Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN

HIDROLOGI TERAPAN

OLEH :
PRIMUS ERLAN V. KLAU (21120122)
MICHAEL MARCO A.P LOE (21120130)
KELAS: G

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS WIDYA MANDIRA
KUPANG
2023
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan RahmatNya sehingga ”Laporan Hidrologi Terapan”ini dapat
diselesaikan tepat waktu sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ujian Tengan
Semester.Laporan ini membahas tentang Analisis Banjir Rancangan dan Analisis
Debit Andalan.
Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan tugas ini,
maka penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Sri Santi Seran, ST.,Msi. Selaku Dosen Mata Kuliah.
2. Dan Teman-teman Teknik Sipil Angkatan 2020, yang memberi
masukan atau motivasi untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Demikian ”Laporan Hidrologi Terapan” ini kami sampaikan kiranya dapat


memberikan manfaat bagi kita sekalian, penyusun menyadari bahwa dalam
penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, adanya kritik
dan saran dari mahasiswa maupun dosen sangat dibutuhkan demi terciptanya hasil
yang lebih baik.Semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kita semua
terkhususnya untuk para mahasiswa Teknik Sipil Universitas Widya Mandira.

Kupang, 18 Desember 2023.

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hidrology berasal dari bahasa Yunani yaitu kata : “Hudor” yang berarti
“air” dan kata: “Logy” yang berarti “Studi”. Secara umum hidrologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang terjadinya air, pergerakan air, dan distribusi air di bumi,
baik di atas, maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia air serta
reeaksinya terhadap lingkungan dan gubungannya dengam kehidupan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang menyangkut masalah
Kuantitas dan Kualitas air di bumi. Hidrologi erat hubungannya dengan siklus
hidrologi yang merupakan sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer
ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan
transpirasi. Melalui siklus hidrologi inilah terbentuk hujan.

Hujan adalah faktor utama yang mengendalikan proses siklus hidrologi


dalam suatu Darah Aliran Sungai (DAS). Banjir dan kekeringan sudah menjadi
bencana yang rutin terjadi. Oleh karena itu pengelolaan sumber daya air yang
mencakup kegiatan merencanakan, melaksanakan, memantau dan evaluasi
penyelenggaran konservasi sumber daya air, pendayagunan sumber daya dan
pengendalian daya rusak air tidak akan lepas dari tersedianya data hujan runtun
waktu yang merupakan alah satu data informasi data hidrologi. Terjadinya hujan
harus ada pra-kondisi tertentu dari unsur data iklim yang tercakup dalam bagian
ilmu klimatologi. Oleh karena itu data curah hujan merupakan faktor penting
untuk memperkirakan besarnya debit hujan rencana berdasarkan analisa hidrologi
yang biasa dipergunakan dikarenakan hujan merupakan sumber dari semua air
sehingga jumlah dan variasi debit sungai tergantung pada jumlah, dan distribusi
hujan. Apabila data pecatatan debit tidak ada, data pecatatan hujan dapat
digunakan untuk memperkirakan debit aliran.

Kadar air di bumi berkisar antara 1,3 – 1,4 miliar atau sebesar 97 % air laut
dan 3% air tawar. Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup dalam
mempertahankan kehidupan dalam muka bumi ini. Hal tersebut menandakan
bahwa kehidupan dimuka bumi ini sangat membutuhkan air untuk
keberlangsungan hidup. Pengelolaan air permukaan secara tepat dan maksimal
merupakan kebutuhan yang urgen dewasa ini. Ledakan populasi yang terjadi
belakangan membuat manusia membutuhkan pasokan air dalam jumlah yang lebih
besar. Sayangnya, air tanah sebagai sumber utama pemenuh kebutuhan manusia
akan air justru semakin berkurang seiring dengan jumlah manusia yang semakin
meningkat. Mau tidak mau, manusia harus mencari alternatif lain selain
memanfaatkan kapasitas air tanah yang suatu saat akan habis. Pemanfaatan air
permukaan pun menjadi salah satu opsi yang mau tidak mau harus dipilih manusia.
Memaksimalkan air hujan dengan cara menampungnya menjadi salah satu
keharusan bagi manusia agar tetap bisa memenuhi kebutuhannya akan air. Air
hujan harus bisa diperkirakan dan direkayasa sedemikian agar nantinya dapat
menutupi ketidakmampuan air tanah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
kian banyak dan kompleks ini.

Tentu saja, tidak sebegitu sederhana kata analisa disini dapat diterapkan.
Syarat-syarat perlu dipenuhi dan perlu adanya pemahaman yang cukup dalam
disiplin ilmu hidrologi agar apa yang direncanakan dapat menjadi manfaat, bukan
malah menjadi bencana. Walaupun pada dasarnya air akan terus mengalami daur
ulang melalui suatu siklus, kenyataannya, jumlah air yang terpakai dan terdaur
ulang kembali tidaklah sama. Dengan kondisi seperti sekarang, jumlah itu akan
terus menurun sepanjang waktu.
Malangnya, justru manusia dan segala aktifitasnyalah yang menjadi dalang
dibalik menurunnya jumlah air yang terdaur ulang tersebut. Malangnya lagi, sudah
sangat sulit untuk memutuskan rantai permasalahan ini agar segala sesuatu bisa
berjalan seperti normal adanya. Oleh karena itu, langkah preventif sebelum
bencana benar-benar terjadi perlu dilakukan, salah satunya adalah dengan mulai
menganalisa proses hidrologis dan mulai merencanakan pengelolaan air
permukaan.

Untuk lokasi penelitian yang kami ambil dalam mengerjakan tugas besar ini kami
memilih di BTN Kolhua dengan memakai data curah hujan dari STA El Tari
dengan tujuan untuk menentukan data curah hujan maximum yang terjadi pada
Kawasan DAS di sekitar BTN Kolhua.

Atas dasar diatas-lah laporan ini akhirnya dibuat. Penulis merasa bahwa
penulisan laporan ini bukanlah untuk sekedar memenuhi kepentingan penilaian
perkuliahan, tetapi lebih dari itu, laporan ini bisa menjadi senjata yang tangguh
untuk menyelamatkan bumi dan manusia dari bencana kekeringan.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

1.2.1 Maksud

Penulisan laporan hidrologi ini dimaksudkan untukmengetahui hidrologi

secara umum, mengalisis banjir rancangan serta menganalisis debit andalan

dalam pengaruhnya terhadap Daerah Aliran Sungai ( DAS )

1.2.2 Tujuan

Penulisan laporan ini adalah:

1. Mengetahui topografi daerah hulu sungai untuk melakukan perecanaan


daerah aliran sungai

2. Mengetahui data curah hujan maximum yang terjadi pada kawasan das.

3. Mengetahui analisa dan untuk mengembangkan teori-teori pokok yang


ada pada hidrologi

4. Mengaplikasikan teori – teori hidrologi untuk memecahkan maslah


praktis

5. Mengestimasi banjir rancangan dan debit andalan.


1.3 LINGKUP PEKERJAAN

Berdasarkan maksud dan tujuan penulisan diatas, lingkup pekerjaan dirumuskan


sebagai berikut:

1. Memperkirakan data hujan yang hilang.

2. Melakukan uji konsistensi data terhadap data curah hujan harian


maksimum tahunan yang ada.

3. Menghitung hujan rata-rata daerah dengan metode Aritmatik dan


Metode Polygon Thiessen.

4. Menentukan curah hujan rancangan 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun, 25


tahun, 50 tahun, 100 tahun.

5. Melengkapi curah hujan rancangan dengan uji kesesuaian


distribusi frekuensi.

6. Menentukan non hidrograf banjir rancangan untuk 5 tahun, 10


tahun, 20 tahun, 25 tahun, 50 tahun, 100 tahun.

7. Menentukan hidrograf banjir rancangan untuk 5 tahun, 10 tahun,


20 tahun, 25 tahun, 50 tahun, 100 tahun.

8. Menghitung debit andalan dengan probabilitas 80%.

9. Menghitung besar evapotranspirasi yang terjadi dalam 1 tahun


setiap bulannya.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. UMUM

Sehubungan dengan apa yang telah di bahas pada latar belakang, maksud
dan tujuan penulisan serta ruang lingkup pekerjaan pada Bab I, maka dalam Bab
II ini akan dijelaskan secara umum beberapa teori yang berkaitan dengan analisis
banjir rancangan, dan analisis debit andalan. Lebih lanjut teori yang dimaksud
dijadikan dasar bagi kajian metode analisis banjir rancangan dan analisis debit
andalan.

