TESIS
OLEH
RAHMADHANI FITRI
107004003/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
TESIS
OLEH
RAHMADHANI FITRI
107004003/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
Menyetujui :
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Harry Agusnar, M. Phil, M. Sc) (Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP)
Anggota Anggota
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Judul Tesis
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesisi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian –
bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian – bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi – sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.
Rahmadhani Fitri
ABSTRAK
ABSTRACT
Municipal solid waste (MSW) is a difficult problem faced by the city management
in providing city facilities and infrastructures. Terjun Dump Site operated in
open-dumping system is located in Kelaurahan Terjun, Medan Marelan
Subdistrict. Open dumping system has created a lot of social and environmental
problems because of the seeping-out lechate. The purpose of this study was to
evaluate the suitability of terjun dump site area as the dump site for the City of
Medan based on SNI and USDA, to calculate the amount of lechate by using
Thornwaite scale, to analyze the quality of lechate ar Terjun dump site, and to
analyze the alternative lechate treatment. The area of MSW processing site of
Terjun dump site is determined by using tracks model in Global Positioning
System (GPS) and then is processed by using Argis program and is made in the
form of map. The evaluation of Terjun dump site area based on the SNI 03-3241-
1997 on the Procedure of selecting the Location for dump site showed that there
are criteria which are not in accordance with the SNI such as the ground water
table, land grade and recurring flood zones for the period of 25 years. The
evaluation of Terjun dump site are based on the United States Department of
Agroculture (USDA) in 1971 showed that the factors of flood barier and ground
water table belonged the adequate category. The composition of orgnic MSW at
Terjun dump site was 74,07%. The data of monthly rain and temperature for 5
(five) years from 2007 to 2011 processed with Thornwaite method showed that the
value per location was 376 mm and the volume of the lechate processed was
11,882 m3. The highest value per location occured in october was 124,9 mm with
the land area of 3,16 hectares with the debits of 3946,84 m3/moth or
1,5L/second/hour. The quality of lechate in 2011 showed that the parameter of
BOD and COD wasa above rhreshold determined by the Government Regulation
No. 82/2001 on Water Quality Processing and Water Pollution Control Class IV
for 322 an 540 m/L. The construction of lechate processing installation was begun
with the making of lechate collecting ducts using piping system which leads to the
lechate processing installation building. The lechate processing installation of
Terjun dump site to separate the BOD is natural stabilization pond, the followed
by mechanical aeral and filtration sorption ponds.
Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesisi ini.Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis
banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM). Sp.A(K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, selaku Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya alam dan Lingkungan.
4. Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah banyak berupaya memberikan koreksi sehingga menjadi sempurna.
Selain itu juga telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan kepada
penulis selama penelitian berlangsung.
5. Prof. Dr. Ir. Harry Agusnar, M.Phil, selaku Anggota Komisi Pembimbing I
yang telah memberikan petunjuk, arahan, bimbingan hingga selesainya
penelitian ini.
6. Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP, selaku Anggota Komisi Pembimbing II juga
telah memberikan koreksi untuk perbaikan dan mengarahkan penulis sampai
kepada selesainya penelitian ini.
7. Prof. Dr. Harlem Marpaung, selaku Komisi Penguji I yang telah
memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan agar penelitian ini menjadi
sempurna.
8. Drs. Chaeruddin, M.Sc, selaku Komisi Penguji II yang telah memberikan
saran dan kritik agar penelitian ini menjadi sempurna.
9. Seluruh Staf Pengajar/Dosen Program Studi Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Seluruh Staf/Pegawai Adminstrasi yang telah melancarkan segala urusan
Halaman
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................... 4
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 4
1.3.1. Perumusan Masalah ......................................................... 4
1.3.2. Pembatasan Masalah ........................................................ 5
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
1.6. Kerangka Konseptual ................................................................. 6
ABSTRAK
ABSTRACT
Municipal solid waste (MSW) is a difficult problem faced by the city management
in providing city facilities and infrastructures. Terjun Dump Site operated in
open-dumping system is located in Kelaurahan Terjun, Medan Marelan
Subdistrict. Open dumping system has created a lot of social and environmental
problems because of the seeping-out lechate. The purpose of this study was to
evaluate the suitability of terjun dump site area as the dump site for the City of
Medan based on SNI and USDA, to calculate the amount of lechate by using
Thornwaite scale, to analyze the quality of lechate ar Terjun dump site, and to
analyze the alternative lechate treatment. The area of MSW processing site of
Terjun dump site is determined by using tracks model in Global Positioning
System (GPS) and then is processed by using Argis program and is made in the
form of map. The evaluation of Terjun dump site area based on the SNI 03-3241-
1997 on the Procedure of selecting the Location for dump site showed that there
are criteria which are not in accordance with the SNI such as the ground water
table, land grade and recurring flood zones for the period of 25 years. The
evaluation of Terjun dump site are based on the United States Department of
Agroculture (USDA) in 1971 showed that the factors of flood barier and ground
water table belonged the adequate category. The composition of orgnic MSW at
Terjun dump site was 74,07%. The data of monthly rain and temperature for 5
(five) years from 2007 to 2011 processed with Thornwaite method showed that the
value per location was 376 mm and the volume of the lechate processed was
11,882 m3. The highest value per location occured in october was 124,9 mm with
the land area of 3,16 hectares with the debits of 3946,84 m3/moth or
1,5L/second/hour. The quality of lechate in 2011 showed that the parameter of
BOD and COD wasa above rhreshold determined by the Government Regulation
No. 82/2001 on Water Quality Processing and Water Pollution Control Class IV
for 322 an 540 m/L. The construction of lechate processing installation was begun
with the making of lechate collecting ducts using piping system which leads to the
lechate processing installation building. The lechate processing installation of
Terjun dump site to separate the BOD is natural stabilization pond, the followed
by mechanical aeral and filtration sorption ponds.
