Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 DRAINASE
Drainase atau pengatusan adalah pembuangan massa air secara alami
atau buatan dari permukaan atau bawah permukaan dari suatu tempat.
Pembuangan ini dapat dilakukan dengan mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Drainase perkotaan adalah drainase di wilayah kota yang
berfungsi mengendalikan kelebihan air permukaan, sehingga tidak mengganggu
masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia.
Sedangkan sistem drainase perkotaan adalah jaringan drainase perkotaan dalam
satu kesatuan wilayah administrasi kota dan sekitarnya (urban) yang saling
berhubungan. Drainase memiliki arti mengalirkan, menguras, membuang atau
mengalirkan air. Dalam bidang teknik sipil, drainase dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan air yang
berasal dari air hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi, sehinga fungsi
lahan tersebut tidak terganggu dan dapat dimanfaatkan secara optimal (Suripin,
2004).
Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari
suatu kawasan/lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Bangunan
sistem drainase secara berurutan mulai dari hulu terdiri dari saluran penerima
(interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain), saluran pembawa
(conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan air penerima (receiving
waters). Saat ini sistem dranase menjadi salah satu infrastruktur penting dalam
perkotaan maupun dalam suatu kawasan. Sistem drainase yang baik dapat
membebaskan suatu kawasan dari genangan air atau banjir. Dalam ruang lingkup
pemukiman, sitem drainase juga digunakan sebagia pembuangan sisa air bersih
atau limbar cair rumah tangga yang kemudian limbah tersebut akan dibuang
melalui saluran drainase menuju sungai.

6
2.1.1 Jenis-jenis drainase
Terdapat beberapa jenis – jenis drainase yang dapat dikelompokkan
sebagai berikut: (Hasmar Halim, 2011)
1. Drainase Menurut Sejarah Terbentuknya
a. Drainase Alamiah (Natural Drainage)
Drainase alamiah adalah drainase yang terbentuk secara alami dan
tidak terdapat bangunan- bangunan penunjang seperti bangunan
pelimpah, pasangan batu / beton, gorong-gorong dan lain-lain.
Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi
yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti
sungai.
b. Drainase Buatan (Artifical Drainage)
Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga
memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan
batu/beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.
2. Drainase Menurut Letak Bangunannya
a. Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage)
Drainase Permukaan tanah ialah Yakni saluran yang berada diatas
permukaan tanah yang berfungsimengalirkan air limpasan
permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa open chanel flow.
b. Drainase Bawah Permukaan Tanah (Subsurface Drainage)
Drainase bawah permukaan tanah Saluran ini bertujuan mengalirkan
air limpasan permukaan melaluimedia dibawah permukaan tanah
(pipa-pipa) karena alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain
Tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak
membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan
sepak bola, lapangan terbang, taman dan lain-lain.
3. Drainase Menurut Fungsinya
a. Single Purpose
Saluran single purpose yakni saluran yang berfungsi mengalirkan
satu jenis air buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan
yang lain.
b. Multi Purpose
Saluran multi purpose yakni saluran yang berfungsi mengalirkan
beberapa jenis air buangan baik secara bercampur maupun
bergantian, misalnya mengalirkan air buangan rumah tangga dan air
hujan secara bersamaan.
4. Drainase Menurut Konstruksi
a. Saluran Terbuka
Saluran terbuka adalah saluran yang konstruksi bagian atasnya
terbuka dan berhubungan dengan udara luar. Saluran ini lebih sesuai
untuk drainase hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan
yang cukup, ataupaun drainase non-hujan yang tidak membahayakan
kesehatan/ mengganggu lingkungan.
b. Saluran Tertutup
Saluran tertutup adalah saluran yang konstruksi bagian atasnya
tertutup dan saluran ini tidak berhubungan dengan udara luar.
Saluran ini sering digunakan untuk aliran air kotor atau untuk
saluran yang terletak di tengah kota.

