BAB I
PENDAHULUAN
Permukaan bumi sebagian besar tertutupi oleh air sebanyak 70,9 % baik berupa
perairan darat maupun perairan laut. Perairan darat adalah semua bentuk perairan
yang terdapat di darat. Bentuk perairan yang terdapat di darat meliputi, mata air,
air yang mengalir di permukaan dan bergerak menuju ke daerah-daerah yang
lebih rendah membentuk sungai, danau, telaga, rawa, dan lain-lain yang memiliki
suatu pola aliran yang dinamakan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Hujan adalah sebuah peristiwa turunnya butir-butir air yang berasal dari
langit ke permukaan bumi. Hujan juga merupakan siklus air di planet bumi.
Definisi hujan yang lainnya adalah sebuah peristiwa Presipitasi (jatuhnya cairan
yang berasal dari atmosfer yang berwujud cair maupun beku ke permukaan bumi)
berwujud cairan. Hujan membutuhkan keberadaan lapisan atmosfer tebal supaya
dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Di
bumi, hujan adalah proses kondensasi (perubahan wujud benda ke wujud yang
lebih padat) uap air di atmosfer menjadi butiran-butiran air yang cukup berat
untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan (Gunawan, 2019).
Daerah Aliran Sungai atau DAS adalah hamparan pada permukaan bumi yang
dibatasi oleh punggungan perbukitan atau pegunungan di hulu sungai ke arah
lembah di hilir. DAS oleh karenanya merupakan satu kesatuan sumberdaya darat
tempat manusia beraktivitas untuk mendapatkan manfaat darinya. Agar manfaat
DAS dapat diperoleh secara optimal dan berkelanjutan maka pengelolaan DAS
harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya (Fuady, 2013).
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Hidrologi
Hidrologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari dan membahas tentang
terjadinya, pergerakan, dan distribusi air di bumi baik diatas maupun dibawah
permukaan bumi, tentang sifat fisik dan kimia air, serta reaksinya terhadap
lingkungan termasuk hubungannya dengan kehidupan. Ilmu ini sangat penting
untuk dipelajari oleh orang-orang dibidang teknik sipil karena air merupakan
aspek penting dalam konstruksi seperti menentukan curah hujan di suatu daerah
dan penyediaan kebutuhan air. Tanpa cabang ilmu ini, maka sebuah rumah akan
akan sulit dalam mengatur air hujan dan air tanah. Sebuah konstruksi dengan
perhitungan hidrologi yang tepat juga bisa terhindar dari bahaya banjir, khususnya
di perkotaan.
Hidrologi sangat penting dalam sebuah konstruksi baik di wilayah desa maupun
perkotaan. Dalam cabang ilmu ini banyak sekali hal yang dipelajari yang
berkaitan dengan air, seperti pergerakan air, distribusi air diatas maupun dibawah
permukaan bumi, sifat-sifat fisik air, sifat-sifat kimia air, reaksi air terhadap
lingkungan dan kehidupan, serta kualitas dan kuantitas air di bumi.
2.2. Hidraulika
Hidraulika adalah cabang ilmu teknik sipil yang mempelajari tentang perilaku zat
cair. Terdapat cabang ilmu yang hampir sama, namun berbeda yaitu illmu
hidrologi. Ilmu hidrologi mempelajari tentang air hujan, debit sungai, banjir, dan
sejenisnya. Pemanfaatan ilmu hidraulika ini antara lain untuk pembuatan
bangunan sebagai fasilitas hidup. Diantaranya adalah pembuatan gorong-gorong
yang letaknya perlu diperhitungkan sedemikian rupa sehingga setiap rumah dapat
teraliri dengan deras. Kemudian adalah bangunan penutup air pada bendungan
sehingga dapat diatur seberapa besar volume air yang akan ditahan dan dialirkan.
