TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diartikan sebagai kawasan yang dibatasi
oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan
yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut
(Manan, dalam jurnal Sismanto 2009).
DAS merupakan satuan gerak air yang bersifat bebas dari DAS lainnya, yaitu
dua buah DAS adalah DAS yang satu sama yang lainnya berbeda dalam hal
pengaliran air, dengan demikian, suatu DAS secara jelas dapat dipandang sebagai
satu kesatuan ekosistem hidrologi, geografi atau unsur fisik lainnya dengan unsur
utamanya sumber daya tanah, air, flora, dan fauna.
2.2.2 Banjir
Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena
volume air yang meningkat. Banjir ada dua peristiwa.Pertama peristiwa banjir
atau genangan yang terjadi pada daerah yang biasanya tidak terjadi banjir. Kedua
peristiwa banjir terjadi karena limpasan air banjir dari sungai. Karena debit banjir
tidak mampu dialirikan oleh alur sungai atau debit banjir lebih besar dari kapasitas
pengaliran sungai yang ada (Suripin, 2004).
2.2.3 Drainase Perkotaan
A. Secara umum
Drainase yang berasal dari bahasa inggris drainage berasal dari kata kerja ‘to
drain’ mempunyai arti megeringkan, menyalurkan, menguras, membuang, atau
mengalihkan air. Drainase merupakan terminologi yang digunakan yang untuk
menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan kelebihan air, baik
di atas maupun di bawah permukaan tanah (Hadihardja, Joetata.1997). Secara
umum drainase dapat pula didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks
pemanfaatan tertentu (Hadihardja, Joetata.1997).
Selain itu, drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan
teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan,
maupun kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi
kawasan/lahan tidak terganggu. Drainase dapat juga diartikan sebagai usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Jadi, darinase
menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga air tanah (Suripin, 2004).
Drainase pada prinsipnya terbagi atas 2 macam yaitu: drainase untuk daerah
perkotaan dan drainase untuk daerah pertanian. Drainase perkotaan adalah ilmu
drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat
kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan sosial budaya kawasan tersebut
(Kodoatie. J. Robert dan Roestam S. 2005).
Drainase perkotaan tidak hanya terbatas pada teknik penyaluran dan
pembuangan kelebihan air akibat limpasan air hujan akan tetapi juga meliputi
penyaluran air buangan atau air limbah terutama yang berasal dari aktifitas
domestik. Sesuai dengan prinsipnya sebagai jalur pembuangan maka waktu terjadi
kelebihan air diusahakan untuk secepatnya dibuang agar tidak menimbulkan
genangan yang dapat mengganggu aktifitas perkotaan, kerugian sosial ekonomi
terutama yang menyangkut aspek kesehatan lingkungan (Kodoatie. J. Robert dan
Roestam S. 2005).
B. Jenis-Jenis Drainase
Jenis drainase dapat dikelompokkan yakni sebagai berikut (Hadihardja, Joetata.
1997):
1. Drainase Menurut Sejarah Terbentuknya
a. Drainase Alamiah (Natural Drainage)
Drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-bangunan
penunjang seperti bangunan pelimpah, pasangan batu atau beton, gorong-gorong dan
lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang bergerak karena gravitasi
yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen seperti sungai. Daerah-
daerah dengan drainase alamiah yang relatif bagus akan membutuhkan
perlindungan yang lebih sedikit daripada daerah-daerah rendah yang tertindak
sebagai kolam penampung bagi aliran dari daerah anak-anak sungai yang luas.
b. Drainase Buatan
Drainase yang dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga memerlukan
bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu, gorong-gorong, dan
pipa-pipa dan sebagainya.
D. Fungsi Drainase
Drainase memiliki banyak fungsi dan kegunaan, berikut adalah fungsi menurut
beberapa ahli, diantaranya:
Menurut (Suripin, 2004):
1) Mengeringkan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah.
4) Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana banjir.
2. Drainase Lahan
Drainase lahan membuang air permukaan yang berlebihan dari suatu daerah
atau menurunkan air tanah ke zona akar untuk memperbaiki pertumbuhan
tanaman dan mengurangi penumpukan garam-garam tanah.
Sistem drainase lahan mempunyai berbagai segi yang sama dengan sistem
drainase hujan kota. Parit terbuka, yang lebih dapat diterima di daerah pedesaan
daripada di kota-kota besar, luas dipergunakan untuk drainase air permukaan
dengan penghematan biaya yang cukup besar, dibandingkan dengan pipa-pipa di
bawah tanah. Bila kondisi cocok, parit-parit dapat juga bertindak sebagai sarana
untuk menurunkan permukaan air tanah.
Namun parit-parit terbuka yang diletakkan pada jarak dekat akan mengganggu
operasi pertanian, sehingga metode yang lebih umum adalah dengan selokan-
selokan di bawah tanah. Tembikar lempung kasar dan pipa beton adalah bahan-
bahan yang paling umum dipergunakan sebagai selokan bawah tanah, walaupun
selokan-selokan kotak kayu serta pipa baja yang berhubung telah digunakan pula.
Rancangan untuk suatu sistem drainase pipa tembikar terutama dipengaruhi
oleh keadaan topografi daerahnya. Untuk sistem alamiah dipergunakan pada
topografi bergelombang yang hanya membutuhkan drainase ceruk dan lembah-
lembah yang sempit. Jika seluruh daerah yang bersangkutan harus didrainase
maka sistem pemanggang lebih ekonomis.
