Anda di halaman 1dari 37

PENGOLAHAN DATA AIR HUJAN DAN DEBIT SUNGAI SEBAGAI

DASAR PENGELOLAAN DAN PENYELESAIAN ISU-ISU SUMBER


DAYA AIR

Nama :

Khusnul Ramadhan Eka Putri

Nim :

082002100013

Dosen Pengampu :

Dr. Melati F.Fachrul, MS

Dr. Ir. Widyo Astono, MT

Ir. Ramadhani Yanidar, MT

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS ARSITEKTUR LANSKAP DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah S.W.T. atas rahmat-Nya


sehingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan ini. Shalawat serta salam tak lupa
saya haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad S.A.W. beserta keluarga, para
sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.

Saya menyadari bahwa laporan Pengelolaan Sumber Daya Air ini tidak akan
dapat terselesaikan tanpa bantuan orang lain. Untuk itu, saya menyampaikan terima
kasih kepada:

1. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan yang sangat besar dalam
pembuatan karya tulis ini, baik dukungan moral maupun finansial.
2. Dosen pengampu Ir. Ramadhani Yanidar, MT, Dr. Melati F. Fachrul, MS,
dan Dr. Ir. Widyo Astono, MT yang telah banyak meluangkan waktunya
untuk mengajar.
3. Rekan-rekan Kuliah di Universitas Trisakti yang membantu dalam
menyelesaikan laporan ini.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada mereka.

Demikianlah kata pengantar ini. Saya mengharapkan laporan ini dapat


memberikan manfaat, baik itu untuk saya sendiri maupun untuk orang lain.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hujan merupakan sebuah proses penguapan yang terjadi di permukaan bumi


dari wilayah perairan, tumbuhan, atau daratan. Proses terjadinya hujan
berhubungan dengan siklus air atau siklus hidrologi. Siklus tersebut akan
menyebabkan air turun dari atmosfer ke permukaan bumi.

Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar
selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi milimeter (mm) di
atas permukaan horizontal. Hujan juga dapat diartikan sebagai ketinggian air
hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap
dan tidak mengalir (Suroso 2006).

Pengertian curah hujan dapat juga dikatakan sebagai air hujan yang
memiliki ketinggian tertentu yang terkumpul dalam suatu penakar hujan, tidak
meresap, tidak mengalir, dan tidak menyerap (tidak terjadi kebocoran). Tinggi
air yang jatuh ini biasanya dinyatakan dengan satuan milimeter. Curah hujan
dalam 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi, tempat yang
datar dapat menampung air hujan setinggi satu mm atau sebanyak satu liter.

Curah hujan yang tinggi pada daerah dengan kemampuan infiltrasi tanah
yang buruk berpotensi mengakibatkan banjir, sehingga perlu dilakukan
pengukuran dan pencatatan curah hujan yang terjadi pada suatu daerah. Data
jumlah curah hujan (CH) rata-rata untuk suatu daerah tangkapan air atau daerah
aliran sungai (DAS) merupakan informasi yang sangat diperlukan oleh pakar
bidang hidrologi. Dalam bidang pertanian data CH sangat berguna, misalnya
untuk pengaturan udara Irigasi, mengetahui besarnya aliran permukaan (run
off). Untuk dapat mewakili besarnya CH di suatu wilayah diperlukan penakar
CH dalam jumlah yang cukup. semakin banyak penakar yang dipasang di
lapangan diharapkan dapat diketahui besarnya nilai rata-rata CH yang
menunjukkan besarnya CH yang terjadi di daerah tersebut.

Untuk memenuhi kebutuhan air di suatu wilayah dibutuhkan air secara


kontinuitas dan kuantitas yang dapat memenuhi kebutuhan air. Untuk
memenuhi kebutuhan air di masa mendatang juga perlu adanya upaya
pengkajian kebutuhan air yaitu menghitung debit andalan dan neraca air. Dari
permasalahan kebutuhan air ini, penulis tertarik untuk mengkaji dan
menganalisis lebih lanjut untuk model persamaan berdasarkan data curah hujan
10 tahun di Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut dari tahun 2000-2010 dan
menggunakan data 1 tahun debit sungai harian.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari tugas laporan mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air
ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui dan menganalisis hubungan dari pola curah hujan


wilayah dengan intensitas curah hujan di Provinsi Kalimantan Tengah,
Kota Palangka Raya.

2. Untuk menghitung dan menganalisa intensitas curah hujan serta berpautan


dengan periode ulang hujan

3. Untuk Menganalisis dan mengkaji data debit Daerah Aliran Sungai


(DAS) Sungai Karau, Barito Timur dan menentukan nilai debit andalan
untuk digunakan dalam memperkirakan jumlah ketersediaan air.

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat dari tugas laporan mata kuliah Pengelolaan Sumber Daya Air ini
adalah sebagai berikut :

1. Dapat mengetahui hubungan dari pola curah hujan wilayah dengan


intensitas curah hujan di Provinsi Kalimantan Tengah, Kota Palangka
Raya.

2. Dapat menghitung dan menganalisa intensitas curah hujan serta berpautan


dengan periode ulang hujan serta untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan pengendalian banjir.

3. Dapat menganalisis data debit Sungai Karau, Barito Timur dengan


menghitung debit andalan sehingga dapat mengetahui jumlah air yang
dapat dimanfaatkan baik saat musim hujan maupun saat musim kemarau
serta mencapai keseimbangan antara kebutuhan air dan ketersediaan air di
masa mendatang.
BAB II

GAMBARAN PENELITIAN

2.1 Kota Palangka Raya

2.1.1 Kondisi Geografis

Kota Palangka Raya adalah sebuah kota sekaligus merupakan ibu kota Provinsi
Kalimantan Tengah. Kota Palangka Raya secara geografis terletak pada 113˚30`-
114˚07` Bujur Timur dan 1˚35`- 2˚24` Lintang Selatan, dengan luas wilayah
2.853,52 Km2 (267.851 Ha) dengan topografi terdiri dari tanah datar dan
berbukitdengan kemiringan kurang dari 40%. Kota Palangka Raya berbatasan
dengan beberapa kabupaten, diantaranya adalah :

a. Sebelah Utara : Kab. Gunung Mas

b. Sebelah Timur : Kab. Pulang Pisau


c. Sebelah Selatan : Kab. Pulang Pisau
d. Sebelah Barat : Kab. Katingan

2.1.2 Klimatologi

Sepanjang tahun 2017 temperatur rata-rata di Kota Palangka Raya adalah 27,28°C,
temperatur minimum 21,4°C pada terjadi bulan Juli dan maksimum 35,2°C pada
bulan September. Kelembaban udara berkisar antara 65—95% dengan kelembaban
rata-rata tahunan sebesar 82,89%. Curah hujan tahunan di wilayah Kota Palangka
Raya pada tahun 2017 yang tercatat sebagai yang tertinggi adalah 168 mm dengan
rata -rata 16,7 mm.
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kota Palangka Raya