Lalu pengendalian banjir seperti penentuan daerah rawan banjir sehingga perlu
dipikirkan bagaimana langkah terbaik dalam mencegah banjir. Kemudian
pembuatan arus transportasi air yang dapat membagi semua lahan persawahan
dengan baik dan adil sehingga semua petani mendapatkan hasil panen yang baik
karena tanamannya mendapatkan kebutuhan air yang cukup.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam menentukan hujan maksimum rerata
yang terdapat di suatu DAS dari berbagai stasiun penakar, yaitu metode Thiessen
dan metode Isohyet .
P 1 + P2 + P 3 + P 4
R = (2.1)
4
Keterangan :
R = Rata-rata curah hujan wilayah (mm)
P1, P2, … Pn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3, … n
R =
A1 ( P2 + P ) + A (P2 + P )+…+ A (P2 + P )
1 2
2
1 2
n
n n
(2.3)
A 1 + A 2 +…+ A n
Keterangan :
R = Rata-rata curah hujan wilayah (mm)
Analisis frekuensi curah hujan adalah kemungkinan tinggi hujan yang terjadi
dalam kala ulang tertentu baik jumlah frekuensi persatuan waktu maupun periode
ulangnya. Analisis frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang
telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan dating
akan tetapi sama dengan sifat statik hujan masa lalu. Untuk menentukan metode
distribusi sebaran yang tepat terdapat syarat ketentuan berdasarkan tabel berikut:
Ada beberapa metode dalam menghitung besarnya curah hujan pada kala ulang
tertentu, yaitu :
Keterangan :
Sx =
√ ∑ ( Xi - X )2
n-1
(2.5)
∑ log ( Xi ) (2.7)
i
log X =
n
Slog x =
√ ∑ ( log X - log X )2
n-1
(2.8)
Keterangan :
Log XTr = Perkiraan curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode
ulang T
Log X = Harga rata-rata dari data
Slog x = Simpangan baku
KTr = Variabel reduksi Gauss
Yt - Yn
k= (2.11)
Sn
Keterangan :
XTr = Perkiraan curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode
ulang T
X = Nilai rata-rata curah hujan
k = Faktor frekuensi atau nilai variabel reduksi Gauss
SX = Standar deviasi
Sn = Reduced standard deviation
Yt = Reduced variated
Tabel 2.2. Tabel Yn (Reduced mean)
Tabel Reduce Mean (Yn) Metode Gumbel
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,507 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,552
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,532 0,5332 0,5343 0,5353
30 0,5362 0,5371 0,538 0,5388 0,8396 0,5403 0,541 0,5418 0,5424 0,5436
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,553 0,5533 0,5535 0,5538 0,554 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,555 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,557 0,5572 0,5574 0,0558 0,5578 0,558 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,56 0,5602 0,560,3 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,561 0,5611
Sumber: Suripin (2004)
debit minimum (low flows). Distribusi Log Pearson Tipe III mempunyai koefisien
kecondongan (coefficient of skewness) atau CS ≠ 0. Distribusi Log Pearson Tipe
III memiliki rumus sebagai berikut.
log X Tr = log X + K Tr × S log X (2.12)
logX Tr
X Tr =10 (2.13)
Keterangan :
XTr = Perkiraan curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode
ulang T
Log X = Nilai rata-rata curah hujan
k = Faktor frekuensi atau nilai variabel reduksi Gauss
S log X = Standar Deviasi
Sementara itu, untuk menentukan metode distribusi frekuensi empiris mana yang
sesuai dengan sampel data yang ada, diperlukan pengujian secara statistik.
