Anda di halaman 1dari 74

NOVEMBER 2021

MODUL HEC-HMS
Langkah-Langkah Pemodelan Hidrologi Sederhana

DISUSUN OLEH
Fikry Asri Islami, ST.
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr wb.

Puji syukur atas nikmat Allah swt berupa kesehatan dan kesempatan sehingga modul
“Pemodelan Hidrologi Sederhana Menggunakan Software HEC-HMS” ini dapat
terselesaikan. Terimakasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang membantu
terselesaikan nya modul ini, dan juga terimakasih kepada @lokertekniksipil atas
kesempatan berbagi dalam online course.
Semoga sedikit yang saya bagikan ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang ingin
mempelajari basic dari software HEC-HMS. Mohon maaf apabila terdapat banyak
ketidaksempurnaan dalam modul ini. Terimakasih dan Selamat membaca!

Wassalamualaikum wr wb.

Malang, November 2021

Fikry Asri Islami, ST.


Daerah Aliran Sungai (DAS)
Siklus hidrologi (hydrological cycle) merupakan rangkaian proses perubahan fase dan
pergerakan air dalam suatu sistem hidrologi. Air yang berada di atmosfer mengalami
kondensasi membentuk awan, kemudian menjadi hujan atau disebut presipitasi. Hujan dari
atmosfer tidak semuanya akan sampai ke bumi karena ada sebagian akan berkondensasi
kembali, sebagian lagi hujan ada yang tertahan oleh permukaan vegetasi pada suatu lahan
(intersepsi). Air hujan yang sampai ke permukaan tanah sebagian akan masuk ke dalam tanah
(infiltrasi) sebagian lagi akan menjadi aliran permukaan limpasan. Air yang masuk ke dalam
tanah mengisi air tanah (ground water) mengalir secara perlahan-lahan di dalam tanah
kemudian keluar dari tanah di tempat-tempat yang lebih rendah (Hendrayanto 2009).
Gangguan ekologis pada DAS terjadi apabila hubungan antar komponen dalam
ekosistem DAS tidak dalam keadaan seimbang. Gangguan ini pada dasarnya adalah gangguan
pada arus materi, energi, dan informasi antar komponen ekosistem. Salah satu gangguan
ekologis yang sering kali terjadi di DAS adalah kejadian banjir pada daerah hilirnya.
Menentukan pengaruh gangguan DAS bagian hulu terhadap kemungkinan terjadinya banjir di
daerah hilir memerlukan observasi respon DAS bagian hulu terhadap masuknya curah hujan.
Respon DAS terhadap curah hujan banyak ditentukan oleh karakteristik DAS. Karakteristik
fisik seperti keadaan topografi, kelembaban dan jenis tanah, penutupan vegetasi, dan ukuran
kerapatan drainase (Asdak 2014).
DAS diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan
sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu
mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap
terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai
fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi
tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian
mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui
daur hidrologi (Asdak 2014).

Presipitasi
Presipitasi adalah masukan utama bagi siklus hidrologi. Bentuk utamanya adalah hujan,
salju dan hujan es dan beberapa variasi bentuk lain seperti gerimis dan hujan yang bercampur
dengan salju (sleet). Presipitasi diperoleh dari atmosfer, bentuk dan kuantitasnya dipengaruhi
oleh faktor-faktor iklim yang lain seperti angin, suhu dan tekanan atmosfer (Viessman et al
1977). Curah hujan yang dibutuhkan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan
pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata seluruh daerah yang bersangkutan, bukan
curah hujan pada titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah yang diperkirakan
dari beberapa titik pengamatan curah hujan (Sosrodarsono dan Takeda 2003).
Terdapat beberapa teknik perhitungan curah hujan wilayah dari pengamatan di beberapa
titik, yaitu metode rata-rata aljabar, metode poligon Thiessen, dan metode isohyet. Jika titik-
titik pengamatan di dalam suatu daerah tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah
hujan wilayah dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.
Curah hujan wilayah metode Thiessen dihitung dengan rumus :

dimana,
R = curah hujan wilayah (mm),
Ai = luas wilayah yang mewakili tiap titik pengamatan i,
Ri = curah hujan di tiap titik pengamatan i (mm).

Perhitungan luas wilayah metode Thiessen didasarkan atas luas poligon yang digambar dari
garis bagi tegak lurus pada sisisisi segitiga yang menghubungkan titik-titik pengamatan.

Analisis Frekuensi
Periode ulang sering dipakai sebagai pengganti probabilitas untuk melukiskan suatu
kejadian rencana. Periode ulang diartikan sebagai selang waktu rata-rata (sejumlah tahun) suatu
kejadian akan disamai atau dilampaui (Seyhan 1990). Jika suatu kejadian ekstrim rata-rata
terjadi setiap 25 tahun sekali, maka probabilitas atau peluang kejadian tersebut sebesar 1/25 =
0,04 atau 4 persen. Hubungan antara periode ulang T, dengan probabilitas P, adalah T = 1/P.
Hubungan ini merupakan definisi dasar dalam hidrologi statistik (Haan 1977).
Analisis frekuensi digunakan untuk menentukan periode ulang kejadian hujan harian
maksimum. Persamaan umum analisis frekuensi menurut Chow (1964) dapat dibuat dalam
bentuk :

dimana, XT adalah besar atau nilai suatu kejadian X dengan periode ulang T tahun, X adalah
harga rata-rata nilai pengamatan, KT adalah faktor frekuensi, dan S adalah standar deviasi. Nilai
faktor frekuensi berbeda untuk setiap tipe distribusi. Beberapa macam tipe distribusi
diantaranya adalah:
(1) distribusi normal,
(2) distribusi log normal,
(3) distribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I, serta
(4) distribusi log Pearson tipe III.
Disribusi nilai ekstrim Gumbel tipe I dan log Pearson tipe III sering dipakai untuk analisis
frekuensi kejadian ekstrim.

Limpasan
Hujan efektif atau hujan lebih (excess precipitation) merupakan hujan yang
menyebabkan terjadinya limpasan (runoff). Besarnya curah hujan efektif yang terjadi pada
suatu DAS akan dipengaruhi oleh keadaan lahan setempat (landuse) dan karakteristik DAS.
Secara garis besar hujan efektif diperoleh dari pengurangan curah hujan yang turun (gross
precipitation) dengan besarnya infiltrasi, intersepsi, depresi dan evapotranspirasi atau disebut
sebagai precipitation loss. Limpasan adalah bagian dari presipitasi yang terdiri atas gerak
gravitasi air dan tampak pada saluran permukaan dari bentuk permanen maupun terputus-putus
(Chow 1964).
Limpasan yang dihasilkan oleh suatu DAS merupakan hasil proses yang ada di dalam
DAS. Faktor-faktor yang mempengaruhi limpasan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
elemen meteorologi yang diwakili oleh curah hujan, serta elemen daerah pengaliran yang
menyatakan sifat-sifat fisik daerah pengaliran (Sosrodarsono dan Takeda, 2003).
Hasil limpasan dari DAS di suatu tempat biasanya disajikan dalam bentuk tabel maupun
grafik. Grafik kontinyu yang menggambarkan fenomena aliran (tinggi muka air, debit,
kecepatan dll) dengan waktu disebut hidrograf. Umumnya ada dua macam hidrograf, yaitu:
hidrograf tinggi muka air (stage hydrograph) dan hidrograf aliran (discharge hydrograph).
Analisis limpasan dilakukan untuk mengetahui debit puncak limpasan dengan tahapan berikut.
1. Penentuan Daerah Tangkapan Air
Peta RBI Bogor dan citra satelit Google Earth digunakan untuk menentukan daerah
tangkapan air (DTA) bedasarkan permasalahan di wilayah penelitian. Penentuan DTA
dengan melakukan survei secara langsung dan menentukan titik asumsi outlet.
Selanjutnya digunakan software Map Windows untuk melakukan digitasi data SRTM
dengan titik outlet yang sudah ditentukan. Pemilihan metode dilakukan berdasarkan
kriteria desain hidrologi yang tersaji dalam Tabel 1 (Suripin 2004).
Tabel 1 Kriteria Desain Hidrologi
Metode Perhitungan
Luas DAS (ha) Periode Ulang (tahun)
Debit Banjir
<10 2 Metode Rasional
10-100 2-5 Metode Rasional
101-500 5-10 Metode Rasional
>500 10-25 Metode Hidrograf Satuan

