Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada perkembangan zaman khususnya pada bidang pengairan. Upaya untuk

mengatur pengairan bisa juga disebut drainase. Drainase mempunyai arti

mengalirkan, menguras, atau membuang air. Secara umum, drainase diartikan

sebagai suatu teknis dalam mengurangi kelebihan air serta dapat juga diartikan

untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Dengan cara,

air akan meresap kedalam tanah, sehingga akan mencegah intrusi air hujan. Secara

umum, drainase dapat diartikan serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk

membuang atau mengurangi kelebihan air dari suatu tempat atau lahan sehingga

lahan dapat digunakan secara optimal (Dr. Ir. Suripin, M.Eng, 2004).

Sistem drainase adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk

mengalirkan air dari suatu daerah ke daerah lain, termasuk air permukaan dan air

tanah. Sistem drainase juga merupakan bagian penting untuk kawasan pemukiman.

Suatu kawasan pemukiman yang tertata dengan baik juga harus memiliki

pengaturan sistem drainase yang berfungsi dengan baik juga, sehingga tidak

menimbulkan genangan air yang dapat mengganggu aktivitas masyarakat dan

dapat menimbulkan kerugian sosial ekonomi, terutama yang berkaitan dengan

kesehatan lingkungan. (Fairizi, 2015).

Seiring dengan berkembangnya infrastruktur, yang diiringi pula dengan

meningkatnya jumlah penduduk, maka menyebabkan semakin bertambah pula

kegiatan dan kebutuhan. Saat ini salah satu permasalahan yang dihadapi oleh

sebagian wilayah pemukiman adalah timbulnya genangan air karena curah hujan

1
yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan dampak perubahan tata guna lahan yang

menyebabkan berkurangnya infiltrasi tanah dan bisa juga karena saluran yang tidak

memenuhi standar. Belum lagi kurangnya rasa kedisplinan dan kepedulian

masyarakat dalam membuang sampah. Sehingga saluran-saluran drainase yang ada

dipenuhi oleh sedimentasi dan juga sampah-sampah, akibatnya saluran tidak dapat

bekerja optimal untuk mengalirkan air hujan yang ada.

Saat ini begitu banyak saluran drainase yang keadaannya tidak baik dan

kurang memenuhi standart, serta sudah tidak mampu lagi menampung air hujan,

sehingga air meluap dan menyebabkan terjadinya genangan. Maka saluran drainase

yang ada harus di evaluasi apakah kapasitasnya mampu menampung debit rencana

atau tidak, sehingga dapat mengatasi terjadinya kebanjiran di sebagian wilayah

pemukiman.

Pada daerah di kabupaten Blitar tepatnya di Desa Triloro, Puworejo

Sanankulon Kabupaten Blitar. Daerah tersebut merupakan kawasan pemukiman

warga disana masih ditemui beberapa permasalahan pada sistem drainase yang

kurang memenuhi standar. Pada saat curah hujan yang cukup tinggi akan

mengakibatkan terjadinya genangan air di badan maupun bahu jalan, bahkan jika

curah hujannya tinggi jalan yang ada disekitar saluran drainase tidak bisa terlihat

dan mengakibatkan aktifitas warga sedikit terganggu.

Berdasarkan kondisi di atas, maka penulis melakukan evaluasi terhadap

saluran di wilayah desa Triloro, Purworejo Kec. Sanankulon Kab. Blitar. Hasil

evaluasi ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak setempat dalam

melakukan penanganan yang tepat terhadap kondisi wilayah studi, agar tercapai

suatu lingkungan yang sehat dan nyaman bagi masyarakatnya.

2
1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah dikemukakan diatas dapat di temukan

identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Saluran yang tidak sesuai dengan standar perencanaan pembangunan

drainase.

2. Tingginya curah hujan sehingga menyebabkan genangan air

3. Kurangnya perhitungan perencanaan awal terhadap saluran, karena

saluran drainase yang lebih tinggi dari pada jalan.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas adapun rumusan masalah yang di ambil sebagai

berikut :

1. Bagaimana Cara menganalisis Perhitungan data Hidrologi menggunakan

metode gumbel pada daearah Sanankulon Kab. Blitar?

2. Berapa perhitungan aliran dasar pada saluran drainase di daerah Triloro

Sanankulon Kab. Blitar?

3. Berapa analisis kapasistas penampang sungai Berbasis HEC-RAS pada

saluran drainase di daerah Triloro Sanankulon Kab. Blitar?

1.4 Tujuan Penulisan

Berdasarkan uraian diatas, tujuan penulisan karya ilmiyah ini dapat

dikemukakan sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Cara menganalisis Perhitungan data Hidrologi

menggunakan metode gumbel pada daearah Sanankulon Kab. Blitar.

3
2. Untuk Mengetahui Perhitungan Aliran dasar pada saluran drainase di

daerah Triloro Sanankulon Kab. Blitar

3. Untuk Mengetahui Analisis Kapasistas Penampang Sungai Berbasis

HEC-RAS pada saluran drainase di daerah Triloro Sanankulon Kab.

Blitar.

1.5 Batasan masalah

Agar dapat lebih dipahami dalam pembuatan karya ilmiah ini, penulisan

batasan masalah sebagai berikut :

1. Data curah hujan yang diolah adalah data curah hujan dari tahun 2013-

2023 pada stasiun Sanankulon.

2. Data curah hujan yang di ambil adalah 10 tahun terakhir.

3. Perancangan karya ilmiah ini menggunakan test data statistik dan

penggambaran data melalui perhitungan hasil rata-rata menggunakan

teori Log Person III.

4. Tempat yang digunakan untuk penelitian ini pada lahan pemukiman

stasiun Sanankulon desa Triloro Purworejo Kab. Blitar.

1.6 Manfaat

Dengan melakukan penelitian karya iliyah ini yang bertempat di daerah aliran

drainase desa Triloro, Purworejo Sanan Kulon Kab. Blitar diharap akan menjadi

acuan yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi pihak yang membutuhkan, serta

hasil dari karya ilmiyah ini dapat digunakan sebagai bahan informasi juga sebagai

bahan referensi dan masukan untuk peneliti selanjutya khususnya yang berkaitan

4
dengan penggunaan software HEC-RAS dan Perhitungan menggunakan Log

Pearson Type III.

1.7 Sistematika Penulisan

Untuk dapat memperoleh penulisan yang sistematis dan terarah, maka alur

penulisan laporan praktek kerja lapangan ini akan dibagi dalam lima bab dengan

rincian sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan tentang latar belakang, Identifikasi masalah, Batasan

penelitian, Rumusan masalah, Tujuan, Manfaat dan Sistematika

penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian yang meliputi teori-teori yang berkaitan dengan

tema yang dibahas pada laporan hasil praktek kerja lapangan ini.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tata cara pelaksanaan perhitungan dan prosedur

kerja pada penulisan laporan ini.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang prosedur pelaksanaan yang dilakukan

dalam penelitian dan hasil yang didapatkan. Selain itu, berisi

tentang analisis dan pembahasan dari hasil penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan tentang hasil penelitian dan saran-saran penulis

sehubungan dengan analisis yang telah dilakukan.