Terdapat dua cara pengujian, yaitu uji Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov
k 2
(EF-OF) n
( X ) hit = ∑
2
, EF= (2.14)
i=1 EF k
Keterangan :
(X2)hit = Uji statistik
OF = Nilai yang diamati (Observed frequency)
EF = Nilai yang diharapkan (Expected frequency)
∆ maks = | Pe ( X ) - P t ( X ) | (2.15)
Keterangan :
∆ maks = Selisih data probabilitas teoritis dan empiris
Pe(X) = Posisi data x menurut sebaran empiris
Pt(X) = Posisi data x menurut sebaran teoritis
Sumber: Samuel jr
Umumnya taraf signifiksi atau derajat nyata (α) diambil sebesar 5% dengan
asumsi bahwa 5 dari 100 kesimpulan kita akan menolak hipotesa yang seharusnya
kita terima atau kira-kira 95% konfiden bahwa kita telah membuat kesimpulan
yang benar. Pengujian ini dilakukan dengan mencari nilai selisih probabilitas tiap
varian, menurut distribusi empiris dan teoritis yaitu disimbolkan dengan Δ. Harga
Δ maksimum harus lebih kecil dari Δ kritis.
Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air hujan yang diterima di permukaan sebelum
terjadinya aliran pada permukaan, penguapan, dan infiltrasi ke dalam tanah. Data
dari curah hujan yang dibutuhkan dalam pembuatan rencana adalah curah hujan
dengan jangka waktu pendek dan bukan merupakan curah hujan bulanan ataupun
tahunan. Curah hujan tersebut berdasarkan volume debit dari daerah pengaliran
yang kecil seperti perhitungan debit banjir, rencana peluap seuatu bending,
gorong-gorong melintasi jalan dan saluran, dan selokan-selokan samping.
Intensitas curah hujan adalah jumlah hujan dalam satuan waktu tertentu yang
dinyatakan dalam mm/jam, mm/hari, mm/tahun, dan lainnya. Besar intensitas
curah hujan berbeda-beda ditiap titiknya. Hal ini disebabkan faktor lamanya curah
hujan serta frekuensi kejadiannya. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan
berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode
ulangnya makin tinggi pula intensitasnya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara
melakukan analisis data hujan baik secara statistik maupun secara empiris.
Komponen hujan dengan sifat-sifatnya ini dapat dianalisis berupa hujan titik
maupun hujan rata-rata yang meliputi luas daerah tangkapan (chatment) yang
kecil sampai yang besar. Analisis hubungan dua parameter hujan yang penting
berupa intensitas dan durasi dapat dihubungkan secara statistik dengan suatu
frekuensi kejadiannya (Yulius, 2014). Adapun rumus intensitas hujan, yaitu :
R 24 24
2
I= × ( )3 (2.16)
24 t
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Durasi curah hujan (jam)
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
a
I= (2.19)
√t + b
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Durasi curah hujan (jam)
a, b = Koefisien
Q = 0,278 × C × I × A (2.20)
Keterangan :
Q = Debit (m3/detik)
C = Koefisien aliran
I = Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A = Luas daerah aliran
BAB III
METODOLOGI
3.1. Soal Tugas Besar Semester Genap (2022/2023)
3.
3.1.
3.2.
3.2.1. Metodelogi Pengerjaan
Berikut merupakan langkah-langkah pengerjaan tugas besar rekayasa hidrologi
yaitu sebagai berikut:
1. Menghitung luas peta DAS dengan menggunakan metode Thiessen dan
Isohyet .
2. Menghitung data curah hujan dengan menambahkan dua digit nim terakhir
(0, xy) pada 5 stasiun dari tahun 1986-2005.
3. Menentukan luas DAS dengan metode Thiessen dan curah hujan maksimum
tiap tahun dari 5 stasiun pada tahun 1986-2005.
4. Menghitung analisis curah hujan harian maksimum dengan menggunakan
metode Thiessen dan Isohyet .
5. Menghitung analisis vrekuensi dengan menggunakan metode normal, log
normal, gumbel, dan log person III.
6. Melakukan uji Smirnov-Kolmogorov dan Chi-Square pada distribusi log
person III.
7. Menghitung intensitas curah hujan dengan metode Mononobe, Talbot ,dan
Shearman.