2.1.1 Pengertian Hidrologi

Hidrologi adalah cabang ilmu geografi yang mempelajari seputar


pergerakan, distribusi, dan kualitas air yang ada dibumi. Ilmu hidrologi dikenal
sejak zaman 1608 M. Hidrologi merupakan ilmu yang mengkaji kehadiran dan
pergerakan air dibumi. Dalam kajian hidrologi meliputi potamalog (aliran
permukaan), geohidroligi (air tanah), hidrometeorologi (air yang ada di udara dan
berwujud gas), limnologi (air permukaan yang relatif tenang seperti danau, dan
waduk), kriologi (air berwujud padat seperti es dan salju). Orang yang
mempelajari hidrologi disebut dengan hidrologist.
Hidrologi termasuk salah satu cabang ilmu geografi (ilmu bumi) dan sudah
mulai dikembangkan olehpara filsuf kuno, antara lain dari Yunani, Romawi, Cina
dan Mesir. Dimana air dianggap sebagai bagian dari unsur utama bersama-sama
dengan bumi, udara dan api.Secara harafiah “hidrologi” berasal dari bahasa
Yunani, yakni “hydro” dan “loge”, ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik
mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan
dengan lingkungannya terutama dengan makhluk hidup. Penerapan ilmu hidrologi
dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan seperti perencanaan dan operasi
bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan (air bersih, irigasi,
perikanan, peternakan), pembangkit listrik tenaga air, pengendalian banjir,
pengendalian erosi dan sedimentasi, transportasi air, drainase, pengendali polusi,
air limbah, dan sebagainya.
Ilmu tentang seluk beluk air di bumi, kejadiannya, peredarannya dan ditribusinya,
sifat alami dan kimianya, serta reaksinya terhadap kehidupan manusia”. Ilmu
hidrologi lebih banyak didasarkan pada pengatahuan empiris daripada teoritis. Hal
ini karena banyaknya parameter yang berpengaruh pada kondisi hidrologi di suatu
daerah, seperti kondisi klimatologi (angin, suhu udara, kelembaban udara,
penyinaran matahari), kondisi lahan (daerah aliran sungai, DAS) seperti jenis
tanah, tata guna lahan, kemiringan lahan, dan sebagainya. Banyaknya parameter
tersebut mengakibatkan analisis hidrologi sulit diselesaikan secara analitis.
Disamping itu kondisi hidrologi juga sangat dinamis yang tergantung pada
perubahan/kegiatan yang dilakukan oleh manusia, seperti perubahan tata guna
lahan (penggundulan hutan, penghijauan, perubahan lahan sawah menjadi daerah
pemukiman atau industri, perubahan hutan menjadi sawah atau fungsi lainnya),
perubahan penutup permukaan tanah ( dari tanah, rumput, atau pepohonan
menjadi permukaan aspal atau beton), dsb.
Secara umum Hidrologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang kejadian dan perputaran atau siklus, penyebaran air di atmosfer dan
dipermukaan bumi serta dibawah permukaan bumi. Komponen yang termasuk
didalam komponen Hidrologi, yaitu: penguapan (evapotranspirasi), hujan
(presipitasi), rembesan kedalam tanah (infiltrasi dan perkolasi) serta pengaliran
keluar.
Fungsi dari Hidrologi adalah untuk menentukan:
1. Besarnya debit banjir rencana ( Design Flow)
2. Kebutuhan air irigasi (Irrigation Water Requirement)
3. Debit rendah andalan (Water Balance)

2.1.2 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas,dan padat
baik proses di atmosfer, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui
proses kondensasi (pengembunan), presipitasi (hujan), evaporasi dan transpirasi
(penguapan). Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci
proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu (Mahmud, 2011).
Menurut Sosrodarsono (2003), air menguap ke udara dari permukaan tanah
dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian
jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke
permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke
permukaan bumi.
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam
tanah (infiltrasi). Bagian-bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengalir ke
daerah-daerah yang rendah, memasuki sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak
semua butir air yang mengalir kembali ke laut. Dalam perjalanannya ke laut
sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam
tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra = interflow).
Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan
keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di
daerah-daerah yang rendah (disebut groundwaterrunoff = limpasan air tanah).
Tetapi sirkulasi air ini tidak merata, karena perbedaan besar presipirasi dari
tahun ke tahun, dari musim ke musim yang berikut dan juga dari wilayah ke
wilayah yang lain. Sirkulasi hidrologi (air) ini dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi (suhu, atmosfer, dan lain-lain) dan kondisi topografi. Seperti telah
dikemukakan di atas, sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan
berlangsung terus. Sirkulasi air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle).

(Sumber: gurupendidikan.co.id)
Gambar 2.1 Proses Siklus Hidrologi
2.1.3 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Berdasarkan sub bab diatas yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai
(DAS) adalah semua bagian aliran air di sekitar sungai yang mengalir menuju alur
sungai, aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di
dalam alur sungai, tetapi termasuk juga aliran air dipunggung bukit yang mengalir
menuju alur sungai sehingga daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai.
Pengembangan wilayah sungai dalam rangka peningkatan kemampuan
penyediaan air sungai untuk berbagai kebutuhan hidup masyarakat, sehingga
meliputi beberapa ketentuan antara lain:
1. Luas DAS mengikuti pola bentuk aliran sungai dengan
mempertimbangkan aspek geografis di sekitar Daerah Aliran Sungai
yang mencakup daerah tangkapan (cathment area) untuk perencanaan
tersebut.
2. Luas DAS dapat diketahui dari gambaran (deskripsi) yang diantaranya
meliputi petapeta atau foto udara, dan pembedaan skala serta standar
pemetaan sehingga dapat menghasilkan nilai-nilai yang sebenarnya.

2.2. DATA HUJAN DAN KLIMATOLOGI

Hujan merupakan salah satu faktor dalam siklus hidrologi dimana pada
suatu daerah besarnya curah hujan akan mempengaruhi besarnya aliran sesuai
dengan karakteristik daerah bersangkutan. Oleh karena itu data curah hujan
merupakan faktor penting untuk memperkirakan besarnya debit hujan rencana
berdasarkan analisa hidrologi yang biasa dipergunakan.
2.2.1 Data Hujan

Hujan (Presipitasi) adalah faktor utama yang mengendalikan


berlangsungnya daur hidrologi dalam suatu wilayah DAS. Terjadinya hujan
karena adanya perpindahan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sebagai
respon adanya beda tekanan udara antara dua tempat yang berbeda ketinggiannya.
Di tempat tersebut, karena akumulasi uap air pada suhu yang rendah maka
terjadilah proses kondensasi, dan pada gilirannya massa uap air tersebut jatuh
sebagai air hujan. Namun demikian, mekanisme berlangsungnya hujan melibatkan
tiga faktor utama. Dengan kata lain, akan terjadi hujan apabila berlangsung tiga
kejadian (C. Asdak, 1995) sebagai berikut :
1. Kenaikan massa uap air ke tempat yang lebih tinggi sampai saatnya
atmosfer menjadi jenuh.
2. Terjadi kondensasi atas partikel-partikel uap air di atmosfer.
3. Partikel-partikel uap air tersebut bertambah besar sejalan dengan waktu
untuk kemudian jatuh ke bumi dan permukaan laut (sebagai hujan)
karena grafitasi.
Hujan sangat dipengaruhi oleh iklim dan keadaan topografi daerah,
sehingga keadaanya sangat berbeda untuk masing-masing daerah.
Menurut Sri Harto (1993), Linsley, dkk (1986), tipe hujan sering dibedakan
menurut faktor penyebab terangkatnya udara yang mengakibatkan hujan adalah
sebagai berikut :
1. Hujan Konvektif (convective), bila terjadi ketidakseimbangan udara
karena panas setempat, dan udara bergerak keatas dan berlaku proses
adiabatik. Biasanya merupakan hujan dengan intensitas tinggi, dan
terjadi dalam waktu yang relatif singkat, didaerah yang relatif sempit.
2. Hujan Siklon (cyclonic), bila gerakan udara ke atas terjadi akibat
adanya udara panas yang bergerak diatas lapisan udara yang lebih padat
dan lebih dingin. Hujan jenis ini biasanya terjadi dengan intensitas
sedang, mencakup daerah yang luas dan berlangsung lama.
3. Hujan Orografik (orographic rainfall), terjadi karena udara bergerak
ke atas akibat adanya pegunungan. Akibatnya, terjadi dua daerah yang
disebut daerah hujan dan daerah bayangan hujan. Sifat hujan ini
dipengaruhi oleh sifat dan ukuran pegunungan.

Data hujan yang diperlukan dalam analisa hidrologi ada 5 unsur yang harus
ditinjau, yaitu :
1. Intensitas (I), adalah laju hujan = tinggi hujan persatuan waktu,
misalnya: mm/menit, mm/jam, mm/hari.
2. Lama waktu (t), adalah lamanya curah hujan (durasi) dalam menit atau
jam.
3. Tinggi hujan (d), adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan
dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam mm.
4. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian, dinyatakan dengan waktu ulang
(return period) T, misalnya sekali dalam T tahun.
5. Luas, adalah luas geografis curah hujan.
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses
hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan
menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran
antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah
(groundwater).
Data Hujan merupakan masukan utama dari sistem sungai dan aliran
sungai. Oleh karena itu untuk mengetahui semua karakteristik aliran, harus
diketahui informasi mengenai besaran curah hujan yang terjadi di lokasi yang
sama atau disekitarnya. Hampir semua kegiatan pengembangan sumber daya air
memerlukan informasi hidrologi untuk dasar perencanaan dan perancangan, salah
satu informasi hidrologi yang penting adalah data hujan. Data hujan ini dapat
terdiri dari data hujan harian, bulanan dan tahunan. Pengumpulan dan pengolahan
data hujan ini diharapkan dapat menyajikan data hujan yang akurat, menerus dan
berkelanjutan sesuai dengan kondisi lapangan, tersusun dalam sistem database,
data menyediakan data/informasi hidrologi yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang
terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan
sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu
penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini
diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan
beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam/atau disekitar kawasan tesebut.
Interpolasi adalah suatu metode atau fungsi matematika yang menduga
nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Interpolasi spasial
mengasumsikan bahwa attribut data bersifat kontinu di dalam ruang (space) dan
attribut ini saling berhubungan (dependence) secara spasial.
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang
mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian
meramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Dalam menentukan
Curah Hujan Areal yang berasal dari pencatatan penakaran curah hujan. Dari
pencatatan curah hujan, kita hanya mendapatkan data curah hujan di suatu titik
tertentu (point rainfall).
Jika dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah
hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan
areal.
Kebutuhan data hujan yang digunakan adalah data hujan harian selama
kurang lebih 10 tahun. Dari data tersebut diperoleh hujan harian, hujan per-bulan,
dan hujan pertahun.

