HIDROLOGI TERAPAN
OLEH :
PRIMUS ERLAN V. KLAU (21120122)
MICHAEL MARCO A.P LOE (21120130)
KELAS: G
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Hidrology berasal dari bahasa Yunani yaitu kata : “Hudor” yang berarti
“air” dan kata: “Logy” yang berarti “Studi”. Secara umum hidrologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang terjadinya air, pergerakan air, dan distribusi air di bumi,
baik di atas, maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik, kimia air serta
reeaksinya terhadap lingkungan dan gubungannya dengam kehidupan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa hidrologi adalah ilmu yang menyangkut masalah
Kuantitas dan Kualitas air di bumi. Hidrologi erat hubungannya dengan siklus
hidrologi yang merupakan sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer
ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan
transpirasi. Melalui siklus hidrologi inilah terbentuk hujan.
Kadar air di bumi berkisar antara 1,3 – 1,4 miliar atau sebesar 97 % air laut
dan 3% air tawar. Air merupakan kebutuhan pokok makhluk hidup dalam
mempertahankan kehidupan dalam muka bumi ini. Hal tersebut menandakan
bahwa kehidupan dimuka bumi ini sangat membutuhkan air untuk
keberlangsungan hidup. Pengelolaan air permukaan secara tepat dan maksimal
merupakan kebutuhan yang urgen dewasa ini. Ledakan populasi yang terjadi
belakangan membuat manusia membutuhkan pasokan air dalam jumlah yang lebih
besar. Sayangnya, air tanah sebagai sumber utama pemenuh kebutuhan manusia
akan air justru semakin berkurang seiring dengan jumlah manusia yang semakin
meningkat. Mau tidak mau, manusia harus mencari alternatif lain selain
memanfaatkan kapasitas air tanah yang suatu saat akan habis. Pemanfaatan air
permukaan pun menjadi salah satu opsi yang mau tidak mau harus dipilih manusia.
Memaksimalkan air hujan dengan cara menampungnya menjadi salah satu
keharusan bagi manusia agar tetap bisa memenuhi kebutuhannya akan air. Air
hujan harus bisa diperkirakan dan direkayasa sedemikian agar nantinya dapat
menutupi ketidakmampuan air tanah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang
kian banyak dan kompleks ini.
Tentu saja, tidak sebegitu sederhana kata analisa disini dapat diterapkan.
Syarat-syarat perlu dipenuhi dan perlu adanya pemahaman yang cukup dalam
disiplin ilmu hidrologi agar apa yang direncanakan dapat menjadi manfaat, bukan
malah menjadi bencana. Walaupun pada dasarnya air akan terus mengalami daur
ulang melalui suatu siklus, kenyataannya, jumlah air yang terpakai dan terdaur
ulang kembali tidaklah sama. Dengan kondisi seperti sekarang, jumlah itu akan
terus menurun sepanjang waktu.
Malangnya, justru manusia dan segala aktifitasnyalah yang menjadi dalang
dibalik menurunnya jumlah air yang terdaur ulang tersebut. Malangnya lagi, sudah
sangat sulit untuk memutuskan rantai permasalahan ini agar segala sesuatu bisa
berjalan seperti normal adanya. Oleh karena itu, langkah preventif sebelum
bencana benar-benar terjadi perlu dilakukan, salah satunya adalah dengan mulai
menganalisa proses hidrologis dan mulai merencanakan pengelolaan air
permukaan.
Untuk lokasi penelitian yang kami ambil dalam mengerjakan tugas besar ini kami
memilih di BTN Kolhua dengan memakai data curah hujan dari STA El Tari
dengan tujuan untuk menentukan data curah hujan maximum yang terjadi pada
Kawasan DAS di sekitar BTN Kolhua.
Atas dasar diatas-lah laporan ini akhirnya dibuat. Penulis merasa bahwa
penulisan laporan ini bukanlah untuk sekedar memenuhi kepentingan penilaian
perkuliahan, tetapi lebih dari itu, laporan ini bisa menjadi senjata yang tangguh
untuk menyelamatkan bumi dan manusia dari bencana kekeringan.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN
1.2.1 Maksud
1.2.2 Tujuan
2. Mengetahui data curah hujan maximum yang terjadi pada kawasan das.
2.1. UMUM
Sehubungan dengan apa yang telah di bahas pada latar belakang, maksud
dan tujuan penulisan serta ruang lingkup pekerjaan pada Bab I, maka dalam Bab
II ini akan dijelaskan secara umum beberapa teori yang berkaitan dengan analisis
banjir rancangan, dan analisis debit andalan. Lebih lanjut teori yang dimaksud
dijadikan dasar bagi kajian metode analisis banjir rancangan dan analisis debit
andalan.
Siklus hidrologi adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas,dan padat
baik proses di atmosfer, tanah dan badan-badan air yang tidak terputus melalui
proses kondensasi (pengembunan), presipitasi (hujan), evaporasi dan transpirasi
(penguapan). Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci
proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu (Mahmud, 2011).