8. Menghitun debit rencana menggunakan metode rasional.
3.3. Flowchart
Mu
MULAI
Menghitung nilai
maksimum curah hujan
Dispersi
Mencari luas Daerah
Aliran Sungai dan Parameter statika
nilai distribusi Sx, Cs, Ck, Cv
Dispersi Log
Distributor Sebaran:
Memenuhi
Menghitung intensitas
curah hujan:
Menghitung debit
(Mononobe, Ishiguro, rencana banjir
Talbot, dan Shearman)
SELESAI
BAB IV
ANALISIS DAN PERHITUNGAN
4.
4.1. Analisis Perhitungan Thiessen dan Isohyet
Pada sub bab ini terdapat pembahasan yang mencakup luasan pada peta polygon
Isohyet . Analisis perhitungan distribusi curah hujan dengan metode Isohyet .
4.
4.1.
4.1.1. Perhitungan Metode Thiessen
Pada sub bab ini dijabarkan cara mencari luasan dengan metode polygon Thiessen.
Berikut persamaan yang digunakan:=
Luas PH
Koefisien = (4.2)
Luas DAS
1
RRata-Rata =
n
∑ Pi (4.3)
2 2
719× (0,1 )×(10000 )
Luas PH-019 = 8
10
= 7,19 Ha
2 2
2782× (0,1 )× (10000 )
Luas PH-031 = 8
10
= 27,82 Ha
2 2
2641× (0,1 )× (10000 )
Luas PH-032 = 8
10
= 26,41 Ha
2 2
199× (0,1 )×(10000 )
Luas PH-033 = 8
10
= 1,99 Ha
b. Perhitungan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS)
Luas DAS = 8,73 + 9,19 + 27,82 + 26,41 + 1,99 = 72,14 Ha
PH-010
Curah hujan (R) = 112,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,121
Ri × C = 13,57 mm
PH-019
Curah hujan (R) = 91,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,100
Ri × C = 9,908 mm
PH-031
Curah hujan (R) = 59,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,386
Ri × C = 22,79 mm
PH-032
Curah hujan (R) = 152,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,366
Ri × C = 55,68 mm
PH-033
Curah hujan (R) = 89,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,028
Ri × C = 2,46 mm
PH-010
Curah hujan (R) = 111,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,121
Ri × C = 13,445 mm
PH-019
Curah hujan (R) = 41,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,100
Ri × C = 4,096 mm
PH-031
Curah hujan (R) = 50,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,386
Ri × C = 19,321 mm
PH-032
Curah hujan (R) = 50,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,366
Ri × C = 18,341 mm
PH-033
Curah hujan (R) = 89,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,028
Ri × C = 2,458 mm
3). Data curah hujan tahun 1988
PH-010
Curah hujan (R) = 105,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,121
Ri × C = 12,719 mm
PH-019
Curah hujan (R) = 64,1 mm
PH-031
Curah hujan (R) = 64,6 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,386
Ri × C = 24,912 mm
PH-032
Curah hujan (R) = 97,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,366
Ri × C = 35,548 mm
PH-033
Curah hujan (R) = 152,1 mm
Koefisien Thiessen (C) = 0,028
Ri × C = 4,196 mm
Tahun 1986
1
R rata-rata = (0+0, 46 +0+5 5 , 68+0)
5
= 11,23 mm
Xi max = 11,23 mm
Tahun 1987
1
R rata-rata = (7, 03 +0,26 + 19,32 +18,34 +0, 20 )
5
= 9,03 mm
Xi max = 9,03 mm
Tahun 1988
1
R rata-rata = (0+ 1,80 +2 4 , 91 +22 ,73 +0, 17 )
5
= 9,92 mm
Xi max = 9,92 mm
4.1.1.
4.1.2. Perhitungan Metode Isohyet
Pada sub bab ini dijabarkan cara mencari luasan dengan metode polygon Isohyet .
