Anda di halaman 1dari 14

Pendekatan Sistem Sosial – Ekologi Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu ..............................

(Hafsaridewi et al)

PENDEKATAN SISTEM SOSIAL – EKOLOGI DALAM


PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR SECARA TERPADU
Social – Ecological System (SES) Approach
In Integrated Coastal Management

*Rani Hafsaridewi1, Benny Khairuddin2, Jotham Ninef3,


Ati Rahadiati4 dan Hasan Eldin Adimu5
1
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Gedung BRSDMKP I Lt. 4
Jalan Pasir Putih Nomor 1 Ancol Timur, Jakarta Utara.
Telp: (021) 64711583 Fax: 64700924.
2
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
3
Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Nusa Cendana, Kupang.
4
Badan Informasi Geospasial, Cibinong.
5
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo.
*email: hafsaridewi@yahoo.com
Diterima tanggal: 12 Agustus 2018 Diterima setelah perbaikan: 29 Oktober 2018
Disetujui terbit: 17 Desember 2018

ABSTRAK
Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir mencakup konteks sosial multiple use, berbagai
bentuk kepemilikan, dan konflik atas penggunaan sumber daya. Sistem ekologi di daerah pesisir sangat
berhubungan erat dengan/dan dipengaruhi oleh satu atau lebih sistem sosial. Pendekatan kontemporer
pengelolaan pesisir dan lautan berbasis sosial - ekologi pada dasarnya adalah integrasi antara
pemahaman ekologi (ecological understanding) dan nilai – nilai sosial ekonomi (socio-economic value).
Analisis sistem ekologi-sosial (SES) dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu mampu memberikan
suatu pendekatan yang interdisipliner dan framework pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan.
Analisis SES dapat menjadi basis pengetahuan untuk mengatasi secara sistematis masalah yang
kompleks dalam pengelolaan pesisir secara terpadu, selain itu juga dapat mengembangkan suatu
strategi berbasis pengetahuan dalam memahami proses-proses ekologi dan sosial pada dimensi sistem
dan skala yang berbeda.

Kata Kunci: pengelolaan pesisir terpadu; sistem ekologi sosial; pesisir; sumber daya

ABSTRACT
Utilization of resources in coastal areas includes multiple use social contexts, various forms of
ownership, and conflicts of interest. The purpose of this paper is to learn about the Social-Ecological
System approach in integrated coastal management. Ecological systems in coastal areas have a very
close relationship with / and are influenced by the social system. Basically the contemporary approach
of coastal management based on social-ecology system (SES) is the integration between ecological
understanding and socio-economic value. SES analysis in integrated coastal area management is able
to provide an interdisciplinary approach and a sustainable resource management framework. SES
analysis can be a knowledge base for dealing systematically with complex problems in integrated coastal
management, while also developing a knowledge-based strategy in understanding ecological and social
processes in different dimensions of the system and scale.
Keywords: integrated coastal management; social ecological system; coastal; resources

*
Korespodensi Penulis:
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 61
Gedung BRSDM KP I Lt. 4 Jalan Pasir Putih Nomor 1 Ancol Timur, Jakarta Utara, Indonesia
Telp: (021) 64711583 Fax: 64700924
Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 4 No. 2 Tahun 2018: 61-74

PENDAHULUAN nasional dalam mewujudkan bangsa yang maju,


adil dan makmur.
Ekosistem pesisir dan lautan yang
meliputi sekitar 2/3 dari total wilayah teritorial Ditinjau dari sudut pandang pembangunan
Indonesia dengan kandungan kekayaan alam berkelanjutan dan status bangsa Indonesia
yang sangat besar, kegiatan ekonominya baru sebagai negara berkembang, pengelolaan
mampu menyumbangkan +20,06% dari total sumber daya wilayah pesisir dan lautan secara
Produk Domestik Bruto (Kusumastanto, 1998 terpadu sesungguhnya berada dipersimpangan
dalam Rohmin, 2001). Padahal negara-negara jalan (at the cross road). Di satu sisi kita
lain yang memiliki wilayah dan potensi kelautan menghadapi wilayah pesisir yang padat
yang jauh lebih kecil dari Indonesia (seperti penduduk dengan derap pembangunan yang
Norwegia, Thailand, Philipina, dan Jepang), intensif dengan pola yang tidak berkelanjutan
kegiatan ekonomi kelautannya (perikanan, (unsustainable development pattern), seperti
pertambangan dan energi, pariwisata, yang terjadi di Selat Malaka, Pantai Utara Jawa,
perhubungan dan komunikasi, serta industri) Bali, pesisir antara Balikpapan dan Bontang
telah memberikan kontribusi yang lebih besar di Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan.
terhadap PDB mereka, yaitu berkisar 25-60% Sehingga, indikasinya telah terlampaui daya
per tahun (Dahuri, 2001). Ini menunjukkan dukung (potensi lestari) dari ekosistem pesisir
bahwa kontribusi kegiatan ekonomi berbasis dan lautan, seperti pencemaran, tangkap lebih
kelautan masih kecil dibanding dengan potensi (overfishing), degradasi fisik habitat pesisir
dan peranan sumber daya pesisir dan lautan dan abrasi pantai. Di sisi lain, masih banyak
yang sedemikian besarnya, pencapaian hasil kawasan pesisir dan lautan Indonesia yang
pembangunan berbasis kelautan masih jauh dari tingkat pemanfaatan sumber daya alamnya
optimal. belum optimal, kondisi ini umumnya dijumpai
di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan daerah
Jika diamati secara seksama, persoalan luar jawa lainnya yang belum tersentuh aktivitas
pemanfaatan sumber daya pesisir dan lautan pembangunan. Bertitik tolak pada kondisi
selama ini tidak optimal dan berkelanjutan tersebut, sudah waktunya ada kebijakan
disebabkan oleh faktor-faktor kompleks yang dan strategi pengelolaan dan pemanfaatan
saling terkait satu sama lain. Kesepakatan umum sumber daya pesisir dan lautan yang dapat
mengungkapkan bahwa salah satu penyebab menyeimbangkan pemanfaatan antar wilayah
utama adalah perencanaan dan pelaksanaan dan tidak mengulangi kesalahan (kerusakan
pembangunan sumber daya pesisir dan lautan lingkungan dan in-efesiensi), seperti yang terjadi
yang selama ini dijalankan bersifat sektoral di Kawasan Barat Indonesia (KBI).
dan terpilah-pilah. Padahal karakteristik dan
alamiah ekosistem pesisir dan lautan yang Sistem ekologi di daerah pesisir sangat
secara ekologis saling terkait satu sama lain berhubungan erat dengan/dan dipengaruhi
termasuk dengan ekosistem lahan atas, serta oleh satu atau lebih sistem sosial. Pendekatan
beraneka sumber daya alam dan jasa-jasa ini dikenal dengan Sistem Ekologi-Sosial
lingkungan sebagai potensi pembangunan (SES) wilayah pesisir dan lautan. Pendekatan
yang pada umumnya terdapat dalam suatu kontemporer pengelolaan pesisir dan lautan
hamparan ekosistem pesisir, mensyaratkan berbasis ekologi-sosial pada dasarnya
bahwa pengelolaan sumber daya wilayah pesisir adalah integrasi antara pemahaman ekologi
dan lautan secara optimal dan berkelanjutan (ecological understanding) dan nilai – nilai
hanya dapat diwujudkan melalui pendekatan sosial ekonomi (socio-economic value). Tujuan
terpadu dan holostik. Apabila perencanaan dan dari pengelolaan pesisir dan lautan berbasis
pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan tidak sosial ekologi adalah memelihara dan menjaga
dilakukan secara terpadu, maka dikhawatirkan kelestarian serta integritas sekosistem,
sumber daya tersebut akan rusak bahkan sehingga pada saat yang sama mampu
punah, sehingga tidak dapat dimanfaatkan menjamin keberlanjutan suplai sumber daya
untuk menopang kesinambungan pembangunan untuk kepentingan sosial ekonomi manusia.

