Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN

PENGGUNAAN LAHAN DI KAWASAN PANTAI TIMUR


SURABAYA MENGGUNAKAN ANALISIS NDVI, MNDWI, DAN
BUILT-UP INDEX CITRA SATELIT LANDSAT 8 OLI

Ivan Sulistio1, Ciptaningrat Erdi Pamungkas2, Dewi Ciptaningrum3

1
Geografi, Universitas Negeri Malang
2
Geografi, Universitas Negeri Malang
3
Geografi, Universitas Negeri Malang

ivansulistio33@gmail.com

Abstrak

Aktivitas manusia di muka bumi sedikit banyak menghasilkan berbagai dampak yang terjadi bagi
tutupan lahan di permukaan bumi, salah satunya adalah penggunaan lahan. Tutupan lahan
(landcover) adalah segala atribut fisik yang meliputi seluruh permukaan lahan yang bersifat alami.
Berbeda dengan tutupan lahan, penggunaan lahan (landuse) adalah atribut penggunaan lahan yang
merujuk pada fungsi tertentu sesuai dengan kebutuhan aktivitas manusia, seperti ladang, tambak,
perumahan, dll. Salah satu kawasan yang mengalami perubahan tutupan dan penggunaan lahan
adalah Kawasan Pantai Timur Surabaya. Kawasan Pantai Timur Surabaya merupakan wilayah
pesisir yang terletak di sebelah Timur Kota Surabaya yang termasuk dalam kawasan lindung
berdasarkan Perda Kota Surabaya Nomor 12 Tahun 2014. Perubahan tutupan dan penggunaan
lahan di Kawasan Pantai Timur Surabaya dapat dianalisa menggunakan modifikasi algoritma dari
citra satelit, yaitu NDVI (Normalized Difference Vegetation Index), MNDWI (Modification of
Normalised Difference Water Index), dan Built-Up Index citra Landsat 8. Masing-masing dari
ketiga index tersebut digunakan untuk menganalisa kerapatan vegetasi, lahan terbangun, dan badan
air permukaan dengan tujuan mengetahui perubahan alih fungsi lahan di Kawasan Pantai Timur
Surabaya dalam kurun waktu tahun 2015 hingga 2020. Hasil yang diperoleh secara umum
menunjukkan bahwa pola pertumbuhan wilayah mangrove cenderung ke arah laut dengan
konsentrasi yang signifikan di pesisir bagian utara. Berdasarkan hasil NDVI, dapat diketahui
terjadinya pertambahan kawasan mangrove seluas 1,9 km². Hasil analisis MNDWI juga
menunjukkan perubahan berupa pengurangan badan air classes tinggi sebesar 0,2% dengan
perubahan paling menonjol terjadi di Kecamatan Sukolilo. Sedangkan hasil analisis BU
menunjukkan hasil penambahan pada classes pertama seluas 2 km² atau sebesar 2,7%.
Kata Kunci: tutupan lahan, penggunaan lahan, pantai timur surabaya, citra satelit landsat 8 oli
PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki


panjang garis pantai mencapai 108.000 km (Menko Maritim, 2018). Panjangnya
garis pantai yang dimiliki Indonesia memiliki arti strategis karena memiliki
potensi kekayaan hayati baik dari segi biologi, ekonomi, bahkan pariwisata
(Adiwijaya, 2006). Tetapi, sifat negara Indonesia yang berbentuk kepulauan
membuat kutub pertumbuhan wilayah di Indonesia sebagian besar memanfaatkan
lahan-lahan di pesisir pantai guna memaksimalkan potensi letak strategis yang
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan transportasi.

