Anda di halaman 1dari 12

HIDROMETEOROLOGI

ACARA IX
ANALISIS INDEKS KEKERINGAN DI WILAYAH SUB DAS CILIWUNG
HULU
Kelompok 8
Febbi Misbaqul Sofia (190722638041)
Ferdy Putra Pratama (190722638028)
Imam Fadhlurrahman (190722638055)

Dosen Pengampu:
Ferryati Masitoh, S.Si, M.Si

Asisten Dosen:
Fajar Setiawan Yuliano

Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5 Malang, Jawa Timur, Indonesia

Abstract

Drought Drought in an area causes a lot of losses for various sectors in the region. The dryness
level of an area can be controlled by calculating it using the Thornthwaite-Matter method. The
water balance was calculated using the Thornthwaite-Matter method. This method emphasizes
the importance of rainfall data as input and potential evapotranspiration as superficial, but
also requires soil moisture and vegetation parameters. The purpose of this study was to
determine the Drought Index, Humidity Index, and Humidity Index at several Weather
Observation Stations in the Ciliwung Sub-watershed area. The results obtained through this
study indicate that the Ciliwung Hulu Sub-watershed area shows that the known drought index
for this region is known to be more than 0 drought, namely in September 2019 with a drought
index value of 24,90. The entire area of ​ the Upper Ciliwung Sub-watershed is included in
class Ih S which means water deficiency in the summer or moderate dry season and class Ih S2
which means surplus water in summer or large dry season.

Keywords : Drought Index; Ciliwung Hulu Sub-watershed; Thornthwaite-Matter; Water


Balance.

Abstrak

Kekeringan pada suatu daerah banyak memberikan banyak kerugian bagi berbagai sektor di
wilayah tersebut. Tingkat kekeringan suatu wilayah dapat diketui dengan menghitung
menggunakan metode Thornthwaite-Matter. Penghitungan neraca air dilakukan dengan
menggunakan metode Thornthwaite-Matter. Metode ini menekankan pentingnya data curah
hujan sebagai input dan evapotranspirasi potensial sebagai superfisial, tetapi juga diperlukan
parameter kelembaban tanah dan vegetasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
mengetahui Indeks Kekeringan, Indeks Kelengasan, dan Indeks Kelembaban pada beberapa
Stasiun Pengamatan Cuaca pada wilayah Sub-DAS Ciliwung. Hasil yang diperoleh melalui
penelitian ini menunjukan bahwa wilayah Sub-DAS Ciliwung Hulu menunjukan bahwa Indeks
kekeringan yang diketahui untuk wilayah ini diketahui kekeringan lebih dari 0 yaitu bulan
september tahun 2019 dengan nilai indeks kekeringan sebesar 24,90. Seluruh wilayah SubDAS
Ciliwung Hulu termasuk ke dalam kelas Ih S yang berarti defisiensi air pada musim panas atau
kemarau sedang dan kelas Ih S2 yang berarti surplus air pada musim panas atau kemarau
besar.

Kata Kunci : Indeks Kekeringan; Sub-DAS Ciliwung Hulu; Thornthwaite-Matter; Neraca Air.

1. Pendahuluan
Evaporasi Kondisi iklim ekstrim yang ditandai oleh curah hujan dengan intensitas
tinggi dan musim kemarau yang lebih panjang menyebabkan terjadinya perubahan akan pola
perubahan debit aliran dan ketersediaan air yang berpengaruh pada kejadian banjir dan
kekeringan. Hal ini menjadi parah karena adanya perubahan tutupan lahan, yaitu
menyebabkan kejadian banjir dan kekeringan makin tinggi intesitas dan dampak yang
ditimbulkannya. Kondisi iklim ekstrim ini diduga karena terjadinya gejala perubahan iklim.
Gejala ini ditengarai dengan terjadinya musim hujan yang makin pendek dengan intensitas
hujan tinggi, sementara musim kemarau makin memanjang. Kondisi ini diperparah oleh
perubahan penggunaan lahan akibat tekanan penduduk yang berdampak terhadap kejadian
banjir dan kekeringan semakin tinggi baik intensitas, waktu kejadiannya dan dampak yang
ditimbulkannya (Irianto G, 2003).