5
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hujan

Apabila awan yang terbentuk di angkasa terus naik akan menjadi butir-butir

halus dan berubah menjadi butir-butir air yang besar-besar danakhirnya jatuh ke

bumi sebagai air hujan. Jadi hujan dapat didefinisikansebagai peristiwa jatuhnya

butir-butir air dari langit ke permukaan bumi. Hujan juga dapat diartikan sebagai

presipitasi yang berbentuk cair (presipitasi : semua bentuk hasil konsumsi uap air

yang terkandung diatmosfer). Hujan merupakan salah satu gejala cuaca yang

memiliki perananpenting bagi kehidupan di bumi (hujan sebagai sumber air tawar).

Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat

yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu)

milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar

tertampung air setinggi satu milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter.

Intensitas hujan adalah banyaknya curah hujan persatuan jangka waktu tertentu.

Apabila dikatakan intensitasnya besar berarti hujan lebat dan kondisi ini sangat

berbahaya karena berdampak dapat menimbulkan banjir, longsor dan efek negatif

terhadap tanaman.

Curah hujan yang diperlukan dalam penyusunan peta Isohiet untuksuatu

rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan

rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curahhujan pada titik tertentu.

Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah atau daerah dan dinyatakan dalam mm.

Distribusi curah hujan wilayah atau daerah (regional distribution) adalah persebaran

intensitas curah hujan yang dihitung dengan mengacu pada pengukuran curah hujan

6
di stasiun–stasiun meteorologi dengan menggunakan metode tertentu (Asdak,

Chay. 2007).

Untuk mengukur curah hujan digunakan alat ukur hujan (rain gauge) yang

dikenal antara lain, adalah alat ukur hujan yang dapat mengukur sendiri dan alat

ukur hujan biasa. Alat pengukur hujan biasa, digunakan untuk mengukur curah

hujan dalam satu hari dan kurang tepat untuk mengetahui intensitasnya dan lamanya

hujan itu berlangsung. Alat pengukur hujan yang mencatat sendiri sesuai untuk

mengukur intensitas dan lamanya hujan, sangat cocok dan tepat untuk pengukuran

hujan dengan jangka waktu yang lama di daerah-daerah pegunungan dimana para

pengamat sulit untuk tinggal lama di daerah itu.

Jumlah curah hujan yang diterima oleh suatu daerah di samping tergantung

sirkulasi uap air, juga tergantung dari faktor-faktor:

1. Letak garis lintang.

2. Ketinggian tempat.

3. Jarak dari sumber-sumber air.

4. Posisi daerah terhadap benua/daratan.

5. Arah angin terhadap sumber-sumber air (menjauhi/mendekati).

6. Hubungannya dengan deretan gunung.

7. Suhu nisbi tanah dan samudera yang berbatasan (Eagleson dalam

Seyhan, 1995).

2.2 Keragaman Hujan

Curah hujan di Indonesia berkisar antara 2.000-3.000 mm/tahun. Untuk

mendapatkan data curah hujan yang akurat maka data lapangan harus diperiksa dan

7
diteliti kebenarannya terlebih dahulu sebelum digunakan untuk keperluan

penyelesaian masalah-masalah hidrologis. Pemeriksaan data curah hujan dapat

ditanyakan langsung kepada petugas pencatat di stasiun meteorologi.

Untuk mencirikan jumlah curah hujan yang jatuh pada suatu wilayah/daerah,

para ahli hidrologi membutuhkan 4 (empat) unsur dibawah ini :

2.2.1. Derajat hujan dan Intensitas hujan

Derajat hujan adalah jumlah curah hujan dalam satuan waktu tertentu.

Biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam.Intensitas curah hujan adalah

jumlah curah hujan dalam waktu relatif singkat (biasanya dalam waktu 2 jam).

Besarnya curah hujan tidak bertambah sebanding dengan waktu. Jika waktu

ditentukan lebih lama, maka penambahan curah hujan itu adalah lebih kecil

dibandingkan dengan penambahan waktu, karena curah hujan dapat berkurang

ataupun berhenti.

Derajat curah hujan sangat membantu dalam melihat kondisi suatu wilayah,

terutama tentang keadaan tanahnya, sehingga untuk di lapangan perlu antisipasi

peralatan yang dibutuhkan. Derajat curahhujan juga berguna untuk melihat keadaan

curah hujan yang berlangsung.

Berikut ini disajikan kondisi daerah berdasarkan derajat hujan danintensitas hujan

(Tabel 2.1) dan keadaan curah hujan berdasarkan intensitas hujan (Tabel 2.2).

8
Tabel 2.1. Kondisi Daerah Berdasarkan Derajat Dan Itensitas Hujan

Intensitas
Derajat Hujan hujan (mm) Kondisi

Hujan sangat lemah Tanah agak basah atau bahasi sedikit.


< 0,02

Hujan lemah 0,02 – 0,05 Tanah menjadi basah semuanya ,

tetapi sulit mebuat pudel.

Hujan normal 0,05 – 0,25 Tanah dapat dibutat pudel dan bunyi

curah hujan kedengaran.

Hujan deras 0,25 – 1 Air tegnenag diseluruh permukaan

tanah dan bunyi keras hujan

kedengaran dari genangan.

Hujan sangat deras >1 Hujan seperti ditumpahkan, saluran

dan drainase meluap.

(Sumber: hidrologi untuk pengairan, Sosrodarsono, 1997)

Tabel 2.2. Keadaan Curah Hujan Berdasarkan Itensitas Curah Hujan

Keadaan Intensitas Curah Hujan (mm)


Curah Hujan 1 Jam 24 Jam
Hujan Sangat Ringan <1 <5

HUjan Ringan 1–5 5 – 20

Hujan Normal 5 - 20 20 – 50

Hujan Lebat 10 - 20 50 – 100

Hujan Sangat Lebat >20 >100

(Sumber: Hidrologi untuk pengairan, Sosrodarsono, 1997)

9
2.2.2. Lama hujan/Durasi hujan

Lama hujan/durasi hujan adalah periode waktu selama hujan berlangsung.

Durasi hujan dapat dinyatakan dengan satuan menit, jam, dan hari, tergantung dari

pencatatan yang dilakukan. Hampir setiap stasiun penakar hujan akan mencatat

lama hujan setiap hari dengan bantuan alat pengukur otomatis, dengan menganalisis

kertas rekam atau grafik yang telah tergores di tinta pencatat.

2.2.3. Frekuensi hujan

Frekuensi hujan adalah harapan hujan yang akan jatuh dalam waktu tertentu.

Frekuensi hujan dapat diperkirakan dengan beberapa analisis data hujan hari-hari

terdahulu, karena frekuensi hujan setiap hari, bulan, dan tahun akan berbeda-beda.

2.2.4. Luas Areal

Luas areal adalah penyebaran hujan menurut ruang. Luas areal dapat dilihat

dengan peta isohiet yang dibuat dengan data-data curah hujan yang diperoleh dari

stasiun hujan/meteorologi daerah yang akan diteliti. Hujan dapat bersifat lokal dan

dapat juga bersifat menyeluruh dalam suatu daerah, tergantung dari potensi awan

yang akan menjadi hujan. Peta isohiet akan membantu daerah-daerah yang

mempunyai curah hujan yang sama dengan bantuan stasiun penakar hujan yang

berdekatan dengan suatu daerah.