Sedangkan drainase utama berganda sering digunakan apabila dasar cekungan
cukup lebar, untuk drainase penyadap biasanya digunakan bila sumber utama dari
air kelebihan adalah drainase fari bukit-bukit. Beberapa kemungkinan
diperlihatkan pada gambar dibawah ini:
sekunder
D. Tata Letak
1. Alternatif Tata Letak Saluran Drainase
Beberapa contoh model tata letak saluran yang dapat diterapkan dalam
perencanaan sistem drainase. (Hadihardja, Joetata.1997)
a. Pola Alamiah
Letak conveyor drain (b) ada di bagian terendah (lembah) dari suatu daerah
yang secara efektif berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran atau
collector drain (a), dengan collector dan conveyor drain merupakan saluran
alamiah.
a
b
c. Pola Paralel
Collector drain yang menampung debit dari sungai-sungai yang lebih kecil,
dibuat sejajar satu sama lain dan kemudian masuk dalam conveyor drain.
a b
e. Pola Radial
Suatu daerah genangan dikeringkan melalui beberapa collector drain dari satu
titik menyebar ke segala arah (sesuai dengan kondisi topografi daerah)
Gambar 2.9 Tata Letak Drainase dengan Pola Radial
f. Pola Jaring-jaring
Untuk mencegah terjadinya pembebanan aliran dari suatu daerah terhadap
daerah lainnya, maka dapat dibuat beberapa interceptor drain (a) yang kemudian
ditampung ke dalam saluran collector drain (b), dan selanjutnya dialirkan menuju
saluran conveyor drain.
a
a
Semua bangunan tersebut di atas tidak harus selalu ada pada jaringan drainase.
Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi
oleh fungsi saluran, kondisi lingkungan, dan tuntutan akan kesempurnaan
jaringannya.
2.2.5 Hidrologi
Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran gerakan air di
alam ini, yang meliputi berbagai bentuk air yang menyangkut perubahan-
perubahannya antara lain : keadaan zat cair, padat dan gas dalam atmosfer di atas
dan di bawah permukaan tanah, di dalamnya tercakup pula air laut yang
merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifkan kehidupan di bumi.
Tanpa kita sadari bahwa sebagian besar perencanaan bangunan sipil memerlukan
analisis hidrologi. Analisis hidrologi tidak hanya diperlukan dalam perencanaan
berbagai bangunan air seperti : bendungan, bangunan pengendali banjir, dan
bangunan irigasi, tetapi juga diperlukan untuk bangunan jalan raya, lapangan
terbang, dan bangunan lainnya. (Soemarto,1987)
tc = to + td )
0,5
3,26 x ( 1,1−c ) x Lo
t o= 1 /3 )
So
keterangan:
b. Conduit time (td), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran sampai ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
Penentuan td dengan rumus:
Ld
td = )
Vd
keterangan:
Analisa curah hujan yaitu dengan memproses data curah hujan mentah, diolah
menjadi data yang siap dipakai untuk perhitungan debit aliran. Data curah hujan
yang akan dianalisa berupa array data tinggi hujan harian maksimum dalam
setahun, selama paling sedikit 20 tahun pengamatan berturut-turut. Untuk
menganalisa data curah hujan harian ini, dapat digunakan beberapa metode analisa
distribusi probabilitas yang dipandang sangat berguna bagi perencanaan teknis
secara teoritis. Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak
didapatkan pada daerah perencanaan, maka analisa intensitas curah hujan dapat
dilakukan dengan menggunakan data curah hujan pengamatan maksimum selama
24 jam.
Beberapa tahapan dalam menentukan curah hujan maksimum adalah seperti
dijelaskan di bawah ini:
a. Melengkapi Data Curah Hujan yang Hilang
Terkadang hasil pengukuran hujan yang diterima oleh pusat Meteorologi dan
Geofisika dari stasiun-stasiun pengamatan hujan belum terjamin kelengkapannya,
sehingga terdapat data yang hilang. Untuk melengkapi data yang hilang itu, kita
dapat melakukan perkiraan. Sebagai dasar untuk perkiraan ini digunakan data
hujan dari data hujan stasiun pengamat yang berdekatan dan mengelilingi stasiun
pengamat yang datanya tidak lengkap.
1) Jika selisih antara hujan tahunan normal dari stasiun yang datanya tidak
lengkap dengan hujan tahunan normal semua stasiun kurang dari 10%, maka
perkiraan data yang hilang bisa mengambil harga rata-rata hitung dari stasiun-
stasiun yang mengelilinginya atau metode aritmatik.
2) Jika selisihnya lebih dari 10%, maka dapat menggunakan metode perbandingan
rasio normal, yaitu:
n
rx 1 rn
= .∑
Rx ( N −1 ) i=1 Rn( ) )
Keterangan tabel:
rx = Curah hujan yang dilengkapi
Rx = Rata-rata curah hujan pada stasiun pengamat yang salah satu tinggi curah
hujannya sedang dilengkapi
N = Banyaknya stasiun pengamat hujan untuk perhitungan N > 2
rn = Curah hujan pada tahun yang sama dengan rx pada stasiun pembanding
Rn = Curah hujan rata-rata tahunan pada stasiun pengamat hujan pembanding
Inconsistent data hujan ditandai dengan beloknya grafik garis lurus yang terdiri
dari:
a) Absis yaitu harga rata-rata curah hujan dari paling sedikit 5 (lima) stasiun
hujan yang datanya dipakai dalam perhitungan perencanaan sistem drainase.
b) Ordinat yaitu curah hujan dari stasiun yang diuji konsistensinya.