1.1.Latar Belakang
penduduk dan proses urbanisasi yang terus berlangsung merupakan akibat dari
timbulan sampah. Besarnya jumlah dan timbulan sampah yang tidak dapat
salah satu sub sistem dalam pengelolaan sampah yaitu Tempat Pembuangan
Medan yang mempunyai 2 (dua) lokasi TPA yaitu TPA Terjun dan TPA
Namo Bintang yang setiap harinya melayani sampah kota Medan. Lokasi TPA
merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala resiko
Lindi terjadi karena sifat dan proses sampah yang terjadi menyimpan
Lindi adalah substansi cairan yang dihasilkan dalam proses pembusukan sampah.
dengan adanya limpasan air hujan yang akan mencemari lingkungan. Lindi dapat
pencemaran tanah dan air tanah secara langsung. Lindi dari TPA sebagai
lingkungan dan biota perairan karena dalam lindi terdapat berbagai senyawa
Selain itu juga mengandung amoniak, timbal dan mikroba parasit seperti
kutu air (sarcoptes sp) yang menyebabkan gatal air (Susanto, 2004). Untuk
seluas 137.563 m3 yang mulai dioperasikan sejak 1993 dengan sistem open
dumping. Pengaruh open dumping yang paling utama adalah pencemaran air
permukaan dan air tanah. Pencemaran terjadi jika air hujan jatuh di atas
permukaan sampah sehingga menambah volume air lindi, meresap dan turun
melalui lapisan kedap air ke badan air (Syahrulhayati, 2005). Undang - Undang
memiliki tempat pembuangan akhir sistem open dumping harus segera dilakukan
sampah kota dengan sistem ini banyak menimbulkan masalah lingkungan dan
sosial akibat adanya lindi yang keluar. TPA Terjun memiliki lokasi cadangan
antara lain jenis sampah, komposisi sampah, ukuran partikel tanah, tingkat
pemadatan tanah, hidrologi, iklim, usia TPA dan lokasi TPA. Karakteristik lindi
juga tergantung pada pengolahan awal sampah seperti pemisahan sampah (plastik,
kertas, logam, kaca, dll), merobek-robek dan / atau bailing limbah (Kumar dan
Alappat, 2003). Dari sana dapat diketahui bahwa kuantitas dan kualitas lindi
Gerak air lindi sampah dapat diperkirakan melalui satu kejadian hujan atau
satu periode hujan dengan tebal relative besar. Kaitan antara banyaknya hujan dan
metoda yang disebut Metoda Neraca Air (Water Balance Method). Metoda ini
didasari oleh asumsi bahwa lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil
timbulan sampah setiap harinya sebesar ± 887,75 ton. Salah satu TPA yang
melayani sampah kota Medan yaitu TPA Terjun dengan menggunakan sistem
seluruh Kota / Kabupaten yang memiliki Tempat pembuangan Akhir sistem open
dumping harus segera dilakukan penutupan sebelum 5 tahun sejak peraturan ini.
pencemaran terhadap sumber air yang berasal dari lindi. Lokasi TPA Terjun
Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan lindi perlu ditentukan bila
pengolahan lindi.
air Thornthwaite yang didasari asumsi bahwa timbulan air sampah hanya
tahunan dari data presipitasi dan data temperatur udara dari data
Thornthwaite?
1.4.Tujuan Penelitian
(leacheate).
1.5.Manfaat Penelitian
TPA Terjun
Open Dumping
berbagai aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena
dan pengolahan serta pembuangan sampah dengan menggunakan suatu cara sesuai
sampah jiwa/hari : 0,60 Kg dengan berat sampah rata - rata/m3 : 250 kg,
sampah yang terangkut oleh truk pengangkut sampah ke tempat TPA per hari
adalah 700 ton, berarti hanya 80% sampah yang terangkut dari total
taman, kertas, kardus, kain, karet, plastik, kulit, kayu, kaca, logam, debu, dan
dan energi dari sampah, serta sebagai perencanaan fasilitas pembuangan akhir.
Oksigen, Nitrogen, Sulfur, Fosfor, serta unsur lainnya yang terdapat dalam
kimia yang diselidiki tergantung dari alternatif cara pengolahan sampah yang
akan dievaluasi.
ekonomi, kondisi daerah dan banyak faktor lainnya. Oleh karena itu, distribusi
2. Kepadatan sampah
Kadar air sampah biasanya dinyatakan sebagai berat air per satuan berat
basah atau berat kering sampah. Kadar air sampah merupakan faktor yang
Besarnya kadar air sampah pada setiap tempat tergantung dari musim,
akan dibakar.
perlakuan khusus.
dumping dan sanitary landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan
dipadatkan.