Berikut persamaan yang digunakan :
Isohyet 1+ Isohyet 2
Rata –rata Isohyet = (4.2)
2
Keterangan :
Luas = Luas stasiun (Ha)
∑ kotak = Jumlah kotak
Luas kotak = 0,1 cm × 0,1 cm
= 0,01 cm2
Skala = 1:10000
Konversi = 10-8
Pada sub bab ini terdapat pembahasan yang mencakup luasan pada peta polygon
Thiessen . Analisis perhitungan distribusi curah hujan dengan metode Thiessen.
4.1.
4.2.
4.3.
4.3.1.
Tabel 4.22 Data Hasil Perhitungan Thiessen Tahun 1986
Sx
Cv = 4.4
Xr
n × ( ∑ Xi -Xr)
2 4
Cx = 4
4.5
(n-1)(n-2)(n-3) (Sx)
n×( ∑ Xi-Xr)
3
Cs = 3 4.6
(n-2)(n-1) (Sx)
Keterangan:
Cv = Koefisien variasi
Sx = Standar deviasi
Xr = Rata-rata curah hujan
Ck = Koefisien kurtosis
Cs = Koefisien kemencengan
n = Jumlah data
= 21,92
(Xi – Xr)2 = (101,00758 – 79,09)2
= 480,36
(Xi – Xr)3 = (101,00758 – 79,09)3
= 10528,22
(Xi – Xr)4 = (101,00758 – 79,09)4
= 230749,17
= 3,70
(Xi – Xr)3 = (77,16756– 79,09)3
= -7,11
(Xi – Xr)4 = (77,16756– 79,09)4
= 13,67
d. Perhitungan simpangan baku (Sx)
Sx =
√ 4662,36
20-1
= 15,66
e. Perhittungan koefisien kemencengan (Cs)
20 (17656,16)
Cs = 3
(19)(18) (15,66)
= 0,27
f. Perhitungan koefisisen kurtosis (Ck)
202 (2495324,81)
Ck =
(19)(18) (15,66) 4
= 2,85
g. Perhitungan koefisien variasi (Cv)
15,66
Cv =
79,09
= 0,20
DISTRIBUSI NORMAL
No Tahu (Xi- (Xi- (Xi-
. n Xi Xr Xr) Xr)^2 Xr)^3 (Xi-Xr)^4
101,0075
1 1986 8 79,09 21,92 480,36 10528,22 230749,17
2 1987 66,40987 79,09 -12,68 160,80 -2038,97 25855,15
3 1988 77,16756 79,09 -1,92 3,70 -7,11 13,67
4 1989 83,31656 79,09 4,23 17,86 75,48 319,00
5 1990 97,74122 79,09 18,65 347,85 6487,76 121002,22
6 1991 79,02344 79,09 -0,07 0,00 0,00 0,00
7 1992 72,53405 79,09 -6,56 42,99 -281,83 1847,75
8 1993 73,64250 79,09 -5,45 29,68 -161,69 880,87
Salma Tsabitah Obelia Damanik - 121210021 43
TUGAS BESAR REKAYASA HIDROLOGI | 2023
= 0,1144
(log Xi – log Xr)2 = (2,0044– 1,89)2
= 0,01309
(log Xi – log Xr)3 = (2,0044– 1,89)3
= 0,00150
(log Xi – log Xr)4 = (2,0044– 1,89)4
= 0,0002
b. Perhitungan Tahun 1987
= -0,0677
(log Xi – log Xr)2 = (1,8222– 1,89)2
= 0,00458
(log Xi – log Xr)3 = (1,8222– 1,89)3
= -0,00031
(log Xi – log Xr)4 = (1,8222– 1,89)4
= 0,0000
c. Perhitungan Tahun 1988
= -0,0025
(log Xi – log Xr)2 = (1,8874– 1,89)2
= 0,00001
(log Xi – log Xr)3 = (1,8874– 1,89)3
= 0,00000
(log Xi – log Xr)4 = (1,8874– 1,89)4
= 0,0000
1
Sumber : Data Hasil Perhitungan
Pada bagian ini berisi hasil disperse parameter statistic yang telah dihitung pada
perhitungan sebelumnya.