2.3 Penghitungan Hujan Suatu Daerah

Hasil pengukuran data hujan dari masing-masing alat pengukuran hujan

adalah merupakan data hujan suatu titik (point rainfall).Padahal untuk kepentingan

analisis yang diperlukan adalah data hujan suatu wilayah (areal rainfall). Ada

beberapa cara untuk mendapatkan data hujan wilayah yaitu :

10
1. Cara rata-rata aljabar/ matematik

2. Cara poligon Thiessen

3. Cara isohiet

Beberapa metode diatas kegunaannya sama yaitu untuk menghitung Tabel

Kala Ulang dan Debit Banjir suatu wilayah

2.3.1. Cara Rata-rata Aljabar/ Matematik

Cara ini merupakan cara yang paling sederhana yaitu hanya dengan

membagi rata pengukuran pada semua stasiun hujan dengan jumlah stasiun dalam

wilayah tersebut. Sesuai dengan kesederhanaannya maka cara ini hanya

disarankan digunakan untuk wilayah yang relatif mendatar dan memiliki sifat

hujan yang relatif homogen dan tidak terlalu kasar. Secara aljabar/ matematik

ditulis persamaan 2.3 seperti berikut :

Rata-rata CH = (∑ 𝑅𝑖)/n…....2.3

(Sumber : Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan, Unnes 2017)

Dimana :

Ri = Besarnya CH pada Stasiun i

n = Jumlah Penakar (stasiun)

2.3.2. Cara Poligon Thiessen

Cara ini selain memperhatikan tebal hujan dan jumlah stasiun, juga

memperkirakan luas wilayah yang diwakili oleh masing-masing stasiun untuk

digunakan sebagai salah satu faktor dalam menghitung hujan rata-rata daerah yang

bersangkutan. Poligon dibuat dengan cara menghubungkan garis-garis berat

diagonal terpendek dari para stasiun hujan yang ada.Cara ini untuk daerah yang

11
tidak seragam dan variasi CH besar. Menurut Shaw (1985) cara ini tidak cocok

untuk daerah bergunung dengan intensitas CHtinggi. Dilakukan dengan membagi

suatu wilayah (luasnya A) ke dalam beberapadaerah-daerah membentuk poligon

(luas masing-masing daerah ai), seperti pada gambar 2.3 :

Gambar 2.1 Daerah-daerah poligon (a1, a2, a3, a4) yang dibatasi oleh garis putus-

putus pada wilayah

Sumber : Shaw (1985)

Untuk menghitung Curah Hujan rata-rata dengan metode Polygon Thiessen

menggunakan persamaan 2.1 sebagai berikut :


𝐴1.𝑅1+𝐴2.𝑅2+𝐴3.𝑅3+⋯+𝐴𝑛𝑅𝑛 𝐴1.𝑅1+𝐴2.𝑅2+𝐴3.𝑅3+⋯+𝐴𝑛𝑅𝑛
R= = ….2.1
𝐴1+𝐴2+𝐴3+⋯+𝐴𝑛 𝐴

(Sumber : Jurnal Teknik Sipil & Perencanaan, Unnes 2017)

Dimana :

R = Curah hujan daerah (mm)

R1, R2, R3,…Rn = curah hujan tiap titik pengamatan (mm)

A1, A2, A3,…An = Luas wilayah yang dibatasi poligon

A = Luas daerah penelitian

2.3.3. Cara Isohiet

Isohiet adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai

tinggi hujan yang sama. Metode ini menggunakan isohiet sebagai garis-garis yang

membagi daerah aliran sungai menjadi daerah- daerah yang diwakili oleh stasiun-

12
stasiun yang bersangkutan, yang luasnya dipakai sebagai faktor koreksi dalam

perhitungan hujan rata-rata.Cara ini dipandang paling baik, tetapi bersifat subyektif

dan tergantung pada keahlian, pengalaman, pengetahuan pemakai terhadap sifat

curah hujan pada daerah setempat. Isohiet adalah garis pada peta yang

menunjukkan tempat - tempat dengan curah hujan yang sama.

Dalam metode isohiet ini wilayah dibagi dalam daerah -daerah yang masing-

masing dibatasi oleh dua garis isohet yang berdekatan. Sercara sederhana bisa juga

menggunakan kertas milimeter block dengan cara menghitung kotak yang masu ke

dalam batas daerah yang diukur.

Metode isohiet bergunan terutama berguna untuk mempelajari pengaruh

hujan terhadap perilaku aliran air sungai terutama untuk daerah dengan tipe curah

hujan orografik (daerah pegunungan).(Sumber: Soewarno,. 2000. Hidrologi

Operasional Jilid Kesatu. Penerbit PT. Aditya Bakti. Bandung.)

2.3.4. Perhitungan Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk meramal besarnya hujan

dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana tersebut kemudian

dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana. Dalam

ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat macam jenis

distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi, yaitu distribusi log-

person III, serta distribusi gumbel.

13
a) Metode Gumbel

Rumus – rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan rencana

menurut metode Gumbel dari persamaan 2.2 berikut ini:

X1 = XRT + s . K…….2.2

(Sumber : Jurnal Serambi Engineering, ITN 2020)

Dimana:

Xi = Hujan rencana dengan periode ulang T tahun (mm)

Xrt = Nilai tengah Sampel

S = Standart deviasi sampel

K = Faktor Frekuensi

Untuk mencari faktor frekuansi dapat dilihat pada permasaan 2.3

sebagai berikut :
𝒀𝒕−𝒀𝒏
K= ….2.3
𝑺𝒏

(Sumber : Jurnal Serambi Engineering, ITN 2020)

Dimana:

Yn = Harga Rata – Rata

Sn = reduced Standart deviation

Yt = Reduced Variate

14
Tabel 2.3. Reduced Standart Deviation

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan, 2004

Tabel 2.4. Reduced Variate

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan, 2004

15
Tabel 2.5. Harga Rata – Rata (Yn)

Sumber : Sistem Drainase Perkotaan Berkelanjutan, 2004

b) Metode Log Pearson III

Distribusi Log-pearson tipe III banyak digunakan dalam analisis

hidrologi terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan

minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrim. Bentuk komulatif

dari distribusi Log- pearson tipe III dengan nilai variatnya X apabila

digambarkan pada kertas peluang logaritmik (logarithmic probability

paper) akan merupakan matematik persamaan garis lurus.

16
Tahapan untuk menghitung hujan rancangan maksimum dengan

metode Log-pearson tipe III adalah sebagai berikut

(Suwarno,1995:142):

1. Hujan harian maksimum diubah dalam bentuk logaritma.

2. Menghitung nilai logaritma rata-rata dengan rumus.

…….2.4

Dimana:

Xi = titik tetap tiap interval kelas (mm)

Xrt = rata – rata hitungan (mm)

n = jumlah kelas

3. Menghitung harga simpangan baku dengan rumus :

………2.5

Dimana:

S = Standar deviasi

Xi = titik tetap tiap interval kelas (mm)

Xrt = rata – rata hitungan (mm)

n = jumlah kelas

4. Menghitung harga koefisien asimetri dengan rumus:

……….2.6

Dimana:

C = koefisien kemencengan

S = Standar deviasi

17
Xi = titik tetap tiap interval kelas (mm)

Xrt = rata – rata hitungan (mm)

n = jumlah kelas

5. Menghitung logaritma hujan rancangan dengan kala ulang

tertentu dengan rumus:

………2.7

Dimana:

S = Standar deviasi

Xi = titik tetap tiap interval kelas (mm)

Xrt = rata – rata hitungan (mm)

K = Variabel Standart(standarized variable), tergantung Cs

6. Menghitung antilog XT untuk mendapatkan curah hujan

rancangan dengan kala ulang tertentu atau dengan membaca

grafik pengeplotan XT dengan peluang pada kertas logaritma.