Menurut Sosrodarsono (2003), air menguap ke udara dari permukaan tanah
dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian
jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke
permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke
permukaan bumi.
Sebagian air hujan yang tiba ke permukaan tanah akan masuk ke dalam
tanah (infiltrasi). Bagian-bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengalir ke
daerah-daerah yang rendah, memasuki sungai-sungai dan akhirnya ke laut. Tidak
semua butir air yang mengalir kembali ke laut. Dalam perjalanannya ke laut
sebagian akan menguap dan kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam
tanah keluar kembali segera ke sungai-sungai (disebut aliran intra = interflow).
Tetapi sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan
keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang lama ke permukaan tanah di
daerah-daerah yang rendah (disebut groundwaterrunoff = limpasan air tanah).
Tetapi sirkulasi air ini tidak merata, karena perbedaan besar presipirasi dari
tahun ke tahun, dari musim ke musim yang berikut dan juga dari wilayah ke
wilayah yang lain. Sirkulasi hidrologi (air) ini dipengaruhi oleh kondisi
meteorologi (suhu, atmosfer, dan lain-lain) dan kondisi topografi. Seperti telah
dikemukakan di atas, sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan
berlangsung terus. Sirkulasi air ini disebut siklus hidrologi (hydrological cycle).
(Sumber: gurupendidikan.co.id)
Gambar 2.1 Proses Siklus Hidrologi
2.1.3 Daerah Aliran Sungai (DAS)
Berdasarkan sub bab diatas yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai
(DAS) adalah semua bagian aliran air di sekitar sungai yang mengalir menuju alur
sungai, aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di
dalam alur sungai, tetapi termasuk juga aliran air dipunggung bukit yang mengalir
menuju alur sungai sehingga daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai.
Pengembangan wilayah sungai dalam rangka peningkatan kemampuan
penyediaan air sungai untuk berbagai kebutuhan hidup masyarakat, sehingga
meliputi beberapa ketentuan antara lain:
1. Luas DAS mengikuti pola bentuk aliran sungai dengan
mempertimbangkan aspek geografis di sekitar Daerah Aliran Sungai
yang mencakup daerah tangkapan (cathment area) untuk perencanaan
tersebut.
2. Luas DAS dapat diketahui dari gambaran (deskripsi) yang diantaranya
meliputi petapeta atau foto udara, dan pembedaan skala serta standar
pemetaan sehingga dapat menghasilkan nilai-nilai yang sebenarnya.
Hujan merupakan salah satu faktor dalam siklus hidrologi dimana pada
suatu daerah besarnya curah hujan akan mempengaruhi besarnya aliran sesuai
dengan karakteristik daerah bersangkutan. Oleh karena itu data curah hujan
merupakan faktor penting untuk memperkirakan besarnya debit hujan rencana
berdasarkan analisa hidrologi yang biasa dipergunakan.
2.2.1 Data Hujan
Data hujan yang diperlukan dalam analisa hidrologi ada 5 unsur yang harus
ditinjau, yaitu :
1. Intensitas (I), adalah laju hujan = tinggi hujan persatuan waktu,
misalnya: mm/menit, mm/jam, mm/hari.
2. Lama waktu (t), adalah lamanya curah hujan (durasi) dalam menit atau
jam.
3. Tinggi hujan (d), adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan
dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam mm.
4. Frekuensi, adalah frekuensi kejadian, dinyatakan dengan waktu ulang
(return period) T, misalnya sekali dalam T tahun.
5. Luas, adalah luas geografis curah hujan.
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses
hidrologi, karena jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) akan dialihragamkan
menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran
antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah
(groundwater).
Data Hujan merupakan masukan utama dari sistem sungai dan aliran
sungai. Oleh karena itu untuk mengetahui semua karakteristik aliran, harus
diketahui informasi mengenai besaran curah hujan yang terjadi di lokasi yang
sama atau disekitarnya. Hampir semua kegiatan pengembangan sumber daya air
memerlukan informasi hidrologi untuk dasar perencanaan dan perancangan, salah
satu informasi hidrologi yang penting adalah data hujan. Data hujan ini dapat
terdiri dari data hujan harian, bulanan dan tahunan. Pengumpulan dan pengolahan
data hujan ini diharapkan dapat menyajikan data hujan yang akurat, menerus dan
berkelanjutan sesuai dengan kondisi lapangan, tersusun dalam sistem database,
data menyediakan data/informasi hidrologi yang tepat sesuai dengan kebutuhan.
Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yang
terjadi hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan
sangat bervariasi terhadap tempat (space), maka untuk kawasan yang luas, satu
penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini
diperlukan hujan kawasan yang diperoleh dari harga rata-rata curah hujan
beberapa stasiun penakar hujan yang ada di dalam/atau disekitar kawasan tesebut.