Tabel 4.44 Hasil Dispersi
Hasil Dispersi
Data
Dispersi Statistik Dispersi Statistik Logaritma
Xr 79,090 1,890
Sx 15,665 0,085
Cs 0,269 -0,168
Cv 0,198 0,046
Ck 2,85 3,16
Sumber : Data Hasil Perhitungan
Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan table hasil disperse yang
berisi nilai rata-rata, simpangan baku, koefisien kurtosis, koefisien variasi, dan
koefisien kemencengan pada parameter statistik dan disperse statistic logaritma.
Hasil dari nilai disperse statistik memiliki nilai yang lebih besar disbandingkan
nilai disperse statistik logaritma. Dikarenakan pada nilai disperse statistic
logaritma, hasil perhitungan diubah ke dalam bentuk logaritma sehingga nilai
dispersi statistik logaritma lebih kecil.
= 92,2489 mm
Kala ulang 10 tahun
Xt = 79,09 + (1,28 × 15,665)
= 99,1414 mm
Kala ulang 20 tahun
Xt = 79,09 + (1,64 × 15,665)
= 104,7807 mm
Kala ulang 25 tahun
Xt = 79,09 + (1,71 × 15,665)
= 105,8773 mm
Kala ulang 50 tahun
Xt = 79,09 + (2,05 × 15,665)
= 111,2033 mm
Kala ulang 100 tahun
Xt = 79,09 + (2,33 × 15,665)
= 115,5895 mm
Tabel 4.45 Hasil Distribusi Normal
Distribusi Normal
Kala Ulang Xr Kt Sx Xt
2 0,00 79,0904
5 0,84 92,2489
10 1,28 99,1414
20 79,09 1,64 15,665 104,7807
25 1,71 105,8773
50 2,05 111,2033
100 2,33 115,5895
Sumber : Data Hasil Perhitungan
= 1,8899 mm
Xt = 101,8899
= 77,61 mm
Kala ulang 5 tahun
Log Xt = 1,8899 + (0,84 × 0,08)
= 1,9630 mm
Xt = 101,9630
= 91,84 mm
Kala ulang 10 tahun
Log Xt = 1,8899 + (1,28 × 0,08)
= 2,0013 mm
Xt = 102,0013
= 100,31 mm
Kala ulang 20 tahun
Log Xt = 1,8899 + (1,64 × 0,08)
= 2,0327mm
Xt = 102,0327
= 107,81mm
Kala ulang 25 tahun
Log Xt = 1,8899 + (1,71 × 0,08)
= 2,0388 mm
Xt = 102,0388
= 109,33 mm
Kala ulang 50 tahun
Log Xt = 1,8899 + (2,05 × 0,08)
= 2,0683mm
Xt = 102,0683
= 117,04 mm
Kala ulang 100 tahun
Log Xt = 1,8899 + (2,33 × 0,08)
= 2,0927mm
Xt = 102,0927
Salma Tsabitah Obelia Damanik - 121210021 49
TUGAS BESAR REKAYASA HIDROLOGI | 2023
= 123,80 mm
= 76,78 mm
10 - 1
Yt = -ln (-ln )
10
= 2,25
2,25 - 0,52
K =
1,063
= 1,624
Xt = 79,09 + (1,62 × 15,66)
= 104,54mm
d. Curah hujan rencana pada kala ulang 20
20 - 1
Yt = -ln (-ln )
20
= 2,97
2,97 - 0,52
K =
1,063
= 2,302
Xt = 79,09 + (2,302 × 15,66)
= 115,15 mm
e. Curah hujan rencana pada kala ulang 25
25 - 1
Yt = -ln (-ln )
25
= 0,37
0,37-0,52
K =
1,063
= 2,517
Xt = 79,09 + (2,517 × 15,66)
= 118,52 mm
f. Curah hujan rencana pada kala ulang 50
50 - 1
Yt = -ln (-ln )
50
= 3,90
3,90 - 0,52
K =
1,063
= 3,18
Xt = 79,09 + 3,18 × 15,66)
= 128,88 mm
g. Curah hujan rencana pada kala ulang 100
100 - 1
Yt = -ln (-ln )
100
= 4,6
4,6 - 0,52
K =
1,063
= 3,84
Xt = 79,09 + (3,84 × 15,66)
= 139,18 mm
Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa apabila nilai kala ulang semakin besar
maka nilai Yt akan semakin besar. Jika nilai Yt semakin besar maka nilai K dan
Xt akan semakin besar juga. Dapat disimpulkan bahwa nilai kala ulang, nilai Yt,
nilai K, dan nilai Xt berbanding lurus.