2. Analisis Frekuensi dan Probabilitas Hujan


Periode ulang adalah waktu hipotetik dimana debit atau hujan dengan suatu besaran
tertentu akan disamai atau dilampaui sekali dalam jangka waktu tersebut. Jika suatu
kejadian debit/hujan terjadi 50 tahun maka dapat diartikan debit/hujan tersebut
diharapkan disamai atau dilampaui rata – rata satu kali dalam 50 tahun (Triadmodjo
2016).
Penggunaan data curah hujan pada penelitian ini berupa data curah hujan harian
maksimum selama 10 tahun dari stasiun cuaca BMKG Dramaga Bogor. Terdapat empat
jenis metode distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi, yaitu
distribusi Normal, Log Normal, Log Pearson III dan Gumbel. Distribusi normal
memiliki dua parameter yaitu rerata dan standar deviasi S, Persamaan yang digunakan
dalam distribusi Normal seperti pada persamaan (1) (Triatmodjo 2016).
X = Xrata-rata + KT.S (1)
Keterangan:
X = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahunan
Xrata-rata = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar
KT = faktor frekuensi (Lampiran 1)

Distribusi Log Normal digunakan apabila nilai dari variabel random tidak mengikuti
distribusi normal, namun nilai logaritmanya memenuhi distribusi normal. Persamaan
yang digunakan dalam distribusi Log Normal seperti pada persamaan (2) (Triatmodjo
2016).
Y = log x (2)
Keterangan:
Y = merupakan nilai transformasi dari X (distribusi Normal)

Distribusi Log Person III digunakan untuk mendapatkan kedekatan yang lebih kuat
antara data dan teori daripada yang ditunjukkan oleh Distribusi Normal dan Distribusi
Log Normal. Persamaan yang digunakan dalam distribusi Log Normal disajikan pada
persamaan (3) (Suripin 2004).
LogXr =logXratarata+ K.S (3)
Keterangan:
Xr = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun
S = deviasi standar
K = koefisien (Lampiran 2)
Distribusi Gumbel banyak digunakan untuk analisis data maksimum seperti analisis
frekuensi. Pada kenyataannya, tidak semua varian dari suatu variabel hidrologi
terletak pada nilai rata-ratanya. Maka diperlukan pengukuran dispersi dengan
persamaan (4) dan (5) (Supirin 2004).

Keterangan:
Xr = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan
X = nilai rata-rata
S = deviasi standar
YT = reduced variate
Sn = reduced standard deviation (Lampiran 3)
Yn = reduced mean (Lampiran 3)
Menurut Soewarno (1995) diperlukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan
distribusi frekuensi data terhadap fungsi distribusi peluang yang dapat mewakilinya.
Uji kecocokan yang digunakan adalah Chi Kuadrat. Uji Chi Kuadrat diperlukan untuk
menentukan persamaan distribusi probabilitas yang telah dipilih dapat mewakili dari
distribusi statistik data yang dianalisis (Suripin 2004).

Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan didefinisikan sebagai hidrograf limpasan langsung yang disebabkan oleh
curah hujan efektif dengan intensitas seragam jatuh merata diseluruh daerah aliran sungai
dengan durasi yang khas. Satuan hujan efektif biasanya 1 mm atau satuan limpasan langsung
setebal 1 mm di seluruh DAS. Untuk menghitung debit banjir menggunakan metode hidrograf
satuan, diperlukan curah hujan efektif sebagai masukan. Persamaan umum yang digunakan
untuk merubah hietograf hujan efektif menjadi limpasan adalah:

dimana Qn adalah ordinat limpasan ke-n, P adalah curah hujan efektif, dan Uj adalah ordinat
dari hidrograf satuan (j = n – i + 1).

Hidrograf Satuan Sintetik


Hidrograf satuan sintetik merupakan hidrograf satuan yang dihasilkan dari parameter
parameter fisik suatu DAS. Parameter hidrograf satuan sintetik yang dikemukakan adalah
waktu tenggang (time lag, tl), waktu dasar (time base, tb), dan debit puncak (peak discharge,
Qp). Secara garis besar ada tiga tipe hidrograf satuan sintetik, yaitu:
1) Berdasarkan hubungan karakteristik hidrograf dengan karakteristik DAS (model
Snyder, 1938).
2) Berdasarkan pada model simpanan DAS (model Clark, 1945).
3) Berdasarkan pada hidrograf satuan yang tidak berdimensi (model SCS, 1972).
Model Snyder pada dasarnya menentukan hidrograf satuan sintetik yang dihitung
berdasarkan rumus empiris dan koefisien empiris, dengan menghubungkan komponen
hidrograf satuan dan karakteristik DAS. Parameter yang menentukan bentuk hidrograf satuan
adalah luas DAS, panjang sungai utama, dan panjang sungai utama yang diukur dari tempat
pengamatan (outlet) sampai dengan titik pada sungai utama yang berjarak paling dekat dengan
titik berat DAS (length to centroid). Clark (1945) menurunkan hidrograf satuan sintetik suatu
DAS berdasarkan dua proses penting selama transformasi curah hujan efektif menjadi
limpasan, yaitu:
• Translation atau pergerakan hujan efektif dari tempat asalnya melalui drainase
sampai ke outlet, dan
• Attenuation atau pengurangan besarnya debit aliran akibat adanya bagian dari hujan
efektif yang tersimpan dalam DAS. Proses translasi didasarkan pada kurva luas-
waktu (time-area), yang mencirikan kontribusi luas simpanan DAS terhadap debit
aliran sebagai fungsi dari waktu, dan waktu konsentrasi (time of concentration, tc),
sedangkan proses attenuation didasarkan pada model linear reservoir.
McCuen (1982) menyebutkan bahwa model SCS menggunakan hidrograf satuan tak
berdimensi berdasarkan pada analisis yang ekstensif dari data pengamatan. Model SCS
dikembangkan untuk daerah dengan curah hujan seragam. Nilai debit puncak (Qp) dan waktu
mencapai puncak (tp) diestimasi dengan menggunakan model sederhana hidrograf satuan
segitiga, seperti ditunjukkan pada Gambar dibawah.

