Anda di halaman 1dari 27

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE DI DAERAH

SUKABUMI BANDAR LAMPUNG

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh
Nabil Juadi 120210224

KELOMPOK KEAHLIAN
REKAYASA SUMBERDAYA AIR
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR
DAN KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna
memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Sistem Drainase
Perkotaan merupakan salah satu komponen prasarana perkotaan yang sangat erat
kaitannya dengan penataan ruang. Bencana banjir yang sering melanda sebaagian
besar wilayah dan kota di Indonesia disebabkan oleh kesemrawutan penataan
ruang. Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas
air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi (Suripin, 2004).
Semakin berkembangnya suatu daerah, lahan kosong untuk resapan air secara
alami akan semakin berkurang. Permukaan tanah tertutup oleh beton dan aspal,
hal ini akan menambah kelebihan air yang tidak terbuang. Kelebihan air ini jika
tidak dapat dialirkan akan menyebabkan genangan. Dalam perencanaan saluran
drainase harus memperhatikan tata guna lahan daerah tangkapan air saluran
drainase yang bertujuan agar tidak terjadi kelebihan air sehingga air permukaan
tetap terkontrol. Siklus Hidrologi adalah siklus air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfer kebumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi, dan transpirasi. Aktivitas manusia seperti rumah tangga, pertanian,
perikanan, peternakan, industri dan mikrohidro memerlukan air. Dalam
penggunaan air oleh makhluk hidup akan diperlukan tempat pembuangan air yang
telah kotor atau telah digunakan untuk itu dalam kehidupan diperlukan suatu
media untuk mengalirkan air kotor atau sisa yang disebut dengan drainase.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan laporan proposal adalah sebagai berikut:
1. Dapat merencanakan berbagai jenis saluran drainase sesuai aturan yang
berlaku.
2. Dapat menentukan debit rencana hujan dalam dalam kala ulang pada tahun
tertentu dengan menggunakan metode rasional.
3. Dapat menentukan dan menganalisis curah hujan rerata DTA suatu stasiun
dengan metode Thiessen.
4. Dapat menganalisis frekuensi curah hujan dalam kala ulang tertentu.
5. Dapat menghitung analisis hidraulika.

1.3. Manfaat
Adapun manfaat penyusunan laporan proposal adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sistem kerja berbagai jenis saluran drainase sesuai dengan aturan
yang berlaku.
2. Mampu menentukan debit rencana hujan dalam kala ulang tertentu.
3. Mampu melakukan pengamatan curah hujan rerata di suatu Pos Hujan tertentu.
4. Mampu melakukan perhitungan data pengamatan curah hujan yang didapatkan.
5. Mampu menganalisis intensitas curah hujan dengan metode tertentu.

1.4. Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dari penyusunan laporan proposal adalah sebagai
berikut:
1. Penentuan luasan DTA dan distribusi hujan rata-rata suatu daerah dengan
metode Thiessen.
2. Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan dari 4 stasiun yang
tercatat dari tahun 2012-2021 dengan Pos Hujan yang digunakan yaitu PH 001,
PH 003, PH 035 dan R 019.
3. Penentuan analisis distribusi frekuensi curah hujan dengan metode Normal,
Log Normal, Gumbel dan Log Pearson III.
4. Pengujian kesesuaian distribusi curah hujan dengan uji Chi-Kuadrat dan uji
Smirnov-kolmogorov.
5. Penentuan intensitas curah hujan dengan metode Mononobe.
6. Penentuan distribusi hujan dalam satuan waktu jam.
7. Penentuan debit hujan dengan metode Rasional.
1.5. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan pada penyusunan laporan proposal adalah sebagai


berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, maksud, batasan masalah, serta sistematika
penulisan pada penyusunan laporan tugas besar Drainase.
2. BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi pemaparan atau penjelasan mengenai definisi, konsep serta
proposisi yang berhubungan dengan penyusunan tugas besar Drainase.
3. BAB III METODOLOGI
Bab ini berisi soal tugas besar Drainase, data dan metode pengerjaan serta
Flowchart.
4. BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN
Bab ini berisi pengolahan data curah hujan, perhitungan, dan analisis data
curah hujan dari soal tugas besar Drainase.
5. BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pengolahan data curah hujan dan saran dari
hasil yang diperoleh.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Drainase