62
Pendekatan Sistem Sosial – Ekologi Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu .............................. (Hafsaridewi et al)

Glaeser et al. (2007) menyatakan bahwa analisis Beberapa definisi dari PWPT telah
sistem ekologi-sosial (SES) dalam pengelolaan diperkenalkan oleh beberapa pakar kelautan dan
wilayah pesisir terpadu memberikan suatu pesisir yang ada di dunia. Satu diantara definisi
pendekatan yang interdisipliner dan framework yang cocok diberikan oleh Organisasi Kerjasama
pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Ekonomi dan Pembangunan (Organization for
Dalam konsep ini, SES dikembangkan sebagai Economic Cooperation Development/OECD):
suatu framework pendekatan interdisipliner “PWPT adalah suatu kesatuan sistem yang
penelitian sosial-ekologi, yang diharapkan dapat terintegrasi yang memiliki hubungan terhadap
menjadi basis pengetahuan untuk mengatasi tujuan lokal, regional, nasional dan internasional.
secara sistematis masalah yang kompleks dalam PWPT ini memfokuskan diri kepada interaksi
pengelolaan pesisir dan lautan secara terpadu. antar berbagai kegiatan dan pengelolaan sumber
SES juga mengembangkan suatu strategi daya yang ada didalam kawasan pesisir dan
berbasis pengetahuan dalam mempelajari antar kegiatan-kegiatan yang berada di suatu
proses-proses ekologi dan sosial pada dimensi kawasan pesisir dengan kegiatan-kegiatan
sistem dan skala yang berbeda, dari lokal lainnya yang berada di daerah lain” (OECD,
hingga global. Analisis SES memberikan suatu 1993).
pendekatan yang inklusif, interdisipliner pada
Dahuri et al., (2001) mendefinisikan PWTP
epistemologis seimbang dan dasar yang kuat
sebagai suatu pendekatan pengelolaan pesisir
secara teoritis dan metodologis.
yang melibatkan dua atau lebih ekosistem,
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu sumber daya, dan kegiatan pemanfaatan
(pembangunan) secara terpadu (integrated)
Pengelolaan wilayah pesisir terpadu guna mencapai pembangunan wilayah pesisir
(PWPT) atau secara internasional dikenal dengan secara berkelanjutan. Sedangkan Yulianda et
istilah Integrated Coastal Zone Management al. (2010) pengelolaan wilayah pesisir secara
(ICZM) pertama kali dikemukakan pada terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan
konferensi Pesisir Dunia (World Conference sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan
of Coast) yang digelar pada tahun 1993 di pesisir dilakukan melalui penilaian secara
Belanda. Pada forum tersebut, PWPT diartikan menyuluruh (comprehensive assessment),
sebagai proses paling tepat menyangkut merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian
masalah pengelolaan pesisir, baik untuk merencanakan serta mengelola segenap
kepentingan saat ini maupun jangka panjang, kegiatan pemanfaatannya guna mencapai
termasuk di dalamnya akibat kerugian habitat, pembangunan yang optimal dan berkelanjutan.
degradasi kualitas air akibat pencemaran,
perubahan siklus hidrologi, berkurangnya Konsep dan Perkembangan PWPT
sumber daya pesisir, kenaikan muka air laut,
Konsep PWPT adalah suatu pendekatan
serta dampak akibat perubahan iklim dunia
yang menyeluruh yang dikenal dalam pengelolaan
(Subandono et al., 2009). Lebih jauh, Subandono
kawasan pesisir. Metodologi dari PWPT ini telah
et al. (2009) juga menyatakan bahwa konsep
dikembangkan sejak beberapa dekade yang
PWPT menyediakan suatu kerangka
lalu. Konsep ini membutuhkan kemampuan
perencanaan dan pengelolaan yang tepat
kelembagaan untuk menangani masalah
dalam menaklukkan berbagai kendala dan
masalah inter sektoral seperti, lintas disiplin
permasalahan dalam pengelolaan wilayah
ilmu, kewenangan-kewenangan dari lembaga
pesisir, seperti adanya pengaturan institusi yang
pemerintah dan batas-batas kelembagaan
terpecah-pecah, birokrasi yang berorientasi
(Hinrichsen, 1998).
pada satu sektor, konflik kepentingan,
kurangnya prioritas, kepastian hukum, minimnya Konsep PWPT telah muncul di beberapa
pengetahuan kedudukan wilayah dan faktor konvensi dan konferensi internasional, seperti
sosial lainnya, serta kurangnya informasi dan Konvensi Hukum Laut Internasional; Konferensi
sumber daya. Bangsa-bangsa untuk Lingkungan Hidup dan

63
Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 4 No. 2 Tahun 2018: 61-74