Interpolasi adalah suatu metode atau fungsi matematika yang menduga
nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Interpolasi spasial
mengasumsikan bahwa attribut data bersifat kontinu di dalam ruang (space) dan
attribut ini saling berhubungan (dependence) secara spasial.
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang
mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian
meramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Dalam menentukan
Curah Hujan Areal yang berasal dari pencatatan penakaran curah hujan. Dari
pencatatan curah hujan, kita hanya mendapatkan data curah hujan di suatu titik
tertentu (point rainfall).
Jika dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar atau pencatat curah
hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan
areal.
Kebutuhan data hujan yang digunakan adalah data hujan harian selama
kurang lebih 10 tahun. Dari data tersebut diperoleh hujan harian, hujan per-bulan,
dan hujan pertahun.
R =
⋯
................................................................................... (2.1)
Keterangan :
R = Curah hujan rata-rata wilayah (mm)
Rn = Curah hujan pada stasiun n
n = Jumlah stasiun penakar hujan
Metode Polygon Thiessen adalah cara penentuan hujan wilayah dengan rata-rata
tertimbang. Masing-masing pos penakar hujan mempunyai daerah pengaruh
sendiri-sendiri. Pembentukan polygon Thiessen adalah sebagai berikut:
1. Stasiun pencatat hujan di gambarkan pada peta DAS yang di tinjau,
termasuk stasiun hujan di luar DAS yang berdekatan, seperti pada gambar
(2.2).
2. Stasiun – stasiun tersebut dihubungkan dengan garis lurus (garis terputus–
putus) sehingga membentuk segitiga–segitiga, yang sebaiknya mempunyai
sisi dengan panjang yang kira–kira sama.
3. Dibuat garis berat pada sisi–sisi segitiga seperti di tunjukan dengan garis
penuh pada gambar (2.2)
4. Garis–garis berat tersebut membentuk polygon yang menggelilingi setiap
stasiun. Tiap stasiun memiliki luasan yang di bentuk oleh polygon. Untuk
stasiun yang berada di dekat batas DAS, garis batas DAS membentuk batas
tertutup dari polygon.
5. Luas tiap polygon diukur dan kemudian dikalikan dengan kedalaman hujan
di stasiun yang di dalam polygon.
Sumber : Insinyurpengairan’s Blog
Gambar 2.2 Polygon Thiessen
6. Jumlah hitungan pada butir d untuk semua stasiun di bagi dengan luas
daerah yang ditinjau menghasilkan hujan rerata daerah tersebut, yang
dalam bentuk matematik mempunyai bentuk berikut ini :
Keterangan :
R = Curah hujan rata-rata wilayah (mm)
A ,A ,A = Luas daerah polygon 1,2,…,n (Km2)
R ,R ,R = Curah hujan maksimum pada stasiun 1,2,…,n (mm)
2.4 CURAH HUJAN HARIAN MAKSIMUM
Curah hujan maksimum merupakan curah hujan tertinggi yang terjadi pada
periode tertentu. Periode curah hujan bisa dari periode jaman, harian, bulanan, dan
tahunan. Nilai curah hujan maksimum harian diperlukan untuk menganalisis debit
banjir suatu DAS. Nilai curah hujan maksimum bulanan diperlukan untuk
merencanakan debit andalan. Nilai curah hujan maksimum tahunan diperlukan
untuk menganalisis karakteristik hidrologi umum.
Dalam melakukan analisis curah hujan harian maksimum, ada empat
metode yang bisa digunakan : normal, log normal, log person III, dan Gumbel.
2.4.1 Metode Normal
Distribusi normal adalah distribusi simetri yang berbentuk seperti lonceng.
Distribusi ini digunakan dalam pendekatan distribusi fenomena alam. Fungsi
kerapatan probabilitas distribusi normal dapat dirumuskan sebagai berikut:
.........................................................(2.3)
dan adalah parameter statistik: nilai rata-rata dan standar deviasi data.
Persamaan di atas dapat disederhanakan dengan menggunakan bentuk yang
dilinearisasi sebagai berikut:
................................................................................(2.4)
Keterangan:
XT : hujan rencana untuk periode ulang T
x : rata-rata dari data pengamatan
K : faktor frenkuensi
S : standar deviasi data
Z : variabel standar normal
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai rata-rata curah hujan harian maksimum.
2. Menghitung nilai simpangan baku S.
...............................................................(2.5)
4. Menghitung nilai w.
.................................................................(2.7)
5. Menghitung nilai z.
.......................(2.8)
................................................................(2.9)
7. Menghitung nilai RT.
..............................................................(2.10)
...................................................(2.13)
5. Menghitung nilai w.
........................................(2.14)
6. Menghitung nilai z.
.....................(2.15)
..............................................................(2.17)
........................................................................(2.19)
Keterangan:
µ2 adalah varian dan µ3 adalah momen ketiga.
Langkah-langkah metode ini adalah sebagai berikut:
1. Menghitung nilai log R untuk setiap data curah hujan harian
maksimum rata-rata R per tahun.
2. Menghitung nilai rata-rata semua log R.
.....................................(2.20)
......................... ....................................................(2.22)
6. Menghitung nilai z.
. ...............(2.23)
........................................(2.24)
.....................(2.25)
........................................(2.26)
...........................................................(2.27)
2.4.4 Metode Gumbel
Metode Gumbel merupakan metode yang paling banyak digunakan di
seluruh dunia. Metode Gumbel dinyatakan dalam fungsi berikut:
........................................(2.28)
Jika x = xT.
.............................................................(2.29)
3. Menghitung nilai probabilitas P untuk setiap nilai R. Data diurutkan
dari yang terbesar sampai yang terkecil. Data terbesar diberi
peringkat m = 1, sedangkan data terkecil diberi peringkat m = n,
dengan n adalah jumlah data.
...................................................................(2.30)
....................................................................(2.31)
........................................(2.32)
.........................................................(2.33)
2.5 HUJAN RANCANGAN
Hujan rancangan adalah berapa besarnya kedalaman hujan di suatu titik
yang akan digunakan sebagai dasar perancangan bangunan keairan, atau
hyetograph berupa distribusi hujan sebagai fungsi waktu selama hujan deras.
Hujan rancangan adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk
menghitung intensitas hujan.
Analisis curah hujan rancangan ini bertujuan untuk mengetahui besarnya
curah hujan maksimum dalam periode ulang tertentu yang nantinya dipergunakan
untuk perhitungan debit banjir rencana. Namun sebelumnya untuk menghitung
debit banjir rancangan maka akan dilakukan perhitungan dispersi.
2.5.1 Perhitungan Dispersi
Pada kenyataannya tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi terletak
atau sama dengan nilai rata-ratanya. Variasi atau dispersi adalah besarnya derajat
dari sebaran varian di sekitar nilai rata-ratanya. Cara menghitung besarnya dispersi
disebut perhitungan dispersi.
2.5.1.1 Dispersi Parameter Statistik
1. Deviasi standar (S)
S=
∑( )
........................................................................(2.34)
Keterangan :
S = Standar deviasi
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data
Cs = (
∑' ( )&
)( )(&
...................................................................(2.35)
Keterangan :
Cs = Koefisien skewness
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data
Untuk kurva distribusi yang bentuknya simetris, maka Cs = 0,00;
kurva distribusi yang bentuknya menceng ke kanan maka Cslebih
besar nol, sedangkan yang bentuknya menceng ke kiri maka Cs
kurang dari nol.
Ck = (
∑' ( )*
)( )( )(*
.........................................................(2.36)
Keterangan :
Ck = Pengukuran Kurtosis
S = Standar deviasi
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data
4. Koefisien Variasi
Cv =
(
...................................................................................(2.37)
Keterangan :
Cv = Koefisien Variasi
S = Standar deviasi
X = Nilai rata-rata hujan DAS
2.5.1.2 Dispersi Parameter Logaritma
1. Deviasi standar (S)
S=
∑(,-. )
..................................................................(2.38)
Keterangan :
S = Standar deviasi
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data
Cs =
∑ ' (,-. )&
( )( )(&
.............................................................(2.39)
Keterangan :
Cs = Koefisien skewness
X" = Nilai hujan DAS ke i
X = Nilai rata-rata hujan DAS
n = Jumlah data
3. Pengukuran Kurtois (Ck)
Ck = (
∑ ' (,-. )*
)( )( )(*
..........................................................(2.40)
Keterangan :
Ck = Pengukuran Kurtosis
S = standar deviasi
X" = nilai hujan DAS ke i
X = nilai rata-rata hujan DAS
n = jumlah data
4. Koefisien Variasi
Cv =
(
................................................................................(2.41)
Keterangan :
Cv = Koefisien Variasi
S = standar deviasi
X = Nilai rata-rata hujan DAS
Dari nilai-nilai di atas, kemudian dilakukan pemilihan jenis sebaran yaitu
dengan membandingan koefisien distribusi dari metode yang akan digunakan.
X / = X + S. K ...........................................................................................(2.42)
∑' ∑'
S= ..............................................................................(2.44)
K=
45 4
(
................................................................................................(2.45)
Y/ = −ln 8−ln 9 :;
/
/
.............................................................................(2.46)
Keterangan :
X/ = Besarnya curah hujan rencana periode ulang T tahun (mm)
X = Besarnya curah hujan rata-rata (mm)
S = Standar deviasi
K = Faktor frekuensi
Y/ = Reduced variate, lihat Tabel 2-1
Y = Reduce mean (fungsi dan banyaknya data, lihat Tabel 2-2)
S = Reduce standard deviation (fungsi dan banyaknya data n, lihat
Tabel 2-3)
n = Jumlah data
Tabel 2.1. Reduced Variate (YT) untuk Metode Sebaran Gumbel I
Periode Ulang (Tahun) Reduce Variate
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210
(Sumber : CD.Soemarto,1999)
Tabel 2.2. Reduced mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe I
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0.5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600
(Sumber:CD.Soemarto,1999)
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0315 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1923 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2046 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065
(Sumber:CD.Soemarto, 1999)
S = 1B2 . ( C
+ C
)
D D
.............................................................................(2.48)
Keterangan :
Rt = Curah hujan maksimum dengan return periode T
Ra = Rata-rata curah hujan maksimum
S = Standar deviasi untuk perhitungan n tahun
U/ = Standar variabel untuk return periode T, lihat tabel 2.4
R1 = Hujan absolut maksimum ke 1
R2 = Hujan absolut maksimum ke 2
Um = Standar variabel untuk periode ulang t E tahun
tE
E
=
Persamaan rumus yang digunakan untuk distribusi Log Pearson Tipe III adalah:
Log X =
∑ ' G-. "
...............................................................................(2.49)
Cs =
∑ ' (,-. I" ,-. I)&
( ).( ).((I)&
..........................................................................(2.51)
Hujan rencana dengan periode ulang (T) tahun (Xt) diperoleh dengan mencari
antilog dari nilai Log Xt.
Keterangan :
Koefisien
2 5 10 25 50 100 200 1000
Kemencengan
Peluang (%)
(Cs)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,152 4,051 4,970 7,250
2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600
2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200
2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910
1,8 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660
1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390
1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110
1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820
1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540
0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395
0,8 -0,132 0,780 1,336 2,998 2,453 2,891 3,312 4,250
0,7 -0,116 0,790 1,333 2,967 2,407 2,824 3,223 4,105
0,6 -0,099 0,800 1,328 2,939 2,359 2,755 3,132 3,960
0,5 -0,083 0,808 1,323 2,910 2,311 2,686 3,041 3,815
0,4 -0,066 0,816 1,317 2,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 2,849 2,211 2,544 2,856 3,525
0.2 -0,033 0,830 1,301 2,818 2,159 2,472 2,763 3,380
0,1 -0,017 0,836 1,292 2,785 2,107 2,400 2,670 3,235
0,0 0,000 0,842 1,282 2,751 2,054 2,326 2,576 3,090
-0,1 0,017 0,836 1,270 2,761 2,000 2,252 2,482 3,950
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1, 880 2,016 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,200 1,216 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 0,035 1,069 1,089 1,097 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668
Apabila Do lebih kecil dari Dcr maka distribusi teoritis yang digunakan
untuk menentukan persamaan distribusi dapat diterima, apabila Do lebih besar dari
Dcr maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan persamaan
distribusi tidak dapat diterima. Nilai Dcr untuk uji Smirnov-Kolmogorov tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
2.6.2 Uji Chi-Square
Uji ini digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal apakah
distribusi pengamatan dapat diterima secara teoritis. Pada penggunaan Uji
Smirnov-Kolmogorov, meskipun menggunakan perhitungan metematis namun
kesimpulan hanya berdasarkan bagian tertentu (sebuah variant) yang mempunyai
penyimpangan terbesar, sedangkan Uji Chi-Square menguji penyimpangan
distribusi data pengamatan dengan mengukur secara metematis kedekatan antara
data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi teoritisnya. Uji
Chi-Square dapat diturunkan menjadi persamaan sebagai berikut (Soewarno,
1995) :
X =∑
(JK -K)
JK
..............................................................................................(2.53)
Keterangan :
X = Chi-Square.
Ef = Frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan, sesuai dengan
pembagian kelasnya.
Of = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama. Nilai X2 yang terhitung
ini harus lebih kecil dari harga X2cr (yang didapat dari tabel Chi-Square).
DK=K – (P + 1) ............................................................................................(2.54)
Keterangan :
DK = Derajat kebebasan.
K = Banyaknya kelas.
P = Banyaknya keterikatan atau sama dengan banyaknya parameter yang
untuk sembarang, Chi-Square adalah sama dengan 2 (dua).
Berdasarkan literatur di atas, uji Chi-Square menguji penyimpangan
distribusi data pengamatan dengan mengukur secara metematis kedekatan antara
data pengamatan dan seluruh bagian garis persamaan distribusi teoritisnya dengan
niliai Xcr2. Nilai Xcr2 untuk uji Chi Square dapat dilihat pada tabel berikut :
Curah hujan jangka pendek dinyatakan dalam intensitas per jam yang
disebut intensitas curah hujan (mm/jam). Intensitas curah hujan rata-rata dalam t
jam (It) dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
Rt
It ......................................................................................................(2.55)
t
Keterangan :
1. Rumus Talbot
a
I .....................................................................................(2.56)
tb
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Talbot dalam tahun 1881 dan
disebut jenis Talbot. Rumus ini banyak digunakan karena mudah
diterapkan dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-
harga yang diukur.
2. Rumus Sherman
a
I .........................................................................................(2.57)
tn
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman dalam tahun 1905 dan
disebut jenis Sherman. Rumus ini mungkin cocok untuk jangka waktu
curah hujan yang lamanya lebih dari 2 jam.
3. Rumus Ishiguro
a
I ...................................................................................(2.58)
t b
4. Rumus Mononobe
m
R 24
I 24 ............................................................................(2.59)
24 t
Rumus ini disebut rumus Mononobe dan merupakan sebuah variasi dari
rumus Sherman.
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
T = Lamanya curah hujan (menit), atau untuk Mononobe dalam
(jam)
a, b, n, m = Tetapan
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Rumus Talbot, Sherman dan Ishiguro adalah rumus-rumus intensitas curah
hujan untuk curah hujan jangka pendek. Sedangkan rumus Mononobe digunakan
untuk menghitung intensitas curah hujan setiap waktu berdasarkan data curah
hujan harian.
2.8 KOEFISIEN PENGALIRAN
Jumlah Limpasan
f1
Jumlah Curah Hujan ............................................................................(2.61)
R'
f 1 1 f'
Rt .......................................................................................(2.62)
Keterangan :
f = Koefisien pengaliran
f´ = Laju kehilangan
Rt = Jumlah curah hujan (mm)
R´ = Kehilangan curah hujan (mm)
Dalam perencanaan sistem drainase dibutuhkan suatu nilai koefisien aliran
(c). Koefisien aliran adalah suatu angka yang memberikan pengertian berapa
persen air yang mengalir dari bermacam-macam permukaan akibat terjadi hujan
pada suatu wilayah, atau perbandingan antara jumlah limpasan yang terjadi hujan
yang ada :
L"M NOPL QL . R"L,"MSL R"TJMEOSLL
L"M NOPL QL . PLUON SJTJMEOSLL
Koefesien aliran (c) = ...................(2.63)
a. Topografi
Peta tata guna lahan menunjukan pola serta intensitas penggunaan lahan.
Perbedaan intensitas tata guna lahan mempengaruhi volume air hujan yang
mengalir di permukaan yang kemudian masuk kedalam badan sungai.
Sedangkan persentase air hujan yang akan dialirkan tergantung dari tingkat
kekedapan penutup permukaan terhadap air.
Ada tidaknya vegetasi penutup lahan juga mempengaruhi terjadinya erosi
yang menyebabkan pendangkalan. Vegetasi penutup lahan tersebut berfungsi
untuk:
a) Melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan
b) Menurunkan kecepatan lari
Lahan yang masih asli atau berupa hutan yang masih ditumbuhi oleh
tumbuh-tumbuhan yang menutupi permukaannya akan memiliki angka
koefisien yang kecil, berbeda debgan lahan yang sudah dibuka atau
diolah, memiliki koefisien aliran yang besar.
Jenis penutup permukaan dapat berupa bahan yang tembus air ataupun kedap
air. Jenis penutup permukaan dapat dibedakan berdasarkan dari tata guna
lahan itu sendiri. Pada daerah perkotaan sebagian besar daerahnya ditutup oleh
bahan yang cukup kedap air, berupa lapisan aspal, beton dan bangunan,
sehingga angka koefisien aliran akan semakin besar akibat tidak adanya lagi
kemampuan untuk menyerap kedalam tanah.
2.9 ANALISA CURAH HUJAN NETTO JAM-JAMAN
Reff=f.R24 ....................................................................................................(2.64)
Dimana :
Reff = hujan netto (mm)
F = koefisien pengaliran
R24 = intensitas curah hujan (mm)
I= ×
* _&
_ U
............................................................................(2.66)
T=
,
a
......................................................................................(2.67)
w=
cde,f
..............................................................(2.68)
ie,f
,gE⁄RJU 3h lm p
jk o
nCm
Keterangan :
w = Waktu kecepatan perlambatan (m/det atau km/jam)
l = Jarak dari ujung daerah hulu sampai titik yang ditinjau (km)
A = Luas DAS (km2)
H = Beda tinggi ujung hulu dengan titik tinggi yang ditinjau (m)
2. Metode Weduwen
Q U = α × β × q × A .................................................................(2.69)
t = 0,25 LQ c, u
I c, u
.............................................................(2.70)
β=
c v(U )(U w)x
c
................................................................(2.71)
q =
×yh,yu
_cU ,_u
..........................................................................(2.72)
α=1−
_,
z{ h
..........................................................................(2.73)
Keterangan :
QU = debit banjir rencana (m3/det)
; }R = curah hujan maksimum (mm/hari)
q = debit persatuan luas (m3/det.km2)
α = koefisien pengaliran
Β = koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan DAS
t = waktu konsentrasi (jam)
A = luas daerah pengaliran (km2)
3. Metode Haspers