Drainase berasal dari kata Drainage, yang secara arafiah definisi Drainase adalah
mengeringkan atau mengalirkan. Menurut Suripin (2004), drainase merupakan
serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang
kelebihan air dari suatu lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Secara umum, sistem drainase dapat diartikan sebagai rangkaian bangunan air
yang memiliki kegunaan untuk membatasi, mengurangi dan membuang air yang
berlebihan dari sebuah kawasan maupun lahan baik secara alami maupun buatan
melalui permukaan atau dari bawah permukaan suatu kawasan maupun lahan. Hal
ini dilakukan agar kawasan tersebut dapat dipakai secara maksimal dan mencegah
bencana banjir. Sistem drainase juga merupakan bagian dari usaha dalam
melakukan kendali mutu air tanah yang berkaitan dengan sanitasi.
Pada awalnya, sistem drainase dibangun hanya untuk menerima limpasan air
hujan dan membuangnya ke badan air terdekat. Desain dan pembangunannya
belum dilakukan dengan baik. Saluran bawah tanah yang terbuat dari batu dan
bata mengalami rembesan yang cukup besar, sehingga kapasitasnya jauh
berkurang. Pada beberapa kasus, saluran tidak mempunyai kemiringan yang
cukup, sehingga air tidak lancar (stagnant) dan terjadi genangan dalam saluran
setelah terjadi hujan. Dalam perkembangannya drainase adalah suatu sistem
dimana sistem itu dibuat dalam rangka untuk menangani persoalan kelebihan air
baik yang berada di permukaan tanah maupun yang berada di bawah permukaan
tanah.
Sistem drainase perkotaan harus didesain sedemikian rupa agar sejalan dengan
perkembangan masyarakat. Desain ini harus mempertimbangkan peningkatan
jumlah penduduk dimasa yang akan datang, pertumbuhan industri, semakin
bertambahnya kawasan-kawasan permukiman dan level curah hujan yang terjadi.
Sehingga dalam beberapa tahun ke depan dengan perhitungan yang
mempertimbangkan berbagai hal maka sistem drainase yang ada akan bisa
mengatasi kelebihan air yang ada.
2.2. Jenis-Jenis Saluran Drainase

Terdapat 3 jenis saluran Drainase sebagai berikut:


1. Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran yang menerima masukan aliran dari saluran-
saluran sekunder. Saluran primer relatif besar sebab letak saluran paling hilir.
Aliran dari saluran primer langsung dialirkan ke badan air.
2. Saluran Sekunder
Saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran-
saluran tersier dan meneruskan aliran ke saluran primer.
3. Saluran Tersier
Saluran drainase yang menerima aliran air langsung dari saluran-saluran
pembuangan rumah-rumah. Umumnya saluran tersier ini adalah saluran kiri
kanan jalan perumahan.

2.3. Pola Jaringan Drainase

Menurut Wesli (2008), sistem jaringan drainase terdiri atas beberapa saluran yang
berhubungan sehingga membentuk suatu pola jaringan. Dari bentuk jaringan dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Pola Siku
Jaringan drainase pola siku adalah suatu pola dimana cabang membentuk siku-
siku pada saluran utama biasanya dibuat pada daerah yang mempunyai
topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai di mana sungai merupakan
saluran pembuang utama berada di tengah kota.

Gambar 2.1. Pola Jaringan Siku


Sumber: Wesli,2008
2. Jaringan Drainase Pola Pararel
Jaringan drainase pola pararel adalah suatu pola di mana saluran utama terletak
sejajar dengan saluran cabang yang pada bagian akhir saluran cabang dibelokkan
menuju saluran utama. Pada pola paralel saluran cabang cukup banyak dan
pendek-pendek.

Gambar 2.2. Pola Jaringan Pararel


Sumber: Wesli,2008
3. Jaringan Drainase Pola Grid Iron
Jaringan drainase pola grid iron merupakan pola jaringan drainase di mana
sungai terletak di pinggiran kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan
dulu pada saluran pengumpul kemudian dialirkan pada sungai.

Gambar 2.3. Pola Jaringan Grid Iron


Sumber: Wesli,2008

4. Jaringan Drainase Pola Alamiah


Jaringan drainase pola alamiah adalah suatu pola jaringan drainase yang hampir
sama dengan pola siku, dimana sungai sebagai saluran utama berada di tengah
kota namun jaringan saluran cabang tidak selalu berbentuk siku terhadap saluran
utama (sungai).