Aliran Dasar
Aliran dasar (baseflow) merupakan aliran air di sungai pada saat tidak terjadi limpasan.
Aliran dasar terjadi akibat limpasan yang berasal dari kejadian presipitasi terdahulu yang
tersimpan secara temporer dalam suatu DAS, ditambah dengan limpasan subpermukaan yang
tertunda dari suatu kejadian hujan. Pemisahan aliran dasar dari total limpasan diperlukan untuk
menghitung aliran langsung yang nantinya dipakai untuk membuat hidrograf satuan.
Pemisahan aliran dasar dari total limpasan didasarkan pada analisis terhadap kurva resesi
(recession curve). Pada umumnya kurva resesi diekspresikan dalam bentuk persamaan
eksponensial (USACE 2000):

dimana, Qt adalah debit pada periode waktu t, Qo adalah debit awal (pada t=0), dan k adalah
konstanta resesi.

Penelusuran Banjir
Penelusuran banjir (routing) digunakan untuk memprediksi variasi temporal dan spasial
dari suatu gelombang banjir yang merambat sepanjang aliran sungai ataupun reservoir, atau
bisa juga digunakan untuk memprediksi aliran outflow hidrograf dari suatu DAS berdasarkan
input curah hujan. Teknik penelusuran banjir secara umum dapat diklasifikasi menjadi dua
kategori: penulusuran banjir hidrologis dan penelusuran banjir hidrolik (Viessman et al 1977).
Penulusuran banjir secara hidrologis dibangun berdasarkan persamaan kontinuitas dengan
beberapa analisis dan asumsi mengenai hubungan antara simpanan dengan alirannya di dalam
sistem.
Penelusuran banjir secara hidrolik lebih kompleks dan lebih akurat dibandingkan secara
hidrologis, karena menggabungkan persamaan kontinuitas dan persamaan momentum untuk
aliran tak jenuh pada saluran terbuka. Bentuk persamaan diferensial dari aliran tak jenuh
tersebut biasanya dipecahkan dengan metode numerik, baik secara implisit maupun eksplisit
dengan bantuan program komputer. Metode yang paling umum digunakan untuk penulusuran
banjir hidrologis adalah metode Muskingum yang dikembangkan oleh Mc Carthy (1938),
berdasarkan persamaan kontinuitas dan hubungannya dengan simpanan yang bergantung pada
inflow dan outflow. Simpanan dalam saluran pada periode waktu tertentu diekspresikan dalam
bentuk persamaan (Chow 1959):

Metode Muskingum mengasumsikan nilai m/ n =1 dan b / a = k , sehingga menghasilkan bentuk


linier:

dimana, K adalah waktu tempuh (travel time), dan x adalah faktor pembobot, nilainya berkisar
antara 0–0,5. Bentuk persamaan Muskingum adalah:

dimana,

Dengan mengetahui nilai parameter K, x, dan Δt, nilai-nilai koefisien C0, C1 dan C2 dapat
segera ditentukan.
HEC-HMS
Penentuan metode perhitungan debit puncak dilakukan berdasarkan luasan daerah
tangkapan air wilayah penelitian dengan menggunakan metode Hidrograf Satuan. Salah satu
software yang digunakan untuk membantu pemodelan dan penentuan debit puncak adalah
HEC-HMS. Pendekatan sistem DAS yang digunakan dalam model HEC-HMS dapat
didiskripsikan bahwa hujan merupakan input yang diproses berdasarkan properties dari sistem
DAS menghasilkan suatu output berupa debit (Hidayah 2012). Komponen utama dalam model
HEC-HMS adalah sebagai berikut:
1. Basin model – berisi elemen-elemen DAS, hubungan antar elemen dan parameter
aliran
2. Meteorologic model – berisi data hujan dan penguapan
3. Control Specifications –berisi waktu mulai dan berakhirnya hitungan
4. Time series data – berisi masukan data antara lain hujan, debit
5. Paired data – berisi pasangan data seperti hidrograf satuan
Menurut Chow et al (1988) Alternating Block Method (ABM) merupakan salah satu
model distribusi hujan yang dikembangkan untuk mengalihragamkan hujan harian ke hujan
jam – jaman. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian, maka intensitas hujan dapat dihitung dengan rumus Mononobe pada persamaan 6.
(Asdak 2014)
I = (R24/24) x (24/t) ^2/3 (6)
Keterangan:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24= Curah hujan maksimum selama 24 jam (mm)
t = Lama hujan (jam)

Kedalaman hujan diperoleh dari perkalian antara intensitas hujan dan durasi waktu
tersebut. Perbedaan antara nilai kedalaman hujan yang berurutan merupakan pertambahan
hujan dalam interval waktu Δt. Pertambahan hujan tersebut (blok-blok), diurutkan kembali ke
dalam rangkaian waktu dengan intensitas hujan maksimum berada pada tengah-tengah durasi
hujan Td dan blok-blok sisanya disusun dalam urutan menurun secara bolak-balik pada kanan
dan kiri dari blok tengah. Dengan demikian telah terbentuk hyetograph rencana, rumus dapat
dilihat pada persamaan 7 dan 8. (Triatmodjo 2016)
Td = n x Δt (7)
ItTd = It x Td (8)
Keterangan:
n = data
Δt = Pertambahan hujan dalam interval waktu
It = Intensitas (mm/jam)
Td = waktu (jam)

Komponen-komponen model HEC-HMS

Menurut USACE (2013), bahwa komponen model HEC-HMS digunakan untuk


mensimulasikan respon hidrologi DAS, yaitu:
1) Basin Model Component merupakan proses penyusunan model basin dengan tahap
deliniasi batas DAS dan merupakan suatu fisik dari DAS. Proses ini diawali dengan
menetapkan posisi titik outlet pada DAS dengan Generate Project yang mendeliniasi
batas DAS secara otomatis pada model HEC-GeoHMS. Komponen tersebut akan di
export ke dalam format HMS sebagai komponen penyusun model basin. Penyusunan
model basin dilakukan pada software Model HEC-HMS 4.0. Komponen deliniasi DAS
yang dihasilkan dari analisis ini menghubungkan beberapa elemen-elemen setiap
hidrologi yaitu subbasin, reach, junction, dan sink. Elemen-elemen hidrologi
membentuk formasi yang mempresentasikan gambaran fisik suatu DAS. Elemen-
elemen dari kawasan hidrologi HEC-HMS dalam menyusun basin model disajikan pada
Tabel dibawah sebagai berikut.
Komponen-komponen basin model terdapat 4 parameter utama yang sekaligus
merupakan metode dalam Model HEC-HMS. Metode yang digunakan untuk Model HEC-
HMS yaitu Metode Loss (Metode SCS CN), Metode Transform (Metode SCS Unit Hydograph),
Metode Baseflow (Metode Recession) dan Metode Routing (Lag Time). Keempat parameter ini
merupakan menu parameter dalam Model HEC-HMS, sebagai berikut :