= 78,0493 mm
b. Curah hujan rencana pada kala ulang 5
Log Xt = 1,8899 + (0,846× 0,087)
= 1,9635
Xt = 101,96
= 91,9446 mm
c. Curah hujan rencana pada kala ulang 10
Log Xt = 1,8899 + (1,262 × 0,087)
= 1,9997
Xt = 101.99
= 99,9418 mm
d. Curah hujan rencana pada kala ulang 20
Log Xt = 1,8899 + (1,693 × 0,087)
= 2,0372
Xt = 102,03
= 108,9536 mm
e. Curah hujan rencana pada kala ulang 25
Log Xt = 1,8899 + (1,945 × 0,087)
= 2,0592
Xt = 102,05
= 114,6058 mm
f. Curah hujan rencana pada kala ulang 50
Log Xt = 1,8899 + (2,178× 0, 0,087)
= 2,0795
Xt = 102,07
= 120,0838 mm
KALA ULANG
Kala Ulang
2 5 10 20 25 50 100
Koefisien G
Presentase Peluang Terlampaui
50% 20% 10% 5% 4% 2% 1%
-0,1 0,017 0,836 1,27 1,72 1,945 2,178 2,388
-0,2 0,033 0,85 1,258 1,68 1,945 2,178 2,388
-0,168 0,028 0,846 1,262 1,693 1,945 2,178 2,388
Sumber: Data Hasil Perhitungan
1 Xr 79,090 1,890
2 Sx 15,665 0,085
3 Cs 0,269 -0,168
4 Cv 0,198 0,046
5 Ck 2,85 3,16
4.4.
4.4.1. Uji Chi Kuadrat
Untuk menguji kecocokan suatu distribusi sebaran yang memenuhi, digunakan uji
Chi-Kuadrat. Sebelum memcari X2 Cr analisis, harus mengurutkan nilai Xi dan
Log Xi diurutkan dari nilai terkecil. Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut:
K = 1 + (3,322 × Log n)
DK = K – (1 + 1)
n
EF =
K
2
(EF - OF)
X2 =
EF
Keterangan:
X2 = Nilai Chi-Kuadrat
K = Jumlah kelas
Dk = Derajat kebebasan
EF = Nilai harapan
OF = Nilai observasi
n = Jumlah data
ΔX = Interval kelas
=3
3. Menghitung Nilai EF
n
EF =
K
20
=
5
=4
5. Menghitung X2 Cr
(4 - 2 )2
X2(1) = =1
4
2
(4 - 5 )
X2(2) = = 0,25
4
(4 - 8 )2
X2(3) = =4
4
2
(4 - 4 )
X2(4) = =0
4
(4 - 1 )2
X2(5) = = 2,25
4
m
P(X) =
n+1
P(X<1) = 1 – P
m
Pꞌ(X) =
n-1
Pꞌ(X<1) = 1 – Pꞌ
ΔP = P(X<1) – Pꞌ(X<1)
Keterangan:
n = Jumlah data
1. Menghitung P(X)
1
P(X)1997 = = 0,0476
20+1
2
P(X)1995 = = 0,0952
20+1
3
P(X)1996 = = 0,1429
20+1
2. Menghitung P(X<1)
P(X<1)1997 = 1 – 0,0476
= 0,9524
P(X<1)1995 = 1 – 0,0952
= 0,9048
P(X<1)1996 = 1 – 0,1429
= 0,8571