2.2 Kabupaten Sanggu

2.2.1 Kondisi Geografis

Kabupaten Sanggu merupakan salah satu kabupaten yang berada di


Provinsi Kalimantan Barat dengan ibukota di Sanggau. Kabupaten Sanggau
terletak diantara koordinat 1º10‟ Lintang Utara-0º 35‟ Lintang Selatan serta
diantara 109º 45‟-111º 11‟ Bujur Timur dengan luas 12.857,70 km2 atau sekitar
8,76% dari luas seluruh wilayah Provinsi Kalimantan Barat, dengan batas- batas
wilayah sebagai berikut:

• Sebelah utara berbatasan dengan Sarawak Malaysia Timur dan Kabupaten


Bengkayang.
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ketapang
• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sintang dan Kabupaten Sekadau
• Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Landak dan Kabupaten Kubu Raya
2.2.2 Klimatologi
Kabupaten Sanggu termasuk daerah beriklim tropis. Kabupaten Sanggau secara
umum sering diguyur hujan dengan rata- rata hari hujan bulanan tertinggi terjadi
pada Bulan November, yaitu sekitar 20 hari. Sedangkan rata-rata hari hujan
bulanan terendah terjadi selama 10 hari pada Bulan Juli. Rata-rata curah hujan
bulanan bervariasi dari sebesar 193,77 mm pada Bulan Juni (terendah) hingga
sebesar 401,54 mm pada Bulan November (tertinggi).
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini pengambilan data dilakukan melalui website resmi dari
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (http://www.bmkg.go.id.) yaitu
dengan mengambil data curah hujan harian Data curah hujan harian diambil dari
titik stasiun pengamatan cuaca yang Kalimantan Tengah yaitu di antaranya:

1. Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut


Data yang digunakan yaitu data curah hujan harian selama 10 tahun terakhir
dengan rentang 2000-2010.

2. Metode Pengukuran Hujan

Dalam melakukan penelitian ini digunakan alat pengukur curah hujan yaitu
Penakar Hujan Otomatis (Hellman). Penakar Hujan Otomatis (Hellman)
merupakan salah satu alat pengukur curah hujan otomatis. Pada bagian
depan alat ini terdapat sebuah pintu dalam keadaan tertutup.

Gambar 3.1 Penakar Hujan Otomatis

Cara kerja alat pengukur curah hujan ini adalah jika hujan turun, air hujan
masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung. Air
hujan ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat atau naik keatas.
Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakannya selalu mengikuti
tangkai pelampung. Gerakkan pena dicatat pada pias yang diletakkan/digulung
pada silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per. Jika air dalam
tabung hampir penuh (dapat dilihat pada lengkungan selang gelas),pena akan
mencapai tempat teratas pada pias. Setelah air mencapai atau melewati puncak
lengkungan selang gelas,maka berdasarkan sistem siphon otomatis (sistem selang
air),air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung selang dalam tabung.
Bersamaan dengan keluarnya air,tangki pelampung dan pena turun dan
pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal. Jika hujan masih terus-
menerus turun, maka pelampung akan naik kembali seperti diatas. Dengan
demikian jumlah curah hujan dapat dihitung atau ditentukan dengan menghitung
garis-garis vertikal.

3.2 Metode Perhitungan Hujan Rata-rata Wilayah

Perhitungan Curah Hujan Wilayah Analisis data hujan dimaksudkan untuk


mendapatkan besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan wilayah
adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan
pengendalian banjir (Sosrodarsono & Takeda, 1977). Metode yang digunakan
dalam perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) ada
tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik (aljabar), metode poligon Thiessen
dan metode Isohyet (Loebis, 1987).

3.3 Metode Rata-Rata Aljabar (Metode Arithmatic)

Metode ini adalah yang paling sederhana untuk menghitung hujan rerata
pada suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu
yang bersamaan dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun yang
digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada dalam DAS, tetapi stasiun
di luar DAS yang masih berdekatan juga bisa diperhitungkan (Triatmodjo, 2013).

Hujan rerata pada seluruh DAS diberikan oleh bentuk berikut:

𝑅1+ 𝑅2+ 𝑅3 + 𝑅𝑛
R=
𝑛

Keterangan :

R = Curah hujan rata-rata (mm)


R1...Rn = Besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun (mm)

n = Banyaknya stasiun hujan

3.4 Metode Poligon Thiessen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang mewakili


luasan di sekitar. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa hujan adalah
sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga hujan yang tercatat
pada suatu stasiun mewakili stasiun tersebut. Metode ini digunakan apabila
penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak merata. Hitungan curah
hujan rerata dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun
(Triatmodjo, 2013). Secara matematis hujan rerata tersebut dapat ditulis :

𝐴1 𝑅1 + 𝐴2 𝑅2 +⋯ +𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ =
𝐴1 + 𝐴2 +⋯+ 𝐴𝑛

Keterangan :

C = Koefisien Thiessen

Ai = Luas pengaruh dari stasiun pengamatan i (km2)

A = Luas total dari DTA (km2)

R = Curah hujan rata-rata (mm)

R1, R2,..,Rn = Curah hujan pada setiap titik pengukuran (mm)


Gambar 3.2 Metode Aljabar

3.5 Perhitungan Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramal besarnya hujan


dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana tersebut kemudian
dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana.
(Sosrodarsono & Takeda, 1978)

Untuk meramal curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data
hujan. Ada beberapa metode analisis frekuensi yang dapat digunakan yaitu :

3.6 Metode Gumbel

Adapun rumus – rumus yang digunakan dalam perhitungan curah hujan rencana
dengan metode Gumbel adalah sebagai berikut :

Keterangan :

S = Standar deviasi

= Rata-rata curah hujan


Sn = Deviasi standar dari reduksi variat (mean of reduced variate) nilainya
tergantung dari jumlah data (n)
Yt = Nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode
ulang tertentu
Yn = Nilai rata-rata dari reduksi variat (mean of reduce variate) nilainya diambil
dari data jumlah data (n).

3.7 Metode Log Pearson III

Metode Log Pearson tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang
logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan
sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut :

𝐴1 𝑅1 + 𝐴2 𝑅2 +⋯ +𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅̅ =
𝐴1 + 𝐴2 +⋯+ 𝐴𝑛

Keterangan :

X = Curah hujan (mm)

YT = Nilai logaritmik dari X atau log X dengan periode ulang tertentu

Y = Rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y

S = Deviasi standar nilai Y

K = Karakteristik distribusi peluang log-pearson tipe III

3.8 Intensitas Curah Hujan

Beberapa metode yang digunakan untuk mengetahui intensitas curah hujan


sebagai fungsi dari durasi hujan menurut kelompok periode ulang kejadian hujan
antara lain metode :

a. Metode Talbot

b. Metode Sherman

c. Metode Ishiguro
a. Metode Talbot

Rumus Talbot dikemukakan oleh profesor Talbot pada tahun 1881. Rumus
ini banyak digunakan di Jepang karena mudah diterapkan. Tetapan-tetapan a dan
b ditentukan dengan harga-harga terukur. Adapun rumus tersebut adalah sebagai
berikut :

I = a/t +b

Keterangan : I = intensitas hujan (mm/jam),

t = lamanya hujan (jam).

b. Metode Sherman

Rumus Sherman dikemukakan oleh profesor Sherman pada tahun 1905.


Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya lebih dari
2 jam. Adapun rumus tersebut adalah sebagai berikut :

I = a/t^n

Keterangan : t = lamanya hujan (jam)


N = Banyaknya data

c. Metode Ishiguro

Metode Ishiguro ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro tahun 1953. Adapun
rumus tersebut :

I = a/ akar t +b

Keterangan : t = lamanya hujan (jam)


N = Banyaknya data
3.9 DAS (Daerah Aliran Sungai)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu permukaan lahan yang mana
punggung-punggung gunung menjadi pembatas, sehingga apabila air hujan jatuh
pada permukaan lahan tersebut maka akan mengalir menuju sungai utama. Pada
peta topografi DAS dilengkapi berupa garis-garis kontur (Triatmodjo, 2008). Garis-
garis kontur berperan penting dalam penentuan arah limpasan permukaan (run off).
Limpasan bergerak tegak lurus terhadap garis kontur dari titik tertinggi menuju titik
terendah. Suatu DAS dibatasi dan dikelilingi oleh titik-titik tertinggi. Air hujan
yang mengalir menuju sungai utama yang ditinjau berasal dari hujan yang jatuh di
dalam kawasan DAS, sedangkan yang jatuh di luar kawasan DAS akan mengalir ke
sungai sebelahnya (Triatmodjo, 2008).

Menurut Slamet (2006), batas suatu DAS tidak hanya batas permukaan
tanah saja, akan tetapi terdapat pula batas di dalam tanah. Hal ini didasarkan pada
sistem hidrologi bahwa air selain berasal dari permukaan tanah, juga berasal dari
aliran di dalam tanah yaitu aliran bawah permukaan dan aliran bumi. Oleh karena
batas di dalam tanah relatif sulit ditetapkan dan sifatnya dinamis, maka untuk
kegiatan praktis batas suatu DAS hanya menggunakan batas di permukaan tanah.
Istilah “one river, one plan, one management” begitu popular akan
pentingnya pengelolaan DAS sebagai satuan perencanaan terkecil. Daerah Aliran
Sungai (DAS) memiliki komponen-komponen masukan yaitu curah hujan,
komponen keluaran yaitu debit aliran dan komponen proses yaitu manusia,
vegetasi, tanah, iklim dan topografi, oleh karena itu pengelolaan DAS dianggap
sebagai proses yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia guna
mendapatkan manfaat produksi dan jasa (Slamet, 2006).
Berikut ini adalah bentuk karakteristik Daerah Aliran Sungai:

Gambar 3.3 Karakteristik DAS


a. DAS Berbentuk Bulu Burung

Jalur daerah di kiri kanan sungai utama dimana anak-anak sungai mengalir ke
sungai utama disebut Daerah Aliran Sungai berbentuk bulu burung. Bentuk DAS
seperti ini mempunyai debit banjir yang kecil, oleh karena waktu tiba banjir dari
anak-anak sungai itu berbeda-beda. Sebaliknya banjirnya berlangsung agak lama.

b. DAS Radial atau Menyebar

Bentuk DAS ini seperti kipas atau lingkaran dan dimana anak-anak sungainya
mengkonsentrasi ke suatu titik secara radial. DAS dengan corak seperti ini
mempunyai banjir yang besar di dekat titik pertemuan anak-anak sungai.

c. DAS Paralel

Bentuk ini mempunyai corak dimana dua jalur daerah pengaliran yang bersatu di
bagian pengaliran yang bersatu di bagian hilir. Banjir itu terjadi di sebelah hilir titik
pertemuan sungai-sungai.

Bentuk daerah pengaliran yang berbeda dari ketiga bentuk tersebut disebut
Daerah Pengaliran kompleks. Pembagian Wilayah DAS memiliki 3 bagian yaitu,
hulu, tengah dan hilir. Karakteristik masing-masing pembagian wilayah berbeda-
beda :

a) Hulu
Fungsi hulu sebagai penyangga, resapan, reservoir alami, pengendali
daya dukung, pemanfaatan terbatas, penghasil jasa lingkungan.

b) Tengah
Fungsi tengah sebagai wilayah peralihan, fungsi sebagai lindung dan budidaya,
dan kegiatan vegetative dan civil teknis
c) Hilir
Fungsi hilir sebagai wilayah pemanfaatan, focus kegiatan perekonomian
riil. Produktivitas terkait kondisi hulu
Pengelolaan DAS merupakan usaha untuk menggunakan semua sumber
daya (tanah, vegetasi, air dan sebagainya) pada DAS tersebut secara
rasional untuk mendapatkan penggunaan lahan yang berkelanjutan demi
tercapainya produksi maksimum atau optimum dalam waktu yang tidak
terbatas dan untuk menekan bahaya kerusakan seminim mungkin sehingga
didapat hasil air dalam jumlah, kualitas dan distribusi yang baik
(Sinukaban, 2007).

Pengelolaan suatu DAS dikatakan berhasil apabila terpenuhi beberapa hal berikut
yaitu :
1. Tercapainya kondisi hidrologis yang optimal,
2. Meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan
masyarakat,
3. Terbentuknya kelembagaan masyarakat yang muncul dari bawah sesuai dengan
sosial budaya masyarakat setempat dan
4. Terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan
berkeadilan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Curah Hujan rata-rata Metode Aljabar

Curah hujan maksimum rata-rata yang didapatkan dari data BMKG adalah
sebagai berikut :
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Maksimum

Stasiun (Tinggi Curah Hujan) Metode


Stasiun Stasiun Rata-
TAHUN Stasiun Meteorologi
Meteorologi Meteorologi rata Theisen
Tjilik Riwu
Iskandar Sanggu Aljabar
2010 14.6 21.60 5.09 13.8 14.0
2011 25.7 17.94 9.09 17.6 19.6
2012 9.1 14.47 4.65 9.4 9.4
2013 8.6 17.27 6.33 10.7 10.2
2014 9.7 13.36 6.94 10.0 9.9
2015 26.12 14.25 7.52 16.0 18.5
2016 14.3 17.12 6.56 12.7 13.1
2017 19.1 13.10 7.55 13.3 14.7
2018 23.4 11.70 9.16 14.8 16.9
2019 15.6 13.35 7.97 12.3 13.1
Rata-
16.6 15.4 7.1
rata 13.0 13.9
Standar Deviasi 2.47 3.37

4.1.2 Curah Hujan rata rata metode Poligon Thiessen

Metode poligon Thiessen memiliki ketelitian cukup untuk menghitung


bagian luas daerah pengamatan hujan, caranya adalah dengan menggunakan peta
wilayah. Pada peta tersebut dibuat poligon Thiessen dengan cara menarik garis
hubungan antar stasiun, lalu menarik garis sumbu diantara garis-garis yang
menghubungkan stasiun-stasiun tersebut.
Dari metode perhitungan curah hujan yang ada, digunakan metode Thiessen
karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat untuk digunakan
metode ini. Stasiun yang masuk di lokasi Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
digunakan dalam perhitungan analisis curah hujan rata-rata berjumlah tiga buah
stasiun yaitu Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut , Stasiun Meteorologi Termindung,
Stasiun Meteorologi Kalimarau. Dari ketiga stasiun tersebut masing-masing
dihubungkan untuk memperoleh luas daerah pengaruh dari tiap stasiun. Di mana
masing-masing stasiun mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan garis-
garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun, sehingga
didapatkan luas area pelayanan masing-masing stasiun dengan menggunakan
aplikasi Google Earth Pro.