Manusia (the United Nations Conference on the negara-negara industri (Earth Summit, 2003).
Human Environment) yang diselenggarakan pada Satu dari rekomendasi dasar yang dikeluarkan
tahun 1972 di Stockholm; Konferensi Bangsa- dari UNCED yaitu perlunya pengelolaan nasional
bangsa untuk Lingkungan dan Pembangunan (the pesisir dan laut, termasuk Zona Ekonomi Ekslusif
United Nations Conference on Environment and (ZEE) secara terintegrasi di dalam perencanaan
Development / UNCED) yang diselenggarakan dan implementasinya di lapangan (Cicin-Sain
pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, yang disebut dan Knecht, 1998).
juga dengan Konferensi Bumi (Earth Summit);
Agenda 21 adalah salah satu output
dan pertemuan dunia untuk pembangunan
yang dihasilkan dalam Konferensi Bumi yang
berkelanjutan (the World Summit for Sustainable
diselenggarakan di Rio de Janeiro. Bagian
Development) yang diselenggarakan pada tahun
(Chapter) 17 dari Agenda 21 adalah bagian
2002 di Johannesburg, Afrika Selatan.
khusus dari Agenda 21 yang mengatur secara
Konvensi Hukum Laut Internasional khusus pengelolaan lingkungan hidup laut.
memberikan suatu dasar-dasar pengelolaan laut Terdapat tujuh program utama yang termasuk
di dunia. Konvensi ini tidak hanya mengatur hak dalam Chapter 17 dari Agenda 21. Ketujuh
dari negara-negara pantai, tetapi juga mengatur program tersebut adalah: (a) Kawasan laut dan
kewajiban dan tugas-tugas dari negara-negara pesisir, termasuk ZEE harus dikelola secara
anggota dalam hal pengelolaan autnya (Cicin- terpadu dan berkelanjutan; (b) Perlindungan
Sain & Knecht, 1998). Secara khusus, Hukum lingkungan hidup laut; (c) Sumber daya dan biota
Laut International mengamanatkan perlunya laut yang berada di laut bebas (highseas) harus
kawasan laut dan pesisir dikelola secara dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan;
terintegrasi. Seperti yang tercantum dalam (d) Sumber daya dan biota laut yang berada di
pembukaan (preamble) dari Konvensi Hukum perairan nasional (national jurisdiction) harus
Laut Internasional: “bahwa masalah-masalah dilindungi dan dikelola secara berkelanjutan;
yang terjadi di laut mempunyai hubungan yang (e) Memecahkan masalah ketidakpastian dalam
sangat erat satu sama lainnya. Oleh karena itu pengelolaan lingkungan hidup laut dan perubahan
membutuhkan pertimbangan secara menyeluruh iklim; (f) Memperkuat kerjasama internasional,
dalam setiap pemecahan permasalahannya”. termasuk kerjasama dan koordinasi regional;
dan (g) Pulau-pulau kecil harus dibangun secara
Konferensi Bangsa-Bangsa untuk
berkelanjutan (UNDSD, 2003).
Lingkungan Hidup dan Manusia tahun 1972
berfokus pada hubungan antara pembangunan Oleh karena itu, adalah suatu keharusan
ekonomi dan penurunan kualitas lingkungan bagi sebuah negara pantai untuk mendefinisikan
hidup. Salah satu hasil yang signifikan dari dan mengoperasionalkan konsep-konsep kunci
konferensi tersebut adalah pembentukan suatu dan memerinci secara spesifik langkah-langkah
lembaga internasional baru yang bertugas bagi pemerintah nasional atau lembaga swadaya
mengkoordinir kegiatan-kegiatan lingkungan masyarakat (LSM) untuk menterjemahkan
hidup dalam sistem Persatuan Bangsa Bangsa konvensi-konvensi dunia dalam ICZM. Sebagai
(PBB), yang dikenal dengan Program Lingkungan negara anggota dari beberapa konvensi
Hidup PBB (The United Nations Environment dan konferensi dunia tentang pengelolaan
Programme/UNEP). UNEP dibentuk secara kelautan wajar bagi Indonesia untuk ikut juga
formal oleh Sidang Umum PBB yang ke 1972. memepergunakan dan menerapkan konsep
ICZM ini dalam pengelolaan sektor kelautannya.
Tujuan utama dari Earth Summit
adalah mendapatkan pengertian tentang Prinsip PWPT
“pembangunan” yang dapat memberikan
bantuan kepada pembangunan ekonomi, Salah satu prinsip PWPT adalah
mencegah penurunan kualitas lingkungan, dan keterpaduan dalam perencanaan dan
mengembangkan suatu fondasi untuk kerjasama pengelolaan kawasan pesisir dan laut
global antara negara-negara berkembang dengan mencakup empat aspek, yaitu: (a) keterpaduan

64
Pendekatan Sistem Sosial – Ekologi Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu .............................. (Hafsaridewi et al)

wilayah/ekologis; (b) keterpaduan sektoral; sektor) dan keterpaduan secara vertikal (dalam
(c) keterpaduan kebijakan secara vertikal; (d) satu sektor). Oleh karena itu, penyusunan tata
keterpaduan disiplin ilmu; dan (e) keterpaduan ruang dan panduan pembangunan di kawasan
stakeholder. Menurut Yulianda et al. (2010) pesisir sangat perlu dilakukan untuk menghindari
Keterpaduan dalam perencanaan dan benturan antara satu kegiatan dengan kegiatan
pengelolaan wilayah pesisir ini mencakup 4 pengembangan lainnya.
empat aspek yaitu :
3. Keterpaduan Disiplin Ilmu
1. Keterpaduan Wilayah/Ekologi
Wilayah pesisir memiliki sifat dan
Secara spasial dan ekologis wilayah karakteristik yang unik dan khas, baik sifat dan
pesisir memiliki keterkaitan antara lahan atas karakteristik ekosistem pesisir maupun sifat dan
(daratan) dan lautan. Hal ini disebabkan karena karakteristik sosial budaya masyarakat pesisir.
wilayah pesisir merupakan daerah pertemuan Dinamika perairan pesisir yang khas tersebut
antara daratan dan lautan. Dengan keterkaitan sehingga dibutuhkan disiplin ilmu khusus pula
kawasan tersebut, maka pengelolaan kawasan seperti hidro-oseanografi, dinamika oseanografi,
pesisir tidak terlepas dari pengelolaan dan sebagainya. Selain itu, kebutuhan akan
lingkungan yang dilakukan di kedua kawasan disiplin ilmu lainnya juga penting. Secara umum,
tersebut. Berbagai dampak lingkungan yang keterpaduan disiplin ilmu dalam pengelolaan
terjadi pada kawasan pesisir merupakan akibat ekosistem dan sumber daya pesisir adalah
dari dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan ilmu-ilmu ekologi, oseanografi, teknik, ekonomi,
pembangunan yang dilakukan di lahan atas, hukum dan sosiologi.
seperti kegiatan pengeboran minyak lepas
4. Keterpaduan Stakeholder
pantai dan pertambangan laut. Penanggulangan
pencemaran yang diakibatkan oleh limbah Segenap keterpaduan di atas, akan
industri, pertanian, dan rumah tangga, serta berhasil diterapkan apabila ditunjang oleh
sedimentasi tidak dapat dilakukan hanya keterpaduan dari pelaku dan atau pengelola di
dikawasan pesisir saja, tetapi harus dilakukan kawasan pesisir. Seperti diketahui bahwa pelaku
mulai dari sumber dampaknya. Oleh karena itu, pengelolaan sumber daya alam pesisir antara
pengelolaan di wilayah ini harus diintegrasikan lain terdiri dari pemerintah (pusat dan daerah),
dengan wilayah daratan dan laut serta Daerah masyarakat pesisir, swasta/investor dan juga
Aliran Sungai (DAS) menjadi satu kesatuan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang
keterpaduan pengelolaan. Pengelolaan yang baik masing-masing memiliki kepentingan terhadap
di wilayah pesisir akan hancur dalam sekejap jika pemanfaatan sumber daya alam di kawasan
tidak diimbangi dengan perencanaan DAS yang pesisir. Penyusunan perencanaan pengelolaan
baik pula. Keterkaitan antar ekosistem yang ada terpadu harus mampu mengokomodir
di wilayah pesisir harus selalu diperhatikan. segenap kepentingan pelaku pengelolaan
pesisir. Oleh karena itu, perencanaan
2. Keterpaduan Antar Sektor
pengelolaan harus menggunakan pendekatan
Sebagai konsekuensi dari besar dan dua arah, yaitu pendekatan top down dan
beragamnya sumber daya alam di kawasan pendekatan bottom up.
pesisir adalah banyaknya instansi atau sektor-
Penetapan komposisi dan laju/tingkat
sektor pelaku pengelolaan yang bergerak dalam
kegiatan pembangunan pesisir yang optimal
pemanfaatan sumber daya pesisir. Akibatnya,
akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi
sering kali terjadi tumpang tindih pemanfaatan
yang dapat dirasakan oleh segenap stakeholder
sumber daya alam di kawasan pesisir dapat
secara adil dan berkelanjutan. Dengan demikian,
dilakukan secara optimal dan berkesinambungan,
bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaan/
maka dalam perencanaan pengelolaan harus
pemanfaatan kawasan pesisir menjadi sangat
mengeintegrasikan semua kepentingan sektoral.
penting, sehingga diharapkan dapat terwujud
Kegiatan suatu sektor lain. Keterpaduan sektoral
one plan dan one management serta tercapai
ini meliputi keterpaduan secara horizontal (antar