Gambar 2.4. Pola Jaringan Alamiah


Sumber: Wesli, 2008
5. Pola Radial
Jaringan drainase pola radial adalah pola jaringan drainase yang mengalirkan air
dari pusat sumber air memencar ke berbagai arah, pola ini sangat cocok
digunakan pada daerah yang berbukit.

Gambar 2.5. Pola Jaringan Radial


Sumber: Wesli, 2008
6. Jaringan Drainase Pola Jaring-Jaring
Jaringan drainase pola jaring-jaring adalah jaringan yang mempunyai saluran-
saluran pembuangan mengikuti arah jalan raya. Jaringan ini sangat cocok untuk
daerah dengan topografi datar.

Gambar 2.6. Pola Jaringan Jaring-Jaring


Sumber: Wesli,2008

2.4. Curah Hujan Wilayah

Curah hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar
hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir
(BMKG, 2006). Menurut Triadmodjo (2008), stasiun penakar hujan hanya
memberikan kedalaman hujan di titik dimana stasiun berada, sehingga hujan pada
suatu luasan harus diperkirakan dari titik pengukuran tersebut. Apabila pada suatu
daerah terdapat lebih dari stasiun pengukuran yang ditempatkan secara terpencar,
hujan yang tercatat di masing-masing stasiun dapat tidak sama. Dalam analisis
hidrologi sering diperlukan untuk menentukan hujan rerata pada daerah tersebut,
metode yang digunakan dalam tugas besar ini adalah metode Thiessen.
Gambar 2.7. Poligon Thieesen
Sumber: Wesli,2008

Luas DAS = ∑ Luas PH (2.1)


Luas PH
C = Luas DTA (2.2)

R = Ri × C (2.3)
∑PH
Rrata-rata = (2.4)
Banyaknya jumlah PH

Rmaksimum = Nilai maks dari Rrata-rata (2.5)


Keterangan:
C = Koefisien Thiessen
Ri = Curah hujan (mm)
Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang di tinjau
tidak merata. Pada suatu luasan di dalam DTA dianggap bahwa hujan adalah sama
dengan yang terjadi pada stasiun terdekat, sehingga hujan yang tercatat pada suatu
stasiun mewakili luasan tersebut.

2.5. Analisis Hidrologi

Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam
perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung
didalamnya adalah bahwa informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam
analisis hidrologi merupakan masukan penting dalam analisis selanjutnya.
Bangunan hidraulik dalam bidang teknik sipil dapat berupa gorong-gorong,
bendung, bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir dan sebagainya. Ukuran dan
karakter bangunan-bangunan tersebut sangat tergantung dari tujuan pembangunan
dan informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi. Permasalahan sumber daya
air yang saat ini sering muncul membutuhkan analisis hidrologi dalam
mengatasinya, asesmen, pengembangan, utilisasi, dan manajemen sumber daya air
diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemahaman ilmu hidrologi
akan membantu kita dalam menyelesaikan masalah berupa kekeringan, banjir,
perencanaan sumber daya air seperti dalam desain irigasi/bendungan,
pengelolahan Daerah Aliran Sungai, degradasi lahan, sedimentasi dan masalah
lain yang terkait dengan kasus keairan (Nugraheni, 2020).
∑Xi
Xr = (2.6)
n

∑(Xi - Xr)2
Sx =√
(2.7)
n-1
R=
3
n × ∑(Xi - Xr) Ri ×
Cs = 3
(2.8)
(n - 1) × (n - 2) × (Sx) C
R=
(n)2 × ∑(Xi - Xr)4 (2.6)
Ri ×
Ck = (2.9)
(n - 1) × (n - 2) × (n - 3) × n × (Sx)4
R C=
Sx (2.10)
Cv = (2.6)
Ri ×
Xr
(2.6)C
Keterangan:
(2.6)
Xr = Curah hujan rata-rata (mm)
Sx = Simpangan baku
Cs = Koefisien skewness
Ck = Koefisien kurtosis
Cv = Koefisien variasi
Selain data parameter statistik yang harus dihitung, data parameter statistik
logaritma pun harus kita hitung. Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung data parameter statistik logaritma sebagai berikut :
∑ Log Xi
Xr = (2.11)
n
(2.6)
∑ni=1 (Log Xi- Log Xr)2
S Log x = √ (2.12)
n–1
(2.6)
n x ∑ni=1 (Log Xi- Log Xr)3
Cs = (2.13)
(n-1)(n-2)(S Log x)3
S Log x (2.6)
Cv = (2.14)
Xr
(2.6)
n2 x ∑ni=1 ( LogXi - Log Xr)4
Ck = (2.15)
(n - 1) (n - 2) (n - 3) (S Log x)4
(2.6)
Keterangan:
Xi = Distribusi curah hujan
Xr = Nilai rata – rata curah hujan maksimum
n = Banyaknya data
S Log x = Simpangan baku
Ck = Koefisien kurtosis
Cv = Koefisien variasi
Cs = Koefisien penyimpangan (skewness)

