Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

PENANGKARAN DAN RESTOKING

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Arga Pindy Nanda 26040118130069


Bima Simatupang 26040117140097
Farid Gunawan 26040118130151
Ferry Arnanda Eko K. 26040117140090
Muhamad Syahrul Ramadhani 26040118140064
Rizky Khorina Firdausi 26040118120040

DEPARTEMEN ILMU KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih dan karunia-Nya yang telah memberikan banyak kesempatan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan Laporan Mata Kuliah Pengangkaran dan Restocking
dengan baik. Laporan ini disusun guna melengkapi salah satu syarat dalam
menyelesaikan mata kuliah Penangkaran dan Restocking bagi mahasiswa
Departemen Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya laporan ini tidak terlepas
dari dukungan, semangat, serta bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena-Nya,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada kakak Asisten
praktikum serta Bapak/Ibu Dosen pengampu mata kuliah Prenagkaran dan
Restocking yang telah meluangkan waktu dalam mengajarkan dan memberikan
arahan selama praktikum berlangsung.
Penyusunan laporan Pengankaran dan Restocking ini disusun dengan
sebaik-baiknya, namun masih terdapat kekurangan di dalam penyusunan laporan
ini, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak
sangat diharapkan, akhir kata penulis ucapkan terima kasih, laporan penangkaran
dan restocking ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, 09 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar v
I. Pendahuluan 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 1
1.3. Manfaat 2
II. Tinjauan Pustaka 3
2.1. Biologi H. Atra 3
2.2. Ekologi H. Atra 4
2.3. Habitat H. Atra 5
2.4. Hatchery 5
2.5. Lokasi Pemeliharaan 6
2.6. Pemeliharaan Induk 7
2.7. Pemijahan 8
2.8. Pemeliharaan Larva 9
2.9. Pakan Alami 9
2.10. Pendedaran 10
2.11. Sistem Aerasi 11
2.12. Fasilitas Pendukung 11
III. Materi dan Metode 13
3.1. Waktu dan Tempat 13
3.2. Alat dan Bahan 13
3.3. Metode 13
IV. Hasil dan Pembahasan 18
4.1. Hasil 18
4.2. Pembahasan 18
V. Penutup 20
5.1. Kesimpulan 20
5.2. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Alat Praktikum......................................................................... 13


Tabel 2. Bahan Praktikum...................................................................... 13

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alimentary canal pada Teripang Hitam, Holothuria atra....... 4


Gambar 2. Layot Hatchery Penangkaran Teripang................................... 18

iv
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai terluas ke
dua di dunia. Berdasarkan dari buku pintar KKP (2019) menyatakan
bahwa luas pantai Indonesia yaitu sebesar 99.093 km. Banyak potensi dari
luasnya pantai yang ada di Indonesia. Mulai dari potensi ekonomi,
pariwisata dan lain sebegainya. Namun, potensi tersebut tidak berjalan
dengan lancar kaena adanya perlakuan oknum-oknum tidak bertanggung
jawab yang menyebabkan kerusakan dan terjadinya over fishing sehinga
sumber daya laut Indonesia tidak terkelola dengan baik. Maka, untuk
mencegah terjadinya masalah yang lebih mendalam diperlukan adanya
pnangkaran dan restock agar keberagaman sumber daya hayatinya tetap
terjaga dengan baik.
Potensi terbesar di bidang perikanan yaitu teripang atau timun laut.
Teripang merupakan salah satu hewan laut dengan bentuk bulat panjang
atau silindris dengan panjang antara 10-30 cm (Nontji, 2002). Berbagai
macam teripang memiliki manfaat di berbagai bidang terutama di bidang
kesehatan. Teripang mempunyai kandungan senyawa yang dapat
digunakan sebagai anti kanker dan berbagai senyawa lainnya. Oleh karena
itu, banyak orang mengunakan terupang sebagai sumber ekonomi
sehingga terjadi over fishing. Adanya over fishing yang tidak terkendali
bisa menyebabkan terjadinya kepunahan pada teripang apabila tidak
dilakukan penangkaran dan restock.
Penangkaran dan restock sangat diperlukan guna menjaga
keberagaman sumber daya hayati laut. Penangkaran digunakan sebagai
cara atau metode untuk menjaga biota dari ancaman kepunahan.
Sedangkan restocking digunakan agar populasi biota yang ada pada alam
tidak semakin mengalami pengurangan sehingga kondisi perairan dan
lingkuungan tetap terjaga. Pelaksanaan penangkaran dan restocking harus
selalu sejalan. Hal tersebut dikarenakan adanya penangkaran digunakan
untuk menjaga populasi dan supaya selalu ada restok dari biota yang
terancam punah.

1
1.2. Tujuan
1. Memahami biologi, ekologi dan habitat teripang H. atra sebagai dasar
dilakukan penangkaran terhadapnya.

2
2. Mendesain hatchery untuk melakukan penangkaran teripang H. atra.
3. Mendesain usaha pembesaran teripang H. atra

1.3. Manfaat
1. Praktikan dapat mengetahi biologi, ekologi dan habitat teripang.
2. Praktikan dapat mengetahui dasar-dasar penangkaran teripang.
3. Dapat melakukan desain hatchery untuk melakukan penangkaran teripang