65
Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 4 No. 2 Tahun 2018: 61-74

pembangunan yang berkelanjutan dan di mana individu secara sadar menginvestasikan


kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. waktu dan usaha dalam mengembangkan
Prinsip pengelolaan yang terpadu ini dilakukan bentuk infrastruktur fisik dan kelembagaan.
berdasarkan pertimbangan bahwa pemanfaatan Hal ini tertanam dalam hubungan jejaring antara
sumber daya pesisir pada saat ini tidak boleh komponen yang terkecil dan terbesar yang
mengorbankan kebutuhan sumber daya pesisir mempengaruhi cara kerja dari sistem fungsi dari
bagi generasi yang akan datang. waktu ke waktu dalam menghadapi beragam
gangguan eksternal dan masalah internal.
Prinsip ini bisa lebih efektif dilaksanakan bila
pengelolaannya bersifat demokratis, trasparan 2. Komponen dan Interaksi Ekologi-Sosial
dan didesentralisasikan ke level pemerintahan Berkes & Folke (1998) memperkenalkan
yang rendah yang melibatkan masyarakat pesisir istilah sistem ekologi-sosial (SES) yang
setempat. Oleh karena itu, perencanaan dan menekankan pada konsep keterpaduan antara
pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu manusia dan alam, dimana sistem sosial
dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek dan ekologi saling terkait atau saling
sosial-ekonomi-budaya dan aspirasi masyarakat berhubungan dan terintegrasi. Folke et al.
pengguna wilayah pesisir (stakeholder) serta (2003) mengintegrasikan ekologi, ekonomi,
konflik kepentingan dan pemanfaatan yang budaya, sosial politik dan dimensi kelembagaan
mungkin ada. Berdasarkan hal inilah maka dalam interaksi sosial – ekologi dalam model /
salah satu pendekatan yang digunakan dalam kerangka yang koheren yang mencakup
pelaksanaan ICZM adalah dengan pendekatan holisme dan kompleksitas dan berpendapat
Social-ecologi system (SES). bahwa model ini memberikan harapan besar
dalam mencapai keberlanjutan. Hunt &
Sistem Ekologi-Sosial
Berkes (2003) mengkonsepkan SES sebagai
1. Pengertian Sistem Ekologi-Sosial sebuah jaringan yang dibatasi dan terdiri dari
hubungan antara komponen individu dan sistem.
Merriam-Webster Online Dictionary
SES dapat digambarkan melalui deskripsi
(2004) mendefinisikan System Ekologi-
komponen, hubungan jaringan, sifat hubungan
Sosial (SES) sebagai sebuah sistem ekologi
dan keberadaan batas.
yang berhubungan erat dengan dan
dipengaruhi oleh satu atau lebih sistem sosial. Sebuah contoh sederhana, ketika satu
Sebuah sistem ekologi dapat secara bebas kegiatan nelayan mengubah hasil dari kegiatan
didefinisikan sebagai suatu sistem yang nelayan lain melalui interaksi biofisik dan
saling tergantung dari organisme atau unit unit biologis non-manusia yang memberikan
biologis. “Sosial” berarti “kecenderungan dinamika, stok ikan hidup. Selanjutnya,
untuk membentuk hubungan kerjasama kita membatasi perhatian kita kepada SES
dan saling tergantung dengan orang lain dari dimana aspek koperasi dari sistem sosial
satu jenisnya”. Secara umum, sistem sosial adalah kunci, di mana individu sengaja
dapat dianggap sebagai sistem yang saling menginvestasikan sumber daya dalam
tergantung dari organisme. Dengan demikian, beberapa jenis infrastruktur fisik atau
kedua sistem sosial dan ekologi berisi unit-unit kelembagaan untuk mengatasi beragam
yang berinteraksi saling bergantung dan gangguan internal dan eksternal. Ketika
masing-masing mungkin berisi subsistem sistem sosial dan ekologi sangat berkaitan,
interaktif juga. Istilah “SES” digunakan untuk SES secara keseluruhan merupakan sistem
merujuk pada subset dari sistem sosial di mana yang kompleks yang melibatkan beberapa
beberapa hubungan saling tergantung antara subsistem adaptif, serta menjadi tertanam
manusia yang dimediasi melalui interaksi dalam sistem ganda yang lebih besar (Anderies
dengan biofisik dan unit biologi non-manusia et al., 2004). Unsur-unsur dalam SES dapat
(Anderies et al., 2004). Lebih lanjut Janssen et dilihat pada Gambar 1 dan contoh/teladan dari
al. (2006) mendefinisikan SES sebagai sistem setiap interaksi antar elemen disajikan pada
dengan komponen baik biofisik dan sosial, Tabel 1.

66
Pendekatan Sistem Sosial – Ekologi Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu .............................. (Hafsaridewi et al)

Gambar 1. Model Konseptual Sistem Ekologi-Sosial.


