROI's

Melakukan radiometric calibration

Lakukan panrad untuk penambahan pixel

Lakukan unsupervised classification->validasi dengan google earth

Validasi nilai akurasi pada Ms. Excel

Lakukan superviced classification buat 6 kelas

Lakukan classification to vector

Ubah file region ke dalam bentuk shp

Buka ArcGIS->add data .shp

Klik kanan->supervised->symbology->categories->add all values

Pilih warna

Hasil

Gambar 1. Alur Pengolahan Data


3.2 Langkah Kerja Pemetaan Lahan
1. Buka aplikasi ENVI 5.1, lalu klik File > Open As > Landsat > GeoTIFF with
Metadata. Lalu buka File MTL dengan format .txt. Ketika File sudah
terbuka, ubah menjadi Linear 5% untuk membuat citra lebih jelas sesuai
dengan kebutuhan yang diperlukan.

Gambar 2. Masukkan file MTL dengan format .txt.

2. Selanjutnya pilih ROI (Region Of Interest) Tool > Pada Geometry


pilih Rectangle > lalu buat area yang dibutuhkan > pada area yang telah
dibuat klik kanan > Accept Rectangle > pada menu ROI Tool > Options >
Subset Data with Rois. Pada menu Spatial Subset via ROI Parameters >
Enter Output Filename > Choose > Filename : Crop > Open > OK.

Gambar 3. Cropping Wilayah

3. Selanjutnya setelah muncul Crop pada Layer Manager > centang bagian
Crop, selain itu uncentang. Pada Toolbox > ketik Radiometric >
Radiometric Calibration > pada File Selection > pilih Crop > OK. Pada
menu Radiometric Calibration > Apply Flash Settings > Output Filename :
Radiometrik > Open > OK.
Gambar 4. Memasukkan Output Filename : Radiometrik

4. Centang hanya Radiometric pada Layer Manager. Kemudian pada


Toolbox ketik pan > Gram-Schmidt Pan Sharpening > File Selection :
Radiometrik.dat (Hasil setelah dilakukan proses radiometric) > OK > File
Selection : Panchromatic > OK. Pada menu Pan Sharpening
Parameters > Sensor : landsat8_oli > Resampling : Nearest Neighbor >
Output Format : ENVI > Output Filename > Panchro > Open > OK.

Gambar 5. Panchromatic

5. Proses Unsupervised Classification terdapat pada menu Toolbox >


ketik “Classification” > pilih “Classification Workflow” > pada menu Save
ROI “NO” > Input Raster > Browse > pilih data yang telah diolah
pada proses “Panchromatic” > Next > No Training Data > Class >
Requested Number Class: 4 > Next.

Gambar 6. Proses Unsupervised Classification


6. Selanjutnya pada menu Classification > centang Enable Smoothing : 5 dan
Enable Aggregator : 9 > Next > pada Export Files > centang keduanya >
Browse > simpan file dengan nama yang diinginkan > Finish.

Gambar 7. setelah melakukan unsupervised classification, simpan file

7. Selanjutnya lakukan metode uji nilai akurasi sesuai pada class yang
ditentukan. Cara melakukan uji akurasi yaitu pada Software Envi 5.1 > pilih
Tools Crosshairs > Arahkan Crosshairs pada wilayah yang akan diuji >
salin koordinat > lalu buka Software Google Earth Pro > masukkan
koordinat dari Software Envi 5.1 menuju Google Earth Pro > lihat daerah
tersebut apakah sesuai dengan yang diklasifikasikan oleh proses
Unsupervised Classification. Buat minimal 10 titik koordinat uji akurasi dari
masing-masing Class yang ada.