a) Metode Loss
merupakan metode yang berfungsi untuk memperhitungkan bagian curah hujan yang
hilang akibat infiltrasi, intersepsi, evaporasi, dan limpasan serta mencari curah hujan
yang efektif. Hujan efektif atau hujan lebih (excess precipitation) merupakan hujan
yang menyebabkan limpasan (runoff). Metode Loss yang digunakan adalah Metode
SCS CN, dengan parameter yang diperlukan yaitu Initial Abtraction/InitLoss (abstraksi
awal), Curve Number/CN (bilangan kurva), dan Persen Impervious/PctImp. Pemilihan
Metode SCS didasarkan pada penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu yang akan
mempengaruhi limpasan atau bagian curah hujan yang hilang. Metode SCS (Soil
Conservation Servise) merupakan metode konservasi tanah yang dikembangkan oleh
US Soil Conservation Service. Konsep dasar dari metode iniyaitu menghitung rata-rata
kehilangan air hujan yang terjadi selama hujan berlangsung melalui proses
infiltrasi/permeabilitas dan tutupan lahan sehingga berpengaruh pada debit yang
mengalir pada sungai.
Metode ini terdiri dari empat parameter. yaitu initial abstraction (Ia), bilangan kurva
aliran (CN) dan lapisan kedap air (impervious). Metode SCS runoff-Curve Number
(CN) secara sederhana dirumuskan pada Persamaan 2. (USDA 1986; Heimhuber 2013):
Q adalah volume runoff (mm), P adalah curah hujan (mm), S adalah potensial retensi
maksimum setelah runoff dimulai (mm) dan Ia adalah initial abstraction.
Bilangan kurva aliran permukaan (curve number) dihitung secara komposit ditentukan
melalui analisis overlay antara Peta Kelompok Hidrologi Tanah (KHT), Peta
Penggunaan Lahan. Peta tersebut dipadankan dengan atribut bilangan CN ke dalam
Tabel CN LookUp sesuai dengan data kondisi air tanah sebelumnya (Antecedent
Moisture Condition/AMC).
Initial Abtraction (InitLoss)
Nilai InitLoss (Abstraksi awal/ Ia) adalah fungsi dari penggunaan lahan, perlakuan dan
kondisi hidrologi, serta kandungan air tanah sebelumnya. Nilai Ia dihitung dengan
menggunakan Persamaan sebagai berikut:

Ia= 0.2 S

Kostanta rasio abstraksi awal adalah asumsi yang paling ambigu dan membutuhkan
perbaikan yang cukup. Hasilnya menunjukkan Ia/S nilai yang dengan menggunakan data
limpasan-curah hujan bervariasi dari 0.010-0.154, dengan median 0.048. Rasio abstraksi awal
rata-rata dengan nilai 0.053 (Zhi-Hua et al. 2009). Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa
estimasi limpasan bisa sangat sensitif terhadap rasio abstraksi awal, terutama untuk jumlah
curah hujan relatif rendah, untuk DAS yang tertutup oleh mendalam, kasar, dan tanah berpori,
kondisi yang mendominasi banyak DAS semi kering di seluruh dunia, dengan nilai dari 0.01-
0.53 (Yongping et al. 2009).
Hubungan yang mempengaruhi nilai Ia terhadap Metode Loss menggunakan Pehitungan
retensi menggunakan Persamaan sebagai berikut :

dengan Q adalah volume aliran permukaan (mm); P adalah curah hujan (mm); CN adalah
Bilangan Kurva yang nilainya berkisar 0 - 100 (Arsyad 2009).
Curve Number (CN)
Penentuan bilangan kurva CN pada model HEC-HMS yaitu dengan analisis overlay
antara peta penggunaan lahan dan peta kelompok hidrologi tanah. Hasil overlay tersebut
digunakan ke dalam Tabel CNLookUp. Dimana, metode ini dinyatakan sebagai pengaruh
hidrologi berdasarkan kelompok hidrologi tanah, penggunaan lahan, dan kandungan air tanah
sebelumnya (Abushandi dan Merkel 2013).
Kelompok Hidrologi Tanah
Metode SCS mengembangkan sistem klasifikasi tanah menjadi empat kelompok
hidrologi tanah (Hydrologic Soil Group/HSG). HSG dapat ditentukan dengan menganalisis
yaitu:
a) berdasarkan sifat-sifat tanah,
b) peta tanah dari survey tanah dan
c) permeabilitas.
Menentukan kelompok hidrologi tanah berkaitan erat dengan nilai kapasitas air efektif
dalam tanah. Penentuaan klasifikasi Kelompok Hidrologi Tanah ditetapkan berdasarkan
hubungan antara sifat fisik tanah yaitu jenis tekstur tanah dan nilai rata-rata permeabilitas
lapisan permukaan pada Tabel 5.
Tekstur tanah berpengaruh terhadap permeabilitas. Semakin halus tekstur tanah, maka
nilai permeabilitas akan semakin kecil. Permeabilitas dianalisis menggunakan contoh tanah
utuh. Perhitungan permeabilitas dengan Hukum Darcy pada persamaan:

dengan, K adalah permeabilitas (cm/jam), Q adalah banyaknya air yang mengalir setiap
pengukuran (ml), t adalah waktu pengukuran (jam), L adalah tebal contoh tanah (cm), h adalah
tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah /water head (cm), A adalah luas permukaan
contoh tanah (cm2).

Tabel 5 Penentuan Klasifikasi Kelompok Hidrologi Tanah

Klasifikasi Penggunaan Lahan/Kondisi Penutup Lahan


Klasifikasi penggunaan lahan/kondisi penutup lahan Tahun 2014 diperoleh melalui
analisis interpretasi citra secara visual menggunakan data Citra SPOT 6 dengan perangkat
lunak ArcGIS 10.1. Interpretasi citra secara visual, elemen-elemen dasar diagnostik
penafsiran yaitu:
1) tone (derajat keabu-abuan/grayscale) dan warna adalah elemen dasar dari
interpretasi sebuah objek. Variasi tone/warna sangat bergantung pada
karakteristik dari setiap objek, karena warna merupakan hasil reflektansi,
transmisi atau radiasi panjang gelombang yang dihasilkan dari objek yang
bersangkutan. Tone atau warna sangat bergantung pada panjang gelombang atau
band yang dipergunakan pada saat melakukan perekaman. Tingkat kecerahan
dari objek bergantung sifat dasar dari konsep warna aditif yang dapat
menghasilkan warna;
2) bentuk sebuah objek mengacu pada bentuk umum bagian luar (eksternal),
struktur, konfigurasi atau garis besar dari individu objek. Bentuk dapat menjadi
petunjuk sangat khas untuk interpretasi. Bentuk umum yang digunakan adalah
variasi bentuk polygon, dan atau garis, seperti empat panjang, segi tiga
lingkaran, garis lurus, garis melengkung;
3) ukuran suatu objek yang tampak dalam citra atau foto sangat bergantung pada
skala, resolusi dan ukuran objek yang sebenarnya di alam;
4) pola yang digunakan pada interpretasi visual umumnya mengacu pada tata
ruang atau tata letak objek dalam suatu ruang. Pola merupakan susunan spasial
suatu objek dalam suatu bentuk yang khas dan berulang. Pola sebaran objek
dengan jarak yang teratur, tone yang sama akan menghasilkan tampilan pola
yang berbeda;
5) tekstur dalam interpretasi terbentuk dari variasi dan susunan tone dan atau
warna yang ditampilkan oleh suatu objek atau sekumpulan objek pada citra;
6) elemen asosiasi mempertimbangkan hubungan keberadaan antara objek yang
satu dengan objek yang lainnya (IPB; JICA 2010).