Sumber: Anderies et al., 2004

Hubungan antara (A) sebagai salah satu Konsep SES Dalam Pengelolaan Terpadu
komponen adalah sumber daya yang digunakan Pesisir dan Lautan
oleh beberapa pengguna sumber daya; (B) Dua
komponen yang terdiri dari manusia: pengguna 1. Keterkaitan SES dalam PWPT
sumber daya; (C) Penyedia infrastruktur Peningkatan jumlah penduduk akan
publik. Mungkin ada tumpang tindih besar dari berbanding lurus dengan peningkatan
individu dalam B dan C, atau mereka mungkin permintaan terhadap berbagai macam
individu yang sama sekali berbeda, tergantung kebutuhan, dimana peningkatan tersebut akan
pada struktur sistem sosial yang mengatur meningkatan pemanfaatan sumber daya alam
dan mengelola SES; (D) Infrastruktur publik yang merupakan bahan baku dari kebutuhan
menggabungkan dua bentuk buatan manusia manusia. Pamanfaatan sumber daya alam saat ini
modal fisik dan sosial (Anderies et al., 2004). masih cenderung kurang memperhatikan aspek
Sumber daya alam akan digunakan / diambil berkelanjutan. Banyaknya eksploitasi sumber
oleh beberapa pengguna sumber daya alam daya  tanpa memperhatikan dampak lingkungan
(1). Dalam menggunakan sumber daya alam, dari ekploitasi sumber daya tersebut. Daerah
pengguna akan membutuhkan alat bantu/ pesisir yang memiliki sumber daya alam dan
infrastruktur sebagai alat bantunya (2,3,5,6). jasa ekosistem yang tinggi juga tak luput dari
Alat bantu ini akan mempengaruhi keadaan kegiatan eksploitasi, salah satunya adalah dari
dari sumber daya alam tersebut (4). Dalam sektor perikanan dan laut. Perkembangan usaha
hal ini alat bantu/infrastruktur ini dapat berupa perikanan sangat dipengaruhi oleh tiga faktor,
perangkat fisik dan sosial. Perangkat fisik dapat yaitu:  permintaan pasar, kondisi sumber daya
berupa jaring, perahu, dermaga dan lainnya, laut yang dikelola, dan desakan kebutuhan
sedangkan perangkat sosial berupa peraturan dasar hidup yang harus dipenuhi. Ketiga
yang berlaku, baik di tingkat lokal (termasuk faktor ini sangat berperan dalam memacu
local wisdom/ kearifan lokal), nasional, maupun perkembangan berbagai bentuk teknik dan
internasional. Dalam model ini dipengaruhi alat tangkap yang digunakan, baik melalui jalur
oleh faktor eksternal, berupa gangguan biofisik inovasi maupun adopsi. Permintaan biota
(7), seperti gempa bumi, perubahan iklim, dan laut di pasar yang menjanjikan pendapatan
perubahan alam lainnya yang berakibat pada besar masih didominasi oleh jenis biota ekspor,
sumber daya alam dan infrastruktur. Selain itu terutama jenis ikan karang dan beberapa jenis
terdapat gangguan sosial ekonomi (8) seperti ikan pelagis bernilai tinggi seperti ikan kerapu
pertambahan jumlah penduduk, politik, inflasi dan tuna. Kegiatan eksploitasi yang dilakukan
dan lainnya yang berakibat pada pengguna bertahun tahun berdampak pada perubahan
sumber daya alam dan penyedia infrastruktur tingkah laku biota (adaptasi) dengan aktifitas
(Anderies et al., 2004). yang dilakukan nelayan. Perubahan tingkah laku

67
Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 4 No. 2 Tahun 2018: 61-74

tersebut disikapi nelayan dengan mengganti alat yang lebih menyebabkan adanya penangkapan
tangkap untuk meningkatkan hasil tangkapan yang berlebihan. Para pengelola dan pemangku
(Yanuarita & Neil, 2007). Kegiatan manusia kepentingan (stakeholder) mengalami kesulitan
dalam pemanfaatan sumber daya alam, termasuk dalam merancang dan menerapkan solusi
sumber daya pesisir, dapat mengakibatkan manajemen pengelolaan. Dalam sub bab ini
perubahan pada kondisi ekosistem. Perubahan akan dibahas mengenai bagaimana mengelola
dari ekosistem tersebut diikuti pula perubahan komponen SES sehingga tercipta pengelola
pada pola pemanfaatan dan kehidupan dari wilayah pesisir secara terpadu di Grenada dan
masyarakat. Hubungan tersebut menciptakan St.Lucia. Studi kasus ini berdasarkan karya
hubungan antara sistem ekologi (ekosistem) Kemraj Parsram yang berjudul Social-ecological
dengan sistem sosial (masyarakat), hubungan Syste Interaction in Small-scale Fisheries: Case
ini dikenal dengan sebutan sistem sosial-ekologi Studies of the Large Pelagic and Shallow
(social-ecological system). Reef Fisheries of Grenada and St.Lucia Under
Construction (2009).
2. Prinsip SES dalam PWPT

Sistem sosial-ekologi adalah sebuah Sejak tahun 1950, pengelola dan para
sistem ekologi yang berkaitan erat dan stakeholder telah berupaya untuk mengatasi
terpengaruh dengan satu atau lebih sistem sosial. masalah tersebut. Berbagai pendekatan pun
Kedua sistem ini baik sistem sosial dan ekologi digunakan termasuk pendekatan partisipatif,
memiliki subsistem yang juga saling berinteraksi. inisiatif manajemen, dan command and
Istilah sistem sosial-ekologi digunakan untuk control. Namun pendekatan tersebut masih
menjelaskan hubungan antar manusia sebagai menimbulkan masalah yang sama. Kemudian
makhluk sosial yang diperantarai oleh komponen disadari bahwa dalam pengelolaan sumber
biofisik dan komponen biologis selain manusia. daya tidak dapat dipisahkan antara komponen
Ketika sistem sosial dan ekologi sangat saling sosial dengan eskosistem. Sistem sosial dan
berhubungan akan membuat suatu sistem ekologi dapat diidentifikasi, tetapi tidak dapat
sosial-ekologi yang kompleks, bersifat adaptif dengen mudah dipisahkan baik untuk tujuan
dan terdiri dari beberapa sub sistem yang analitik atau praktis. Perikanan dan sumber
juga menyatu dengan beberapa sistem yang daya alam merupakan subsistem yang saling
lebih besar (Anderies et al., 2004). berkaitan dan menunjukkan hubungan yang
kompleks antara manusia dan ekosistem.
Implementasi SES dalam pengelolaan Dimana tindakan manusia mempengaruhi sistem
terpadu pesisir dan lautan ekologi, perubahan ekologi pada gilirannya
mempengaruhi manusia, memicu respon
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia dan membentuk dinamika ekologi.
bahwa aspek sosial-ekonomi-budaya Oleh karena itu diperlukan pendekatan lain
masayarakat tidak dapat lepas dari pengelolaan untuk mengelola kawasan pesisir. Pendekatan
pesisir secara terpadu. Beberapa contoh kasus yang tepat adalah pendekatan Social-ecological
di bawah ini yang menggunakan pendekatan System (SES) yang menekankan konsep
SES dalam implementasi PWPT. terpadu manusia di dalam alam, sistem sosial
1. Interaksi SES dalam pengelolaan usaha dan ekologis yang saling terkait dan terintegrasi.
perikanan skala kecil di Grenada dan
Di Grenada dan St.Lucia, pada pandangan
St.Lucia
sebelumnya merupakan kegiatan yang
Cara pandang yang memisahkan antara sederhana, namun ternyata terdapat jaringan
sistem sosial dan ekosistem menyebabkan kompleks yang melibatkan banyak pelaku/
usaha perikanan skala kecil di Karibia Timur aktor, kompleksitas hubungan manusia-alam
mengalami penurunan produksi karena stok yang dan interaksi antar manusia dan hubungannya
berkurang. Penurunan stok ikan ini disebabkan dalam dunia perikanan. Hubungan dan interaksi
oleh adanya penangkapan yang berlebihan, ini ditandai dengan adanya aliran pertukaran
degradasi habitat dan polusi. Open access informasi, material, dan sumber daya keuangan.

68
Pendekatan Sistem Sosial – Ekologi Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu .............................. (Hafsaridewi et al)

Gambar 2. Simplified view of SES in Fisheries.