Meningkatnya kejadian bencana alam tersebut merupakan salah satu indikator dari
pembangunan yang tidak berkelanjutan (Nugroho S P, 2008). Banjir dan kekeringan
merupakan jenis bencana lingkungan hidrometeorologi yang paling sering terjadi yang belum
dapat dipecahkan, sehingga setiap upaya mengatasi dampak bencana tersebut menjadi
dimensi yang penting dari pembangunan berkelanjutan (FAO & CIFOR, 2005). Untuk
meminimalisaskan dampak banjir dan kekurangan air tersebut maka perlu dilakukan analisis
neraca air. Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan (inflow) dan keluaran air
(outflow) di suatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat untuk mengetahui jumlah air
tersebut kelebihan (surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air
pada surplus dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi serta dapat
pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya. Model neraca air secara umum adalah
menggunakan data-data klimatologis dan bermanfaat untuk mengetahui berlangsungnya
bulan-bulan basah (jumlah curah hujan melebihi kehilangan air untuk penguapan dari
permukaan tanah atau evaporasi maupun penguapan dari sistem tanaman atau transpirasi,
penggabungan keduanya dikenal sebagai evapotranspirasi) serta bulan-bulan defisit (dimana
jumlah curah hujan yang turun lebih kecil dari evapotranspirasi yang terjadi.

Demikian juga pada DAS Ciliwung khususnya DAS Ciliwung hulu yang letaknya
merupakan koridor antara Jakarta – Bandung telah terjadi penurunan tutupan lahan hijau
yang cukup masif yaitu dengan laju 1.95% per tahun dan peningkatan penggunaan lahan untuk
permukiman dengan laju sebesar 12.34% per tahun (Suwarno, 2011). Untuk meminimalisir
lajunya perubahan penggunaa lahan, maka telah diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional yaitu pada pasal 75 ayat (e) disebutkan
bahwa Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur
(Jabodetabekpunjur) ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Berbagai aspek
dan permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya air di DAS Ciliwung baik secara
kuantitas maupun kualitas ditentukan oleh baik dan buruknya 2 pengelolaan daerah resapan
(cachtment area) khususnya di daerah hulu. Konversi lahan pada umumnya terjadi pada
penggunaan lahan hutan menjadi daerah perkebunan dan pertanian, daerah perkebunan
menjadi lahan pertanian dan permukiman, daerah pertanian menjadi permukiman dan
industri. Tidak jarang terdapat daerah hutan dan perkebunan yang berubah menjadi tanah
kosong, terlantar dan gundul yang kemudian menjadi lahan kritis. Setia Hadi (2012)
mengemukakan bahwa, berdasarkan hasil analisis penggunaan lahan, luas permukiman di sub
DAS Ciliwung meningkat secara subtansial dari 2001 sampai 2010 (meningkat 67,88%).
Penurunan luas lahan pertanian dan hutan, dan peningkatan luas lahan terbangun tersebut
telah meningkatkan debit puncak hidrograf pada Stasiun Katulampa dari 150 m3/dt menjadi

2
205 m3/dt. Manajemen pengelolaan lahan diperlukan agar lahan dapat dipergunakan secara
lestari dan berkesinambungan (sustainable).

Berdasarkan dari hal tersebut penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui Indeks
Kekeringan, Indeks Kelengasan, dan Indeks Kelembaban pada beberapa Stasiun Pengamatan
Cuaca.

2. Metode
Wilayah analisis terletak di DAS Ciliwung, secara administratif DAS Ciliwung akan
meliputi wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Depok, dan DKI Jakarta, dan khususnya
pada zona pelepasan yang merupakan sumber air utama DAS Ciliwung yang merupakan
wilayah DAS Ciliwung Hulu. Untuk pengambilan data menggunakan kajian pustaka yang
bersumber dari website BMKG dalam kurun waktu 2016-2020.

