PROPOSAL PENELITIAN
Disusun Oleh
Nabil Juadi 120210224
KELOMPOK KEAHLIAN
REKAYASA SUMBERDAYA AIR
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR
DAN KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna
memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan infrastruktur khususnya). Sistem Drainase
Perkotaan merupakan salah satu komponen prasarana perkotaan yang sangat erat
kaitannya dengan penataan ruang. Bencana banjir yang sering melanda sebaagian
besar wilayah dan kota di Indonesia disebabkan oleh kesemrawutan penataan
ruang. Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas
air tanah dalam kaitannya dengan sanitasi (Suripin, 2004).
Semakin berkembangnya suatu daerah, lahan kosong untuk resapan air secara
alami akan semakin berkurang. Permukaan tanah tertutup oleh beton dan aspal,
hal ini akan menambah kelebihan air yang tidak terbuang. Kelebihan air ini jika
tidak dapat dialirkan akan menyebabkan genangan. Dalam perencanaan saluran
drainase harus memperhatikan tata guna lahan daerah tangkapan air saluran
drainase yang bertujuan agar tidak terjadi kelebihan air sehingga air permukaan
tetap terkontrol. Siklus Hidrologi adalah siklus air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfer kebumi dan kembali ke atmosfer melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi, dan transpirasi. Aktivitas manusia seperti rumah tangga, pertanian,
perikanan, peternakan, industri dan mikrohidro memerlukan air. Dalam
penggunaan air oleh makhluk hidup akan diperlukan tempat pembuangan air yang
telah kotor atau telah digunakan untuk itu dalam kehidupan diperlukan suatu
media untuk mengalirkan air kotor atau sisa yang disebut dengan drainase.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan laporan proposal adalah sebagai berikut:
1. Dapat merencanakan berbagai jenis saluran drainase sesuai aturan yang
berlaku.
2. Dapat menentukan debit rencana hujan dalam dalam kala ulang pada tahun
tertentu dengan menggunakan metode rasional.
3. Dapat menentukan dan menganalisis curah hujan rerata DTA suatu stasiun
dengan metode Thiessen.
4. Dapat menganalisis frekuensi curah hujan dalam kala ulang tertentu.
5. Dapat menghitung analisis hidraulika.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat penyusunan laporan proposal adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui sistem kerja berbagai jenis saluran drainase sesuai dengan aturan
yang berlaku.
2. Mampu menentukan debit rencana hujan dalam kala ulang tertentu.
3. Mampu melakukan pengamatan curah hujan rerata di suatu Pos Hujan tertentu.
4. Mampu melakukan perhitungan data pengamatan curah hujan yang didapatkan.
5. Mampu menganalisis intensitas curah hujan dengan metode tertentu.
Drainase berasal dari kata Drainage, yang secara arafiah definisi Drainase adalah
mengeringkan atau mengalirkan. Menurut Suripin (2004), drainase merupakan
serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang
kelebihan air dari suatu lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Secara umum, sistem drainase dapat diartikan sebagai rangkaian bangunan air
yang memiliki kegunaan untuk membatasi, mengurangi dan membuang air yang
berlebihan dari sebuah kawasan maupun lahan baik secara alami maupun buatan
melalui permukaan atau dari bawah permukaan suatu kawasan maupun lahan. Hal
ini dilakukan agar kawasan tersebut dapat dipakai secara maksimal dan mencegah
bencana banjir. Sistem drainase juga merupakan bagian dari usaha dalam
melakukan kendali mutu air tanah yang berkaitan dengan sanitasi.
Pada awalnya, sistem drainase dibangun hanya untuk menerima limpasan air
hujan dan membuangnya ke badan air terdekat. Desain dan pembangunannya
belum dilakukan dengan baik. Saluran bawah tanah yang terbuat dari batu dan
bata mengalami rembesan yang cukup besar, sehingga kapasitasnya jauh
berkurang. Pada beberapa kasus, saluran tidak mempunyai kemiringan yang
cukup, sehingga air tidak lancar (stagnant) dan terjadi genangan dalam saluran
setelah terjadi hujan. Dalam perkembangannya drainase adalah suatu sistem
dimana sistem itu dibuat dalam rangka untuk menangani persoalan kelebihan air
baik yang berada di permukaan tanah maupun yang berada di bawah permukaan
tanah.
Sistem drainase perkotaan harus didesain sedemikian rupa agar sejalan dengan
perkembangan masyarakat. Desain ini harus mempertimbangkan peningkatan
jumlah penduduk dimasa yang akan datang, pertumbuhan industri, semakin
bertambahnya kawasan-kawasan permukiman dan level curah hujan yang terjadi.