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Holothuria atra


Teripang adalah salah satu anggota hewan berkulit duri (Echinodermata).
Duri pada teripang sebenarnya merupakan rangka atau skelet yang tersusun dari
zat kapur dan terdapat di dalam kulitnya. Rangka dari zat kapur itu tidak dapat
terlihat dengan mata telanjang karena sangat kecil Sehingga perlu menggunakan
mikroskop. Meski demikian, tidak semua jenis teripang mempunyai duri beberapa
jenis teripang tidak memiliki duri. Jenis teripang lain yang juga di temukan di
perairan sekitar P. Pari adalah Holothuria atra. Secara morfologi, teripang ini
memiliki penampang tubuh bulat, sisi ventral yang cenderung datar, dan lubang
anus yang bulat. Warna tubuh hitam kulit tubuhnya lembut dan tebal. Tipe spikula
yang ditemukan di bagian dorsal adalah tipe meja, roset, dan lempeng. Ditemukan
di daerah bersubstrat pasir kasar dan tubuhnya diselimuti oleh pasir halus
(Elfidasari, 2012).
Tipe spikula yang mendominasi teripang jenis Holothuria atra adalah
bentuk table plates yang hampir bisa ditemukan pada seluruh bagian
integumentumnya. Selain itu juga ditemukan bentuk lainnya yaitu terminal plates,
rods, dan rossetes. Teripang Holothuria atra memiliki jumlah otot sebanyak 5
buah dan berwarna putih dengan bentuk memanjang dari ujung anterior hingga
posterior dan menempel pada bagian dalam dermisnya. Gonad yang ditemukan
dalam teripang ini memiliki warna putih susu dan memiliki bentuk yang
bercabang. Rangkaian intestinum berbentuk seperti selaput transparan yang tipis
dan mebentuk sebagian besar saluran pencernaan yang berujung pada kloaka.
(Feryanto, 2017). Gonad teripang terdiri dari beberapa helai tubula yang menjadi
satu kelompok atau dapat menjadi dua kelompok yang memiliki percabangan.
menjelaskan bahwa warna gonad putih menunjukkan bahwa jenis kelamin
teripang tersebut adalah jantan sedangkan warna gonad merah kekuningan
menunjukkan jenis kelamin betina (Hartati, 2006).

3
Gambar 1. Alimentary canal pada Teripang Hitam, Holothuria atra
(Hartati, 2016).
Vili tampak sangat halus (smooth) dan ruang lumen sangat luas. Vili juga
tersusun atas sel prismatik. Lumen besar dan kosong. Jaringan ikat nampak tipis
pada kedua species teripang. saluran pencernaan dengan perbesaran 100 x. Vili
usus kembali tersusun oleh sel prismatik. Vili pada perbesaran 100 x ini terlihat
pendek dan besar, jarak antar vili rapat dan jarak antara pangkal. Pada tiap bagian
alimentary canal memiliki 3 penyusun utama, yaitu lumen, vili usus dan jaringan
ikat yang merupakan serabut otot (Hartati, 2016).

2.2 Ekologi Holothuria atra


Teripang membutuhkan lingkungan perairan yang sehat dan sesuai dengan
daya dukung lingkungannya. Untuk dapat mengetahui daya dukung lingkungan
perairan diperlukan beberapa kriteria penting yang harus dipenuhi,, yaitu kondisi
lingkungan perairan yang sesuai dengan standar kriterianya, yang dapat direspon
oleh kemampuan organisme teripang agar dapat tumbuh dan berkembang secara
alami, sesuai dengan batas-batas toleransinya. Beberapa parameter yang
digunakan untuk menentukan tingkat kesesuaian lingkungan perairan adalah
kecepatan arus, kedalaman, suhu, salinitas, derajad keasaman (pH), dan oksigen
terlarut (Sulardiono, 2017).
Kisaran suhu dan salinitas yang sesuai untuk pertumbuhan teripang
dengan suhu 26–33 ºC dan salinitas 26–33 ‰ (Al Rahsdi, 2013). Kualitas air
menunjukkan bahwa nilai semua variabel yang diukur masih dalam kisaran
optimal. Kisaran optimum suhu air laut untuk teripang adalah 24-27 °C, oksigen

4
terlarut harus di atas 5 mg/liter dan salinitas minimum disesuaikan dengan
panjang tubuh sebagai berikut : (a) panjang tubuh 0.4 mm, salinitas 20- 25‰; (b)
5 mm, salinitas 10–15; (c) untuk individu yang lebih besar, salinitas 15–20 ‰,
derajad keasaman (pH) 7,9–8,4, dan intensitas cahaya di bawah 2000 lux (Xiyin,
2004).

2.3 Habitat Holothuria atra


Teripang (Holothuroidea) dapat ditemukan atau dijumpai diseluruh
perairan pantai, mulai dari daerah pasang surut yang dangkal sampai perairan
yang lebih dalam untuk hidupnya, teripang lebih menyukai perairan bebas dari
pencemar,dan airnya relatif tenang. Pada umumnya masing-masing jenis memiliki
habitat yang spesifik misalnya, teripang putih (Holothuria scabra) banyak
terdapat di perairan yang ditumbuhi lamun (sea grass), sedangkan teripang koro
(Muelleria leconoro) dan teripang pasir banyak ditemukan di perairan yang lebih
dalam. Habitatnya beradaptasi dan menempati segala macam tipe dasar (substrat),
seperti lumpur, lumpur pasiran, pasir, pasir lumpuran, kerikil, pantai berbatu,
karang mati, pecahan karang (rubbles), dan bongkahan karang (boulders)
(Handayani, 2017)..
Teripang umumnya lebih menyukai perairan yang jernih, dasar perairan
berpasir halus atau pasir bercampur lumpur dengan tumbuhan yang dapat
melindungi secara tidak langsung dari panas matahari seperti lamun dan rumput
laut (Enhalus, Thalasia, Laminaria). Teripang cenderung berkonsentrasi di daerah
dengan tingkat bahan organik yang tinggi. Analisis regresi yang dilakukan antara
teripang H. scabra, H. atra, dan B. marmorata dengan 8 jenis teripang lamun.
Jenis H. atra memiliki hubungan erat dengan lamun kelompok ukuran besar dan
juga jenis lamun kelompok ukuran kecil (Slater, 2011).