2.2.2 Data Klimatologi

Data klimatologi adalah data yang berkaitan dengan temperatur,


penyinaran matahari, kelembaban relatif dan kecepatan angin dalam suatu daerah
dengan pengaturan indeks tertentu. Data klimatologi yang telah terkumpul
dianalisa dengan menggunakan metode kombinasi Penmann-Mock untuk
mendapatkan nilai evapotranspirasi yang merupakan variabel penting dalam
memprediksi debit andalan.
Data klimatologi yang digunakan diambil dari stasiun di areal layanan
daerah irigasi yang bersangkutan. Data klimatologi digunakan untuk menghitung
kebutuhan air dan ketersediaannya (debit andalan). Kebutuhan pokok stasiun
klimatologi agar mendapatkan data yang benar diperlukan yaitu:
1. Letak stasiun klimatologi harus memiliki hubungan tanah, air, dan
iklim dimana data tersebut diperoleh.
2. Masing-masing instrument harus menghasilkan data-data
meteorologi yang benar dan alat-alat tersebut tidak mudah rusak dan
mudah dipelihara.
3. Pembacaan alat mudah dilaksanakan dan mudah dicatat
4. Pengamat cukup tersedia dan terlatih dengan baik serta bertempat
tinggal tidak jauh dari stasiun klimatologi demi kelancaran
pengamtan.
Klimatologi didekati dengan berbagai cara. Paleoklimatologi berusaha
untuk merekonstruksi masa lalu dengan memeriksa catatan iklim seperti inti es
dan lingkaran pada pohon (dendroclimatology). Model ini digunakan untuk
memahami masa lalu, sekarang dan masa depan potensi iklim. Klimatologi sejarah
adalah studi tentang iklim yang terkait dengan sejarah manusia dan dengan
demikian berfokus hanya pada beberapa ribu tahun terakhir.
Penelitian iklim dibuat sulit oleh skala besar, jangka waktu yang panjang,
dan proses kompleks yang mengatur iklim. Iklim diatur oleh hukum-hukum fisika
yang dapat dinyatakan sebagai persamaan diferensial. Persamaan ini digabungkan
dan nonlinier, sehingga penyelesaian perkiraan diperoleh dengan menggunakan
metode numerik untuk menciptakan model-model iklim global. Iklim kadang-
kadang dimodelkan sebagai proses stokastik tapi ini secara umum diterima sebagai
sebuah pendekatan untuk proses yang sebaliknya terlalu rumit untuk dianalisis.
Para ilmuwan menggunakan indeks iklim dalam usaha mereka untuk ciri
dan memahami berbagai mekanisme iklim yang berujung pada cuaca sehari-hari
kita. Indeks iklim umumnya dirancang dengan tujuan kesederhanaan dan
kelengkapan, dan setiap indeks biasanya mewakili status dan waktu dari faktor
iklim yang diwakilinya. Sesuai dengan sifatnya, indeks yang sederhana, dan
menggabungkan banyak detail menjadi umum, keseluruhan deskripsi tentang
suasana atau laut yang dapat digunakan untuk menandai faktor-faktor yang
memengaruhi sistem iklim global.
Klimatologi adalah ilmu yang membahas tentang sejumlah parameter cuaca
antara lain:
a. Radiasi matahari
b. Kecepatan angin
c. Suhu udara minimum atau maksimum, rata – rata, bulanan
d. Kelembaban udara
e. Penguapan, dan lain-lain
Parameter-parameter klimatologi umumnya digunakan untuk
menggambarkan tentang kondisi cuaca suatu daerah.

2.3. CURAH HUJAN RERATA DAERAH (AREA RAINFALL)

Hasil pengukuran data hujan dari masing-masing alat pengukuran hujan


merupakan data hujan pada suatu titik (point rainfall). Untuk kepentingan analisis
yang diperlukan data hujan suatu wilayah (areal rainfall) perlu beberapa cara untuk
mendapatkan data hujan wilayah yaitu :

2.3.1 Metode Aritmatik (Aljabar)

Metode ini adalah metode paling sederhana untuk menghitung hujan


rerata pada suatu daerah. Pengukuran yang dilakukan di beberapa stasiun dalam
waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun.
Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan biasanya adalah yang berada di
dalam DAS; tetapi stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisa di
perhitungkan. Berbagai pihak yang terikat secara formal guna mencapai tujuan
yang telah disepakati.
Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila:
a. Stasiun hujan tersebar secara merata
b. Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS.
Rumus untuk menghitung Rata-rata daerah dengan metode aljabar :

R =

................................................................................... (2.1)
Keterangan :
R = Curah hujan rata-rata wilayah (mm)
Rn = Curah hujan pada stasiun n
n = Jumlah stasiun penakar hujan

2.3.2 Metode Polygon Thiessen

Metode Polygon Thiessen adalah cara penentuan hujan wilayah dengan rata-rata
tertimbang. Masing-masing pos penakar hujan mempunyai daerah pengaruh
sendiri-sendiri. Pembentukan polygon Thiessen adalah sebagai berikut:
1. Stasiun pencatat hujan di gambarkan pada peta DAS yang di tinjau,
termasuk stasiun hujan di luar DAS yang berdekatan, seperti pada gambar
(2.2).
2. Stasiun – stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus–
putus) sehingga membentuk segitiga–segitiga, yang sebaiknya mempunyai
sisi dengan panjang yang kira–kira sama.
3. Dibuat garis berat pada sisi–sisi segitiga seperti di tunjukan dengan garis
penuh pada gambar (2.2)
4. Garis–garis berat tersebut membentuk polygon yang menggelilingi setiap
stasiun. Tiap stasiun memiliki luasan yang di bentuk oleh polygon. Untuk
stasiun yang berada di dekat batas DAS, garis batas DAS membentuk batas
tertutup dari polygon.
5. Luas tiap polygon diukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan
di stasiun yang di dalam polygon.
Sumber : Insinyurpengairan’s Blog
Gambar 2.2 Polygon Thiessen

6. Jumlah hitungan pada butir d untuk semua stasiun di bagi dengan luas
daerah yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut, yang
dalam bentuk matematik mempunyai bentuk berikut ini :

Nilai curah hujan wilayah dapat ditentukan dengan menggunakan rumus:

R=( ) ............................................................................. (2.2)



Keterangan :
R = Curah hujan rata-rata wilayah (mm)
A ,A ,A = Luas daerah polygon 1,2,…,n (Km2)
R ,R ,R = Curah hujan maksimum pada stasiun 1,2,…,n (mm)
2.4 CURAH HUJAN HARIAN MAKSIMUM
Curah hujan maksimum merupakan curah hujan tertinggi yang terjadi pada
periode tertentu. Periode curah hujan bisa dari periode jaman, harian, bulanan, dan
tahunan. Nilai curah hujan maksimum harian diperlukan untuk menganalisis debit
banjir suatu DAS. Nilai curah hujan maksimum bulanan diperlukan untuk
merencanakan debit andalan. Nilai curah hujan maksimum tahunan diperlukan
untuk menganalisis karakteristik hidrologi umum.
Dalam melakukan analisis curah hujan harian maksimum, ada empat
metode yang bisa digunakan : normal, log normal, log person III, dan Gumbel.
2.4.1 Metode Normal
Distribusi normal adalah distribusi simetri yang berbentuk seperti lonceng.
Distribusi ini digunakan dalam pendekatan distribusi fenomena alam. Fungsi
kerapatan probabilitas distribusi normal dapat dirumuskan sebagai berikut:

.........................................................(2.3)

dan adalah parameter statistik: nilai rata-rata dan standar deviasi data.
Persamaan di atas dapat disederhanakan dengan menggunakan bentuk yang
dilinearisasi sebagai berikut:

................................................................................(2.4)

Keterangan:
XT : hujan rencana untuk periode ulang T
x : rata-rata dari data pengamatan
K : faktor frenkuensi
S : standar deviasi data
Z : variabel standar normal
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai rata-rata curah hujan harian maksimum.
2. Menghitung nilai simpangan baku S.

...............................................................(2.5)

3. Menghitung nilai probabilitas P untukk setiap nilai R. Data diurutkan dari


yang terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi peringkat m = 1,
sedangkan data terkecil diberi peringkat m = n, dengan n adalah jumlah
data.
................................................................(2.6)

4. Menghitung nilai w.
.................................................................(2.7)

5. Menghitung nilai z.

.......................(2.8)

6. Menghitung nilai KT.

................................................................(2.9)
7. Menghitung nilai RT.
..............................................................(2.10)

2.4.2 Metode Log Normal


Metode Log Normal adalah metode yang cukup mempresentasikan
distribusi curah hujan maksimum pada periode tertentu. Persamaan fungsinya
ialah sebagai berikut:
............................................ ...............(2.11)

µn adalah rata-rata untuk = log dan n adalah nilai standar deviasi


untuk y = log x.
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai log R untuk setiap data curah hujan harian
maksimum rata-rata R per tahun.
2. Menghitung nilai rata-rata semua log R.
3. Menghitung nilai simpangan baku Slog R.
...................................................(2.12)
4. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai log R. Data
diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar
diberi peringkat m = 1, sedangkan data terkecil diberi peringkat m
= n, dengan n adalah jumlah data.