Gambar 4.1. Penetuan luas wilayah dengan metode Thiessen

Dari penentuan luas wilayah di atas, didapatkan luas wilayah ketiga stasiun sebagai
berikut:

Tabel 4.2 Luas Wilayah


Luas daerah Km2
Stasiun Meteorologi Tjilik Riwu 12
Stasiun Meteorologi Iskandar 4.433
Stasiun Meteorologi Sanggu 11
luas total 27

Tabel 4.3 Curah Hujan Rata-Rata Metode Thiessen


Stasiun (Tinggi Curah Hujan) Metode
Stasiun Stasiun Stasiun Rata-
TAHUN
Meteorologi Meteorologi Meteorologi rata Theisen
Tjilik Riwu Iskandar Sanggu Aljabar
2010 14.6 21.60 5.09 13.8 14.0
2011 25.7 17.94 9.09 17.6 19.6
2012 9.1 14.47 4.65 9.4 9.4
2013 8.6 17.27 6.33 10.7 10.2
2014 9.7 13.36 6.94 10.0 9.9
2015 26.12 14.25 7.52 16.0 18.5
2016 14.3 17.12 6.56 12.7 13.1
2017 19.1 13.10 7.55 13.3 14.7
2018 23.4 11.70 9.16 14.8 16.9
2019 15.6 13.35 7.97 12.3 13.1
Rata-
16.6 15.4 7.1
rata 13.0 13.9
Standar Deviasi 2.47 3.37
Berdasarkan data curah hujan dan hasil perhitungan luas area masing-
masing stasiun hujan, hasil rata-rata curah hujan menggunakan metode Poligon
Thiessen adalah sebagai berikut:
Rumus :
(𝑅1𝑥 𝐴1)+(𝑅2 𝑥𝐴2)+(𝑅3𝑥𝐴3)
R= (𝐴1+𝐴2+𝐴3)

4.1.3 Analisis Curah Hujan Metode Gumbel


Metode analisis frekuensi curah hujan yang pertama adalah Metode
Gumbel. Berikut tabel hasil perhitungan standar deviasi menggunakan Metode
Gumbel :

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Standar Deviasi Metode Gumbel

Curah
Tahun Xi-X (Xi-X)2 (Xi-X)3 (Xi-X)4
Hujan
2000 13.8 0.7 0.5 0.4 0.3
2001 17.6 4.5 20.6 93.6 424.8
2002 9.4 -3.7 13.4 -49.0 179.4
2003 10.7 -2.4 5.6 -13.1 31.0
2004 10.0 -3.1 9.4 -28.7 87.7
2005 16.0 2.9 8.6 25.4 74.7
2006 12.7 -0.4 0.1 0.0 0.0
2007 13.3 0.2 0.1 0.0 0.0
2008 14.8 1.7 3.0 5.3 9.2
2009 12.3 -0.8 0.6 -0.4 0.3
Jumlah 130.6 61.9 33.4 807.5
Rata-
rata 13.1
SD 2.62

Berdasarkan data diatas, hasil perhitungan standar deviasi menggunakan Metode


Gumbel adalah sebagai berikut :
Rumus :
∑(X−Xrerata)2
S. dev = √ n−1

Setelah didapatkan hasil standar deviasi, langkah selanjutnya mencari periode


ulang hujan (PUH), dalam periode 2,5,10, 20, dan 50 guna menentukan intensitas
curah hujan rencana.
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Curah Hujan Rencana dengan Metode Gumbel

PUH Yt Yn Sn SD X Xt
2 0.3665 0.4952 0.9496 2.62 13.1 12.7
5 1.4999 0.4952 0.9496 2.62 13.1 15.8
10 2.2502 0.4952 0.9496 2.62 13.1 17.9
20 2.9606 0.4952 0.9496 2.62 13.1 19.9
50 3.9019 0.4952 0.9496 2.62 13.1 22.5
JUMLAH 88.8
RATA-RATA 17.8
SD 3.1

Berdasarkan data diatas, hasil perhitungan periode ulang hujan (PUH)


menggunakan Metode Gumbel adalah sebagai berikut :
Rumus :
𝑆
Xt = 𝑋̅ + ( 𝑌𝑡 − 𝑌𝑛)
𝑆𝑛

4.1.4 Analisis Curah Hujan Metode Log Pearson


4.1.5 Analisa Intensitas Curah Hujan

Untuk memudahkan perhitungan maka dibuat suatu tabel tabulasi nilai


t , I, dan R. Sebelum melakukan perhitungan curah hujan menggunakan
metode Talbot, Sherman, dan Ishiguro. Berikut tabulasi nilai t , I, dan
R. Nilai t yang di ambil adalah 1, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50,
55, dan 59 (seperti pada table 4.8)

4.1.6 Pola Intensitas Curah Hujan Metode Talbot


Dengan memasukan data yang ada dalam table tabulasi kedalam rumus
persamaan a dan b menurut metode Talbot, maka akan didapatkan hasil
sebagai berikut:

Tabel 4.12 Nilai a dan b Metode Tabolt


T a b
2 5.80 1.92
5 6.71 2.11
10 7.31 2.24
20 7.50 2.28
50 7.68 2.32
Berdasarkan data diatas, hasil perhitungan periode ulang hujan (PUH)
menggunakan Metode Tabolt adalah sebagai berikut :
Rumus :

∑(I. t). ∑(I 2 ) − ∑(I 2 . t). ∑(I)


a=
N. ∑(I 2 ) − ∑(I). ∑(I)

∑(I). ∑(I. t) − N. ∑(I 2 . t)


b=
N. ∑(I 2 ) − ∑(I). ∑(I)

Setelah itu masukan kedalam persamaan ( I ) yang di hitung dengan


menggunakan data t = 1, 5,15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50, 55, 59 maka ,didapatkan
hasil perhitungan sebagai berikut :

Intensitas Hujan (mm/jam), t (menit)