2.4 Hatchery
Bibit teripang dapat diproduksi dalam dua cara : (1) mengumpulkan
langsung dari alam, dan (2) produksi dari pembenihan. Ketersediaan benih tidak
teratur dalam stok. NS cara terbaik untuk menghasilkan benih teripang adalah
melalui pembenihan. Tujuan dari penetasan adalah dengan rutin memproduksi

5
teripang dalam tiga tahapan: kultur larva (yaitu pemupukan, perkembangan
embrio, pertumbuhan larva, dan pemukiman remaja). Sejauh ini, metode untuk
menghasilkan benih di tempat penetasan dan menumbuhkannya hingga ± Ukuran
1g didokumentasikan dengan baik. Memproduksi benih di hatchery dimulai dari
persiapan induk. Indukan kualifikasinya adalah mereka dalam kondisi normal dan
gonad mereka cukup matang (Pangkey, 2012).
Pembibitan bisa dilakukan dengan pengupasan, stimulasi termal,
kombinasi dari pengeringan dan air yang mengalir. Cara terakhir bisa memberikan
hasil penetasan sebanyak 90 ± 95% kecepatan. Telur teripang yang baik berbentuk
bulat, putih dan terlihat dengan mata telanjang dan sekitar berukuran 177µm.
Setelah 32 jam, telur akan menetas menjadi larva dan bermetamorfosis sampai
mencapai stadion auricularia (panjangnya 430 m dan lebar 280 m). Larva mulai
mengkonsumsi plankton (mikroalga) (Hendri, 2009).

2.5. Lokasi pemeliharaan

Menurut Nurwidodo et al. (2018), tempat hidup teripang yait di perairan


yang dangkal hingga perairan dalam, dengan kondisi dasar pasir, berlumpur di
antara lamun maupun antara karang-karang. Teripang keluarga Holothuriidae dan
Stichopodidae dapat menempati segala macam tipe dasar, seperti lumpur, lumpur
pasiran, pasir, pasir lumpuran, kerikil, pantai berbatu, karang mati, pecahan
karang, dan bongkahan karang. teripang dapat tersebar di berbagai ekosistem
perairan dangkal, yaitu pada ekosistem lamun, ekosistem terumbu karang dan
kawasan lepas pantai. Penempatan keramba untuk budidaya teripang harus tepat.
Diperlukan lokasi yang betul-betul terlindung dari hempasan ombak dan angin
kencang dengan kondisi dasar perairan berpasir atau pasir berlumpur bercampur
dengan pecahan-pecahan karang dan banyak terdapat tanaman air semacam
rumput laut (seaweed) dan lamun (Sea grass).

Menurut Sugama et al. (2019), Budidaya teripang di laut umumnya


dilakukan secara ekstensif dengan menggunakan wadah pemeliharaan berupa
keramba tancap, kurungan atau kandang (cage), atau dengan Sea ranching yang
umumnya dikelola oleh masyarakat pesisir. Budidaya pada kawasan terbuka

6
seperti laut akan cenderung lebih sulit untuk dikontrol secara penuh dengan
berbagai variabel biotik, abiotik, dan aspek sosial ekonomi terkait. Pemilihan
lokasi pemeliharan sangat perlu diperhatikan dan tidak sembarangan. Aspek –
aspek yang perlu diperhatikans seperti kondisi geografis, jenis ekosistem, kondisi
vegetasi, kondisi perairan, kondisi substrat dan kuaitas air. Indikator utama dalam
menentukan lokasi yang sesuai untuk budidaya teripang pasir di laut adalah
dengan mengidentifikasi habitat dimana biota ini biasa ditemukan secara alami,
yaitu ekosistem padang lamun.

2.6. Pemeliharaan Induk

Menurut Sugama et al. (2019), untuk menghasilkan larva, tahap awal yang
dilakukan adalah mempersiapkan induk. Umunnya indukan berasal dari alam,
akan tetapi induk juga dapat diperoleh dari hasil pemeliharaan di bak, dalam
kurungan di laut atau tambak. Pentingnya teknik pengemasan (packing) dan
transportasi induk menuju laboratorium juga perlu diperhatikan. Penanganan yang
tidak tepat dapat mengakibatkan stress sehingga induk akan memijahspontan atau
mengeluarkan organ dalam (eviserasi). Selanjutnya, indukdiaklimatisasi di
laboratorium dengan cara dipelihara dalam bak yangsudah dicuci bersih
menggunakan desinfektan dan diisi air laut yangtelah melalui saringan dengan
suhu kamar yang konstan. Selama prosesaklimatisasi dan persiapan pemijahan,
teripang dipelihara dalam bakberisi air laut dengan aerasi dan tidak diberi pakan.
Hal ini dilakukanuntuk mengosongkan isi perut sehingga tidak mengeluarkan
kotoran padasaat pemijahan. Apabila mengeluarkan feses, maka kotoran
tersebutdibersihkan dengan cara di sifon. Seleksi induk dilakukan
sebelumrangsang pijah dimulai. Kriteria induk yang berpotensi untuk
dipijahkandiantaranya dewasa, matang gonad, sehat, tidak terdapat luka dan segar.
Produksi benih melalui reproduksi seksual belum dapat diandalkan karena
jumlah juvenil yang dihasilkan masih sedikit. Sementara itu, beberapa jenis
teripang memiliki kemampuan untuk berkembang biak secara aseksual dengan
membelah (fission). Usaha reproduksi seksual masih terdapat berbagai masalah
salah satu keberhasilan fertilisasi tergantung dari jumlah induk di alam, masa

7
kritis larva dan juvenil yang tinggiserta untuk mendapatkan induk yang matang
gonad tergantung musim. Perbanyakan dengan pembelahan ini tidak memerlukan
induk yang banyak seperti halnya produksi benih melalui reproduksi seksual
dengan teknik yang relative mudah, murah dan dapat dimulai dari jumlah yang
sedikit (Robiansyah, 2018).