Lahan untuk TPA harus memiliki kesesuaian dengan sifat lahan tersebut,
Menurut USDA (1983) dalam Hifdziyah (2011), ada beberapa sifat lahan
daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa
zona kelayakan.
b. Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua
lokasi terbaik di antara beberapa lokasi yang dipilih dari zona – zona
3. Dalam hal suatu wilayah belum bias memnuhi tahapan regional, pemilihan
sampah ini dapat dilihat pada lampiran criteria yang berlaku pada tahap
penyisih.
bentuk yang tidak mengganggu dan menekan volume sampah sekecil mungkin
Medan di lokasi TPA adalah dengan metode open dumping dengan pengaturan
zona sehingga open dumping yang dilakukan terpola dengan baik. Sistem
oleh curah hujan yang cukup tinggi sehingga akan menghasilkan air lindi,
dan menambah volume lindi terutama sampah yang berasal dari industry berkadar
air tinggi dengan campuran bahan organik bersifat cair. Apabila air lindi tidak
dikelola dengan baik akan berpengaruh terhadap kualitas air baik permukaan
kekeruhan pada badan air ataupun keberadaan leachate yang mengandung zat
organic dan bahan terlarut lainnya. Selanjutnya badan air akan masuk ke badan air
tanah yang akhirnya akan menjadi keruh. Adanya bahan pencemar atau mineral di
yang merugikan kesehatan dan estetika. Hal ini akan berpengaruh pada siklus air
yang menyebabkanb terjadinya pencemaran air. Pencemaran terjadi jika air hujan
jatuh diatas permukaan sampah sehingga menambah volume air lindi, meresap
dan turun melalui lapisan kedap air (impermeable) ke dalam badan air yang lebih
rendah. Setelah lindi melalui tanah dan batuan pada kedalaman beberapa meter
kontaminasi bakteriologis tidak lagi ditemui. Suspense yang terdapat dalam lindi
dapat terbawa sampai kedalaman yang lebih jauh sehingga menyebabkan polusi
air tanah.
air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta kualitasnya yang keluar dari
timbunan sampah sangat berfluktuasi karena bergantung pada curah hujan serta
karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan
demikian juga beban cemaran lindi yang akan digunakan dalam perancangan.
Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke
1993). Lindi tersebut merupakan cairan yang terbentuk oleh adanya air hujan yang
merembes ke dalam timbunan sampah dan adanya kandungan air tanah yang
bermacam – macam zat yang ada dalam sampah seperti Nitrat, Nitrit, Metan
operasional TPA. Lindi sampah kota yang berumur di atas 10 tahunpun ternyata
mempunyai BOD dan COD yang tetap relatif tinggi (Damanhuri, 2008).
baku mutu efluen limbah cair yang berlaku, yang menyiratkan bahwa penanganan
Timbulan lindi dapat dihitung dengan menggunakan neraca air. Hal ini
model yang digunakan adalah model neraca air. Hardyanti (2009) menyebutkan
1. Presipitasi (P) jatuh di TPA dan beberapa diantaranya akan mengalami Run Off
(RO)
membentuk suatu percolate ( PERC ) dan pada akhirna akan membentuk lindi
yang disebut Metoda Neraca Air (Water Balance Method). Metoda ini didasari
oleh asumsi bahwa lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap
masuk ke dalam timbunan sampah (perkolasi). Beberapa sumber lain seperti air
hasil dekomposisi sampah, infiltrasi muka air tanah, dan aliran air permukaan
penman dan rumus Truck. Terbatasnya data yang dikumpulkan dari stasiun
berpengaruh terhadap kuantitas perkolasi dalam Metoda Neraca Air ini adalah
I = P - (R/O).……………………………………............……………….2.2.
Keterangan :
• Perc : Perkolasi, air yang keluar dari sistem menuju lapisan di bawahnya
akhirnya menjadi lindi (leacheate)
• P : Presipitasi rata-rata bulanan dari data Tahunan
• RO : Limpasan permukaan (runoff) rata-rata bulanan dihitung dari
presipitasi serta koefisien limpasan
• AET : Aktual evapotranspirasi, menyatakan banyaknya air yang hilang
secara nyata dari bulan ke bulan
• ∆ST : Perubahan simpanan air dalam tanah dari bulan ke bulan, yang
terkait dengan soil moisture storage
• ST : Soil moisture storage, merupakan banyaknya air yang tersimpan
dalam tanah pada saat keseimbangan
• I : Infiltrasi, jumlah air terinfiltrasi ke dalam tanah
• APWL : Accumulated Potential Water Loss , merupakan nilai negatif dari
(PET) yang merupakan kehilangan air secara kumulasi
• I – PET : Nilai infiltrasi dikurang potensi evapotranspirasi; nilai negarif
menyatakan banyaknya infiltrasi air yang gagal untuk dipasok pada
tanah, sedang nilai positip adalah kelebihan air selama periode
tertentu untuk mengisi tanah.