Gambar 8. Uji Nilai Akurasi

8. Ketik “Classification” pada Toolbox > pilih “Classification Workflow” > pada
menu Save ROI “NO” > Input Raster > Browse > pilih data yang
telah diolah pada proses “Panchromatic” > Next > Use Training Data.
Gambar 9. Proses Klasifikasi Supervised

9. Selanjutnya pada menu Classification > Training Data > buat Class sesuai
dengan area yang ada ada citra yang ditampilkan > pada Class Name
ubah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan > pilih Polygon
Annotation untuk membuat sebuah area pada masing-masing Class yang
ada.

Gambar 10. Buat Class sesuai daerah yang ada di citra yang ditampilkan

10. Selanjutnya buat Regions sebanyak yang diperlukan > Next > pada menu
Classification > centang Enable Smoothing : 5 dan Enable Aggregator : 9 >
Next > pada Export Files > centang keduanya > Browse > simpan file
dengan nama yang diinginkan > Finish.

Gambar 11. Simpan file supervised


11. Proses pada ArcGis 10.3 yaitu klik Add Data > pilih file .shp hasil klasifikasi
supervised > Add > klik kanan > Properties > Symbology > categories >
pada Value Field : CLASS_NAME > Add All Values > Uncentang pada “all
other values” > Apply > OK. Setelah data muncul lakukan proses Layouting
pada ArcGis 10.3.

Gambar 12. melakukan proses menuju layouting pada ArcGIS


BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Unsupervised Classification

4.1.1 Peta Metode Unsupervised Classification

Gambar 13. Peta Penggunaan Lahan Metode Unsupervised Classification

Berdasarkan gambar diatas terdapat 4 pembagian wilayah


penggunaan lahan yaitu daerah Lahan Kosong, Perairan, Pemukiman dan
Tambak. Gambar warna hijau mewakili lahan kosong yang ada didaerah
tersebut, warna kuning menunjukan pemukiman, lalu warna biru menunjukan
kawasan perairan. Kemudian warna pink mewakili daerah tambakk. Luasan
untuk Lahan Kosong sebesar 799.99 Ha, pada perairan sebesar 341.06 Ha,
luasan pada pemukiman sebesar 260.44 Ha, dan luasan pada tambak sebesar
299.52 Ha.
Wilayah Kabupaten Tangerang terdiri atas 40,7 ribu ha lahan
sawah, sedangkan 68,3 ribu ha merupakan lahan kering. Wilayah Utara
merupakan satu‐satunya wilayah di Kabupaten Tangerang yang didominasi oleh
lahan sawah, yaitu 21,1 ribu ha dari total Wilayah Utara seluas 34,1 ribu ha.
Sektor pertanian dalam arti luas (termasuk peternakan dan perikanan) meliputi
68,9 ribu ha, yang terdiri dari 40,7 ribu ha lahan sawah, 28,162 ribu ha
merupakan lahan pertanian kering. Wilayah Selatan memiliki lahan pertanian
terkecil di Kabupaten Tangerang. Wilayah Barat memiliki lahan sawah bukan
irigasi (termasuk sawah tadah hujan dan pasang surut) yang terluas di
Kabupaten Tangerang yaitu 5,3 ribu ha. Sedangkan Wilayah Tengah memiliki
luas lahan pertanian bukan sawah (terutama kebun dan ladang) yang terluas di
Kabupaten Tangerang yaitu 8,6 ribu ha. Areal sawah didominasi oleh sawah
dengan irigasi teknis, yaitu seluas 26,9 ribu ha, selebihnya adalah lahan sawah
bukan irigasi seluas 13,7 ribu ha. Sawah irigasi sebagian besar berada di
Wilayah Utara (17,7 ribu ha) dan Tengah (6,6 ribu ha) [ CITATION Yun14 \l
1033 ]

4.1.2 Hasil Uji Akurasi


Table 1. Hasil Uji Akurasi

(3)
No Class (1) Perairan (2) Lahan Kosong Tambak (4) Pemukiman Total
Class 1 Merah 6 4 0 0 10
Class 2 Hijau 0 3 7 0 10
Class 3 Biru 3 1 6 0 10
Class 4 Kuning 0 6 0 4 10
Total 9 14 13 4 40
Presentase :       32% 40