Sehingga dalam beberapa tahun ke depan dengan perhitungan yang
mempertimbangkan berbagai hal maka sistem drainase yang ada akan bisa
mengatasi kelebihan air yang ada.
2.2. Jenis-Jenis Saluran Drainase
Menurut Wesli (2008), sistem jaringan drainase terdiri atas beberapa saluran yang
berhubungan sehingga membentuk suatu pola jaringan. Dari bentuk jaringan dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Pola Siku
Jaringan drainase pola siku adalah suatu pola dimana cabang membentuk siku-
siku pada saluran utama biasanya dibuat pada daerah yang mempunyai
topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai di mana sungai merupakan
saluran pembuang utama berada di tengah kota.
Curah hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar
hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir
(BMKG, 2006). Menurut Triadmodjo (2008), stasiun penakar hujan hanya
memberikan kedalaman hujan di titik dimana stasiun berada, sehingga hujan pada
suatu luasan harus diperkirakan dari titik pengukuran tersebut. Apabila pada suatu
daerah terdapat lebih dari stasiun pengukuran yang ditempatkan secara terpencar,
hujan yang tercatat di masing-masing stasiun dapat tidak sama. Dalam analisis
hidrologi sering diperlukan untuk menentukan hujan rerata pada daerah tersebut,
metode yang digunakan dalam tugas besar ini adalah metode Thiessen.
Gambar 2.7. Poligon Thieesen
Sumber: Wesli,2008
R = Ri × C (2.3)
∑PH
Rrata-rata = (2.4)
Banyaknya jumlah PH
Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam
perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung
didalamnya adalah bahwa informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam
analisis hidrologi merupakan masukan penting dalam analisis selanjutnya.
Bangunan hidraulik dalam bidang teknik sipil dapat berupa gorong-gorong,
bendung, bangunan pelimpah, tanggul penahan banjir dan sebagainya. Ukuran dan
karakter bangunan-bangunan tersebut sangat tergantung dari tujuan pembangunan
dan informasi yang diperoleh dari analisis hidrologi. Permasalahan sumber daya
air yang saat ini sering muncul membutuhkan analisis hidrologi dalam
mengatasinya, asesmen, pengembangan, utilisasi, dan manajemen sumber daya air
diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pemahaman ilmu hidrologi
akan membantu kita dalam menyelesaikan masalah berupa kekeringan, banjir,
perencanaan sumber daya air seperti dalam desain irigasi/bendungan,
pengelolahan Daerah Aliran Sungai, degradasi lahan, sedimentasi dan masalah
lain yang terkait dengan kasus keairan (Nugraheni, 2020).
∑Xi
Xr = (2.6)
n
∑(Xi - Xr)2
Sx =√
(2.7)
n-1
R=
3
n × ∑(Xi - Xr) Ri ×
Cs = 3
(2.8)
(n - 1) × (n - 2) × (Sx) C
R=
(n)2 × ∑(Xi - Xr)4 (2.6)
Ri ×
Ck = (2.9)
(n - 1) × (n - 2) × (n - 3) × n × (Sx)4
R C=
Sx (2.10)
Cv = (2.6)
Ri ×
Xr
(2.6)C
Keterangan:
(2.6)
Xr = Curah hujan rata-rata (mm)
Sx = Simpangan baku
Cs = Koefisien skewness
Ck = Koefisien kurtosis
Cv = Koefisien variasi
Selain data parameter statistik yang harus dihitung, data parameter statistik
logaritma pun harus kita hitung. Adapun rumus yang digunakan untuk
menghitung data parameter statistik logaritma sebagai berikut :
∑ Log Xi
Xr = (2.11)
n
(2.6)
∑ni=1 (Log Xi- Log Xr)2
S Log x = √ (2.12)
n–1
(2.6)
n x ∑ni=1 (Log Xi- Log Xr)3
Cs = (2.13)
(n-1)(n-2)(S Log x)3
S Log x (2.6)
Cv = (2.14)
Xr
(2.6)
n2 x ∑ni=1 ( LogXi - Log Xr)4
Ck = (2.15)
(n - 1) (n - 2) (n - 3) (S Log x)4
(2.6)
Keterangan:
Xi = Distribusi curah hujan
Xr = Nilai rata – rata curah hujan maksimum
n = Banyaknya data
S Log x = Simpangan baku
Ck = Koefisien kurtosis
Cv = Koefisien variasi
Cs = Koefisien penyimpangan (skewness)
Dalam melakukan analisis distribusi frekuensi data curah hujan dilakukan dengan
4 metode, yaitu metode Normal, metode distribusi Log Normal, metode Gumbel,
dan metode Log Pearson III.