Indek kekeringan
Penentuan indeks kekeringan dapat melalui pengolahan data curah hujan dan
melalui interpretasi citra satelit penginderaan jauh. Pengolahan data curah hujan dapat
menggunakan berbagai metode antara lain: Thornwaite-Matter, Palmer dan Standardized
Precipitation Index (SPI). Analisis, hanya akan mempelajari mengenai kekeringan secara
meteorologi menggunakan metode Thornwaite-Matter. Indeks Kekeringan Thornwaite-
Matter Penentuan indeks menggunakan data curah hujan dan suhu udara yang berdasar
kepada beberapa parameter cuaca lainnya yang mencakup Evapotranspirasi Potensial
(EP), Water Holding Capacity (WHC), Accumulation Potential Water Loss (APWL),
Kelengasan Tanah, Perubahan Kelengasan Tanah, Evapotranspirasi Aktual.

Evapotranspirasi Potensial
(EP) ��� = �, � ( ��.� /� ) �

� = ���. ��−� . � � − ���. ��−� . � � + ����. ��−� . � + �, �����

dengan:
PET = Evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan);
T = temperature udara ratarata per bulan (ºC);
i = indeks panas (tn/5)1,514 ;
tn = temperature rata-rata bulanan;
I = ∑I (jumlah I dalam satu tahun );
a = koefisien yang tergantung tempat;
Tn = temperatur rata-rata dalam bulan ke-n

Karena banyaknya hari tidak sama, sedangkan jam penyinaran matahari yang
diterima adalah berbeda menurut musim dan jaraknya dari khatulistiwa, maka PET harus
disesuaikan menjadi: �� = ��� �.��/��.�� dengan: S = jumlah hari dalam bulan; Tz =
jumlah jam penyinaran rerata per hari. Nilai perbandingan �.�� 30.12 dapat dilihat pada
tabel.

Kapasitas Lengas Tanah (Water Holding Capacity/WHC)


Kapasitas Lengas Tanah adalah tebal air (mm) dalam setiap kedalaman tanah.
Nilai WHC tergantung dengan jenis tanah, tekstur, dan kedalaman perakaran tanaman.
Nilai WHC dapat diketahui melalui analisis laboratorium pada jenis tanah yang akan diuji
WHC-nya. Nilai WHC diketahui sebagai selisih antara Kapasitas Lapang (KL) dengan Titik
Layu Permanen (TLP).

3
Potensi Kehilangan Air
Accumulation Potential Water Loss (APWL) dihitung dengan menjumlahkan data di
bulan sebelumnya dengan nilai P-PB pada bulan ke-i. Pada bulan-bulan kering atau yang
nilai presipitasinya lebih kecil dari PET, dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai selisih
(P-PE) setiap bulan dengan nilai (P-PE) bulan sebelumnya. Pada bulan basah (P>PE) maka
nilai APWL = 0.

Kelengasan Tanah
Kelengasan Tanah Perhitungan penambahan air (∆St) dilakukan dengan cara
mengurangi nilai St pada bulan yang bersangkutan dengan nilai St pada bulan sebelumnya.
Nilai St pada bulan-bulan basah, nilai St = WHC, sedangkan pada bulan-bulan kering, nilai
St menggunakan persamaan �� = ��0 . � − (����/ ��0) Dengan: St = lengas tanah
(mm); St0 = kelengasan pada kapasitas lapang (mm); e = bilangan navier (2,718), APWL =
akumulasi kehilangan air potensial

Evapotranspirasi Aktual

didapatkan dari perhitungan bulan basah dan bulan kering dimana untuk bulan-bulan
basah (P>PE), maka nilai AE = PE, sedangkan ntuk bulan-bulan kering (P<PE), maka nilai
AE = P - ∆St