...................................................(2.13)
5. Menghitung nilai w.

........................................(2.14)

6. Menghitung nilai z.

.....................(2.15)

7. Menghitung nilai KT.


..............................................................(2.16)

8. Menghitung nilai log RT.

..............................................................(2.17)

9. Menghitung nilai RT.


..............................................................(2.18)

2.4.3 Metode Log Pearson III


Metode Log Pearson III dinyatakan dalam fungsi berikut:

........................................................................(2.19)
Keterangan:
µ2 adalah varian dan µ3 adalah momen ketiga.
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai log R untuk setiap data curah hujan harian
maksimum rata-rata R per tahun.
2. Menghitung nilai rata-rata semua log R.

3. Menghitung nilai simpangan baku Slog R.

.....................................(2.20)

4. Menghitung Probabilitas P untuk setiap nilai log R. Data diurutkan


dari yang terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi
peringkat m = 1, sedangkan data terkecil diberi peringkat m= n,
dengan n adalah jumlah data.
..............................................................(2.21)
5. Menghitung nilai w.

......................... ....................................................(2.22)
6. Menghitung nilai z.

. ...............(2.23)

7. Menghitung nilai k. Cs adalah skewness coefficient.

........................................(2.24)

8. Menghitung nilai KT.

.....................(2.25)

9. Menghitung nilai log RT.

........................................(2.26)

10. Menghitung nilai RT.

...........................................................(2.27)
2.4.4 Metode Gumbel
Metode Gumbel merupakan metode yang paling banyak digunakan di
seluruh dunia. Metode Gumbel dinyatakan dalam fungsi berikut:

........................................(2.28)

Jika x = xT.

yT adalah reduced variate, yN adalah reduced mean, dan SN adalah standar


deviasi.
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai rata-rata dari curah hujan harian maksimum.
2. Menghitung nilai simpangan baku S.

.............................................................(2.29)
3. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai R. Data diurutkan
dari yang terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi
peringkat m = 1, sedangkan data terkecil diberi peringkat m = n,
dengan n adalah jumlah data.

...................................................................(2.30)

4. Menghitung nilai Tr.

....................................................................(2.31)

5. Menghitung nilai KT.

........................................(2.32)

6. Menghitung nilai RT.

.........................................................(2.33)
2.5 HUJAN RANCANGAN
Hujan rancangan adalah berapa besarnya kedalaman hujan di suatu titik
yang akan digunakan sebagai dasar perancangan bangunan keairan, atau
hyetograph berupa distribusi hujan sebagai fungsi waktu selama hujan deras.
Hujan rancangan adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk
menghitung intensitas hujan.
Analisis curah hujan rancangan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya
curah hujan maksimum dalam periode ulang tertentu yang nantinya dipergunakan
untuk perhitungan debit banjir rencana. Namun sebelumnya untuk menghitung
debit banjir rancangan maka akan dilakukan perhitungan dispersi.
2.5.1 Perhitungan Dispersi
Pada kenyataannya tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak
atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya derajat
dari sebaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Cara menghitung besarnya dispersi
disebut perhitungan dispersi.
2.5.1.1 Dispersi Parameter Statistik
1. Deviasi standar (S)

S=
∑( )
........................................................................(2.34)

Keterangan :
S = Standar deviasi
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data

2. Koefisien Skewness (Cs)

Koefesien Skewness (Cs), yaitu suatu nilai yang menunjukan derajat


ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.
Rumus yang digunakan:

Cs = (
∑' ( )&
)( )(&
...................................................................(2.35)

Keterangan :
Cs = Koefisien skewness
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data
Untuk kurva distribusi yang bentuknya simetris, maka Cs = 0,00;
kurva distribusi yang bentuknya menceng ke kanan maka Cslebih
besar nol, sedangkan yang bentuknya menceng ke kiri maka Cs
kurang dari nol.

3. Pengukuran Kurtois (Ck)

Pengukuran Kurtosis, yaitu untuk mengukur keruncingan yang


muncul dari bentuk kurva distribusi.

Ck = (
∑' ( )*
)( )( )(*
.........................................................(2.36)

Keterangan :
Ck = Pengukuran Kurtosis
S = Standar deviasi
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data

4. Koefisien Variasi

Koefisien Variasi (CV), yaitu nilai perbandingan antara standar


deviasi dengan nilai rata-rata hitung suatu distribusi.

Cv =
(
...................................................................................(2.37)

Keterangan :
Cv = Koefisien Variasi
S = Standar deviasi
X = Nilai rata-rata hujan DAS
2.5.1.2 Dispersi Parameter Logaritma
1. Deviasi standar (S)

S=
∑(,-. )
..................................................................(2.38)

Keterangan :
S = Standar deviasi
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data

2. Koefisien skewness (Cs)

Cs =
∑ ' (,-. )&
( )( )(&
.............................................................(2.39)

Keterangan :
Cs = Koefisien skewness
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data
3. Pengukuran Kurtois (Ck)

Ck = (
∑ ' (,-. )*
)( )( )(*
..........................................................(2.40)

Keterangan :
Ck = Pengukuran Kurtosis
S = standar deviasi
X" = nilai hujan DAS ke i
X = nilai rata-rata hujan DAS
n = jumlah data

4. Koefisien Variasi

Cv =
(
................................................................................(2.41)

Keterangan :

Cv = Koefisien Variasi
S = standar deviasi
X = Nilai rata-rata hujan DAS
Dari nilai-nilai di atas, kemudian dilakukan pemilihan jenis sebaran yaitu
dengan membandingan koefisien distribusi dari metode yang akan digunakan.

2.5.2 Pemilihan Jenis Sebaran

Pemilihan jenis sebaran terhadap curah hujan ini dimaksudkan untuk


mengetahui kebenaran akan distribusi yang digunakan, sehingga diketahui :
1. Kebenaran hipotesis (hasil model distribusi diterima atau ditolak).
Metode yang digunakan adalah:
1. Metode Ej Gumbel
2. Metode Haspers
3. Metode Log Person tipe III
2. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang
diharapkan atau yang didapatkan secara teoritis.
Untuk perhitungan hujan rencana dapat mengunakan metode – metode
sebagai berikut:
2.5.2.1 Metode Ej Gumbel

Hujan maksimum rencana untuk menentukan debit banjir rencana adalah


curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu berdasarkan data hujan
selama 24 jam maksimum.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

X / = X + S. K ...........................................................................................(2.42)

X= ∑"3 X " ............................................................................................(2.43)

∑' ∑'
S= ..............................................................................(2.44)

K=
45 4
(
................................................................................................(2.45)

Y/ = −ln 8−ln 9 :;
/
/
.............................................................................(2.46)

Keterangan :
X/ = Besarnya curah hujan rencana periode ulang T tahun (mm)
X = Besarnya curah hujan rata-rata (mm)
S = Standar deviasi
K = Faktor frekuensi
Y/ = Reduced variate, lihat Tabel 2-1
Y = Reduce mean (fungsi dan banyaknya data, lihat Tabel 2-2)
S = Reduce standard deviation (fungsi dan banyaknya data n, lihat
Tabel 2-3)
n = Jumlah data
Tabel 2.1. Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel I
Periode Ulang (Tahun) Reduce Variate
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210

(Sumber : CD.Soemarto,1999)

Tabel 2.2. Reduced mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe I

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220

20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353

30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430

40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481

50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518

60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545

70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567

80 0.5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585

90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599

100 0,5600

(Sumber:CD.Soemarto,1999)

Tabel 2.3. Reduced Standard Deviation (Sn) untuk


Metode Sebaran Gumbel Tipe I
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565

20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0315 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388

40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590

50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734

60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844

70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930

80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001

90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060

100 1,2065

(Sumber:CD.Soemarto, 1999)

2.5.2.2 Metode Haspers

Persamaan yang digunakan dalam perhitungan curah hujan maksimum


dengan menggunakan metode Haspers adalah sebagai berikut :
Rt = Ra + ( S × U/ )
......................................................................................(2.47)

S = 1B2 . ( C
+ C
)
D D

.............................................................................(2.48)

Keterangan :
Rt = Curah hujan maksimum dengan return periode T
Ra = Rata-rata curah hujan maksimum
S = Standar deviasi untuk perhitungan n tahun
U/ = Standar variabel untuk return periode T, lihat tabel 2.4
R1 = Hujan absolut maksimum ke 1
R2 = Hujan absolut maksimum ke 2
Um = Standar variabel untuk periode ulang t E tahun
tE
E
=

n = jumlah tahun pengamatan


m = rank (m = 1, 2)
2.5.2.3 Metode Log Person tipe III

Persamaan rumus yang digunakan untuk distribusi Log Pearson Tipe III adalah:

1. Harga rata-rata (Log X)

Log X =
∑ ' G-. "
...............................................................................(2.49)

2. Standar devasi (Sx)

∑ ' (,-. I" ,-. I)


Sx = ........................................................................(2.50)

3. Koefisien kemiringan sampel (Cs)

Cs =
∑ ' (,-. I" ,-. I)&
( ).( ).((I)&
..........................................................................(2.51)

4. Logaritma curah hujan (Xt)

Log Xt =Log X + K. Sx .......................................................................(2.52)

5. Hujan rencana (Xt)

Hujan rencana dengan periode ulang (T) tahun (Xt) diperoleh dengan mencari
antilog dari nilai Log Xt.