Sumber: Parsram, 2008

Pada Gambar 2, menggambarkan Juli sampai Oktober setiap tahun. Armada yang
pandangan sederhana dari perkembangan digunakan nelayan adalah perahu kayu atau pun
pemikiran dan pemahaman tentang sifat fiberglass dengan ukuran 4-7 meter, sedangkan
terintegrasi dan jaringan sistem sosial-ekologi alat tangkap yang digunakan adalah pancing
dalam perikanan skala kecil. Tidak jauh berbeda handline dan longline. Daerah penangkapan
dengan kerangka SES dari hasil penelitian sekitar sekitar 50 - 100 km lepas pantai dan di
Anderies et al. (2004). Dimensi sosial yang sepanjang terumbu karang tepi dan kemiringan
berperan dalam industri perikanan antara lain garis pantai.
adalah pengguna sumber daya, sektor tertutup,
Komponen sosial, pada usaha
pemerintah dan lain-lain (teknologi, pasar).
penangkapan ikan skala kecil banyak aktor
Dimensi sosial tersebut mempengaruhi dimensi
yang terlibat, baik tingkat lokal sampai dengan
ekologi baik dalam bentuk aksi maupun intervensi
internasional. Pelaku usaha tersebut antara lain
yang dapat menimbulkan dampak balik positif
nelayan, pedagang, konsumen dan organisasi.
ataupun negatif baik terhadap dimensi ekologi
Para pelaku ini terlibat dalam interaksi dan
maupun sosial.
hubuangan seperti (1) persiapan penangkapan,
Pada komponen ekologi, Pantai Timur (2) kegiatan penangkapan, (3) pendaratan ikan,
Grenada dibatasi oleh terumbu karang, padang (4) penjualan ikan segar, (5) kegiatan pengolahan
lamun dan lahan basah. Grenville adalah lokasi dan (6) pemasaran/marketing. Masing-masing
pendaratan utama di pantai ini. Spesies target pelaku dan peran dapat dilihat pada Tabel 1.
adalah tuna kuning (thunnus albacares), marlin
Interaksi dalam jaringan sosial-ekologi
putih (tetrapturus albidus), marlin biru (makaira
ditandai dengan adanya arus barang dan jasa
nigricans), dolphinfish umum (coryphaena
berupa ikan, keuangan, tenaga kerja, regulasi,
hippurus), sailfish (istiophorus albicans),
subsidi, lisensi dan alat tangkap. Nelayan 1
ikan todak (xiphias gladius), tuna sirip hitam
dan 2 ditargetkan untuk menangkan hanya
(thunnus atlanticus), wahoo (acanthocybium
ikan pelagis besar, sedangkan nelayan 3 dapat
solandri), bigeye tuna (thunnus obesus), bonito
menangkap pelagis besar dan kecil. Nelayan
(sarda saarda), dan cakalang (katsuwonus
menabung dan memperoleh pinjaman dari
pelamis). Musim pelagis besar adalah dari
lembaga keuangan seperti Bank Grenada, yang
bulan November sampai bulan Juni. Terdapat
digunakan untuk berinvestasi dalam perahu dan
pula aktivitas penangkapan di daerah dangkal
peralatan. Vendor kadang-kadang menyediakan
dan deep slope demersal dengan spesies
pembiayaan dengan imbalan pasokan ikan
target seperti snappers (lutjanidae), hinds
terjamin. Nelayan ini menginvestasikan tenaga
(serranidae), parrot fishes (scaridae), squirrel
kerja mereka dan kadang-kadang tenaga kerja
fishes (holocentridae), grunts (pamadasyidae),
upahan, uang tunai, peralatan, mesin, dan bahan
surgeon fishes (acanthuridae), dan trigger fishes
bakar dalam mempersiapkan perahu mereka
(balistidae). Dilakukan terutama jika pelagis
untuk kegiatan penangkapan ikan.
besar tidak pada musim tangkap, yaitu periode

69
Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 4 No. 2 Tahun 2018: 61-74

Tabel 1. Pelaku Usaha di Grenville, Grenada.


Usaha Pendaratan
Persiapan melaut Penjualan Pengolahan Pemasaran
penangkapan Hasil Tangkapan
Nelayan Nelayan Nelayan Nelayan dan Stenlay Gill Nelayan dan
vendors (pengolah dan Stenlay Gill,
eksportir), vendors
Bank Grenada, Divisi perikanan Market Kementerian Supermarket,
Suplier mesin, Divisi supervisor, Data kesehatan, konsumen
Perikanan, suplier Clerk, Cleaners Dividi perikanan
bahan bakar

Mesin dan bagian yang dibeli dari pemasok dengan menggunakan prosedur Hazard Analysis
mesin tempel besar lainnya di Grenada. Critical Control Point (HACCP) yang diawasi
Fuel biasanya dibeli dari SPBU Mini di lokasi pelaksanaannya oleh pengelola pasar.
pendaratan. Nelayan berinteraksi langsung
Parsram (2008) menggambarkan St.
dengan sumber daya ikan melalui pengetahuan
Lucia Fish Marketing Corporation (SLMFC)
mereka tentang daerah penangkapan ikan, dan
pada peta jaringan interaksi di antara komponen
ikan, dan menggunakan keterampilan mereka
yang terdapat di lokasi kajiannya (Gambar 3).
dalam ilmu pelayaran, navigasi, keamanan dan
Peta menunjukkan jaringan yang sangat terpusat
penggunaan peralatan yang tepat untuk panen
pada operasi pemasaran SLFMC di Vieux Fort.
baik pelagis atau karang spesies besar. Divisi
SLFMC muncul untuk memegang posisi kunci
Perikanan Grenada menyediakan peraturan
sebagai hub sentral yang menghubungkan
kebijakan dan juga infrastruktur dalam bentuk
para pemangku kepentingan lainnya (hotel,
pasar Grenville, lengkap dengan fasilitasi
restoran, dll) yang tidak berinteraksi langsung
Coldstorage, tempat berlabuh, dermaga dan
dengan jaringan nelayan, ikan, dan manajemen.
tenaga kerja yang mengoperasikan dan
Analisis jaringan sosial skenario ini menunjukkan
mengelola kegiatan pasar (market supervisor,
jaringan yang sangat terpusat terutama di
data clerk). Beberapa vendor dan pengolah
sekitar SLFMC tersebut. Sebuah jaringan yang
perikanan pun memanfaatkan fasilitas ini.
sangat terpusat adalah salah satu ditandai
Pengolah perikanan memperoleh sertifikat
oleh satu atau beberapa individu memegang
kesehatan dari departemen kesehatan dan juga
mayoritas hubungan dengan orang lain dalam
mendapatkan pelatihan teknologi, pengolahan,
jaringan. Jaringan terpusat sangat membantu
kesehatan dan pemasaran. Nelayan pun
untuk tahap awal pembentukan kelompok dan
mendapatkan pelatihan yang sama. Hal ini
membangun dukungan untuk tindakan kolektif.
menjamin kualitas ikan hasil tangkapan, selain itu
Namun, penelitian menunjukkan bahwa jaringan
ikan hasil tangkapan pun ditangani dan disimpan

Gambar 3. Diagram Interaksi Perikanan Pelagis Besar di Vieux Fort St. Lucia.
Sumber: Parsram, 2008