• PET : Potensial evapotranspirasi, dihitung berdasarkan atas nilai rata-rata
bulanan dari data tahunan
maka model neraca air yang dikembangkan oleh Thorntwaite, dapat digunakan
untuk menghitung perkolasi air dalam tanah penutup menuju lapisan sampah di
mengurangi timbulnya lindi adalah dari kemampuan penyerapan airnya. Air akan
tertahan dalam tanah sampai menyamai angka field capacity-nya. Air yang
terkandung oleh tanah bergantung pada jenis tanah dan berkurang dengan adanya
setelah periode yang lama, tanah akan mempunyai kandungan air setinggi field
capacity. Bila terdapat tanaman, maka akar mengambil air dan menguapkannya
sehingga air akan berada di bawah field capacity tersebut. Pada saat air mencapai
wilting points, maka akar tidak dapat lagi mengambil air dalam tanah tersebut.
Gambar 2.4 menggambarkan bahwa air akan tertahan dalam tanah sampai
menyamai angka field capacity-nya. Air yang terkandung oleh tanah bergantung
pada jenis tanah dan berkurang dengan adanya evapotranspirasi dan bertambah
tanah akan mempunyai kandungan air setinggi field capacity-nya. Bila terdapat
tanaman, maka akar mengambil air dan menguapkan sehingga air. akan berada di
bawah field capacity tersebut. Pada saat air mencapai wilting points, maka akar
tidak dapat lagi mengambil air dalam tanah tersebut. Di bawah titik ini
kandungan air dikenal sebagai air higroskopis (Hygroscopic water) yaitu air yang
terikat pada partikel-partikel tanah dan tidak dapat dikurangi oleh transpirasi.
Dengan demikian, air tersedia (Available water) berkisar antara wilting points
dan field capacity. Air inilah yang akan mengalami pergerakan kapiler dan
jumlah ini berubah karena evapotranspirasi dan infiltrasi. Tabel 2.2 berikut
Tabel 2.2. Jumlah air yang tersedia oleh jenis tanah (mm/m)
Jenis Tanah Field Capacity Wilting Point Jumlah air yang tersedia
(available water)
Fine Sand 120 20 100
Sandy Loam 200 50 150
Silty Loam 300 100 150
Clay Loam 375 125 250
Clay 450 125 300
Sampah 200 – 350 - -
Sumber : Water Balanced Method, EPA (1975) dalam Damanhuri (2008)
Pada sebuah lahan urug yang baik biasanya dibutuhkan sistem pelapis
dasar, yang bersasaran mengurangi mobilitas lindi ke dalam air tanah. Sebuah
efektif 100%. Karena timbulan lindi tidak terelakkan, maka di samping sistem
a. Slope teras
Untuk mencegah akumulasi lindi di dasar suatu lahan urug, dasar lahan
Manning.
b. Piped Bottom
dipisahkan oleh pemisah tanah liat. Lebar pemisah tersebut tergantung dari
lahan urug selesai digunakan, seperti untuk taman rekreasi dan lain-lain
Dari segi komponen, kandungan pada lindi tidak berbeda dengan air
buangan domestik. Namun zat organik yang terkandung pada lindi dari timbunan
sampah domestik sangat tinggi konsentrasinya. Hal ini ditunjukkan dari sangat
tingginya kadar BOD 5 pada lindi yaitu sekitar 2000-30.000. Sistem pengolahan
lindi dibagi menjadi dua tingkat, yaitu pengolahan sekunder dan pengolahan
tersier.
Kolam stabilisasi atau kolam oksidasi merupakan suatu kolam yang terdiri
atas tanggul dengan aliran air buangan (influen) yang laminer sehingga
luas area terpenuhi dan tempat di lokasi memungkinkan adanya sinar matahari
masuk ke dalam kolam untuk proses fotosintesis akan sangat menguntungkan. Hal
ini disebabkan konstruksi yang dibutuhkan kolam ini relatif sederhana dan biaya
Kolam stabilisasi ini selain dapat menurunkan kadar BOD dan COD juga
dapat menurunkan jumlah fecal coli yang ada dalam leachate. Namun untuk
sangat tingginya kadar BOD. Kolam fakultatif merupakan kolam stabilisasi yang
memiliki zona aerobik, fakultatif (transisi antara aerobik dan anaerobik), dan zona
anaerobik sebagai zona paling dalam. Zona aerob merupakan zona permukaan
yang mana akan terjadi dekomposisi buangan organik yang diangkut bakteri
fakultatif. Zona anaerobik merupakan zona yang paling dalam yang menjadi
organik tinggi yang juga mengandung konsentrasi solid yang tinggi. Secara
tipikal, kolam anaerobik merupakan kolam oksidasi yang paling dalam. Untuk
yang mana kebutuhan oksigennya dipenuhi dengan proses aerasi. Pada prinsipnya,
Tipe aerator yang biasanya dipilih dalam aplikasi kolam ini adalah surface
pula untuk menjaga kondisi cairan selalu dalam keadaan tersuspensi. Pada
prinsipnya, proses pengolahan kolam aerasi sama dengan kolam stabilisasi, yang
dilengkapi aerator, maka biaya operasi dan pemeliharaan aerasi lebih mahal
karena membutuhkan energi listrik untuk pengoperasian aerator. Namun dari segi
meresapkan cairan lindi pada suatu lahan yang ditanami tumbuhan tertentu.