Perhitungan Defisit
Defisit atau kekurangan lengas tanah merupakan selisih antara PE dengan AE atau
D = PE - AE dengan, D = defisit; PE = Evapotranspirasi Potensial; AE = Evapotranspirasi
Aktual

Perhitungan Surplus
Surplus atau kelebihan lengas tanah merupakan selisih antara PE dengan AE
ditambah dengan ∆St atau: � = (�� − ��) + ∆St. dengan D = defisit; PE = Evapotranspirasi
Potensial; AE = Evapotranspirasi Aktual;

Indeks Kekeringan (Aridity Index)


Indeks Kekeringan dihitung melalui persamaan �� = � �� . 100 dengan: Ia = Indeks
Kekeringan; D = Defisit; PE =Evapotranspirasi Potensial

Indeks Kelengasan Air (Moisture Index)


Indeks Kelengasan Air dihitung melalui persamaan, �� = 100�−60�/�� . %.
dengan: Im= Indeks Kelengasan; D = Defisit; PE =Evapotranspirasi Potensial; S = surplus
Air, D = deficit

Indeks Kelembaban (Humidity Index)


Indeks Kelembaban dihitung melalui persamaan, �ℎ = �/�� . 100%. dengan: Ih =
Indeks Kelembaban; D = Defisit; PE = Evapotranspirasi Potensial; S = surplus Air

3. Hasil dan Pembahasan


Kekeringan merupakan suatu kondisi yang ditunjukkan dengan berkurangnya air yang
tersedia dengan yang dibutuhkan pada suatu daerah yang dikarenakan oleh berkurangnya
curah hujan yang terjadi. Indeks kekeringan pada subdas Ciliwung Hulu ditunjukkan oleh

4
Index aridity, index humidity, dan index moisture. Indeks Kekeringan ini memiliki fungsi dan
tujuan untuk mengevaluasi kecenderungan klimatologi menuju keadaan kering atau tingkat
kekeringan suatu daerah. Hal tersebut sangat memiliki manfaat bagi kehidupan yang ada di
wilayah tersebut.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode Thornwaite Mather. Metode
ini menggunakan model imbangan air yang mengguakan variabel curah hujan, koefisien
evapotranspirasi, run off dan ketersediaan lengas tanah. Berdasarkan hasil perhitungan
menggunakan Metode Thornthwaite Mather yang menggunakan konsep imbangan air atau
neraca air diperoleh hasil dalam 5 tahun terakhir.

Tabel 1. Indeks Kelengasan Air (Moisture Index) Sub-DAS Ciliwung Hulu

Tahun
Bulan
2016 2017 2018 2019 2020

Januari 1675,36 1756,71 1861,51 1834,36 1810,43

Februari 1997,63 2196,01 2096,79 1928,03 2063,11

Maret 1703,98 1766,69 1787,82 1801,56 1738,91

April 1827,67 1832,45 1793,46 1779,69 1803,44

Mei 1521,57 1737,75 1719,84 1711,91 1691,29

Juni 1802,53 1910,85 1890,88 1904,41 1839,22

Juli 1850,78 1897,24 1964,58 1935,65 1910,73

Agustus 1963,61 1857,39 1922,98 1961,49 1807,78

September 2006,61 1774,49 1898,53 71,11 1785,40

Oktober 1746,02 1730,58 1675,03 1631,16 1761,90

November 1726,34 1750,02 1731,67 1631,16 1684,34

Desember 1663,56 1724,77 1668,70 1700,15 1777,51

Sumber : Hasil Perhitungan

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan Index moisture (Im), SubDAS Ciliwung
Hulu didominasi oleh kelas A-Perhumid dengan variasi yang beragam. Wilayah dengan kelas
A-Perhumid biasanya memiliki jenis penggunaan lahan hutan rapat atau tumbuhan tingkat
tingggi. Hal ini dikarenakan wilayah ini termasuk zona basah yang memiliki curah hujan tinggi.
Berdasarkan hujan wilayah isohyet di wilayah SubDAS Ciliwung Hulu memiliki curah hujan
tahunan mencapai 3841,3 mm pada tahun 2016, 3271,7 mm pada tahun 2017, 2887,2 mm
pada tahun 2018, 2446 mm pada tahun 2019, dan 3202 mm pada tahun 2020.