1. Distribusi Normal
Distribusi Normal sangat praktis, rumus distribusi Normal adalah sebagai
berikut:
Xt = Xr + (Kt × Sx) (2.16)
Keterangan:
Xt = Perkiraan curah hujan yang diharapkan (mm)
Xr = Curah hujan rata-rata (mm)
Kt = Faktor frekuensi distribusi
Sx = Standar deviasi
2. Distribusi Log Normal
Distribusi Log Normal merupakan hasil transformasi dari distribusi normal,
yaitu dengan mengubah varian y menjadi nilai logaritmik varian x.
Persamaan metode distribusi Log Normal adalah:
Log Xt = Xr + (Kt × S log x) (2.17)
log Xt
Xt = (10) (2.6)
(2.18)
∑ni log(Xi )
Log X= (2.6)
(2.19)
n
∑(log X-log X)
2 (2.6)
Slog X = √ (2.20)
n-1
(2.6)
Keterangan:
Log XTr = Perkiraan curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode
ulang T
Log X = Harga rata-rata dari data
Slog X = Simpangan baku
KTr = Variabel reduksi Gauss
3. Metode Gumbel
Persamaan metode Gumbel adalah:
Tr -1
Yt =-ln [-ln ] (2.22)
Tr
Yt -Yn
k= (2.23)
Sn
Keterangan:
XTr = Perkiraan curah hujan yang diharapkan terjadi dengan periode
ulang T
X = Nilai rata-rata curah hujan
k = Faktor frekuensi/nilai variabel reduksi Gauss
SX = Standar deviasi
Sn = Reduced standard deviation
Yt = Reduced variated
Yn = Nilai rata-rata reduced variate
Tr = Kala ulang
4. Distribusi Log Pearson III
Distribusi Log Pearson III digunakan dalam analisis hidrologi, terutama
dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum)
dengan nilai ekstrem. Bentuk sebaran Log Pearson III merupakan hasil
transformasi dari sebaran Log Pearson III dengan menggantikan varian
menjadi nilai logaritmik. Rumus yang digunakan dalam metode Log
Pearson III sama seperti yang digunakan pada metode Log Normal.
5. Uji Chi Square
Uji Chi Square (uji data vertikal) adalah ukuran perbedaan yang didapat
antara frekuensi yang diamati dengan yang diharapkan. Uji ini digunakan
untuk menguji simpangan tegak lurus yang ditentukan dengan rumus Shahin
(Soewarno, 1995):
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh suatu titik hujan dari suatu
tempat terjauh dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) mengalir ke tempat yang
ditetapkan. Waktu konsentrasi digunakan untuk mengetahui lama waktu yang
dibutuhkan untuk aliran permukaan mengalir dari titik terjauh dari daerah
tangkapan hujan menuju saluran drainase yang direncanakan.
tc = t0 + tD (2.33)
2 𝑛𝑑
t0=( 3 × 3,28 × lo √𝑙𝑠)0,167 (2.34)
𝐿
tD= 60𝑉 (2.35)
Keterangan:
tc = Waktu konsentrasi (jam)
t0 = Waktu yang diperlukan air hujan untuk mengalir di permukaan tanah dari
titik
terjauh (jam)
tD = Waktu yang di perlukan air hujan untuk mengalir di dalam saluran sampai
ke tempat pengukuran (jam)
l0 = Jarak titik terjauh ke drainase (m)
L = Panjang saluran (m)
nd = Koefisien hambatan
ls = Kemiringan saluran memanjang
V = Kecepatan air rata-rata pada saluran drainase (m/s)
2.7. Intensitas Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat
umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.
Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah
terjadi pada masa lampau (Suripin, 2004). Menurut BMKG (dalam Adrian,
2018:45), menjelaskan bahwa intensitas curah hujan tinggi pada umumnya
berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas. Hujan
yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat
berlangsung dengan durasi yang cukup panjang. Untuk menentukan nilai
intensitas curah hujan dalam tugas besar Drainase ini menggunakan metode
Mononobe
2
R24 24 3
I= (t) (2.36)
24
Keterangan:
I = Intensitas curah hujan
R24 = Curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)
T = Lamanya hujan (24 jam)
Lahan dan tanah seringkali disamakan, padahal keduanya memiliki definisi yang
berbeda. Tanah adalah material yang bersifat fisik secara kimiawi maupun organik
sedangkan lahan memiliki arti fungsional yang menekankan pada pemanfaatan
dan penggunaan sebuah bentang tanah. Tata guna lahan merupakan sebuah aturan
atau perencanaan untuk mengatur fungsi lahan agar tercipta keteraturan di setiap
kawasan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Penatagunaan Tanah dijelaskan bahwa Penatagunaan tanah adalah sama dengan
pola pengelolahan pemanfaatan tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaaatan tanah melalui
pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai salah
satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Tata Guna Lahan
menurut Undang-Undang Agraria adalah struktur dan pola pemanfaatan tanah,
baik yang direncanakan maupun tidak, yang meliputi persediaan tanah,
peruntukan tanah, penggunaan tanah dan pemeliharannya.
Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang berhubungan
dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987). Menurut Lindgreen (2005),
penggunaan lahan (land use) mempunyai arti sama dengan lahan yaitu tempat
tinggal, lahan usaha, lapangan olahraga, rumah sakit dan areal pemakaman
sedangkan penutup lahan (land cover) cenderung mengarah ke vegetasional dan
buatan manusia atas lahan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Penggunaan
lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatn lahan bagi
maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1989).
(c1 × A1) + (c2 × A2) + ⋯ + (cn × An)
C = (2.37)
A Total
Keterangan:
C = Koefisien gabungan
c = Koefisien pengaliran
A = Luas DTA (Daerah Tangkapan Air)
Tabel 2.1. Koefisien Tata Guna Lahan
No Kondisi permukaan tanah Koefisien pengaliran
1 Jalan beton dan jalan aspal 0,7 - 0,95
3 Bahu jalan
8 Apartemen 0,5
Sumber: eprints.polsri.ac.id
2.9. Debit Banjir Rencana
Ketetapan dalam menetapkan besarnya debit air yang harus di alirkan melalui
saluran drainase pada daerah tertentu sangatlah penting dalam penentuan dimensi
saluran. Dimensi saluran yang terlalu besar akan memiliki nilai yang tidak
ekonomis, namun bila terlalu kecil akan mempunyai tingkat ketidak berhasilan
yang tinggi. Untuk drainase perkotaan dan jalan raya biasanya debit rencana
maksimum adalah 5 tahun. Penetapan debit banjir maksimum periode 5 tahun ini
berdasarkan pertimbangan:
1. Resiko akibat genangan yang ditimbulkan oleh hujan relatif kecil di
bandingkan dengan banjir yang ditimbulkan oleh luapan air sungai.
2. Luas lahan di perkotaan relatif terbatas apabila ingin direncanakan saluran
yang melayani debit banjir maksimum periode ulang lebih besar dari 5 tahun.
3. Daerah perkotaan mengalami perubahan dalam periode tertentu sehingga
mengakibatkan perubahan pada saluran drainase.
Menghitung besarnya debit rencana pada umumnya dilakukan dengan metode
rasional. Hal ini karena luasan daerah aliran tidak terlalu luas, kehilangan air
sedikit dan waktu konsentrasi relatif pendek.
Kapasitas pengaliran dapat dihitung dengan menggunakan metode rasional
sebagai berikut:
Q = 0,002778 × C × I × A (2.38)
Keterangan:
Q = kapasitas pengaliran (m3/det)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (Ha)
Berdasarkan batasan dalam kerangka Tata Cara Perencanaan Drainase Perkotaan,
maka kala ulang debit banjir rencana dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.2. Kala Ulang Debit Banjir Rencana
No Jenis Saluran Kala Ulang Debit Banjir Rencana
1 Saluran Primer 10 Tahun
2 Saluran Sekunder 5 Tahun
3 Saluran Tersier 2 Tahun
4 Saluran Kwarter 1 Tahun
Sumber : Gunadarma, 1997
Bentuk-bentuk saluran untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran irigasi
pada umumnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat
membentuk dimensi yang ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan
menimbulkan permasalahan karena daya tampung yang tidak memadai. Adapun
bentuk-bentuk saluran antara lain:
1. Trapesium
Pada umumnya saluran ini terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup
kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan beton. Saluran ini memerlukan
cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air
hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar.
Gambar 2.8. Penampang Trapesium
A = (B + m × h) h (2.43)
P= B + 2h (m2 + 1)0,5 (2.44)
A
R= (2.45)
P
Keterangan:
A = Luas penampang basah (m2)
B = Luas dasar saluran (m)
P = Keliling basah saluran (m)
h = Tinggi muka air (m)
m = Kemiringan dinding saluran
R = Jari-jari hidrolis
BAB III
METODOLOGI
Dalam pengumpulan data, setiap mahasiswa sudah diberikan data dari setiap pos
hujan dan peta diperoleh diperoleh dari pengaplikasian ARCGIS, berikut adalah
peta Kabupaten Sukabumi, Bandar Lampung.
Langkah-langkah pengumpulan data tugas besar drainase antara lain sebagai
berikut:
1. Menghitung data curah hujan pada 2 stasiun hujan dari tahun 2012-2021.