Tumbuhan yang dipilih adalah tumbuhan yang memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Tumbuhan berbuluh, tumbuhan ini lebih efektif meresap air dan kemudian
Dalam sistem infiltrasi cepat, air buangan yang telah menerima beberapa
Kecepatan loading dalam metoda ini relatif tinggi, sehingga kehilangan akibat
evaporasi kecil. Dengan kecepatan loading yang tinggi ini, maka air yang
ketika pengolahan terjadi. Media tanah yang digunakan dalam metode ini agar
bermedia pasir atau media berbutir lainnya, yang mana influen dialirkan secara
prinsipnya, metoda pengolahan ini sama dengan metode saringan pasir lainnya,
secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara fisik metoda ini menggunakan kolam
dangkal dengan media pasir setebal 24-30 inchi (0,6-0,76 m) yang dilengkapi
sistem distribusi influen dan sistem saluran bawah kolam. Influen dialirkan secara
kolam. Setelah itu efluen dari unit ini dialirkan menuju fasilitas penanganan akhir,
yang telah dilengkapi dengan kolam lindi (leacheate) namun belum berfungsi
data. Waktu penelitian dimulai pada Bulan Februari 2012 sampai dengan April
2012.
Geofisika (BMKG) Sampali Stasiun Marelan. Adapun data yang dibutuhkan dari
1. Dokumentasi
2. Peta lokasi
yang menggunakan model tracks sehingga dapat diketahui luas lahan TPA
beserta topografinya.
Kondisi TPA meliputi kondisi tanah (permeabilitas tanah dan fasilitas yang
run off, infiltrasi, dan Soil Moisture storage, yaitu banyaknya air yang
tersimpan dalam tanah. Hasil dari data BMKG menentukan nilai produksi
hanya dari resapan air hujan. Curah hujan akan tertampung dalam lahan dan akan
disalurkan keluar oleh saluran secara kontinyu atau dapat dianalogkan lahan
a. Presipitasi
b. Evapotransipitasi
1. Menentukan jenis tanah yang digunakan sebagai final cover sesuai USDA.
2. Selanjutnya dengan melihat pada table Jumlah air yang dapat diserap oleh
10�� �
��� = � � � (��)………...………………………………….(3.2)
�
9. Menentukan nilai Accumulated Water Lost (APWL), yaitu nilai negative dari
10. Menentukan soil moisture storage (ST), yaitu banyaknya air yang tersimpan
dalam tanah pada saat keseimbangan. Nilai ST tergantung jenis tanah dan
ST untuk 100 mm untuk nilai APWL, maka diperoleh jumlah air yang
tersimpan dalam tanah. Pada saat air yang tersedia dalam tanah belum
mencapai 100 mm, maka nilai ST langsung dijumlah pada nilai I-PET.
Kondisi Curah
TPA Hujan
Temperatur
Kesesuaian lahan
TPA menurut SNI Hitung Evapotranspirasi
dan USDA Hitung Runn off
Hitung infiltrasi
Hitung Perkolasi
Saluran
Pengumpul Kapasitas
Lindi Lindi
Kualitas
Lindi
Instalasi
Pengolahan
Lindi
Topografi tanah asli TPA Terjun relative datar dengan ketinggian elevasi ± 2,5 – 3
m dpl. Arealnya berada diantara aliran Paluh Nibung dengan Paluh Terjun yang
berjarak sekitar 5 Km dari garis pantai. Aliran air kedua paluh tersebut
dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Kondisi areal sekitarnya berupa rawa yang
banyak ditumbuhi pohon Palem, kolam dan areal persawahan irigasi. Penimbunan
sampah masih berlangsung secara terbuka (open dumping), dimana truk sampah
membuang sampah pada zona yang sudah ditentukan kemudian sampah tersebut
di utara TPA. Hampir seluruh areal TPA sudah tertimbun sampah kecuali areal
TPA di bagian barat yang masih berupa rawa. Prasarana jalan operasional sudah
mudah menjangkau seluruh areal TPA. Prasarana ini dibangun diatas timbunan
sampah dengan konstruksi timbunan batu dan tanah. Kelandaian jalan operasional
maksimum sebesar 12 % berada pada awal jalan operasional yakni pada saat truk
sampah naik ke areal timbunan sampah. Saluran drainase yang ada berupa saluran
terbuka dekat timbunan sampah terutama di kiri dan kanan jalan operasional,
kontruksi berupa galian sampah terbuka dengan lebar 1,5 m. Saluran drainase ini
pada saat tidak hujan sebagian tergenang oleh air lindi yang berasal dari timbunan
sampah di atasnya. Sebagian air lindi pada saluran drainase ini masih bermuara
Lokasi TPA Terjun yang ada saat ini dapat di evaluasi dengan standar
nasional yang diterbitkan Republik Indonesia dan dengan Standart USDA, United
States Department of Agriculture tahun 1971. Lokasi TPA Terjun jika dievaluasi
berdasarkan SNI 03-3241-1997 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi
belum sesuai SNI , diantaranya muka air tanah, kelulusan tanah dan
(1983) dalam Hifdziyah (2011), ada beberapa sifat lahan yang sesuai
Tabel 4.2. Evaluasi lokasi TPA Terjun berdasarkan USDA Tahun 1983
anorganik). Timbulan sampah Kota Medan yang ditangani Dinas Kebersihan Kota
Medan berasal dari sampah rumah tangga, perkantoran, pertokoan, rumah sakit,
pusat perbelanjaan, industri dan kawasan wisata. Sampah yang diangkut oleh
Dinas Kebersihan Kota Medan adalah sampah organik ataupun anorganik seperti
kertas, plastik, kayu, kain, karet, logam dan lainnya. Adapun komposisi sampah
yang masuk kedalam TPA Terjun sebesar 74,07 % merupakan sampah organik,
sedangkan sampah anorganik 25,93 %. Hal ini dapat dilihat melalui grafik berikut.
Logam Kaca
74,07 Bongkahan B3
Pampers Lainnya
musim hujan kuantitas air lindi lebih banyak dibandingkan dengan musim
kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi iklim akan mempengaruhi kuantitas
dengan menggunakan suatu metoda yang disebut Metoda Neraca Air (Water
dalam Metoda Neraca Air ini adalah Presipitasi, Evapotranspirasi, Surface run-
off, dan Soil moisture storage. Proses perjalanan air lindi hampir sama dengan
proses perjalan air dalam siklus hidrologi sehingga mempengaruhi kualitas air
tanah dan air permukaan yang menjadi sumber kehidupan, oleh karena itu air lindi
ini harus diolah agar tidak mencemari air yang penggunaannya diperuntukkan
dalam kehidupan sehari – hari. Metoda neraca air ini didasari oleh asumsi bahwa
lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk ke dalam
timbunan sampah (perkolasi). Beberapa sumber lain seperti air hasil dekomposisi
diabaikan. Air hujan yang masuk ke dalam sampah akan meresap ke dalam tanah
dalam bentuk infiltrasi. Sebagian air mengalir secara gravitasi yang disebut run
off, air hujan disertai sampah ini akan mempengaruhi aliran permukaan. Air
lagi terperkolasi masuk lebih dalam ke dalam tanah yang akan mempengaruhi
penyimpanan air tanah. Metode Neraca Air yang digunakan pakar geofisika dan
selain metode penman dan rumus Truck. Keunggulan rumus Thronthwaite adalah
(Nugroho, 1989).
anorganik dan lain-lain) akan lebih sedikit daripada di daerah yang curah
hujannya rendah. TPA Terjun yang berlokasi di Medan Marelan memiliki curah
berikut.
bulan Oktober yaitu sebesar 286,4 mm/tahun. Curah hujan tinggi maka kuantitas
lindi juga semakin banyak. Keadaan ini akan memicu terbentuknya air lindi yang
tidak diolah secara benar, seperti menambah beban pencemaran bagi perairan umum
disekitarnya, bau tidak sedap, munculnya bibit penyakit, dan rusaknya lahan
pertanian.
TPA Terjun memiliki jenis tanah Sandy Clay dengan jumlah air yang
tersedia sebesar 300 mm/m dengan ketebalan tanah penutup di TPA Tejun adalah
0,5 mm (Damanhuri, 2008). Dari Data Hujan dan Temperature pada Tabel 4.4.
dan 4.5 beserta data - data kondisi dilapang maka dapat dihitung dengan
menentukan banyaknya timbulan lindi yang harus dikelola. Hal ini didasarkan
bahwa lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk ke
dalam tanah terdapat lapisan air tipis (± 100 mm) dapat dimanfaatkan untuk
pencemaran terhadap air tanah ataupun air permukaan karena itu timbulan lindi
harus dikelola. Luas pengelolaan sampah TPA Terjun berdasarkan data yang
Data – data posisi yang diambil dari lapang diolah dengan program Argis
yang kemudian dibuat dalam bentuk peta. Luas yang diketahui adalah 3,16 Ha
(Peta Lokasi TPA Terjun). Nilai perkolasi dari neraca Thornthwaite, 376 mm
dianggap tinggi air lindi maka volume lindi dari luas lahan TPA Terjun maka
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perkolasi tertinggi terjadi pada bulan
Oktober yaitu 124,9 mm dan luas lahan 3,16 Ha maka debit yang diolah adalah
3946,84 m3/bulan. Adapun debit lindi (Q) yang harus diolah per hari adalah =
udara akibat bau. Sampah yang menggunung akan menghasilkan lindi (leacheate)
yakni limbah cair, baik yang berasal dari proses pembusukan sampah maupun
karena pengaruh luar. Kedua hal itu akan memengaruhi kuantitas dan kualitas
lindi . Kualitas lindi itu masih dipengaruhi komposisi atau karakteristik sampah
yang dibuang, umur timbunan, dan pola operasional TPA. Semakin banyaknya
lindi, maka semakin berpotensi untuk masuk ke dalam air tanah dan mencemari
keluar dari timbunan sampah dan mengalir mengikuti kemiringan lahan, termasuk
senyawa pathogen dari beberapa senyawa kimia organik dan anorganik (Susanto,
J.P, 2004). Selain itu juga mengandung amoniak, timbal dan mikroba parasit
seperti kutu air (sarcoptes sp) yang menyebabkan gatal air (Susanto, J.P, 2004).