Klasifikasi penggunaan lahan/kondisi penutup lahan berdasarkan Metode SCS CN terdiri


dari faktor penggunaan lahan, perlakuan atau tindakan yang diberikan dan keadaan hidrologi
seperti penanaman menurut kontur atau pembuatan teras yang menunjukkan potensi pengaruh
terhadap aliran. Kondisi hidrologi mencerminkan tingkat pengelolaan lahan, yang
dikategorikan sebagai buruk, sedang dan baik (Arsyad 2009). Metode SCS mengembangkan
indeks yaitu Bilangan Kurva (BK) aliran permukaan untuk berbagai kelompok kondisi penutup
tanah untuk kondisi II disajikan pada Lampiran 1 dan untuk kondisi I dan III disajikan pada
Lampiran.
Jenis penggunaan lahan yang digunakan disesuaikan dengan metode SCS melalui
analisis reclassify. Penentuan kondisi air tanah sebelumnya (AMC) ditetapkan dengan
menjumlahkan data curah hujan 5 hari sebelum waktu dilakukan simulasi model. kriteria nilai
AMC selengkapnya disajikan pada Tabel dibawah.
Total jumlah curah hujan
Kondisi kandungan Keterangan 5 hari sebelumnya (mm)
air tanah sebelumnya Musim dorman Musim tumbuh
Tanah dalam keadaan kering, tetapi tidak sampai pada titik
Kondisi I
layu, telah pernah ditanami dengan hasil memuaskan. <13 <35
Kondisi II Keadaan rata-rata 13-28 35-53
Hujan lebat atau hujan ringan dengan temperatur rendah
Kondisi III
telah terjadi dalam lima hari terakhir, tanah jenuh air. >28 >53

Komponen transform menggambarkan metode hidrograf satuan yang digunakan dalam


melakukan simulasi debit aliran. parameter utama yang digunakan dalam komponen ini adalah
waktu tenggang (time lag). Metode yang digunakan untuk menghitung komponen transform
adalah metode SCS Unit Hydrograph. Lag time dihitung dengan persamaan NRCS National
Engineering Handbook (1979) sebagai berikut:

Lag adalah basin lag time (jam), L adalah panjang maksimum saluran (meter), S adalah
kemiringan sungai (%). Komponen baseflow menggambarkan proses aliran dasar yang terjadi
pada saat terjadinya limpasan. Metode baseflow pada penelitian menggunakan metode
recession, parameter yang diperlukan yaitu: debit awal (initial discharge), konstanta resesi
(recession constant) dan ratio to peak. Debit awal (initial discharge) merupakan nilai debit
awal yang dihitung atau berdasarkan data observasi. Konstanta resesi (recession constant)
adalah rasio antara aliran yang terjadi sekarang dan kemarin secara konstan. Konstanta resesi
(recession constant) dasar dihitung dengan menggunakan persamaan Schulz (1976):

Qt adalah debit pada waktu t (m3/detik), adalah debit pada waktu t=0 (m3/detik) dan k
adalah konstanta resesi. Persamaan resesi aliran tersebut menunjukkan bahwa debit aliran pada
awal resesi (Qo) bervariasi secara logaritmatik terhadap waktu (t). Konstanta resesi (recession
constant) memiliki nilai 0 sampai 1. Berdasarkan penelitian Nathan and McMahon (1990) nilai
k bervariasi antara 0.2-0.8. Ratio to peak adalah rasio antara aliran limpasan dan aliran dasar.
Komponen routing menggambarkan analisis matematik yang berujuan untuk melacak
aliran melalui sistem hidrologi (Sitanggang et al.,2014). Metode routing yang digunakan pada
penelitian ini menggunakan metode Lag. Lag time dihitung dengan persamaan Kirpich (1940)
sebagai berikut:

Keterangan: adalah waktu konsentrasi (menit), L adalah panjang lintasan maksimum


(m), S adalah kemiringan sungai (m/m), tp adalah lag time (menit).
Kondisi Kandungan Air Tanah Sebelumnya (Antecedent Moisture Condition/AMC)
Kondisi kandungan air tanah sebelumnya mempengaruhi volume dan laju aliran
permukaan. Kandungan air tanah sebelumnya diolah dengan menjumlahkan data curah hujan
5 hari sebelumnya. Metode SCS menyusun tiga kondisi air tanah sebelumnya, yang diberi tanda
angka Romawi I, II, dan III. Keadaan tanah untuk ketiga kondisi tersebut disajikan pada
Lampiran.
Persen Impervious (PctImp), Parameter yang berpengaruh terhadap volume limpasan suatu
DAS adalah luas daerah impervious (kekedapan terhadap air). Faktor Impervious Area
berdasarkan Tipe Penggunaan Lahan untuk model hidrologi HEC-GeoHMS terlihat pada Tabel
dibawah.
Tabel Faktor Impervious Area berdasarkan Tipe Penggunaan Lahan

Persen
Penggunaan Lahan Impervious
Pohon 0
Rumput 5
Pemukiman sedikit penduduk 20
Pemukiman banyak penduduk 30
Komersial 85
Air 100
Sumber: USACE (2013)

b) Metode Transform
merupakan metode hidograf satuan yang akan digunakan untuk memperhitungkan
besarnya limpasan. Metode transform yang digunakan yaitu metode SCS Unit
Hydograph. Metode ini membutuhkan parameter seperti time lag yaitu tenggang waktu
antara titik berat hujan efektif dengan titik berat hidograf (debit puncak). Perhitungan
pada Persamaan empiris Metode SCS untuk estimasi lag yaitu (4)

dengan Lag adalah time lag/tenggang waktu (jam); L adalah panjang sungai utama
dalam DAS; S adalah retensi potensial maksimum (mm); Y adalah kemiringan lereng
(%) (USACE 2013).

c) Metode Baseflow
merupakan aliran dasar pada saat limpasan sehingga dapat dihitung tinggi puncak
hidograf yang terjadi. Metode Baseflow yang digunakan yaitu metode Recession
dengan asumsi aliran dasar ada sepanjang tahun dan memiliki puncak hidograf pada
satuan waktu terkait dengan curah hujan. Metode ini membutuhkan masukan parameter
seperti initial discharge (debit awal), recession constant (konstanta resesi) dan ratio to
peak. Perhitungan metode baseflow didapatkan dari hidograf data observasi SPAS
Katulampa menggunakan pemisahan aliran dasar dengan persamaan garis lurus.
Perhitungan menggunakan seperti pada Persamaan dibawah.

dengan Qt adalah nilai baseflow (waktu); Qo adalah initial baseflow (pada waktu 0); k
adalah konstanta exponensial.

d) Metode Routing
yang digunakan adalah Metode Lag. Perhitungan seperti pada Persamaan dibawah.
Ot = { It t < lag}
Ot = { It-lag t ≥ lag}
dengan Ot adalah outflow hidograf ordinat; It adalah inflow hidograf ordinat; lag
adalah time lag.

➢ Control Spesification Component mengatur rentang waktu menjalankan simulasi yaitu


menentukan jangka waktu (time period) dan langkah waktu (time step) untuk
menjalankan simulasi. Time period menunjukkan informasi model saat dimulai dan
mengakhiri waktu simulasi. Time step menunjukkan informasi model time interval
yang digunakan.
➢ Input Data Component seperti time series data, sebagai parameter dari Meteorologic
Model Component. Terdapat parameter data curah hujan dan data debit. Curah hujan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dari pembacaan kertas pias (flufiograf) pada
stasiun penakar hujan otomatis. Input data curah hujan harian berdasarkan pola hujan
yang digunakan dari akumulasi segmen-segmen hujan, dan menghitung intentisitas
hujan yang terjadi (per/jam).
➢ Meteorologic Model Component menghitung masukan meteorologi yang dibutuhkan
oleh setiap Subbasin element. Metode yang digunakan yaitu Specified Hyetograph pada
Precipitation, yaitu mendefinisikan nama-nama stasiun curah hujan yang digunakan
untuk setiap spesifikasi Subbasin element.