70
Pendekatan Sistem Sosial – Ekologi Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu .............................. (Hafsaridewi et al)

terpusat tersebut merugikan bagi perencanaan maupun penurunan respon (sosial, ekonomi,
jangka panjang dan solusi masalah. Apabila dan ekologi). Oleh karena itu, pendekatan ini
SLFMC adalah menutup operasi untuk alasan perlu digabungkan dengan analisis lainnya yaitu
apapun, hubungan akan rusak antara nelayan/ penilaian pemanfaatan wisata dan perikanan
ikan dan hotel dan restoran yang mengakibatkan dalam hubungannya dengan kapasitas area
kehilangan penghasilan rutin bagi nelayan, dan menggunakan pendekatan Ecological Footprint
hotel dan restoran kehilangan pasokan secara Analysis/EFA, HANPP (Human Appropriation
teratur ikan. Interaksi jaringan social-ecological of Net Primary Production), CLSA (Coastal
menunjukkan bahwa sumber daya ikan pelagis Livelihood System Analysis) serta analisis
besar dan SLFMC adalah driver utama dalam valuasi ekonomi pemanfaatan gugus pulau yang
jaringan ini. Permintaan untuk spesies ini dan diintegrasikan dengan optimasi model dinamik
pasar dijamin disediakan oleh hasil SLFMC di untuk kegiatan wisata dan perikanan secara
nelayan fokus ada tenaga kerja, keuangan dan berkelanjutan.
sumber daya lainnya pada perikanan ini.
Model DPSIR diperkenalkan oleh
2. Pengelolaan pulau kecil di Gugus Pulau European Environment Agency (EEA) yaitu
Batudaka, Sulawesi Tengah konsep hubungan sebab akibat berdasarkan
Latar belakang dari penelitian ini adalah indikator lingkungan dengan menggunakan
kebijakan pengelolaan sumber daya Kepulauan kategori berbeda. Bowen & Riley (2003) dalam
Togean khususnya di Gugus Pulau Batudaka Sulistiawati (2011) menyatakan bahwa model
yang dilakukan selama ini belum memberikan DPSIR bertujuan mengidentifikasi aspek-aspek
hasil yang nyata terhadap kesejahteraan atau parameter-parameter kunci pada suatu
masyarakat lokal dari sisi sosial ekonomi karena sistem dan memantau tingkat keberlanjutan
kurangnya melibatkan masyarakat. Masih dari pengelolaan. DPSIR juga merupakan suatu
banyak terjadi kegiatan pemanfaatan sumber kerangka kerja untuk menentukan indikator
daya yang sifatnya merusak dan penetapan tekanan pembangunan oleh manusia yaitu
kawasan ini menjadi taman nasional yang juga mengamati perubahan-perubahan pada faktor
menimbulkan keresahan masyarakat saat ini. sosial, ekonomi dan lingkungan pada suatu
Hal ini menunjukkan ketidakberhasilan Taman periode waktu tertentu. Model DPSIR ini dapat
Nasional Kepulauan Togean (TNKT), pemerintah digunakan untuk permasalahan pengelolaan
setempat dan masyarakat lokal dalam biodiversity yang kompleks akibat dari kerusakan
menangani berbagai permasalahan pengelolaan habitat/menurunnya spesies yang berhubungan
kawasan baik dalam penetapan zonasi maupun dengan aktivitas sosial ekonomi masyarakat
pemanfaatannya untuk berbagai kegiatan. dalam skala ruang dan waktu. Pendekatan
DPSIR dengan modifikasi tertentu juga
Tujuan utama penelitian adalah mendesain dilakukan oleh Cooper (2013) dalam kajian SES
pemanfaatan ruang kawasan Gugus Pulau ekosistem laut.
Batudaka berbasis sistem sosial ekologi (social
ecology system - SES) secara berkelanjutan. Karakterisitik sistem sosial ekologi pulau-
Dimana penelitian dilakukan dengan pendekatan pulau kecil (PPK) dapat dipelajari dengan
DPSIR (Drivers–Pressures–States–Impacts– mengetahui investasi sistem sosial ke sistem
Responses) untuk mengetahui keterkaitan ekologi dan sebaliknya seberapa besar jasa
faktor-faktor penyebab terjadinya tekanan sistem ekologi memberikan manfaat pada
terhadap ekosistem dan dampak berupa sistem sosial yang terkait dengan pemanfaatan
respon ekologi, sosial, dan ekonomi yang ruang. Pemanfaatan ruang pesisir PPK
dibutuhkan untuk pengelolaan. Keterbatasan berdasarkan karakteristik dan daya dukungnya
model DPSIR adalah tidak semua unsur yang sehingga pengembangan setiap kawasan PPK
difokuskan pada masalah penelitian dapat disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan
tercakup dengan cepat dan mudah, terutama kawasan pengembangan. Sistem sosial ekologi
semua komponen masyarakat tidak dapat duduk untuk pulau kecil disajikan pada Gambar 4.
bersama yang berimplikasi pada kebutuhan

71
Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 4 No. 2 Tahun 2018: 61-74

Gambar 4. Keterkaitan Antara Sistem Sosial Ekologi Pulau-Pulau Kecil.


Sumber: modifikasi Erb et al., 2007 dalam Sulistiawati (2011)

Kondisi ekosistem Gugus Pulau Batudaka ekonomi budaya yang dapat meningkatkan
dipengaruhi oleh faktor demografi maupun kesejahteraan masyarakat.
aktivitas ekonomi seperti permintaan wisata,
Melalui penggunaan model DPSIR
kegiatan perikanan mengakibatkan terjadinya
dimungkinkan untuk pemahaman mengenai
tekanan berupa konversi lahan, peningkatan
suatu dampak yang ditimbulkan terhadap
sampah domestik dan polutan lainnya sehingga
ekosistem dalam pengelolaan wilayah pesisir,
status lingkungan berubah dengan terjadinya
yakni : 1) alasan mengapa dampak itu terjadi;
abrasi, sedimentasi, pengayaan nutrien perairan,
2) alternatif kemungkinan terjadinya tekanan
kehilangan hábitat, penurunan keanekaragaman
oleh faktor-faktor pengarah (drivers) pada
hayati mangrove yang berdampak pada
suatu lingkungan pesisir seperti hal-hal yang
ekosistem dan sosial ekonomi serta implikasi
dikaitkan dengan berbagai parameter penilaian;
kebijakan sesuai arahan penyusunan tata
3) kebijakan-kebijakan politis apa yang harus
ruang wilayah pesisir pulau-pulau kecil yakni
dilakukan oleh pemerintah daerah berkaitan
aspek ekologi berdasarkan daya dukung
dengan kondisi dan tingkat kerentanan lingkungan
lingkungan, memperhatikan kelestarian
Kesimpulan penelitian fungsi
ini menunjukan bahwa Gugus Pulau Batudaka dapat
yang dipengaruhinya. Pengembangan resiliensi/
dan keseimbangan
dikembangkan lingkungan, aspekwisata
menjadi kawasan sosialdan perikanan, tetapi juga perlunya menerapkan
daya lenting sistem sosial ekologi merupakan
prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dalam pengelolaan sumber daya.