18
Tabel 2.5 Nilai K untuk distribusi Log-Person III

Sumber : Soewarno, 1995

2.4 Debit Aliran

Debit aliran adalah laju air ( dalam bentuk volume air ) yang melewati suatu

penampang melintang sungai per satuan waktu.Dalam system SI besarnya debit

dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik ( m3/dt).Sedangkan dalam laporan-

laporan teknis, debit aliran biasanya ditunjukan dalam bentuk hidrograf aliran.

19
Hidrograf aliranadalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan

karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS oleh adanya kegiatan

pengelolaan DAS dan / atau adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan)

iklim lokal. Dalam praktek, sering variasi kecepatan pada tampang lintang

diabaikan, dan kecepatan aliran dianggap seragam di setiap titik pada tampang

lintang yang besarnya sama dengan kecepatan rerataV, sehingga debit aliran adalah:

Q = A x V…………2.8

Sumber : Abdul Latheef, 1984

Dimana :

Q = Debit Aliran (m3/s)

A = Luas Penampang (m2)

V = Kecepatan Aliran (m/s)

Metode penelitian meliputi pengukuran langsung di lapangan. Pengukuran

langsung di lapangan meliputi pengukuran lebar, tinggi air, tinggi saluran drainase,

sisi miring, dan diameter pada masing-masing saluran drainase dari yang berbentuk

trapesium, persegi, dan lingkaran. Variabel yang diamati adalah debit air pada

masing-masing saluran drainase. Debit air sungai merupakan tinggi permukaan air

sungai yang terukur oleh alat ukur permukaan air sungai ( Mulyana, 2007).

Debit adalah suatu koefesien yang menyatakan banyaknya air yang mengalir

dari suatu sumber persatuan waktu, biasanya diukur dalam satuan liter per/detik,

untuk memenuhi keutuhan air pengairan, debit air harus lebih cukup untuk

disalurkan ke saluran yang telah disiapkan (Dumiary, 1992).

20
Pada dasarnya debit air yang dihasilkan oleh suatu sumber air ditentukan oleh

beberapa faktor - faktor yaitu :

1. Intensitas hujan

2. Penggundulan hutan

3. Pengalihan hutan

Pengukuran debit dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yaitu

(Arsyad,1989):

1. Pengukuran volume air sungai.

2. Pengukuran debit dengan cara mengukur kecepatan aliran dan menentukan

luas penampang melintang sungai.

3. Pengukuran dengan menggunakan bahan kimia yang dialirkan dalam

sungai.

4. Pengukuran debit dengan membuat bangunan pengukur debit.

Merupakan perubahan karakterisitik yang berlangsung dalam suatu DAS oleh

adanya kegiatan pengelolaan DAS dan adanya perubahan iklim lokal ( Asdak,

1995). Aliran sungai berasal dari hujan yang masuk kedalam alur sungai berupa

aliran permukaan dan aliran air dibawah permukaan,debit aliran sungai akan naik

setelah terjadi hujan yang cukup , kemudian yang turun kembali setelah hujan

selesai. Grafik yang menunjukan naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut

hidrograf, bentuk hidrograf sungai tergantung dari sifat hujan dan sifat daerah aliran

sungai ( Arsyad,2006). Terdapat tiga kemungkinan perubahan debit sungai yaitu laju

pertambahan air bawah tanah lebih kecil dari penurunan aliran air bawah tanah

normal, laju pertambahan air bawah tanah sama dengan laju penurunannya, sehingga

debit aliran menjadi konstan untuk sementara, dan laju pertambahan air bawah tanah

21
melebihi laju penurunan normal, sehingga terjadi kenaikan permukaan air tanah dan

debit sungai (Arsyad, 2006).

Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat

ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan setiap hari atau dengan

pengertian yang lain debit. Aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk

volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu.

Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan (m3/dt).

Teknik pengukuran debit aliran langsung di lapangan pada dasarnya dapat

dilakukan melalui empat katagori ( Gordon et al., 1992):

1. Pengukuran volume air sungai

2. Pengukuran debiut dengan cara mengukur kecepatan aliran

dan menentukan luas penampang melintang sungai.

2.5 Hidrograf Aliran

Merupakan perubahan karakterisitik yang berlangsung dalam suatu DAS oleh

adanya kegiatan pengelolaan DAS dan adanya perubahan iklim lokal (Asdak,

1995). Aliran sungai berasal dari hujan yang masuk kedalam alur sungai berupa

aliran permukaan dan aliran air dibawah permukaan,debit aliran sungai akan naik

setelah terjadi hujan yang cukup , kemudian yang turun kembali setelah hujan

selesai. Grafik yang menunjukan naik turunnya debit sungai menurut waktu disebut

hidrograf, bentuk hidrograf sungai tergantung dari sifat hujan dan sifat daerah aliran

sungai ( Arsyad,2006). Terdapat tiga kemungkinan perubahan debit sungai yaitu laju

pertambahan air bawah tanah lebih kecil dari penurunan aliran air bawah tanah

normal, laju pertambahan air bawah tanah sama dengan laju penurunannya, sehingga

22
debit aliran menjadi konstan untuk sementara, dan laju pertambahan air bawah tanah

melebihi laju penurunan normal, sehingga terjadi kenaikan permukaan air tanah dan

debit sungai (Arsyad, 2006).

Perlu diingat bahwa distribusi kecepatan aliran di dalam aluran tidak sama

arah horizontal maupun arah vertikal. Dengan kata lain kecepatan aliran pada tepi

alur tidak sama dengan tengah alur, dan kecepatan aliran dekat permukaan air tidak

sama dengan kecepatan pada dasar alur.

Debit air sungai adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat

ukur pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari, atau dengan

pengertian yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air (dalam bentuk

volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu.

Dalam sistem satuan SI besarnya debit dinyatakan dalam satuan meter kubik per

detik (m3/dt).

2.6 Unsur-Unsur Geometris Penampang Saluran

Unsur-unsur penapang saluran dapat dijabarkan dalam penjelasan sebagai

berikut ini :

1. Luas penampang melintang (A), adalah luas cairan yg dipotong oleh

penampang melintang dan tegak lurus pada arah aliran.

2. Keliling basah (P), adalah panjang dasar dan sisi – sisi sampai

permukaan cairan.

3. Jari-jari hidrolis (R), adalah perbandingan luas penampang melintang (A)

dan keliling basah (P).

4. Lebar puncak (T), adalah lebar permukaan air bagian atas.

23
5. Kedalaman hidrolis (D), adalah perbandingan luas Penampang melintang

(A) dan lebar puncak (T).