Keterangan :

Cs = Koefisien kemiringan sample

K = Faktor frekuensi dimana nilai K tergantung dari nilai (Cs) yang

diperoleh dari tabel 2.4


Log X = Hujan rata-rata (mm)
Log Xt = Logaritma curah hujan (mm)
Log Xi = Hujan maksimum (mm)
Xt = Hujan rencana (mm)
n = Jumlah tahun pengamatan
Sx = Standar deviasi

Tabel 2.4. Harga K untuk Metode Sebaran Log-Pearson III

Periode Ulang Tahun

Koefisien
2 5 10 25 50 100 200 1000
Kemencengan
Peluang (%)
(Cs)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250
2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600
2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200
2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910
1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660
1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390
1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110
1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820
1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540
0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395
0,8 -0,132 0,780 1,336 2,998 2,453 2,891 3,312 4,250
0,7 -0,116 0,790 1,333 2,967 2,407 2,824 3,223 4,105
0,6 -0,099 0,800 1,328 2,939 2,359 2,755 3,132 3,960
0,5 -0,083 0,808 1,323 2,910 2,311 2,686 3,041 3,815
0,4 -0,066 0,816 1,317 2,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 2,849 2,211 2,544 2,856 3,525
0.2 -0,033 0,830 1,301 2,818 2,159 2,472 2,763 3,380
0,1 -0,017 0,836 1,292 2,785 2,107 2,400 2,670 3,235
0,0 0,000 0,842 1,282 2,751 2,054 2,326 2,576 3,090
-0,1 0,017 0,836 1,270 2,761 2,000 2,252 2,482 3,950
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1, 880 2,016 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,200 1,216 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 0,035 1,069 1,089 1,097 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668

(Sumber : CD. Soemarto,1999)

2.6 UJI PEMILIHAN DISTRIBUSI FREKUENSI


Untuk mengetahui apakah pemilihan distribusi yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rancangan diterima atau ditolak, maka perlu dilakukan
uji kesesuaian distribusi. Uji ini dilakukan secara horisontal dengan menggunakan
Metode Smirnov Kolmogorof dan vertikal dengan menggunakan Metode Chi
Square;
2.6.1 Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara horizontal, yaitu
merupakan selisih simpangan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris
(DO). Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui:

1. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang


diharapkan atau yang diperoleh secara teoritis.

2. Kebenaran hipotesa diterima atau ditolak.

Uji kesesuaian Smirnov-Kolmogorov, sering juga disebut uji kecocokan


non parametrik (no parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan
fungsi distribusi tertentu.
Langkah-langkah pengujian Smirnov-Kolmogorof adalah sebagai berikut
(Soewarno, 1995)

1. Mengurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) dan juga


besarnya peluang dari masing-masing data tersebut.

2. Menentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil


penggambaran data (persamaan distribusinya).

3. Dari kedua nilai peluang ditentukan selisih terbesarnya antara peluang


pengamatan dengan peluang teoritis.

4. Berdasarkan tabel nilai kritis (Smirnov-Kolmogorov Test) dapat


ditentukan harga Dcr.

Apabila Do lebih kecil dari Dcr maka distribusi teoritis yang digunakan
untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, apabila Do lebih besar dari
Dcr maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan
distribusi tidak dapat diterima. Nilai Dcr untuk uji Smirnov-Kolmogorov tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
2.6.2 Uji Chi-Square
Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal apakah
distribusi pengamatan dapat diterima secara teoritis. Pada penggunaan Uji
Smirnov-Kolmogorov, meskipun menggunakan perhitungan metematis namun
kesimpulan hanya berdasarkan bagian tertentu (sebuah variant) yang mempunyai
penyimpangan terbesar, sedangkan Uji Chi-Square menguji penyimpangan
distribusi data pengamatan dengan mengukur secara metematis kedekatan antara
data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi teoritisnya. Uji
Chi-Square dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai berikut (Soewarno,
1995) :
X =∑
(JK -K)
JK
..............................................................................................(2.53)

Keterangan :
X = Chi-Square.
Ef = Frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan
pembagian kelasnya.
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama. Nilai X2 yang terhitung
ini harus lebih kecil dari harga X2cr (yang didapat dari tabel Chi-Square).

Derajat kebebasan ini secara umum dapat dihitung dengan

DK=K – (P + 1) ............................................................................................(2.54)

Keterangan :
DK = Derajat kebebasan.
K = Banyaknya kelas.
P = Banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter yang
untuk sembarang, Chi-Square adalah sama dengan 2 (dua).
Berdasarkan literatur di atas, uji Chi-Square menguji penyimpangan
distribusi data pengamatan dengan mengukur secara metematis kedekatan antara
data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi teoritisnya dengan
niliai Xcr2. Nilai Xcr2 untuk uji Chi Square dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.5.Nilai Kritis untuk Uji Kecocokan Chi Square


α Derajat keprcayan
Dk

0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005

1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879

2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597

3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838


4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860

5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750

6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548

7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278

8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955

9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589

10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188

11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757

12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300

13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819

14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319

15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801

16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267

17 5,697 6,408 7,564 8,672 27,587 30,191 33,409 35,718

18 6,265 7,015 8,231 9,390 28,869 31,526 34,805 37,156

19 6,844 7,633 8,907 10,117 30,144 32,852 36,191 38,582

20 7,434 8,260 9,591 10,851 31,41 34,170 37,566 39,997

21 8,034 8,897 10,283 11,591 32,671 35,479 38,932 41,401

22 8,643 9,542 10,982 12,338 33,924 36,781 40,289 42,796

23 9,260 10,196 11,689 13,091 36,172 38,076 41,683 44,181

24 9,886 10,856 12,401 13,848 36,415 39,364 42,980 45,558

25 10,520 11,524 13,120 14,611 37,652 40,646 44,314 46,928

26 11,160 12,198 13,844 15,379 38,885 41,923 45,642 48,290

27 11,808 12,879 14,573 16,151 40,113 43,194 46,963 49,645

28 12,461 13,565 15,308 16,928 41,337 44,461 48,278 50,993

29 13,121 14,256 16,047 17,708 42,557 45,722 49,588 52,336

30 13,787 14,953 16,791 18,493 43,773 46,979 50,892 53,672

( Sumber : Soewarno, 1995)


2.7 DISTRIBUSI CURAH HUJAN JAM – JAMAN

Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang
disebut intensitas curah hujan (mm/jam). Intensitas curah hujan rata-rata dalam t
jam (It) dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

Rt
It  ......................................................................................................(2.55)
t

Keterangan :

Rt = Curah hujan selama t jam

Besarnya intensitas curah hujan itu berbeda-beda yang disebabkan oleh


lamanya curah hujan atau frekuensi kejadiannya. Beberapa rumus intensitas curah
hujan yang dihubungkan dengan hal-hal ini, telah disusun sebagai rumus-rumus
eksperimentil. Satu di antaranya yang sering digunakan di Jepang adalah sebagai
berikut:

1. Rumus Talbot

a
I .....................................................................................(2.56)
tb

Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbot dalam tahun 1881 dan
disebut jenis Talbot. Rumus ini banyak digunakan karena mudah
diterapkan dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-
harga yang diukur.

2. Rumus Sherman

a
I .........................................................................................(2.57)
tn
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman dalam tahun 1905 dan
disebut jenis Sherman. Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu
curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.
3. Rumus Ishiguro
a
I ...................................................................................(2.58)
t b

Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro dalam tahun 1953.

4. Rumus Mononobe
m
R  24 
I  24   ............................................................................(2.59)
24  t 

Rumus ini disebut rumus Mononobe dan merupakan sebuah variasi dari
rumus Sherman.
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
T = Lamanya curah hujan (menit), atau untuk Mononobe dalam
(jam)
a, b, n, m = Tetapan
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro adalah rumus-rumus intensitas curah
hujan untuk curah hujan jangka pendek. Sedangkan rumus Mononobe digunakan
untuk menghitung intensitas curah hujan setiap waktu berdasarkan data curah
hujan harian.
2.8 KOEFISIEN PENGALIRAN

Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi


daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun
kondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah:
a. Keadaan hujan
b. Luas dan daerah aliran
c. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
d. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
e. Kelembaban tanah
f. Suhu udara, angin dan evaporasi
g. Tata guna lahan

Koefisien pengaliran atau koefisien limpasan mempunyai 2 definisi yaitu :


Besar Puncak Limpasan
f1 
Intensitas Curah Hujan Rata - Rata Selama Waktu Tiba Banjir ...................(2.60)

Jumlah Limpasan
f1 
Jumlah Curah Hujan ............................................................................(2.61)

Rumus (1) disebut koefisien pengaliran puncak untuk membedakan dari


rumus (2). Bagi sungai-sungai biasa, digunakan rumus (2). Tabel dari Dr.
Mononobe, mencantumkan koefisien pengaliran sungai di Jepang. Harga f
berbeda-beda yang disebabkan oleh topografi daerah pengaliran, perbedaan
penggunaan tanah dan lain-lain. Jika pembangunan dikemudian hari di daerah
pengaliran itu harus turut dipertimbangkan, maka pada perhitungan banjir lebih
baik digunakan koefisien yang lebih besar dari 0,70 dan koefisien yang kurang
dari 0,50 harus ditiadakan.
Tabel 2.6. Koefisien Pengaliran
Kondisi daerah pengaliran dan sungai Harga dari f

Daerah pegunungan yang curam 0,75-0,90


Daerah pegunungan tersier 0,70-0,80
Tanah bergelombang dan hutan 0,50-0,75
Tanah datarn yang ditanami 0,45-0,60
Persawahan yang di airi 0,70-0,80
Sungai di daerah pegunungan 0,75-0,85
Sungai kecil di dataran 0,45-0,75
Sungai besar yang lebih dari setengah 0,50-0,75
daerah pengalirannya terdiri dari dataran
Sumber : Ir Joesron Loebis, M.Eng, (Banjir Rencana Untuk Bangunan Air)

Koefisien pengaliran dalam tabel di atas telah didasarkan pada


pertimbangan bahwa koefisien itu terutama tergantung dari faktor-faktor fisik. Dr.
Kawakami menyusun sebuah rumus yang mengemukakan bahwa untuk sungai
tertentu, koefisien itu tidak tetap, tetapi berbeda-beda yang tergantung dari curah
hujan.