T
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 59
2 3.00 2.90 2.79 2.68 2.58 2.49 2.40 2.32 2.25 2.18 2.11 2.05 2.00
5 3.16 3.06 2.95 2.85 2.75 2.66 2.57 2.49 2.42 2.35 2.28 2.22 2.17
10 3.25 3.15 3.04 2.94 2.85 2.76 2.67 2.59 2.52 2.45 2.38 2.32 2.27
20 3.27 3.18 3.07 2.97 2.87 2.78 2.70 2.62 2.55 2.48 2.41 2.35 2.30
50 3.29 3.20 3.10 2.99 2.90 2.81 2.73 2.65 2.58 2.51 2.44 2.38 2.33
Berdasarkan data diatas, hasil perhitungan intensitas hujan menggunakan Metode
Talbot adalah sebagai berikut :

Rumus :
𝑎
𝐼=
𝑡+𝑏

Dari hasil perhitungan, didapatkan kurva yang menunjukkan karakteristik


wilayah curah hujan yang digunakan untuk perecanaan, pembuatan pola, dan
pengoperasian proyek sumberdaya air atau untuk rencana penanggulangan banjir.
Kurva ini terbentuk dari hubungan dari intensitas curah hujan, durasi, dan periode
ulang/ frekuensi dengan periode ulang yang digunakan adalah 2,10,20 dan 50
Tahun. Sumbu X nya adalah durasi, dan sumbu Y nya adalah intensitas dalam
satuan tinggi per waktu. Periode ulang dari suatu kejadian menjelaskan tentang
seberapa besar frekuensi atau intensitas kejadian tersebut dan juga merupakan
kebalikan dari probabilitas (dalam persen) kejadian tahunan untuk pendugaan
interval waktu antara kejadian yang memiliki ukuran sama atau intensitas sama.
Metode Talbot
15.00
Data 1

Axis Title
10.00
Data 2
5.00
Data 3
0.00 Data 4
0 10 20 30 40 50 60 70
Data 5
Axis Title

Gambar 4.2 Kurva Intensitas Hujan Metode Talbot

4.1.7 Pola Intensitas Curah Hujan Metode Sherman

Dengan memasukan data yang ada dalam table tabulasi kedalam rumus
persamaan a dan n menurut metode Sherman (setelah di antilog), maka akan
didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 4.14 Nilai a dan b Metode Tabolt

T Log a a n
2 0.301 2.00 0.71
5 0.343 2.20 0.70
10 0.367 2.33 0.69
20 0.374 2.37 0.69
50 0.380 2.40 0.68

Berdasarkan data diatas, hasil perhitungan periode ulang hujan (PUH)


menggunakan Metode Sherman adalah sebagai berikut :
Rumus :
10
∑(log I) . ∑(log t) 2 − ∑(log t . log I). ∑(log t)
A= [ ]
N. ∑(log t) 2 − ∑(log t). ∑(log t)

∑(log I) . ∑(log t) − ∑(log t . log I)


n=
N. ∑(log t) 2 − ∑(log t). ∑(log t)

Setelah itu masukan kedalam persamaan ( I ) yang di hitung dengan


menggunakan data t = 1, 5 ,15, 20, 25, 30, 35 ,40 , 45, 50, 55, 59 maka ,didapatkan
hasil perhitungan sebagai berikut :
Tabel 4.15 Intensitas Hujan Metode Sherman

Intensitas Hujan (mm/jam), t (menit)


T
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 59
2 36.20 11.60 7.10 5.33 4.35 3.71 3.26 2.93 2.66 2.45 2.27 2.13 2.02
5 3.13 6.91 9.72 11.87 13.67 15.26 16.69 18.00 19.23 20.37 21.46 22.49 23.28
10 17.75 10.29 8.14 7.10 6.44 5.97 5.61 5.33 5.09 4.89 4.72 4.57 4.47
20 5.45 7.92 9.30 10.22 10.92 11.50 12.00 12.44 12.83 13.19 13.51 13.81 14.04
50 12.37 9.58 8.58 8.05 7.69 7.42 7.21 7.04 6.89 6.76 6.65 6.55 6.48

Dari hasil perhitungan, didapatkan kurva yang menunjukkan karakteristik


wilayah curah hujan yang digunakan untuk perecanaan, pembuatan pola, dan
pengoperasian proyek sumberdaya air atau untuk rencana penanggulangan banjir.

Metode Sherman
40.00
Data 1
Axis Title

30.00
20.00 Data 2
10.00 Data 3
0.00
Data 4
0 10 20 30 40 50 60 70
Axis Title Data 5

Gambar 4.3 Kurva Intensitas Hujan Metode Sherman

4.1.8 Pola Intensitas Curah Hujan Metode Ishiguro

Dengan memasukan data yang ada dalam table tabulasi kedalam rumus
persamaan a dan b menurut metode Ishiguro, maka akan didapatkan hasil :

Tabel 4.16 Nilai a dan b Metode Ishiguro

T a b
2 0.87 1.92
5 1.01 2.11
10 1.09 2.24
20 1.12 2.28
50 1.15 2.32

Berdasarkan data diatas, hasil perhitungan periode ulang hujan (PUH)


menggunakan Metode Ishiguro adalah sebagai berikut :
Rumus :
∑(𝐼. √𝑡). ∑(𝐼 2 ) − ∑(𝐼 2 . √𝑡). ∑(𝐼)
𝑎=
𝑁. ∑(𝐼 2 ) − ∑(𝐼). ∑(𝐼)

∑(𝐼. √𝑡). ∑(𝐼) − ∑(𝐼 2 . √𝑡). 𝑁


𝑏=
𝑁. ∑(𝐼 2 ) − ∑(𝐼). ∑(𝐼)

Setelah itu masukan kedalam persamaan ( I ) yang di hitung dengan


menggunakan data t = 1, 5 ,15, 20, 25, 30, 35 ,40 , 45, 50, 55, 59 maka ,didapatkan
hasil perhitungan sebagai berikut :

Tabel 4.17 Intensitas Hujan Metode Ishiguro

Intensitas Hujan (mm/jam), t (menit)


T
1 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 59
2 0.426 0.395 0.375 0.361 0.349 0.340 0.332 0.325 0.319 0.313 0.308 0.303 0.300
5 0.449 0.419 0.399 0.385 0.374 0.365 0.357 0.350 0.344 0.338 0.333 0.328 0.324
10 0.462 0.433 0.413 0.399 0.388 0.379 0.371 0.364 0.358 0.352 0.347 0.342 0.339
20 0.466 0.437 0.417 0.403 0.393 0.383 0.375 0.368 0.362 0.356 0.351 0.346 0.343
50 0.469 0.440 0.421 0.407 0.397 0.387 0.379 0.373 0.366 0.361 0.355 0.350 0.347

Berdasarkan data diatas, hasil perhitungan intensitas hujan menggunakan


Metode Sherman adalah sebagai berikut :

Rumus : 𝑎
𝐼=
√𝑡 + 𝑏

Dari hasil perhitungan, didapatkan kurva yang menunjukkan karakteristik


wilayah curah hujan yang digunakan untuk perecanaan, pembuatan pola, dan
pengoperasian proyek sumberdaya air atau untuk rencana penanggulangan banjir.