2.1.2 Pola jaringan Drainase


Dalam perencanaan sistem drainase perlu diperhatikan pola jaringan
drainasenya. Pembuatan saluran drainase disesuaikan dengan keadaan lahan dan
lingkungan sekitar. Adapun jenis-jenis jaringan drainase adalah sebagai berikut.
a. Jaringan Drainase Siku
Pembuatannya pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih
tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada
akhir berada di tengah kota.
Gambar 2.1 Pola Jaringan Drainase Siku
b. Jaringan Drainase Pararel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran
cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila
terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan
diri.

Gambar 2.2 Pola Jaringan Drainase Pararel


c. Jaringan Drainase Grid Iron
Jaringan drainase grid iron untuk daerah yang sungainya terletak di
pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada
saluran pengumpulan.

Gambar 2.3 Pola Jaringan Drainase Grid Iron

d. Jaringan Drainase Alamiah


Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih
besar, letak saluran utama ada dibagian terendah (lembah) dari suatu
daerah (alam) yang secara efektif berfungsi sebagai pegumpul dari anak
cabang saluran yang ada (saluran cabang), dimana saluran cabang dan
saluran utama merupakan suatu saluran alamiah.

Gambar 2.4 Pola Jaringan Drainase Alamiah

e. Jaringan Drainase Radial


Jaringan radiase radial ini sangat cocok unruk daerah berbukit karena
pola saluran memencr ke segala arah. Suatu daerah genangan
dikeringkan melalui beberapa saluran dari suatu titik menyebar ke segala
arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah).

Gambar 2.5 Pola Jaringan Drainase Radial

2.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERENCANAAN DRAINSE


2.2.1 Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai
fenomena hidrologi (Supirin, 2004). Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan
air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-
sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama dengan mahluk hidup
(Triatmojo, 2008).
Penerapan ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan seperti
perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan
(air bersih, irigasi, perikanan, peternakan), pembangkit listrik tenaga air,
pengendalian banjir, pengendalian erosi dan sedimentasi, transportasi air, drainasi,
pengendali polusi air limbah, dan sebagainya. Ilmu hidrologi lebih banyak
didasarkan pada pengetahuan empiris daripada teoritis. Hal ini karena banyaknya
parameter yang berpengaruh pada kondisi hidrologi di suatu daerah, seperti
kondisi klimatologi (angin, suhu udara, kelembaban udara penyinaran matahari),
kondisi lahan, kemiringan lahan, dan lainnya. Banyaknya parameter tersebut
mengakibatkan analisis hidrologi sulit diselesaikan secara analitis. Di samping itu
kondisi hidrologi juga sangat dinamis yang tergantung pada perubahan/kegiatan
yang dilakukan oleh manusia, seperti perubahan tata guna lahan (penggundulan
hutan, penghijauan, perubahan lahan sawah menjadi daerah pemukiman atau
industry, perubahan hutan menjadi sawah atau fungsi lainnya), perubahan penutup
permukaan tanah (dari tanah, rumput, atau pepohonan menjadi permukaan asapal
atau beton), dan lain sebagainya. Daur atau siklus hidrologi adalah gerakan air
laut ke udara, kemudian jatuh ke permukaan tanah, dan akhirnya mengalir ke laut
kembali (Soemarto,1995).

A. Hujan Rata-rata
Curah hujan diperlukan untuk mengetahui profil muka air sungai dan
untuk rancangan suatu drainase diperlukan hujan rata-rata di seluruh daerah yang
bersangkutan, bukan curah hujan pada titik tertentu. Cara menentukan curah hujan
rerata harian maksimum daerah dilakukan berdasarkan pengamatan pada beberapa
stasiun pencatat hujan. Perhitungan curah hujan rata-rata maksimum ini dapat
menggunakan beberapa metode, diantaranya menggunakan metode rata-rata
aljabar, poligon thiessen, dan garis isohyet.
1. Metode Rata-rata Aljabar
Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan didalam
dan di daerah yang telah ditetapkan. Cara yang digunakan pada metode
aljabar ini lebih sederhana dan obyektif. Persamaan yang digunakan
untuk menghitung metode rata-rata aljabar dapat dilihat pada persamaan
berikut:
1
R= (R 1+ R 2+ R 3+ … R n) (2.1)
n

Di mana:

R = Curah hujan rata-rata tahunan ( mm )