Berikut kualitas lindi yang berada dekat parit pembuangan depan pos jaga, pintu
Lindi pada TPA Terjun pada saat ini dimanfaatkan untuk mengairi sawah
yang dekat dengan lokasi TPA sehingga air lindi perlu dianalisa berdasarkan baku
Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas IV (air yang peruntukannya dapat
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut). Pada Tabel 4.8
dapat dilihat bahwa parameter BOD 5 dan COD masih tidak sesuai baku mutu
yang telah ditetapkan dalam PPRI No 82 Tahun 2001. Parameter BOD dan COD
terlarut dalam air untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya.
hidup lainnya (PP No. 74 Tahun 2001). Keberadaan kromium dengan konsentrasi
lingkungan. Dampak kelebihan kromium pada tubuh akan terjadi pada kulit,
saluran pernafasan, ginjal dan hati Pengaruh terhadap saluran pernafasan yaitu
iritasi paru-paru akibat menghirup debu kromium dalam jangka panjang dan
pharingitis kronis (Joko, 2003). Limbah B3 akan berbahaya pada tubuh jika tidak
diolah. Pada Tabel 4.8 nilai Krom (Cr Total) masih rendah senilai 0,011 sehingga
(2008) logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka tidak dapat
sedini mungkin.
TPA Terjun tidak memiliki saluran lindi. Fungsi saluran lindi adalah untuk
menyalurkan akumulasi cairan lindi pada dasar timbunan sampah sehingga cairan
tersebut tidak terinfiltrasi masuk kedalam air tanah. Dengan tidak adanya saluran
lindi pada dasar TPA Terjun, maka upaya menyalurkan cairan lindi pada dasar
a. Tidak dapat membuat lapisan kedap air yang sudah tertimbun sampah
akan membutuhkan lahan luas dan aman untuk ditimbun sampah galian
TPA tersebut.
c. Sistem saluran yang dibuat harus memenuhi kriteria teknis yaitu kemiringan
jadi bercabang – cabang, dan ini tidak dapat dilakukan dengan system
pemboran horizontal.
dengan cara :
2. Menutup timbunan sampah yang ada pada saat ini dengan lapisan penutup
akhir yang juga berfungsi sebagai lapisan dasar pada timbunan sampah
Tanah Biasa 30 cm
Geotextile
Pipa Kerikil 15 cm
Sampah Dipadatkan
Tanah Liat 25 cm
Tanah Liat 25 cm
Dengan adanya lapisan baru yang relative kedap air maka cairan lindi dari
timbunan sampah dapat disalurkan dengan system jaringan pipa yang selanjutnya
Instalasi Pengolah Lindi (IPL) Pada TPA Terjun utama yang diusulkan
adalah kolam stabilisasi secara alamiah, dilanjutkan dengan kolam aerasi secara
mekanis dan lahan sanitasi berupa kolam filtrasi sorpsi. Skema Instalasi
Resirkulasi
AREA
ke Sungai
KOLAM KOLAM KOLAM FILTRASI/
dari TPA
STABILISASI AERASI MATURASI LAHAN
SANITASI memenuhi
baku mutu
A. Kolam Stabilisasi
kualitas air limbah, yang mengandalkan proses alamiah untuk mengolah air
Debit timbulan lindi (leacheate) per hari, Q = 1,5 lt/det = 1,5.10-3 m3/det
dengan waktu detensi, t = 30 hari = 2.592.000 det maka volume kolam V = 1,5.10-
3
m3/det x 2.592.000 det = 3.888 m3. Jika kedalaman kolam 3 meter maka luas
kolam total A = 1.296 m2. Bentuk kolam direncanakan akan menyesuaikan dengan
B. Kolam Aerasi
BOD/COD. Tipe aerator yang biasanya dipilih dalam aplikasi kolam ini adalah
surface aerator / diffused air aerator. Selain untuk mensuplai oksigen, aerator
berfungsi pula untuk menjaga kondisi cairan selalu dalam keadaan tersuspensi.
a. Kedalaman 2 - 5 meter
c. BOD in (So) = 325 mg/liter atau beban BOD = 325 mg/l x 6 l/det = 1950
�� 325 ��/�
d. BOD out (S) = = = 20,3 ��/� ≈ 20 ��/�
(1+�′ .�) (1+0,02 .3)
(��−�) (325−20)
Dengan demikian waktu kontak = (�′ = = 2,933 ℎ� ≈ 3 ℎ�
.�.�) (0,02 .260.20)
Dengan debit, Q = 1,5 lt/det = 1,5.10-3 m3/det dan t hitung 3hr = 259.200 det
maka Volume, V = 1,5.10-3 m3/det x 259.200 det = 388,8 m3 ≈ 390 m3. Untuk
kedalaman kolam 3 meter maka luas lahan yang dibutuhkan = 130 m2. Jika kolam
aerasi dibuat 2 bak maka luas yang dibutuhkan adalah 2 x 130 m2 = 260 m2
dengan kapasitas volume 2 x 390 m3 = 780 m3. Perbandingan panjang dan lebar
Kolam maturasi yang diusulkan adalah dari jenis aerobik. Dimensi kolam
ditetapkan dengan rumus volume diatas (V = Q. t). Debit timbulan lindi, Q = 1,5
lt/det = 1,5.10-3 m3/det dan waktu detensi,td = 2 hari = 172.800 det maka volume
kolam V = 1,5.10-3 m3/det x 172.800 det = 259,2 m3. Jika kedalaman kolam 3
meter maka luas kolam total A = 86,4 m2, untuk memudahkan perhitungan
dibulatkan menjadi 261 m3. Kolam maturasi dibuat 2 bak maka luas yang
522m3.