R'
f  1  1  f'
Rt .......................................................................................(2.62)

Keterangan :
f = Koefisien pengaliran
f´ = Laju kehilangan
Rt = Jumlah curah hujan (mm)
R´ = Kehilangan curah hujan (mm)
Dalam perencanaan sistem drainase dibutuhkan suatu nilai koefisien aliran
(c). Koefisien aliran adalah suatu angka yang memberikan pengertian berapa
persen air yang mengalir dari bermacam-macam permukaan akibat terjadi hujan
pada suatu wilayah, atau perbandingan antara jumlah limpasan yang terjadi hujan
yang ada :
L"M NOPL QL . R"L,"MSL R"TJMEOSLL
L"M NOPL QL . PLUON SJTJMEOSLL
Koefesien aliran (c) = ...................(2.63)

Koefisien aliran tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya,


antara lain :

a. Topografi

Pada peta topografi dapat ditelusuri penyebaran sungai-sungai serta anak-anak


sungainya dan data kontur lahan,yang sangat penting dalam menentukan
bagian punggung ataupun lembah yang kemudian akan dipergunakan untuk
menentukan batas-batas DAS (daerah aliran sungai) serta sub DAS. DAS
adalah daerah tangkapan air hujan yang masuk kedalam suatu jaringan sungai
yang dibatasi oleh punggung bukit yang dapat memisahkan dan membagi air
hujan menjadi aliran permukaan ke masing-masing DAS. Kemudian dari
batasan DAS maupun sup DAS tersebut dapat ditentukan luas daerah
tangkapan hujannya. Kemiringan lahan juga sangat penting untuk
dipertimbangkan dalam perencanaan sistem drainase kerena kemiringan
tersebut mempengaruhi laju pergerakan aliran. Berdasarkan keadaan topografi
nilai c bervariasi berdasarkan pada kelandaian suatu daerah yaitu datar, curam
atau bergelombang.
b. Tata Guna Lahan

Peta tata guna lahan menunjukan pola serta intensitas penggunaan lahan.
Perbedaan intensitas tata guna lahan mempengaruhi volume air hujan yang
mengalir di permukaan yang kemudian masuk kedalam badan sungai.
Sedangkan persentase air hujan yang akan dialirkan tergantung dari tingkat
kekedapan penutup permukaan terhadap air.
Ada tidaknya vegetasi penutup lahan juga mempengaruhi terjadinya erosi
yang menyebabkan pendangkalan. Vegetasi penutup lahan tersebut berfungsi
untuk:
a) Melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan
b) Menurunkan kecepatan lari
Lahan yang masih asli atau berupa hutan yang masih ditumbuhi oleh
tumbuh-tumbuhan yang menutupi permukaannya akan memiliki angka
koefisien yang kecil, berbeda debgan lahan yang sudah dibuka atau
diolah, memiliki koefisien aliran yang besar.

c. Jenis Penutup Permukaan

Jenis penutup permukaan dapat berupa bahan yang tembus air ataupun kedap
air. Jenis penutup permukaan dapat dibedakan berdasarkan dari tata guna
lahan itu sendiri. Pada daerah perkotaan sebagian besar daerahnya ditutup oleh
bahan yang cukup kedap air, berupa lapisan aspal, beton dan bangunan,
sehingga angka koefisien aliran akan semakin besar akibat tidak adanya lagi
kemampuan untuk menyerap kedalam tanah.
2.9 ANALISA CURAH HUJAN NETTO JAM-JAMAN

Hujan netto adalah bagian hujan total yang menghasilkan limpasan


langsung (direct run-off). Dengan asumsi bahwa proses transformasi hujan
menjadi limpasan langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu
(linear and time invariant process), maka hujan netto (Reff) dapat dinyatakan
sebagai berikut:

Reff=f.R24 ....................................................................................................(2.64)

Dimana :
Reff = hujan netto (mm)
F = koefisien pengaliran
R24 = intensitas curah hujan (mm)

2.10 DEBIT BANJIR RANCANGAN

Banjir rancangan adalah besarnya debit banjir yang ditetapkan sebagai


dasar penentuan kapasitas dan mendimensi bangunan-bangunan hidraulik
(termasuk bangunan di sungai), sedemikian hingga kerusakan yang dapat
ditimbulkan baik langsung maupun tidak langsung oleh banjir tidak boleh terjadi
selama besaran banjir tidak terlampaui.
Dalam praktek analisis hidrologi terdapat beberapa cara yang dapat
ditempuh untuk menetapkan debit banjir rancangan. Masing-masing cara akan
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
a) ketersediaan data,
b) tingkat kesulitan yang dikehendaki,
c) kesesuaian cara dengan DAS yang ditinjau.
Cara analisis dapat dikelompokkan menjadi tiga metode, yaitu:
a) cara empirik,
b) cara statistik,
c) analisis dengan model hidrologi.
Cara empirik adalah metode pendekatan dengan rumus rasional. Cara ini
diterapkan apabila tidak tersedia data debit yang cukup panjang tetapi tersedia data
hujan harian yang panjang. Terdapat empat metode perhitungan banjir rancangan
yang dikembangkan berdasarkan prinsip pendekatan rasional, yaitu: metode
Rasional, metode Der Weduwen, metode Meichior dan metode Haspers.
Penulis menunjuk tiga macam cara yang akan diuraikan pada tulisan ini,
yaitu metode Rasional metode Weduwen, dan metode Haspers. untuk non-
hidrograf banjir rancangan sedangkan untuk hidrograf banjir rancangan
menggunakan Metode Snyder seperti yang dipergunakan dalam Standar
Perencanaan Irigasi KP-O1 , yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengairan
Departemen Pekerjaan Umum tahun 1986 dan Hidrograf satuan sintetis Nakayasu.
2.10.1 Debit Banjir Rancangan Non-Hidrograf
1. Metode Rasional

Perhitungan Metode rasional menggunakan rumus sebagai berikut:


Q = 0,278 × C × I × A m ⁄det ..............................................(2.65)
Keterangan :
Q = Debit banjir rencana (m3/det)
C = Koefisien run off (koefisien limpasan)
I = Intensitas hujan selama t jam (mm/jam)

I= ×
* _&
_ U
............................................................................(2.66)

T=
,
a
......................................................................................(2.67)
w=
cde,f
..............................................................(2.68)
ie,f
,gE⁄RJU 3h lm p
jk o
nCm

Keterangan :
w = Waktu kecepatan perlambatan (m/det atau km/jam)
l = Jarak dari ujung daerah hulu sampai titik yang ditinjau (km)
A = Luas DAS (km2)
H = Beda tinggi ujung hulu dengan titik tinggi yang ditinjau (m)

2. Metode Weduwen

Rumus dari Metode Weduwen adalah sebagai berikut :

Q U = α × β × q × A .................................................................(2.69)

t = 0,25 LQ c, u
I c, u
.............................................................(2.70)

β=
c v(U )(U w)x
c
................................................................(2.71)

q =
×yh,yu
_cU ,_u
..........................................................................(2.72)

α=1−
_,
z{ h
..........................................................................(2.73)

Keterangan :
QU = debit banjir rencana (m3/det)
; }R = curah hujan maksimum (mm/hari)
q = debit persatuan luas (m3/det.km2)
α = koefisien pengaliran
Β = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
t = waktu konsentrasi (jam)
A = luas daerah pengaliran (km2)
3. Metode Haspers

Dasar dari metoda ini sama dengan Metoda Melchior dan Weduwen,
yaitu rumus Rational, dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut :

Q  α.β.q.f
...................................................................................(2.74)
0.70
1  0.012.f
α 0.70
1   0.075.f ......................................................................(2.75)

t  0.10.L0.80 .i 0.30 .....................................................................(2.76)

1 t  (3.7x100.4t ) f 3/4
 1 x ...................................................(2.77)
β (t 2  15) 12

Rt
q .......................................................................................(2.78)
3.6t

R t  R  S xU ................................................................................(2.79)

Untuk t kurang dari 2 jam

txR 24
Rt  ...............................................(2.80)

t  1  0.0008(260  R 24 )(2  t) 2 
Untuk t antara 2 sampai 19 jam

txR 24
Rt  ..................................................................................(2.81)
t 1