6. Faktor Penampang (Z) untuk aliran kritis, adalah perkalian antara luas

penampang melintang (A) dan akar dari kedalaman hidrolik (D).

7. Faktor Penampang (Z) untuk aliran seragam, adalah perkalian antara luas

penampang melintang (A) dan pangkat dua pertiga dari jari- jari hidrolis

(R).

2.7 Rumus Chezy

Seperti yang telah diketahui, bahwa perhitungan untuk aliran melalui saluran

terbuka hanya dapat dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus empiris, karena

adanya banyak variabel yang berubah. Untuk itu berikut ini disampaikan rumus-

rumus empiris yang banyak digunakan untuk merencanakan suatu saluran terbuka.

Chezy berusaha mencari hubungan bahwa zat cair yang melalui saluran terbuka

akan menimbulkan tegangan geser (tahanan) pada dinding saluran, dan akan

diimbangi oleh komponen gaya berat yang bekerja pada zat cair dalam arah aliran.

Di dalam aliran seragam, komponen gaya berat dalam arah aliran adalah seimbang

dengan tahanan geser, dimana tahanan geser ini tergantung pada kecepatan aliran.

Setelah melalui beberapapenurunan rumus, akan didapatkan persamaan umum

Rumus Chezy:

V = ∁ √𝑅. 𝐼……..2.9

(Sumber : Jurnal Teknik Sipil Univesitas Muslim Indonesia,2019)

Dimana :

V = Kecepatan aliran (m/det),

24
R =A/P=adalah Jari-jari Hydraulik (m)

A = luas basah

P = keliling basah

I = Kemiringan dasar saluran

C = Koefisien Chezy,

Berikut rumus untuk menemukan koefisien metode Chezy :

1. Rumus Kutter :
0,00155 1
23+ +
C= 𝑡 𝑛
0,000155 𝑛 ……….2.10
1+(23+ )
𝑆 √𝑅

2. Rumus Bazin :
87
C= …………………….2.11
𝛾
1+
√𝑅

Dimana :

𝑛 = Angka kekasaran manning

S = Kemiringan memanjang saluran

𝛾 = Berat jenis bahan lapisan saluran

2.8 Rumus Manning

Rumus Manning yang banyak digunakan pada pengaliran di saluran terbuka,

juga berlaku untuk pengaliran di pipa. Rumus tersebut mempunyai bentuk:

V = 1/n . R2/3 . I1/2 …………2.12

(Sumber : Jurnal Teknik Sipil Univesitas Muslim Indonesia,2019)

Dimana :

V = Kecepatan aliran (m/det)

n = Koefisien Manning

25
R = Jari-jari Hydraulik

I = Kemiringan dasar saluran.

Tabel 2.6. Kekasaran Manning Untuk Saluran

(Sumber : Ir-Darmadi-MT’S 2016)

Tabel 2.7. Tipikal Harga Koefisien Kekerasan Manning

(Sumber : Ir-Darmadi-MT’S 2016)

2.9 Rumus Strickler

Rumus Strickler yang banyak digunakan pada pengaliran di saluran terbuka,

juga berlaku untuk pengaliran di pipa. Rumus tersebut mempunyai bentuk:


2/3 1/2
V = k. R I ……….2.13

(Sumber : Jurnal Teknik Sipil Univesitas Muslim Indonesia,2019)

Dimana :

K = Koefisien Strikler

26
R = Jari-jari Hidrolik, R= A/P

A = Luas Penampang Saluran

P = keliling basah

2.10 Dimensi Optimum Saluran Terbuka

Dimensi optimum adalah suatu dimensi saluran yang memberikan energi

minimum dan memberikan aliran yang maksimum atau debitnya maksimum.

Gambar 2.2. Dimensi Optimum Saluran Terbuka

(Sumber : Jurnal Pembelajaran Universitas Sriwijaya, 2018)

2.11 Jenis - Jenis Irigasi

Seperti yang telah dijelaskan diatas irigasi adalah suatu tindakan

memindahkan air dari sumbernya ke lahan-lahan pertanian, adapun pemberiannya

dapat dilakukan secara gravitasi atau dengan bantuan pompa air. Jenis-jenis irigasi

dibagi menjadi 5, yaitu sebagai berikut:

1. Irigasi Permukaan (Surface irrigation)

Irigasi Permukaan merupakan sistem irigasi yang menyadap air

langsung di sungai melalui bangunan bendung maupun melalui bangunan

pengambilan bebas (free intake) kemudian air irigasi dialirkan secara

gravitasi melalui saluran sampai ke lahan pertanian. Di sini dikenal saluran

27
primer, sekunder, dan tersier. Pengaturan air ini dilakukan dengan pintu air.

Prosesnya adalah gravitasi, tanah yang tinggi akan mendapat air lebih dulu.

2. Irigasi Bawah Tanah (Sub Surface Irrigation)

Irigasi bawah tanah adalah irigasi yang menyuplai air langsung ke

daerah akar tanaman yang membutuhkannya melalui aliran air tanah. Dengan

demikian tanaman yang diberi air lewat permukaan tetapi dari bawah

permukaan dengan mengatur muka air tanah.

3. Irigasi Siraman (Sprinkler Irrigation)

Irigasi siraman adalah irigasi yang dilakukan dengan cara meniru air

hujan dimana penyiramannya dilakukan dengan cara pengaliran air lewat pipa

dengan tekanan (4 –6 Atm) sehingga dapat membasahi areal yang cukup luas.

Pemberian air dengan cara ini dapat menghemat dalam segi pengelolaan tanah

karena dengan pengairan ini tidak diperlukan permukaan tanah yang rata,

juga dengan pengairan ini dapat mengurangi kehilangan air disaluran karena

air dikirim melalui saluran tertutup. Sistem ini biasanya digunakan apabila

topografi daerah irigasi tidak memungkinkan untuk penggunaan irigasi

gravitasi. Ada dua macam sistem irigasi saluran :

a. Pipa tetap : Sistem ini membutuhkan banyak instalasi pipa. Oleh

karena itu pengunaan sistem seperti ini akan lebih mahal, tetapi lebih

awet.

b. Pipa bergerak : Sistem ini membutuhkan sedikit instalasi pipa,

namun biasanya pipa yang digunakan cepat rusak. Keuntungan

dengan menggunakan sistem irigasi ini adalah tanah dengan

topografi tidak teratur dapat dialiri serta erosi dapat

28
dihindari,kehilangan air sedikit, serta suhu udara dapat diatur.

Kerugian dengan menggunakan sistem ini adalah modal yang

diperlukan cukup besar, pemberian air dipengaruhi angina, sera

pekerjaan tanah dilakukan dalam keadaan tanah basah.

4. Irigasi Tetesan (Trickler Irrigation)

Irigasi tetesan adalah irigasi yang prinsipnya mirip dengan irigasi

siraman tetapi pipa tersiernya dibuat melalui jalur pohon dan tekanannya

lebih kecil karena hanya menetes saja. Keuntungan sistem ini yaitu tidak ada

aliran permukaan.

5. Irigasi Tradisional dengan Ember

Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali. Di

samping itu juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.

6. Irigasi Pompa Air

Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air,

kemudian dialirkan dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran.

Pada musim kemarau irigasi ini dapat terus mengairi sawah.

2.12 Drainase

Menurut (Silvia, 2017), drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang

dirancang sebagai sistem untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan juga

merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur

khususnya). Drainase juga merupakan suatu cara pembuangan kelebihan air yang

tidak diinginkan pada suatu daerah serta cara-cara penanggulangan akibat yang

ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. Besarnya saluran air ditentukan oleh

29
banyaknya kapasitas debit air buangan (air hujan dan air kotor dari sisa pemukiman)

yang dianalisa berdasarkan kondisi topografi dan luas wilayahnya. Drainase yang

berasal dari bahasa inggris yaitu drainage memiliki arti mengalirkan, menguras,

membuang atau mengalihkan air.

Secara umum, drainase dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis

untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan,

maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan atau lahan, sehingga fungsi

kawasan atau lahan tidak dapat terganggu. Menurut (Astika & Cahyonugroho,

2020). Evaluasi sistem drainase merupakan upaya untuk mengukur hasil

perencanaan sistem drainase untuk mengalirkan air hujan atau air limbah dari hulu

ke hilir.

Faktor-faktor yang mendukung evaluasi sistem drainase tersebut meliputi tata

guna lahan, topografi jalan, ukuran saluran, garis besar wilayah, kemiringan

saluran, arah aliran, dan badan air lainnya yang akan digunakan sebagai umpan

balik untuk perencanaan sistem drainase di masa mendatang. Menurut (Setiono,

2013). Sistem drainase yang baik juga sangat tergantung pada volume debit yang

direncanakan untuk ditentukan. Berikut ini adalah faktor-faktor yang

mempengaruhi penentuan debit rancangan, antara lain :

a. Curah hujan yang sangat tinggi

b. Kondisi daerah pengaliran (Koefisien Pengaliran)

c. Kondisi topografi yang terkait dengan waktu konsentrasi aliran.

d. Luas daerah pengaliran

30
2.13 Jenis Drainase

Menurut Hasmar (Almahera et al., 2020), drainase memiliki banyak jenis dan

jenis drainase tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek. Adapun jenis-jenis saluran

drainase dapat dibedakan sebagai berikut ini:

1. Menurut sejarah terbentuknya : Drainase menurut sejarahnya terbentuk

dalam berbagai cara, berikut ini cara terbentuknya drainase :

a. Drainase alamiah (natural drainage)

Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-

bangunan penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu /

beton, gorong-gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan

air yang bergerak karena gravitasi yang lambat laun membentuk jalan

air yang permanen seperti sungai.

Gambar 2.3 Drainase Alamiah

(Sumber : Jurnal SIMTEKS Universitas Sangga Buana YPKP, 2019)

31
b. Drainase buatan (artificial drainage)

Drainase ini dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga

memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan

batu / beton, goronggorong, pipa-pipa dan sebagainya.

Gambar 2.4 Drainase Buatan

(Sumber : Jurnal SIMTEKS Universitas Sangga Buana YPKP, 2019)

2. Menurut letak salurannya

Saluran drainase menurut letak bangunannya terbagi dalam beberapa

bentuk, berikut ini bentuk drainase menurut letak bangunannya :

a) Drainase permukaan tanah (surface drainage)

Saluran yang berada diatas permukaan tanah yang berfungsi

mengalirkan air limpasan permukaan.

b) Drainase bawah permukaan tanah (sub surface drainage)

Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan

melalui media di bawah permukaan tanah, dikarenakan alasan-alasan

tertentu.

3. Menurut fungsi drainasenya

Drainase berfungsi mengalirkan air dari tempat yang tinggi ke tempat

yang rendah. Berikut ini jenis drainase menurut fungsinya :

32
a. Single Purpose : Saluran yang berfungsi untuk mengalirkan satu

jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan

yang lain.

b. Multi Purpose : Saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis

air buangan baik secara bercampur maupun bergantian, misalnya

mengalirkan air buangan rumah tangga dan air hujan secara

bersamaan.

4. Menurut konstruksi

Dalam merancang sebuah drainase terlebih dahulu harus tahu jenis

kontruksi apa drainase dibuat, berikut ini drainase menurut konstruksi :

a. Saluran terbuka

Saluran yang konstruksi bagian atasnya terbuka dan

berhubungan dengan udara luar. Saluran ini biasanya

direncanakan hanya untuk menampung dan mengalirkan air

hujan.

b. Saluran tertutup

Saluran yang konstruksi bagian atasnya tertutup dan saluran

ini tidak berhubungan dengan udara luar. Saluran ini sering

digunakan untuk aliran air kotor atau untuk saluran yang

terletak di tengah kota.

2.14 Banjir

Menurut (Suita & Simorangkir, 2018), banjir adalah peristiwa terbenamnya

daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat. Banjir ada dua

33
peristiwa, pertama peristiwa banjir atau genangan yang terjadi pada daerah yang

biasanya tidak terjadi banjir. Kedua peristiwa banjir terjadi karena limpasan air

banjir dari sungai karena debit banjir tidak mampu dialirikan oleh alur sungai atau

debit banjir lebih besar dari kapasitas pengaliran sungai yang ada.

Menurut Kodoatie dan Sugiyanto (Maulana et al., 2017), banjir terjadi karena

adanya dua faktor utama, yaitu :

1. Faktor Manusia

Dikarenakan adanya perubahan tata guna lahan seperti perubahan daerah

resapan air menjadi pemukiman dan perkebunan. Disamping itu

perawatan sistem drainase yang kurang baik dan seringnya masyarakat

membuang sampah tidak pada tempatnya. Hal ini menyebabkan air yang

harusnya meresap ke dalam tanah menjadi melimpas, erosi dan

sedimentasi menjadi tinggi sehingga tampungan menjadi semakin kecil

dan terjadilah banjir.

2. Faktor Alam

3. Dikarenakan oleh curah hujan yang terlalu tinggi, dataran yang rendah,

serta pengaruh dari fisiografinya

2.15 Waktu Konsentrasi Hujan

Menurut (Almahera et al., 2020), Waktu konsentrasi untuk saluran air hujan

daerah perkotaan terdiri dari waktu yang diperlukan oleh limpasan untuk mengalir

34
dipermukaan tanah untuk mencapai saluran terdekat (to) dan waktu pengaliran

dalam saluran ke titik yang dimaksud (td). Menurut (Rindi Nurlaila Sari, 2014),

waktu konsentrasi hujan dapat dihitung dengan rumus :

𝐿
Td = 𝑣 …………………………....2.14

Tc = 0,0195 . L0,77 . S-0,385 ……….2.15

Dimana:

tc = waktu konsentrasi (jam)

L = panjang saluran dari titik yang terjauh sampai dengan titik yang ditinjau

(m)

S = kemiringan dasar saluran (1%)

td = waktu pengaliran air yang mengalir di dalam saluran sampai titik yang

ditinjau.

2.16 Catchment Area

Menurut (Rizki et al., 2017), catchment area adalah kawasan yang memiliki

fungsi mengalirkan air ke saluran drainase. Daerah tangkapan air dapat dihitung

berdasarkan luas jalan. Daerah tangkapan air juga merupakan daerah daratan yang

dibatasi oleh punggung bukit atau batas topografi yang berfungsi untuk menerima,

menyimpan, dan mengarahkan air hujan yang jatuh di atasnya ke dalam alur sungai

dan terus mengalir ke anak-anak sungai dan sungai-sungai utama, yang pada

akhirnya bermuara ke danau atau sungai ataupun laut.