Dalam melakukan analisis distribusi frekuensi data curah hujan dilakukan dengan
4 metode, yaitu metode Normal, metode distribusi Log Normal, metode Gumbel,
dan metode Log Pearson III.
1. Distribusi Normal
Distribusi Normal sangat praktis, rumus distribusi Normal adalah sebagai
berikut:
Xt = Xr + (Kt × Sx) (2.16)
Keterangan:
Xt = Perkiraan curah hujan yang diharapkan (mm)
Xr = Curah hujan rata-rata (mm)
Kt = Faktor frekuensi distribusi
Sx = Standar deviasi
2. Distribusi Log Normal
Distribusi Log Normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal,
yaitu dengan mengubah varian y menjadi nilai logaritmik varian x.
Persamaan metode distribusi Log Normal adalah:
Log Xt = Xr + (Kt × S log x) (2.17)
log Xt
Xt = (10) (2.6)
(2.18)
∑ni log(Xi )
Log X= (2.6)
(2.19)
n

∑(log X-log X)
2 (2.6)
Slog X = √ (2.20)
n-1

(2.6)
Keterangan:
Log XTr = Perkiraan curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode
ulang T
Log X = Harga rata-rata dari data
Slog X = Simpangan baku
KTr = Variabel reduksi Gauss
3. Metode Gumbel
Persamaan metode Gumbel adalah:

XTr = X+KTr ×SX (2.21)

Tr -1
Yt =-ln [-ln ] (2.22)
Tr

Yt -Yn
k= (2.23)
Sn
Keterangan:
XTr = Perkiraan curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode
ulang T
X = Nilai rata-rata curah hujan
k = Faktor frekuensi/nilai variabel reduksi Gauss
SX = Standar deviasi
Sn = Reduced standard deviation
Yt = Reduced variated
Yn = Nilai rata-rata reduced variate
Tr = Kala ulang
4. Distribusi Log Pearson III
Distribusi Log Pearson III digunakan dalam analisis hidrologi, terutama
dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum)
dengan nilai ekstrem. Bentuk sebaran Log Pearson III merupakan hasil
transformasi dari sebaran Log Pearson III dengan menggantikan varian
menjadi nilai logaritmik. Rumus yang digunakan dalam metode Log
Pearson III sama seperti yang digunakan pada metode Log Normal.
5. Uji Chi Square
Uji Chi Square (uji data vertikal) adalah ukuran perbedaan yang didapat
antara frekuensi yang diamati dengan yang diharapkan. Uji ini digunakan
untuk menguji simpangan tegak lurus yang ditentukan dengan rumus Shahin
(Soewarno, 1995):

K = 1 + (3.322 × log n) (2.24)


DK = K - (P + 1) (2.25)
n
EF = (2.26)
K
Log Xi maks - Log Xi min
∆Xi = (2.27)
K-1
Maks tiap kelas = Log Xi min + EF (2.28)
Keterangan:
K = Banyak kelas
DK = Derajat kebebasan
∆Xi = Selisih Xi
OF = Nilai yang diamati (Observed Frequency)
EF = Nilai yang diharapkan (Expected Frequency)
6. Uji Smirnov Kolmogorov
Uji Smirnov Kolmogorov (uji data horizontal) digunakan untuk menguji
simpangan secara mendatar untuk melakukan pengujian data terhadap
simpangan horizontal, menggunakan rumus:
m
P(x) = (2.29)
n+1
P(x<) = 1 - P(x) (2.30)
m
P’(x) = (2.31)
n-1
P’(x<) = 1 - P’(x) (2.32)
Keterangan:
P(x) = Posisi data x menurut sebaran teoritis
P(x<) = Posisi data x menurut sebaran empiris
Dari hasil perhitungan diperoleh perbedaan yang maksimum antara
distribusi teoritis dan distribusi empiris yang disebut dengan Δmaksimum.
Kemudian nilai Δmaksimum hasil perhitungan dibandingkan dengan Δcr
yang diperoleh dari tabel untuk suatu derajat yang tertentu yang mana pada
studi ini digunakan nilai kritis (significant level). Apabila Δcr >
Δmaksimum, maka hipotesa dapat diterima.