Perhitungan pertama dilakukan pada komponen meteorologi. Pada komponen ini analisis
meteorologi dilakukan terhadap data presipitasi, dimana diupayakan agar curah hujan
terdistribusi ke seluruh DAS secara spasial (dengan cara interpolasi, ekstrapolasi) dan temporal
(pengisian data yang tidak terukur, pembangkit data presipitasi hipotesis). Curah hujan yang
terdistribusi spasial dan temporal akan jatuh baik pada pemukaan pervious maupun impervious.
Sebagian hujan yang jatuh pada permukaan pervious akan hilang akibat intersepsi, infiltrasi,
evaporasi dan transpirasi, yang dimodelkan dalam komponen loss.
Curah hujan efektif yang berasal dari komponen loss akan berkontribusi terhadap aliran
limpasan langsung dan aliran airbumi dalam akuifer. Curah hujan yang jatuh pada permukaan
impervious akan langsung menjadi limpasan tanpa mengalami berbagai bentuk kehilangan
(losses), yang ditransformasi menjadi aliran permukaan (overland flow) dalam komponen
direct runoff. Pergerakan air dalam akuifer dimodelkan dalam komponen baseflow. Baik
baselow maupun overland flow akan mengalir pada saluran sungai. Proses translation dan
attenuation aliran sungai akan disimulasi pada komponen routing. Terakhir, efek dari fasilitas
hidrolik (bendungan) dan cekungan alami (danau, kolam, lahan basah) akan dimodelkan dalam
komponen reservoir.

Menjalankan model HEC-HMS


Simulasi model diawali dengan memastikan data parameter yang dimasukkan ke dalam
model telah sesuai dengan kondisi lapang. Pengaturan jangka waktu pelaksanaan running
model (tanggal dan interval waktu) yang dilakukan pada control specification sesuai dengan
kejadian hujan yang dipilih.
Data hujan hasil perhitungan periode ulang diinput pada time-series data. Running model
dijalankan pada HEC-HMS versi 4.2 dengan menggunakan data input model berupa: model
basin, model meteorologi, control specification dan data time-series. Output dari model berupa
hidrograf aliran permukaan, debit aliran puncak, volume aliran dan nilai time to peak.

Kalibrasi dan Validasi


Kalibrasi adalah proses untuk menentukan nilai optimum parameter yang di input
kedalam model sesuai dengan kondisi sebenarnya di lapangan. Kalibrasi model bertujuan untuk
memperoleh hidrograf hasil hitungan model sama atau menyerupai hidrograf terukur. Proses
kalibrasi dilakukan dengan menentukan nilai-nilai parameter dari karakteristik DAS sebagai
input model agar sesuai dengan kondisi lapang. Parameter model yang dikalibrasi disajikan
pada Tabel dibawah.

No Parameter Keterangan Min Maks Unit


Curve Bilangan kurva
1
Number aliran permukaan 35 99 -
Transform
2 Waktu Tenggang
(Lag Time) 0 30,000 Jam
Recession
3 Konstantas resesi
Constant 0 1 -
Perbandingan
4 Ratio to peak terhadap
aliran permukaan 0 1 -
Routing
5 (Lag Time) Waktu tenggang 0.1 30,000 Jam
Kalibrasi adalah suatu prosedur untuk menentukan nilai-nilai parameter dari sifat fisik
DAS yang mempresentasikan beberapa proses hidrologi untuk memodelkan hujan-aliran,
dimana nilai-nilai tersebut dianggap telah dapat mewakili keadaan fisik DAS yang sebenarnya
di lapangan.
Tujuan kalibrasi ini adalah untuk mendapatkan nilai optimum parameter model hujan-
aliran dengan menggunakan paket program perangkat lunak model hidrologi HEC-HMS
sehingga keluaran yang berupa hidograf hasil hitungan mendekati hidograf hasil observasi
(terukur di lapangan). Analisis statistik yang digunakan yaitu dengan menggunakan koefisien
determinasi (R2) dan Nash Sutcliffe Coefficient of Efficiency (NSE) pada Persamaan dibawah.

dengan O adalah data observasi, adalah data debit observasi rata-rata, dan P adalah data
debit simulasi. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai dengan 1. Nilai R2 mendekati 1 maka terdapat
hubungan yang erat antara hasil prediksi model dengan hasil observasi. NSE ini paling banyak
dipakai untuk menunjukkan performa dari suatu model karena dapat memberikan informasi
yang lebih akurat mengenai nilai yang diberikan, dimana merupakan metode statistik yang
dapat mengindikasikan seberapa dekat debit hasil pengukuran terhadap debit simulasi.
Tingkat performa model NSE disajikan dalam Tabel dibawah. Selain menggunakan
kalibrasi pada Model HEC-HMS juga dilakukan kalibrasi berdasarkan uji NSE dengan
menggunakan nilai koefisien efisiensi. Koefisien efisiensi menekankan perbandingan antara
aliran permukaan yang dihasilkan model (prediksi model) dan aliran permukaan hasil
pengamatan (observasi) (Kusdaryanto 2011).

Qobs adalah parameter model hasil pengukuran lapang (m3/detik), adalah parameter
model hasil simulasi model (m3/detik), ̅ adalah parameter model hasil pengukuran lapang rata-
rata (m3/detik), dan ̅ adalah parameter model hasil simulasi model rata-rata (m3/detik).
Nilai R2 yang digunakan pada penelitian ini ≥0.5 dan tingkat keandalan model
berdasarkan koefisien Nash-Sutcliffe ditentukan berdasarkan tingkat performa yang
selengkapnya disajikan pada Tabel dibawah. Validasi model dilakukan dengan memastikan
bahwa model tersebut cocok digunakan pada perhitungan periode ulang banjir selanjutnya.
NSE Kriteria
NSE ≥ 0.75 Sangat Memuaskan
0.75 > NSE > 0.36 Memuaskan
NSE < 0.36 Kurang Memuaskan
Sumber: Nash-Sutcliffe (1970)

Validasi model adalah proses untuk menguji konsistensi hasil suatu proses sesuai dengan
spesifikasi yang ditetapkan. Validasi dilakukan dengan menjalankan model menggunakan
parameter yang telah ditentukan selama proses kalibrasi serta membandingkan data prediksi
dan data observasi yang tidak digunakan dalam proses kalibrasi. Metode statistik yang
digunakan dalam melakukan validasi adalah model koefisien determinasi (R2) dan model NSE
dengan kriteria yang sama seperti yang digunakan dalam proses kalibrasi.

Output HEC HMS


Keluaran model hasil prediksi HEC-HMS meliputi:
1) hidograf aliran permukaan (Runoff), dan Direct Runoff.
2) debit puncak aliran.
3) volume aliran; dan
4) nilai time to peak.

Langkah Pengoperasian HEC-HMS


Dalam pelatihan ini akan dijelaskan mengenai langkah-langkah pemodelan hidrologi
sederhana menggunakan HEC-HMS versi 4.7.1, dimana HEC-HMS versi 4.4 keatas sudah
mengakomodir fungsi GIS didalamnya. Sehingga hal tersebut dapat mempersingkat waktu
dalam analisa. Seiring dengan perkembangan teknologi GIS, otomatisasi delineasi DAS dan
elemen elemen model hidrologi ikut dipertimbangkan. Perangkat HEC-GeoHMS (Geospatial
Hydrologic Modeling Extension) kemudian dikembangkan pada tahun 2003. Perangkat ini
dipasang sebagai ekstensi atau plugin yang disematkan dalam perangkat ArcGIS dengan tujuan
memudahkan pengguna dengan pengalaman GIS yang terbatas (Flemming & Doan, 2013).
Ekstensi HEC-GeoHMS berakhir pada versi 10.2 yang kompatibel dengan ArcGIS 10.2.
Pengembangan selanjutnya dilakukan dimana kapabilitas dari HEC-GeoHMS langsung
disematkan ke dalam HEC-HMS versi terbaru. Hal ini akan mempersingkat waktu untuk proses
delineasi DAS dan skematisasi elemen-elemen model hidrologi terutama untuk model yang
sangat besar (https://www.hec.usace.army.mil/confluence/hmsdocs/hmsum/4.4/release-notes).
Perangkat HEC-HMS 4.4 adalah versi terbaru yang dirilis pada 14 April 2020 lalu.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, perangkat ini telah dilengkapi dengan fungsi
pemrosesan GIS dan akan terus dikembangkan di masa mendatang. Terdapat 12 fungsi GIS
dalam HEC-HMS 4.4. Untuk keperluan delineasi, fungsi-fungsi GIS dibuat secara berurutan.
Berikut merupakan langkah-langkah praktis menggunakan HEC-HMS untuk pemodelan
hidrologi sederhana. Hal yang harus dipersiapkan untuk memulai menggunakan HEC-HMS
versi 4.7 ini antara lain:
➢ Data DEM (Digital Elevation Model) yang bisa didapatkan di:
- https://earthexplorer.usgs.gov/
- https://asf.alaska.edu/
- https://tanahair.indonesia.go.id/demnas/#/demnas
➢ Peta Tanah yang bisa didapatkan di:
- Kementerian Pertanian
- BBSDLP
➢ Peta Penggunaan Lahan yang bisa diolah menggunakan citra satelit
1. Menginstall HEC-HMS yang bisa diunduh melalui https://www.hec.usace.army.mil/
2. Membuka lembar kerja baru di HMS dengan cara klik File-New

3. Kemudian menyimpan project dengan nama dan lokasi sesuai dengan yang telah
disiapkan.
4. Setelah itu, komponen utama yang harus dibangun yaitu Basin Model Manager. Klik
pada Component-Basin Model Manager-New. Kemudian create a new basin model,
beri nama sesuai dengan lokasi DAS yang akan diteliti, yaitu “DAS Porong”. Setelah
itu jendela basin model akan tersedia.

5. Kemudian, hal yang perlu dilakukan adalah setting coordinate untuk lembar kerja,
karena DAS Porong berada di Jawa Timur, sehingga sistem koordinat UTM nya yaitu
49S. Setting koordinat dilakukan dengan klik GIS-Coordinate System-Pilih data
DEM yang sudah mempunyai koordinat UTM. Kemudian klik Set.
6. Setelah itu untuk membangun atau memasukkan data DEM, pilih Components-Terrain
Data Manager. Kemudian New-Terrain 1-Next-Pilih data DEM yang sama dengan
langkah no 5.
7. Kemudian untuk memunculkan data DEM yang telah di input, perlu disinkronkan
dengan Basin Model Manager yang telah dibangun sebelumnya, dengan cara klik pada
DAS Porong, kemudian pada Terrain Data pilih “Terrain 1” sesuai dengan data
terrain yang di inputkan pada proses no 6. Setelah itu save, dan klik View-Zoom +
apabila DEM belum muncul.

8. Langkah selanjutnya yakni Preprocess Sink. Dimana preprocess sink ini tujuannya
untuk mengisi daerah-daerah rendah/daerah cekungan di sekitar dari daerah aliran
sungai atau daerah topografi yang akan kita analisis. GIS-Preprocess Sink. Kemudian
tunggu beberapa waktu, dan daerah cekungan akan terbentuk. Kecepatan pada proses
ini ditentukan dari resolusi data DEM yang digunakan.

9. Setelah proses preprocess sink berhasil, selanjutnya adalah proses Preprocess


Drainage. GIS-Preprocess Drainage. Dimana pada langkah ini adalah
mengidentifikasi jaringan-jaringan sungai dan arah aliran (Flow Direction) yang
mungkin ada dalam lingkup kajian. Tunggu hingga proses selesai dan muncul arah
alirannya.
10. Kemudian proses selanjutnya adalah Identify Streams. Kemudian kita tentukan luasan
yang digunakan sebagai patokan untuk mendefinisikan suatu aliran/batas daerah
tangkapan hujan. Semakin kecil nilai luasan, maka akan semakin banyak subcatchment
yang akan dihasilkan. Begitu sebaliknya. Dalam kajian ini menggunakan 25 km2
sebagai patokan suatu area tersebut dikatakan sebagai subcatchment. Kemudian tunggu
hingga proses selesai.
11. Hasil dari proses identify streams adalah adanya sungai yang menunjukan aliran
sungai utama, semakin gelap warna sungai tersebut, maka menandakan bahwa aliran
tersebut adalah outlet/muara dari suatu sungai (letak akumulasi aliran).
12. Langkah selanjutnya adalah menentukan titik outlet dari suatu akumulasi aliran dengan
cara Break Points Manager. Apabila di arcgis, fungsi ini sama dengan fungsi “Pour
Point”. Kemudian klik Break Point Creation Tools. Zoom pada bagian titik outlet
yang akan dikaji, sesuai dengan warna gelap pada langkah no 11.
13. Setelah ditentukan titik outlet akumulasi aliran, selanjutnya adalah delineasi DAS.
Dengan cara klik Delineate Elements. Fungsi ini bertujuan untuk mendapat batas das
dan subdas yang dibuat secara otomatis. Kemudian masukkan awalan untuk penamaan
objek yang akan digunakan. Tunggu hingga proses delineasi selesai.
14. Proses delineasi selesai, dan akan terbentuk 3 subcatchment dengan 1 reach dan 1
junction serta 1 sink. Banyak sedikitnya subcatchment tergantung dari proses yang kita
bangun pada langkah no 10.
15. Setelah itu, apabila ingin dilakukan proses selanjutnya misalnya menggunakan GIS,
maka bisa dilakukan export .shp dengan klik menu Export Georeferenced Elements.
Kemudian bisa memilih element type yang akan di export; subbasins atau reach. Lalu
save pada direktori yang diinginkan.
16. Setelah itu buka software ArcGIS, dan masukkan shp yang telah dibangun pada HEC-
HMS. Tujuan dari proses ini adalah untuk overlay antara peta subcatchment yang telah
dibangun di HMS dengan peta tanah dan peta penggunaan lahan untuk mendapatkan
nilai bilangan kurva (curve number). Klik add data dan masukkan shp yang telah
diexport.

17. Kemudian intersect antara peta subcatchment dan peta penggunaan lahan pada wilayah
studi. Setelah itu klik kanan pada shp intersect, dan open attribute table, pastikan
bahwa atribut yang terinput sudah sesuai (Subcatchment+Penggunaan Lahan).
18. Kemudian pada atribut, tambahkan field untuk memasukkan data luasan (km2).
19. Kemudian peta shp intersect antara penggunaan lahan dan subcatchment di intersect
Kembali dengan peta jenis tanah. Tujuan nya agar dalam 1 peta tsb terdapat informasi
mengenai subcatchment, jenis tanah dan penggunaan lahan.