Tabel 2. Indeks Kekeringan (Aridity Index) Sub-DAS Ciliwung Hulu

5
Tahun
Bulan
2016 2017 2018 2019 2020

Januari 0 0 0 0 0

Februari 0 0 0 0 0

Maret 0 0 0 0 0

April 0 0 0 0 0

Mei 0 0 0 0 0

Juni 0 0 0 0 0

Juli 0 0 0 0 0

Agustus 0 0 0 0 0

September 0 0 0 24,90 0

Oktober 0 0 0 0 0

November 0 0 0 0 0

Desember 0 0 0 0 0

Sumber : Hasil Perhitungan

SubDAS Ciliwung Hulu memiliki Index Aridity masuk ke dalam kelas R tanpa difisiensi
air dan S defisiensi air pada musim panas sedang. Berdasarkan dari hasil penelitian yang
diperoleh menunjukan bahwa nilai indeks kekeringan berkisar 0%. Nilai 0% menandakan
indeks kekeringan rendah atau tidak terjadi kekurangan air. Keadaan ini pada umumnya
terjadi di stasiun Citeko dengan jumlah bulan yang bernilai 0% sebanyak 12 bulan. Akan tetapi
ada satu bulan pada tahun 2019 yang memiliki nilai yang > 0 %, yaitu sebesar 24,90. Tingkat
kekeringan berdasarkan dari klasifikasi Indeks Kekeringan Thornthwaite Matter menunjukan
bahwa pada bulan september di tahun 2019 memiliki tingkat kekeringan Sedang (Jauhari,
2015). Hasil analisis data menunjukan bahwa wilayah Sub-DAS Ciliwung Hulu ini didominasi
oleh tingkat kekeringan yang rendah, dengan hampir lima tahun nilai yang menunjukan
kekering sedang hanya ditunjukan oleh satu bulan saja. Kondisi morfologi wilayah Sub-DAS
Ciliwung yang beragam memiliki pengaruh terhadap jumlah hujan yang terjadi di wilayah
tersebut. Keadaan morfologi tertentu akan mempengaruhi terhadap jumlah curah hujan yang
jatuh di kawasan tersebut (Haryanto, 2015). Wilayah SubDAS Ciliwung Hulu yang masuk ke
dalam iklim tropis mengalami dua musim secara makro yaitu musim penghujan dan usim
kemarau. Index Aridity menunjukkan defisit ketersediaan air pada SubDAS Ciliwung Hulu
memiliki tingkat rendah hingga sedang. Tingkat defisiensi air pada musim panas atau kemarau
ini dapat dilihat potensi ketersediaan air di SubDAS Ciliwung Hulu. Oleh karenanya perlu
pengelolaan air terpadu agar tidak terjadi defisit air pada musim kemarau.

6
Tabel 3. Indeks Kelembaban (Humidity Index) Sub-DAS Ciliwung Hulu

Tahun
Bulan
2016 2017 2018 2019 2020

Januari 16,75 17,57 18,62 18,34 18,10

Februari 19,98 21,96 20,97 19,28 20,63

Maret 17,04 17,67 17,88 18,02 17,39

April 18,28 18,32 17,93 17,80 18,03

Mei 15,22 17,38 17,20 17,12 16,91

Juni 18,03 19,11 18,91 19,04 18,39

Juli 18,51 18,97 19,65 19,36 19,11

Agustus 19,64 18,57 19,23 19,61 18,08

September 20,07 17,74 18,99 49,67 17,85

Oktober 17,46 17,31 16,75 16,31 17,62

November 17,26 17,50 17,32 16,31 16,84

Desember 16,64 17,25 16,69 17,00 17,78

Sumber : Hasil Perhitungan

Berdasarkan perhitungan Index Humidity seluruh wilayah SubDAS Ciliwung Hulu


termasuk ke dalam kelas Ih S yang berarti defisiensi air pada musim panas atau kemarau
sedang dan kelas Ih S2 yang berarti surplus air pada musim panas atau kemarau besar.
Berdasarkan neraca ai surplus ditunjukkan dengan nilai run off yang tinggi. Surplus dalam
neraca air telah termasuk air pada permukaan dan airtanah. Defisit yang terjadi pada musim
kemarau dapat disebabkan oleh proses evapotranspirasi yang tinggi sehingga hasil surplus
berkurang akibat adanya eapotranspirasi. Evapotranspirasi pada musim kemarau dapat
menyebabkan penyusutan debit sungai. Hal ini mampu mneyebabkan adanya defisiensi air
pada musim kemarau.

4. Simpulan
Hasil penelitian mengenai kekeringan yang ada di wilayah Sub-DAS Ciliwung Hulu
menunjukan bahwa wilayah ini sangat sedikit akan terjadinya peristiwa kekeringan. Melalui
penelitian menggunakan metode Thornthwaite dengan Stasiun Citeko yang dijadikan sebagai
acuan untuk parameter penelitian ini. Penelitian yang dilakukan menggunakan data lima tahun
ke belakang ini 2016-2020 menunjukan bahwa seluruh wilayah SubDAS Ciliwung Hulu
termasuk ke dalam kelas Ih S yang berarti defisiensi air pada musim panas atau kemarau
sedang dan kelas Ih S2 yang berarti surplus air pada musim panas atau kemarau besar.
Dengan tingkat kekeringan yang ada di wilayah ini termasuk ke dalam kekeringan rendah.
Hasil perhitungan indeks kekeringan bahwa hanya ada satu bulan yang memiliki tingkat

7
kekeringan lebih dari 0 yaitu bulan september tahun 2019 dengan nilai indeks kekeringan
sebesar 24,90.

Daftar Rujukan
Asdak, C. (2016). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University
Press : Yogyakarta
BP DAS. 2009. Pengelolaan Banjir dan Kekeringan. Kebijakan Deptan . Informasi Pengelolaan
DAS Citarum-Ciliwung, 23 Maret 2009. admin BPDASctw.Info
Chen C T A, Liu J T and Tsuang B J. 2004. Island-based Catchment – The Taiwan Example.Reg.
Environ.Change 4, 39-48.
Ditjen Sumber Daya Air. 2002. Pengelolaan Terpadu Sumber Daya Air dan Reformasi
Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air. Lokakarya National tentang Pengelolaan
Terpadu Sumberdaya Air. Kerjasama DitJen. Sumberdaya Air Dep. Kimpraswil dengan
South East Asia Technical Advisory Committee (SEATAC).
FAO and CIFOR. 2005. Hutan dan Banjir, Tenggelam dalam suatu fiksi, atau berkembang dalam
fakta, Indonesia. ISBN 979-3361-75-1© 2005
Franchini, M., and Pacciani, M. 1991. “Comparative Analysis of Several Conceptual Rainfall-
runoff Models” Journal of Hydrology, Vol. 122, pp. 161-219.
Hadisusanto, Nugroho.2010. Aplikasi Hidrologi. Jogya Mediautama. Malang.
Harianto. 2015. Pemetaan tipe iklim schmidt-fergusson untuk tanaman padi menggunakan
aplikasi sistem informasi geografis (GIS) di Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan.
Skripsi. Tidak dipublikasikan
Jauhari, M. (2015). Penerapan Metode Thornthwaite Mather dalam Analisa Kekeringan Di DAS
Dodokan Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat. Malang: Universitas
Brawijaya.
Jayadi, R. 2006. Modul Pelatihan Hidrologi dan Hidrometri Pekerjaan Peningkatan
Kemampuan Perencanaan Teknis Jaringan Irigasi Rawa dan Tambak. Direktorat Rawa
dan Pantai. Yogyakarta.
Komeji AD.2010. Penentuan Batas Ambang Curah Hujan Penyebab Banjir Studi Kasus DAS
Ciliwung Hulu. Thesis. SPS Institut Pertanian Bogor.
Maulida, N., Aulia, N., & Supriyan, D. (2019, December). EVALUASI STABILITAS BENDUNG
KATULAMPA DENGAN CURAH HUJAN AKTUAL. In Prosiding Seminar Nasional Teknik
Sipil (Vol. 1, No. 1, pp. 66-75).

Novitasari, N. (2012). Kajian Pengelolaan Sumberdaya Air (Studi Kasus Hulu DAS Martapura
Sub DAS Riam Kanan). INFO-TEKNIK, 13(1), 39-49.
Nugraha, G. U., Hartanto, P., Bakti, H., & Mulyono, A. (2020). Estimasi Imbuhan Airtanah DAS
Cidanau Menggunakan Model Neraca Kesetimbangan Air. RISET Geologi dan
Pertambangan, 30(2), 257-274.
Nugroho S.P. 2008. Analisis Curah Hujan Penyebab Banjir Besar, JAI Vol.4, No.1 2008 Pusat
Teknologi Pengelolaan Lahan, Wilayah dan Mitigasi Bencana BPPT.
Seyhan Ersin. 1997. Fundamentals Of Hydrology. Dalam Subagyo S (ed). Dasar-Dasar Hidrologi.
Yogyakarta : Gadjah Mada Universitiy Press.
Sriana, T. (2009). Analisis Hidrologi Dan Baku Mutu Air Sungai Pada Rencana Pembangunan
Water Treatment Plant Di Desa Ujong Pacu Kota Lhokseumawe. Portal: Jurnal Teknik
Sipil, 1(1).

8
Sri Harto, Br. 2000. Hidrologi Teori, Masalah dan Penyelesaian. Penerbit Nafiri Offset.
Yogyakarta.
Triatmodjo, B. (2008). Hidrologi Terapan. Beta Offset: Yogyakarta.

9
LAMPIRAN
1. Rekap Hasil Perhitungan
Data Kekeringan Kelas Kekeringan
Tahun Bulan
Ep S D Im Ia Ih Im Ia Ih
Januari 9,06 151,80 0 1675,36 0 16,75 A - Perhumid r s
Februari 7,60 151,80 0 1997,63 0 19,98 A - Perhumid r s
Maret 8,91 151,80 0 1703,98 0 17,04 A - Perhumid r s
April 8,31 151,80 0 1827,67 0 18,28 A - Perhumid r s
Mei 9,98 151,80 0 1521,57 0 15,22 A - Perhumid r s
Juni 8,42 151,80 0 1802,53 0 18,03 A - Perhumid r s
2016
Juli 8,20 151,80 0 1850,78 0 18,51 A - Perhumid r s
Agustus 7,73 151,80 0 1963,61 0 19,64 A - Perhumid r s
September 7,56 151,80 0 2006,61 0 20,07 A - Perhumid r s2
Oktober 8,69 151,80 0 1746,02 0 17,46 A - Perhumid r s
November 8,79 151,80 0 1726,34 0 17,26 A - Perhumid r s
Desember 9,12 151,80 0 1663,56 0 16,64 A - Perhumid r s
Januari 8,64 151,80 0 1756,71 0 17,57 A - Perhumid r s
Februari 6,91 151,80 0 2196,01 0 21,96 A - Perhumid r s
Maret 8,59 151,80 0 1766,69 0 17,67 A - Perhumid r s
April 8,28 151,80 0 1832,45 0 18,32 A - Perhumid r s
Mei 8,74 151,80 0 1737,75 0 17,38 A - Perhumid r s
2017 Juni 7,94 151,80 0 1910,85 0 19,11 A - Perhumid r s
Juli 8,00 151,80 0 1897,24 0 18,97 A - Perhumid r s
Agustus 8,17 151,80 0 1857,39 0 18,57 A - Perhumid r s
September 8,55 151,80 0 1774,49 0 17,74 A - Perhumid r s
Oktober 8,77 151,80 0 1730,58 0 17,31 A - Perhumid r s
November 8,67 151,80 0 1750,02 0 17,50 A - Perhumid r s
Desember 8,80 151,80 0 1724,77 0 17,25 A - Perhumid r s
Januari 8,15 151,80 0 1861,51 0 18,62 A - Perhumid r s
Februari 7,24 151,80 0 2096,79 0 20,97 A - Perhumid r s2
Maret 8,49 151,80 0 1787,82 0 17,88 A - Perhumid r s
April 8,46 151,80 0 1793,46 0 17,93 A - Perhumid r s
Mei 8,83 151,80 0 1719,84 0 17,20 A - Perhumid r s
Juni 8,03 151,80 0 1890,88 0 18,91 A - Perhumid r s
2018
Juli 7,73 151,80 0 1964,58 0 19,65 A - Perhumid r s
Agustus 7,89 151,80 0 1922,98 0 19,23 A - Perhumid r s
September 8,00 151,80 0 1898,53 0 18,99 A - Perhumid r s
Oktober 9,06 151,80 0 1675,03 0 16,75 A - Perhumid r s
November 8,77 151,80 0 1731,67 0 17,32 A - Perhumid r s
Desember 9,10 151,80 0 1668,70 0 16,69 A - Perhumid r s
Januari 8,28 151,80 0 1834,36 0 18,34 A - Perhumid r s
Februari 7,87 151,80 0 1928,03 0 19,28 A - Perhumid r s
Maret 8,43 151,80 0 1801,56 0 18,02 A - Perhumid r s
April 8,53 151,80 0 1779,69 0 17,80 A - Perhumid r s
Mei 8,87 151,80 0 1711,91 0 17,12 A - Perhumid r s
Juni 7,97 151,80 0 1904,41 0 19,04 A - Perhumid r s
2019
Juli 7,84 151,80 0 1935,65 0 19,36 A - Perhumid r s
Agustus 7,74 151,80 0 1961,49 0 19,61 A - Perhumid r s
September 8,30 -412,42 206,71 71,11 24,90 49,67 B2 - Humid s s2
Oktober 9,31 151,80 0 1631,16 0 16,31 A - Perhumid r s
November 9,31 151,80 0 1631,16 0 16,31 A - Perhumid r s
Desember 8,93 151,80 0 1700,15 0 17,00 A - Perhumid r s
Januari 8,38 151,80 0 1810,43 0 18,10 A - Perhumid r s
2020 Februari 7,36 151,80 0 2063,11 0 20,63 A - Perhumid r s2
Maret 8,73 151,80 0 1738,91 0 17,39 A - Perhumid r s

11
April 8,42 151,80 0 1803,44 0 18,03 A - Perhumid r s
Mei 8,98 151,80 0 1691,29 0 16,91 A - Perhumid r s
Juni 8,25 151,80 0 1839,22 0 18,39 A - Perhumid r s
Juli 7,94 151,80 0 1910,73 0 19,11 A - Perhumid r s
Agustus 8,40 151,80 0 1807,78 0 18,08 A - Perhumid r s
September 8,50 151,80 0 1785,40 0 17,85 A - Perhumid r s
Oktober 8,62 151,80 0 1761,90 0 17,62 A - Perhumid r s
November 9,01 151,80 0 1684,34 0 16,84 A - Perhumid r s
Desember 8,54 151,80 0 1777,51 0 17,78 A - Perhumid r s

12

Anda mungkin juga menyukai