2.6. Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh suatu titik hujan dari suatu
tempat terjauh dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) mengalir ke tempat yang
ditetapkan. Waktu konsentrasi digunakan untuk mengetahui lama waktu yang
dibutuhkan untuk aliran permukaan mengalir dari titik terjauh dari daerah
tangkapan hujan menuju saluran drainase yang direncanakan.
tc = t0 + tD (2.33)

2 𝑛𝑑
t0=( 3 × 3,28 × lo √𝑙𝑠)0,167 (2.34)
𝐿
tD= 60𝑉 (2.35)

Keterangan:
tc = Waktu konsentrasi (jam)
t0 = Waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir di permukaan tanah dari
titik
terjauh (jam)
tD = Waktu yang di perlukan air hujan untuk mengalir di dalam saluran sampai
ke tempat pengukuran (jam)
l0 = Jarak titik terjauh ke drainase (m)
L = Panjang saluran (m)
nd = Koefisien hambatan
ls = Kemiringan saluran memanjang
V = Kecepatan air rata-rata pada saluran drainase (m/s)
2.7. Intensitas Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat
umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.
Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah
terjadi pada masa lampau (Suripin, 2004). Menurut BMKG (dalam Adrian,
2018:45), menjelaskan bahwa intensitas curah hujan tinggi pada umumnya
berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan
yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat
berlangsung dengan durasi yang cukup panjang. Untuk menentukan nilai
intensitas curah hujan dalam tugas besar Drainase ini menggunakan metode
Mononobe
2
R24 24 3
I= (t) (2.36)
24
Keterangan:
I = Intensitas curah hujan
R24 = Curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)
T = Lamanya hujan (24 jam)

2.8. Tata Guna Lahan

Lahan dan tanah seringkali disamakan, padahal keduanya memiliki definisi yang
berbeda. Tanah adalah material yang bersifat fisik secara kimiawi maupun organik
sedangkan lahan memiliki arti fungsional yang menekankan pada pemanfaatan
dan penggunaan sebuah bentang tanah. Tata guna lahan merupakan sebuah aturan
atau perencanaan untuk mengatur fungsi lahan agar tercipta keteraturan di setiap
kawasan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Penatagunaan Tanah dijelaskan bahwa Penatagunaan tanah adalah sama dengan
pola pengelolahan pemanfaatan tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaaatan tanah melalui
pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai salah
satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Tata Guna Lahan
menurut Undang-Undang Agraria adalah struktur dan pola pemanfaatan tanah,
baik yang direncanakan maupun tidak, yang meliputi persediaan tanah,
peruntukan tanah, penggunaan tanah dan pemeliharannya.
Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang berhubungan
dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987). Menurut Lindgreen (2005),
penggunaan lahan (land use) mempunyai arti sama dengan lahan yaitu tempat
tinggal, lahan usaha, lapangan olahraga, rumah sakit dan areal pemakaman
sedangkan penutup lahan (land cover) cenderung mengarah ke vegetasional dan
buatan manusia atas lahan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Penggunaan
lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatn lahan bagi
maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1989).
(c1 × A1) + (c2 × A2) + ⋯ + (cn × An)
C = (2.37)
A Total

Keterangan:
C = Koefisien gabungan
c = Koefisien pengaliran
A = Luas DTA (Daerah Tangkapan Air)
Tabel 2.1. Koefisien Tata Guna Lahan
No Kondisi permukaan tanah Koefisien pengaliran
1 Jalan beton dan jalan aspal 0,7 - 0,95