D. Area filtrasi
penyerapan logam berat oleh tanaman tertentu seperti rumput gajah dan
sebagainya. sebagai pengolah pelengkap, dan dirancang tidak hanya sebagai lahan
sanitasi, tetapi juga sebagai bio-filter. Dalam hal ini lahan seluas minimal 1.500
m2 yang dibuat dalam 5 bak yang memiliki luas masing – masing bak 300 m2
dengan kedalaman 3 m maka volume yang dapat diolah tiap bak adalah, V = 300
diaplikasikan.
E. Resirkulasi Lindi
menambah efisiensi, maka diusulkan sistem sirkulasi melalui kolam stabilisasi dan
filter (land treatment) guna menambah efisiensi penurunan beban organik. Sistem
Dari perhitungan Instalasi Pengolahan Lindi (IPL), dan beda tinggi dari
tiap pengolahan adalah 3 meter maka perkiraan luas lahan IPL dan volume Lindi
Tabel 4.10. Perkiraan luas lahan IPL dan volume lindi yang dikelola
Pengolah Lindi (IPL) yang direncanakan untuk mengolah lindi (leacheate) yang
dihasilkan dari pengurungan sampah (landfill) di TPA Terjun adalah 3.828 m2.
yang perlu dikelola adalah 11.882 m3. Jika menggunakan instalasi pengolahan
maka volume yang dapat dikelola adalah 9.690 m3. Hal ini berarti dapat
5.1. KESIMPULAN
tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir sampah yang
parameter muka air tanah, kelulusan tanah dan daerah banjir ulang pada
periode 25 tahun.
Agriculture (USDA) tahun 1971 berada pada kategori sedang untuk faktor
3. Lindi yang dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk ke dalam
sebesar 367 mm. Dengan luas pengelolaan sampah TPA Terjun sebesar 3,16
Ha maka volume lindi yang perlu dikelola adalah 11.882 m3 dengan debit
4. Kualitas Lindi TPA Terjun pada parameter BOD 5 senilai 322 mg/l dan COD
sebesar 540 mg/l tidak sesuai baku mutu yang telah ditetapkan dalam
dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut), untuk BOD
saluran pengumpul lindi dari lahan yang masih belum digunakan. Saluran
pengumpul lindi dibuat dengan adanya lapisan baru yang relative kedap air
maka cairan lindi dari timbunan sampah dapat disalurkan dengan system
pengolahan lindi.
5.2. Saran
lahan yang tersisa atau merenovasi dari timbunan sampah yang sudah ada.
2. Nilai BOD 5 dan COD yang masih belum sesuai dengan parameter baku mutu
menunjukkan bahwa lindi yang dihasilkan dari TPA Terjun perlu dikelola agar
lokasi TPA Terjun tidak menjadi pencemar yang berdampak secara langsung
berupa timbunan sampah ditutup dengan tanah dan kemudian tanah timbunan
sampah dilapisi pelapis dasar geotextile yang kemudian ditutup dengan tanah
setebal 30 cm.
4. Instalasi Pengolah Lindi (IPL) Pada TPA Terjun utama yang diusulkan dapat
kolam aerasi secara mekanis dan lahan sanitasi berupa kolam filtrasi sorpsi
Damanhuri, E., 2008. Teknik Pembuangan Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITB.
Bandung.
Dong S, Liu B, Tang Z., 2008. Investigation and Modeling of the Environment
Impact of Landfill Leachate on Groundwater Quality at Jiaxing, Southern
China. Journal of Environmental Technology and Engineering. 1(1):23-30.
2072-1463 /08/$25.00 ©2008 International Computer Science Publisher.
Hong Kong
Joko Tri., 2003. Penurunan Kromium (Cr) dalam Limbah Cair Proses
Penyamakan Kulit Menggunakan Senyawa Alkali Ca(OH)2, NaOH, dan
NaHCO3 (Studi Kasus di Pt Trimulyo Kencana Mas Semarang). Jurnal
Kesehat Lingkungan Vol.2 No.2 Oktober 2003
Martono H. D., 1996. Pengendalian Air Kotor (Lachate) dari Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Sampah. Jurnal Analisis Sistem BPPT No 5 Tahun III, 1996.
ISSN : 0854 – 9117.
Metcalf and Eddy., 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Fourth
Edition. Mc Graw Hill. California
Poulsen G. T., 2005. Factors affecting water balance and percolate production
for a landfill in operation. Waste Manage Res 2005: 23: 72–78 Printed in
UK – all right reserved. Waste Management & Research ISSN 0734–242X
Soeparman, Suparmin., 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Penerbit EGC
Jakarta
Air lindi yang digunakan untuk mengairi persawahan di sekitar TPA Terjun
Air lindi pada saluran drainase yang tertutup oleh tumpukan sampah