Gambar
Gambar 5. Pendekatan
5. Pendekatan DPSIR
DPSIR sebagai
Sebagai indikator
Indikator dalam
Dalam keberlanjutan
Keberlanjutan pengelolaan
Pengelolaan
Gugus Pulau Batudaka
Gugus Pulau Batudaka.

72 PENUTUP

Pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan laut meliputi konteks sosial multiple
use, berbagai bentuk kepemilikan, dan konflik atas penggunaan sumber daya. Secara
Pendekatan Sistem Sosial – Ekologi Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu .............................. (Hafsaridewi et al)

kunci bagi pembangunan yang keberlanjutan. DAFTAR PUSTAKA


Resiliensi berhubungan dengan gabungan Anderies, J.M., M.A. Janssen, E. Ostrom, 2004.
dinamika sistem manusia dan lingkungan A framework to analyze the robustness of
yang menghindari penekanan atau pemisahan socialecological systems from an institutional
dari faktor lingkungan dan sosial, serta perspective. Ecology and Society. Fakultas
mempertimbangkan sepenuhnya kompleksitas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Halu Oleo. Vol 9(1): 18. [online] URL: http://
dinamika yang ada di dalamnya (Berkes, 2007
www.ecologyandsociety.org/vol9/iss1/art18.
dalam Sulistiawati, 2011) sehingga sangat (diakses pada tanggal: 28 November 2014)
sesuai dengan konsep ICM (Integrated Coastal
Berkes, F., dan C. Folke (Eds.), 1998. Linking
Management) yang merupakan paradigma
Social and Ecological Systems: Management
pengelolaan yang digunakan saat ini. Practices and Social Mechanisms for Building
Resilience. Cambridge University Press.
Kesimpulan penelitian ini menunjukan
Cambridge.
bahwa Gugus Pulau Batudaka dapat
dikembangkan menjadi kawasan wisata dan Cicin-Sain, B. dan Knecht, R. 1998. Integrated
Coastal and Ocean Management: Concepts
perikanan, tetapi juga perlunya menerapkan
and Practices, Island Press, Washington, D.C.,
prinsip kehati-hatian (precautionary approach) 517 pp.
dalam pengelolaan sumber daya
Cooper, P. 2013. Socio-ecological accounting:
PENUTUP DPSWR, a modified DPSIR framework, and its
application to marine ecosystems. Ecological
Pemanfaatan sumber daya di wilayah Economics. Vol 94: 106–115.
pesisir dan laut meliputi konteks sosial multiple Dahuri, R., J. Rais, S.P Ginting, M.J Sitepu (cet. 2).
use, berbagai bentuk kepemilikan, dan konflik 2001. Pengelolaan Sumber daya Wilayah
atas penggunaan sumber daya. Secara Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT.
Pradnya Paramita. Jakarta.
eksplisit, pengelolaan wilayah pesisir dan
lautan dibutuhkan sistem pengetahuan yang Davidson-Hunt, I.J. dan F. Berkes, 2003. Nature and
society through the lens of resilience: toward a
mencakup pengetahuan ilmiah, manajerial dan
human-in-ecosystem perspective. In Berkes, F.,
pengetahuan lokal dari berbagai pemangku J. Colding, C. Folke (Eds.), Navigating Social–
kepentingan. Analisis Sistem Ekologi-Sosial Ecological Systems: Building Resilience for
memungkinkan untuk pengembangan metode Complexity and Change. Cambridge University
pendekatan interdisipliner dalam pengelolaan Press. Cambridge.
pesisir dan laut. Pada prinsipnya, terdapat Earth Summit. 2003. UN Conference on Environment
sejumlah besar metode dan perangkat dalam and Development (1992). http://www.un.org/
ilmu sosial dan ilmu alam yang dapat digunakan geninfo/bp/enviro.html. (diakses pada tanggal
dalam pendekatan interdisipliner pengelolaan 30 November 2013).
pesisir dan lautan, namun saat ini metode Folke, C., C.S Holling, C. Perrings, 1998. Biological
terbaik yang dapat memfasilitasi integrasi dan diversity, ecosystems and the human scale.
sintesis pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu Ecological Applications. Vol 6:1018 - 1024.
adalah analisis SES, yang mampu untuk meng- Folke, C., J.Colding, F. Berkes, 2003. Synthesis:
upgrade ICZM dan memasukkan ke dalam building resilience and adaptive capacity in
sebuah kerangka interdisipliner sosial-ekologis. social–ecological systems. In Berkes, F., J.
Colding, C. Folke, (Eds.), Navigating Social–
UCAPAN TERIMA KASIH Ecological Systems: Building Resilience for
Complexity and Change. Cambridge University
Penulis menyampaikan terima kasih Press. Cambridge.
kepada teman-teman SPL angkatan 13 Glaeser, B., K. Bruckmeier, M.Glaser dan G. Krause,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB 2007. Social-Ecological Systems Analysis
atas sumbangan saran dan pemikiran dalam in Coastal and Marine Areas: A Path toward
Intregration of Interdisciplinary Knowledge in
pembuatan tulisan ini. Terima kasih kepada
Current Trends in Human Ecology. Proceeding
Dewan Redaksi yang telah memberikan of International symposium of the Society for
saran dan kritik yang membangun. Human Ecology Tahun 2017. Rio de Janeiro.

73
Buletin Ilmiah “MARINA” Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Vol. 4 No. 2 Tahun 2018: 61-74

Hinrichsen, D. 1998. Coastal Waters of the World:


Trends, Threats, and Strategies. Island Press.
Washington DC.
Janssen, M.A., O. Bodin, J.M. Anderies, T. Elmqvist,
H. Ernston, R.R.J. McAllister, P. Olsson, and
P. Ryan. 2006. Toward a Network Perspective
of the Study of Resilience in Socio-Ecological
Systems. Ecology and Society vol 11(1): 15.
http://www.ecologyandsociety.org/vol11/iss1/
art15/. (diakses pada tanggal: diakses pada
tanggal: 1 Desember 2013)
Parsram K., 2008. Social-ecological System
Interactions in Small-scale Fisheries: Case
Studies of the Large Pelagic and Shallow
Reef Fisheries of Grenada and St. Lucia Under
Construction. Proceedings of the Gulf and
Caribbean Fisheries Institute 61:57-66.
Subandono, D., Budiman, dan F.Agung. 2009.
Menyiasati Perubahan Iklum di Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Penerbit Buku Ilmiah
Populer. Bogor.
Sulistiawati, D. 2011. Model Integrasi Wisata-Perikanan
di Gugus Pulau Batudaka Kabupaten Tojo
Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. Disertasi.
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor. Jakarta.
Yanuarita, D., dan Neil. 2005. Pemanfaatan
Sumberdaya Laut Kepulauan Spermonde.
http://www.scribd.com/doc/42934946/33-dewi.
(Diakses pada tanggal 27 November 2013)
Yulianda F, A. Fahrudin, dan L. Adrianto. 2010.
Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu.
Book 3, Pusdiklat Kehutanan-Departemen
Kehutanan RI, SECEM Korea Internasional
Cooperation Agency. Bogor

74

Anda mungkin juga menyukai