Berbagai kegiatan alih fungsi lahan pada kawasan pesisir akan berdampak
pada perubahan tutupan dan penggunaan lahan kawasan pesisir. Tutupan lahan
(land cover) merupakan segala komponen yang terbentuk secara alami yang
meliputi seluruh permukaan bumi. Informasi dari tutupan lahan dapat dijadikan
salah satu acuan untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi pada
permukaan bumi. Berbeda dengan tutupan lahan, penggunaan lahan merupakan
bentuk lahan yang terbentuk akibat aktivitas alih fungsi lahan, yang dilakukan
oleh manusia dengan maksud untuk mendapatkan hasil dan/atau manfaat melalui
penggunaan sumber daya lahan (Coffey, 2013). Oleh karena terjadi alih fungsi
lahan yang terjadi di wilayah pesisir, wilayah tersebut harus memanfaatkan salah
satu potensi yang berada di wilayah pantai sebagai kawasan Ruang Terbuka Hijau
(RTH), yaitu dengan melestarikan hutan mangrove dengan tujuan menjaga
keseimbangan ekosistem di wilayah pantai yang telah mengalami alih fungsi
lahan.

Berdasarkan data resmi Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial,


tingkat kerusakan hutan mangrove pada tahun 2018 sebanyak 5,9 juta ha atau
sekitar 68,8%, dimana yang terjadi di kawasan hutan mencapai 1,7 juta ha atau
sekitar 44,73%. Sementara kerusakan yang terjadi di luar kawasan hutan
mencapai 4,2 juta ha atau 87,5%. Melihat tingginya kerusakan pada hutan
mangrove, diperlukan usaha untuk menghentikan dan mencegah kerusakan
demi terjaganya fungsi pada ekosistem mangrove, salah satunya dengan
membangun Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Salah satu kawasan pesisir di Indonesia yang dimanfaatkan sebagai ruang
terbuka hijau adalah Kawasan Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya). Wilayah
Pamurbaya terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu Bulak, Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut,
Gunung Anyar, dan Kenjeran. Pamurbaya terindikasi mengalami kerusakan pada
hutan mangrove yang disebabkan karena adanya alih fungsi lahan akibat aktivitas
manusia di kawasan tersebut. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Surabaya Tahun 2014-2034 (Perda Kota Surabaya Tahun 2014), Pamurbaya
merupakan kawasan lindung yang berfungsi untuk melindungi lingkungan,
ekosistem dan potensi yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan.

Meskipun wilayah Pamurbaya sudah ditetapkan menjadi kawasan lindung


oleh pemerintah, namun masih banyak kerusakan hutan mangrove. Menurut BLH
(2012) di dalam Syamsu, dkk. (2018) salah satu alih fungsi lahan di Pamurbaya
adalah adanya pembangunan perumahan dan apartemen. Selain itu, alih fungsi
lahan seperti pembangunan tambak ikan bandeng juga mengakibatkan
berkurangnya lahan mangrove di kawasan tersebut. Jika kerusakan ini terus
berlanjut, maka ekosistem mangrove di Pamurbaya akan terganggu dan
berpengaruh terhadap kehidupan manusia.

Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian ini bertujuan untuk mengetahui


perubahan tutupan dan penggunaan lahan di kawasan hutan mangrove wilayah
Pamurbaya. Dalam kajian ini, ada 3 metode yang digunakan yaitu Normalized
Difference Vegetation Index (NDVI), Modified Normalized Difference Water
Index (MNDWI), dan Built up Index dengan tujuan mengetahui kerapatan
vegetasi, besarnya intensitas air, dan aktivitas manusia pada lahan terbangun di
kawasan Pantai Timur Surabaya.

METODE

A. Lokasi Penelitian

Fokus analisis objek penelitian adalah perubahan tutupan dan penggunaan


lahan di wilayah Pantai Timur Surabaya yang membentang mulai dari utara yang
terletak di Kecamatan Bulak, Mulyorejo, Sukolilo, Rungkut, dan berakhir di
Gunung Anyar. Lokasi penelitian ini membentuk area persegi panjang dengan
titik koordinat 112047’43,64” – 112051’22,31” bujur timur serta 70114’34,41” –
7020’57,94”. Tutupan lahan yang berada di wilayah tersebut merupakan sebaran
vegetasi hutan mangrove penggunaan lahan berjenis tambak ikan serta perumahan
dan lahan kosong.