Keduanya harus dalam tahun yang bersamaan dan diplot dalam koordinat
cartesius, yang dimulai dari data pada tahun yang terbaru. Harga rata-rata yang
diplot merupakan harga kumulatif.
Konsistensi data hujan kemudian diuji dengan garis massa ganda (double mass
curves technique). Dengan metoda ini dapat juga dilakukan koreksi datanya.
Dasar metoda ini adalah membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari
jaringan stasiun dasar. Curah hujan yang konsisten seharusnya membentuk garis
lurus, namun apabila tidak membentuk garis lurus, maka diadakan koreksi sebagai
berikut: (Suripin, 2003)
tg β TB
F k= = )
tg α TL
Rk =F k . R )
Keterangan:
α, dan β = Sudut kemiringan data hujan dari stasiun yang dicari
Fk = Faktor koreksi
R = Curah hujan asli
Rk = Curah hujan setelah dikoreksi
Berikut adalah contoh grafik data hujan yang konsisten dan tidak konsisten:
1 /2
∑ (Ri− Ŕ)2
σR =( n−1 ) )
1
μ=R− Yn )
α
Untuk mencari Reduced Mean (Yn) dan Reduced Standard Deviation (Sn) dapat
dicari melalui Tabel 2.3 dan Tabel 2.4. Namun apabila nilai n (jumlah tahun
pengamatan tidak ada pada tabel, dapat dicari dengan menggunakan interpolasi.
Tabel 2.3 Reduced Mean (Yn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,495 0,499 0,503 0,507 0,510 0,512 0,515 0,518 0,520 0,522
10
2 6 5 0 0 8 7 1 2 0
0,523 0,525 0,526 0,528 0,529 0,530 0,582 0,588 0,534 0,535
20
6 2 8 3 6 0 0 2 3 3
0,536 0,537 0,538 0,538 0,539 0,540 0,541 0,541 0,542 0,543
30
3 1 0 8 6 0 0 8 4 0
0,546 0,544 0,544 0,545 0,545 0,546 0,546 0,547 0,547 0,548
40
3 2 8 3 8 8 8 3 7 1
0,548 0,548 0,549 0,549 0,550 0,550 0,550 0,551 0,551 0,551
50
5 9 3 7 1 4 8 1 5 8
0,552 0,552 0,552 0,553 0,553 0,553 0,553 0,554 0,554 0,554
60
1 4 7 0 3 5 8 0 3 5
0,554 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,556 0,556 0,556 0,556
70
8 0 2 5 7 9 1 3 5 7
0,556 0,557 0,557 0,557 0,557 0,557 0,558 0,558 0,558 0,558
80
9 0 2 4 6 8 0 1 3 5
0,558 0,558 0,558 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559 0,559
90
6 7 9 1 2 3 5 6 8 9
10 0,560
0 0
Tabel 2.4 Reduced Standard Deviation (Sn) untuk Metode Sebaran Gumbel Tipe 1
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
0,967 0,983 0,997 1,009 1,020 1,031 1,041 1,049 1,056
10 0,9496
6 3 1 5 6 6 1 3 5
1,069 1,075 1,081 1,086 1,031 1,096 1,100 1,104 1,108
20 1,0628
6 4 1 4 5 1 4 7 0
1,115 1,119 1,122 1,125 1,128 1,131 1,133 1,136 1,138
30 1,1124
9 3 6 5 5 3 9 3 8
40 1,1413 1,143 1,145 1,148 1,149 1,151 1,153 1,155 1,157 1,159
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
6 8 0 9 9 8 7 4 0
1,1610 1,192 1,163 1,165 1,166 1,168 1,169 1,170 1,172 1,173
50
7 3 8 8 7 1 6 8 1 4
1,175 1,177 1,178 1,179 1,180 1,181 1,182 1,183 1,184
60 1,1747
9 0 2 3 3 4 4 4 4
1,186 1,187 1,188 1,189 1,189 1,190 1,191 1,192 1,193
70 1,1854
3 3 1 0 8 6 5 3 0
1,194 1,195 1,195 1,196 1,197 1,198 1,198 1,199 1,200
80 0,1938
5 3 9 7 3 0 7 4 1
1,201 1,202 1,203 1,203 1,204 1,204 1,204 1,205 1,206
90 1,2007
3 6 2 8 4 6 9 5 0
10
1,2065
0
1
R=μ+ y )
α
Bila y1 = 0, maka R1 = …
Bila y2 = 5, maka R2 = …
R10
Ordinat : Ŕ= x Tr )
Ȓ
A1 R 1+ A 2 R2 + A 3 R3 +.....+ An Rn
Ŕ= )
A 1+ A 2+ A 3+ .....+ A n
A R + A R + A 3 R3 +.....+ An Rn
Ŕ= 1 1 2 2 )
A
Ŕ=W 1 R1 +W 2 R2 +W 3 R 3+ .....+W n R n )
Keterangan:
R = Curah hujan daerah
R1, R2, R3, … Rn = Curah hujan di tiap titik pengamatan dan n adalah jumlah
= titik-titik pengamatan
A1, A2, A3, … An = Luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
Gambar dari penentuan curah hujan dengan metode Thiessen Polygon adalah
sebagai berikut:
Keterangan:
I = Stasiun I dengan luas poligon A1
II = Stasiun II dengan luas poligon A2
III = Stasiun III dengan luas poligon A3
A1 = Luas daerah yang dibatasi LON
A2 = Luas daerah yang dibatasi LOM
A3 = Luas daerah yang dibatasi MON
1
R= ( R1 + R2 + R3 +.....+ Rn ) )
n
Keterangan:
R = Curah hujan daerah (mm)
n = Jumlah titik (pos-pos) pengamatan
R1, R2, R3, … Rn = Curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)
(Tim Penulis Perguruan Tinggi Swasta, 1997)
Gambar dari penentuan curah hujan dengan metode Aljabar adalah sebagai
berikut:
A
B
C D E
3) Metode Isohiyet
Metode ini digunakan untuk daerah dengan topografi yang tidak rata dan
dihitung sesuai ketinggian kontur, tetapi tidak berlaku untuk masing-masing
tahun. Dirumuskan sebagai berikut: (Suripin, 2003)
P=
A1 [ 2 ] [
P1 + P2 P +P
2 ] [
P +P
+ A 2 2 3 +… ..+ An−1 n−1 n
2 ] )
A 1+ A 2+.....+ A n−1
Keterangan:
A1, A2, ….. An = Luas area
P = Tinggi curah hujan rata-rata area
P1, P2, ….. Pn = Luas total daerah cakupan
Gambar dari penentuan curah hujan dengan metode Isohiyet adalah sebagai
berikut:
Gambar 2.14 Metode Isohyet
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata,
tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang
memungkinkan untuk membuat isohyet (Takeda, Kenzaku, Hidrologi Untuk
Pengairan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, 1993).
[ ]
n
Simpangan baku 1 1 /2
2
(Standar deviasi) Sd = ∑( X −Ẍ )
n−1 t =1 1
σ= { E { x−µ }2 }
S σ
3 Koefisien variasi CV = CV =
X µ
X 1− Ẍ
¿
¿2 2
Koefisien ¿ E ⌊ { x−µ } ⌋
4 Cs = ¿
skewness σ3
n
n∑¿
t =1
¿
Sumber : Suripin (2004
Keterangan pada tabel 2.5:
Ẍ = rata-rata data hujan
N = Jumlah tahun pengamatan
Sd = Standar deviasi
Cv = Koefisien variansi
Cs = Asimetri (skewness)
Ck = Koefisien Kurtosis
- Metode Normal
Berikut ini lima jenis distribusi frekuensi yang paling banyak digunakan dalam
bidang hidrologi:
A. Metode Gumbel
Hujan harian maksimum metode Gumbel dirumuskan sebagai berikut:
Yt
RT = Ȓ + ( σσ NR ) ( Y )
n
7)
Keterangan:
RT = HHM rencana dengan PUH = t Tahun
Ȓ = Presipitasi rata-rata dalam kisaran data HHMS (mm/24 jam)
σR = Standart Deviasi
σN = Expected Standart Deviasi
Yn = Expected Mean Reduced Variate
Yt = Reduced Variated untuk PUH = t Tahun (Loebis, 1992)
Tabel 2.7 Reduce Variate (Yt) pada PUH Tahun
PUH = t Tahun Reduce Variated
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
Sumber : Nemec, J., Engineering Hydrology, Tata-McGraw Hill Publishing
Company, Ltd., New Delhi, 1972
Pada metode ini yang perlu dicari adalah rentang keyakinannya (convidence
interval), yaitu keyakinan bahwa harga-harga perkiraan tersebut mempunyai
rentang harga, missal dari 100 mm/24 jam, yang ditulis (105 ± 5) mm/24 jam. Jadi
rentang keyakinan adalah ± 5 mm/24 jam. Persamaannya adalah: (Loebis, 1992)
Rk = ± t (a). Se 8)
Keterangan:
Rk = Rentang keyakinan (mm/24 jam)
T (a) = fungsi a
Untuk a = 90%, t (a) = 1,64
Untuk a = 80%, t (a) = 1,2822
Untuk a = 68%, t (a) = 1,00
Se = Probability error (eror deviasi)
σR
Se=b 9)
√N
b=√1+1,3 k + 1,1 K 2 )
Yt−Yn
k= )
σN
Dimana:
N = Jumlah data tahun pengamatan
Keterangan:
R = Rata-rata hujan wilayah terkoreksi
T = Periode ulang hujan
SD = Simpangan Deviasi
√
2
( R −R)
SD= ∑ i )
N −1
Keterangan:
Ri = Hujan harian maksimum tiap tahun
R = Rata-rata hujan wilayah terkoreksi
N = Jumlah data curah hujan
B. Metode Log Normal
Dalam metode distribusi log normal data X diubah kedalam bentuk logaritmik
Y = log X. Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X
dikatakan mengikuti Distribusi Log Normal.