35
2.17 Koefisien Pengaliran

Koefisien Aliran Permukaan (C) merupakan suatu koefisien yang besarnya

tergantung pada kondisi permukaan tanah, kemiringan, jenis tanah, serta lamanya

hujan di daerah pengaliran.

Tabel 2.8 Koefisien Pengaliran (C)

Kondisi Permukaan Tanah Koefisien Pengaliran (C)

1. Jalan Beton dan Jalan Aspal 0,70 – 0,95

2. Jalan Kerikil dan Jalan Tanah 0,40 – 0,70

3. Bahu Jalan :

• Tanah Berbutir Halus 0,40 – 0,65

• Tanah Berbutir Kasar 0,10 – 0,20

• Batuan Masif Keras 0,70 – 0,85

• Batuan Masif Lunak 0,60 – 0,75

4. Daerah Perkotaan 0,70 - 0,95

5. Daerah Pinggiran Kota 0,60 – 0,70

6. Daerah Industri 0,60 – 0,90

7. Permukiman Padat 0,60 - 0,80

8. Pemukiman tidak padat 0,40 – 0,60

9. Taman dan Kebun 0,20 - 0,40

10. Persawahan 0,45 – 0,60

11. Perbukitan 0,70 – 0,80

12. Pegunungan 0,75 – 0,90

Sumber : (Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan, Direktorat Jendral Bina

Marga)

36
2.18 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu

hamparan wilayah atau kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung

bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta

mengalirkan melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau

ke danau.

Menurut Asdak (1995), Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang

dibatasi punggung-punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah

tersebut akan ditampung oleh punggung gunung dan dialirkan melalui sungai kecil

ke sungai utama.

Daerah Aliran Sungai (DAS) biasanya dibagi menjadi daerah hulu, tengah,

dan hilir. Daerah hulu merupakan daerah konservasi dengan percepatan drainase

lebih tinggi dan berada pada kemiringan lebih besar (>15%), bukan merupakan

daerah banjir karena pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase.

Daerah hilir merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai sangat kecil

(<8%), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi. Daerah tengah

DAS merupakan daerah transisi dari dua keadaan DAS yang berbeda tersebbut

diatas (Asdak,2010).

Gambar 2.5. Skema Daerah Aliran Sungai

Sumber : (Wordpress.com)

37
Karena air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah

sepanjang lereng maka garis batas sebuah DAS adalah punggung bukit sekeliling

sebuah sungai. Garis batas DAS tersebut merupakan garis khayal yang tidak bisa

dilihat, tetapi dapat digambarkan pada peta. Batas DAS kebanyakan tidak sama

dengan batas wilayah administrasi. Akibatnya sebuah DAS bisa berada pada lebih

dari satu wilayah administrasi.

2.19 Sungai

Sungai adalah aliran air di permukaan yang besar dan berbentuk memanjang

yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir

(muara).Sungai merupakan tempat mengalirnya air secara grafitasi menuju ke

tempat yang lebih rendah, Sungai juga merupakan salah satu wadah tempat

berkumpulnya air dari suatu kawasan. Apabila aktivitas manusia yang berada di

sekitar aliran sungai tidak diimbangi dengan kesadaran melestarikan lingkungan

sungai, maka kualitas air sungai akan buruk. Tetapi jika sebaliknya aktivitas

manusia diimbangi oleh kesadaran menjaga lingkungan sungai, maka kualitas air

sungai akan relatif baik. Arah aliran sungai sesuai dengan sifat air mulai dari tempat

yang tinggi ke tempat rendah. Sungai bermula dari gunung atau dataran tinggi

menuju ke danau atau lautan. Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana

mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Melalui

sungai merupakan cara yang biasa bagi air hujan yang turun di daratan untuk

mengalir ke laut atau tampungan air yang besar seperti danau. Sungai terdiri dari

beberapa bagian, bermula dari mata air yang mengalir ke anak sungai. Beberapa

anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya

berbatasan dengan saluran dengan dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan.

38
Pengujung sungai di mana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai.

Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai

umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan

bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu juga berasal dari lelehan es/salju.

Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.

Sungai juga terdapat kapasitas, tidak semua sungai bisa menampung aliran

air dengan debit yang tidak sesuai, berikut ini penjelasan dari kapasitas sungai :

a. Pengertian Kapasitas Menurut KBBI Kapasitas adalah ruang yang tersedia

dan daya tampung. Secara umum kapasitas berarti jumlah maksium output

fisik yang dapat disimpan atau di tampung oleh suatu wadah atau tempat.

b. Kapasitas Tampungan Sungai

Kapasitas tampungan sungai merupakan kemampuan sungai untuk

mengalirkan aliran air. Apabila kapasitas tampungan sungai tidak mampu

lagi mengalirkan debit air, maka akan terjadi luapan pada sungai dan

menyebabkan genangan pada daerah bantaran banjir. Pengurangan

kapasitas tampungan sungai dapat disebabkan oleh pengendapan yang

berasal dari erosi tanggul sungai yang berlebihan dan sedimentasi di

sungai tersebut (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002:78).

Analisis kapasitas tampungan sungai diperlukan untuk mengidentifikasi

apakah dimensi penampang sungai yang mampu mengalirkan debit banjir rencana.

Kapasitas tampungan sungai dianalisis dengan menggunakan software HEC-RAS.

2.20 Peningkatan Kapasitas Sungai

Peningkatan kapasitas sungai (River improvement) dilakukan terutama

berkaitan erat dengan pengendalian banjir, yang merupakan usaha untuk

39
memperbesar kapasitas pengaliran sungai. Hal ini dimaksud untuk menampung

debit banjir yang terjadi untuk dialirkan ke hilir atau laut, sehingga tidak terjadi

limpasan. Pekerjaan ini pada dasarnya dapat meliputi kegiatan anatara lain:

1. Perbaikan bentuk penampang melintang.

2. Mengatur penampang memanjang sungai.

3. Menurunkan angka kekasaran dinding alur sungai.

4. Melakukan sudetan pada alur sungai meander.

5. Melakukan rekonstruksi bangunan di sepanjang sungai yang tidak sesuai

dan mengganggu pengaliran banjir.

6. Menstabilkan alur sungai.

7. Pembuatan tanggul banjir. System pengerukan alur saluran bertujuan

untuk memperbesar kapasitas tampungan sungai dan memperlancar aliran

sungai.