2.7. Pemijahan
Prinsip pemijahan dilakukan dengan ransang panas (thermal schock) yang
dianggap sebagai cara terbaik untuk rekayasa pemijahan bagi teripang.
Sekelompok induk teripang yang akan dipijahkan ditempatkan pada wadah
penjemuran atau pemanasan. Dalam hal ini pemanasan dilakukan dibawah terik
sinar matahari ‘’dijemur’’,dan diperkenalkan sebagau teknik manipulasi
lingkungan seperti disebut dimuka. Wadah pemijahan induk teripang yaitu bak
fiberglass berukuran 200 L diisi air laut bersih sebanyak 180 L. Selanjutnya suhu
air di dalam bak dinaikkan hingga 30ºC dengan menggunakan heater sebanyak 1
buah. Salah satu pemicu pemijahan induk teripang adalah kejutan suhu. Oleh
karena itu induk-induk yang baru ditransportasikan dengan suhu rata-rata 26-27ºC
sangat cocok untuk langsung dilakukan pemijahan. Sebelum dilakukan pemijahan
harus dipastikan bahwa induk tidak dalam kondisi stres dan tidak ada luka (borok)
pada tubuhnya. Selanjutnya induk dimasukkan ke dalam wadah pemijahan dengan
jumlah minimal 20 ekor/bak dengan tujuan untuk memperbesar peluang diperoleh
induk jantan dan betina yang matang gonad. Selanjutnya diamati tingkah laku
pemijahan. Pemijahan akan terjadi dengan tanda-tanda induk jantan mengeluarkan
sperma terlebih dahulu, selanjutnya diikuti oleh pemijahan induk betina.
Pemijahan induk dapat dilakukan segera setelah transportasi atau induk-induk
yang mengalami rematurasi dalam bak pemeliharaan induk(Dwiono, 2008).

Proses pemijahan pada H. atra dapat terjadi dengan adanya tonjolan


meruncing pada induk jantan. Hal itu terjadi dengan keluarnya subtansi putih
yaitu sperma bersamaan dengan keluarnya benang di periode tertentu. Kemudian
sperma tersebut akan larut dalam air dan induk betina akan memijah dalam
beberapa waktu. Setelah pemijahan dilakukan maka induk-induk akan dikeluarkan

8
dari tempat pemijahan lalu air diaduk secara perlahan untuk membantu meratakan
sperma dalam air, sehingga fertilisasi terjadi dengan baik(Conand, 1981).

2.8. Pemeliharaan larva


Selain pemeliharaan induk, pemeliharaan larva juga perlu dilakukan untuk
menjaga kelangsungan hidupnya. Pemeliharaan larva ini dilakukan setelah adanya
proses pemijahan antara induk jantan dan betina. Larva merupakan kehidupan
awal teripang di alam melalui fase planktonis dan bentik. Pada fase larva yakni
pada stadium auricularia hingga doliolaria hidup sebagai planktonis, kemudian
pada stadium pentaktula hidup sebagai bentik sampai menjadi teripang dewasa.
Kelangsungan hidup pada larva ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor penting
(Bakus, 1973).
Suhu merupakan salah satu faktor yang menjadi pengaruh kelangsungan
hidup pada larva teripang H. atra. Pada umumnya larva teripang dapat bertahan
hidup pada suhu dengan kisaran suhu optimum antara 28‒29 °C. Pemeliharaan
larva ini sangat perlu dilakukan karena mempengaruhi keberhasilan fertisilasi
teripang. Pada proses pemeliharaan larva, pergantian air tidak perlu dilakukan
karena sifat larva yang masih planktonis dan ukurannya yang sangat kecil. Pakan
alami juga menjadi salah satu faktor keberhasilan pemeliharaan larva teripang
(Hendri et al., 2010).

2.9. Pakan Alami


Pakan alami merupakan salah satu proses yang perlu dilakukan dalam
hatchery teripang H. atra. Pakan alami ini diberikan pada saat proses
pemeliharaan larva. Perkembangan pada tingkat larva sangat tergantung pada
pakan yang diberikan. Beberapa contoh pakan alami larva teripang H. atra adalah
berupa diatom atau alga yang masih aktif bergerak. Pemberian pakan dilakukan
selama dua kali sehari yaitu pada setiap pagi dan sore hari (Darsono et al., 2002).
Pemberian pakan alami pada larva teripang dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah bentuk dan ukuran tubuh pakan
alami yang diberikan kepada larva teripang. Pada umumnya larva teripang lebih

9
mudah untuk mengonsumsi pakan alami yang berbentuk batang daripada bulat
atau lonjong. Kemampuan larva dalam mencerna makanan juga menjadi salah
satu faktornya. Mobilitas pakan alami juga mempengaruhi kemampuan larva
teripang untuk menangkap mangsa (Hendri et al., 2010).

2.10. Pendederan

Dalam perikanan dan pertanian, pendederan adalah tahap


pelepasan/penyebaran benih ke tempat pembesaran sementara. Dalam pendederan
teripang, biasanya benih disebar di suatu bak berukuran kecil dengan pemberian
jumlah yang sesuai sehingga perawatan dapat dilakukan secara maksimal .Pada
pemeliharaan larva teripang hingga umur satu bulan, biasanya telah diperoleh
juvenile yang mempunyai ukuran panjang 2-3 mm. Juvenil teripang pada ukuran
tersebut telah siap memangsa pakan alami (benthos) yang tersedia di bak
pendederan. Wadah pendederan yang digunakan untuk pemeliharaan juvenil yaitu
bak fiber dengan ukuran 2.0 x 1.5 x 0.7 m2. Bak pemeliharaan ini sebaiknya
ditempatkan pada lokasi yang langsung terkena sinar matahari (outdoor).
Menjelang 1 - 2 minggu sebelum juvenile dipanen, sebaiknya dipersiapkan bak
pendederan dan telah dipasang jaring berbentuk segi empat ukuran 1.0 x 0.7 x 0.5
m2, yang terbuat dari kain kasa untuk menumbuhkan pakan alami (benthos).
Kepadatan juvenil untuk setiap jaring sebanyak 500 individu ukuran 2-3 mm per
jaring dan jumlah jaring dalam satu bak sebanyak 2 buah. Setelah 2 bulan
pemeliharaan, benih dipanen dan dipelihara di bak yang sama hanya saja tanpa
menggunakan jaring, sehingga benih ada di dasar bak. Kepadatan benih
sebanyak1-2 ind./m2 agar pertumbuhan benih teripang lebih optimal. Pemberian
pakan dilakukan dengan dosis sekitar 1 % dari berat biomas per hari. Penyiponan
sebaiknya rutin dilakukan setiap hari dan dilakukan penerapan sistem air mengalir
untuk menjaga kualitas air. Pemeliharaan dilakukan hingga benih teripang
mencapai ukuran 4-5 cm untuk selanjutnya benih teripang siap dibesarkan di laut
dengan teknik jaring kurung tancap

10
2.11. Sistem Aerasi
Menurut penelitian Karyawati et. al. (2004), pengelolaan kualitas air
merupakan salah satu syarat yang cukup menentukan keberhasilan usaha
budidaya. Pengelolaan kualitas air yang baik pada teripang secara langsung
mempengaruhi kehidupan (laju pertumbuhan dan sintasan) dari organisme yang
dipelihara. Kriteria kualitas air yang cocok untuk budidaya teripang adalah dasar
perairan terdiri dari pasir, pasir berlumpur, berkarang, dan ditumbuhi tanaman
lamun (rumput lindung).

1) Terlindung dari angin kencang dan arus/gelombang yang kuat.


2) Tidak tercemar dan bukan daerah konflik serta mudah dijangkau.
3) Kedalaman perairan lokasi antara 50-150 cm pada saat surut terendah dan
sirkulasi air terjadi secara sempurna.
4) Mutu air: salinitas 24-33 ppt, kecerahan 50-150 cm, suhu 25-30 °C.
5) Kadar oksigen terlarut 4 – 8 ppm.
6) Intensitas cahaya matahari sampai dasar perairan.

2.12. Fasilitas Pendukung

fasilitas utama yang diperlukan untuk pembenihan teripang adalah


laboratorium basah dengan kelengkapannya serta bak beton dan atau fiber sebagai
tempat pemeliharaan larva. Bangunan tersebut dilengkapi dengan sisten suplai air
laut meliputi bak pengendapan (sedimentation tanks), system penyaringan air laut
dari organisma predator maupun kotoran,dan unit lampu ultra violet untuk
sterilisasi airlaut dari bakteri atau mikroorganisme. Air laut dialirkan ke bak-bak
pemeliharaan melalui pipa –pipa penyaluran. Pembuangan air laut dialirkan ke
bak-bak drainase. Perlengkapan lain adalah system aerasi dengan kompresor dan
saringan udara atau batu penyaring ( diffuses stones). Bak khusus diperlukan
untuk mendinginkan air laut yang akan digunakan dalam proses pemijahan
(Darsono et al.,2001).
Prasana lain sebagai bagian dari system pembenihan adalah tersedianya
fasilitas penyediaan pakan hidup baik diatomae planktonik (algae sel tunggal)

11
maupun diatomae bentik (perifitik). Berbagai perlengkapan diperlukan seperti alat
pemanas air, saringan kain/net plankton dengan berbagai ukuran (mesh size ),dan
perlengkapan dari gelas (glass wares) maupun perlengkapan dari plastic (plastic
wares).

12
III. MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Tanggal : Jumat, 3 September 2021

Waktu : 14.30 – 16.00 WIB

Tempat : Pantai Sekotong, Lombok Barat

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat Praktikum

Tabel 1. Alat Praktikum

No. Nama Alat Fungsi


1. Laptop Alat untuk mengoperasikan aplikasi
pembuatan desain Hatchery

3.2.2. Bahan

Tabel 2. Bahan Praktikum

No. Nama Bahan Fungsi


1. Aplikasi Photoshop Aplikasi untuk membuat desain Hatchery

3.3. Metode Praktikum

3.3.1. Metode Pembuatan Hatchery

1. Saksikan dan buatlah catatan pada poin-poin penting video di atas.


2. Lakukan penelusuran pustaka (terutama dari jurnal) terhadap biologi,
ekologi, habitat teripang H. atra. Catat informasi penting tentang biologi
(morfologi, anatomi, sistem pencernaan, sistem reproduksi), ekologi
(kebutuhan kualitas air untuk hidup, misal salinitas, suhu, pH, substrat)
dan habitatnya.

13
3. Berdasarkan informasi-informasi yang didapat dari sumber-sumber diatas,
buatlah desain hatchery untuk penangkaran H. atra, dengan
memperhatikan hal-hal berikut :
a) Lokasi penangkaran
- Terletak di dekat pantai yang jauh dari pengaruh sungai
- Ketersediaan sumber air tawar diperlukan untuk menjaga
kebersihan perlataan dan wadah pemeliharaan larva, pakan alami
dan lingkungan pemeliharaan
- Terdapat listrik untuk mengoperasikan blower dan pompa air serta
aerasi
- Sarana transportasi untuk pengangkutan induk serta bahan-bahan
yang dibutuhkan unutk operasional
- Bebas dari polusi limbah rumah tangga, industri, perikanan, dan
pertanian
- Sumber air laut yang baik
- Terletak di daerah dimana dukungan teknis dapat diperoleh dari
pemerintahan atau pusat-pusat penelitian (Sim et al., 2005).
b) Fasilitas peneliharaan induk
- Pemeliharaan induk teripang berukuran berat sekiatar 300-400
gram dilakukan di dalam bak beton atau fiberglass berbentuk
persegi panjang
- Bagian dasar bak diberikan pasir sebagai substrat yang sebelumnya
telah dicuci dengan air tawar
- Pakan yang diberikan berupa kumpulan diatom dan pelet ikan
rucah
- Pemberian pakan 1 kali sehari sehari dengan dosis 1% berat
biomassa/hari
- Setiap pagi dilakukan penyimponan
- Pergantian air pada bak pemeliharaan dilakuakn dengan sistem air
mengalir yang debitnya 1L/menit
- Setiap minggu dilakukan pengukuran kualitas perairan

14
- Setiap minggu dilakukan pencucian pasir dengan sistem
pembalikan pasir sambil disemprot dengan air laut, namun
sebelumnya induk-induk teripang sudah dipanhkan sementara ke
bak penampungan (Darsono, 1999).
c) Fasilitas pemeliharaan larva
- Pemeliharaan larva dilakukan dengan kepadatan 300-600
individu/liter pada bak beton
- Pemberian pakan tiga kali perhari dengan Chaetoceros sp.
- Pergantian air laut dilakukan setiap 2 hari sebanyak 1/3 sampai ½
volume bak pemeliharaan dengan sistem sirkulasi hingga masa
panen untuk mejaga kualitas
- Dilakukan penyimponan sebelum pemasanagan shelter
- Shelter diberikan untuk memperluas penempelan larva saat larva
berumur lebih dari 8 hari
- Saat larva berumur 8-14 hari dilakukan pengaturan kedalaman air
karena larva sudah menempel sempurna
- Setiap minggu dilakukan pengukuran kualitas air
- Bak pemeliharan ditutup menggunakan terpal untuk menghindari
fluktuasi suhu dan memberikan situasi gelap karena memiliki sifat
nocturnal
- Setiap hari dilakukan pengamatan metamorfosis larva (Darsono,
1999).
d) Fasilitas pemeliharaan pakan alami dan laboratorium pakan alami
- Penyediaan pakan fitoplankton (diatom planktonik) sel tunggal
dilakukan sebelum atau bersamaan pemijahan teripang dilakukan
- Wadah yang digunakna yaitu bak beton
- Untuk mendapatkan kuantitas kebutuhan maka kultur fitoplankton
dilakukan secara bertingkat atau massal
- Kultur massal fitoplankton dilakukan dari kultur murni volume 1L,
lalu diperbesar pada volume air 15 L
- Setelah tumbuh (2-3 hari) dilakukan kultur pada volume air 100-
200L

15
- Untuk kultur, air laut disterilisasi menggunakan khlorin dan
dinetralkan dahulu menggunakan sodium thiosulfat
- Pupuk yang digunakan untuk menumbuhkan fitoplankton yaitu
KNO3, Na2HPO4.12 H2O, Clewat-32, Fe-EDTA, NaSiO3, dan
Vit. B-12
- Fitoplankton siap panen setelah dikultur 3-4 hari dengan kepadatan
berkisar antara 1.000.000-1.500.000 sel/ml
- Setiap hari dilakukan penghitungan kepadatan plankton
- Selama kultur fitoplankton, diterapkan sistem sistem air mengalir
dengan debit 1L/menit.(Darsono, 1999).
e) Fasilitas pendederan / Penyeberan benih
- Wadah pendederan menggunakan bak fiber
- Bak pemeliharaan sebaiknya ditempatkan pada lokasi yang terkena
sinar matahari langsung
- Sebelum pendederan, disiapkan bak pendederan yang telah
dipasang jaring berbentuk persegi panjang yang terbuat dari kain
kasa
- Kepadatan juvenil untuk setiap jaring sebanyak 500 individu
ukuran 2-3 mm per jaring dan jumlah jaring dalam satu bak
sebanyak 2 buah
- Pemberian pakan dilakukan dengan dosis sekitar 1 % dari berat
biomas per hari
- Penyiponan sebaiknya rutin dilakukan setiap hari dan dilakukan
penerapan sistem air mengalir untuk menjaga kualitas air (LIPI,
2020).
f) Sistem aerasi
- Blower udara untuk menyediakan aerasi pada hatchery
- Menggunakan blower udara 100 watt
- Aerator menggunakan airstones yang dimasukkan ke dalam air
untuk meningkatkan kadar oksigen
- Menggunakan sistem aerasi atas agar semprotan gelembung udara
yang dihasilkan aerasi akan lebih merata karena akan membentur

16
dasar bak baru menyebar ke samping sehingga pakan yang ditebar
akan lebih merata menyebar dan teripang akan lebih mudah
menangkap pakan karena pakan akan mengendap di dasar (Sim et
al., 2005).
g) Dan fasilitas lain yang diperlukan
- Pompa air-pompa tenggelam, dan pompa air laut yang digunakan
untuk memompa air laut ke tangki saringan pasir
- Generator untuk cadangan suplai listrik
- Hatchery dibuat tertutup untuk mengurangi variasi suhu
- Lampu neon 40 watt dapat digunakan untuk setiap tangki dan
berguna unutk membantu dan mempertahankan konsistensi
lingkungan pemeliharan dalam tangki (Sim et al., 2005).
4. Sebagai catatan, apabila informasi yang diperlukan, misal jenis dan jumlah
pakan alami larva pada H. atra tidak didapatkan, silahkan mengacu pada
H. scabra.
5. Tanyakan kepada Dosen/Asisten apabila ada yang perlu dikonsultasikan.
6. Presentasikan hasil penelusuran pustaka dan desain yang diusulkan Tim
untuk hatchery dan pembesaran H. atra.
3.3.2. Metode Pembuatan Desain Hatchery

- Pembuatan desain hatchery menggunakan aplikasi Photoshop yaitu


perangkat lunak permodelan 2D untuk membuat sketsa model atau
aristektur untuk membantu semua jenis proyek atau bangunan furnitur.

17
.IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Deain Hatcher

Gambar 2. Lay out hatchery penangkaran teripang

4.2. Pembahasan
Budidaya teripang di laut umumnya dilakukan secara ekstensif dengan
menggunakan wadah pemeliharaan berupa keramba tancap, kurungan atau
kandang (cage), atau dengan Sea ranching yang umumnya dikelola oleh
masyarakat pesisir. Budidaya pada kawasan terbuka seperti laut akan cenderung
lebih sulit untuk dikontrol secara penuh dengan berbagai variabel biotik, abiotik,
dan aspek sosial ekonomi terkait. Potensi genetik yang dimiliki oleh populasi
yang dibenihkan merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan
perbenihan teripang H. atra. Hal ini diperkuat oleh Robiansyah et al. (2018),
bahwa karakter fenotipe seperti panjang, bobot, dan kecepatan tumbuh
dipengaruhi juga oleh faktor genetik dan interaksinya. Metode pemijahan yang
tepat dan kemampuan induk menghasilkan telur merupakan faktor kunci
keberhasilan untuk memproduksi benih skala komersial. Penempatan hatchery
penangkaran teripang harus diposisikan pada lokasi yang tepat. Lokasi yang
betul-betul terlindung dari hempasan ombak dan angin kencang dengan kondisi

18
dasar perairan berpasir atau pasir berlumpur bercampur dengan pecahan-pecahan
karang dan banyak terdapat tanaman air semacam rumput laut (seaweed) atau
lamun (sea grass). Akan sangat baik bila memanfaatkan lokasi pertumbuhan
alamiah teripang yaitu pada daerah pasang surut dengan kedalaman antara 0,5 s/d
1,5 meter pada air surut terendah.
Indikator utama dalam menentukan lokasi yang sesuai untuk budidaya
teripang di laut yaitu dengan mengidentifikasi habitat dimana biota ini biasa
ditemukan secara alami, yaitu ekosistem padang lamun. yang pada umumnya
didominasi oleh lamun jenis Enhalus acoroides dengan diselingi jenis lamun
lainnya seperti Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata dan Syringodium sp.
Thalassia hemprecchii. Hal ini diperkuat oleh Sugama et al. (2019), ekosistem
padang lamun yang sehat, terutama yang berdampingan dengan ekosistem
mangrove dan terumbu karang, memiliki kelimpahan predator yang rendah
(terutama kepiting, ikan karnivora, udang, moluska karnivora dan bintang laut),
aman dari tekanan antropogenik akibat aktivitas manusia serta jauh dari intrusi air
tawar dari sungai atau air tanah, serta memiliki curah hujan relatif rendah
sepanjang tahun merupakan pilihan yang baik untuk memulai kegiatan budidaya.
Selain dari ekosistem yang diperlukan,wadah atau tempat penangkaran dari
teripang tersebut juga harus sangat diperhatikan. Hal ini dikarenakan teripang
muda cenderung menempati daerah pasang surut, setelah ukurannya bertambah
besar berpindah ke dasar perairan yang lebih dalam.
Penangkaran H. Atra di Indonesia cocok untuk dilaksanakan. Hal ini
dikarenakan melihat dari teripang itu sendiri bahwa teripang mempunyai potensi
yang baik untuk dikembangkan budidayanya karena beberapa pertimbangan yaitu
seperti teripang adalah hewan tingkat tropik rendah (sehingga makanannya tidak
rumit), teknik budidaya teripang cukup sederhana, tidak membutuhkan modal
besar dan keahlian khusus, dan dapat merupakan usaha sampingan bagi
masyarakat. Selain melihat dari nilai ekonomisnya, ekologi dari laut indonesia
sendiri juga sangat memadai untuk dilaksankannya budidaya penangkaran
teripang H. atra. Hal ini diperkuat oleh Nurwidodo et al. (2018), setiap jenis
teripang mempunyai sifat biologi spesifik yang berbeda, tetapi secara umum
habitatnya relatif sama.

19
V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
1. Teripang merupakan hewan echinodermata yang berbrntuk silindris dan
mempunyai tempat hidup di area pasir.
2. Untuk melakukan penangkaran teripang diperlukan desain terlebih dahulu
agar dapat dan tepat dalam melakukan penagkaran teripang baik pada saat
pembenihan maupun pemijahan.

5.2. Saran
1. Sebaiknya praktikum dilaksanakan secara offline agar praktikan lebih
memahami konsep dasar penangkaran dan restocking
2. Sebaiknya pada saat praktikum praktikan on cam agar dapat diketahui
apakah praktian memperhatikan atau tidak

20
DAFTAR PUSTAKA
Al Rashdi, K. M., Eeckhaut, I., Claereboudt, M. R. , 2013. A Manual on Hatchery
of Sea Cucumber Holothuria scabra in the Sultanate of Oman. Ministry of
Agriculture and Fisheries Wealth Directorate General of Fisheries Research
Aquaculture Center.
Darsono, P. 1999. Perkembangan Pembenihan Teripang Pasir, Holothuria scabra
Jaeger, di Indonesia. Oseana., 24(3): 35-45.

Elfidasari, D., Noriko, N., Wulandari, N., & Perdana, A. T. 2012. Identifikasi
Jenis Teripang Genus Holothuria Asal Perairan Sekitar Kepulauan Seribu
Berdasarkan Perbedaan Morfologi : Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains
dan Teknologi. 1 (3) : 140 – 146.
Feryanto, O., Hartati, R., & Pringgenies, D. 2017. Identifikasi Teripang
Holothuria atra dengan Menganalisanya Berdasarkan Morfologi, Anatomi,
dan Tipe Spikula. Semarang : Universitas Diponegoro.
Handayani, T., Sabariah, V., & Hambuako, R. R. 2017. Komposisi Spesies
Teripang (Holothuroidea) di Perairan Kampung Kapisawar Distrik Meos
Manswar Kabupaten Raja Ampat : Jurnal Perikanan Universitas Gadjah
Mada. 19 (1) : 45 – 51.
Hartati, R., & Yanti, H. 2006. Kajian Gonad Terpang Getah (Holothuria
vagabunda) Pada Saat Bulan Penuh dan Bulan Baru di Perairan Bandengan,
Jepara : Jurnal Ilmu Kelautan. 11(3): 126-132.
Hartati, R., Widianingsih., & Djunaedi, A. 2016. Ultrastruktur Alimentary Canal
Teripang Holothuria scabra dan Holothuria atra (Echinodermata :
Holothuroidea) : Buletin Oseanografi Marina. 5 (1) : 86 – 96.
Hendri, M., Sunaryo, A. I., & Pahlevi. R. Y. 2009. Tingkat kelulusan hidup larva
teripang pasir (Holothuria Scabra, Jaeger) dengan perlakuan pemberian
pakan alami berbeda : Jurnal Penelitian Sains. 12 (1) : 121101 - 121105.
LIPI. 2020. Pendederan, Pembesaran, dan Diseminasi Budidaya Teripang Pasir
(Holothuria scabra). KKP. https://kkp.go.id/an-component/media/upload-
gambar-pendukung/BPSPL%20Padang/Jenis/Teripang/Pendederan%2C

21
%20Pembesaran%20dan%20Diseminasi%20Budidaya%20Teripang
%20Pasir%20(Holothuria%20scabra).pdf

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta

Nurwidodo, A. Rahardjanto, Husamah, Mas’odi, M. S. Hidayatullah. 2019.


Mudahnya Budidaya Teripang (Terintegrasi Dengan Rumput Laut). Kota
Tua Jalan Sanan 27b, Blimbing, Kota Malang, 50 hlm.
Pangkey, H., Lantu, S., Manuand, L., & Mokolensang, J. F. 2012. Prospect Of Sea
Cucumber Culture In Indonesia As Potential Food Sources : Journal of
Coastal Develpopment. 15 (2) : 114 – 124.
Perbowo, N. 2018. Buku Pintar Kementrian Kelautan dan Perikanan. Pusat Data,
staistik dan Informasi. Jakarta.

Robiansyah, Y., Nurliah, dan S. Hilyana. 2018. Tingkat Kelangsungan Hidup Dan
Pertumbuhan Benih Teripang (Holothuria Atra) Hasil Reproduksi Aseksual
Dengan Berat Yang Berbeda. Jurnal Perikanan., 8(2) : 6-15.
Sim, S.Y., Rimmer, M.A., Toledo, J.D., Sugama, K., Rumengan, I., Williams,
K.C., Phillips, M.J. 2005. Panduan Teknologi Hatcheri Ikan Laut Skala
Kecil. NACA, Bangkok, Thailand. 17pp.

Slater, M.J., Jeffs, A. G., & Sewell, M. A. 2011. Organically selective movement
and deposit-feeding in juvenile sea cucumber, Australia stichopus mollis
determined in situ and in the laboratory : Marine Biology and Ecology.
(409) : 315–323.
Sugama, K., I. N. A. Giri, M. Zairin. 2018. Aspek Biologi Dan Budidaya
Teripang Pasir (Holothuria Scabra). Ed. 1. AMAFRAD Press, Jakarta, 189
hlm.
Sulardiono, B., Purnomo, P. W., & Haeruddin. 2017. Tingkat Kesesuaian
Lingkungan Perairan Habitat Teripang (Echinodermata : Holothuroidae) Di
Karimunjawa : Journal of Fisheries Science and Technology. 12 (2) : 93 –
97.
Xiyin, L, Zhu Guanghui, Zhao Qiang, Wang Liang and Gu Benxue, 2004. Studies
on hatchery techniques of the sea cucumber, Apostichopus japonicus. In.

22
Advances in Sea cucumber Aquaculture and Management. Food and
Agriculture Organization of the United Nations Rome.
BAKUS, G. J. 1973. The biology and ecology of tropical Holothurian/w: Q.A.
Jones and R. Endean ed. Geologi and Biology of coral reefs., 1 (1) : 325-
367.

CONAND, C. 1981. Sexual cycle of three commercially important holothurian


species (Echinodermata) from the lagoon of New Caladonia. Bull Mar. 31
(3): 523 - 543.
Darsono, P. 1999. Perkembangan Pembenihan Teripang Pasir, Holothuria Scabra
Jaeger, di Indonesia. Oseana., 25 (3) : 10-19.
Darsono,P.2008. Pemeliharaan induk teripang pasir, Holothuria Scabra, dalam
bak pemeliharaan.

Darsono,P.,D.Handoko,P.,dan Edy,Y.2001.Upaya Pembenihan teripang pasir ,


holothurian scabra jeager,dalam skala massa.

Dwiono, S, A, P. 2008. Teripang Indoesia: Strategi Mencapai Populasi


Reproduktif Alami. Pusat Penelitian Oceanografi LIPI. Lombok.
Hendri, M., A. D. Sunaryo., dan R. Y. Pahlevi. 2010. Tingkat Kelulusan Hidup
Larva Teripang Pasir (Holothuria Scabra, Jaeger) dengan Perlakuan
Pemberian Pakan Alami Berbeda di Balai Besar Pengembangan Budidaya
Laut (BBPBL) Lampung. Jurnal Penelitian Sains., 12 (1) : 1-5.

23

Anda mungkin juga menyukai