Untuk distribusi Log Normal perhitungan curah hujan rencana menggunakan
persamaan berikut ini:
Y T =Ӯ + K T Sd )
Dengan
Y T −¿Ӯ
Sd )
K T =¿
Keterangan:
YT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahun
Ӯ = Nilai rata-rata hitung variat
Sd = Standar deviasi nilai variat
KT = Faktor frekuensi
Metode Log Pearson Tipe III ini banyak dugunakan dalam analisis hidrologi,
terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum)
dengan nilai ekstrim. Bentuk metode Log Pearson Tipe III merupakan hasil dari
transformasi dari distribusi Pearson tipe III dengan perubahan data yang ada ke
dalam bentuk logaritma. Data hujan harian maksimum tahunan sebanyak n tahun
diubah dalam bentuk logaritma. Hal ini sesuai dengan anjuran The Hydrology
Community of The Water Recurrence Council, di mana untuk pemakaian yang
praktis dari data yang ada, terlebih dahulu merubah data tersebut ke dalam
logaritmanya, kemudian dihitung statistikl parameternya.
n
1
log Ẍ = ∑ log X i )
n t=1
√
n
1
Sd = ∑ ( log X i−logẌ )2 )
n−1 t=1
log X T =log Ẍ + K . Sd )
Keterangan:
Log Ẍ = Rata-rata logaritma data
n = Banyaknya tahun pengamatan
Sd = Standar deviasi
Cs = Koefisien kemencengan
K = Frequency Factors K yang tergantung nilai koefisien
kemiringan Cs (Tabel 2.5)
Untuk Harga Cs yang tidak ada pada tabel dapat dicari dengan menggunakan
interpolasi. Berikut tabel Harga K untuk metode Log Pearson Tipe III:
Tabel 2.8 Harga K Untuk Metode Distribusi Log Pearson Tipe III
Periode Ulang Tahun
Kemencengan 2 5 10 25 50 100 200 1000
No
(Cs) Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
1 3,0 -0,396 0,420 1,180 2,278 3,150 4,051 4,970 7,250
2 2,5 -0,360 0,518 1,250 2,262 3,048 3,845 4,652 6,600
3 2,2 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200
4 2,0 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910
5 1,0 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660
6 1,6 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390
7 1,4 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110
8 1,2 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820
9 1,0 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,543 3,022 3,489 4,540
10 0,9 -0,148 0,769 1,339 2,018 2,498 2,957 3,401 4,395
11 0,8 -0,132 0,780 1,336 2,998 2,453 2,891 3,312 4,250
12 0,7 -0,116 0,790 1,333 2,967 2,407 2,824 3,223 4,105
13 0,6 -0,099 0,800 1,328 2,939 2,359 2,755 3,132 3,960
14 0,5 -0,083 0,808 1,323 2,910 2,311 2,686 3,041 3,815
15 0,4 -0,066 0,816 1,317 2,880 2,261 2,615 2,949 3,670
16 0,3 -0,050 0,824 1,309 2,849 2,211 2,544 2,856 3,595
Periode Ulang Tahun
Kemencengan 2 5 10 25 50 100 200 1000
No
(Cs) Peluang (%)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
17 0,2 -0,033 0,830 1,301 2,818 2,159 2,472 2,763 3,580
18 0,1 -0,017 0,836 1,292 2,785 2,107 2,400 2,670 3,501
19 0,0 0,000 0,842 1,282 2,751 2,054 2,326 2,576 3,090
20 -0,1 0,017 0,836 1,270 2,761 2,000 2,252 2,482 3,950
21 -0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810
22 -0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675
23 -0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540
24 -0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
25 -0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,106 2,275
26 -0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150
27 -0,8 0,132 0,856 1,166 1,488 1,606 1,733 1,837 2,035
28 -0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
29 -1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800
30 -1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
31 -1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465
32 -1,6 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,200 1,216 1,280
33 -1,8 0,282 0,799 0,945 0,035 1,069 1,089 1,097 1,130
34 -2,0 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990 1,995 1,000
35 -2,2 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905 0,907 0,910
36 -2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802
37 -3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668
Sumber : Soemarto,1999
5. Hujan Harian Maksimum metode Log Pearson Tipe III dirumuskan sebagai
berikut:
RT =antilog X T )
D. Metode Iwai Kadoya
Langkah perhitungan yang dilakukan pertama kali adalah:
1. Menentukan Harga Xo
1
n∑
Xo= log X i )
2. Memperkirakan harga b:
1
m∑
b= bi )
Dimana
n
m= )
10
( X s X t )− X o 2
bi= )
2 X o−(X s X t )
3. Memperkirakan harga c:
1 /2
1
c
=⌊ { }
2n
n−1
( X 2−X o2 ) ⌋ )
Keterangan:
X = Harga dengan nomor pengamatan m dari yang terbesar
XT = Harga dengan nomor pengamatan m dari yang terkecil
n = Banyaknya data variabel normal ξ yang sesuai pada W(x) utama
E. Metode Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss. Perhitungan
curah hujan rencana menurut metode distribusi normal, mempunyai persamaan
sebagai berikut:
X T = Ẍ + K T Sd )
Dimana
X T− Ẍ
KT= )
Sd
Keterangan:
YT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-
tahun
Ӯ = Nilai rata-rata hitung variat
Sd = Standar deviasi nilai variat
KT = Faktor frekuensi
90 x R24
I= )
4
Keterangan:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
R24 = Curah Hujan Harian Maksimum (mm/24 jam)
Keterangan:
Ix = Intensitas curah hujan pada PUH tertentu (mm/jam)
x = Periode Ulang Hujan dalam tahun (misal: 2,5,10)
y = Durasi waktu dalam menit (misal: 5,10,20,40,..,240)
R=
√ 11300 t Ri
( )
t +3,12 100
)
Dimana
Ri = X t
( X (1218t
t
+54
1−t ) +1272 t )
)
R=
√ 11300 t X i
( )
t +3,12 100
)
R
I= )
t
Keterangan:
Xt = Hujan Harian Maksimum (mm/24 jam)
t = Durasi waktu (jam)
R, Ri = Curah Hujan
a
I= )
t +b
Dengan
2
ΣI ¿
( n Σ I 2 ) −( ¿¿)
( Σ I t ) ( Σ I 2) −( Σ I 2 t ) (Σ I ) )
¿
a=¿
Σ I ¿2
( n Σ I 2 )−(¿¿)
( Σ I t )( Σ I t )−n ( Σ I 2 t ) )
¿
b=¿
Keterangan:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi waktu (menit)
a dan b = Konstanta
n = Jumlah tahun pengamatan
B. Metode Sherman
Rumus ini dikemukakan oleh Prof. Sherman dalam tahun 1905 dan disebut
jenis Sherman. Rumus ini mungkin cock untuk jangka waktu curah hujan yang
lamanya lebih dari 2 jam. Rumus yang digunakan (Suripin, 2003):
a
I= 47)
tn
Dimana
I
I
t
Σ log ¿
¿
¿
¿
¿ )
¿
t . log ¿ .¿
Σ log ¿
Σ log¿ . ( Σ log 2 t ) −¿
¿
¿
log a=¿
t
I
Σ logt . log¿
¿
¿
¿ )
Σ logt ¿2
Σ log I . Σ log ¿−N ¿
¿
¿
n=¿
Keterangan:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi waktu (menit)
a dan N = Konstanta
N = Jumlah tahun pengamatan
C. Metode Ishiguro
Rumus ini dikemukakan oleh Dr. Ishiguro dalam tahun 1953. Rumus yang
digunakan sebagai berikut (Suripin, 2003):
a. y
I= 50)
√ t +b
Dimana
Σ I ¿2
2
N Σ I −(¿ ¿)
( Σ I √t . Σ I ) )
2
¿
a=¿
Σ I ¿2
N Σ I 2−(¿ ¿)
( Σ I . Σ I √t ) )
¿
b=¿
Keterangan:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
t = Durasi waktu (menit)
a dan b = Konstanta
N = Jumlah tahun pengamatan
D. Metode Mononobe
Menurut Dr. Mononobe intensitas hujan (I) di dalam rumus rasional dapat
dihitung dengan rumus (Tim Penyusun Perguruan Tinggi Swasta, 1997):
2/3
I=
[ ]
R 24
24 t c
53)
Keterangan:
R = Curah hujan rancangan setempat (mm)
Tc = Lama waktu konsentrasi (jam)
I = Intensitas hujan (mm/jam)
Tabel 2.11 Harga Koefisien Pengaliran (C) pada tiap Guna Lahan
N
Tipe Daerah Aliran Harga C
o
1 Rerumputan Tanah pasir, datar 2% 0,05 - 0,10
Tanah pasir, rata-rata 2 - 7% 0,10 - 0,15
Tanah pasir, curam 7% 0,15 - 0,20
Tanah gemuk, datar 2% 0,13 - 0,17
Tanah gemuk, rata-rata 2-7% 0,18 - 0,22
Tanah gemuk, curam 7% 0,25 - 0,35
2 Bisnis Daerah kota lama 0,75 - 0,95
Daerah pinggiran 0,50 - 0,70
3 Perumahan Daerah single family 0,30 -0,50
Multi unit terpisah-pisah 0,40 - 0,60
Multi unit tetutup 0,60 - 0,75
Sub urban 0,25 - 0,40
Daerah rumah apartemen 0,50 - 0,70
4 Industri Daerah industri ringan 0,50 - 0,80
Daerah industri berat 0,60 - 0,90
5 Pertmanan, kuburan 0,10 - 0,25
6 Tempat bermain 0,20 - 0,35
7 Halaman K.A 0,20 - 0,40
8 Daerah yang tidak dikerjakan 0,10 - 0,30
9 Jalan Beraspal 0,70 - 0,95
Beton 0,80 - 0,95
Batu 0,70 - 0,85
Untuk berjalan dan naik
10 kuda 0,75 - 0,85
11 Atap 0,75 - 0,95
Sumber : Liong dalam Pandebesie dkk, 2007
Tabel 2.12 Koeisien Run Off (C)
Deskripsi Lahan atau Koefisien
No
Karakter Permukaan Pengaliran
1 Bisnis
Perkotaan 0,7 - 0,95
Pinggiran 0,5 - 0,7
2 Perumahan
Rumah Tinggal 0,3 - 0,4
Multi, terpisah 0,4 - 0,6
Multi, tergabung 0,6 - 0,75
Perkampungan 0,25 - 0,4
Apartemen 0,5 - 0,7
3 Industri
Ringan 0,5
Berat 0,8
4 Perkerasan
Aspal dan Beton 0,7 - 0,95
Batu-bata, Paving 0,5 - 0,7
5 Atap 0,7 - 0,95
6 Halaman, tanah berpasir
Datar 2% 0,05 - 0,1
Rata-rata 2 - 7% 0,1 - 0,15
Curam 7% 0,15 - 0,20
7 Halaman tanah berat
Datar 2% 0,13 - 0,17
Rata-rata 2 - 7% 0,18 - 0,22
Curam 7% 0,25 - 0,35
8 Halaman kereta api 0,1 - 0,35
9 Taman tempat bermain 0,2 - 0,35
10 Taman perkebunan 0,1 - 0,25
11 Hutan
Datar 0% - 5% 0,1 - 0,4
Bergelombang 5 - 10% 0,25 - 0,5
Berbukit 10 - 30% 0,3 - 0,6
Sumber : Suripin, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, 2004
c. Macam Material
Lapisan dasar dan dinding saluran drainase tanah erosi bisa dibuat dari : beton,
pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor, baja, dan lain –
lain. Pilihan material tergantung pada tersedianya lahan serta harga bahan
konstruksi saluran. Penampang melintang saluran drainase perkotaan pada
umumnya berbentuk segi empat, karena dipandang lebih efisien di dalam
pembebasan tanahnya jika dibandingkan dengan trapezium (Joetata Hadihardjaja,
1995).
d. Kemiringan Saluran
Kkemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan kemiringan dinding
saluran. Kemiringan dasar saluran merupakan kemiringan dasar saluran arah
memanjang dimana umumnya dipengaruhi oleh kondisi topografi, serta tinggi
tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan yang
diinginkan. Kemiringan dasar saluran maksimum yang diperbolehkan adalah
0,005 – 0,008 tergantung pada bahan saluran yang digunakan. Kemiringan yang
lebih curam dari 0,002 bagi tanah lepas sampai dengan 0,005 untuk tanah padat
akan menyebabkan erosi (Joetata Hadihardjaja, 1995).
1 Lined Channels
Aspalt 0,013 - 0,017
Brick 0,012 - 0,018
Concrete 0,011 - 0,020
Rubble or riprap 0,020 - 0,035
Vegetal 0,030 - 0,400
2 Excavated or dredged
Earth, straight, and uniform 0,020 - 0,030
Earth, windind, fairly uniform 0,025 - 0,040
Rock 0,030 - 0,045
Unmaintained 0,050 - 0,140
3 Natural channels (mirror strams, top width at flood stage < 100 ft)
Fairly regular section 0,030 - 0,070
Irrengular section with poo;s 0,040 - 0,100
Sumber : EPA SWMM 5.0
Tabel 2.14 Nilai Kekasaran Manning (n) untuk Saluran Tertutup
1
Lo ¿ 2
¿ )
3,26 . ( Li−c ) . ¿
t 0=¿
Dimana :
t0 = Waktu limapsan (menit)
c = Angka pengaliran
Lo = Panjang limpasan (m)
So = Kemiringan medan/slope (m/m)
Berlaku untuk daerah panjang tali air sampai dengan 1000 m
1
3
Lo ¿
¿ )
108 n .¿
t 0 =¿
Dimana :
t0 = Waktu limpasan (menit)
n = Harga kekasaran permukaan tanah
Lo = Panjang limpasan (m)
So = Kemiringan medan/slope (m/m)
92,7 . L
t c= 0,1
t
0,2 0 )
A . Sr
Dimana :
tc = Waktu konsentrasi (menit)
lain-lain
5. Ketersediaan lahan alur saluran
2. Menurut bangunan
a. Drainase permukaan tanah (Surface Drainage)
Saluran drainase yang ada diatas permukaan tanah yang berfungsi
mengalirkan air limpasan permukaan.
b. Drainase bawah permukaan tanah (Subsurface Drainage)
Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan
melalui media dibawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan antara
lain tuntutan artistik, fungsi permukaan tidak diperbolehkan adanya saluran
di permukaan tanah seperti lapangan sepak boa, lapangan terbang, taman,
dan lain-lain.
3. Menurut fungsi
a. Single Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air
buangan, misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang antara lain
seperti limbah domestik, industri, dan lain-lain.
b. Multi Purpose, yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air
buangan baik secara bercampur atau bergantian.
4. Menurut kontruksi
a. Saluran terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok drainase air hujang yang
Untuk saluran air hujan yang melewati daerah ramai dan sibuk seperti
perkotaan, pasar, industri, perkantoran, dan rumah sakit umumnya menggunakan
saluran tertutup. Hal ini untuk menghindari agar orang tidak terperosok dan pada
daerah ramai umumnya lahan sangat diperlukan, sehingga saluran tertutup bagian
atas saluran dapat digunakan untuk kepentingan lain, misalnya untuk tempat
parkir, trotoir, dan sebagainya.
Q=a. β . IA )
Keterangan :
Q = Kapaitas pengaliran (m3/detik)
a = Koefisien pengaliran
= Koefisien penyebaran hujan
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (Ha)
Q=f .Cs . C . I . A )
Keterangan :
Q = Kapasitas pengaliran (m3/detik)
f = Faktor konversi (0,278)
I = Intensitas hujan (mm/jam)
C = Koefisien pengaliran
A = Luas daerah (km2)
Cs = Koefisien penampungan
2 tc
Cs= )
2 tc+td
Keterangan :
tc = Waktu konsentrasi
td = Waktu pengaliran
Waktu yang diperlukan air hujan dalam saluran untuk mengalir sampai ke
titik pengamatan (td) ditentukan oleh karakteristik hidrolis didalam saluran
dimana rumus pendekatannya adalah :
L
td= )
V
Dimana :
L = Panjang saluran (m)
V = kecepatan aliran (m/detik)
2 1
1
V = . R3 . S 2 )
n
Dimana :
n = Harga kekasaran salran
R = Radius hidrolis
S = Kemiringan medan/slope (m/m)
Rumus Manning tersebut dianjurkan untuk dipakai dalam saluran buatan atau
dengan pasangan (lining). Untuk saluran alami, dianjurkan untuk memakai rumus
kecepatan de Chezy.
Koefisien pengaliran (c) merupakan jumlah hujan yang jatuh dengan
mengalir sebagai limpasan air hujan dalam permukaan tanah tertentu. Faktor-
faktor yang mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah adanya infiltrasi
dan tampungan hujan pada tanah, sehingga mempengaruhi jumlah air hujan yang
mengair. Penerapan koefisien pengaliran (c) dalam pemakaian metode rasional,
disesuaikan dengan tata guna lahan dari rencana pengembangan tanah atau daerah
setempat.
Air hujan yang jatuh di suatu tempat pada daerah aliran sungai memerlukan
waktu untuk mengalir sampai pada titik pengamatan. Lama waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai titik pengamatan oleh air hujan yang jatuh di tempat
terjauh dari titik pengamatan disebut waktu konsentrasi atau time of concentration
(tc).
2 0,385
tc= (
0,87 x L
1000 x s ) )
Dimana :
L = Jumlah panjang (ekivalen) aliran (km)
A = Luas daerah pengaliran kumulatif (ha)
Sr = Kemiringan / slope rata-rata (m/m)
L
td= ( detik ) 35)
V
atau
L 1
td= . (menit)6)
V 60
Dimana :
L = Panjang saluran (m)
V = Kecepatan aliran (m/detik)
2. Collector drain
Saluran collector adalah saluran yang berfungsi sebagai pengumpul debit yang
diperoleh dari drainase yang lebih kecil dan akhirnya dibuang ke saluran conveyor
(pembawa).
3. Coveyor drain
Saluran coveyor adalah saluran yang berfungsi sebagai pembawa air buangan
dari suatu daerah ke lokasi pembuangan tanpa harus membahayakan daerah yang
dilalui. Letaknya dibagian terendah lembah dari suatu daerah sehingga dapet
berfungsi sebagai pengumpul dari anak cabang saluran yang ada.
tr+ ( tt−tr
dt )
x dx )
Apabila mengukur elevasi titik yang dicari dari elevasi tertinggi, maka
menggunakan rumus :
tt− ( tt−tr
dt )
x dx )
Dimana :
tt = Kontur tertinggi
tr = Kontur terendah
dt = Jarak antara 2 kontur diantara titik yang dicari
dx = Jarak titik yang dicari dari kontur tertinggi / terendah
St= ( E1−E
L
2
) )
Dimana :
St = Slope tanah
E1 = Elevasi tanah hulu (m)
E2 = Elevasi tanah hilir (m)
L = Panjang saluran (m)
Q=V . A 40)
2 /3 1 /2
R .S
V= 41)
n
1
Q= . A . R2/ 3 . S1 /2 42)
n
Dimana :
Q = Debit air yang disalurkan (m3/s)
V = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/s)
n = Koefisien kekasaran Manning
A = Luas penampang basah (m2)
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran (m/m)
Sesuai dengan sifat bahan saluran yang dipakai untuk kota, maka beberapa
harga n tercantum seperti dalam Tabel 2.4 dan Tabel 2.5.
saluran.
4. Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air hujan
pada jalan yang bersangkutan.
280
D= √ S 43)
W
Dimana :
D = Distance atau jarak antar street inlet (m)
S = Slope atau kemiringan (%), D ≤ 50 m
W = Lebar jalan (m)
.11.3 Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang diperlukan untuk menyalurkan air
hujan bila saluran yang akan dibangun menyebrangi atau melintasi jalan.
Perencanaannya tetap didasarkan pada debit yang mengalir pada gorong-gorong.
Selain itu, faktor endapan lumpur yang mungkin timbul saat pengaliran harus
dihindari. Caranya adalah mengatur kecepatan pengaliran lebih atau sama dengan
kecepatan self-cleansing. Dalam perecanaan ini kecepatan minimal air dlam
gorong-gorong yang digunakan adalah 0,5 – 3 m/s.
k m ( V gorong −V saluran )2
Z 1 ( Kehilangan Masuk ) = 44)
2g
2
k k ( V gorong −V saluran )
Z 2 ( Kehilangan Keluar )= 45)
2g
V 2gorong x Lgorong
Z 3 ( Kehilangan Energi Akibat Gesekan )= 46)
C2 x R
h
R= 47)
2
C=K x R1 /6 48)
Dimana :
Z1 = Kehilangan energi pada peralihan masuk
Z2 = Kehilangan energi pada peralihan keluar
Z3 = Kehilangan energi akibat gesekan
km & kk = Faktor kehilangan energi yang bergantung pada hidrolis peralihan
Vgorong = Kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/s)
Vsaluran = Kecepatan air di dalam saluran (m/s)
R = Jari-jari hidrolis
h = Kedalaman air di gorong-gorong (m)
C = Koefisien Chezy
K = Koefisien kekasaran Mikler (= 70 m1/3/s)
Lgorong = Panjang gorong-gorong (m)
.11.5 Talang