2 Rumah tunggal 0,4 - 0,7

3 Bahu jalan

Tanah berbutir halus 0,4 - 0,65

Tanah berbutir kasar 0,1 - 0,2

Batuan massif keras 0,7 - 0,85

Batuan massif lunak 0,6 - 0,75

4 Daerah perkotaan 0,7 - 0,95

5 Daerah pinggir kota 0,5 - 0,7

6 Daerah industri 0,6 - 0,9

7 Pemukiman padat 0,4 - 0,6

8 Apartemen 0,5

9 Semak belukar 0,4

10 Persawahan 0,45 - 0,6

11 Perbukitan 0,7 - 0,8

12 Pegunungan 0,75 - 0,9

Sumber: eprints.polsri.ac.id
2.9. Debit Banjir Rencana

Ketetapan dalam menetapkan besarnya debit air yang harus di alirkan melalui
saluran drainase pada daerah tertentu sangatlah penting dalam penentuan dimensi
saluran. Dimensi saluran yang terlalu besar akan memiliki nilai yang tidak
ekonomis, namun bila terlalu kecil akan mempunyai tingkat ketidak berhasilan
yang tinggi. Untuk drainase perkotaan dan jalan raya biasanya debit rencana
maksimum adalah 5 tahun. Penetapan debit banjir maksimum periode 5 tahun ini
berdasarkan pertimbangan:
1. Resiko akibat genangan yang ditimbulkan oleh hujan relatif kecil di
bandingkan dengan banjir yang ditimbulkan oleh luapan air sungai.
2. Luas lahan di perkotaan relatif terbatas apabila ingin direncanakan saluran
yang melayani debit banjir maksimum periode ulang lebih besar dari 5 tahun.
3. Daerah perkotaan mengalami perubahan dalam periode tertentu sehingga
mengakibatkan perubahan pada saluran drainase.
Menghitung besarnya debit rencana pada umumnya dilakukan dengan metode
rasional. Hal ini karena luasan daerah aliran tidak terlalu luas, kehilangan air
sedikit dan waktu konsentrasi relatif pendek.
Kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan menggunakan metode rasional
sebagai berikut:
Q = 0,002778 × C × I × A (2.38)
Keterangan:
Q = kapasitas pengaliran (m3/det)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (Ha)
Berdasarkan batasan dalam kerangka Tata Cara Perencanaan Drainase Perkotaan,
maka kala ulang debit banjir rencana dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2. Kala Ulang Debit Banjir Rencana
No Jenis Saluran Kala Ulang Debit Banjir Rencana
1 Saluran Primer 10 Tahun
2 Saluran Sekunder 5 Tahun
3 Saluran Tersier 2 Tahun
4 Saluran Kwarter 1 Tahun
Sumber : Gunadarma, 1997

2.10. Analisis Hidrolika

Analisa hidrolika digunakan untuk menentukan kapasitas saluran dengan


memperhatikan sifat-sifat hidrolika yang terjadi pada saluran drainase tersebut.
1. Penghantar Aliran (Flow Conveyance)
Air mengalir dari hulu ke hilir (kecuali ada gaya yang menyebabkan aliran ke
arah sebaliknya) hingga mencapai suatu elevasi permukaan air tertentu,
misalnya permukaan air di danau atau permukaan air di laut. Kecenderungan
ini ditunjukkan oleh aliran di saluran alam yaitu sungai.
2. Elemen Geometri
Definisi dari jari jari hidrolik (R) adalah luas penampang dibagi keliling basah,
oleh karena itu mempunyai satuan panjang. Kedalaman hidrolik dari suatu
penampang aliran adalah luas penampang dibagi lebar permukaan.
A
R= (2.39)
P
Faktor penampang untuk perhitungan aliran kritis adalah perkalian dari luas
penampang aliran (A) dan akar dari kedalaman hidrolik ( √D ) disimbolkan
sebagai Z. Faktor penampang untuk perhitungan aliran seragam adalah
perkalian dari luas penampang aliran dan pangkat 2/3 dari jari-jari hidrolik.
1 2 1
V = R 3 s2 (2.40)
n
Keterangan :
V = Kecepatan,
R = Jari-jari hidrolik,
n = Koefisien manning
s = Kemiringan saluran
3. Debit Aliran (Discharge)
Debit aliran adalah volume air yang mengalir melalui suatu penampang tiap
satuan waktu dan simbol/notasi yang digunakan adalah Q.
Q=A.V (2.41)
Keterangan :
Q = Debit,
A = Luas penampang
V = Kecepatan.
4. Kecepatan (Velocity)
Kecepatan aliran (v) dari suatu penampang aliran tidak sama di seluruh
penampang aliran, tetapi bervariasi menurut tempatnya. Apabila cairan
bersentuhan dengan batasnya (di dasar dan dinding saluran) kecepatan
alirannya adalah nol.
Q
V= (2.42)
A
Keterangan :
V = Kecepatan,
Q = Debit.
A = Luas penampang.