Gambar 1. Lokasi Penelitian


B. Data dan Peralatan

Data yang digunakan untuk analisis ini menggunakan citra satelit Landsat
8 yang diperoleh melalui website USGS Earth Explore. Selain itu, dalam
penelitian ini peneliti menggunakan citra dari aplikasi Google Earth sebagai alat
bantu untuk validasi keadaan yang sebenarnya di lapangan dikarenakan memiliki
resolusi spasial tinggi dan terlihat lebih jelas dibandingkan dengan Landsat 8.
Kelebihan dari Google Earth yang berikutnya juga terdapat mode History yang
dapat digunakan untuk mengetahui perubahan penggunaan lahan pada tahun yang
ditentukan oleh peneliti. Analisis ini membutuhkan data citra satelit tahun 2015
hingga 2020 yang diunduh melalui website USGS. Menurut Ke, Im, Lee, Gong, &
Ryu (2015) Landsat 8 dapat memberikan pengamatan bumi secara terus menerus
dengan interval 8 hari. Data yang terakhir adalah data vector berupa file berbentuk
SHP persegi Panjang yang memiliki koordinat sesuai dengan lokasi penelitian.

Untuk peralatan sendiri, peneliti menggunakan laptop personal sebagai


hardware dan aplikasi ArcGis 10.5 sebagai software. ArcGis dipilih sebagai
software untuk memproses citra karena dilengkapi beberapa fitur yang
mendukung untuk pengolahan citra, sebagai contoh adalah fitur toolbox yang
menyediakan beberapa tools untuk tahap analisis citra.

C. Tahapan Pengolahan Data


a. Data

Data yang akan diolah merupakan citra satelit Landsat 8 OLI tahun 2015
dan 2020, dengan masing-masing tanggal pengambilan 08-03-2015 dan 07-08-
2020. Analisis NDVI, MNDWI, dan Built-up Index dilakukan dengan
menggunakan software Arc Map. Ketiga analisis dapat memberikan gambaran
perubahan tutupan lahan secara spesifik tahun 2015 dan 2020. Untuk analisis
NDVI, digunakan band red dan NIR, yaitu band 4 dan 5 untuk Landsat 8. Pada
analisis MNDWI, band yang diperlukan pada Landsat 8 yaitu Band 3 dan 6.
Analisis BU merupakan analisis lanjutan yang menggunakan hasil analisis NDBI
dan NDVI, yang pada analisis NDBI menggunakan band 6 dan band 5.

b. Pemotongan/Clip Citra

Supaya pengolahan data fokus pada wilayah lokasi penelitian, diperlukan


proses pemotongan/clip citra landsat sebagai input data raster dengan berdasarkan
data vektor SHP lokasi penelitian yang dibuat oleh peneliti.

c. Analisis NDVI, MNDWI, dan BU

Ketiga analisis tersebut dilakukan dengan cara memasukkan masing-


masing rumus dari ketiga analisis tersebut pada tools Raster Calculator pada Map
Algebra-Spatial Analyst Tools pada toolbox ArcGis. Analisis pertama yang
dilakukan adalah NDVI yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan atau
penurunan jumlah vegetasi mangrove dan juga kerapatannya. Menurut Purwanto
(2015) analisis NDVI dapat dilakukan dengan menghitung pantulan gelombang
NIR dan Red yang dipantulkan dari vegetasi, sehingga rumus yang digunakan
untuk menghitung NDVI menurut (Green, Mumby, Edwards, & Clark, 2000)
adalah :

NDVI = (NIR – Red) / (NIR + Red)

Untuk mengetahui perubahan tutupan lahan di Kawasan Pamurbaya secara


spesifik tidak cukup jika menggunakan satu analisis saja. Analisis kedua adalah
menentukan MNDWI yang bertujuan untuk mengetahui badan air di permukaan
dengan kualitas yang baik meskipun telah tercampur oleh vegetasi (Singh, Setia,
Sahoo, Prasad, & Pateriya, 2015). Hal ini dikarenakan analisis menggunakan
MNDWI dapat meminimalisir dan juga dapat menghilangkan halangan seperti
awan (Xu, 2006). Dibutuhkan pantulan gelombang NIR dan Green dari lahan
perairan. Rumus yang digunakan menurut Xu (2006) adalah :

MNDWI = (Green – NIR) / (Green + NIR)