Metode Ishoguro
0.8
0.6 Data 1
Axis Title

0.4 Data 2
0.2 Data 3
0 Data 4
0 20 40 60 80
Data 5
Axis Title

Gambar 4.4 Kurva Intensitas Hujan Metode Ishiguro


4.1.9 Analisa Debit Sungai
Data debit harian Sungai Karau pada tahun 1995 adalah sebagai berikut.

Tabel 4.18 Debit Harian Sungai Karau – Barito Timur 1995

Debit Sungai (m3/s)


Hari/Bulan Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1 6,73 7,46 8,86 14,70 12,50 4,46 3,57 3,47 2,26 1,97 1,82 9,99
2 6,81 7,57 9,91 18,10 11,00 4,39 3,40 3,46 2,48 1,97 2,34 12,80
3 7,13 7,93 13,10 13,60 9,61 4,26 3,39 3,45 2,31 2,09 4,49 21,10
4 7,24 7,98 10,80 11,70 8,69 4,13 3,39 3,40 2,16 2,31 6,86 36,80
5 7,19 8,03 10,31 15,70 8,40 6,55 3,50 3,39 2,10 2,10 6,59 36,50
6 5,44 8,10 37,80 32,30 8,64 6,94 3,67 3,38 2,10 2,04 8,39 28,00
7 6,20 7,52 37,80 32,30 8,49 7,59 4,08 3,27 2,09 2,87 8,22 10,40
8 6,32 7,46 19,90 29,80 8,06 6,98 16,40 3,32 2,05 4,70 7,00 5,43
9 5,92 7,65 12,10 21,10 7,55 6,06 5,68 3,31 2,13 3,65 7,15 5,05
10 5,87 7,98 9,64 17,40 7,84 5,95 3,93 3,00 2,22 4,66 6,64 4,91
11 5,82 7,93 7,93 17,40 8,46 4,97 3,47 2,69 2,22 4,57 6,19 5,09
12 5,87 7,80 7,11 17,40 8,22 4,41 3,22 2,49 2,08 3,97 6,17 5,62
13 6,10 7,57 11,50 12,50 27,60 4,20 4,96 2,43 2,03 3,07 11,20 6,75
14 5,82 7,42 17,00 14,10 9,78 4,37 11,30 2,38 1,99 2,64 20,70 6,79
15 6,32 7,13 16,20 13,40 7,83 4,81 6,34 2,37 2,02 2,30 15,20 7,00
16 6,61 6,86 15,50 9,26 7,78 4,83 4,50 2,32 2,06 2,06 16,50 6,57
17 6,73 6,56 83,80 9,77 7,22 5,42 3,96 2,31 2,06 2,31 6,48 6,13
18 6,91 6,26 47,50 11,30 7,04 5,57 4,11 2,26 2,06 2,14 11,70 5,83
19 7,93 5.96 26,80 8,93 7,03 5,50 4,47 2,26 2,05 1,84 13,00 5,42
20 7,57 5,49 15,30 8,07 7,11 5,16 5,36 2,26 2,05 2,15 14,40 7,37
21 7,30 5,49 17,00 9,59 4,95 4,74 7,75 2,48 2,05 3,12 13,60 37,60
22 7,36 6,81 15,00 12,00 4,73 4,40 8,16 2,44 2,04 3,05 12,50 37,30
23 7,36 6,58 12,30 38,90 4,53 4,32 5,36 2,34 2,00 2,51 10,40 24,50
24 7,36 6,63 11,10 53,10 4,33 4,32 4,61 2,20 1,99 2,12 13,10 21,50
25 7,36 6,63 14,80 36,00 6,21 4,26 6,50 2,28 2,03 1,81 14,20 20,20
26 7,30 6,58 10,70 13,10 11,10 4,07 7,77 2,33 1,99 1,76 10,20 16,80
27 7,30 6,58 45,90 13,50 6,45 3,76 6,34 2,28 1,98 1,75 9,13 12,70
28 7,36 6,63 37,50 13,00 4,59 3,69 5,13 2,27 1,98 1,79 7,88 10,20
29 7,36 0,00 17,00 14,90 3,84 3,81 5,67 2,27 1,98 1,75 7,21 9,58
30 7,93 0,00 10,70 13,40 3,99 3,64 4,01 2,31 1,97 1,74 6,82 9,73
31 Sebelum
7,80 0,00 melakukan perhitungan, data
8,38 0,00 4,44 0,00 di
3,65 urutkan
2,22 dari0,00
yang paling
1,74 besar 0,00
sampai 9,90
kecil, didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Debit Andalan

Debit andalan

Data Probabilitas
Debit
ke- (%)
1 83.80 0.3%
2 53.10 0.5%
3 47.50 0.8%
4 45.90 1.1%
5 38.90 1.4%
6 37.80 1.6%
7 37.80 1.9%
8 37.60 2.2%
9 37.50 2.5%
10 37.30 2.7%
11 36.80 3.0%
12 36.50 3.3%
13 36.00 3.6%
14 32.30 3.8%
15 32.30 4.1%
16 29.80 4.4%
17 28.00 4.6%
18 27.60 4.9%
19 26.80 5.2%
20 24.50 5.5%
21 21.50 5.7%
22 21.10 6.0%
23 21.10 6.3%
24 20.70 6.6%
25 20.20 6.8%
26 19.90 7.1%
27 18.10 7.4%
28 17.40 7.7%
29 17.40 7.9%
30 17.40 8.2%
31 17.00 8.5%
32 17.00 8.7%
33 17.00 9.0%
34 16.80 9.3%
35 16.50 9.6%
36 16.40 9.8%
37 16.20 10.1%
38 15.70 10.4%
39 15.50 10.7%
40 15.30 10.9%
41 15.20 11.2%
42 15.00 11.5%
43 14.90 11.7%
44 14.80 12.0%
45 14.70 12.3%
46 14.40 12.6%
47 14.20 12.8%
48 14.10 13.1%
49 13.60 13.4%
50 13.60 13.7%
51 13.50 13.9%
52 13.40 14.2%
53 13.40 14.5%
54 13.10 14.8%
55 13.10 15.0%
56 13.10 15.3%
57 13.00 15.6%
58 13.00 15.8%
59 12.80 16.1%
60 12.70 16.4%
61 12.50 16.7%
62 12.50 16.9%
63 12.50 17.2%
64 12.30 17.5%
65 12.10 17.8%
66 12.00 18.0%
67 11.70 18.3%
68 11.70 18.6%
69 11.50 18.9%
70 11.30 19.1%
71 11.30 19.4%
72 11.20 19.7%
73 11.10 19.9%
74 11.10 20.2%
75 11.00 20.5%
76 10.80 20.8%
77 10.70 21.0%
78 10.70 21.3%
79 10.40 21.6%
80 10.40 21.9%
81 10.31 22.1%
82 10.20 22.4%
83 10.20 22.7%
84 9.99 23.0%
85 9.91 23.2%
86 9.90 23.5%
87 9.78 23.8%
88 9.77 24.0%
89 9.73 24.3%
90 9.64 24.6%
91 9.61 24.9%
92 9.59 25.1%
93 9.58 25.4%
94 9.26 25.7%
95 9.13 26.0%
96 8.93 26.2%
97 8.86 26.5%
98 8.69 26.8%
99 8.64 27.0%
100 8.49 27.3%
101 8.46 27.6%
102 8.40 27.9%
103 8.39 28.1%
104 8.38 28.4%
105 8.22 28.7%
106 8.22 29.0%
107 8.16 29.2%
108 8.10 29.5%
109 8.07 29.8%
110 8.06 30.1%
111 8.03 30.3%
112 7.98 30.6%
113 7.98 30.9%
114 7.93 31.1%
115 7.93 31.4%
116 7.93 31.7%
117 7.93 32.0%
118 7.93 32.2%
119 7.88 32.5%
120 7.84 32.8%
121 7.83 33.1%
122 7.80 33.3%
123 7.80 33.6%
124 7.78 33.9%
125 7.77 34.2%
126 7.75 34.4%
127 7.65 34.7%
128 7.59 35.0%
129 7.57 35.2%
130 7.57 35.5%
131 7.57 35.8%
132 7.55 36.1%
133 7.52 36.3%
134 7.46 36.6%
135 7.46 36.9%
136 7.42 37.2%
137 7.37 37.4%
138 7.36 37.7%
139 7.36 38.0%
140 7.36 38.3%
141 7.36 38.5%
142 7.36 38.8%
143 7.36 39.1%
144 7.30 39.3%
145 7.30 39.6%
146 7.30 39.9%
147 7.24 40.2%
148 7.22 40.4%
149 7.21 40.7%
150 7.19 41.0%
151 7.15 41.3%
152 7.13 41.5%
153 7.13 41.8%
154 7.11 42.1%
155 7.11 42.3%
156 7.04 42.6%
157 7.03 42.9%
158 7.00 43.2%
159 7.00 43.4%
160 6.98 43.7%
161 6.94 44.0%
162 6.91 44.3%
163 6.86 44.5%
164 6.86 44.8%
165 6.82 45.1%
166 6.81 45.4%
167 6.81 45.6%
168 6.79 45.9%
169 6.75 46.2%
170 6.73 46.4%
171 6.73 46.7%
172 6.64 47.0%
173 6.63 47.3%
174 6.63 47.5%
175 6.63 47.8%
176 6.61 48.1%
177 6.59 48.4%
178 6.58 48.6%
179 6.58 48.9%
180 6.58 49.2%
181 6.57 49.5%
182 6.56 49.7%
183 6.55 50.0%
184 6.50 50.3%
185 6.48 50.5%
186 6.45 50.8%
187 6.34 51.1%
188 6.34 51.4%
189 6.32 51.6%
190 6.32 51.9%
191 6.26 52.2%
192 6.21 52.5%
193 6.20 52.7%
194 6.19 53.0%
195 6.17 53.3%
196 6.13 53.6%
197 6.10 53.8%
198 6.06 54.1%
199 5.96 54.4%
200 5.95 54.6%
201 5.92 54.9%
202 5.87 55.2%
203 5.87 55.5%
204 5.83 55.7%
205 5.82 56.0%
206 5.82 56.3%
207 5.68 56.6%
208 5.67 56.8%
209 5.62 57.1%
210 5.57 57.4%
211 5.50 57.7%
212 5.49 57.9%
213 5.49 58.2%
214 5.44 58.5%
215 5.43 58.7%
216 5.42 59.0%
217 5.42 59.3%
218 5.36 59.6%
219 5.36 59.8%
220 5.16 60.1%
221 5.13 60.4%
222 5.09 60.7%
223 5.05 60.9%
224 4.97 61.2%
225 4.96 61.5%
226 4.95 61.7%
227 4.91 62.0%
228 4.83 62.3%
229 4.81 62.6%
230 4.74 62.8%
231 4.73 63.1%
232 4.70 63.4%
233 4.66 63.7%
234 4.61 63.9%
235 4.59 64.2%
236 4.57 64.5%
237 4.53 64.8%
238 4.50 65.0%
239 4.49 65.3%
240 4.47 65.6%
241 4.46 65.8%
242 4.44 66.1%
243 4.41 66.4%
244 4.40 66.7%
245 4.39 66.9%
246 4.37 67.2%
247 4.33 67.5%
248 4.32 67.8%
249 4.32 68.0%
250 4.26 68.3%
251 4.26 68.6%
252 4.20 68.9%
253 4.13 69.1%
254 4.11 69.4%
255 4.08 69.7%
256 4.07 69.9%
257 4.01 70.2%
258 3.99 70.5%
259 3.97 70.8%
260 3.96 71.0%
261 3.93 71.3%
262 3.84 71.6%
263 3.81 71.9%
264 3.76 72.1%
265 3.69 72.4%
266 3.67 72.7%
267 3.65 73.0%
268 3.65 73.2%
269 3.64 73.5%
270 3.57 73.8%
271 3.50 74.0%
272 3.47 74.3%
273 3.47 74.6%
274 3.46 74.9%
275 3.45 75.1%
276 3.40 75.4%
277 3.40 75.7%
278 3.39 76.0%
279 3.39 76.2%
280 3.39 76.5%
281 3.38 76.8%
282 3.32 77.0%
283 3.31 77.3%
284 3.27 77.6%
285 3.22 77.9%
286 3.12 78.1%
287 3.07 78.4%
288 3.05 78.7%
289 3.00 79.0%
290 2.87 79.2%
291 2.69 79.5%
292 2.64 79.8%
293 2.51 80.1%
294 2.49 80.3%
295 2.48 80.6%
296 2.48 80.9%
297 2.44 81.1%
298 2.43 81.4%
299 2.38 81.7%
300 2.37 82.0%
301 2.34 82.2%
302 2.34 82.5%
303 2.33 82.8%
304 2.32 83.1%
305 2.31 83.3%
306 2.31 83.6%
307 2.31 83.9%
308 2.31 84.2%
309 2.31 84.4%
310 2.30 84.7%
311 2.28 85.0%
312 2.28 85.2%
313 2.27 85.5%
314 2.27 85.8%
315 2.26 86.1%
316 2.26 86.3%
317 2.26 86.6%
318 2.26 86.9%
319 2.22 87.2%
320 2.22 87.4%
321 2.22 87.7%
322 2.20 88.0%
323 2.16 88.3%
324 2.15 88.5%
325 2.14 88.8%
326 2.13 89.1%
327 2.12 89.3%
328 2.10 89.6%
329 2.10 89.9%
330 2.10 90.2%
331 2.09 90.4%
332 2.09 90.7%
333 2.08 91.0%
334 2.06 91.3%
335 2.06 91.5%
336 2.06 91.8%
337 2.06 92.1%
338 2.05 92.3%
339 2.05 92.6%
340 2.05 92.9%
341 2.05 93.2%
342 2.04 93.4%
343 2.04 93.7%
344 2.03 94.0%
345 2.03 94.3%
346 2.02 94.5%
347 2.00 94.8%
348 1.99 95.1%
349 1.99 95.4%
350 1.99 95.6%
351 1.98 95.9%
352 1.98 96.2%
353 1.98 96.4%
354 1.97 96.7%
355 1.97 97.0%
356 1.97 97.3%
357 1.84 97.5%
358 1.82 97.8%
359 1.81 98.1%
360 1.79 98.4%
361 1.76 98.6%
362 1.75 98.9%
363 1.75 99.2%
364 1.74 99.5%
365 1.74 99.7%
366 0.00 100.0%

Setelah mengurutkan data debit sungai selama satu tahun, dapat dihitung
probabilitasnya dengan rumus sebagai berikut :
a. Rumus :
P= (m/(n+1)) x 100%

Keterangan : P = probabilitas
m = nilai peringkat data
n = jumlah data

Berdasarkan dari hasil perhitungan yang tertera pada tabel 4.13, dapat
dibuat kurva durasi debitnya, sehingga diperoleh debit andalan Sungai Karau
dengan probabilitas 90% yaitu sebesar 2,1 m3/s dan probabilitas 80% sebesar 2,5
m3/s. Sehingga diperoleh kurva durasi debit andalan sebagai berikut :

GRAFIK DEBIT ANDALAN


100.00
80.00
60.00
DEBIT

40.00
20.00
0.00
0.0% 20.0% 40.0% 60.0% 80.0% 100.0% 120.0%
PROBABILITAS

Gambar 4.5 Kurva Probabilitas terhadap Debit

4.2 Pembahasan

Setelah pengolahan data, curah hujan dengan menggunakan rata rata


aljabar didapatkan dengan membagi rata data dari empat stasiun yang berbeda,
sedangkan jika menggunakan rata rata polygon thiessen, luas daerah yang
mewakili stasiun dijadikan perbandingan untuk mencari curah hujan rata rata satu
daerah. Hasil yang ditunjukkan oleh rata rata aljabar memiliki standar deviasi yang
lebih kecil yaitu 2,42 sedangkan standar deviasi yang dihasilkan metode thiessen
hanya 3,37 . Hal ini menandakan bahwa rata rata hujan harian menggunakan
metode aljabar lebih akurat dibandingkan metode polygon thiessen. Hal ini juga
menandakan bahwa persebaran penakar hujan di wilayah Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Timur tersebar merata sehingga rata rata dengan metode aljabar lebih
akurat.
Setelah perhitungan curah hujan menggunakan metode aljabar kemudian
masuk ke perhitungan frekuensi hujan menggunakan metode Gumbel dan Log
Pearson. Dalam perhitungan frekuensi hujan ini, metode yang memiliki
pendekatan lebik baik menggunakan metode Log Pearson. Hasil Standar deviasi
menggunakan Log Pearson memiliki nilai yang lebih kecil sebesar 2,27 dan
metode Gumbel nilai standar deviasi sebesar 3,1. Dari hasil standar deviasi yang
ada, kita melakukan perhitungan intensitas hujan menggunakan Xt di hasil
perhitungan Log Pearson.
Pada intensitas hujan pada setiap kenaikan tahun mengalami kenaikan tingkat
intensitas hujan, sehingga berbanding lurus antara intensitas hujan dan periode ulang
hujan. Untuk kenaikan intensitas hujan untuk kenaikan setiap menitnya mengalami
penurunan, dari menit 1 hingga menit ke 59. Kurva intensitas hujan metode Talbot
dapat dilihar di gambar 4.1.3.1. Debit andalan adalah debit minimum sungai yang
dapat digunakan untuk memenuhi air baku. Debit andalan sungai 80% sebesar 2,535
m3/s, sedangkan debit andalan sungai 90% adalah sebesar 2,1m3/s. Debit andalan
80% artinya debit minimum sungai yang probabilitas terpenuhinya 80% dan Debit
andalan 90% artinya debit minimum sungai yang probabilitas terpenuhinya 90.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Alat pengukur hujan yang digunakan pada Stasiun Meteorologi Tjilik Riwut
adalah Penakar Hujan Otomatis Hellman.
2. Pada analisis frekuensi curah hujan untuk menentukan intensitas hujan rencana
menggunakan metode Log pearson III, karena pada hasil analisis mendapat
nilai standar deviasi yang terkecil.
3. Debit andalan Sungai Karau dengan besar probabilitas 90% yaitu sebesar 2,5
m3/s dan probabilitas 80% sebesar 2,1 m3/s.
4. Pada perhitungan intensitas hujan menggunakan pendekatan metode Talbot
yang dibandingkan perhitungan standar deviasi memiliki nilai terkecil.
5. Metode yang paling cocok untuk digunakan dalam metode analilsis hidrologi
intensitas hujan di wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur adalah
Metode Talbot.
6. Semakin lama periode ulang hujan, maka semakin tinggi intensitas curah hujan
rencana

5.2 Saran

Sebaiknya pada penelitian selanjutnya, data yang digunakan untuk menganalisis


menggunakan data yang lebih baru dan mendekati tahun penelitian tersebut
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Data Debit Sungai Kedungpring Tahun 1995. http://www.kelair.bppt.go.id/cgi-


sisda/debitdat?020790101 (diakses pada tanggal 23 Maret 2020)
Direktorat Jendral Pengairan,Departemen Pekerjaan Umum, 1986. Standar Perencanaan
Irigasi: Kriteria Perencanaan Jaringan Irigasi (KP-01), Jakarta.
Loebis, J., 1987. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air, Departemen Pekerjaan Umum, Badan
Penerbit Pekerjaan Umum, Jakarta.
Mayong. 2006. Metode Pengukuran Debit Aliran. Diambil dari :
http://mayong.staff.ugm.ac.id/site/?p=110 (diakses pada tanggal 23 Maret 2019 pukul
16:44 WIB)
Soewarno, 1995,”Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data”, Penerbit Nova,
Bandung.
Soemarno, Sri.H. (1999), Meteorologi Udara, Diktat kuliah GM.
Soemarto C. D., (1999), Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Suyono Sosrodarsono, Ir, Kensaku Takeda, 1977. Bendungan Tipe Urugan. Jakarta, PT.
Pradnya Paramita.
SNI 6738 : 2005. Diambil dari: http://sni.litbang.pu.go.id/image/sni/isi/sni-67382015.pdf
Gordon, N.D., McMahon, T.A. and Finlayson, B.L., 1992. Stream Hydrology: an Introduction
for Ecologists. John Wiley and Sons.
C.D. Soemarto, Ir, B.I.E Dipl.H, 1986. Hidrologi Teknik. Jakarta, Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai