Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Hidrologi adalah bidang pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian


serta penyebab air alamiah di bumi. Faktor hidrologi yang berpengaruh pada
wilayah hulu adalah curah hujan (presipitasi). Curah hujan pada suatu daerah
merupakan salah satu faktor yang menentukan besarnya debit banjir yang terjadi
pada daerah yang menerimanya (Soemarto,1999). Analisis hidrologi dilakukan
guna mendapatkan karakteristik hidrologi dan meteorologi Daerah Aliran Sungai.

Air sangat penting bagi seluruh kehidupan di muka bumi. 70% komponen yang
ada di permukaan bumi terdiri dari air. Kesuburan tanah sangat berpengaruh
besar dan sangat penting peranannya bagi dunia pertanian, banyak faktor yang
dapat menunjang tanah agar menjadi subur salah satunya adalah siklus
hidrologi.

Analisis hidrologi merupakan tahapan penting dalam kegiatan pengembangan


sumber daya air, oleh karena itu keluaran dari analisis hidrologi secara umum
akan menentukan arah strategi pengembangan sumber daya air secara
komprehensip dan lebih sempit besaran tersebut akan menentukan dimensi
serta karakteristik infrastruktur yang diperlukan. Penentuan besaran hidrologi
sebenarnya tidaklah terlalu sulit bila data untuk keperluan analisis tersedia dalam
jumlah dan kualitas yang cukup Permasalahan klasik di Negara-negara
berkembang termasuk Indonesia ketersediaan seri data aliran sungai yang
cukup menjadi masalah tersendiri, sehingga penyelesaiannya harus dilakukan
dengan cara mengalihragamkan variabel iklim menjadi variabel aliran. (Sulianto,
2009)

Siklus hidrologi berasal dari 2 kata yaitu siklus dan hidrologi. Siklus merupakan
suatu proses atau kejadian – kejadian yang secara garis besar terus berulang,
sedangkan hidrologi merupakan suatu ilmu yang mengkaji distribusi dan
pergerakkan air di permukaan bumi dan atmosfernya.

Siklus hidrologi terjadi secara berulang dan terus – menerus melalui berbagai
proses fisika seperti, evaporasi, kondensasi, presipitasi, transpirasi, perkolasi,
dan perembesan serta aliran sungai. Asal – usul munculnya air di permukaan
bumi pun masih belum bisa dipastikan namun berbagai teori telah dikemukakan.
1.2. Rumusan Masaalah

Berdasarkan uraian latar belakng tersebut maka kami merumuskan masalaha


dalam penyusunan analisis hidrologi ini sebagai berikut:
1. Bagaimana besar curah hujan rancangan yang terjadi pada stasiun
tersebut?
2. Bagaiamana mahasiswa memahami perhitungan dari setiap metode yang
digunakan
3. untuk menghitung curah hujan?

1.3. Tujuan Analisis

Adapun tujuan dari analisa makalah ini adalah:


1. Untuk mengetahui besar curah hujan rancangan yang terjadi pada stasiun
tersebut.
2. Untuk mengetahui hasil perhitungan dari setiap metode yang digunjakan
dalam perhitungan curah hujan.

1.4. Batasan Masaalah

Batasannya dalam kaitannya dengan pekerjaan analisis hidrologi ini antara lain:
1. Analisis hidrologi yang dilakukan sebatas untuk keperluan dalam
mengetahui seberapa besar curah hujan rancangan yang terjadi pada
stsiun (sesuai dengan soal) dari hasil perhitungan metode yang digunakan
2. Data-data stasiun dan klimatologi yang dipakai dalam menganalisis curah
hujan rancangan
3. Tidak menganalisis hidrologi untuk mendesain saluran tersier dan saluran
drainase/ pembuang.
4. Data-data yang dipakai dalam menganalisis hidrologi ini adalah data- data
yang memenuhi syarat dan dikeluarkan olh pihak yang terkait.
.
1.5. Manfaat Analisis

Sebagaimana yang dijelaskan dalam tujuan pelaksanaan analisa hidrologi diatas


maka manfaat yang dapat diambil dari kegiatan ini yaitu:
1. Menambah wawasan penulis dalam hal melakukan analisis hidrologi pada
beberapa stasiun dengan menggunakan metode log person type II,
gumbell, dan metode iwai.
2. Membrikan informasi bagi berbagai pihak tentang besar curah hujan yang
terjadi per beberapa tahun hasil analisis dengan metode log person type
II, gumbell, dan metode iwai untuk perhitungan besar curah hujan yang
akan terjadi.

1.6. Sistematika Penulisan

Pada laporan analisis hidrologi ini sistematika penulisan yang dipakai sebagai
acuan dalam penyusunannya adalah sebagai beroikut:
1. BAB I PENDAHULUAN: Menguraikan secara singkat tentang latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, bataan
masalah dan sistematis penulisan.
2. BAB II TINJAUAN PUSTAKA: Menyajikan ulasan dari berbagai publikasi
yang berkaitan dengan masalah-masalah dan teori dasar tentang analisa
curah hujan dengan metode log person type ll, gumbell, dan metode iwai.
3. BAB III METODELOGI PENELITIAN: Memberi informasi tentang jenis dan
sifat anlisa yang dilakukan yaitu dengan data stasiun yang digunakan,
peralatan serta cara kerja yang digunakan.
4. BAB IV HASIL, DAN PEMBAHASAN: Adalah penyajian hasil analisa yaitu
perhitungan evaportransportasi, dan perhitungan data curah hujan dengan
log person type ll, gumbel, dan metode iwai.
5. BAB V PENUTUP: Berisi kesimpulan dan saran saran yang dapat
penyusun kemukakan sesuai dengan hasil analisa yang dilakukan dalam
penulisan ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar, Tujuan, Dan Analisa Hidrologi

a. Konsep Dasar
Hidrologi adalah cabang Geografi Fisis yang berurusan dengan air di bumi,
sorotan khusus pada propertis, fenomena, dan distribusi air di daratan.
Khususnya mempelajari kejadian air di daratan, deskripsi pengaruh bumi
terhadap air, pengaruh fisik air terhadap daratan, dan mempelajari hubungan
air dengan kehidupan di bumi. (Linsley et al, 1949)

Tubuh manusia sendiri terdiri dari 50 -70 % air termasuk yang berada dalam
kulit, jaringan tubuh dan seluruh organ lainnya. Oleh karenanya tidak ada
manusia yang mampu bertahan hidup jika kekurangan cairan atau dehidrasi.
Air yang berfungsi sebagai sumber kehidupan di bumi, mengalami perubahan
sepanjang waktu.

Air sendiri melewati berbagai tahapan dan proses hingga akhirnya kembali
lagi ke bentuk semula. Proses ini dikenal juga sebagai siklus hidrologi yang
terdiri dari beberapa tahapan.

Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi bisa disebut sebagai siklus, air karena kata hidrologi sendiri
memiliki makna yang sama dengan air, perbedaannya sendiri hanya terletak
pada kosakata saja. Siklus air sendiri merupakan suatu siklus yang terjadi di
lingkungan perairan.
Jadi siklus hidrologi adalah sebagai proses air yang berasal dari atmosfer ke
bumi, lalu air tersebut akan kembali lagi ke atmosfer dan demikian siklus ini
terus berjalan seterusnya. Siklus air sendiri merupakan salah satu siklus
biogeokimia yang terjadi di bumi dengan tujuan mempertahankan jumlah dan
ketersediaan air.

b. Tujuan Dan Analisa Hidrologi


Tujuan Analisis hidrologi secara umum dilakukan guna mendapatkan
karakterisik hidrologi dan Meteorologi Daerah Aliran Sungai.

Analisa Curah Hujan Rencana Karakteristik Curah Hujan untuk daerah akan
berbada dengan yang lainnya. Dengan demikian untuk daqpat
memperkirakan besarnya curah hujan yang terjadi pada suatu daerah, dapat
dilakukan berdasarkan pengukuran pengukuran pada saat terjadinya hujan
dengan peralatan yang disebut "Stasiun Penakar, Curah Hujan" dalam
perhitungan debit banjir rencana data yang digunakan adalah data curah
hujan harian maximum, dimana diantara 365 hari dalam setahun diambil data
curah hujan yang paling maximum.

ANALISIS Hujan rancangan merupakan kemungkinan tinggi hujan yang


terjadi dalam kala ulang tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis
hidrologi yang biasa disebut analisis frekuensi curah hujan. Analisis frekuensi
sesungguhnya merupakan prakiraan (forecasting) dalam arti probabilitas
untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk hujan rancangan
yang berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi untuk
antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Analisis frekuensi ini
dilakukan dengan menggunakan agihan kemungkinan teori probability
distribution dan yang biasa digunakan adalah Agihan Normal, Agihan Log
Normal, Agihan Gumbel dan Agihan Log Pearson type III.
B. Evaporasi, Transpirasi, Dan Evapotranspirasi

a. Evaporasi
Evaporasi adalah proses di mana air yang ada di laut, rawa, sungai dan
lainnya menguap karena adanya pemanasan dari sinar matahari. Dalam hal
ini, air diubah menjadi uap air atau gas, sehingga bisa naik ke atmosfer.
Turunnya hujan merupakan salah satu bentuk dari proses evaporasi yang
sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, air laut menguap
kemudian dibawa uap air terkumpul di udara membentuk awan, awan penuh
dengan uap air tertiup angin dan jatuh ke bumi dalam bentuk hujan. Proses
air laut yang menguap inilah yang disebut dengan proses evaporasi.

Evaporasi adalah proses penguapan yang mengubah bentuk cair menjadi


gas setelah menerima panas. Dalam hal ini terjadi transfer energi yang
melibatkan perubahan suhu. Ketika air dipanaskan dan kemudian mendidih,
air akan mengandung gelembung gas. Di mana molekul dalam air dapat
dipecah oleh energi panas hingga menjadi uap. Semakin lama dipanaskan,
air yang semua penuh akan menyusut dan habis.

Proses evaporasi ini berasal dari proses alami. Seperti ketika Anda mengisi
air dalam ember kemudian meletakkannya di tempat panas, semakin lama
panas matahari akan membuat air tersebut menguap dan habis dengan
sendirinya. Baik penguapan maupun pengembunan merupakan proses alami
dalam siklus air yang terjadi sehari-hari.
Evaporasi dipengaruhi oleh faktor suhu air, suhu udara, kelembapan tanah,
kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Berikut beberapa faktor
penting yang memengaruhi laju evaporasi:
1. Radiasi matahari dan daratan
2. Aliran udara diatas permukaan
3. Suhu permukaan penguapan dan udara
4. Kelembaban/uap air
5. Sifat dan ukuran permukaan evaporasi
6. Kedalaman air

 Evaporasi dan Siklus Air


Penguapan air laut memulai adanya daur hidrologi. Uap yang dihasilkan
dibawa oleh udara yang bergerak. Dalam kondisi yang memungkinkan, uap
tersebut terkondensasi membentuk awan, yang pada akhirnya akan
membentuk presipitasi.
Presipitasi yang jatuh ke bumi menyebar dengan arah yang berbeda-beda
dalam beberapa cara.

Sebagian besar dari presipitasi tersebut untuk sementara tertahan pada


tanah di dekat tempat ia jatuh, dan akhirnya dikembalikan lagi ke atmosfer
oleh penguapan (evaporasi) dan transpirasi oleh tanaman.
Sebagian air mencari jalannya sendiri melalui permukaan dan bagian atas
tanah menuju sungai, sementara lainnya menembus masuk lebih jauh ke
dalam tanah menjadi bagain dari air tanah (groundwater).
Di bawah pengaruh gaya gravitasi, baik aliran air permukaan (surface
streamflow) maupun air dalam tanah bergerak menuju tempat yang lebih
rendah dan akhirnya dapat mengalir ke laut.

Namun, sebagian besar air permukaan dan air bawah tanah dikembalikan
ke atmosfer oleh penguapan dan transpirasi sebelum sampai ke laut.
Sementara, hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan
jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperatur dan
tekanan atmosfer. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga
mendingin dan terjadi.

b. Transpirasi
Transpirasi hampir sama dengan evaporasi, yaitu proses penguapan air
dalam bentuk uap air. Perbedaan antara evaporasi dan transpirasi terletak
pada lokasinya.
Dalam proses transpirasi, penguapan air terjadi pada tumbuhan. Proses
transpirasi pada tumbuhan terdiri dari tiga macam yaitu transpirasi stomata,
kutikula, dan lentisel. Uap air yang menguap akan terkumpul hingga
membantuk awan.

 Proses Transpirasi

Mula-mula, air diserap oleh akar tanaman untuk metabolisme. Namun, tidak
semua hasil penyerapan tersebut digunakan, sebagian besar justru
dilepaskan kembali oleh tumbuhan tersebut.

Setelah dari akar, air akan diubah menjadi uap air. Kemudian, hanya sekitar
tiga persen saja yang digunakan. Sisanya dibuang kembali dalam bentuk uap
air melalui daun, batang dan bunga
Dari ketiga tempat keluarnya uap air itu, yang paling dominan adalah daun,
tepatnya pada stomata.

Stomata adalah bagian daun yang memiliki pori-pori dan dilindungi oleh sel
penjaga. Sel ini bisa membuka dan menutup untuk mengeluarkan zat
tertentu. Stomata terletak di bagian bawah daun.

Dari proses transpirasi di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa pengertian


transpirasi adalah proses kembalinya air yang diserap oleh akar tumbuhan ke
udara dalam bentuk uap air.

 Macam-Macam Transpirasi
Berdasarkan pengertian transpirasi, kita ketahui bahwa traspirasi adalah
keluarnya uap air dari permukaan tumbuhan. Nah, berdasarkan tempat
keluarnya uap air itu, transpirasi bisa dibedakan menjadi beberapa macam:

1. Tanspirasi Kutikula
Ada beberapa tumbuhan yang melakukan proses transpirasi melalui kutikula
epidermis secara langsung. Sedangkan sebagian besar tumbuhan tidak
mampu melakukannya karena pada dasarnya, kutikula adalah bagian daun
yang sulit dilalui air.

2. Transpirasi Stomata
Transpirasi melalui stomata adalah yang utama dan dilakukan oleh sebagian
besar tumbuhan. Air menguap melalui dinding mesofil, kemudian bergerak
menuju ruang antar sel. Setelah itu, air bergerak dari ruang antar sel ke
atmosfir melalui celah stomata.

 Fungsi Transpirasi

Fungsi transpirasi adalah beberapa hal berikut ini:


 Menjaga suhu pada daun agar tetap stabil
 Meningkatkan penyerapan mineral yang masuk ke dalam tubuh
tumbuhan bersamaan dengan penyerapan air.
 Membuang kelebihan air yang tidak digunakan lagi pada tubuh
tumbuhan.
 Mencegah dehidrasi pada tanaman.

c. Evapotranspirasi
Evapotranspirasi pada dasarnya adalah kombinasi proses kehilangan air
dari suatu lahan menuju ke atmosfer melalui dua proses yaitu evaporasi dan
transpirasi.
Evaporasi adalah proses dimana air diubah menjadi uap air dan selanjutnya
uap air tersebut dipindahkan dari permukaan lahan melalui proses
penguapan ke atmosfer.

Proses ini terjadi pada berbagai jenis permukaan seperti danau, sungai,
lahan pertanian, maupun dari vegetasi yang basah. Evaporasi terjadi karena
air yang ada di permukaan dipanaskan oleh radiasi matahari sehingga
berubah wujud menjadi uap.

Sedangkan transpirasi adalah penguapan air yang berasal dari tanaman,


sebagai akibat dari adanya proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen
dan juga uap air.
Jika dijelaskan secara teknis, transpirasi adalah pergerakan air dari dalam
tanah menuju pembuluh jaringan yang ada di tanaman.

Air yang sudah masuk ke dalam jaringan vaskular, atau jaringan lain di
dalam sistem perpindahan air di tanaman, maka air tersebut akan keluar dari
tanaman melalui jaringan stomata atau kutikula.
Pengeluaran air melalui stomata ini karena proses fotosintesis yang
diwadahi oleh cairan klorofil pada daun. Air tersebut kemudian akan menguap
ketika terkena panas matahari dan naik menuju atmosfir.
Proses evapotranspirasi merupakan proses yang penting dalam siklus air
dan proses daur biogeokimia lainnya.
Air ini bisa mempengaruhi banyak aspek, diantaranya adalah
mempengaruhi debit pada sungai, kapasitas air pada waduk, kapasitas
pompa irigasi, dan penggunaan konsumsi air pada tanaman.

Proses evapotranspirasi ini juga mempengaruhi kelembapan udara yang


ada di lapisan atmosfer. Ketika udara sudah lembap dan mencapai
kapasitasnya, maka air yang ada akan turun kembali ke bumi dalam bentuk
hujan.

 Evapotranspirasi Potensial dan Aktual

Evapotranspirasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu evapotranspirasi


potensial (ETp) dan evapotranspirasi Aktual (ETa). Kedua istilah ini memiliki
kemiripan, tetapi pada dasarnya konsepnya berbeda.

1. Evapotranspirasi Potensial (ETp)


Evapotranspirasi potensial (ETp) adalah evapotranspirasi yang mungkin
terjadi pada suatu permukaan tanah dengan kondisi tutupan vegetasi
tertentu.
ETp terjadi ketika air tanah tidak terbatas dan tanaman berada dalam tahap
pertumbuhan aktif dengan penutup tanah penuh. Tingkat ETp untuk jenis
tanaman tertentu biasanya bergantung pada kondisi meteorologi di wilayah
tersebut.
Umumnya, evapotranspirasi potensial ini dihitung oleh stasiun cuaca dan
dijadikan evapotranspirasi referensi (ETo) untuk wilayah tersebut dan
sekitarnya.
2. Evapotranspirasi Aktual (ETa)
Evapotranspirasi aktual atau disebut sebagai penggunaan air konsumsi
merupakan jumlah air yang sesungguhnya hilang dalam proses
evapotranspirasi.
Jika terdapat jumlah air yang sangat banyak di tanah tersebut, maka angka
evapotranspirasi aktual akan mendekati evapotranspirasi potensial atau
bahkan memiliki nilai yang sama.
ETa ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi tanaman dan
faktor fisik yang ada di wilayah tersebut.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Evaporasi, Transpirasi, dan


Evapotranspirasi

a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Evaporasi


Terdapat faktor-faktor yang mendorong terjadinya evaporasi, ada faktor yang
bersifat langsung, ada juga faktor tidak langsung. Faktor langsung ini merujuk
pada faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses terjadinya penguapan
itu sendiri. Faktor langsung yang pertama tentu saja temperatur.

Saat temperatur semakin tinggi, maka semakin besar pula evaporasi yang
akan terjadi. Saat tekanan uap semakin tinggi pada uap air tersebut,
evaporasi juga semakin tinggi. Selain temperatur, faktor langsung lainnya
adalah kecepatan angin. Semakin cepat angin ini, semakin besar pula
terjadinya penguapan atau evaporasi.

Faktor-faktor langsung lainnya termasuk juga kelembaban udara. Apabila


kondisi kelembaban udara sedang tinggi, evaporasi yang terjadi akan
semakin rendah. Intensitas sinar matahari juga banyak berpengaruh di sini.
Semakin lama terpapar sinar matahari, evaporasi yang terjadi juga semakin
tinggi.

Sementara faktor tidak langsung yang mempengaruhi proses evaporasi di


sini adalah tata letak lintang, di mana lokasi evaporasi terjadi, ketinggian dari
tempat tersebut sendiri, serta periode waktu evaporasi terjadi. Biasanya,
dalam rentang bulan-bulan tertentu, intensitas evaporasi akan lebih tinggi
daripada di bulan-bulan yang lain.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Transpirasi

Faktor yang Mempengaruhi Laju Transpirasi Adalah


Faktor yang mempengaruhi laju transpirasi adalah tujuh hal berikut ini:
 Kelembaban tanah. Laju transpirasi sangat dipengaruhi oleh
kelembaban tanah karena hal itu berkaitan dengan jumlah air yang
dapat diserap oleh akar. Apabila tanahnya lembab, maka jumlah air
yang diserap banyak sehingga laju transpirasi meningkat. Sebaliknya,
bila kelembaban tanah kurang, maka laju transpirasi juga akan ikut
menurun karena tidak banyak air yang diserap.

 Suhu lingkungan. Pengertian transpirasi adalah proses keluarnya uap


air yang dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Peningkatan suhu
menggerakkan molekul air lebih cepat sehingga proses difusi juga
meningkat. Akibatnya, laju transpirasi menjadi lebih cepat dari
sebelumnya.

 Kelembaban udara. Faktor ketiga yang mempengaruhi laju transpirasi


adalah kelembaban udara. Uap air dapat lepas ke atmosfir ketika ada
perbedaan kelembaban antara tumbuhan dan udara. Kelembaban
udara yang tinggi dapat menghambat proses transpirasi karena uap air
bergerak dari daerah yang lembab ke daerah yang lebih kering.
Akibatnya, laju transpirasi jadi menurun. Sebaliknya, ketika
kelembaban udara rendah, maka laju transpirasi akan meningkat
karena kelembaban tumbuhan lebih tinggi.
 Efek Cahaya. Faktor yang mempengaruhi laju transpirasi adalah efek
cahaya. Cahaya menyebabkan stomata terbuka untuk memasukkan
CO2 yang berperan penting dalam metabolisme tumbuhan. Pada saat
stomata terbuka itulah transpirasi juga ikut terjadi. Artinya, ketika
stomata terbuka, maka CO2 masuk ke dalam tubuh tumbuhan dan uap
air bergerak ke atmosfir.

 Kecepatan Angin. Angin yang kencang ternyata dapat mempercepat


pergerakan uap air sehingga meningkatkan laju transpirasi.

 Tekanan Atmosfir. Laju transpirasi sangat dipengaruhi oleh tekanan


admosfir juga. Ketika tekanan atmosfir rendah, maka laju transpirasi
akan meningkat. Begitu sebaliknya, laju transpirasi akan menurun
pada tekanan atmosfir yang meningkat.

 Faktor internal pada tanaman. Selain faktor-faktor eksternal yang


sudah dibahas di atas, laju transpirasi juga dipengaruhi oleh faktor dari
dalam tumbuhan itu sendiri. Faktor internal yang mempengaruhi
transpirasi adalah luas permukaan daun, rasio akar-daun, dan struktur
daun. Kita perlu tahu bahwa setiap tumbuhan memiliki bentuk dan
struktur yang berbeda. Semakin besar ukuran daun, maka akan
menyebabkan percepatan transpirasi karena tempat terjadinya
transpirasi yang utama adalah pada stomata daun. Transpirasi juga
sangat bergantung pada struktur daun, misalnya dalam hal ketebalan
daun. Evapotranspirasi
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Evapotranspirasi
Evapotranspirasi dipengaruhi oleh faktor- faktor meteorologi, seperti :

1. Penyinaran matahari
Penyinaran matahari secara langsung akan mempengaruhi besar kecilnya
evapotranspirasi. Makin lama penyinaran matahari per harinya maka makin
besar pula evapotranspirasi dan sebaliknya. Proses ini terjadi hampir tanpa
berhenti pada sinag hari dan kerap terjadi pada malam hari. Perubahan
wujud dari air menjadi gas memerlukan input energi yang berupa panas.
Proses tersebut sangat aktif jika ada penyinaran langsung dari matahari.

2. Temperatur
Temperatur ini dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun
juga suhu atmosfir. Seperti disebutkan di atas suatu input energi sangat
diperlukan agar evapotranspirasi berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah
semakin tinggi, maka proses evapotranspirasi akan berjalan lebih cepat
dibandingkan jika suhu udara dan tanah rendah, karena adanya energi panas
yang tersedia. Kemampuan udara untuk menyerap uap air akan naik jika
suhunya naik, maka suhu udara mempunyai efek ganda terhadap besarnya
evapotranspirasi, sedangkan suhu tanah, daun tumbuhan dan suhu air
hanaya mempunyai efek tunggal.

3. Kelembaban relatif (RH)


Kemampuan untuk menyerap uap air akan berkurang sehingga laju evaporasi
akan menurun jika kelembaban relatif udara naik. Ketika stomata daun
tanaman terbuka, diffusi uap udara yang keluar dari daun tergantung pada
perbedaan antara tekanan uap air di dalam rongga sel dan tekanan air pada
atmosfer.

4. Kecepatan angin (v)


Angin merupakan faktor yang menyebabkan terdistribusinya air yang telah
diuapkan ke atmosfir, sehingga proses penguapan dapat berlangsung terus
sebelum terjadinya kejenuhan kandungan uap di udara. Agar proses tersebut
berjalan terus maka lapisan jenuh itu harus diganti dengan udara kering.
Pergantian itu dapat terjadi hanya kalau ada angin. Jadi kecepatan angin
memegang peranan dalam proses evapotranspirasi, karena makin cepat
angin berhembus maka semakin besar evapotranspirasi.

5. Letak lintang
Letak lintang akan mempengaruhi iklim suatu daerah seperti lamanya
penyinaran matahari, temperatur, angin, dan lai-lain, sehingga mempengaruhi
besar evapotranspirasi. Pada suatu zona iklim tertentu ET akan berbeda
sesuai dengan ketinggian dihitung dari elevasi permukaan air laut, ini
sebenarnya bukan berbeda karena ketinggian itu sendiri tetapi diakibatkan
oleh temperatur, karena lengas dan kecepatan angin berhembus yang
berkaitan dengan ketinggian wilayah yang dimaksud juga radiasi matahari
untuk wilayah tinggi berbeda dengan wilayah yang rendah.

6. Suhu udara/ atmosfer


Jumlah panas yang mengakibatkan kenaikan suhu udara atau suhu tanah
dinyatakan sebagai neraca jumlah panas dalam proses jumlah panas yang
bertambah atau hilang akibat perbedaan suhu antara permukaan tanah dan
lapisan tanah di permukaan tanah, jumlah panas yang bertambah dan hilang
akibat penguapan dan presipitasi dipermukaan tanah, dan jumlah panas yang
disalurkan di dalam tanah melalui permukaan tanah.

7. Karakteristik tanaman
Tanaman ternyata memiliki peran yang penting dalam proses
evapotranspirasi. Walaupun ia hanya menyumbang 10 persen dari jumlah
total air di atmosfir, karakteristik vegetasi akan mempengaruhi laju transpirasi
di suatu wilayah. Salah satu faktor yang mempengaruhi transpirasi pada
tanaman adalah lebar daun dari tanaman tersebut. Semakin lebar daun,
maka semakin tinggi laju air yang diuapkan melalui daun-daunnya.

Contoh dari tanaman yang memiliki daun lebar dan mengeluarkan uap air
banyak adalah pohon-pohon di hutan hujan. Bandingkan dengan pohon
konifer pada lintang utara ataupun pohon kaktus di gurun yang memiliki daun
sangat kecil atau bahkan menjarum. Selain itu, untuk tanaman yang akarnya
menancap lebih dalam ke tanah, maka air yang di transpirasikan lebih banyak
karena lebih banyak air yang diserap.

Sedangkan untuk tanaman semak, yang akarnya hanya berada di permukaan


tanah, atau tidak menancap di tanah terlalu dalam, ia hanya
mentranspirasikan sedikit air. Apalagi jika tanaman tersebut bukan
merupakan tanaman berkayu. Tinggi dari tanaman semak juga tidak setinggi
tanamannya kayu, dan hal tersebut mempengaruhi proses transpirasi.

8. Ketersediaan air di tanah


Aspek kedua yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah banyaknya air
yang tersedia di dalam tanah. Jika tanah tersebut merupakan reservoir utama
air, maka tingkat evaporasinya tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada
daerah dengan tangkapan air yang besar, kelembapan tanah yang dimiliki
juga lebih tinggi. Ketika hujan turun, tanah ini akan menyerap kelembapan
dan air dari hujan, sehingga bisa mengganti kelebihan air yang di
evaporasikan sebelumnya.

Daerah reservoir utama biasanya terletak pada daerah yang posisi tanahnya
tinggi, karena ia juga harus mengalirkan air ke drainase sungai bagian hilir.
Ketika musim kemarau, ketersediaan air tanah yang menipis juga
mempengaruhi proses ini. Sebab di musim kemarau, proses evapotranspirasi
terjadi dan menyebabkan air di tanah menjadi menipis. Akan tetapi hal
tersebut tidak akan berlangsung lama, sebab setelah musim berganti, maka
jumlah air yang berkurang akan terisi kembali.

Ada 3 faktor yang mendukung kecepatan evapotranspirasi yaitu (1) faktor


iklim mikro, mencakup radiasi netto, suhu, kelembaban dan angin. (2) faktor
tanaman, mencakup jenis tanaman, derajat penutupannya, struktur tanaman,
stadia perkembangan sampai masak, keteraturan dan banyaknya stomata,
mekanisme menutup dan membukanya stomata, (3) faktor tanah, mencakup
kondisi tanah, aerasi tanah, potensial air tanah dan kecepatan air tanah
bergerak ke akar tanaman (Linsley dkk., 1989).

D. Presipitas
Presipitasi adalah semua cairan dan partikel air yang jatuh dari awan dan
mencapai tanah hingga menghasilkan rintik, hujan, salju, kristal es dan hujan
es. Secara singkat,

Presipitasi adalah proses hujan yang terakhir. Proses ini terjadi ketika awan
mencair akibat suhu udara yang tinggi. Dalam proses inilah hujan terjadi,
butiran-butiran air terjatuh dan membasahi permukaan bumi.

Presipitasi adalah penyebutan yang digunakan untuk fenomena pada saat


tetes air (droplet) dan partikel solid seperti debu terkondensasi lalu jatuh dari
awan dan mencapai tanah.
Perbedaan mendasar antara partikel awan dan partikel presipitasi adalah
ukurannya. Tetes hujan memiliki berat rata-rata yang setara dengan 1 juta
droplet. Karena ukurannya yang besar, partikel presipitasi memiliki kecepatan
jatuh yang cukup cepat. Perkembangan presipitasi melalui kristal es
bergantung kepada droplet awan yang secara tiba-tiba dapat membeku pada
temperatur −40 °C, atau −40 °F.

Presipitasi terbentuk di awan pada saat uap air terkondensasi menjadi droplet
atau tetesan air yang lebih besar. Saat droplet tersebut mencapai titik tertentu
dan menjadi lebih berat, kemudian akan jatuh ke tanah. Jika awan tersebut
berada di tempat yang lebih tinggi dan dingin, droplet akan berubah menjadi
es.

Kristal es ini kemudian akan jatuh ke bumi dalam bentuk salju, hujan atau
hujan es, tergantung dari seberapa dingin temperatur awan dan permukaan
bumi. Nyatanya, banyak dari hujan yang terjadi awalnya berbentuk salju pada
saat masih di awan. Namun saat ia turun dan mencapai permukaan yang
lebih hangat, ia mencair menjadi tetesan air.

Partikel debu atau asap yang ada di atmosfer penting bagi proses presipitasi.
Partikel-partikel yang juga disebut sebagai “condensation nuclei” ini menjadi
tempat bagi uap air untuk bersangga pada saat kondensasi. Hal ini
membantu tetes air untuk berkumpul hingga menjadi berat dan jatuh ke
tanah.

Presipitasi selalu menggunakan air tawar, bahkan jika air tersebut berasal
dari laut. Hal ini dikarenakan garam laut tidak menguap dengan air. Namun
pada beberapa kasus, polutan di atmosfer dapat mengkontaminasi tetes air
sebelum mereka jatuh ke tanah. Presipitasi yang dihasilkan dari air yang
terkontaminasi tersebut disebut dengan hujan asam.
Hujan asam tidak secara langsung membahayakan manusia, tapi ia mampu
membuat sungai dan aliran air lain menjadi lebih asam. Hal ini nantinya akan
membahayakan ekosistem akuatik karena tumbuhan dan hewan seringkali
tidak dapat beradaptasi dengan keasamannya.

 Jenis- jenis Presipitasi

Setelah menelaah definisi presipitasi adalah proses hujan yang terakhir turun
ke bumi. Ada beberapa jenis presipitasi adalah sebagai berikut.

1. Hujan
Jenis presipitasi adalah hujan. Hujan ialah segala cairan yang turun dari
awan di langit. Hujan digambarkan sebagai tetesan air 0,5 mm atau lebih
besar. Tetesan kurang dari setengah milimeter didefinisikan sebagai gerimis.

2. Salju
Salju terjadi hampir setiap kali ada hujan. Namun, salju sering mencair
sebelum mencapai permukaan bumi. Ini adalah presipitasi dalam bentuk
virga atau serpihan air es yang jatuh dari awan. Salju biasanya terlihat
bersama dengan awan cirrus yang tinggi, tipis dan lemah. Salju kadang-
kadang dapat turun ketika suhu atmosfer di atas titik beku, tetapi sebagian
besar terjadi di udara di bawah titik beku.

3. Sleet atau Pelet Es


Sleet terjadi dalam kondisi atmosfer yang membeku. Sleet, juga dikenal
sebagai pelet es, terbentuk ketika salju jatuh ke lapisan hangat kemudian
mencair menjadi hujan. Kemudian tetesan hujan jatuh ke lapisan udara yang
membeku yang cukup dingin untuk membekukan tetesan hujan menjadi pelet
es.
4. Hujan Beku
Hujan beku terjadi ketika hujan turun selama di bawah kondisi atau suhu
beku. Ini biasanya menghasilkan pemadatan tetesan hujan. Tetesan air hujan
sangat dingin saat melewati lapisan sub-beku di atmosfer dan membeku
pada saat mencapai tanah.

5. Hujan Es
Hujan es adalah bola besar dan benjolan es tidak teratur yang jatuh dari
badai besar. Hujan es adalah presipitasi yang murni. Berbeda dengan sleet
yang dapat terbentuk dalam cuaca apa pun ketika ada badai petir, hujan es
sebagian besar dialami di musim dingin atau cuaca dingin.

6. Gerimis
Gerimis adalah hujan yang sangat ringan. Ini lebih kuat dari kabut tetapi
kurang dari hujan biasa. Kabut adalah kabut tipis dengan kondensasi di dekat
tanah. Kabut terbuat dari kristal es atau tetesan air awan yang menggantung
di udara dekat atau di permukaan bumi.

7. Sun Shower
Sun shower adalah acara presipitasi yang terdaftar saat hujan turun
sementara matahari bersinar. Itu terjadi ketika angin yang membawa hujan
bersama dengan badai hujan ditiup beberapa mil jauhnya, sehingga
menimbulkan hujan ke daerah tanpa awan.

8. Butir Salju
Butir salju adalah butiran es putih yang sangat kecil dan buram. Butir salju
cukup datar dan umumnya berdiameter kurang dari 1mm. Mereka hampir
setara dengan ukuran gerimis.

9. Debu Intan
Debu intan adalah kristal es yang sangat kecil biasanya terbentuk pada
tingkat rendah dan pada suhu di bawah -30°C. Debu intan mendapat
namanya dari efek kilau yang tercipta saat cahaya memantulkan kristal es di
udara.

E. Pengukuran Hujan

1.) Alat penakar hujan


a. Ombrometer
Pengukur hujan (ombrometer) dalam standar Jumlah air hujan diukur
menggunakan pengukur hujan atau ombrometer. Ia dinyatakan sebagai
kedalaman air yang terkumpul pada permukaan datar, dan diukur kurang
lebih 0.25mm. Satuan curah hujan menurut SI adalah milimeter, yang
merupakan penyingkatan dari liter per meter persegi.
Ombrometer adalah alat pengukur curah hujan yang umumnya dinamakan
penakar hujan. Alat ini dipasang di tempat terbuka, sehingga air hujan akan
diterima langsungoleh alat ini. Satuan yang digunakan adalah milimeter (mm)
dan ketelitian dan pembacaannya sampai dengan 0,1 mm. pembacaan
dilakukan sekali sehari pada pukul 07.00 pagi hari. Alat ukur curah hujan ini
terdapat juga versi manual. Pengertian curah hujan merupakan ketinggian air
hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak
meresap dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam
luasan satu meter persegi pada tempat datar yang tertampung air setinggi
satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Adapun jenis-jenis
hujan berdasarkan besarnya curah hujan (definisi BMKG), diantaranya yaitu
hujan kecil antara 0-21 mm perhari, hujan sedangantara 21-50 mm perhari
dan hujan besar atau lebat di atas 50 mm perhari
Ombrometer ditemukan pertama kali oleh menlo park, nama Menlo
Park adalah julukan nama Thomas Alva Edison (lahir 11 Februari 1847-
meninggal 18 Oktober 1931 pada umur 84 tahun) adalah penemu dan
penguasa yang mengembangkan banyak peralatan penting. Si penyihit
Menlo Park ini merupakan salah seorang penemu pertama ombrometer dan
ia yang menerapkan prinsip produksi massal pada proses penemuan.
Pengukuran curah hujan menggunakan ombrometer dilaksanakan
dengan prosedur sebagai berikut:
 Pengamatan untuk curah hujan harus dilakukan tiap hari pada jam 07.00
waktu setempat, atau jam-jam tertentu
 Buka kunci gembok dan letakkan gelas penakar hujan dibawah kran,
kemudian kran dibuka agar airnya tertampung dalam gelas penakar.
 Jika curah hujan diperkirakan melebihi 25 mm, sebelum mencapai skala 25
mm, kran ditutup dahulu, lakukan pembacaan dan catat. Kemudian lanjutkan
pengukuran sampai air dalam bak penakar habis, seluruh yang dicatat
dijumlahkan.
 Untuk menghindarkan kesalahan Parallex, pembacaan curah hujan pada
gelas penakar dilakukan tepat pada dasar meniskusnya.
 Bila dasr meniskus tidak tepat pada garis skala, diambil garis skala yang
terdekat dengan dasar meniskus tadi.
 Bila dasar meniskus tepat pada pertengahan antara dua garis skala, diambil
atau dibaca ke angka yang ganjil.

2.) Penakar hujan biasa


Pada dasarnya alat ini merupakan suatu corong dengan diameter
tertentu (umumnya 8”) dan sebuah gelas ukur, untuk mengukur jumlah hujan
yang turun (mm) atau (inch) dalam satu hari sebelum pengukuran dilakukan
(tujuan kumulatif untuk periode 24 jam). Sedangkan untuk berbagai keperluan
dan analisa dibutuhkan pula intensitasnya (mm/jam).
Adapun kerugian alat pengukur hujan biasa yaitu:
 Pada hujan lebat, kemungkinan air yang berada pada tabung luber,
sehingga hasil pengukuran tidak memperlihatkan keadaan
sebenarnya.
 Sejumlah air (1%) tidak merupakan pengaruh hujan, misal proses
kohesi
 Intensitas (jumlah hujan per satuan waktu) tidak dapat dengan
merata-ratakan jumlah hujan dalam 1 hari/24 jam. Karena pada
umumnya hujan tidak turun terus menerus selama 24 jam dan nilai
kederasan/intensitas penuangan air yang berbeda memberi
pengaruh yang berbeda.

 Syarat-syarat penempatan alat ukur hujan biasa (opertional


hydrologie)
 Harus diletakkan di tempat yang bebas halangan, supaya tidak ada
pengaruh hujan tidak langsung. Misalnya, pengaruh air tumbuh-
tumbuhan yang terbawa angin. Umunya < 45 0 terhadap horizontal
tidak ada halangan, atau alat tersebut ditempatkan pada jarak antara
2 sampai 4 kali tinggii objek tersebut.
 Mulut penakar diletakkan ± 120 cm, untuk mencegah adanya air
hujan yang terpantul dan tidak boleh miring, sebab dengan miringnya
mulut penakar berarti lebih sedikit air yang tertampung dan makin
tinggi mulut penakar, makin banyak koreksi yang harus dilakukan
terhadap hasil pengukur.
 Alat pengukur hujan tidak pernah diletakkan pada tepi atau di atas
bukit, apabila massih bisa memilh lokasi di atas tanah datar. Tetapi
bila sulit memilih lokasi yang datar, maka pilihan lokasi pada tepi/ di
atas bukit bisa dilakukan asal tempat terlindung dari angin
kencang/puyuh.
 Haurs dipagari, supaya tidak terganggu oleh binatang/manusia.
Jarak alat terhadap pagar ± 2-4 x tinggi pagar.
 Diusahakan dekat dengan tenaga pengamat.
 Syarat-syarat teknis harus dipenuhi (harus standard)

3.) Alat penakar hujan Automatik


 Tipe-tipe alat perekam hujan adalah:
a. Weighing Bucket Rain-Gauge
Penggerakan ember dikarenakan pertambahan berat akibat air,
diteruskan pena yang akan merekam pergerakannya di atas grafik. Grafik
dan silinder ini dikendalikan oleh jam.
b. Float Type Rain-Gauge
 Corong menerima air hujan, kemudian masuk ketabung
dibawahnya.
 Pelampung naik, sebagaimana permukaan M.A. naik di dalam
tabung bawah.
 Pergerakannya direkam oleh pena oleh bergerakannya
silinder/grafik berikut waktu/jamnya.
 Bila air dalam tabung naik, sehingga air pada shyphom meluap
keluar (mencapai batas siphon atas), maka seluruh air pada
tabung terkosongkan.
c. Tipping Bucket Rain-Gauge
Alat pengukur hujan tipe penampung gerak. Sesuai dengan fungsinya,
alat ini dikategorikan menjadi penampung/penerima dan mencatat.
Penampung bagian atas terdiri dari tabung dan corong. Penampung bagian
bawah dilengkapi dengan penampung bergerak (tipping bucket), bentuknya
simetris dapat bergerak pada sumbu horizon. Apabila sebelah pihak terisi
penuh, maka titik berat berubah, bucket gergerak, air tumpah membawa
pihak yang satunya kepada posisi di bawah corong, dan seterusnya.
Penakar hujan tipe Tipping Bucket ini jarang dipakai, karena:
 Kesulitan pengukuran laju presipitasi dalam kertas rekaman pada
interval pendek selama hujan lebat.
 Alat ini harus dikalibrasi (ditera/dikoreksi) terhadap intensitas
dengan menggunakan alat penakar biasa.
 Hujan yang tertampung cenderung mengandung karat dan kotoran
dari poros/sumbunya.
 Tidak ada hujan yang tercatat selama bergeraknya penampung.
 Alat perekam hujan ini, dapat dipakai juga untuk menentukan
kecepatan atau kederasan hujan untuk suatu jangka waktu
pendek.

4.) Pengukuran hujan dengan radar


Cara terbaru mengukur hujan adalah dengan microwave radar. Radar
dipakai untuk mendapatkan informasi kasar dari distribusi hujan.

Prinsip Kerja:
Layar radar menginterpretasikan intensitas hujan, apabila jumlah refleksi
energi tergantung kepada ukuran butir-butir hujan dan jarak terhadap
pemancar (pendekatan).

F. Metode Analisa Hujan Wilayah


Data curah hujan dan debit merupakan data yang sangat penting dalam
perencanaan waduk. Analisis data hujan dimaksudkan untuk mendapatkan
besaran curah hujan. Perlunya menghitung curah hujan wilayah adalah untuk
penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian
banjir (Sosrodarsono & Takeda, 1977). Metode yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rata-rata wilayah daerah aliran sungai (DAS) ada
tiga metode, yaitu metode rata-rata aritmatik (aljabar), metode poligon
Thiessen dan metode Isohyet (Loebis, 1987).

i. Metode rata-rata aritmatik (aljabar)


Metode ini paling sederhana, pengukuran yang dilakukan di beberapa
stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan dan kemudian dibagi jumlah
stasiun. Stasiun hujan yang digunakan dalam hitungan adalah yang berada
dalam DAS, tetapi stasiun di luar DAS tangkapan yang masih berdekatan juga
bisa diperhitungkan. Metode rata-rata aljabar memberikan hasil yang baik
apabila :
• Stasiun hujan tersebar secara merata di DAS.
• Distribusi hujan relatif merata pada seluruh DAS. (Triatmodjo, 2008).

ii. Metode Thiessen


Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang
mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap bahwa
hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun yang terdekat, sehingga
hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut. Metode ini
digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak
merata, pada metode ini stasium hujan minimal yang digunakan untuk
perhitungan adalah tiga stasiun hujan. Hitungan curah hujan rata-rata dilakukan
dengan memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun. Metode poligon
Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan rata-rata kawasan. Poligon
Thiessen adalah tetap untuk suatu jaringan stasiun hujan tertentu. Apabila
terdapat perubahan jaringan stasiun hujan seperti pemindahan atau
penambahan stasiun, maka harus dibuat lagi poligon yang baru. (Triatmodjo,
2008).
Rumusnya:
iii. Metode Isohyet
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman
hujan yang sama. Pada metode Isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu
daerah di antara dua garis Isohyet adalah merata dan sama dengan nilai rata-
rata dari kedua garis Isohyet tersebut.

Metode Isohyet merupakan cara paling teliti untuk menghitung kedalaman hujan
rata-rata di suatu daerah, pada metode ini stasiun hujan harus banyak dan
tersebar merata, metode Isohyet membutuhkan pekerjaan dan perhatian yang
lebih banyak dibanding dua metode lainnya. (Triatmodjo, 2008).

Dalam perhitungan tugas akhir ini stasiun hujan di daerah yang ditinjau tidak
merata dan jumlah stasiun hujan yang dipakai sebanyak tiga buah stasiun hujan,
sehingga metode yang digunakan adalah metode Thiessen.
Gambar 2-1. Poligon Thiessen

G. Analisa Curah hujan Rancangan


Curah hujan rancangan adalah curah hujan yang terjadi pada suatu daerah
dengan periode ulang tertentu. Dalam perhitungan curah hujan rancangan
digunakan analisis frekuensi. Namun demikian sebelum menggunakan macam
analisis frekuensi perlu dikaji persyaratannya. Adapun pengujian sebaran data
untuk dapat menggunakan analisis frekuensi adalah : Dihitung parameter-
parameter statistik, Cs, Cv, Ck, untuk dapat menentukan macam analisis
frekuensi. Adapun syarat Cs, Cv dan Ck untuk beberapa distribusi frekwensi
adalah:

Tabel 4.1. Persyaratan Distribusi Frekwensi :

Setelah diketahui agihan frekuensinya, maka sebaran data diuji dengan


Chi Square Test dan Smirnov Kolmogorov Test.
a. Pemilihan Agihan Frekuensi

Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pemilihan


agihan frekuensi adalah :

2.) Menghitung curah hujan maksimum rerata dengan persamaan :

n
1
x 0= ∑x
n i =1 i

2. Menghitung simpangan baku, dengan persamaan :

Sx=

3. Menghitung parameter-parameter statistik, yang meliputi koefisien skewnes/


penyimpangan (Cs), koefisien varians (Cv), dan koefisien kurtosis (Ck), dengan
persamaan :

Sx
Cv=
x0

4. Dengan melihat harga Cs, Cv, dan Ck sehingga dapat ditentukan agihan
frekuensi mana yang akan digunakan.
Keterangan :
xi =curah hujan, mm
xo= curah hujan rata-rata, mm
n = jumlah data
Sx= standar deviasi
Cs= koefisien skewnes/penyimpangan
Cv= koefisien varians
Ck= koefisien kurtosis
b. Pengujian Analisis Frekuensi
Setelah diketahui jenis agihan frekuensi yang dipilih, maka sebaran data
diuji dengan Chi Square test dan Smirnov Kolmogorov test. Sebelum pengujian
tersebut dilaksanakan, terlebih dahulu di ada kan plotting data hasil
pengamatan pada kertas peluang (Gumbel atau Log Pearson III), dengan
tahapan sebagai berikut :
 Data curah hujan harian maksimum tiap tahun diranking dari kecil
ke besar.
 Hitung peluang dengan persamaan Weibull
100.. m
P=
n+1
Dimana :
p = peluang
m = nomor urut data
n = jumlah data
 Plot data hujan versusu peluang.
 Plot persamaan Gumbel atau Log pearson III (sesuai sebarannya),
maka dengan mengambil dua besaran dapat ditarik suatu garis durasi.
Untuk selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan uji kesesuaian agihan
frekuensi, sebagai berikut:
 Uji Chi Square
Setelah data diplot pada kertas peluang (gumbel atau Log pearson III),
bandingkan harganya dengan rumus berikut :
2
X hit=¿

V = K-3
Dimana :
2
X hit=hargaChi quadrat hasil perhitungan.
Ef = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan
Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
V = derajat kebebasan
K = jumlah kelas (grup)
 Uji Smirnov Kolmogorof
Uji ini dilakukan dengan membandingkan kemungkinan (probability) untuk
tiap variate dan distribusi empiris dan teoritis, sehingga diperoleh perbedaan ()
tertentu. Plotting data sama dengan langkah-langkah plotting pada uji Chi
Square, dengan persamaan Smirnov Kolmogorov :
P (max|Pe-Pt|)¿ ∆ Cr, α
Apabila harga  max yang terbaca pada kertas peluang <  Cr yang
diperoleh dari tabel  kritis untuk suatu derajat signifikan, maka dapat
disimpulkan bahwa agihan frekuensi yang di pilih dapat digunakan. Pada
umumnya taraf signifikan atau derajat nyata () diambil sebesar 5 %, dengan
asumsi bahwa 5 dari 100 kesimpulan kita akan menolak hipotesa yang
seharusnya kita terima atau kira-kira 95% confident bahwa kita telah membuat
kesimpulan yang benar.

c. Analisis frekuensi
Analisis frekuensi diperlukan untuk menetapkan hujan rancangan dengan
periode ulang terentu dari serangkaian data curah hujan.
1.Metode Gumbel
Untuk menghitung besarnya curah hujan rancangan pada suatu daerah,
Gumbel telah merumuskan suatu metode untuk menghitung curah hujan
tersebut berdasarkan nilai-nilai ekstrim yang diambil dari analisis hasil
pengamatan curah hujan dilapangan. Adapun prosedur perhitungan dari
metode Gumbel adalah :
 Menghitung curah hujan maksimum rerata
 Menghitung simpangan baku
 Menghitung nilai K dengan persamaan :

Yt−Yn
k=
Sn
Keterangan :

Yn = reduced mean yang tergantung dari


besarnya sampel .

Sn = reduced standard deviation, tergantung dari besarnya sampel n

 Menghitung curah hujan rancangan, dengan persamaan gumbel :


Xt = x 0 + K.Sx

keterangan :

XT = curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun (mm)

Yt = reduced variate (fungsi periode ulang)

Sx = simpanan baku

K = faktor penyimpangan Gumbel

xo = curah hujan maksimum rerata (mm)

Tr−1
Yt =−¿[-In ]
Tr

Keterangan :

1
-In = logaritma natural
(−x )

Tr = Waktu periode rencana hujan

 Metode Log Pearson III

Dalam perhitungan ini, memerlukan beberapa parameter yaitu berupa


derajat kepencengan, nilai tengah (harga rata-rata), dan standar deviasi.
Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
 Mengubah data curah hujan n buah dari x1, x2, x3,...,xn menjadi
bentuk. logaritma yaitu log x1, log x2, log x3,..., log x
 Menghitung harga rerata, dari data curah hujan yang telah diubah
ke dalam bentuk logaritma dengan persamaan :

 Hitung standar deviasi, dengan persamaan :

 Hitung koefisien penyimpangan, dengan persamaan :

 Menghitung logaritma curah hujan dengan persamaan :

logXT=logxo + KTr . S log x

harga KTr diperoleh dari tabel hubungan antara q log X dengan kala
ulang.

 Hitung nilai anti log dari XT, untuk mendapatkan curah hujan
rancangan dengan kala ulang T tahun
Keterangan :
Xi = curah hujan (mm)
XT = curah hujan rancangan dengan kala ulang T tahun (mm)
q log x = koefisien penyimpangan/kepencengan
S log x = standar deviasi
KTr = fungsi q log x terhadap kala ulang
Log xo = logaritma curah hujan rerata
Log xi = logaritma curah hujan harian maksimum
H. Analisis Evapotranspirasi

Berbagai metode untuk menentukan besarnya evapotranspirasi telah


tersedia. Metode yang ada untuk menentukan besarnya laju evapotranspirasi
secara umum ditentukan oleh unsur-unsur cuaca. Semakin banyak unsur cuaca
yang digunakan untuk menentukan nilai evapotranspirasi, maka semakin baik
nilai perkiraan yang dihasilkan. Namun hal ini mengalami kendala, karena
secara umum kualitas data klimatologi yang dimiliki sangat kurang baik,
sehingga penggunaan metode dengan unsur cuaca yang banyak tidak dapat
dilakukan. Dengan banyaknya metode yang tersedia, dan dengan unsur data
iklim yangdigunakan sangat beragam dengan variasi hasil yang diperoleh juga
sangat beragam.Dengan demikian, maka Smith (1990) melakukan penelitian
untuk membandingkansekitar 20 metode perhitungan evapotranspirasi yang
ada dengan data pengukuranlapangan. Hasil dari penelitian tersebut
selanjutnya diberi urutan rangking, metodemana yang paling baik untuk
digunakan dengan tingkat kesalahan yang sangat kecil.
 Metode Blaney-Criddle
Persamaan Blaney-Criddle dikembangkan di daerah lahan kering di
bagian barat USA dengan menggunakan satu unsur iklim untuk
menentukannya yaitu suhu udara. Metode ini sangat sederhana dan sering
digunakan di Indonesia. Persamaan Blaney-Criddle dalam bentuk SI adalah
sebagai berikut :
E T 0= p(0,46 T +8,13)
Keterangan :
ET0 = Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
T = suhu udara harian (0C)
 Metode Thornthwaite
Metode ini dikembangkan pada tahun 1948 di daerah yang memiliki iklim
sedang (temperate). Model ini diperoleh dari percobaan lisimeter pada daerah
yang memiliki vegetasi pendek dan padat dengan persediaan air yang cukup.
Model ini sudah cukup populer digunakan di Indonesia dengan persamaan
sebagai berikut :
ET0=cTa
a=¿)I3-(771x10-7)I2 + (179x10-4)I + 0,492
Nilai I adalah besarnya indeks panas tahunan dapat dihitung dengan
persamaan :

Besarnya nilai Eto untuk garis lintang 0 dapat dihitung dengan rumus :

 Metode Turc
Turc (1969) menghitung besarnya evapotranspirasi dengan berdasarkan
kriteria kelembaban relatif (RH). Persamaan yang digunakan untuk
evapotranspirasi potensial pada kondisi RH > 50% adlah sebagai berikut :

Untuk kondisi RH>50% dihitung dengan persamaan berikut


ini:

Keterangan :

T : suhu rata-rata

Rs : radiasi matahari (kal/cm2/hari)

RH: kelembaban relatif udara (%)

 Metode Meyer
E=0,35 ( ea−ed )( 1+100 ) mm /hari
Ed = ea * RH
Ea ===> lihat tabel berdasar t bola kering
RH ===> lihat tabel berdasar t bola basah & ∆ t

V = kecepatan angin (mile/hari)

Evaporasi merupakan faktor dasar untuk menentukan kebutuhan air


dalam rencana irigasi dan merupakan proses yang penting dalam siklus
hidrologi.

 Metode thornwaite Mather


Perhitungan neraca air menurut fungsi meteorologis sangat berguna untuk
evaluasi ketersediaan air di suatu wilayah terutama untuk mengetahui kapan
ada surplus dan defisit air. Neraca ini umumnya dihituung dengan metode
Thotnwaite Mather.
Data yang diperlukan berupa :
 Curah hujan bulanan
 Suhu udara bulanan
 Penggunaan lahan
 Jenis tanah atau tekstur tanah
 Letak garis lintang

BAB III

METODOLOGI ANALISA

A. LOKASI ANALISA

1. Stasiun Kabupaten Bantaeng

Secara geografis Kabupaten Bantaeng terletak pada koordinat antara 5 °212’3’’

sampai 5° 35’26’’ lintang selatang dan 119° 51’42’’ sampai 120° 5’26’’ bujur timur.

Kabupaten Bantaeng terletak 125 km kearah selatan dari ibu kota Provinsi

Sulawesi Selatan. Luas wilayah nya mencapai 395,83 km 3 dengan jumlah penduduk
170.057 jiwa (2006) dengan rincian laki-laki sebanyak 82.605 jiwa dan perempuan

87,452 jiwa.

Batas wilayah Bulukumba adalah :

Sebelah Utara : Pegunungan Lompo Battang

Sebelah Selatan : pesisir Pantai dan Persawahan

Sebelah Timur : Pesisir Pantai dan Persawahan

Sebelah Barat : Pesisir Pantai dan Persawahan

2. Kabupaten Gowa

Secara geografis Kabupaten Gowa berada pada 12 ° 38.16’ bujur timur dari

jakarta dan 5° 33.6’ bujur timur dari Kutub Utara.

Letak wilayah administrasinya antara 12 ° 33.19’ hingga 13°15.17’ bujur timur 5°

5 hingga 5° 34.7’ litang selatan dari jakarta.

Sebelah Utara : Kota Makassar dan Kabupaten Maros

Sebelah Selatan : Kabupaten Takalar dan Jeneponto

Sebelah Timur : Kabupaten Sinjai, Bulukumba dan Bantaeng

Sebelah Barat : Kota Makassar dan Takalar

3. Stasiun Kabupaten Maros

Secara geografis Kabupaten Maros Terletak pada Koordinat antara 40 ° 50’50’’

Lintang Selatan dan 109° 20’’- 109° 12’’.

Batas wilayah Maros :

Sebelah Utara : Kabupaten Pangkep

Sebelah Selatan : Kota Makassar dan Kabupaten Gowa

Sebelah Timur : Kabupaten Bone


Sebelah Barat :Selat Makassar

B. DATA DAN PERALATAN

1. Data

Analisa data ini dilakukan dengan cara menganalisa data skunder antara lain :

a. Data curah hujan harian dengan periode pencatatan selama 10 tahun (masa

pembelajaran, data yang diambil setiap stasiun berbeda tahunnya) dari data 3

stasiun penakar yang telah diberikan oleh Dosen bersangkutan.

 Stasiun Bantaeng (Kabupaten Bantaeng)

 Stasiun Kampili (Kabupaten Gowa)

 Stasiun Maros (kabupaten Maros)

2. Peralatan

Peralatan kerja yang dipakai adalah :

 Serangkat PC

 Seperangkat lunak Microsoft Excel

 Seperangkat lunak Microsoft Word

C. Cara kerja

Pendungan curah hujan dalam analisa ini dilakukan dengan metode Log person,

gumbel, iwai dilakukan dengan cara kerja yang diuraikan sebagai berikut :

1. Perhitungan suhu, Kelembaban relatif, lama penyiraman matahari dan kecepatan

angin.

2. Interpolasi data hubungan suhu dengan ea,w(1-w) f (t).

3. Perhitungan evapotranspirasi.

4. Perhitungan analisa hujan wilayah dengan metode Al-jabar dan Thiessen.


5. Perhitungan metode curah hujan rancangan dengan metode Gumbel, Log

person Type III, Iwai.

BAB IV

Anda mungkin juga menyukai