N = Jumlah stasiun yang digunakan

R1 + R2 + R3 +Rn = Curah hujan rerata tahunan di tiap titik

pengamatan (mm)
2. Metode Polygon Theissien
Metode polygon theissien diperoleh dengan membuat polygon yang
memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun
hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakat R n akan teretak pada suatu
wilayah polygon tertutup An. Curah hujan rata-rata yang diperoleh
dengan menjumlahkan curah hujan berimbang untuk semua luas yang
terletak didalam daerah penampungan. Cara theissen ini memberikan
hasil yang lebih teliti dibanding dengan metode rata-rata aljabar. Akan
tetapi, penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan
mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Koefisien Thiessen dapat
dihitung dengan persamaan di bawah ini.
A 1 R 1+ A 2 R2 +…+ A n R n
R = (2.2)
A 1+¿ A +…+ A ¿
2 n

Di mana:

R = Curah hujan rata – rata tahunan (mm)

R1, R2, Rn = Curah hujan rata - rata tahunan di tiap titik pengamatan

(mm)

A1, A2, An = Luas wilayah yang dibatasi polygon

3. Metode Isohyet
Metode isohyet menggunakan pembagian DAS yang dibagi menjadi
daerah-daerah hujan yang dibatasi garis kontur yang menggambarkan
variasi curah hujan di DAS. Metode isohyet dapat dituliskan dengan
persamaan berikut.
A 1 R 1+ A 2 R2 +…+ A n R n
R = (2.3)
A 1+¿ A +…+ A ¿
2 n

Di mana:

R = Curah hujan rata – rata tahunan (mm)

A1, A2 = Luas bagian yang dibatasi garis isohyets (km2)


R1, R2, Rn = Curah hujan rata-rata tahunan pada tiap titik pengamatan

(mm)

Pemilihan metode yang cocok untuk dipakai pada suatu DAS


dapat ditentukan juga dengan mempertimbangkan tiga faktor, yaitu dapat
dilihat pada Tabel 2.1, Tabel 2.2, dan Tabel 2.3 sebagai berikut:
1. Jaring – jaring pos penakar hujan dalam DAS

2. Luas DAS

3. Topografi DAS

Tabel 2.1 Jaring – jaring Pos Penakar Hujan Dalam DAS


Metode Isohyet, Poligon Thiessen atau Rata -
Jumlah pos penakar hujan cukup
rata Aljabar dapat dipakai
Jumlah pos penakar hujan Poligon Thiessen atau Rata - rata Aljabar dapat
kurang dipakai
(Sumber: Suripin, 2004)
Tabel 2.2 Luas DAS
DAS Besar (>5.000 km) Metode Isohyet
DAS Sedang (500 - 5.000 km) Metode Poligon Thiessen
DAS Kecil (<500 km) Metode Rata - rata Aljabar
(Sumber: Suripin, 2004)

Tabel 2.3 Topografi DAS


Pegunungan Metode Rata - rata Aljabar
Dataran Metode Poligon Thiessen
Berbukit dan tidak beraturan Metode Isohyet
(Sumber: Suripin, 2004)

B. Analisa Frekuensi
Analisis frekuensi merupakan prakiraan dalam arti memperoleh
probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa hidrologi dalam bentuk debit / curah
hujan rencana yang berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan hidrologi
untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Tujuan analisis frekuensi
data hidrologi adalah mencari hubungan antara besarnya kejadian ekstrim
terhadap frekuensi kejadian dengan menggunakan distribusi
probabilitas/kemungkinan. Terdapat empat jenis distribusi yang banyak digunakan
dalam bidang hidrologi yaitu distribusi Normal, Log Normal, Log Person III, dan
Gumbel. Ada beberapa parameter statistik yang berkaitan dengan analisis data
yang meliputi nilai rata – rata, simpangan baku, koefisien variasi, koefisien
skewness (kecondongan atau kemencengan), dan koefisien kurtois (Suripin,
2004).
1. Distribusi Normal
Dalam analisis hidrologi distribusi normal sering digunakan untuk
menganalisis frekuensi curah hujan, analisis statistik dari distribusi curah
hujan tahunan, debit rata-rata tahunan. Sebaran normal atau kurva normal
disebut pula sebaran Gauss. Rumus yang digunakan dalam perhitungan
dapat dilihat pada persamaan 2.9 berikut.
Xt = + zSx (2.4)