Analisis yang ketiga adalah Built-up Index. Jika NDVI digunakan untuk
menganalisis lahan yang bervegetasi dan MNDVI digunakan untuk menganalisis
badan air permukaan, maka Built-Up Index digunakan untuk menganalisis lahan
terbangun seperti perumahan atau permukiman. Selain untuk menganalisis lahan
terbangun, Built-up Index dapat juga digunakan untuk menganalisis lahan kosong
yang sudah tidak bervegetasi dan lahan kosong bekas bangunan. Hasil dari
analisis Built-Up Index diperoleh dari pengurangan hasil NDBI dan NDVI,
sehingga rumus untuk menganalisisnya adalah:

BU = NDBI – NDVI

NDBI = Band SWIR – Band NIR


Setelah memperoleh ketiga analisis data di atas, maka penulis melakukan
pembagian classified dengan metode natural break. Classified merupakan
pembagian tiap-tiap kategori/classes, yaitu dilakukan dengan cara klik kanan pada
layer hasil masing-masing analisis lalu pilih symbology-classified. Jumlah classes
yang ditentukan yaitu berjumlah 3, dengan break value yang bervariasi,
tergantung dari jenis analisisnya. Break value adalah batas nilai paling tinggi
untuk masing-masing classes.

d. Konversi Data Raster Menjadi Data Vektor

Hasil dari masing-masing analisis (NDVI, MNDWI, dan BU) masih


berupa data raster yang berupa sekumpulan dari pixel-pixel. Supaya masing-
masing kategori/classes yang ada dalam hasil analisis tersebut dapat diketahui
luasnya, maka perlu dilakukan konversi dari data raster menjadi data vektor. Data
vektor dipilih karena salah satu bentuk dari data vektor adalah polygon/area yang
dapat diketahui luasnya. Ada dua tahap untuk mengkonversi data raster ke data
vektor, yaitu yang pertama melalui tools Reclassify-Reclass pada toolbox Spatial
Analyst Tools dan yang kedua melalui tools Raster to Polygon-From Raster pada
toolbox Conversions Tools.

PEMBAHASAN

1. Kondisi Lahan Kawasan Pamurbaya


Pamurbaya merupakan salah satu potensi Kota Surabaya yang
berupa kawasan hutan mangrove. Melalui pengamatan menggunakan
aplikasi Google Earth dengan mengaktifkan mode history yang diatur
pada citra untuk tahun 2015 dan 2020, terlihat bahwa kawasan ini bahkan
sebelum tahun 2015 merupakan kawasan hijau yang merupakan habitat
tumbuhan mangrove yang sebagian besar telah mengalami alih fungsi
lahan menjadi kawasan tambak ikan dan kawasan permukiman yang setiap
tahun cenderung mengalami perkembangan menuju sisi timur. Kawasan
ini masuk dalam kawasan konservasi yang dilindungi oleh Pemerintah
Kota Surabaya yang dimaksudkan kawasan ini dapat mencegah abrasi
yang timbul serta menjaga keseimbangan ekosistem biotik yang berada di
dalam hutan mangrove (Ariyanti, 2019). Pamurbaya juga merupakan
wilayah dengan tujuh sungai yang bermuara ke kawasan ini sehingga
terjadi sedimentasi secara alami. Sungai-sungai tersebut adalah Kali
Kepiting, Kali Dami, Kali Bokor, Kali Wonokromo, Kali Wonorejo, Kali
Kebonagung, dan Kali Perbatasan.

Perubahan lahan yang dapat diamati melalui pengamatan Google


Earth antara lain adalah terlihat bahwa terjadi pertumbuhan wilayah
mangrove yang menuju arah laut, dengan konsentrasi paling banyak
terlihat di pesisir bagian utara. Sedimentasi yang terjadi akibat muara dari
6 sungai yang terus membawa material dan arus laut yang tidak terlalu
besar di pesisir utara Pulau Jawa, khususnya di kawasan Pamurbaya
merupakan kondisi yang ideal bagi pertumbuhan mangrove. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove, diantara contohnya
adalah gelombang dan arus (Alwidakdo, Azham, & Kamarubayana,
2014).