2.11. Bentuk Saluran Drainase

Bentuk-bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran irigasi
pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat
membentuk dimensi yang ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan
menimbulkan permasalahan karena daya tampung yang tidak memadai. Adapun
bentuk-bentuk saluran antara lain:
1. Trapesium
Pada umumnya saluran ini terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup
kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan beton. Saluran ini memerlukan
cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air
hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar.
Gambar 2.8. Penampang Trapesium
A = (B + m × h) h (2.43)
P= B + 2h (m2 + 1)0,5 (2.44)
A
R= (2.45)
P
Keterangan:
A = Luas penampang basah (m2)
B = Luas dasar saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
h = Tinggi muka air (m)
m = Kemiringan dinding saluran
R = Jari-jari hidrolis
BAB III
METODOLOGI

3.1. Lokasi Pengamatan Tugas Besar Drainase

Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Bandar Lampung merupakan salah satu


wilayah di Provinsi Lampung yang memiliki curah hujan yang cukup tinggi.
Perbatasan wilayah Kecamatan Sukabumi pada utara berbatasan dengan
Kecamatan Sukarame, pada selatan berbatasan dengan Kecamatan Panjang, pada
barat berbatasan dengan Kecamatan Kedamaian dan Kecamatan Panjang dan pada
timur berbatasan dengan Kecamatan Lampung Selatan. Dalam merencanakan
suatu bangunan air di wilayah tersebut diperlukan perencanaan yang tepat,
diketahui data-data yang tersedia antara lain:

Gambar 3.1. Kecamatan Sukabumi


Sumber: Google Earth
1. Data curah hujan yang digunakan yaitu data curah hujan dari 4 stasiun yang
tercatat dari tahun 2011-2021 dengan Pos Hujan yang digunakan, yaitu PH-
001, PH-003, PH-035 dan R-019.
2. Data peta Kabupaten Sukabumi, Bandar Lampung.
3. Daerah Sub-urban.
4. Analisis curah hujan harian maksimum tahunan dengan metode Thiessen.
5. Uji kecocokan distribusi frekuensi dengan uji Chi-Kuadrat dan uji Smirnov-
Kolmogorov.
6. Analisis intensitas curah hujan berdasarkan distribusi yang memenuhi dengan
kala ulang R2, R5, R10, R25, R50 dan R100.
3.2. Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, setiap mahasiswa sudah diberikan data dari setiap pos
hujan dan peta diperoleh diperoleh dari pengaplikasian ARCGIS, berikut adalah
peta Kabupaten Sukabumi, Bandar Lampung.
Langkah-langkah pengumpulan data tugas besar drainase antara lain sebagai
berikut:
1. Menghitung data curah hujan pada 2 stasiun hujan dari tahun 2012-2021.

Gambar 3.2. Peta Pos Hujan


Sumber: Google Earth
2. Menentukan luasan daerah drainase di sepanjang trase jalan dengan Metode
Thiessen dan curah hujan maksimum tiap tahun dari 4 stasiun pada tahun
2012-2021.
3. Melakukan analisis frekuensi dengan menggunakan distribusi Normal, Log
Normal, Gumbel dan Log Pearson III.
4. Melakukan Uji Smirnov Kolmogorov dan Chi Square pada distribusi yang
memenuhi (Gumbel) dengan syarat yang ada pada perhitungan dan
lampiran.
5. Menghitung intensitas curah hujan dengan metode Mononobe.
6. Menentukan debit rencana dan debit saluran di setiap segmen.
7. Menghitung pembuangan saluran drainase.
3.3. Peta Topografi

Berikut merupakan luasan wilayah Kecamatan S

Gambar 3.3. Peta Jaringan Jalan Kecamatan Sukabumi


Gambar 3.4. Thiessen Kecamatan Kecamatan Sukabumi
Gambar 3.5. Peta Jaringan Jalan Kontur Kecamatan Sukabumi
Gambar 3.6. Peta Tata Guna Lahan Kecamatan Sukabumi
3.4. Diagram Alir

Gambar 3.7. Diagram Alir

Anda mungkin juga menyukai