Di mana:

: Curah Hujan Rencana (mm/hari

: Curah Hujan Maksimum rata-rata (mm/hari)

: Standar Deviasi

z : Faktor Frekuensi

Nilai z dapat dilihat pada Tabel Nilai Variabel Reduksi Gauss

sebagai berikut:
Tabel 2.4 Nilai Variabel Reduksi Gauss
No. Periode ulang Peluang KT

1 1,001 0,999 -3,05


2 1,005 0,995 -2,58
3 1,010 0,990 -2,33
4 1,050 0,950 -1,64
5 1,110 0,900 -1,28
6 1,250 0,800 -0,84
7 1,330 0,750 -0,67
8 1,430 0,700 -0,52
9 1,670 0,600 -0,25
10 2,000 0,500 0
11 2,500 0,400 0,25
12 3,330 0,300 0,52
13 4,000 0,250 0,67
14 5,000 0,200 0,84
15 10,000 0,100 1,28
16 20,000 0,050 1,64
17 50,000 0,020 2,05
18 100,000 0,010 2,33
19 200,000 0,005 2,58
20 500,000 0,002 2,88
21 500,000 0,001 3,09
(Sumber: Suripin (2004))

2. Distribusi Log Normal


Dalam distribusi log normal data X diubah kedalam bentuk logaritmik
Y= log X. Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka
X dikatakan mengikuti Distribusi Log Normal. Untuk distribusi Log
Normal perhitungan curah hujan rencana menggunakan persamaan
berikut ini:
YT = Y + KT S (2.5)

Di mana:

YT : Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-

tahun

Y : Nilai rata-rata hitung variat

S : Deviasi standar nilai variat

KT : F aktor frekuensi

3. Distribuasi Log Person III


Distribusi Log Pearson Tipe III banyak dugunakan dalam analisis
hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum
(debit minimum) dengan nilai ekstrim. Bentuk distribusi Log Pearson
Tipe III merupakan hasil dari transformasi dari distribusi Pearson tipe III
dengan mengganti varian menjadi nilai logaritma. Data hujan harian
maksimum tahunan sebanyak n tahun diubah dalam bentuk logaritma.
Langkah-langkah dalam perhitungan curah hujan rencana berdasarkan
persamaan Log Pearson Type III sebagai berikut (Soemarto, 1999).

(2.6)
Dimana:

X : data curah hujan

: rata-rata curah hujan

KT : faktor sifat dari distribusi log person III yang merupakan fungsi

dari besarnya CS

Dimana besarnya nulai KT tergantung koefisien kemencengan G. Tabel


2.5 memperlihatkan harga KT untuk berbagai nilai kemencengan G.
Jika nilai G sama dengan nol, distribusi kembali ke distribusi Log
Normal. Berikut adalah nilai Kt untuk distribusi Log Person III dapat
dilihat pada Tabel - tabel berikut ini.
Tabel 2.5 Nilai KT untuk Distribusi Log Person III
Interval Kejadian (Periode Ulang)
Koef 1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
G Presentase Peluang Terlampaui
99 80 50 20 10 4 2 1
3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,18 2,278 3,152 4,051
2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,21 2,275 3,114 3,973
2,6 -0,769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 2,889
2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800
2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,97 3,705
2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,192 3,605
1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499
1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388
1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271
1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149
1,0 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022
0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891
0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755
0,4 -2,029 -0,855 0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615
0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472
0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326
-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
-0,4 2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029
-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880
-0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733
-1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588
Tabel 2.5 Nilai KT untuk Distribusi Log Person III (lanjutan)

Interval Kejadian (Periode Ulang)


Koef G 1,0101 1,25 2 5 10 25 50 100
Presentase Peluang Terlampaui
99 80 50 20 10 4 2 1
-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449
-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,27 1,318
-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197
-1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087
-2 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,98 0,99
-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905
-2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832
-2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769
-2,8 -3,973 -0,469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714
-3,0 -7,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667

4. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumble biasanya digunakan untuk data data nilai ekstrim yang
terjadi pada beberapa kejadian seperti nilai ekstrim curah hujan, gempa
dan banjir. (Soewarno, 1995), untuk distribusi gumbel dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut.

(2.7)
Besarnya faktor frekuensi dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut.

Ytr−Yn
K= (2.8)
Sn

Di mana:

XTR : Curah hujan dengan kala ulang TR tahun (mm)

: Curah hujan maksimun rerata

K : Faktor frekuensi

YTR : Reduced variate

Yn : Reduced mean
Sn : Reduced standar

Besarnya nilai Sn, Yn dan YTR dapat dilihat pada Tabel-tabel berikut:

Tabel 2.6 Nilai Reduced Standar (Sn)


n. 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,949 0,967 0,983 0,997 1,009 1,020 1,031 1,041 1,049 1,056
20 1,062 1,069 1,079 1,081 1,086 1,091 1,096 1,100 1,104 1,108
30 1,112 1,115 1,115 1,122 1,125 1,128 1,131 1,133 1,136 1,138
40 1,141 1,143 1,143 1,148 1,149 1,151 1,153 1,155 1,157 1,159
50 1,160 1,162 1,162 1,165 1,166 1,168 1,169 1,170 1,162 1,173
60 1,174 1,175 1,175 1,178 1,179 1,170 1,171 1,182 1,173 1,184
70 1,185 1,186 1,186 1,188 1,189 1,189 1,180 1,191 1,182 1,193
80 1,193 1,194 1,194 1,195 1,196 1,197 1,198 1,198 1,199 1,200
90 1,200 1,201 1,202 1,202 1,203 1,203 1,204 1,204 1,205 1,206
100 1,206
(Sumber:Suripin, 2004)
Tabel 2.7 Nilai Reduced Mean (Yn)
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,495 0,449 0,503 0,507 0,510 0,512 0,515 0,518 0,520 0,522
20 0,523 0,525 0,526 0,528 0,529 0,53 0,532 0,533 0,534 0,535
30 0,536 0,537 0,538 0,538 0,539 0,54 0,541 0,541 0,542 0,543
40 0,543 0,544 0,544 0,545 0,545 0,546 0,546 0,547 0,547 0,548
50 0,548 0,549 0,549 0,549 0,55 0,55 0,55 0,551 0,551 0,551
60 0,552 0,552 0,552 0,553 0,553 0,553 0,553 0,554 0,554 0,554
70 0,554 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,556 0,556 0,556
80 0,556 0,557 0,557 0,557 0,557 0,558 0,558 0,558 0,558 0,558
90 0,558 0,558 0,558 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559
100 0,560
(Sumber:Suripin, 2004)

Tabel 2.8 Reduced Variate YT


Periode Ulang
Reduce
(Tahun)
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,296

1. Uji Kecocokan Distribusi


Tujuan dari uji distribusi probabilitas yaitu untuk mengetahui apakah
persamaan distribusi yang dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data
yang dianalisis. Ada dua metode pengujian distribusi probabilitas yaitu metode
pengujian Chi-Kuadrat dan Smirnov Kolmogorov (Kamiana, 2011)
1. Uji Chi-Kuadrat
Pengujian ini didasarkan pada jumlah pengamatan yang diharapkan pada
pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang
terbaca di dalam kelas tersebut. Uji Chi-Kuadrat menggunakan nilai X 2
yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
n 2
(Of −Ef )
X 2 =∑ (2.9)
i=1 Ef

Di mana:

x2 : Nilai Chi-Kuadrat terhitung

Ef : Frekuensi (banyak pengamatan) yang diharapkan sesuai

dengan pembagian kelasnya

Of : Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama

n : Jumlah sub kelompok dalam satu grub

Nilai x2 yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai x2 cr (Chi-


Kuadrat kritik), dari hasil pengamatan yang didapat dicari penyimpangan
dengan Chi- Kuadrat kritis paling kecil. untuk suatu derajat tertentu,
yang sering diambil 5% (Triatmodjo, 2008), nilai x2 cr dapat dilihat pada
lampiran tiga. Derajat kebebasan dihitung dengan persamaan berikut ini.
DK =K–( -1) (2.10)

K = 1 + 3,3 log n

Di mana:

DK : Derajat kebebasan

K : Banyaknya kelas

: Banyaknya keterikatan (banyak parameter), untuk uji Chi-

Kuadrat adalah 2

2. Uji Smirnov Kolmorogov


Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov juga disebut uji kecocokan non
parametrik karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi
tertentu, tetapi dengan memperhatikan kurva dan penggambaran data
pada kertas probabilitas (Triatmodjo, 2008). Dari gambar dapat diketahui
jarak penyimpangan setiap titik data terhadap kurva. Jarak penyimpangan
terbesar merupakan nilai Δmaks dengan kemungkinan didapat nilai lebih
kecil dari nilai Δkritik, maka jenis distribusi yang dipilih dapat
digunakan. Nilai Δkritik dapat dilihat pada lampiran empat. Berikut
adalah persamaan yang digunakan untuk mencari probabilitas data.
(m)
p= (2.11)
n+1

Di mana:

P : Probabilitas

T : Periode Ulang

M : Nomor urut

n : Jumlah data

Nilai Kritis D0 untuk Uji Smirnov Kolmogorof dapat dilihat pada berikut

ini.

Tabel 2.9 Nilai Kritis D0 untuk Uji Smirnov Kolmogorof


derajat kepercayaan
N 0,20 0,10 0,05 0,01

5 0,45 0,51 0,56 0,67


10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,40
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,24 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23
N>50 1,07/n 1,22/n 1,36/n 61,63/n
(Sumber:Suripin, 2004)
Uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji
normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika
signifikansi di bawah 0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika
signifikansi di atas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan.

3. Waktu Konsentrasi (Tc)


Waktu konsentrasi (tc) adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan
yang jatuh terjauh pada permukaan tanah dalam Daerah Tangkapan Air ke saluran
terdekat dan ditambah waktu untuk mengalir sampai di suatu titik di saluran
drainase yang ditinjau. Berikut adalah persamaan waktu konsentrasi adalah
sebagai berikut.

Tc (2.12)

4. Intensitas Curah Hujan


Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dimana air tersebut terkonsentrasi atau tinggi kedalaman air
hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan
berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin besar periode
ulangnya makin tinggi intensitasnya. Diperlukan data hujan jangka pendek, misal
5 menit, 10 menit, 60 menit. Data hujan jenis dapat diperoleh dari pos penakar
hujan otomatis dan manual. Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia dan
hanya terdapat data hujan harian maka intensitas hujan dapat di hitung dengan
persamaan berikut:

(2.13)

Di mana:

I : Intensitas Curah Hujan selama time of concentration (mm/jam)

T : Durasi curah hujan (jam)


R24 : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (Nilai R24 didapat dari hujan

rancangan kala ulang 2,5 dan 10 tahun) (mm).

5. Koefisien Pengaliran
Koefisien yang digunakan untuk menunjukkan berapa banyak bagian
dari air hujan yang harus dialirkan melalui saluran drainase karena tidak
mengalami penyerapan ke dalam tanah (infiltrasi). Koefisien ini berkisar antara 0-
1 yang disesuaikan dengan kepadatan penduduk di daerah tersebut. Semakin
padat penduduknya maka koefisien run-offnya akan semakin besar sehingga debit
air yang harus dialirkan oleh saluran drainase tersebut akan semakin besar pula.
Koefisien pengaliran (run-off coefficient) adalah perbandingan antara jumlah air
hujan yang mengalir atau melimpas di atas permukaan tanah (surface run-off)
dengan jumlah air hujan yang jatuh dari atmosfir (hujan total yang terjadi).
Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi
tanah. Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan kemungkinan
adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari. Berikut adalah nilai
koefisien pengaliran yang dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 2.10 Nilai Koefisien Pengaliran
Deskripsi lahan/ karakter permukaan Koefisien pengaliran (C)
Business
Perkotaan 0,70 – 0,95
Pinggiran 0,50 – 0,70
Perumahan rumah 0,30 – 0,50
tinggal 0,40 – 0,60
multiunit, terpisah 0,60 – 0,75
multiunit, tergabung 0,25 – 0,40
perkampungan apartemen 0,50 – 0,70
Industri 0,50 – 0,80
ringan berat 0,60 – 0,90
Perkerasan 0,70 – 0,65
aspal dan beton batu 0,50 – 0,70
bata, paving atap 0,75 – 0,95
Halaman, tanah berpasir datar 0,05 – 0,10
2% 0,10 – 0,15
rata-rata, 2-7% 0,15 – 0,20
curam, 7% 0,13 – 0,17
Halaman, tanah berat datar 0,18 – 0,22
2% 0,25 – 0,35
rata-rata, 2-7% 0,10 – 0,35
curam, 7% Halaman 0,20 – 0,35
kereta api 0,10 – 0,25
Taman tempat bermain
0,10 – 0,40
Tabel 2.10 Nilai Koefisien Pengaliran (Lanjutan)
Deskripsi lahan/ karakter
Koefisien pengaliran (C)
permukaan
Taman, perkuburan Hutan 0,25 - 0,50
datar, 0-5% 0,3 - 0,60
bergelombang, 5-10%
berbukit, 10-30%
(Sumber:Suripin,2004)
6. Analisis Debit Banjir Rencana
Analisa debit banjir digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir
rencana pada suatu DAS. Debit banjir rencana merupakan debit maksimum
rencana di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang tertentu yang dapat
dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai. Secara
umum, metode yang umum dipakai adalah metode rasional.
a. Metode Rasional
Metode rasional hanya digunakan untuk menentukan banjir maksimum
bagi saluran-saluran dengan daerah aliran kecil, kira-kira 40-80 Ha.
Metode rasional ini dapat menyatakan secara aljabar dengan persamaan
berikut (Subarkah, 1980).
Q = 0,278 × C × I × A (2.14)

Di mana:

Q : Debit banjir rencana (m3/detik)

C : Koefisien run off (koefisien limpasan)

I : Intesitas hujan (mm/jam)

A : Luas daerah aliran (km2)

2.2.2 ANALISA HIDROLIKA


Perencanaan hidrolika pada drainase perkotaan adalah untuk
menentukan kondisi aliran dan mendesain saluran sebagai output perencanaan
drainase perkotaan. Sedangkan analisis hidrolika bertujuan untuk mengetahui
kemampuan penampung saluran yang paling efektif dan ekonomis pada
jaringan drainase dalam menampung debit rencana.
A. Jenis Aliran
Jenis aliran digolongkan berdasarkan perubahan kedalaman aliran
sesuai dengan perubahan ruang dan waktu, sebagai berikut:
1. Aliran Tunak (Steady Flow)
Merupakan aliran yang mempunyai kedalaman tetap dalam selang
waktu tertentu. Aliran lunak dibagi 2 bagian yaitu:
a. Aliran Seragam (Uniform Flow) merupakan aliran yang
dikatakan seragam apabila kedalaman air sama setiap penampang
saluran.
b. Aliran Berubah (Varied Flow) merupakan aliran yang dikatakan
berubah apabila kedalaman muka air berubah sepanjang saluran.
2. Aliran Tidak Tunak (Unsteaady Flow)
Aliran tidak tunak adalah aliran dimana pada kondisi titik tertentu
aliran berubah terhadap waktu.

B. Bentuk Penampang Saluran


Perencanaan dimensi saluran harus diusahakan dapat membentuk
dimensi yang ekomonis, sebaliknya jika dimensi saluran terlalu kecil akan
menimbulkan permasalahan karena daya tampung yang tidak memadai.
Adapun bentuk-bentuk saluran sebagai berikut:
a. Trapesium
Pada umumnya saluran ini terbuat dari tanah, tetapi tidak menutup
kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan beton. Saluran ini
memerlukan cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan
menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit
yang besar.
b. Persegi
Saluran ini terbuat dari pasangan batu dan beton. Bentuk saluran ini tidak
memerlukan banyak ruang dan areal. Berfungsi untuk menampung dan
menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit
yang besar.
1. Kapasitas Saluran
Perhitungan untuk mengetahui kapasitas saluran dapat menggunakan
persamaan dalam Analisa hidrolika sebagai berikut:
Qs = V x A (3.15)
2 1
1
V = × R3 × S2 (3.16)
n

(3.17)

Di mana:

Qs : Debit saluran (m3/det)

V : Kecepatan aliran (m3/det)

A : Luas penampang saluran (m2)

R : Jari-jari hidrolis (m)

S : Kemiringan saluran

n : Koefisien Manning

P : Keliling basah saluran (m)

Berikut adalah nilai Koefisien Manning dari masing-masing bahan atau

material saluran yang dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 2.11 Nilai Koefisien Manning


Bahan Koefisien Manning
Besi tuang dilapis 0,014
Kaca 0,010
Saluran beton 0,013
Batu dilapisi mortar 0,015
Pasangan batu disemen 0,013
Saluran tanah bersih 0,022
Saluran tanah 0,030
Saluran dengan dasar batu dengan tebing rumput 0,030
Saluran pada galian batu padas 0,040

Persamaan Manning merupakan rumus yang banyak digunakan untuk

menghitung kapasitas aliran saluran terbuka dengan mengukur kecepatan aliran

dan menghitung koefisien kekasaran Manning

2.4 HEC-RAS
HEC-RAS merupakan program aplikasi untuk pemodelan aliran saluran
terbuka seperti drainase, sungai, dan penampang saluran terbuka lainnya. River
Analysis System (RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang
merupakan satuan kerja di bawah US Army Corps of Engineers (USACE). HEC-
RAS dapat menyajikan merupakan pemodelan satu dimensi aliran tunak maupun
tak-tunak (steady and unsteady onedimensional flow model). Data yang
diperlukan dalam analisis hidrolika dengan bantuan aplikasi HEC-RAS
adalah sebagi berikut.
1. Penampang mamanjang saluran drainase

2. Data debit saluran

3. Potongan melintang saluran drainase

4. Angka manning penampang saluran

2.5 RENCANA ANGGARAN BIAYA


Rencana anggaran biaya ialah merencanakan suatu bangunan dalam
bentuk dan fungsi dalam penggunaanya, beserta besarnya biaya yang diperlukan
dan susunan susunan pelaksanaan dalam bidang administasi maupun pelaksanaan
kerja dalam bidang teknik. Rencana anggaran biaya juga dapat diartikan sebagai
perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan, alat dan upah, serta
biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan atau proyek
tersebut. Biaya kontruksi terdiri dari tenaga kerja kontruksi dan pralatan
kontruksi. Perencanaan tenaga kerja proyek yang menyeluruh dan terinci harus
meliputi perkiraan jenis dan kapan keperluan tenaga kerja, seperti tenaga ahli dari
berbagai bidang pada tahap desain engineering dan pembelian, supervisior dan
pekerja lapangan untuk pabrikasi dan kontruksi (sahiman, 2016).
Suatu anggaran biaya tidak lepas dari adanya gambar kerja serta syarat
syarat analisis kontruksi yang digunakan sesuai kebutuhan perencanaan.
Perhitunan volume pekerjaan adalah bagian paling mendasar dan diperlukan
dalam tahap perencanaan proyek. Pengukuran kualitas atau volume pekerjaan
merupakan suatu proses pengukuran atau perhitungan terhadap kuantitas item-
item pekerjaan sesuai dengan lapangan, dengan mengetahui jumlah volume
pekerjaan maka akan diketahui berapa biaya yang akan diperlukan dalam
pelaksanaan proyek. Langkah-langkah dalam perancagan RAB adalah sebagai
berikut.
1. Membuat item pekerjaan
2. Menghitung volume pekerjaan
3. Membuat daftar harga satuan upah dan bahan
4. Membuat analisa pekerjaan per item peke rjaan
5. Membuat rencana anggaran biaya
6. Membuat rekapitulasi RAB
Biaya anggaran meruakan jumlah dari masing-masing hasil perkiraan
volume dangan harga satuan suatu pekerjaan yang bersangkutan. Analisis
harga satuan pekerjaan (AHSP) merupakan cara untuk menghitung harga
satuan pekerjaan dengan menganalisis biaya material, peralatan, dan
upah kerja.

Anda mungkin juga menyukai