4.1.3 Tabel Luasan

Table 2. Luasan Kelas Metode Unsupervised Classification

NO KELAS LUAS
1 Pemukiman 260.44 Ha
2 Lahan Kosong 799.99 Ha
3 Tambak 299.52 Ha
4 Perairan 341.06 Ha
4.2 Supervised Classification
4.2.1 Peta Metode Supervised Classification

Gambar 14. Peta Metode Supervised Classification

4.2.2 Tabel Luasan

Table 3. Luasan Kelas Metode Supervised Classification

NO KELAS LUAS
1 Pemukiman 88.16 Ha
2 Lahan Kosong 201.02 Ha
3 Tambak 1081.96 Ha
4 Perairan 329.87 Ha

4.3 Analisa Perbandingan Hasil


Berdasarkan gambar diatas terdapat 4 pembagian wilayah penggunaan
lahan yaitu daerah Lahan Kosong, Perairan, Pemukiman dan Tambak. Gambar
warna hijau mewakili lahan kosong yang ada didaerah tersebut, warna kuning
menunjukan pemukiman, lalu warna biru menunjukan kawasan perairan.
Kemudian warna pink mewakili daerah tambakk. Luasan untuk Lahan Kosong
sebesar 799.99 Ha, pada perairan sebesar 341.06 Ha, luasan pada pemukiman
sebesar 260.44 Ha, dan luasan pada tambak sebesar 299.52 Ha.
Wilayah Kabupaten Tangerang terdiri atas 40,7 ribu ha lahan
sawah, sedangkan 68,3 ribu ha merupakan lahan kering. Wilayah Utara
merupakan satu‐satunya wilayah di Kabupaten Tangerang yang didominasi oleh
lahan sawah, yaitu 21,1 ribu ha dari total Wilayah Utara seluas 34,1 ribu ha.
Sektor pertanian dalam arti luas (termasuk peternakan dan perikanan) meliputi
68,9 ribu ha, yang terdiri dari 40,7 ribu ha lahan sawah, 28,162 ribu ha
merupakan lahan pertanian kering. Wilayah Selatan memiliki lahan pertanian
terkecil di Kabupaten Tangerang. Wilayah Barat memiliki lahan sawah bukan
irigasi (termasuk sawah tadah hujan dan pasang surut) yang terluas di
Kabupaten Tangerang yaitu 5,3 ribu ha. Sedangkan Wilayah Tengah memiliki
luas lahan pertanian bukan sawah (terutama kebun dan ladang) yang terluas di
Kabupaten Tangerang yaitu 8,6 ribu ha. Areal sawah didominasi oleh sawah
dengan irigasi teknis, yaitu seluas 26,9 ribu ha, selebihnya adalah lahan sawah
bukan irigasi seluas 13,7 ribu ha. Sawah irigasi sebagian besar berada di
Wilayah Utara (17,7 ribu ha) dan Tengah (6,6 ribu ha) [ CITATION Yun14 \l
1033 ]
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Dapat disimpulkan bahwa saat praktikum Penginderaan Jauh Kelautan


tentang tutupan penggunaan lahan menggunakan data Landsat 8 dan diolah
menggunakan software ENVI, Google Earth, Ms. Excel, dan ArcGIS.
2. Hasil yang didapatkan pada nilai akurasi menggunakan klasifikasi
unsupervised yaitu terdapat 4 pembagian wilayah penggunaan lahan yaitu
daerah Lahan Kosong, Perairan, Pemukiman dan Tambak. Gambar warna
hijau mewakili lahan kosong yang ada didaerah tersebut, warna kuning
menunjukan pemukiman, lalu warna biru menunjukan kawasan perairan.
Kemudian warna pink mewakili daerah tambakk. Luasan untuk Lahan
Kosong sebesar 799.99 Ha, pada perairan sebesar 341.06 Ha, luasan pada
pemukiman sebesar 260.44 Ha, dan luasan pada tambak sebesar 299.52 Ha.