2015 2020
Tabel 1. Pengamatan melalui aplikasi Google Earth tahun 2015 dan 2020

2. Perubahan Tutupan Lahan (Land Cover)


Untuk menganalisis perubahan tutupan lahan, analisis NDVI
dipilih karena analisis ini mencoba untuk mengetahui sebaran vegetasi
pada permukaan kawasan Pamurbaya. Hasil citra setelah pengelolaan
analisis NDVI pada citra tahun 2015 yaitu citra memiliki 3 jenis classes
kerapatan vegetasi (dari yang memiliki value paling rendah ke paling
tinggi) yaitu wilayah tak bervegetasi dengan break value 0,05, wilayah
kerapatan vegetasi sedang dengan break value 0,25, dan wilayah kerapatan
vegetasi tinggi dengan break value 1. Sedangkan untuk hasil analisis
NDVI citra tahun 2020 memiliki 3 classes dengan masing-masing break
value 0,06, 0,28, dan 1. Masing-masing classes diinterpretasikan dengan
warna merah, kuning, dan hijau. Berikut adalah perbandingan sebaran
vegetasi kawasan Pamurbaya tahun 2015 dan tahun 2020.
Gambar 2. Peta perbandingan analisis NDVI 2015-2020
Perlu diketahui bahwa luas total lahan pada peta (tidak termasuk
perairan laut dan sedimentasi pantai yang ikut terpetakan) mengalami
peningkatan sekitar 0,2% dari total luas tahun 2015. Total luas lahan pada
tahun 2015 yaitu sekitar 54,2 km2, lalu meningkat menjadi 54,6 km2.
Peningkatan luas tersebut terjadi karena pertumbuhan mangrove yang
cenderung menuju arah laut, sehingga jika dilihat dari pengamatan citra
saluran visible (band R,G,B) dan pengamatan melalui Google Earth,
wilayah yang ditumbuhi mangrove tersebut terlihat mengalami perluasan
wilayah daratan.
Hasil dari analisis NDVI tahun 2015 yaitu pada masing-masing
classes menunjukkan pada classes pertama yaitu wilayah tak bervegetasi
memiliki luas sekitar 14,8 km2 atau 27,3% dari 100% total luas lahan, lalu
pada classes kedua yaitu wilayah dengan kerapatan vegetasi sedang
memiliki luas 28,9 km2 atau 53,3%, dan yang terakhir wilayah dengan
kerapatan vegetasi tinggi memiliki luas 10,5 km 2 atau 19,4%. Sedangkan
untuk citra tahun 2020, masing-masing classes memiliki hasil yaitu 13,7
km2 atau 25% pada classes pertama, 28,5 km2 atau 52,2% pada classes
kedua, dan 12,4 km2 atau 22,8% pada classes ketiga. Maka, jika dilihat
dari classes ketiga yaitu wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi yang
diasumsikan sebagai wilayah hutan mangrove, maka wilayah tersebut
dalam 5 tahun sejak 2015 telah mengalami peningkatan luas sekitar 3,4%
atau bertambah sekitar 1,9 km2.

3. Perubahan Penggunaan Lahan (Land Use)


Kawasan Pamurbaya tidak hanya berupa hutan mangrove yang
meliputinya, tetapi terdapat beberapa kawasan non hutan yang terbentuk
akibat faktor manusia. Menurut Syamsu dkk. (2018) kawasan non hutan
tersebut antara lain yaitu permukiman dan tambak. Analisis MNDWI dan
Built-up index (BU) digunakan untuk menganalisis perubahan penggunaan
lahan yang terjadi di kawasan Pamurbaya, terutama pada jenis penggunaan
lahan perumahan dan tambak. Analisis MNDWI digunakan khusus untuk
menganalisis perubahan penggunaan lahan jenis tambak. Sedangkan
analisis BU digunakan untuk menganalisis penggunaan lahan secara
umum. Berikut disertakan peta perbandingan analisis MNDWI dan BU
2015-2020 beserta data atributnya yang disajikan dalam tabel.