Dasar dari metoda ini sama dengan Metoda Melchior dan Weduwen,
yaitu rumus Rational, dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut :
Q α.β.q.f
...................................................................................(2.74)
0.70
1 0.012.f
α 0.70
1 0.075.f ......................................................................(2.75)
1 t (3.7x100.4t ) f 3/4
1 x ...................................................(2.77)
β (t 2 15) 12
Rt
q .......................................................................................(2.78)
3.6t
R t R S xU ................................................................................(2.79)
txR 24
Rt ...............................................(2.80)
t 1 0.0008(260 R 24 )(2 t) 2
Untuk t antara 2 sampai 19 jam
txR 24
Rt ..................................................................................(2.81)
t 1
Rt 0.707R24 (t 1)0.5
..................................................................(2.82)
Keterangan :
• = Koefisien aliran
= Koefisien reduksi
i = kemiringan sungai
Sx = Simpangan baku
1. Metode Snyder
Tp = Ct (L Lc)0,3 .........................................................................(2.83)
Q p = C P A / tp ..........................................................................(2.84)
T = 3 + (tP / 8) ..........................................................................(2.85)
TD = tP / 5,5 ..........................................................................(2.86)
Apabila durasi hujan efektif tr tidak sama dengan durasi standar tD,
maka
Q p R = Q p tp / t p R .................................................................(2.88)
Keterangan :
tD = durasi standar dari hujan efektif (jam)
tr = durasi hujan efektif (jam)
tp = waktu dari titik berat durasi hujan efektif tD ke puncak
hidrograf satuan (jam)
tp R = waktu dari titik berat durasi hujan tr ke puncak hidrograf
satuan (jam)
T = waktu dasar hidrograf satuan (hari)
Qp = debit puncak untuk durasi tD
Qp R = debit puncak untuk durasi tr
L = panjang sungai utama terhadap titik kontrol yang ditinjau
(km)
Lc = jarak antara titik kontrol ke titik yang terdekat dengan titik
berat DAS (km)
A = luas DAS (km2)
Ct = koefisien yang tergantung kemiringan DAS, yang
bervariasi dari 1,4 sampai 1,7
Cp = koefisien tergantung pada log time, duration dan daerah
pematusan dari 0,56 – 0,69
Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut di atas dapat
digambarkan hidrograf satuan. Untuk memudahkan penggambaran,
berikut ini diberikan beberapa rumus:
c, ,e€
,e€
•‚ƒ
W50 = ..........................................................................(2.89)
c, ,e€
•‚ƒ ,e€
W75 = ..........................................................................(2.90)
Dengan W50 danW75 adalah lebar unit hidrograf pada debit 50% dan
75% dari debit puncak, yang dinyatakan dalam jam. Sebagai acuan,
lebar W50 dan W75 dibuat dengan perbandingan 1:2; dengan sisi pendek
di sebelah kiri dari hidrograf satuan. (Trianmodjo, 2006)
2. Metode Nakayasu
CA . Ro
Qp ...............................................................(2.91)
3,6(0,3Tp T0,3 )
Dimana :
T0,3= α tg ....................................................................................(2.93)
2.11 EVAPOTRANSPIRASI
Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah besarnya evapotranspirasi dari
tanaman hipotetik (teoritis) yaitu dengan ciri ketinggian 12 cm, tahanan dedaunan
yang ditetapkan sebesar 70 det/m dan albedo (pantulan radiasi) sebesar 0,23, mirip
dengan evapotranspirasi dari tanaman rumput hijau yang luas dengan ketinggian
seragam, tumbuh subur, menutup tanah seluruhnya dan tidak kekurangan air
(Smith, 1991 dalam Weert, 1994). Nilai ETo dapat dihitung dari data meteorologi.
Perlu diperhatikan, bahwa perkiraan ETo rata-rata untuk DAS lebih kompleks,
karena ragam kondisi dalam suatu DAS dapat jauh berbeda. Rumus yang
menjelaskan evapotranspirasi acuan secara teliti adalah rumus Penman-Monteith,
yang pada tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan dikembangkan menjadi rumus
FAO Penman-Monteith (Anonim, 1999) yang diuraikan sebagai berikut:
900
0.408 ΔRn G u 2 es ea
ETo = T 273
1 0.34u 2 ...........................………..........(2.95)
keterangan :
ETo= Evapotranspirasi acuan(mm/hari),
Rn = Radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari),
G = Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari),
T = Temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC),
u2 = Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s),
es = Tekanan uap jenuh (kPa),
ea = Tekanan uap aktual (kPa),
∆ = Kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC),
… = Konstanta psychrometric (kPa/oC).
Untuk penyelesaian Persamaan di atas, terlebih dahulu perlu didapatkan
nilai - nilai dari beberapa variabel dan konstanta yang berkaitan, berdasarkan
rumus -
rumus berikut ini.
a) Konstanta psychrometric (…)
Konstanta psykometrik dapat ditentukan menggunakan tabel
sebagai fungsi dari ketinggian (z), atau dapat pula dihitung
berdasarkan rumus berikut ini:
cp P
0.665 x10 3 P
……………………..……………....……. (2.96)
5.26
293 0.0065 z
P 101.3 …………………..……………… (2.97)
293
dimana:
…= konstanta psychrometric (kPa/oC),
P= tekanan atmospher (kPa),
†= ‘laten heat of vaporization’ = 2.45 (MJ/kg),
cp = pemanasan spesifik pada tekanan konstan = 1.013x10-3
(MJ/kg/oC),
‡= perbandingan berat molekul uap air/ udara kering = 0.622.
17.27T
e o T 0.6108 exp .....………………………….(2.100)
T 237.3
dimana:
RH=kelembaban relatif (%)
ea=tekanan uap aktual (kPa)
eo(T)=tekanan uap jenuh pada temperatur udara T (kPa)
T=temperatur udara (oC)
d) Tekanan uap jenuh (es)
Tekanan uap jenuh dapat dihitung menggunakan Persamaan
berikut ini:
e o (Tmax ) e o (Tmin )
es ………………………………….(2.101)
2
dimana:
es = tekanan uap jenuh (kPa),
eo(Tmax) = tekanan uap jenuh pada temperatur udara maksimum
(kPa).
eo(Tmin) = tekanan uap jenuh pada temperatur udara minimum
(kPa).
Tekanan uap jenuh (es) yang ditentukan berdasarkan nilai eo(Tmean)
akan memberikan hasil yang lebih kecil untuk nilai es, sehingga dapat
mempengaruhi nilai perhitungan selanjutnya (Anonim, 1999).
Rns (1 ) Rs ………………………………………............(2.107)
n
R s a s bs R a
N …………………….………………….....(2.108)
24
N s ………….………………………………………...(2.109)
Bila nilai n tidak tersedia pada data klimatologi, maka rumusnya
dapat diganti dengan:
Rs K Rs Tmax Tmin Ra ………….………………………...(2.110)
Rso= (0.75 + 2 l0-5z)Ra……………………………….............… (2.111)
24(60)
Ra Gsc d r s sin sin cos cos sins ..…... (2.112)
2
d r 1 0.033 cos J
365 ………………………………....(2.113)
2
0.409 sin J 1.39 …………………………………(2.114)
365
s arccos tan tan ………………………..……….(2.115)
Tmax K 4 Tmin K 4
Rnl
2
0.34 0.14 ea 1.35
Rs
Rso
0.35 ...(2.116)
keterangan:
Rn = radiasi netto (MJ/m2/hari),
Rns = radiasi matahari netto (MJ/m2/hari),
= koefisien albedo,
Rs = radiasi matahari yang datang (MJ/m2/hari),
Rso = radiasi matahari (clear-sky) (MJ/m2/hari),
n = durasi aktual penyinaran matahari (jam),
N = durasi maksimum yang memungkinkan penyinaran
matahari (jam),
as+bs = fraksi radiasi ektrateresterial yang mencapai bumi
pada hari yang cerah (n = N),
KRs = Koefisien tetapan = 0.16 untuk daerah tertutup dan
0.19 untuk daerah pantai (oC-0.5),
z = elevasi stasiun di atas permukaan laut (m),
Ra = radiasi ekstrateresterial (MJ/m2/hari),
Gsc = konstanta matahari = 0.0820 (MJ/m2/min),
dr = inverse jarak relatif bumi-matahari (pers.2.75),
= sudut jam matahari terbenam (pers. 2.77),
ω‰ = garis lintang (rad),
Š = deklinasi matahari (rad),
J = nomor hari dalam tahun antara 1 (1 Januari) sampai
365 atau 366 (31 Desember),
Rnl = radiasi netto gelombang panjang yang
pergi(MJ/m2/hari),
‹ = konstanta Stefan-Boltzmann (4.903 10-9
MJ/K4/m2/hari),
Tmax, K = temperatur absolut maksimum selama periode 24
jam (K =°C +273.16),
Tmin, K = temperatur absolut minimum selama periode 24 jam
(K = °C +273.16)
h) Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (G)
Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (G) dihitung
menggunakan Persamaan 2.79 berikut ini:
Ti Ti 1
G cs z ……………………………………….(2.117)
t
dimana:
G = kerapatan panas terus-menerus pada tanah
(MJ/m2/hari),
cs = kapasitas pemanasan tanah (MJ/m3/°C),
Ti = temperatur udara pada waktu i (°C),
Ti-1 = temperatur udara pada waktu i-1 (°C),
∆t = panjang interval waktu (hari),
∆z = kedalaman tanah efektif (m).
Untuk periode harian atau 10-harian, nilai G sangat kecil (mendekati
nol), sehingga nilai G tidak perlu di perhitungkan (FAO, 1999).
dimana:
u2 = kecepatan angin 2 m di atas permukaan tanah
(m/s),
uz = kecepatan angin terukur z m di atas permukaan
tanah(m/s),
z = ketinggian pengukuran di atas permukaan tanah
(m).