5.2 Saran
Dimasa Pandemi ini, untuk saran kepada asisten diharapkan adanya
video tutorial untuk mendukung project ini dimengerti oleh praktikan. Dikarenakan
dari buku panduan saja, banyak dari praktikan kurang mengerti dan pada saat
praktikum, banyak juga praktikan yang tidak dapat mengikuti praktikum dari awal
hingga akhir dikarenakan masalah jaringan.

DAFTAR PUSTAKA
Wulansari, H. (2017). Uji Akurasi Klasifikasi Penggunaan Lahan dengan Menggunakan
Metode Defuzzifikasi Maximum Likelihood Berbasis Citra Alos Avnir-2. BHUMI:
Jurnal Agraria dan Pertanahan , 3 (1).
Yunita, i. (2014). LAHAN PERTANIAN ABADI (LPA) DI KABUPATEN TANGERANG.
Journal The Winners , 12 (1), 71-81.
Arveti, N., Balaji, E., & Padmanava , D. (2016). Land Use/ Land Cover Analysis Based
on Various Compherensive Geospatial Datasets : A Case Study Form Tirupati
Area, South India. Advances in Remote Sensing , V, 73-82.
Brahmantara, R. P., & Kustiyo. (2018). Analisis Misalignment Citra Multispektral
Terhadap Citra Pankromatik Pada Data WORLDVIEW-2. Jurnal Penginderaan
Jauh , 15 (1), 47-53.
Egoroy, A. V., M, C. H., D, P. R., A, K., & P, V. P. (2015). Image interpretation-guided
supervised classification using nested segmentation. Remote Sensing of
Environment , 165, 135-147.
Kumar, P. J., X, L., & Y, Y. (2018). Panchromatic and Multispektral Remote Sensing
Image Fusion Using Machine Learning for Clasifying Bucolic and Farming
Region. Journal of Computional Science and Egineering , 15 (6).
Kaira, K., A, K. G., & R, G. (2014). A Comparative Study of Supervised Image
Classificatiob Algorithms for Satellite Images. International Journal of Electrical
Electronic and Data Communication , 1 (10).
Loekman, H. Y. (2015). Pemanfaatan Citra Landsat Dalam Pemetaan Perubahan
Penggunaan Lahan Di Kabupaten Pati. Jurnal Bumi Indonesia , IV (3).
Mohammady, M., H, R. M., H, Z., & A. J, A. T. (2015). A Comparison of Supervised,
Unsupervised and Synthetic Land-use Classification Methods in The North of
Iran. J. Environ. Sei. Technol , 12, 1515-1526.
Susiati, H., & H, S. (2016). Aplikasi Penginderaan Jauh Dalam Pemetaan Penggunaan
Lahan Detil Tapak RDE, PUSPIPTEK, Serpong. Jurnal Pengembangan Energi
Nukril , 18 (2), 101-112.
Sampurno, R. M., A, B., & T, H. (2017). Estimasi Perubahan Lahan Sawah Dengan
Klasifikasi Tidak Terbimbing Citra MODIS EVI Di Provinsi Jawa Barat. Jurnal
Teknotan , 11 (2), ISSN : 2528-6285.
Schmitz, C., H, V. M., P, K., G, C. N., S, F., A, G., et al. (2014). Land-use Change
Trajectories Up Tp 2050 : Insights Form a Global Agro-economic Model
Comparison. Agricultural Economics , 45, 1-16.
Septiani, R., I. P, A. C., & A. S, A. N. (2019). Perbandingan Metode Supervised
Classification dan Unsupervised Classification terhadap Penutup Lahan di
Kabupaten Buleleng. Jurnal Geografi , 16 (2), 90-96.

Anda mungkin juga menyukai