Untuk t antara 19 sampai 30 hari

Rt  0.707R24 (t  1)0.5
..................................................................(2.82)

Keterangan :

Q = Debit banjir maksimum (m3/dt)

• = Koefisien aliran
 = Koefisien reduksi

q = Curah hujan maksimum (mm/jam)

L = panjang sungai (km)

i = kemiringan sungai

Rt = Curah hujan dalam t jam (mm)

R24 = Curah hujan dalan 24 jam (mm)

R = Hujan maksimum rata-rata (mm)

U = Variabel simpangan baku pada kala ulang T tahun

Sx = Simpangan baku

t = Waktu curah hujan (jam)

f = Luas daerah pengaliran (km2)

2.10.2 Debit Banjir Rancangan Hidrograf

1. Metode Snyder

Metode Snyder pada dasarnya menentukan hidrograf satuan sintetis


yang dihitung berdasarkan rumus empiris dan koefisien empiris yang
menghubungkan komponen hidrograf satuan dengan karakteristik
DAS. Parameter yang menentukan hidrograf satuan adalah luas DAS,
panjang sungai utama, dan panjang sungai utama yang diukur dari
tempat pengamatan sampai dengan titik pada sungai utama yang
berjarak paling dekat dengan titik berat DAS. Hidrograf Satuan Sintetis
metode Snyder mempertimbangkan karakteristik DAS yang
mempengaruhi bentuk hidrograf satuan, seperti luas dan bentuk DAS,
topografi, kemiringan sungai, kerapatan sungai dan simpanan air
(Wilson, 1993). Adapun persamaan yang dibuat oleh Snyder adalah
sebagai berikut: Gupta pada tahun 1989 (dalam Triatmodjo 2006)
empat parameter yaitu waktu kelambatan, aliran puncak, waktu dasar,
dan durasi standar dari hujan efektif untuk hidrograf satuan dikaitkan
dengan geometri fisik dari DAS dengan hubungan berikut.

Tp = Ct (L Lc)0,3 .........................................................................(2.83)

Q p = C P A / tp ..........................................................................(2.84)

T = 3 + (tP / 8) ..........................................................................(2.85)

TD = tP / 5,5 ..........................................................................(2.86)

Apabila durasi hujan efektif tr tidak sama dengan durasi standar tD,
maka

TpR = tp + 0,25 (tr - tD) ................................................................(2.87)

Q p R = Q p tp / t p R .................................................................(2.88)

Keterangan :
tD = durasi standar dari hujan efektif (jam)
tr = durasi hujan efektif (jam)
tp = waktu dari titik berat durasi hujan efektif tD ke puncak
hidrograf satuan (jam)
tp R = waktu dari titik berat durasi hujan tr ke puncak hidrograf
satuan (jam)
T = waktu dasar hidrograf satuan (hari)
Qp = debit puncak untuk durasi tD
Qp R = debit puncak untuk durasi tr
L = panjang sungai utama terhadap titik kontrol yang ditinjau
(km)
Lc = jarak antara titik kontrol ke titik yang terdekat dengan titik
berat DAS (km)
A = luas DAS (km2)
Ct = koefisien yang tergantung kemiringan DAS, yang
bervariasi dari 1,4 sampai 1,7
Cp = koefisien tergantung pada log time, duration dan daerah
pematusan dari 0,56 – 0,69
Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut di atas dapat
digambarkan hidrograf satuan. Untuk memudahkan penggambaran,
berikut ini diberikan beberapa rumus:

c, ,e€
,e€
•‚ƒ
W50 = ..........................................................................(2.89)

c, ,e€

•‚ƒ ,e€
W75 = ..........................................................................(2.90)

Dengan W50 danW75 adalah lebar unit hidrograf pada debit 50% dan
75% dari debit puncak, yang dinyatakan dalam jam. Sebagai acuan,
lebar W50 dan W75 dibuat dengan perbandingan 1:2; dengan sisi pendek
di sebelah kiri dari hidrograf satuan. (Trianmodjo, 2006)

2. Metode Nakayasu

Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasarkan


beberapa sungai di Jepang (Soemarto, 1987). Penggunaan metode ini
memerlukan beberapa karakteristik parameter daerah alirannya,
seperti :
a) Tenggang waktu dari permukaan hujan sampai puncak hidrograf
(time of peak)
b) Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf
(time lag)
c) Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)
d) Luas daerah aliran sungai
e) Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest
channel)
Bentuk persamaan HSS Nakayasu adalah

CA . Ro
Qp  ...............................................................(2.91)
3,6(0,3Tp  T0,3 )

Dimana :

Qp = Debit puncak banjir (m3/dt)


Ro = Hujan satuan (mm)
Tp = Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak
banjir(jam)
T0,3 = Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak
sampai 30%dari debit puncak (jam)
CA= Luas daerah pengaliran sampai outlet (km2)
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai
berikut :

Tp = tg + 0,8 tr1 ......................................................................(2.92)

T0,3= α tg ....................................................................................(2.93)

Tr = 0,5 tg sampai tg ...............................................................(2.94)


tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak
banjir (jam). tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut:

 sungai dengan panjang alur L > 15 km : tg =0,4 + 0,058 L

 sungai dengan panjang alur L < 15 km : tg = 0,21 L0,7

Perhitungan T0,3 menggunakan ketentuan:

α =2 pada daerah pengaliran biasa

α = 1,5 pada bagian naik hidrograf lambat, dan turun cepat

α =3 pada bagian naik hidrograf cepat, dan turun lambat

2.11 EVAPOTRANSPIRASI
Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah besarnya evapotranspirasi dari
tanaman hipotetik (teoritis) yaitu dengan ciri ketinggian 12 cm, tahanan dedaunan
yang ditetapkan sebesar 70 det/m dan albedo (pantulan radiasi) sebesar 0,23, mirip
dengan evapotranspirasi dari tanaman rumput hijau yang luas dengan ketinggian
seragam, tumbuh subur, menutup tanah seluruhnya dan tidak kekurangan air
(Smith, 1991 dalam Weert, 1994). Nilai ETo dapat dihitung dari data meteorologi.
Perlu diperhatikan, bahwa perkiraan ETo rata-rata untuk DAS lebih kompleks,
karena ragam kondisi dalam suatu DAS dapat jauh berbeda. Rumus yang
menjelaskan evapotranspirasi acuan secara teliti adalah rumus Penman-Monteith,
yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan dikembangkan menjadi rumus
FAO Penman-Monteith (Anonim, 1999) yang diuraikan sebagai berikut:
900
0.408 ΔRn  G    u 2 es  ea 
ETo = T  273
   1  0.34u 2  ...........................………..........(2.95)
keterangan :
ETo= Evapotranspirasi acuan(mm/hari),
Rn = Radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari),
G = Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari),
T = Temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC),
u2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s),
es = Tekanan uap jenuh (kPa),
ea = Tekanan uap aktual (kPa),
∆ = Kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC),
… = Konstanta psychrometric (kPa/oC).
Untuk penyelesaian Persamaan di atas, terlebih dahulu perlu didapatkan
nilai - nilai dari beberapa variabel dan konstanta yang berkaitan, berdasarkan
rumus -
rumus berikut ini.
a) Konstanta psychrometric (…)
Konstanta psykometrik dapat ditentukan menggunakan tabel
sebagai fungsi dari ketinggian (z), atau dapat pula dihitung
berdasarkan rumus berikut ini:
cp P
   0.665 x10 3 P
 ……………………..……………....……. (2.96)
5.26
 293  0.0065 z 
P  101.3  …………………..……………… (2.97)
 293 
dimana:
…= konstanta psychrometric (kPa/oC),
P= tekanan atmospher (kPa),
†= ‘laten heat of vaporization’ = 2.45 (MJ/kg),
cp = pemanasan spesifik pada tekanan konstan = 1.013x10-3
(MJ/kg/oC),
‡= perbandingan berat molekul uap air/ udara kering = 0.622.

b) Temperatur rata-rata (Tmean)


Temperatur rata-rata dihitung dengan Persamaan 2.60 berikut ini:
Tmax  Tmin
Tmean  …….……………………………………….… (2.98)
2
dimana:
Tmean = temperatur udara harian rata-rata (oC),
Tmax = temperatur udara harian maksimum (oC),
Tmin = temperatur udara harian minimum (oC).

c) Kelembaban relatif (RH)


Kelembaban relatif (RH) yang digunakan adalah nilai rata-rata dari
kelembaban relatif maksimum (RHmax) dan minimum (RHmin) yang
dinyatakan sebagai kelembaban relatif rata-rata RHmean (Anonim,
1999).
ea
RH  100 ………………………………………..…(2.99)
e T 
o

 17.27T 
e o T   0.6108 exp  .....………………………….(2.100)
 T  237.3 
dimana:
RH=kelembaban relatif (%)
ea=tekanan uap aktual (kPa)
eo(T)=tekanan uap jenuh pada temperatur udara T (kPa)
T=temperatur udara (oC)
d) Tekanan uap jenuh (es)
Tekanan uap jenuh dapat dihitung menggunakan Persamaan
berikut ini:
e o (Tmax )  e o (Tmin )
es  ………………………………….(2.101)
2
dimana:
es = tekanan uap jenuh (kPa),
eo(Tmax) = tekanan uap jenuh pada temperatur udara maksimum
(kPa).
eo(Tmin) = tekanan uap jenuh pada temperatur udara minimum
(kPa).
Tekanan uap jenuh (es) yang ditentukan berdasarkan nilai eo(Tmean)
akan memberikan hasil yang lebih kecil untuk nilai es, sehingga dapat
mempengaruhi nilai perhitungan selanjutnya (Anonim, 1999).