Gambar 3. Peta perbandingan analisis MNDWI 2015-2020


Gambar 3. Peta perbandingan analisis BU 2015-2020

Tahun Classes Break Value Luas Presentase


Lahan Kering -0,13 7,2 13,4%
2015 Sedang 0,05 24,9 46%
Tinggi 1 22,1 40,6%
Lahan Kering -0,14 4,4 8%
2020 Sedang 0,04 28,2 51,6%
Tinggi 1 22 40,4%
Tabel 2. Data atribut analisis MNDWI 2015-2020

Tahun Classes Break Value Luas Presentase


Lahan Bervegetasi -0,41 10,5 19,3%
2015 Lahan Kosong 0,08 34,2 63%
Lahan Terbangun 0,17 9,5 17,7%
Lahan Bervegetasi -0,46 12,5 22%
2020 Lahan Kosong 0,11 31,3 57,4%
Lahan Terbangun 0,13 10,8 20,6%
Tabel 3. Data atribut analisis BU 2015-2020

Berdasarkan data atribut analisis MNDWI, terlihat bahwa


perubahan untuk wilayah konsentrasi badan air tinggi yang diasumsikan
bahwa wilayah tersebut merupakan jenis penggunaan lahan tambak,
terlihat tidak terlalu menunjukkan perubahan yang signifikan, yaitu hanya
menunjukkan pengurangan hanya sekitar 0,2% saja dari tahun awal. Dari
pengamatan citra R,G,B dan Google Earth pun menunjukkan bahwa
aktivitas alih fungsi lahan jenis tambak tidak terlalu mengalami perubahan,
bahkan sebelum tahun 2015.

Untuk analisis perubahan penggunaan lahan menggunakan analisis


BU menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada classes ketiga (lahan
terbangun) sebesar 1,3 km atau sekitar 2,9% dari tahun awal. Tetapi,
penambahan tersebut bukan perubahan dari classes pertama, tetapi dari
classes kedua (lahan kosong) yang berubah menjadi classes ketiga. Hal
tersebut dibuktikan karena justru pada classes pertama mengalami
penambahan sebesar 2 km2 atau sekitar 2,7%. Terjadi pengurangan classes
kedua sebesar 2,9 km2 dari 2015 ke 2020. Artinya, 1,3 km2 lahan kosong
berubah menjadi lahan terbangun dan 1,6 km2 lahan kosong berubah
menjadi lahan bervegetasi.

KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan pembahasan dan data hasil penelitian di atas,


maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola pertumbuhan wilayah mangrove di kawasan Pamurbaya yang cenderung
menuju ke arah laut dengan konsentrasi paling signifikan terlihat di pesisir
bagian utara. Hal tersebut disebabkan karena terjadinya proses sedimentasi
material air sungai yang tinggi, ditambah dengan faktor gelombang dan arus
yang lemah di Laut Jawa, menjadikan kawasan yang ideal untuk tumbuhnya
hutan mangrove.
2. Berdasarkan hasil penelitian dengan metode NDVI, dapat diketahui bahwa
terjadi peningkatan luas hutan mangrove di kawasan Pamurbaya dalam
jangka waktu 5 tahun sebesar 3,4 % atau bertambah sekitar 1,9 km².
Peningkatan luas hutan mangrove terjadi seiring dengan semakin tingginya
tingkat kerapatan (classes ketiga) pada vegetasi mangrove, dimana pada
tahun 2015 kerapatan vegetasi tinggi memiliki luas 10,5 km 2 atau 19,4% dan
pada tahun 2020 menjadi 12,4 km2 atau 22,8% yang menunjukkan terjadinya
peningkatan luas sekitar 3,4% atau bertambah sekitar 1,9 km2.
3. Terjadinya perubahan badan air tinggi di kawasan Pamurbaya yang dapat
diketahui pada hasil analisis MNDWI, dimana terjadi pengurangan 0,2% pada
penggunaan lahan tambak dalam kurun waktu 2015-2020. Pengurangan
badan air tinggi yang paling menonjol terjadi di Kecamatan Sukolilo.
4. Perubahan lahan di kawasan Pamurbaya dengan analisis BU memiliki hasil
yang berbeda-beda setiap classes. Classes pertama mengalami penambahan
sebesar 2 km2 atau sekitar 2,7%. Terjadi pengurangan classes kedua sebesar
2,9 km2 dari 2015 ke 2020. Artinya, 1,3 lahan kosong berubah menjadi lahan
terbangun dan 1,6 lahan kosong berubah menjadi lahan bervegetasi. Dengan
perubahan positif yang terjadi di kawasan Pamurbaya, diharapkan seluruh
masyarakat ikut aktif dalam menjaga keberlangsungan ekosistem hutan
mangrove.

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji Syukur kami ucapkan kepa Tuhan Yang Mahakuasa karena telah
memberikan kemudahan kepada kami untuk mengerjakan paper yang berjudul
“ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DAN PENGGUNAAN
LAHAN DI KAWASAN PANTAI TIMUR SURABAYA MENGGUNAKAN
ANALISIS NDVI, MNDWI, DAN BUILT-UP INDEX CITRA SATELIT
LANDSAT 8 OLI”. Ucapan terimakasih diucapkan untuk seluruh anggota tim
karena dengan koordinasi, komunikasi, dan segala kerja keras yang baik dapat
menyelesaikan paper ini tepat waktu. Melalui paper ini diharapkan dapat memberi
wawasan dan pengetahuan kepada setiap pembaca.

REFERENSI

Adiwijaya, H. (2006). Kondisi Mangrove Pantai Timur Surabaya. Jurnal Ilmiah


Teknik Lingkungan, 1, 1–14.

Alwidakdo, A., Azham, Z., & Kamarubayana, L. (2014). Studi Pertumbuhan


Mangrove Pada Kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove Di Desa Tanjung
Limau Kecamatan Muara Badak Kabupaten Kutai Kartanegara. Jurnal
AGRIFOR, XIII, 11–18.

Ariyanti, Y. N. (2019). Aksi Kolektif Petani Tambak Pamurbaya Terhadap Lahan


Konservasi Pamurbaya (Universitas Airlangga; Vol. 42).
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

Coffey, R. (2013). The Difference Between “Land Use” and “Land Cover.”
Retrieved August 22, 2020, from Michigan State University Extension
website:
https://www.canr.msu.edu/news/the_difference_between_land_use_and_land
_cover

Green, E. P., Mumby, P. J., Edwards, A. J., & Clark, C. D. (2000). Remote
Sensing Handbook for Tropical Coastal Management. In A. J. Edwards
(Ed.), Remote Sensing Handbook for Tropical Coastal Management.
https://doi.org/10.1109/6.367967

Ke, Y., Im, J., Lee, J., Gong, H., & Ryu, Y. (2015). Characteristics of Landsat 8
OLI-derived NDVI by comparison with multiple satellite sensors and in-situ
observations. Remote Sensing of Environment, 164, 298–313.
https://doi.org/10.1016/j.rse.2015.04.004

Menko Maritim. (2018). Menko Maritim Luncurkan Data Rujukan Wilayah


Kelautan Indonesia. Retrieved August 22, 2020, from
https://maritim.go.id/menko-maritim-luncurkan-data-rujukan-wilayah-
kelautan-indonesia/

Peraturan Daerah Kota Surabaya Tahun 2014

Purwanto, A. (2015). Pemanfaatan Citra Landsat 8 Untuk Identifikasi Normalized


Difference Vegetation Index ( Ndvi ) Di Kecamatan Silat Hilir Kabupaten
Kapuas Hulu. Edukasi, 13(1), 27–36.

Singh, K. V., Setia, R., Sahoo, S., Prasad, A., & Pateriya, B. (2015). Evaluation of
NDWI and MNDWI for assessment of waterlogging by integrating digital
elevation model and groundwater level. Geocarto International, 30(6), 650–
661. https://doi.org/10.1080/10106049.2014.965757

Syamsu, I. F., Nugraha, A. Z., Nugraheni, C. T., & Wahwakhi, S. (2018). Kajian
Perubahan Tutupan Lahan di Ekosistem Mangrove Pantai Timur Surabaya.
Jurnal Media Konservasi, 23(2), 122–131.

Xu, H. (2006). Modification of normalised difference water index (NDWI) to


enhance open water features in remotely sensed imagery. International
Journal of Remote Sensing, 27(14), 3025–3033.
https://doi.org/10.1080/01431160600589179

Anda mungkin juga menyukai