Hal-hal penting dalam river improvement diantaranya adalah:

1. Perencanaan penampang melintang sungai.

2. Hidrologi dan hidraulika banjir.

3. Elevasi, talut dan lebar tanggul.

4. Stabilitas terhadap erosi dan longsoran,

5. Perkuatan tebing sungai (revetment).

6. Efek pengaruh back water akibat bangunan dan pasang surut.

2.21 HEC-RAS

Hydraulic Engineering Center-River Analysis System atau HEC-RAS

merupakan program yang didesain untuk memodelkan aliran disungai, program

40
River Analysis System (RAS), yang dibuat oleh Hydraulic Engineering Center

(HEC) yang merupakan suatu devisi di dalam institute for water resources (IWR)

di bawah US Army Corps of Engineering (USACE). HEC-RAS merupakan model

suatu satu dimensi aliran permanen maupun tak permanen (stedy and unstedy one -

dimensional flow model) (Istiarto, 2014). HEC-RAS juga mampu

memperhitungkan penampang muka air aliran subkritis dan superkrikis. Sistem ini

mengandung 4 komponen analisis hidrolik satu dimensi, yaitu perhitungan

penampang muka air aliran tetap (steady flow), aliran tidak tetap (unsteady flow),

perhitungan transportasi sedimen, dan kualitas air.

Dalam bagian ini HEC-RAS memodelkan suatu sungai dengan aliran steady

berubah lambat laun. System ini dapat mensimulasikan aliran pada seluruh jaringan

saluran ataupun pada saluran tunggal tanpa percabangan, baik itu aliran kritis,

subkritis, ataupun campuran sehingga didapat profil muka air yang diinginkan.

Konsep adsar dari perhitungan adalah menggunakan persamaan energi dan

persamaan momentum. Kehilangan energi juga di perhitungkan dalam simulasi ini.

dengan menggunakan prinsip gesekan pada saluran, belokan serta perubahan

penampang, baik akibat adanya jembatan, gorong-gorong ataupun bndung pada

saluran atau sungai yang ditinjau. Pada system permodelan ini, HEC-RAS

mensimulasikan aliran unsteady pada jaringan saluran terbuka. Awalnya aliran

unsteady hanya di disain untuk memodelkan aliran subkritis, tetapi versi terbaru

dari HEC-RAS yaitu versi 6.0 dapat juga untuk memodelkan aliran superkritis,

kritis, subkritis ataupun campuran, srta loncatan hidrolik. Selain itu penghitungan

kehilangan energi pada gesekan saluran, belokan serta perubahan penampang juga

di perhitungkan.

41
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Khalayak Sasaran

Khalayak sasaran dari penelitian ini ialah seluruh elemen masyarakat. Hasil

dari laporan skripsi ini bertujuan untuk memberi referensi Evaluasi Saluran

Drainase pada daerah Triloro, Purworejo Sanankulon. Khususnya bagi yang akan

merencanakan struktur saluran drainase menggunkan aplikasi Hec-Ras.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan saluran drainase yang berada di Desa Triloro, Purworejo

Sanankulon Kab. Blitar. Dilakukannya penelitian bertujuan untuk menganalisis

ulang debit air yang melewati saluran drainase tersebut.

Waktu penelitian ditunjukan pada Tabel 3.1 sebagai berikut :

Waktu Uraian

Minggu, 20 Agustus 2023 Survei lapangan

Jum’at, 25 Agustus 2023 Survey lapangan

Jum’at, 1 September 2023 Survey lapangan dan pengambilan data

Sumber : Hasil Penelitian

3.3. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan ialah kuantitatif. Dalam penelitian ini

pertama-tama ialah menghitung jumlah debit yang melewati saluran drainase

dengan menggunakan aplikasi Hec-Ras .

42
3.4. Sumber Data

Berdasarkan sumbernya, sumber data dibagi menjadi dua yaitu, data primer

dan data sekunder. kemudian data tersebut diolah ketahap berikutnya.

3.4.1. Data Primer

Data primer merupakan data umum atau data yang diambil melalui survey

dilapangan atau lokasi, dilakukan pengamatan secara cermat dengan

memperhatikan kondisi lapangan yang ada, sehingga diperoleh hasil yang

mendekati keadaan yang sebenarnya. Data-data primer meliputi :

a. Survey lapangan agar dapat diketahui kondisi real di lapangan secara garis

besar.

b. Data Curah Hujan dari Dinas PUPR Kab.Blitar

3.4.2. Data Skunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari instansi-instansi terkait.

Data-data ini meliputi :

a. Data yang sudah dihitungyang diperoleh dari data primer tersebut,

kemudian diolah menggunakan excel.

3.5. Teknik Pengambilan Data

Untuk dapat menguji variabel penelitian, maka perlu mendapatkan data

pencarian terlebih dahulu. Untuk memperoleh data tersebut, peneliti menggunakan

beberapa teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data adalah metode yang

digunakan peneliti untuk memperoleh data yang relevan saat melakukan penelitian.

Teknik pengumpulan data digunakan untuk mendapatkan informasi yang

diperlukan, sementara peneliti melakukan operasi berikut:

43
3.5.1. Dokumentasi

Data diperoleh saat mengambil gambar Saluran drainase di desa Triloro,

Sanankulon dan data curah hujan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Kab. Blitar . Oleh karena itu, hasil pengumpulan data dijadikan sebagai data

lapangan yang kemudian diolah.

3.5.2. Observasi

Secara sederhana, observasi ialah metode pengamatan secara langsung untuk

memperoleh informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini penulis melakukan

pengamatan langsung pada saluran drainase desa Triloro Sanankulon.

3.6. Operasional Penelitian

Setiap penelitian haruslah mengandung variabel yang jelas, sehingga dapat

memberikan gambaran dan informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah

yang dipilih. Variabel yang ada dalam penelitian ini meliputi variabel bebas

(Independen) dan variabel terikat (Dependen).

3.6.1. Variable Bebas / Independen

Variabel bebas adalah variabel yang menyebabkan atau mempengaruhi

perubahan atau yang menyebabkan perubahan variabel dependen. Variabel bebas

dalam penelitian yaitu air yang melintasi saluran.

3.6.2. Variable Terikat / Dependen

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi

akibat adanya variabel independen. Variabel terikat dalam penelitian yaitu jumlah

debit air yang melintasi saluran.

44
3.7. Diagram Alir Kerangka Konsep Pemikiran Skripsi

Untuk diagram alir kerangka konsep pemikiran skripsi dapat ditunjukkan

pada Gambar 3.3. sebagai berikut :

MULAI

Pengumpulan Data

Primer : Sekunder :
1. Survey lapangan 1. Perhitungan data lapangan
2. Data Hujan dari Dinas PUPR
2. Data Hujan yang sudah diolah

EVALUASI

Pembahasan

Hasil dan Kesimpulan

SELESAI

Gambar 3.1. Diagram Alir Kerangka Konsep Pemikiran Skripsi

45
3.8.1. Metode Analisa Data

Ada beberapa data yang digunakan dalam penelitian yang digunakan yaitu

sebagai berikut :

a. Perhitungan curah hujan yang ada di desa Sanankulon .

b. Perhitungan debit air yang melintasi saluran drainase.

3.8.2. Pengolahan Data

Pengolahan data, dilakukan jika semua data yang diperlukan dirasa cukup.

Pengolahan data tersebut adalah perhitungan curah hujan dengan menggunakan

excel, dan, perhitungan debit air menggunakan aplikasi HEC-RAS .

3.8.3. Analisa Data

Dalam analisa data yang digunakan yaitu analisa data yang dimana data

tersebut mencakup perhitungan debit air yang melintasi saluran drainase desa

Triloro Sanankulon, Kab. Blitar.

46

Anda mungkin juga menyukai