e) Tekanan uap aktual (ea)


Tekanan uap aktual dapat dihitung dengan beberapa rumus
berdasarkan data yang tersedia, diantaranya melalui data temperatur
titik embun (Tdew), data psychrometric, dan data kelembaban relatif
(RH). Rumus berikut merupakan perhitungan tekanan uap aktual
(ea) berdasarkan kelembaban relatif.
RH max RH min
e o (Tmin )  e o (Tmax )
ea  100 100
………………….(2.102)
2
atau
RH max
ea  e o (Tmin ) ……….………………...………(2.103)
100
atau
RH mean  e o (Tmax )  e o (Tmin ) 
ea    …………..…………....(2.104)
100  2 
dengan:
ea = tekanan uap aktual (kPa),
e°(Tmin) = tekanan uap jenuh pada temperatur harian minimum
(kPa),
e°(Tmax) = tekanan uap jenuh pada temperatur harian maksimum
(kPa),
RHmax = kelembababn relatif maksimum (%),
RHmin = kelembababn relatif minimum (%),
RHmean = kelembaban relatif rata-rata (%).
Menurut FAO (1999), apabila data kelembaban relatif tidak tersedia
atau kualitas datanya diragukan, maka pendekatan lain yang dapat
diambil adalah ea = eo(Tmin).
f) Kurva kemiringan tekanan uap (∆)
Kurva kemiringan tekanan uap dapat dihitung menggunakan
Persamaan 2.55 berikut ini:
  17.27T 
40980.6108 exp 
  T  237.3  …………………………..(2.105)

T  237.32
dengan:
∆ = kurva kemiringan tekanan uap jenuh pada temperatur
udara T (kPa),
T = temperatur udara (oC).
g) Radiasi netto (Rn)
Radiasi netto dapat dihitung menggunakan Persamaan berikut ini:
R n  R ns - R nl ……………………………………………….(2.106)

Rns  (1   ) Rs ………………………………………............(2.107)

 n
R s   a s  bs  R a
 N  …………………….………………….....(2.108)

24
N  s ………….………………………………………...(2.109)

Bila nilai n tidak tersedia pada data klimatologi, maka rumusnya
dapat diganti dengan:
Rs  K Rs Tmax  Tmin  Ra ………….………………………...(2.110)
Rso= (0.75 + 2 l0-5z)Ra……………………………….............… (2.111)
24(60)
Ra  Gsc d r s sin sin   cos cos sins  ..…... (2.112)

 2 
d r  1  0.033 cos J
 365  ………………………………....(2.113)

 2 
  0.409 sin J  1.39  …………………………………(2.114)
 365 
 s  arccos tan  tan  ………………………..……….(2.115)

 Tmax K 4  Tmin K 4 
Rnl   
2
 

 0.34  0.14 ea 1.35
Rs
Rso

 0.35  ...(2.116)
   
keterangan:
Rn = radiasi netto (MJ/m2/hari),
Rns = radiasi matahari netto (MJ/m2/hari),
= koefisien albedo,
Rs = radiasi matahari yang datang (MJ/m2/hari),
Rso = radiasi matahari (clear-sky) (MJ/m2/hari),
n = durasi aktual penyinaran matahari (jam),
N = durasi maksimum yang memungkinkan penyinaran
matahari (jam),
as+bs = fraksi radiasi ektrateresterial yang mencapai bumi
pada hari yang cerah (n = N),
KRs = Koefisien tetapan = 0.16 untuk daerah tertutup dan
0.19 untuk daerah pantai (oC-0.5),
z = elevasi stasiun di atas permukaan laut (m),
Ra = radiasi ekstrateresterial (MJ/m2/hari),
Gsc = konstanta matahari = 0.0820 (MJ/m2/min),
dr = inverse jarak relatif bumi-matahari (pers.2.75),
= sudut jam matahari terbenam (pers. 2.77),
ω‰ = garis lintang (rad),
Š = deklinasi matahari (rad),
J = nomor hari dalam tahun antara 1 (1 Januari) sampai
365 atau 366 (31 Desember),
Rnl = radiasi netto gelombang panjang yang
pergi(MJ/m2/hari),
‹ = konstanta Stefan-Boltzmann (4.903 10-9
MJ/K4/m2/hari),
Tmax, K = temperatur absolut maksimum selama periode 24
jam (K =°C +273.16),
Tmin, K = temperatur absolut minimum selama periode 24 jam
(K = °C +273.16)
h) Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (G)
Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (G) dihitung
menggunakan Persamaan 2.79 berikut ini:

Ti  Ti 1
G  cs z ……………………………………….(2.117)
t

dimana:
G = kerapatan panas terus-menerus pada tanah
(MJ/m2/hari),
cs = kapasitas pemanasan tanah (MJ/m3/°C),
Ti = temperatur udara pada waktu i (°C),
Ti-1 = temperatur udara pada waktu i-1 (°C),
∆t = panjang interval waktu (hari),
∆z = kedalaman tanah efektif (m).
Untuk periode harian atau 10-harian, nilai G sangat kecil (mendekati
nol), sehingga nilai G tidak perlu di perhitungkan (FAO, 1999).

i) Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (u2)


Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (u2) dihitung menggunakan
Persamaan berikut ini:
4.87
u2  u z
ln(67.8 z  5.42) …………………………………….(2.118)

dimana:
u2 = kecepatan angin 2 m di atas permukaan tanah
(m/s),
uz = kecepatan angin terukur z m di atas permukaan
tanah(m/s),
z = ketinggian pengukuran di atas permukaan tanah
(m).

2.12 DEBIT ANDALAN


Perhitungan debit andalan bertujuan untuk menentukan areal persawahan
yang dapat diairi. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari
Dr. F. J. Mock berdasarkan data curah hujan bulanan, jumlah hari hujan,
evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran.
Prinsip perhitungan ini adalah bahwa hujan yang jatuh di atas tanah
(presipitasi) sebagian akan hilang karena penguapan (evaporasi), sebagian akan
hilang menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian akan masuk tanah
(infiltrasi). Infiltrasi mula-mula menjenuhkan permukaan (top soil) yang
kemudian menjadi perkolasi dan akhirnya keluar ke sungai sebagai base flow.
Perhitungan debit andalan meliputi :
a) Data curah hujan
Rs = curah hujan bulanan (mm)
n = jumlah hari hujan.
b) Evapotranspirasi
Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranspirasi potensial
metode Penman.
dE / Eto = ( m / 20 ) x ( 18 – n )…………………………....(2.119)
dE = ( m / 20 ) x ( 18 – n ) x Eto……………………..(2.120)
Etl = Eto – dE……………………………………..….. (2.121)
dimana :
dE = selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi
terbatas
Eto = evapotranspirasi potensial.
Etl = evapotranspirasi terbatas
n = jumlah hari hujan dalam 1 bulan
m = prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi.
= 10 – 40 % untuk lahan yang tererosi.
= 30 – 50 % untuk lahan pertanian yang diolah.

c) Keseimbangan air pada permukaan tanah


Rumus mengenai air hujan yang mencapai permukaan tanah, yaitu :
S = Rs – Et1………………………………….……... (2.122)
SMC(n )= SMC (n-1) + IS (n)……………..….............……(2.123)
WS = S – IS……………………………………....(2.124)
dimana:
S = kandungan air tanah
Rs = curah hujan bulanan
Et1 = evapotranspirasi terbatas
IS = tampungan awal/Soil Storage (mm)
IS (n) = tampungan awal/Soil Storage bulan ke-n (mm)
SMC = kelembaban tanah/Soil Storage Moisture antara 50-
250mm
SMC (n) = kelembaban tanah bulan ke–n
SMC (n-1) = kelembaban tanah bulan ke–(n-1)
WS = water suplus/volume air berlebih
d) Limpasan (run off) dan tampungan air tanah (ground water storage)
V (n) = k.V (n-1) + 0,5.(1-k). I (n)…………………………(2.125)
dVn = V (n) – V (n-1)……………………………...……(2.126)
dimana:
V (n) = volume air tanah bulan ke-n
V (n-1) = volume air tanah bulan ke-(n-1)
k = faktor resesi aliran air tanah diambil antara 0-1,0
I = koefisien infiltrasi diambil antara 0-1,0
Harga k yang tinggi akan memberikan resesi yang lambat seperti pada
kondisi geologi lapisan bawah yang sangat lulus air. Koefisien infiltrasi
ditaksir berdasarkan kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah
pengaliran. Lahan yang porus mempunyai infiltrasi lebih tinggi dibanding
tanah lempung berat. Lahan yang terjal menyebabkan air tidak sempat
berinfiltrasi ke dalam tanah sehingga koefisien infiltrasi akan kecil.
e) Aliran sungai
Aliran dasar = infiltrasi – perubahan volume air dalam tanah
B (n) = I – dV (n)
Aliran permukaan = volume air lebih – infiltrasi
D (ro) = WS – I
Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar
Run off = D (ro) + B(n)
Debit =
L,"ML ‰O .L" I ,OL‰ Œ (
‰LUO •O,L (RJU"S)
…………….…..(2.127)

Anda mungkin juga menyukai