20. Kemudian menambahkan field pada shp intersect, diantaranya:


- HSG: dengan type text. Untuk menambahkan informasi terkait kelompok
hidrologi tanah.
- CN: dengan type float. Untuk menambahkan informasi terkait curve number.
- Impervious: dengan type float. Untuk menambahkan informasi terkait impervious
(lapisan kedap air).
- Ia: dengan type float. Untuk menambahkan informasi terkait initial abstraction
(kehilangan air sebelum terjadinya runoff)
21. Pengisian parameter pada langkah no 20, menggunakan metode Query pada GIS.
Dengan langkah-langkah pengisian sesuai dengan penggunaan lahan, jenis tanah,
kondisi tanah sebelumnya (AMC). Parameter yang digunakan telah disematkan dalam
Lampiran Tabel.
22. Kemudian menambahkan field AMC, untuk menambahkan informasi terkait kondisi
tanah sebelumnya (Lihat di Lampiran). Juga menambahkan informasi terkait S (resesi
potensial) untuk menghitung nilai Ia. Dimana rumus mendapatkan nilai S adalah

dimana CN adalah bilangan kurva yang telah diidentifikasi.


23. Kemudian menghitung nilai Ia dengan rumus:
24. Kemudian setelah semua komponen telah ditambahkan kedalam atribut table, langkah
selanjutnya adalah mengexport table tersebut kedalam excel. Dengan cara klik pada
kiri atas atribut, select all-Copy Selected. Selanjutnya paste pada lembar kerja excel
yang sudah disediakan.
25. Kemudian untuk mendapatkan informasi ringkas untuk perhitungan, menggunakan
fitur Pivot Table. Dengan cara Insert-Pivot Table.

26. Selanjutnya untuk menghitung nilai CN, dihitung dengan membobotkan nilai CN pada
luasan subcatchment sesuai dengan penggunaan lahan (CN Tertimbang) dibutuhkan
informasi sebagai berikut; begitupula dengan Ia dan Impervious.
27. Setelah semua parameter SCS sudah dihitung dan direkap dalam excel, selanjutnya
input data pada model HEC-HMS yang sebelumnya sudah dibuat. Klik pada basin
dan tiap-tiap subbasin untuk memasukkan informasi yang dibutuhkan.
Pada menu subbasin:
- Loss Method: SCS Curve Number
- Transform Method: SCS Unit Hydrograph
Pada menu baseflow:
- Initial Discharge: 0.003 (sesuai hitungan baseflow)
- Recession Constant: 0.3 (sesuai table)
- Ratio to peak: 0.3 (sesuai table di Lampiran)
Pada menu Loss:
- Ia (hitungan)
- CN (hitungan)
- Impervious (hitungan)
No Parameter Nilai yang digunakan Unit
1 Curve Number 35-86
2 Transform (Lag Time) 80-225 Jam
3 Recession constant 0.3-0.85
4 Ratio to peak 0.3-0.55
5 Routing (Lag Time) 30-65 Jam
28. Komponen selanjutnya yang harus dimasukkan yaitu Meteorologic Model Manager.
Klik components-metereologic model manager-new-create. Pada penambahan time
series disesuaikan dengan data yang akan ditambahkan (Precipitation or Discharge).
Pada menu Met, diisikan untuk precipitation menggunakan metode Specified
Hydrograph. Setelah itu pada menu basins klik Yes pada Basins 1.
29. Komponen yang terakhir yaitu time series data manager. Pada komponen ini akan
diinputkan nilai time series data yaitu berupa data hujan dan data debit. Data hujan yang
digunakan merupakan data hujan wilayah yang sudah melalui uji koreksi. Kemudian
untuk data debit digunakan data debit observasi (AWLR dan semacamnya).
30. Kemudian lengkapi data hujan dan data debit pada time series data manager berikut;
Pada menu Gage:
- Time series interval → 1 day,
- Time series → 01Jan2020 pukul 00:00 hingga 31Dec2020 pukul 00:00
(disesuaikan dengan data hujan yang tersedia).
- Table → isi data hujan pada bagian precipitation gage dan data debit observasi
pada bagian discharge.
31. Penambahan time series untuk debit observasi, dengan cara yang sama dengan
langkah no 30.
32. Kemudian langkah terakhir yaitu menambahkan komponen Control Specification
Manager. Komponen ini digunakan sebagai pengontrol proses analisa dengan rentang
waktu yang telah ditentukan.
33. Kemudian setelah semua komponen diinputkan, Kembali pada masing-masing
subbasin, junction dan reach pada menu options kemudian mensinkronkan pilihan
Observed Flow → Data Debit.
34. Setelah itu pada data hujan, mensinkronkan tiap subbasin pada data hujan pada menu
Meteorologic Model → Met → Specified Hydrograph.

35. Setelah semua komponen dan input data lengkap, selanjutnya adalah Running
Model. Dengan klik pada menu Compute-Create Compute-Simulation Run-Next-
Finish. Hingga muncuk Run 1 pada jendela compute.
36. Kemudian klik compute all elements untuk merunning model dan mendapatkan hasil
dari analisa yang telah dilakukan. Tunggu hingga proses 100% berhasil dilakukan.
37. Setelah running selesai, maka ouput dari analisa dapat dilihat pada menu Results, dan
klik pada Run 1. Disana terdapat berbagai macam output diantara nya volume, peak
discharge, outflow, dll. Output yang dihasilkan model HEC-HMS merepresentasikan
setiap elemen subcatchment, junction, reach hingga sink. Sebagai acuan model
dikatakan mewakili kondisi sebenarnya dan dapat dilanjutkan untuk analisa lebih dalam
adalah ketika nilai NSE > 0,36 (dalam taraf memuaskan).
NSE Kriteria
NSE ≥ 0.75 Sangat Memuaskan
0.75 > NSE > 0.36 Memuaskan
NSE < 0.36 Kurang Memuaskan
Sumber: Nash-Sutcliffe (1970)
38. Karena nilai NSE yang dihasilkan model menunjukkan nilai 0.456, yang artinya
memuaskan, sehingga model dapat digunakan untuk analisa lebih lanjut. Akan tetapi
apabila ingin menambah nilai NSE untuk keakuratan hasil, dapat dilakukan
Optimization Trial Manager. Fungsi ini digunakan sebagai optimasi nilai data yang
diinput dalam HMS agar semakin mendekati nilai sebenarnya.
39. Pada optimization manager ini kita bisa mengatur parameter apa yang akan dioptimasi
dan pada bagian mana saja kalibrasi/optimasi harus dilakukan. Sebagai contoh pada
sub1 dengan parameter SCS-CN. Kemudian output dari optimization dapat dilihat pada
menu results.
SKENARIO PERUBAHAN LANDUSE
Pada berbagai peruntukan, HMS sering digunakan untuk menduga nilai debit puncak
masa depan akibat adanya perubahan penggunaan lahan. Dalam hal ini, mengasumsikan bahwa
di masa yang akan datang akan terjadi perubahan penggunaan lahan tanpa merubah iklim.
Sehingga parameter yang berubah adalah Curve Number (CN), Ia dan Impervious. Langkah-
langkah yang dilakukan sama seperti diatas dan didapatkan nilai debit puncak 60,sekian yang
artinya turun dari debit puncak sebelumnya.
LAMPIRAN
Curve Number sesuai dengan Kelompok Hidrologi Tanah

Hydrology Soil Group


Arcgis vs HMS

Impervious

Bilangan kurva untuk kondisi I, II dan III


HSG dan sifat tanah

Laju infiltrasi minimum berdasar kelompok tanah

Kondisi Air Tanah sebelumnya (AMC)


AMC menurut curah hujan

Anda mungkin juga menyukai