3. Menghitung Pꞌ(X)
1
Pꞌ(X)2002 = = 0,0526
20 - 1
2
Pꞌ(X)2004 = = 0,1053
20 - 1
3
Pꞌ(X)2005 = = 0,1579
20 - 1
4. Menghitung Pꞌ(X<1)
Pꞌ(X<1)2002 = 1 – 0,0526
= 0,9474
Pꞌ(X<1)2004 = 1 – 0,1053
= 0,8947
Pꞌ(X<1)2005 = 1 – 0,1579
= 0,8421
5. Menghitung ΔP
= 0,0050
= 0,0100
= 0,0150
= 14,048
= 21,072
= 24,584
= 7,024
= 3,512
= 16,562
= 24,842
= 28,983
= 8,281
= 4,140
= 17,991
= 26,986
= 31,484
= 8,995
= 4,498
4.5.
4.6.
4.6.1. Intensitas Hujan Metode Mononobe
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
R 24 24 23
I= ( )
24 t
Keterangan:
2
78,044 24
I(5) = ( )3
24 0,083
= 141,816 mm/jam
2
78,044 24
I(10) = ( )3
24 0,167
= 89,338 mm/jam
2
78,044 24
I(20) = ( )3
24 0,333
= 56,280 mm/jam
= 167,191 mm/jam
2
92,009 24
I(10) = ( )3
24 0,167
= 105,323 mm/jam
2
92,009 24
I(20) = ( )3
24 0,333
= 66,350 mm/jam
= 181,618 mm/jam
2
99,948 24
I(10) = ( )3
24 0,167
= 114,412 mm/jam
2
99,948 24
I(20) = ( )3
24 0,333
= 72,075 mm/jam
Mononobe
250.000
Intensitas (mm/jam)
0.000
0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000
Waktu (jam)
Grafik 4.1. Kurva IDF Metode Mononobe
a
I=
t+b
a=
∑ ( I × t ) ∑ ( I2 ) - n ∑ ( I 2 × t ) ∑ ( I )
n × ∑ ( I2 ) - ∑ ( I) ∑ ( I )
b=
∑ ( I ) ∑ ( I × t ) - n ∑ ( I2 × t )
n × ∑ ( I ) - ∑ ( I) ∑ ( I )
2
Keterangan :
t = Durasi (jam)
a dan b = Konstanta
d. Menghitung a dan b
= 38,404
= 0,242
= 45,276
= 0,242
= 49,183
= 0,242
38,404
I(5) = = 118,2 mm/jam
0,083+0,242
38,404
I(10) = = 94,1 mm/jam
0,167+0,242
38,404
I(20) = = 66,8 mm/jam
0,333+0,242
45,276
I(5) = = 158,154 mm/jam
0,083+0,242
45,276
I(10) = = 125,870 mm/jam
0,167+0,242
45,276
I(20) = = 89,380 mm/jam
0,333+0,242
57,174
I(5) = = 175,971 mm/jam
0,083+0,242
57,174
I(10) = = 140,050 mm/jam
0,167+0,242
57,174
I(20) = = 99,449 mm/jam6
0,333+0,242
3 9 1
a
I= n
t
Keterangan:
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
t = Lamanya Hujan (Menit)
n = Konstanta
BAB V
PENUTUP
5.
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA