Anda di halaman 1dari 75

KAJIAN AIR LINDI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR TERJUN

MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE

TESIS

OLEH

RAHMADHANI FITRI
107004003/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN AIR LINDI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR TERJUN
MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister


Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas sumatera Utara

OLEH

RAHMADHANI FITRI
107004003/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012

Universitas Sumatera Utara


Judul Tesis : KAJIAN AIR LINDI DI TEMPAT PEMBUANGAN
AKHIR TERJUN MENGGUNAKAN METODE
THORNTHWAITE
Nama Mahasiswa : Rahmadhani Fitri
Nomor Pokok : 107004003
Program Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Menyetujui :
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE)


Ketua

(Prof. Dr. Harry Agusnar, M. Phil, M. Sc) (Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP)
Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)

Tanggal Lulus : 23 Juli 2012

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada
Tanggal : 23 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE
Anggota : 1. Prof. Dr. Harry Agusnar, M. Phil, M. Sc
2. Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP
3. Prof. Dr. Harlem Marpaung, MS
4. Drs. Chaeruddin M.Sc

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

Judul Tesis

“KAJIAN AIR LINDI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR


TERJUN MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE”

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesisi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan – pengutipan yang penulis lakukan pada bagian –
bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis
cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis
ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian – bagian
tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang
penulis sandang dan sanksi – sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku.

Medan, Juli 2012


Penulis

Rahmadhani Fitri

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN AIR LINDI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR TERJUN
MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE

ABSTRAK

Sampah merupakan persoalan rumit dihadapi oleh pengelola kota dalam


menyediakan sarana dan prasarana kota. TPA Terjun berlokasi di Kelurahan
Terjun Kecamatan Medan Marelan yang dioperasikan dengan system open
dumping. Open dumping banyak menimbulkan masalah lingkungan dan sosial
akibat lindi yang keluar. Penelitian ini untuk mengevaluasi kesesuaian lahan TPA
Terjun sebagai TPA Kota Medan berdasarkan SNI dan USDA, menghitung
jumlah air lindi dengan menggunakan neraca Thorntwaite, menganalisis kualitas
air lindi di TPA Terjun dan menganalisis alternatif sistem pengolahan lindi. Luas
pengelolaan sampah TPA Terjun dengan menggunakan model tracks pada Global
Positioning System (GPS) yang kemudian diolah dengan program Argis dan
dibuat dalam bentuk peta. Evaluasi lahan TPA Terjun berdasarkan SNI 03-3241-
1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA masih ada kriteria yang belum
sesuai SNI, diantaranya muka air tanah, kelulusan tanah dan daerah banjir ulang
pada periode 25 tahun. Evaluasi lahan TPA Terjun berdasarkan United States
Department of Agriculture (USDA) tahun 1971 berada pada kategori sedang
untuk faktor pembatas ancaman banjir dan muka air tanah. Komposisi sampah
organik TPA Terjun sebesar 74,07 %. Data Hujan dan Temperatur bulanan selama
5 Tahun dari Tahun 2007 sampai Tahun 2011 dengan metode Thornthwaite
mendapatkan nilai perkolasi 376 mm dan volume lindi yang dikelola 11.882 m3.
Perkolasi tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 124,9 mm dengan luas lahan
3,16 Ha diperoleh debit 3946,84 m3/bulan atau 1,5 lt/dt/hr. Kualitas lindi Tahun
2011 menunjukkan parameter BOD dan COD berada diatas ambang batas yang
telah ditetapkan PPRI No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air Kelas IV yaitu sebesar 322 dan 540 mg/l.
Pembuataan Instalasi Pengolahan Lindi dimulai dengan pembuatan saluran
pengumpul lindi menggunakan sistem perpipaan yang bermuara ke bangunan
instalasi pengolahan lindi. Instalasi Pengolah Lindi TPA Terjun untuk
menyisihkan BOD adalah kolam stabilisasi secara alamiah, dilanjutkan dengan
kolam aerasi secara mekanis dan kolam filtrasi sorpsi.

Kata Kunci :Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Lindi, Thornthwaite,


Instalasi Pengolahan Lindi

Universitas Sumatera Utara


THE STUDY OF LECHATE IN TERJUN DUMP SITE THROUGH
THORNTHWAITE METHOD

ABSTRACT

Municipal solid waste (MSW) is a difficult problem faced by the city management
in providing city facilities and infrastructures. Terjun Dump Site operated in
open-dumping system is located in Kelaurahan Terjun, Medan Marelan
Subdistrict. Open dumping system has created a lot of social and environmental
problems because of the seeping-out lechate. The purpose of this study was to
evaluate the suitability of terjun dump site area as the dump site for the City of
Medan based on SNI and USDA, to calculate the amount of lechate by using
Thornwaite scale, to analyze the quality of lechate ar Terjun dump site, and to
analyze the alternative lechate treatment. The area of MSW processing site of
Terjun dump site is determined by using tracks model in Global Positioning
System (GPS) and then is processed by using Argis program and is made in the
form of map. The evaluation of Terjun dump site area based on the SNI 03-3241-
1997 on the Procedure of selecting the Location for dump site showed that there
are criteria which are not in accordance with the SNI such as the ground water
table, land grade and recurring flood zones for the period of 25 years. The
evaluation of Terjun dump site are based on the United States Department of
Agroculture (USDA) in 1971 showed that the factors of flood barier and ground
water table belonged the adequate category. The composition of orgnic MSW at
Terjun dump site was 74,07%. The data of monthly rain and temperature for 5
(five) years from 2007 to 2011 processed with Thornwaite method showed that the
value per location was 376 mm and the volume of the lechate processed was
11,882 m3. The highest value per location occured in october was 124,9 mm with
the land area of 3,16 hectares with the debits of 3946,84 m3/moth or
1,5L/second/hour. The quality of lechate in 2011 showed that the parameter of
BOD and COD wasa above rhreshold determined by the Government Regulation
No. 82/2001 on Water Quality Processing and Water Pollution Control Class IV
for 322 an 540 m/L. The construction of lechate processing installation was begun
with the making of lechate collecting ducts using piping system which leads to the
lechate processing installation building. The lechate processing installation of
Terjun dump site to separate the BOD is natural stabilization pond, the followed
by mechanical aeral and filtration sorption ponds.

Keywords : Dump site, Lechate, Thornwaite, Lechate Processing Installation

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan tesisi ini.Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, Penulis
banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM). Sp.A(K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS, selaku Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumber Daya alam dan Lingkungan.
4. Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
telah banyak berupaya memberikan koreksi sehingga menjadi sempurna.
Selain itu juga telah banyak memberikan bimbingan dan dorongan kepada
penulis selama penelitian berlangsung.
5. Prof. Dr. Ir. Harry Agusnar, M.Phil, selaku Anggota Komisi Pembimbing I
yang telah memberikan petunjuk, arahan, bimbingan hingga selesainya
penelitian ini.
6. Prof. Dr. Ir. Abdul Rauf, MP, selaku Anggota Komisi Pembimbing II juga
telah memberikan koreksi untuk perbaikan dan mengarahkan penulis sampai
kepada selesainya penelitian ini.
7. Prof. Dr. Harlem Marpaung, selaku Komisi Penguji I yang telah
memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan agar penelitian ini menjadi
sempurna.
8. Drs. Chaeruddin, M.Sc, selaku Komisi Penguji II yang telah memberikan
saran dan kritik agar penelitian ini menjadi sempurna.
9. Seluruh Staf Pengajar/Dosen Program Studi Pengelolaan Sumber Daya
Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara,
Seluruh Staf/Pegawai Adminstrasi yang telah melancarkan segala urusan

Universitas Sumatera Utara


yang berkenaan dengan administrasi dan informasi selama studi
berlangsung dan juga pada saat dilakukan penelitian ini.
10. Yang terhormat, Ayahanda Dr.s H. Amaluddin, dan Ibunda Dra. Hj.
Nuraini SB, setiap waktu dan sepanjang hari tidak lupa dengan ikhtiar dan
berdoa agar penulis dapat mencapai cita-cita yang setinggi-tingginya, selalu
memberikan semangat dan mendukung untuk menyelesaikan studi ini;
11. Abang - abangku M. Ridha Haykal Amal, M.Si; M. Nasrullah, M.Si;
Bakhrul Khair Amal M.Si; Mhd. Iqbal, M.Si; Mhd Taufiqqurrahman M.
Hum; Mhd Furqan Amal, M.SComp; Mhd Lailan Arqam M. Pd dan
Kakakku Chairunnisa M.Pd dan Nurhasanah M. Si serta ipar – ipar dan
ponakanku tercinta yang tidak dapat disebutkan satu per satu, penulis
bangga berada dalam keluarga besar kita.
12. Teman – Teman PSL 2010, Aan, Andar, Kak Rita, Bu Susi, Bu Vilda, Bu
Yoa, Bang Faisal, Bang Abrar, Bang wawan, Bg Alex, Pak sigit, Pak Yan,
Pak simon, Pak Pinem, Pak Eko, Pak Pirman, Pak Tambunan, untuk semua
keakraban dan bantuannya dalam menyelesaikan tesis ini
Mudah-mudahan penelitian ini memberi manfaat bagi semua pihak dalam
menambah dan memperkaya wawasan Ilmu Pengetahuan. Khusus kepada penulis,
mudah-mudahan dapat memadukan dan mengimplementasikan ilmu serta mampu
menjawab tantangan atas perkembangan ilmu Lingkungan.
Penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaan dalam penelitian ini, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan ke depannya.
Semoga penulis lebih giat lagi menambah wawasan ilmu pengetahuan di masa-
masa yang akan datang. Amin ya rabbal’alamin.

Medan, Juli 2012


Rahmadhani Fitri
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ..................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. v

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL ......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................... 4
1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 4
1.3.1. Perumusan Masalah ......................................................... 4
1.3.2. Pembatasan Masalah ........................................................ 5
1.4. Tujuan Penelitian ....................................................................... 5
1.5. Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
1.6. Kerangka Konseptual ................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Aspek Sampah ........................................................................... 7
2.2. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ............................................ 10
2.3. Sistem pengelolaan sampah dan permasalahannya.................... 12
2.4. Air Lindi (leacheate) .................................................................. 15
2.5. Neraca Air .................................................................................. 16
2.6. Neraca Air Thornthwaite ........................................................... 17
2.7. Minimasi Lindi (leacheate) ........................................................ 21
2.7.1. Pelapis Dasar (Liner) ..................................................... 21
2.7.2. Saluran Pengumpul Lindi (leacheate) ............................ 21
2.7.3. Penutup Akhir................................................................ 22
2.8. Pengolahan Lindi (leacheate) ..................................................... 23
2.8.1. Kolam Stabilisasi ........................................................... 23
2.8.2. Kolam Aerasi ................................................................. 25
2.8.3. Land Treatment (Rapid-Infiltrated Plant) ..................... 25
2.8.4. Intermitten Sand Filter .................................................. 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................... 28
3.1.1. Lokasi Penelitian ........................................................... 28
3.1.2. Waktu Penelitian ........................................................... 28
3.2. Metode Pengumpulan Data ............................................. 28
3.3. Metode Analisis Data ...................................................... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Kondisi TPA Terjun .............................................................. 33
4.2. Kapasitas Lindi (leacheate) Dengan Neraca Thornthwaite ... 36
4.3. Kualitas Lindi (leacheate) ..................................................... 43
4.4. Instalasi Pengolahan Lindi (leacheate).................................. 46
4.4.1. Saluran Pengumpul Lindi (leacheate) ......................... 46
4.4.2. Instalasi Pengolahan Lindi (leacheate) ....................... 47
4.4.3. Analisa Perancangan ................................................... 52

Universitas Sumatera Utara


BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 53
5.2. Saran ...................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA.. ................................................................................... 55


LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


KAJIAN AIR LINDI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR TERJUN
MENGGUNAKAN METODE THORNTHWAITE

ABSTRAK

Sampah merupakan persoalan rumit dihadapi oleh pengelola kota dalam


menyediakan sarana dan prasarana kota. TPA Terjun berlokasi di Kelurahan
Terjun Kecamatan Medan Marelan yang dioperasikan dengan system open
dumping. Open dumping banyak menimbulkan masalah lingkungan dan sosial
akibat lindi yang keluar. Penelitian ini untuk mengevaluasi kesesuaian lahan TPA
Terjun sebagai TPA Kota Medan berdasarkan SNI dan USDA, menghitung
jumlah air lindi dengan menggunakan neraca Thorntwaite, menganalisis kualitas
air lindi di TPA Terjun dan menganalisis alternatif sistem pengolahan lindi. Luas
pengelolaan sampah TPA Terjun dengan menggunakan model tracks pada Global
Positioning System (GPS) yang kemudian diolah dengan program Argis dan
dibuat dalam bentuk peta. Evaluasi lahan TPA Terjun berdasarkan SNI 03-3241-
1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA masih ada kriteria yang belum
sesuai SNI, diantaranya muka air tanah, kelulusan tanah dan daerah banjir ulang
pada periode 25 tahun. Evaluasi lahan TPA Terjun berdasarkan United States
Department of Agriculture (USDA) tahun 1971 berada pada kategori sedang
untuk faktor pembatas ancaman banjir dan muka air tanah. Komposisi sampah
organik TPA Terjun sebesar 74,07 %. Data Hujan dan Temperatur bulanan selama
5 Tahun dari Tahun 2007 sampai Tahun 2011 dengan metode Thornthwaite
mendapatkan nilai perkolasi 376 mm dan volume lindi yang dikelola 11.882 m3.
Perkolasi tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 124,9 mm dengan luas lahan
3,16 Ha diperoleh debit 3946,84 m3/bulan atau 1,5 lt/dt/hr. Kualitas lindi Tahun
2011 menunjukkan parameter BOD dan COD berada diatas ambang batas yang
telah ditetapkan PPRI No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air Kelas IV yaitu sebesar 322 dan 540 mg/l.
Pembuataan Instalasi Pengolahan Lindi dimulai dengan pembuatan saluran
pengumpul lindi menggunakan sistem perpipaan yang bermuara ke bangunan
instalasi pengolahan lindi. Instalasi Pengolah Lindi TPA Terjun untuk
menyisihkan BOD adalah kolam stabilisasi secara alamiah, dilanjutkan dengan
kolam aerasi secara mekanis dan kolam filtrasi sorpsi.

Kata Kunci :Tempat Pembuangan Akhir (TPA), Lindi, Thornthwaite,


Instalasi Pengolahan Lindi

Universitas Sumatera Utara


THE STUDY OF LECHATE IN TERJUN DUMP SITE THROUGH
THORNTHWAITE METHOD

ABSTRACT

Municipal solid waste (MSW) is a difficult problem faced by the city management
in providing city facilities and infrastructures. Terjun Dump Site operated in
open-dumping system is located in Kelaurahan Terjun, Medan Marelan
Subdistrict. Open dumping system has created a lot of social and environmental
problems because of the seeping-out lechate. The purpose of this study was to
evaluate the suitability of terjun dump site area as the dump site for the City of
Medan based on SNI and USDA, to calculate the amount of lechate by using
Thornwaite scale, to analyze the quality of lechate ar Terjun dump site, and to
analyze the alternative lechate treatment. The area of MSW processing site of
Terjun dump site is determined by using tracks model in Global Positioning
System (GPS) and then is processed by using Argis program and is made in the
form of map. The evaluation of Terjun dump site area based on the SNI 03-3241-
1997 on the Procedure of selecting the Location for dump site showed that there
are criteria which are not in accordance with the SNI such as the ground water
table, land grade and recurring flood zones for the period of 25 years. The
evaluation of Terjun dump site are based on the United States Department of
Agroculture (USDA) in 1971 showed that the factors of flood barier and ground
water table belonged the adequate category. The composition of orgnic MSW at
Terjun dump site was 74,07%. The data of monthly rain and temperature for 5
(five) years from 2007 to 2011 processed with Thornwaite method showed that the
value per location was 376 mm and the volume of the lechate processed was
11,882 m3. The highest value per location occured in october was 124,9 mm with
the land area of 3,16 hectares with the debits of 3946,84 m3/moth or
1,5L/second/hour. The quality of lechate in 2011 showed that the parameter of
BOD and COD wasa above rhreshold determined by the Government Regulation
No. 82/2001 on Water Quality Processing and Water Pollution Control Class IV
for 322 an 540 m/L. The construction of lechate processing installation was begun
with the making of lechate collecting ducts using piping system which leads to the
lechate processing installation building. The lechate processing installation of
Terjun dump site to separate the BOD is natural stabilization pond, the followed
by mechanical aeral and filtration sorption ponds.

Keywords : Dump site, Lechate, Thornwaite, Lechate Processing Installation

Universitas Sumatera Utara


BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sampah merupakan salah satu persoalan yang rumit dihadapi oleh

pengelola kota dalam menyediakan sarana dan prasarana kota. Pertambahan

penduduk dan proses urbanisasi yang terus berlangsung merupakan akibat dari

terpusatnya aktifitas ekonomi di perkotaan menjadi penyebab semakin meningkatnya

timbulan sampah. Besarnya jumlah dan timbulan sampah yang tidak dapat

ditangani dengan baik akan mengakibatkan berbagai permasalahan yang

sangat rumit. Beberapa alternatif carapun dilakukan agar menyingkirkan

sampah demi terwujudnya kota bersih dan tidak mengganggu lingkungan.

salah satu sub sistem dalam pengelolaan sampah yaitu Tempat Pembuangan

Akhir (TPA) sampah.

Jumlah penduduk kota medan 2.567.288 Jiwa yang menghasilkan

timbulan sampah setiap harinya sebesar ± 887,75 ton (Pemerintah Kota

Medan, 2010), sehingga memerlukan pengelolaan sampah yang baik. Kota

Medan yang mempunyai 2 (dua) lokasi TPA yaitu TPA Terjun dan TPA

Namo Bintang yang setiap harinya melayani sampah kota Medan. Lokasi TPA

merupakan tempat pembuangan akhir sampah yang akan menerima segala resiko

akibat pola pembuangan sampah terutama yang berkaitan dengan kemungkinan

terjadinya pencemaram lindi (lechate) ke badan air maupun air tanah.

Lindi terjadi karena sifat dan proses sampah yang terjadi menyimpan

atau menahan air sesuai dengan kemampuan materialnya (Damanhuri, 2008).

Lindi adalah substansi cairan yang dihasilkan dalam proses pembusukan sampah.

Universitas Sumatera Utara


Lindi di TPA umumnya berasal dari sampah organik yang terkomposisi dan

dengan adanya limpasan air hujan yang akan mencemari lingkungan. Lindi dapat

meresap dalam tanah, peresapan lindi dalam tanah menyebabkan

pencemaran tanah dan air tanah secara langsung. Lindi dari TPA sebagai

bahan pencemar yang mengganggu kesehatan manusia dan mencemari

lingkungan dan biota perairan karena dalam lindi terdapat berbagai senyawa

kimia organic maupun anorganic serta sejumlah pathogen (Susanto, 2004).

Selain itu juga mengandung amoniak, timbal dan mikroba parasit seperti

kutu air (sarcoptes sp) yang menyebabkan gatal air (Susanto, 2004). Untuk

menanggulangi permasalahan lindi dari TPA, diperlukan. Upaya pengolahan

lindi di lokasi TPA.

TPA terjun berlokasi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

seluas 137.563 m3 yang mulai dioperasikan sejak 1993 dengan sistem open

dumping. Pengaruh open dumping yang paling utama adalah pencemaran air

permukaan dan air tanah. Pencemaran terjadi jika air hujan jatuh di atas

permukaan sampah sehingga menambah volume air lindi, meresap dan turun

melalui lapisan kedap air ke badan air (Syahrulhayati, 2005). Undang - Undang

Nomor 18 Tahun 2008 mengamanatkan bahwa seluruh Kota / Kabupaten yang

memiliki tempat pembuangan akhir sistem open dumping harus segera dilakukan

penutupan sebelum 5 tahun sejak peraturan ini. Tempat pembuangan akhir

sampah kota dengan sistem ini banyak menimbulkan masalah lingkungan dan

sosial akibat adanya lindi yang keluar. TPA Terjun memiliki lokasi cadangan

yang belum di pergunakan seluas 4 hektar. Hal ini memungkinkan untuk

melaksanakan UU No 18/2008 untuk mengganti TPA dengan sistem sanitary

Universitas Sumatera Utara


landfill. Hal ini dapat diketahui dengan menguji kesesuaian lahan TPA. Luas

lahan cadangan seluas 4 Ha perlu perencanaan yang efisien agar meminimalkan

masalah kualitas lingkungan baik, salah satunya dengan mengoptimalkan

rancangan kapasitas penangan lindi. Beberapa faktor yang mempengaruhi lindi

antara lain jenis sampah, komposisi sampah, ukuran partikel tanah, tingkat

pemadatan tanah, hidrologi, iklim, usia TPA dan lokasi TPA. Karakteristik lindi

juga tergantung pada pengolahan awal sampah seperti pemisahan sampah (plastik,

kertas, logam, kaca, dll), merobek-robek dan / atau bailing limbah (Kumar dan

Alappat, 2003). Dari sana dapat diketahui bahwa kuantitas dan kualitas lindi

bervariasi dan berfluktuasi.

Gerak air lindi sampah dapat diperkirakan melalui satu kejadian hujan atau

satu periode hujan dengan tebal relative besar. Kaitan antara banyaknya hujan dan

timbulan lindi perlu ditentukan dalam merancang kapasitas pengolahan lindi

(leacheate). Lindi yang timbul dapat diperkirakan dengan menggunakan suatu

metoda yang disebut Metoda Neraca Air (Water Balance Method). Metoda ini

didasari oleh asumsi bahwa lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil

meresap masuk ke dalam timbunan sampah (perkolasi). Metode yang sering

digunakan pakar geofisika dan meteorologi, geohidrologi, geografi dan geologi

adalah metode Thornthwaite, selain metode Penman dan rumus Truck.

Keunggulan menggunakan rumus Thornthwaite adalah kesederhanaan data yang

diperlukan dan kesederhanaan cara perhitungannya (Nugroho, 1989). Perkiraan

produksi timbulan lindi dengan menggunakan neraca thornthwaite berguna untuk

menentukan pengolahan lindi dan jaringan pengumpul lindi sebagai acuan

instalasi pengolahan lindi di TPA Terjun.

Universitas Sumatera Utara


1.2.Identifikasi Masalah

Berdasarkan data dari Pemerintah Kota Medan, 2010 bahwa jumlah

timbulan sampah setiap harinya sebesar ± 887,75 ton. Salah satu TPA yang

melayani sampah kota Medan yaitu TPA Terjun dengan menggunakan sistem

open dumping. Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 mengamanatkan bahwa

seluruh Kota / Kabupaten yang memiliki Tempat pembuangan Akhir sistem open

dumping harus segera dilakukan penutupan sebelum 5 tahun sejak peraturan ini.

Sistem Open dumping dapat menurunkan kualitas lingkungan, salah satunya

pencemaran terhadap sumber air yang berasal dari lindi. Lokasi TPA Terjun

yang belum di pergunakan seluas 4 hektar masih diperlukan perencanaan yang

efisien untuk meminimalkan masalah kualitas lingkungan baik dengan

mengoptimalkan rancangan kapasitas pengolahan lindi.

Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan lindi perlu ditentukan bila

hendak merancang kapasitas pengolahan lindi. Perkiraan produksi timbulan

lindi dengan menggunakan neraca Thornthwaite berguna untuk mengoptimalkan

pengolahan lindi.

1.3. Pembatasan dan Perumusan masalah

1.3.1. Pembatasan Masalah

Produksi timbulan lindi dihitung dengan menggunakan model neraca

air Thornthwaite yang didasari asumsi bahwa timbulan air sampah hanya

dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk ke dalam

timbunan sampah (perkolasi). Data yang dipakai adalah rata-rata bulanan

tahunan dari data presipitasi dan data temperatur udara dari data

Universitas Sumatera Utara


klimatologi pada stasiun meteorologi selama 5 tahun terakhir mulai dari

tahun 2007 - 2011.

1.3.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimana evaluasi kesesuaian lahan TPA Terjun yang menggunakan

sistem open dumping berdasarkan SNI dan USDA ?

2. Bagaimana produksi air lindi (leacheate) menggunakan model

Thornthwaite?

3. Bagaimana kualitas air lindi (leacheate) di TPA Terjun ?

4. Bagaimana alternatif pengolahan lindi (leacheate) dari perkiraan

produksi timbulan lindi (leacheate) menggunakan neraca thornthwaite ?

1.4.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengevaluasi lahan TPA Terjun sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Kota Medan berdasarkan SNI dan USDA.

2. Menghitung jumlah air lindi (leacheate) dengan menggunakan neraca

Thorntwaite sebagai acuan dasar perancangan instalasi pengolahan lindi

(leacheate).

3. Menganalisis kualitas air lindi (leacheate) di TPA Terjun.

4. Menganalisis dan mengetahui alternatif sistem pengolahan lindi (leacheate).

1.5.Manfaat Penelitian

1. Sebagai dasar pertimbangan dalam menyesuaikan fungsi lahan tempat

pembuangan akhir Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


2. Sebagai dasar pertimbangan dalam mengolah lindi dan merancang instalasi

pengolahan lindi di TPA Terjun.

3. Sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan kebijakan bagi pihak

pemerintah dalam memilih dan merancang sarana dan prasarana di TPA.

1.6. Kerangka Konseptual

Timbulan Sampah Kota Medan

TPA Terjun

Open Dumping

Kesesuaian Lahan Lindi (leacheate)

Alternatif Sistem Pengolahan

Gambar 1.1. Kerangka Konseptual

Universitas Sumatera Utara


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Aspek Sampah

Sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari

berbagai aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena

sudah tidak berguna atau tidak diperlukan lagi, (Tchobanoglous et.al.,1993).

Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam pengaturan terhadap timbulan

sampah, penyimpanan sementara, pengumpulan, pemindahan atau pengangkutan

dan pengolahan serta pembuangan sampah dengan menggunakan suatu cara sesuai

dengan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat, ekonomi,

teknik, perlindungan alam, keindahan dan pertimbangan lainnya, serta

mempertimbangkan masyarakat luas (Tchobanoglous et.al.,1993).

Total produsen sampah Kota Medan 2.567.288 jiwa, ratio timbulan

sampah jiwa/hari : 0,60 Kg dengan berat sampah rata - rata/m3 : 250 kg,

Timbulan sampah Kota Medan perhari 887,75 ton/hari. Jumlah volume

sampah yang terangkut oleh truk pengangkut sampah ke tempat TPA per hari

adalah 700 ton, berarti hanya 80% sampah yang terangkut dari total

produksi sampah kota Medan.

Menurut Tchobanoglous (1993), komposisi sampah dapat dibagi dalam

dua golongan, yaitu:

1. Komposisi fisik sampah

Secara fisik terdiri dari sampah basah (garbage), sampah halaman,

taman, kertas, kardus, kain, karet, plastik, kulit, kayu, kaca, logam, debu, dan

lain-lain. Informasi mengenai komposisi fisik sampah diperlukan untuk

Universitas Sumatera Utara


memilih dan menentukan cara pengoperasian setiap peralatan serta fasilitas-

fasilitas lainnya, memperkirakan kelayakan pemanfaatan kembali sumber daya

dan energi dari sampah, serta sebagai perencanaan fasilitas pembuangan akhir.

2. Komposisi kimia sampah

Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari unsur Karbon, Hidrogen,

Oksigen, Nitrogen, Sulfur, Fosfor, serta unsur lainnya yang terdapat dalam

protein, karbohidrat, dan lemak. Untuk mengetahui komposisi kimia sampah,

perlu dilakukan analisa kandungan kimia sampah di laboratorium. Unsur-unsur

kimia yang diselidiki tergantung dari alternatif cara pengolahan sampah yang

akan dievaluasi.

Dari komposisi sampah yang telah diperoleh dapat diketahui karakteristik

sampah yang mencakup:

1. Persentasi masing-masing komponen sampah

Persentasi komponen sampah perkotaan bervariasi terhadap lokasi, musim,

ekonomi, kondisi daerah dan banyak faktor lainnya. Oleh karena itu, distribusi

persentasi komponen sampah merupakan faktor yang menentukan dalam

proses kebijaksanaan pengelolaannya.

2. Kepadatan sampah

Kepadatan sampah menyatakan berat sampah per satuan volume

(Tchobanoglous, 1993). Data kepadatan sampah penting untuk menentukan

jenis peralatan pengumpul dan peralatan pemindahan. Selain itu, digunakan

juga untuk merencanakan sistem pembuangan akhir sebab rendahnya

kepadatan (densitas) sampah mengakibatkan meningkatnya luas areal yang

diperlukan untuk pembuangan akhir dan penurunan permukaan tanah setelah

Universitas Sumatera Utara


penimbunan. Kepadatan sampah berbeda-beda nilainya tergantung dari lokasi,

musim, dan lamanya di pewadahan/ penyimpanan.

3. Kadar Air Sampah

Kadar air sampah biasanya dinyatakan sebagai berat air per satuan berat

basah atau berat kering sampah. Kadar air sampah merupakan faktor yang

penting untuk merencanakan dan pengoperasian incinerator yang akan

berpengaruh terhadap nilai kalor dan karakteristik pembakaran sampah.

Besarnya kadar air sampah pada setiap tempat tergantung dari musim,

kelembaban, keadaan iklim, dan komposisi sampah itu sendiri.

4. Distribusi Ukuran Partikel Sampah

Distribusi ukuran partikel sampah mempengaruhi dua hal dalam

perencanaan pengolahan sampah, yaitu:

a. Kebutuhan untuk pemadatan dan tanah penutup pada sanitary landfill.

Semakin besar ukuran partikel sampah, semakin lama pemadatan

dilakukan dan semakin banyak diperlukan tanah penutup.

b. Kebutuhan untuk mengurangi/ mereduksi ukuran dengan shredding

pendahuluan untuk pengomposan/ produksi biogas atau insinerasi. Pada

pengomposan dan produksi biogas ukuran partikel yang kecil akan

mempercepat proses pembusukan. Pada insinerasi, tujuan dari pengecilan

ukuran partikel adalah untuk memperluas permukaan sampah sehingga

mempercepat penguapan dan menurunkan kadar air dari sampah yang

akan dibakar.

3.2. Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Universitas Sumatera Utara


Pembuangan akhir sampah merupakan proses terakhir dalam siklus

pengelolaan persampahan formal. Fase ini dapat menggunakan berbagai

metode dari yang sederhana hingga tingkat teknologi tinggi. Metode

pembuangan akhir yang banyak dikenal adalah :

1. Open dumping , Metode ini merupakan cara pembuangan akhir yang

sederhana karena sampah hanya ditumpuk di lokasi tertentu tanpa

perlakuan khusus.

2. Control landfill, Metode ini merupakan peralihan antara teknik open

dumping dan sanitary landfill. Pada metode ini sampah ditimbun dan

diratakan. Pipa-pipa ditanam pada dasar lahan untuk mengalirkan air

lindi ( leacheate) dan ditanam secara vertikal untuk mengeluarkan

metan ke udara. Setelah timbunan sampah penuh lalu dilakukan

penutupan terhadap hamparan sampah tersebut dengan tanah dan

dipadatkan.

3. Sanitary landfill , Teknik sanitary landfill adalah cara penimbunan

sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan

keamanan lingkungan karena telah ada perlakuan terhadap sampah.

Pada teknik ini, sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan

tertentu lalu dipadatkan, kemudian dilapisi tanah dan dipadatkan

kembali, di atas lapisan tanah penutup tadi dapat dihamparkan lagi

sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian

seterusnya berselang-seling antara lapisan tanah dan sampah. Metode

ini lebih baik dari metode lainnya. Konsekuensi dari pembuangan

Universitas Sumatera Utara


sampah di tempat pembuangan akhir sampah ini adalah dibutuhkannya

lahan yang luas serta biaya pengelolaan yang besar.

Pembuangan Akhir (TPA) sampah membutuhkan ruang/ tempat

yang luas dan disyaratkan jauh dari permukiman penduduk. Dengan

adanya keterbatasan lahan di berbagai kota besar, maka tempat

penampungan sampah akhir lambat laun menjadi masalah. Oleh karena

itu, adanya upaya mengurangi beban penumpukan sampah di TPA dengan

berbagai metode pengelolaan sampah yang lebih baik merupakan langkah

yang perlu terus dikembangkan agar tidak menimbulkan banyak masalah.

Lahan untuk TPA harus memiliki kesesuaian dengan sifat lahan tersebut,

sehingga dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkannya.

Menurut USDA (1983) dalam Hifdziyah (2011), ada beberapa sifat lahan

yang sesuai sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) secara

terbuka. Kesesuaian lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 2.1. Kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan sampah


secara terbuka

No Sifat Tanah Kesesuaian Lahan


Baik Sedang Buruk
1 Ancaman banjir Tanpa Jarang Sering
2 Kedalaman sampai > 150 100 – 150 < 100
hamparan batuan (cm)
3 Kedalaman sampai padas > 150 100 – 150 < 100
keras (cm)
4 Permeabilitas (cm/ jam) (50- - - >5
100 cm)
5 Muka air tanah (cm) > 150 100 – 150 < 100
 Apparent > 90 100 – 150 < 45
 Perched
6 Lereng % < 8 45 - 90 > 15
7 Longsor - - Ada
Sumber : USDA (1983) dalam Hifdziyah (2011)

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan SNI 03-3241-1997 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemilihan

Lokasi tempat Pembuangan Akhir sampah yang diterbitkan Badan Standarisasi

Nasional, ketentuan pemilihan lokasi TPA sampah diuraikan sebagai berikut :

1. TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut

2. Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :

a. Tahap regional yang merupakan tahapann untuk menghasilkan peta berisi

daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa

zona kelayakan.

b. Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua

lokasi terbaik di antara beberapa lokasi yang dipilih dari zona – zona

kelayakan pada tahap regional.

c. Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh

instansi yang berwenang.

3. Dalam hal suatu wilayah belum bias memnuhi tahapan regional, pemilihan

lokasi TPA sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA

sampah ini dapat dilihat pada lampiran criteria yang berlaku pada tahap

penyisih.

3.3. Sistem pengelolaan sampah dan permasalahannya

Tujuan pengelolaan sampah adalah untuk mengubah sampah menjadi

bentuk yang tidak mengganggu dan menekan volume sampah sekecil mungkin

sehingga mempermudah dalam pengelolaannya. Timbulan sampah yang berada

di bak-bak penampungan sampah di kota Medan akan diangkut ke tempat

Universitas Sumatera Utara


pembuangan sementara (TPS) atau diangkut langsung ke TPA. Sistem

pengangkutan sampah ini dimulai dari rumah tangga diangkut ke TPS

menggunakan becak sampah (disebut Bestari) atau gerobak sampah.

Sistem pengelolaan sampah yang diterapkan oleh Dinas Kebersihan Kota

Medan di lokasi TPA adalah dengan metode open dumping dengan pengaturan

zona sehingga open dumping yang dilakukan terpola dengan baik. Sistem

pengelolaan sampah di TPA Terjun secara open dumping (pembuangan terbuka)

yaitu cara pembuangan sampah yang sederhana. Sampah dihamparkan di suatu

lokasi, dibiarkan terbuka tanpa penutupan dan pengolahan, meskipun sampah –

sampah tersebut kemudian dibakar tetapi sering menimbulkan berbagai masalah

lingkungan, estetika maupun kesehatan.

Gambar 2.1. Sistem pengelolaan sampah di TPA Terjun

Akumulasi sampah yang cukup besar dibiarkan secara terbuka didukung

oleh curah hujan yang cukup tinggi sehingga akan menghasilkan air lindi,

Universitas Sumatera Utara


ditambah dengan penumpukan sampah yang baru yang pada waktu dilakukan

pembongkaran dari truk atau kendaraan pengangkut sampah dapat menimbulkan

dan menambah volume lindi terutama sampah yang berasal dari industry berkadar

air tinggi dengan campuran bahan organik bersifat cair. Apabila air lindi tidak

dikelola dengan baik akan berpengaruh terhadap kualitas air baik permukaan

ataupun air tanahdi wilayah TPA dan sekitarnya.

Pengaruh lindi yang dirasakan masyarakat adalah perubahan warna atau

kekeruhan pada badan air ataupun keberadaan leachate yang mengandung zat

organic dan bahan terlarut lainnya. Selanjutnya badan air akan masuk ke badan air

tanah yang akhirnya akan menjadi keruh. Adanya bahan pencemar atau mineral di

Badan air akan memacu pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme

yang merugikan kesehatan dan estetika. Hal ini akan berpengaruh pada siklus air

yang menyebabkanb terjadinya pencemaran air. Pencemaran terjadi jika air hujan

jatuh diatas permukaan sampah sehingga menambah volume air lindi, meresap

dan turun melalui lapisan kedap air (impermeable) ke dalam badan air yang lebih

rendah. Setelah lindi melalui tanah dan batuan pada kedalaman beberapa meter

kontaminasi bakteriologis tidak lagi ditemui. Suspense yang terdapat dalam lindi

dapat terbawa sampai kedalaman yang lebih jauh sehingga menyebabkan polusi

air tanah.

3.4. Air Lindi

Masalah utama yang dijumpai dalam aplikasi penimbunan/pengurugan

sampah atau limbah padat lainnya ke dalam tanah adalah kemungkinan

Universitas Sumatera Utara


pencemaran air tanah oleh lindi, terutama di daerah yang curah hujan dan muka

air tanahnya tinggi. Timbulan (debit) lindi serta kualitasnya yang keluar dari

timbunan sampah sangat berfluktuasi karena bergantung pada curah hujan serta

karakter sampah yang ditimbun. Kaitan antara banyaknya hujan dan timbulan

lindi perlu ditentukan bila hendak merancang kapasitas penanganan lindi,

demikian juga beban cemaran lindi yang akan digunakan dalam perancangan.

Gambar 2.2. Kondisi air lindi di TPA Terjun

Lindi adalah limbah cair yang timbul akibat masuknya air eksternal ke

dalam timbunan sampah, melarutkan dan membilas materi-materi terlarut,

termasuk juga materi organik hasil proses dekomposisi biologis (Tchobanoglous,

1993). Lindi tersebut merupakan cairan yang terbentuk oleh adanya air hujan yang

merembes ke dalam timbunan sampah dan adanya kandungan air tanah yang

tinggi. Aliran yang merembes akan menimbulkan aliran yang membawa

bermacam – macam zat yang ada dalam sampah seperti Nitrat, Nitrit, Metan

Karbondioksida (CO 2 ), Sulfat, Sulfide, NH 3 , air dan mikroorganisme

(Damanhuri, 2008). Proses dekomposisi secara alamiah pada awalnya akan

Universitas Sumatera Utara


menghasilkan nitrit, CO2 dan air sedangkan pasokan (supply) oksigen yang

dilepaskan oleh mikroorganisme anaerobic akan membentuk senyawa lain seperti

sulfat, amoniak dan nitrogen.

Kualitas dan kuantitas lindi bervariasi dan fluktuasinya tergantung pada

curah hujan, komposisi / karekteristik sampah, umur timbunan dan pola

operasional TPA. Lindi sampah kota yang berumur di atas 10 tahunpun ternyata

mempunyai BOD dan COD yang tetap relatif tinggi (Damanhuri, 2008).

kandungan karbon organik (dinyatakan dalam COD) yang terkandung melebihi

baku mutu efluen limbah cair yang berlaku, yang menyiratkan bahwa penanganan

lindi merupakan suatu keharusan bila akan dilepas ke lingkungan.

3.5. Neraca Air

Timbulan lindi dapat dihitung dengan menggunakan neraca air. Hal ini

karena menganggap aliran air ke bawah sebagai sistem berdimensi-satu, maka

model yang digunakan adalah model neraca air. Hardyanti (2009) menyebutkan

bahwa Pola umum dari pembentukan lindi adalah sebagai berikut :

1. Presipitasi (P) jatuh di TPA dan beberapa diantaranya akan mengalami Run Off

(RO)

2. Beberapa dari presipitasi itu menginfiltrasi (I) permukaan

3. Sebagian yang terinfiltrasi akan menguap/evaporasi (E) dari permukaan dan

atau transpires (T) melalui tumbuhan

4. Sebagian proses infiltrasi akan menyebabkan penurunan kandungan

kelembaban dalam tanah

Universitas Sumatera Utara


5. Sisa infiltrasi setalah proses E,T dan S sudah mencukupi, bergerak kebawah

membentuk suatu percolate ( PERC ) dan pada akhirna akan membentuk lindi

yang akan ditemui di dasar TPA.

Adapun system input – output dari penimbunan lindi menurut Damanhuri

(2008) dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3. Input-output lindi dengan neraca air

3.6. Neraca Air Thronthwaite

Lindi yang timbul dapat diperkirakan dengan menggunakan suatu metoda

yang disebut Metoda Neraca Air (Water Balance Method). Metoda ini didasari

oleh asumsi bahwa lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap

masuk ke dalam timbunan sampah (perkolasi). Beberapa sumber lain seperti air

hasil dekomposisi sampah, infiltrasi muka air tanah, dan aliran air permukaan

lainnya dapat diabaikan.

Metode yang sering digunakan pakar geofisika dan meteorology,

geohidrologi, geografi dan geologi adalah metode thornthwaite, terdapat metode

penman dan rumus Truck. Terbatasnya data yang dikumpulkan dari stasiun

Universitas Sumatera Utara


meteorology yang terkadang tidak selalu lengkap dalam penulisannya menjadi

kendala dalam menggunakan metode penman dan rumus Truck. Keunggulan

rumus Thronthwaite adalah kesederhanaan data yang diperlukan dan

kesederhanaan cara perhitungannya (Nugroho, 1989). Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kuantitas perkolasi dalam Metoda Neraca Air ini adalah

Presipitasi, Evapotranspirasi, Surface run-off, dan Soil moisture storage. Rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut :

PERC = P - (RO) - (AET) - (∆ST)…………………………………….2.1.

I = P - (R/O).……………………………………............……………….2.2.

APWL = ∑ NEG (I - PET))…………………………………………….2.3.

AET = (PET) + [(I - PET) - (∆ST)])……………………………...….2.4.

Keterangan :
• Perc : Perkolasi, air yang keluar dari sistem menuju lapisan di bawahnya
akhirnya menjadi lindi (leacheate)
• P : Presipitasi rata-rata bulanan dari data Tahunan
• RO : Limpasan permukaan (runoff) rata-rata bulanan dihitung dari
presipitasi serta koefisien limpasan
• AET : Aktual evapotranspirasi, menyatakan banyaknya air yang hilang
secara nyata dari bulan ke bulan
• ∆ST : Perubahan simpanan air dalam tanah dari bulan ke bulan, yang
terkait dengan soil moisture storage
• ST : Soil moisture storage, merupakan banyaknya air yang tersimpan
dalam tanah pada saat keseimbangan
• I : Infiltrasi, jumlah air terinfiltrasi ke dalam tanah
• APWL : Accumulated Potential Water Loss , merupakan nilai negatif dari
(PET) yang merupakan kehilangan air secara kumulasi
• I – PET : Nilai infiltrasi dikurang potensi evapotranspirasi; nilai negarif
menyatakan banyaknya infiltrasi air yang gagal untuk dipasok pada
tanah, sedang nilai positip adalah kelebihan air selama periode
tertentu untuk mengisi tanah.
• PET : Potensial evapotranspirasi, dihitung berdasarkan atas nilai rata-rata
bulanan dari data tahunan

Universitas Sumatera Utara


Dengan menganggap aliran air ke bawah sebagai sistem berdimensi-satu,

maka model neraca air yang dikembangkan oleh Thorntwaite, dapat digunakan

untuk menghitung perkolasi air dalam tanah penutup menuju lapisan sampah di

bawahnya. Salah satu keuntungan penggunaan tanah penutup akhir dalam

mengurangi timbulnya lindi adalah dari kemampuan penyerapan airnya. Air akan

tertahan dalam tanah sampai menyamai angka field capacity-nya. Air yang

terkandung oleh tanah bergantung pada jenis tanah dan berkurang dengan adanya

evapotranspirasi dan bertambah kembali akibat infiltrasi. Tanpa adanya tanaman,

setelah periode yang lama, tanah akan mempunyai kandungan air setinggi field

capacity. Bila terdapat tanaman, maka akar mengambil air dan menguapkannya

sehingga air akan berada di bawah field capacity tersebut. Pada saat air mencapai

wilting points, maka akar tidak dapat lagi mengambil air dalam tanah tersebut.

Gambar 2.4. Konsep kandungan air dalam tanah

Gambar 2.4 menggambarkan bahwa air akan tertahan dalam tanah sampai

menyamai angka field capacity-nya. Air yang terkandung oleh tanah bergantung

pada jenis tanah dan berkurang dengan adanya evapotranspirasi dan bertambah

Universitas Sumatera Utara


kembali akibat infiltrasi. Tanpa adanya tanaman, setelah periode yang lama,

tanah akan mempunyai kandungan air setinggi field capacity-nya. Bila terdapat

tanaman, maka akar mengambil air dan menguapkan sehingga air. akan berada di

bawah field capacity tersebut. Pada saat air mencapai wilting points, maka akar

tidak dapat lagi mengambil air dalam tanah tersebut. Di bawah titik ini

kandungan air dikenal sebagai air higroskopis (Hygroscopic water) yaitu air yang

terikat pada partikel-partikel tanah dan tidak dapat dikurangi oleh transpirasi.

Dengan demikian, air tersedia (Available water) berkisar antara wilting points

dan field capacity. Air inilah yang akan mengalami pergerakan kapiler dan

jumlah ini berubah karena evapotranspirasi dan infiltrasi. Tabel 2.2 berikut

adalah jumlah air yang tersedia pada berbagai jenis tanah.

Tabel 2.2. Jumlah air yang tersedia oleh jenis tanah (mm/m)

Jenis Tanah Field Capacity Wilting Point Jumlah air yang tersedia
(available water)
Fine Sand 120 20 100
Sandy Loam 200 50 150
Silty Loam 300 100 150
Clay Loam 375 125 250
Clay 450 125 300
Sampah 200 – 350 - -
Sumber : Water Balanced Method, EPA (1975) dalam Damanhuri (2008)

3.7. Minimasi Lindi (lechate)

2.7.1. Pelapis Dasar (Liner)

Pada sebuah lahan urug yang baik biasanya dibutuhkan sistem pelapis

dasar, yang bersasaran mengurangi mobilitas lindi ke dalam air tanah. Sebuah

liner yang efektif akan mencegah migrasi cemaran ke lingkungan, khususnya ke

Universitas Sumatera Utara


dalam air tanah. Namun pada kenyataannya belum didapat sistem liner yang

efektif 100%. Karena timbulan lindi tidak terelakkan, maka di samping sistem

liner dibutuhkan sistem pengumpulan lindi.

2.7.2. Saluran Pengumpul Lindi

Sistem pengumpul lindi yang umum digunakan adalah :

a. Menggunakan pipa berlubang yang ditempatkan dalam saluran, kemudian

diselubungi batuan. Cara ini paling banyak digunakan pada landfill

b. Membuat saluran kemudian saluran tersebut diberi pelapis dan di dalamnya

disusun batu kali kosong.

Fasilitas-fasilitas pengumpulan lindi (lechate) dengan menggunakan pipa

secara umum adalah sebagai berikut :

a. Slope teras

Untuk mencegah akumulasi lindi di dasar suatu lahan urug, dasar lahan

urug ditata menjadi susunan teras-teras dengan kemiringan tertentu (1-5%)

sehingga lindi akan mengalir ke saluran pengumpul (0,5-1%). Untuk

mengalirkan lindi ke unit pengolahan atau resirkulasi setiap saluran pengumpul

dilengkapi dengan pipa berlubang. Kemiringan dan panjang maksimum saluran

pengumpul dirancang berdasarkan kapasitas fasilitas saluran pengumpul. Untuk

memperkirakan kapasitas fasilitas saluran pengumpul dipergunakan persamaan

Manning.

b. Piped Bottom

Dasar lahan urug dibagi menjadi beberapa persegi panjang yang

dipisahkan oleh pemisah tanah liat. Lebar pemisah tersebut tergantung dari

Universitas Sumatera Utara


lebar sel. Pipa-pipa pengumpul lindi ditempatkan sejajar dengan panjang sel dan

diletakkan langsung pada geomembrane.

2.7.3. Penutup Akhir

Beberapa fungsi dari sistem penutup akhir tersebut adalah :

a. Meminimasi infiltrasi air hujan ke dalam tumpukan sampah setelah lahan

urug selesai dipakai

b. Mengontrol emisi gas dari lahan urug ke lingkungan

c. Mengontrol binatang dan vektor-vektor penyakit yang dapat menyebabkan

penyakit pada ekosistem

d. Mengurangi resiko kebakaran

e. Menyediakan permukaan yang cocok untuk berbagai kegunaan setelah

lahan urug selesai digunakan, seperti untuk taman rekreasi dan lain-lain

f. Elemen utama dalam reklamasi lahan

g. Mencegah kemungkinan erosi

h. Memperbaiki tampilan lahan urug dari segi estetika.

3.8. Pengolahan Lindi

Dari segi komponen, kandungan pada lindi tidak berbeda dengan air

buangan domestik. Namun zat organik yang terkandung pada lindi dari timbunan

sampah domestik sangat tinggi konsentrasinya. Hal ini ditunjukkan dari sangat

tingginya kadar BOD 5 pada lindi yaitu sekitar 2000-30.000. Sistem pengolahan

lindi dibagi menjadi dua tingkat, yaitu pengolahan sekunder dan pengolahan

tersier.

Universitas Sumatera Utara


2.8.1. Kolam Stabilisasi

Kolam stabilisasi atau kolam oksidasi merupakan suatu kolam yang terdiri

atas tanggul dengan aliran air buangan (influen) yang laminer sehingga

menyebabkan terjadinya aktivitas mikroorganisme. Pengaplikasian kolam ini jika

luas area terpenuhi dan tempat di lokasi memungkinkan adanya sinar matahari

masuk ke dalam kolam untuk proses fotosintesis akan sangat menguntungkan. Hal

ini disebabkan konstruksi yang dibutuhkan kolam ini relatif sederhana dan biaya

operasi relatif lebih murah. Berdasarkan penggunaan oksigen, jenis-jenis kolam

stabilisasi adalah Aerob, Anaerob dan Fakultatif (aerob-anaerob).

Kolam stabilisasi ini selain dapat menurunkan kadar BOD dan COD juga

dapat menurunkan jumlah fecal coli yang ada dalam leachate. Namun untuk

pengolahan lindi sebaiknya menggunakan kolam anaerobik/fakultatif karena

sangat tingginya kadar BOD. Kolam fakultatif merupakan kolam stabilisasi yang

memiliki zona aerobik, fakultatif (transisi antara aerobik dan anaerobik), dan zona

anaerobik sebagai zona paling dalam. Zona aerob merupakan zona permukaan

yang mana akan terjadi dekomposisi buangan organik yang diangkut bakteri

fakultatif. Zona anaerobik merupakan zona yang paling dalam yang menjadi

tempat akumulasi endapan yang didekomposisi bakteri anaerob. Untuk mendesain

agar terjadinya ketiga zona tersebut, maka setidaknya kolam fakultatif

dikonstruksi dengan kedalaman antara 1-2 m.

Kolam anaerobik digunakan untuk mengolah air buangan dengan kadar

organik tinggi yang juga mengandung konsentrasi solid yang tinggi. Secara

tipikal, kolam anaerobik merupakan kolam oksidasi yang paling dalam. Untuk

Universitas Sumatera Utara


mencegah masuknya energi panas terutama dari sinar matahari dan

mempertahankan kondisi anaerobik, kolam anaerobik dikonstruksi dengan

kedalaman antara 1,5 – 5 m.

2.8.2. Kolam Aerasi

Kolam aerasi merupakan kolam yang berfungsi mengoksidasi air buangan

yang mana kebutuhan oksigennya dipenuhi dengan proses aerasi. Pada prinsipnya,

fungsi pengolahan ini adalah mengkonvensi air buangan menjadi komponen-

komponen yang lebih sederhana dengan cara oksidasi. Untuk memenuhi

kebutuhan oksigen, kolam aerasi dilengkapi dengan aerator yang mempunyai

fungsi mensuplai oksigen yang diperlukan untuk menurunkan kadar BOD/COD.

Tipe aerator yang biasanya dipilih dalam aplikasi kolam ini adalah surface

aerator/diffused air aerator. Selain untuk mensuplai oksigen, aerator berfungsi

pula untuk menjaga kondisi cairan selalu dalam keadaan tersuspensi. Pada

prinsipnya, proses pengolahan kolam aerasi sama dengan kolam stabilisasi, yang

membedakannya adalah kolam aerasi dilengkapi dengan aerator. Dengan

dilengkapi aerator, maka biaya operasi dan pemeliharaan aerasi lebih mahal

karena membutuhkan energi listrik untuk pengoperasian aerator. Namun dari segi

kebutuhan lahan, unit ini membutuhkan lahan yang relatif kecil.

2.8.3. Land Treatment (Rapid-Infiltrated Plant)

Universitas Sumatera Utara


Metoda Rapid Infiltrated Plant adalah metoda pengolahan lindi dengan cara

meresapkan cairan lindi pada suatu lahan yang ditanami tumbuhan tertentu.

Tumbuhan yang dipilih adalah tumbuhan yang memiliki kriteria sebagai berikut:

a. Tumbuhan berbuluh, tumbuhan ini lebih efektif meresap air dan kemudian

mengevapotranspirasikannya lebih besar.

b. Memiliki nilai ekonomis atau murah dalam pengadaannya karena

tumbuhan tersebut akan menjadi media yang “dikorbankan”.

Dalam sistem infiltrasi cepat, air buangan yang telah menerima beberapa

perlakuan pengolahan dialirkan secara intermitten oleh saluran infiltrasi atau

kolam distribusi. Namun biasanya tanaman tidak ditanam di kolam infiltrasi.

Kecepatan loading dalam metoda ini relatif tinggi, sehingga kehilangan akibat

evaporasi kecil. Dengan kecepatan loading yang tinggi ini, maka air yang

mengalami perkolasi langsung melalui profil tanah, merupakan fraksi terbesar

ketika pengolahan terjadi. Media tanah yang digunakan dalam metode ini agar

infiltrasi berlangsung cepat adalah tanah yang setidaknya mempunyai

permeabilitas 25 mm/hari atau lebih. Metoda ini memberikan biaya investasi ,

operasi, pemeliharaan, dan pengawasan yang lebih murah.

2.8.4. Intermitten Sand Filter

Metoda ini merupakan metoda pengolahan yang menggunakan kolam

bermedia pasir atau media berbutir lainnya, yang mana influen dialirkan secara

intermitten, dan effluen dialirkan melalui saluran di bawah kolam. Pada

prinsipnya, metoda pengolahan ini sama dengan metode saringan pasir lainnya,

yang membedakan adalah cara pengaliran influen menuju permukaan kolam

Universitas Sumatera Utara


dilakukan secara intermitten dengan maksud agar air buangan terdistribusi baik

secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara fisik metoda ini menggunakan kolam

dangkal dengan media pasir setebal 24-30 inchi (0,6-0,76 m) yang dilengkapi

sistem distribusi influen dan sistem saluran bawah kolam. Influen dialirkan secara

periodik ke permukaan kolam lalu filtrat dikumpulkan di sistem saluran bawah

kolam. Setelah itu efluen dari unit ini dialirkan menuju fasilitas penanganan akhir,

seperti desinfeksi, atau langsung dibuang ke badan air.

Universitas Sumatera Utara


BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi daerah kajian adalah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Terjun

yang telah dilengkapi dengan kolam lindi (leacheate) namun belum berfungsi

dengan baik. Operasional TPA Terjun berlokasi di Kelurahan Terjun kecamatan

Medan Marelan (Peta Terlampir).

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi pengambilan data dan menganalisa

data. Waktu penelitian dimulai pada Bulan Februari 2012 sampai dengan April

2012.

3.2. Metode Pengumpulan Data

Penentuan produksi lindi berdasarkan data dari TPA Terjun dibawah

naungan Dinas Kebersihan Kota Medan dan Badan Meteorologi Klimatologi

Geofisika (BMKG) Sampali Stasiun Marelan. Adapun data yang dibutuhkan dari

dari TPA terjun terdiri dari :

1. Dokumentasi

2. Peta lokasi

Peta lokasi dibuat dengan menggunakan global positioning System (GPS)

yang menggunakan model tracks sehingga dapat diketahui luas lahan TPA

beserta topografinya.

Universitas Sumatera Utara


3. Kondisi TPA

Kondisi TPA meliputi kondisi tanah (permeabilitas tanah dan fasilitas yang

menunjang operasional TPA, kualitas lindi).

Data dari BMKG Sampali Stasiun Marelan berfungsi menentukan nilai

run off, infiltrasi, dan Soil Moisture storage, yaitu banyaknya air yang

tersimpan dalam tanah. Hasil dari data BMKG menentukan nilai produksi

timbulan lindi yang berguna untuk mengevaluasi pengolahan lindi. Adapun

data- data yang dibutuhkan dari BMKG adalah:

1. Data Presipitasi (Rata-rata bulanan tahunan) selama 5 Tahun, mulai dari

Tahun 2007 sampai Tahun 2011.

2. Data Temperatur udara (Rata-rata bulanan tahunan) selama 5 Tahun, mulai

dari Tahun 2007 sampai Tahun 2011.

3.3. Metode Analisis Data

Perhitungan Luas Lahan TPA dengan GPS dianalisa menggunakan

program Argis. Perhitungan lindi didasarkan kepada asumsi-asumsi sumber lindi

hanya dari resapan air hujan. Curah hujan akan tertampung dalam lahan dan akan

disalurkan keluar oleh saluran secara kontinyu atau dapat dianalogkan lahan

sebagai suatu reservoir air hujan.

Faktor - faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas lindi dalam Metoda

Neraca Air ini adalah:

a. Presipitasi

b. Evapotransipitasi

c. Surface run-off, dan

Universitas Sumatera Utara


d. Soil moisture storage.

Adapun langkah – langkah menganalisa yaitu :

1. Menentukan jenis tanah yang digunakan sebagai final cover sesuai USDA.

2. Selanjutnya dengan melihat pada table Jumlah air yang dapat diserap oleh

beberapa jenis tanah (Tabel 2.2)

3. Merata-ratakan data presipitasi dan temperature secara bulanan

4. Menghitung potensi evapotranspirasi menggunakan metode Thorntwhaite.

a. Menghitung indeks panas untuk tiap bulannya dengan persamaan:


�12
�12 t 1,514
I= ��=1 i1,514 =� � � ………………………………..(3.1)
5
�=1

b. Menghitung nilai Potensi Evapotranspirasi (PET)

10�� �
��� = � � � (��)………...………………………………….(3.2)

Dimana a dan c merupakan konstanta tergantung lokasi. (c =1,6)


a = 0,000000675 x I3 – 0.0000771 x I2 + 0.01792 x I + 0,49239

c. Melakukan kalibrasi menggunakan faktor lama penyinaran matahari

berdasarkan posisi geografis stasiun meteorology (6° 10’ BS).

d. Menghitung nilai PET yang sudah dikalibrasi, PET = r * UPET

5. Menentukan nilai koefisien runoff (CRo) menggunakan nilai empiric

Tabel 3.1. Nilai empiris untuk menggunakan koefisien run off

Jenis Permukaan Koefisien Run Off


Bituminous Streets 0,70 – 0,95
Concrete Streets 0,80 – 0,95
Driveways Walks 0,75 – 0,85
Roofs 0,75 – 0,95
Lawns; Sandy Soil
Flat, 2% 0,05 – 0,10
Average, 2 – 7 % 0,10 – 0,15
Steeps, 7 % 0,15 – 0,20

Universitas Sumatera Utara


Lawns, Heavy Soil
Flat, 2% 0,13 – 0,17
Average, 2 – 7 % 0,18 – 0,22
Steeps, 7 % 0,25 – 0,35
Sumber : Damanhuri, 2008

6. Menentukan nilai Runoff bulanan: Ro = P * CRo

7. Menentukan nilai Infiltrasi: I = P – Ro

8. Menentukan air yang tersedia untuk penyimpanan: I – PET

9. Menentukan nilai Accumulated Water Lost (APWL), yaitu nilai negative dari

(I-PET) yang merupakan kehilangan air secara akumulasi.

10. Menentukan soil moisture storage (ST), yaitu banyaknya air yang tersimpan

dalam tanah pada saat keseimbangan. Nilai ST tergantung jenis tanah dan

ketebalan tanah penutup akhir. Dengan menggunakan Tabel perubahan nilai

ST untuk 100 mm untuk nilai APWL, maka diperoleh jumlah air yang

tersimpan dalam tanah. Pada saat air yang tersedia dalam tanah belum

mencapai 100 mm, maka nilai ST langsung dijumlah pada nilai I-PET.

Karena nilai maksimal air tersimpan dalam tanah 100 mm.

11. Menghitung perubahan ST dari bulan terakhir (∆ST).

12. Menentukan Actual Evapotranspiration (AET):

a. Nilai AET = PET, untuk bulan basah dimana I ≥฀PE T .

b. Nilai AET = I - ∆ST, untuk bulan kering dimana I < PET.

c. Menentukan perkolasi (PERC)

d. Nilai PERC = I – PET - ∆ST, untuk bulan basah dimana I ≥฀PET.

Nilai PERC = 0, untuk bulan kering dimana I < PET

Universitas Sumatera Utara


Mulai

Kondisi Curah
TPA Hujan
Temperatur

Kesesuaian lahan
TPA menurut SNI Hitung Evapotranspirasi
dan USDA Hitung Runn off
Hitung infiltrasi
Hitung Perkolasi

Saluran
Pengumpul Kapasitas
Lindi Lindi

Kualitas
Lindi

Instalasi
Pengolahan
Lindi

Gambar 3.1 Diagram analisa data penelitian

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi TPA Terjun

Universitas Sumatera Utara


TPA Terjun berlokasi sekitar 16 km di Utara Pusat kota Medan yaitu

Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan yang beroperasi sejak 1993.

Topografi tanah asli TPA Terjun relative datar dengan ketinggian elevasi ± 2,5 – 3

m dpl. Arealnya berada diantara aliran Paluh Nibung dengan Paluh Terjun yang

berjarak sekitar 5 Km dari garis pantai. Aliran air kedua paluh tersebut

dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Kondisi areal sekitarnya berupa rawa yang

banyak ditumbuhi pohon Palem, kolam dan areal persawahan irigasi. Penimbunan

sampah masih berlangsung secara terbuka (open dumping), dimana truk sampah

membuang sampah pada zona yang sudah ditentukan kemudian sampah tersebut

diatur penempatannya oleh alat berat. Ketinggian timbunan sampah bervariasi ± 7

– 12 m dari lantai jembatan timbang dengan tinggi timbunan sampah maksimum

di utara TPA. Hampir seluruh areal TPA sudah tertimbun sampah kecuali areal

TPA di bagian barat yang masih berupa rawa. Prasarana jalan operasional sudah

mudah menjangkau seluruh areal TPA. Prasarana ini dibangun diatas timbunan

sampah dengan konstruksi timbunan batu dan tanah. Kelandaian jalan operasional

maksimum sebesar 12 % berada pada awal jalan operasional yakni pada saat truk

sampah naik ke areal timbunan sampah. Saluran drainase yang ada berupa saluran

terbuka dekat timbunan sampah terutama di kiri dan kanan jalan operasional,

kontruksi berupa galian sampah terbuka dengan lebar 1,5 m. Saluran drainase ini

pada saat tidak hujan sebagian tergenang oleh air lindi yang berasal dari timbunan

sampah di atasnya. Sebagian air lindi pada saluran drainase ini masih bermuara

langsung ke paluh dan kolam di sekitar TPA.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.1. Genangan air lindi pada saluran drainase

Lokasi TPA Terjun yang ada saat ini dapat di evaluasi dengan standar

nasional yang diterbitkan Republik Indonesia dan dengan Standart USDA, United

States Department of Agriculture tahun 1971. Lokasi TPA Terjun jika dievaluasi

berdasarkan SNI 03-3241-1997 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi

Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang diterbitkan Badan Standarisasi Nasional

dapat diuraikan pada tabel berikut.

Tabel 4.1. Evaluasi lokasi TPA Terjun berdasarkan SNI 03-3241-1997

No SNI 03-3241-1997 TPA Terjun


1 TPA sampah tidak boleh berlokasi di Memenuhi
danau, sungai dan laut
2 Kriteria Regional
a. Tidak boleh mempunyai muka air tanah Tidak memenuhi
> 3m ( 1 - 2 m)
b. Tidak boleh kelulusan tanah > 10-6 Tidak memenuhi
cm/det (6 x 10-5 cm/det)*
Tabel 4.1. (lanjutan)

No SNI 03-3241-1997 TPA Terjun


c. Jarak sumber air minum harus > 100 m Memenuhi

Universitas Sumatera Utara


di hilir aliran
d. Jika tidak ada zona yang memenuhi Belum ada teknologi untuk
criteria diatas maka diadakan masukan memenuhi point a dan b
teknologi
3 Kemiringan zona < 20 % Memenuhi (±1%)
4 Jarak dari lapangan terbang: Memenuhi
 >3000 m untuk penerbangan jet
 >1500 m untuk jenis lain
5 Tidak boleh pada daerah lindung / cagar Tidak memenuhi
alam dan daerah banjir dengan periode
ulang 25 tahun
Lahan TPA Terjun berdasarkan SNI 03-3241-1997 Tahun 1997

tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir sampah

yang diterbitkan Badan Standarisasi Nasional masih ada kriteria yang

belum sesuai SNI , diantaranya muka air tanah, kelulusan tanah dan

daerah banjir ulang pada periode 25 tahun. Sedangkan Menurut USDA

(1983) dalam Hifdziyah (2011), ada beberapa sifat lahan yang sesuai

sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) secara terbuka.

Kesesuaian lahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2. Evaluasi lokasi TPA Terjun berdasarkan USDA Tahun 1983

Kesesuaian Lahan USDA TPA Terjun


No Sifat Tanah
Baik Sedang Buruk Nilai Kriteria
1 Ancaman banjir Tanpa Jarang Sering Jarang* Sedang
2 Permeabilitas (cm/ jam)
- - >5 0,216 Baik
(50-100 cm)
3 Muka air tanah (cm)
 Apparent > 150 100 – 150 < 100 100 Sedang
 Perched > 90 100 – 150 < 45
4 Lereng % < 8 8 – 15 > 15 ± 1% Baik
5 Longsor - - Ada - Baik
*Berdasarkan data BMKG, Peta Terlampir
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa bahwa Kesesuaian lahan TPA Terjun

berdasarkan Standart United States Department of Agriculture (USDA) tahun

Universitas Sumatera Utara


1983 berada pada kategori sedang untuk faktor pembatas ancaman banjir dan

muka air tanah.

4.2. Kapasitas Lindi Dengan Neraca Thornthwaite

Pembentukan air lindi dipengaruhi oleh karakteristik sampah (organik dan

anorganik). Timbulan sampah Kota Medan yang ditangani Dinas Kebersihan Kota

Medan berasal dari sampah rumah tangga, perkantoran, pertokoan, rumah sakit,

pusat perbelanjaan, industri dan kawasan wisata. Sampah yang diangkut oleh

Dinas Kebersihan Kota Medan adalah sampah organik ataupun anorganik seperti

kertas, plastik, kayu, kain, karet, logam dan lainnya. Adapun komposisi sampah

TPA Terjun dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Komposisi sampah TPA Terjun


No Komposisi Jumlah Jumlah (%)
1 Organik 1583,18 74,07
2 Kertas 84,98 3,98
3 Plastik 190,15 8,90
4 Kayu 38,30 1,79
5 Kain 29,12 1,36
6 Karet 10,87 0,51
7 Logam 2,74 0,13
8 Kaca 18,89 0,88
9 Bongkahan 18,89 0,88
10 B3 6,39 0,30
11 Pampers 33,46 1,57
12 Lainnya 120,30 5,63
Jumlah 2137,27 100,00
Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan, 2012

Pembentukan air lindi dipengaruhi oleh karakteristik sampah. Sampah

yang masuk kedalam TPA Terjun sebesar 74,07 % merupakan sampah organik,

sedangkan sampah anorganik 25,93 %. Hal ini dapat dilihat melalui grafik berikut.

Universitas Sumatera Utara


0,88 0,30 1,57
0,88
0,51 0,13 Komposisi Sampah (%)
1,36 5,63
1,79
Organik Kertas

8,90 Plastik kayu

3,98 Kain Karet

Logam Kaca

74,07 Bongkahan B3

Pampers Lainnya

Gambar 4.2 Komposisi sampah TPA Terjun

Pada penelitian sebelumnya, Sulinda (2004) menyatakan bahwa pada

musim hujan kuantitas air lindi lebih banyak dibandingkan dengan musim

kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi iklim akan mempengaruhi kuantitas

air lindi yang dihasilkan.

Lindi yang timbul setelah pengoperasian selesai, dapat diperkirakan

dengan menggunakan suatu metoda yang disebut Metoda Neraca Air (Water

Balance Method). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kuantitas perkolasi

dalam Metoda Neraca Air ini adalah Presipitasi, Evapotranspirasi, Surface run-

off, dan Soil moisture storage. Proses perjalanan air lindi hampir sama dengan

proses perjalan air dalam siklus hidrologi sehingga mempengaruhi kualitas air

tanah dan air permukaan yang menjadi sumber kehidupan, oleh karena itu air lindi

ini harus diolah agar tidak mencemari air yang penggunaannya diperuntukkan

dalam kehidupan sehari – hari. Metoda neraca air ini didasari oleh asumsi bahwa

lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk ke dalam

timbunan sampah (perkolasi). Beberapa sumber lain seperti air hasil dekomposisi

Universitas Sumatera Utara


sampah, infiltrasi muka air tanah, dan aliran air permukaan lainnya dapat

diabaikan. Air hujan yang masuk ke dalam sampah akan meresap ke dalam tanah

dalam bentuk infiltrasi. Sebagian air mengalir secara gravitasi yang disebut run

off, air hujan disertai sampah ini akan mempengaruhi aliran permukaan. Air

infiltrasi sebagian akan diserap oleh tanaman sebagai evapotranspirasi, sebagian

lagi terperkolasi masuk lebih dalam ke dalam tanah yang akan mempengaruhi

penyimpanan air tanah. Metode Neraca Air yang digunakan pakar geofisika dan

meteorology, geohidrologi, geografi dan geologi adalah metode thornthwaite

selain metode penman dan rumus Truck. Keunggulan rumus Thronthwaite adalah

kesederhanaan data yang diperlukan dan kesederhanaan cara perhitungannya

(Nugroho, 1989).

Gambar 4.3. Skema terjadinya air lindi


Pada daerah dengan curah hujan yang tinggi akan membentuk kuantitas air

lindi yang lebih banyak, walaupun konsentrasi kontaminannya (bahan organik,

anorganik dan lain-lain) akan lebih sedikit daripada di daerah yang curah

hujannya rendah. TPA Terjun yang berlokasi di Medan Marelan memiliki curah

Universitas Sumatera Utara


hujan dan Temperatur dari Tahun 2007 hingga 2011 yang disajikan pada Tabel

berikut.

Tabel 4.4 Curah hujan stasiun marelan dan sekitarnya (mm)


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des
2007 212 15 11 104 339 179 331 172 308 428 450 357
2008 53 15 121 153 125 62 219 257 254 435 233 194
2009 103 4 44 57 58 31 58 49 97 61 50 19
2010 131 66 27 47 68 197 129 181 148 144 248 219
2011 201 98 256 209 226 115 146 269 215 364 236 247
Rerata 140 39.6 91.8 114 163.2 116.8 176.6 185.6 204.4 286.4 243.4 207.2
Sumber : BMKG, 2012

Tabel 4.5 Temperatur stasiun marelan dan sekitarnya (oC)


Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des
2007 26.4 24.1 27.5 26.8 27.7 27.5 27.1 27.1 26.1 26.6 25.5 26.3
2008 27.8 24.9 26.5 26.4 27.5 26.4 26.8 26.8 25.9 26.7 26.1 26.2
2009 26.0 26.6 26.9 27.7 27.7 28.1 27.5 27.5 27.0 26.8 26.7 26.9
2010 26.8 28.1 28.1 28.6 29.0 27.8 27.3 27.3 27.2 27.5 26.7 26.3
2011 26.2 26.8 26.8 27.2 28.0 27.8 27.7 27.7 27.1 26.9 26.6 26.3
Rerata 26.6 26.1 27.2 27.3 28.0 27.5 27.3 27.3 26.7 27 26.3 26.4
Sumber : BMKG, 2012
Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa curah hujan yang tinggi berada pada

bulan Oktober yaitu sebesar 286,4 mm/tahun. Curah hujan tinggi maka kuantitas

lindi juga semakin banyak. Keadaan ini akan memicu terbentuknya air lindi yang

kemudian akan menimbulkan beberapa dampak terhadap perairan umum apabila

tidak diolah secara benar, seperti menambah beban pencemaran bagi perairan umum

disekitarnya, bau tidak sedap, munculnya bibit penyakit, dan rusaknya lahan

pertanian.

TPA Terjun memiliki jenis tanah Sandy Clay dengan jumlah air yang

tersedia sebesar 300 mm/m dengan ketebalan tanah penutup di TPA Tejun adalah

0,5 mm (Damanhuri, 2008). Dari Data Hujan dan Temperature pada Tabel 4.4.

dan 4.5 beserta data - data kondisi dilapang maka dapat dihitung dengan

Universitas Sumatera Utara


menggunakan metode Thornthwaite. Adapun hasil analisa neraca air dengan

metode thornthwaite adalah sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai perkolasi 376 mm. Nilai perkolasi

menentukan banyaknya timbulan lindi yang harus dikelola. Hal ini didasarkan

bahwa lindi hanya dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk ke

dalam timbunan sampah (perkolasi). Nugroho (1989) menyebutkan bahwa di

dalam tanah terdapat lapisan air tipis (± 100 mm) dapat dimanfaatkan untuk

kebutuhan manusia. Nilai perkolasi 376 mm sangat berpotensi terjadinya

pencemaran terhadap air tanah ataupun air permukaan karena itu timbulan lindi

harus dikelola. Luas pengelolaan sampah TPA Terjun berdasarkan data yang

diambil dengan menggunakan model tracks pada Global Positioning System

(GPS) sebanyak 7 (tujuh) titik dengan posisi.

Tabel 4.7. Posisi pengambilan data lapang menggunakan GPS

Titik Posisi Koordinat Ketinggian


0 0
1 N 3 43’070” E 98 38’960” 24
2 N 3043’072” E 98038’960 24
3 N 3043’072” E 98038’960 24
4 N 3043’072” E 98038’960 24
5 N 3043’066” E 98038’960 28
0 0
6 N 3 43’066” E 98 38’960 28
0 0
7 N 3 43’036” E 98 38’980 24

Data – data posisi yang diambil dari lapang diolah dengan program Argis

yang kemudian dibuat dalam bentuk peta. Luas yang diketahui adalah 3,16 Ha

(Peta Lokasi TPA Terjun). Nilai perkolasi dari neraca Thornthwaite, 376 mm

dianggap tinggi air lindi maka volume lindi dari luas lahan TPA Terjun maka

volume yang perlu dikelola adalah 11.882 m3.

Universitas Sumatera Utara


(a) (b)
Gambar 4.4. (a) Global Positioning System (GPS)
(b) Pengambilan data menggunakan GPS

Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa perkolasi tertinggi terjadi pada bulan

Oktober yaitu 124,9 mm dan luas lahan 3,16 Ha maka debit yang diolah adalah

3946,84 m3/bulan. Adapun debit lindi (Q) yang harus diolah per hari adalah =

3946,84 �3 /����� 131,56 �3 /ℎ� �3


= = 0,015 = 1,5 �/���
30 ℎ�/����� 24 ���/ℎ� � 3600 ���/��� ���

4.3. Kualitas Lindi

Sampah yang dibiarkan terbuka bukan hanya mengakibatkan pencemaran

udara akibat bau. Sampah yang menggunung akan menghasilkan lindi (leacheate)

yakni limbah cair, baik yang berasal dari proses pembusukan sampah maupun

karena pengaruh luar. Kedua hal itu akan memengaruhi kuantitas dan kualitas

lindi . Kualitas lindi itu masih dipengaruhi komposisi atau karakteristik sampah

yang dibuang, umur timbunan, dan pola operasional TPA. Semakin banyaknya

lindi, maka semakin berpotensi untuk masuk ke dalam air tanah dan mencemari

Universitas Sumatera Utara


sumur. TPA Terjun yang belum memiliki pengumpul lindi menyebabkan lindi

keluar dari timbunan sampah dan mengalir mengikuti kemiringan lahan, termasuk

mengalir menuju drainase. Lindi yang dihasilkan dari sampah mengandung

senyawa pathogen dari beberapa senyawa kimia organik dan anorganik (Susanto,

J.P, 2004). Selain itu juga mengandung amoniak, timbal dan mikroba parasit

seperti kutu air (sarcoptes sp) yang menyebabkan gatal air (Susanto, J.P, 2004).

Berikut kualitas lindi yang berada dekat parit pembuangan depan pos jaga, pintu

masuk TPA Terjun.

Tabel 4.8. Kualitas air lindi TPA Terjun

Kualitas Lindi (2011) Baku


No Parameter Satuan Keterangan
September Oktober Mutu*
1 pH Sesuai Baku
- 8,04 8,10 5–9
Mutu
2 Suhu 0 Sesuai Baku
C 30,7 30,5 Dev 5
Mutu
3 BOD 5 Tidak sesuai
mg/l 325 322 12
Baku Mutu
4 COD Tidak sesuai
mg/l 542 540 100
Baku Mutu
5 TSS Sesuai Baku
mg/l 260 268 400
Mutu
6 H2S Sesuai Baku
mg/l 2,51 2,44 -
Mutu
7 NH 3 N Sesuai Baku
mg/l 1,23 1,25 -
Mutu
8 Cr Total Sesuai Baku
mg/l 0,011 0,010 1
Mutu
* PP 82/2001 Kelas IV
(-) diatas menyatakan bahwa untuk parameter tersebut tidak dipersyaratkan
Sumber : Dinas Kebersihan Kota Medan, 2012

Lindi pada TPA Terjun pada saat ini dimanfaatkan untuk mengairi sawah

yang dekat dengan lokasi TPA sehingga air lindi perlu dianalisa berdasarkan baku

mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas IV (air yang peruntukannya dapat

Universitas Sumatera Utara


digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut). Pada Tabel 4.8

dapat dilihat bahwa parameter BOD 5 dan COD masih tidak sesuai baku mutu

yang telah ditetapkan dalam PPRI No 82 Tahun 2001. Parameter BOD dan COD

yang tinggi menunjukkan bahwa lindi berpotensi mencemari lingkungan dan

perlunya pengolahan. Parameter BOD dan COD menunjukkan adanya oksigen

terlarut dalam air untuk menunjang kehidupan ikan dan organisme air lainnya.

Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak

tergantung kepada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut.

Lindi mengandung senyawa Bahan Bahaya Beracun (B3). Limbah Bahan

Bahaya Beracun (B3) yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat

menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta mahluk

hidup lainnya (PP No. 74 Tahun 2001). Keberadaan kromium dengan konsentrasi

yang tinggi dalam limbah cair industri menyebabkan pencemaran terhadap

lingkungan. Dampak kelebihan kromium pada tubuh akan terjadi pada kulit,

saluran pernafasan, ginjal dan hati Pengaruh terhadap saluran pernafasan yaitu

iritasi paru-paru akibat menghirup debu kromium dalam jangka panjang dan

mempunyai efek juga terhadap iritasi kronis, polyp, tracheobronchitis dan

pharingitis kronis (Joko, 2003). Limbah B3 akan berbahaya pada tubuh jika tidak

diolah. Pada Tabel 4.8 nilai Krom (Cr Total) masih rendah senilai 0,011 sehingga

tetap diperlukan pengolahan. Menurut Nordberg., et all (1986) dalam Widowati

(2008) logam berat jika sudah terserap ke dalam tubuh maka tidak dapat

dihancurkan tetapi akan tetap tinggal di dalamnya hingga nantinya dibuang

Universitas Sumatera Utara


melalui proses ekskresi. Hal serupa juga terjadi apabila suatu lingkungan terutama

di perairan telah terkontaminasi (tercemar) logam berat maka proses

pembersihannya akan sulit sekali dilakukan maka perlu dilakukan pencegahan

sedini mungkin.

4.4. Instalasi Pengolahan Lindi

4.4.1. Saluran Pengumpul Lindi

TPA Terjun tidak memiliki saluran lindi. Fungsi saluran lindi adalah untuk

menyalurkan akumulasi cairan lindi pada dasar timbunan sampah sehingga cairan

tersebut tidak terinfiltrasi masuk kedalam air tanah. Dengan tidak adanya saluran

lindi pada dasar TPA Terjun, maka upaya menyalurkan cairan lindi pada dasar

timbunan menjadi sulit dilakukan karena hal berikut :

a. Tidak dapat membuat lapisan kedap air yang sudah tertimbun sampah

b. Menggali dan mengeluarkan timbunan sampah sulit dilakukan karena yang

digali akan berkembang volumenya menjadi sekitar 2 – 3 kali semula yang

akan membutuhkan lahan luas dan aman untuk ditimbun sampah galian

TPA tersebut.

c. Sistem saluran yang dibuat harus memenuhi kriteria teknis yaitu kemiringan

pipa, radius jangkauan yang mengakibatkan system jaringan perpipaan men;

jadi bercabang – cabang, dan ini tidak dapat dilakukan dengan system

pemboran horizontal.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan kendala tersebut maka yang harus dilakukan adalah

mencegah terakumulasinya air lindi pada timbunan sampah semaksimal mungkin

dengan cara :

1. Melakukan pemboran horizontal pada dasar timbunan sampah dengan pipa

steel 8 inchi yang diberi lubang-lubang.

2. Menutup timbunan sampah yang ada pada saat ini dengan lapisan penutup

akhir yang juga berfungsi sebagai lapisan dasar pada timbunan sampah

yang baru. Kemudian tanah timbunan sampah dilapisi pelapis dasar yg

biasa disebut geotextile. geotextile berfungsi sebagai filter, mencegah

terbawanya partikel-partikel tanah pada aliran air. Selanjutnya geotextile

ditutup dengan tanah setebal 30 cm.

Timbunan Sampah Baru

Tanah Biasa 30 cm

Geotextile

Pipa Kerikil 15 cm

Sampah Dipadatkan

Tanah Liat 25 cm

Tanah Liat 25 cm

Timbunan sampah lama

Gambar 4.5. Saluran Pengumpul Lindi

Dengan adanya lapisan baru yang relative kedap air maka cairan lindi dari

timbunan sampah dapat disalurkan dengan system jaringan pipa yang selanjutnya

akan bermuara ke bangunan instalasi pengolahan lindi.

Universitas Sumatera Utara


4.4.2. Instalasi Pengolahan Lindi

Instalasi Pengolah Lindi (IPL) Pada TPA Terjun utama yang diusulkan

adalah kolam stabilisasi secara alamiah, dilanjutkan dengan kolam aerasi secara

mekanis dan lahan sanitasi berupa kolam filtrasi sorpsi. Skema Instalasi

Pengolahan Lindi pada Gambar 4.6 berikut.

Resirkulasi

AREA
ke Sungai
KOLAM KOLAM KOLAM FILTRASI/
dari TPA
STABILISASI AERASI MATURASI LAHAN
SANITASI memenuhi
baku mutu

Gambar 4.6. Skema instalasi pengolahan lindi (leacheate)

Kelebihan dan kekurangan pengolahan sesuai pada Tabel 4.8 berikut.

Tabel 4.9. Kelebihan dan kekurangan dari tiap pengolahan

No Uraian Kolam Kolam Kolam Kolam


Stabilisasi Aerasi Maturasi Filtrasi
1 Penyisihan 80 – 90 % 75 – 90 % 75 % 75 %
BOD
2 Kebutuhan Cukup luas Relative Relative Relative
Lahan kecil kecil kecil
3 Biaya Murah Mahal Murah Murah
Operasional dan
Pemeliharaan
Sumber : Metcalf Eddy, 2003; Soeparman, 2002

A. Kolam Stabilisasi

Universitas Sumatera Utara


Kolam stabilisasi adalah kolam yang digunakan untuk memperbaiki

kualitas air limbah, yang mengandalkan proses alamiah untuk mengolah air

limbah yaitu dengan memanfaatkan keberadaan bakteri, alga dan zooplankton.

Dimensi kolam ditetapkan dengan rumus : V = Q . t di mana:

V = volume kolam (m3)


Q = debit lindi (m3/hari)
t = waktu detensi atau waktu kontak (hari)

Kriteria desain kolam stabilisasi adalah :

a. Waktu detensi 12 - 33 hari

b. Kedalaman kolam 2,5 - 4,0 m

Debit timbulan lindi (leacheate) per hari, Q = 1,5 lt/det = 1,5.10-3 m3/det

dengan waktu detensi, t = 30 hari = 2.592.000 det maka volume kolam V = 1,5.10-
3
m3/det x 2.592.000 det = 3.888 m3. Jika kedalaman kolam 3 meter maka luas

kolam total A = 1.296 m2. Bentuk kolam direncanakan akan menyesuaikan dengan

topografi dan ketersediaan lahan.

B. Kolam Aerasi

Kolam aerasi merupakan kolam yang berfungsi mengoksidasi air buangan

yang mana kebutuhan oksigennya dipenuhi dengan proses aerasi. Pada

prinsipnya, fungsi pengolahan ini adalah mengkonvensi air buangan menjadi

komponen-komponen yang lebih sederhana dengan cara oksidasi. Untuk

memenuhi kebutuhan oksigen, kolam aerasi dilengkapi dengan aerator yang

Universitas Sumatera Utara


mempunyai fungsi mensuplai oksigen yang diperlukan untuk menurunkan kadar

BOD/COD. Tipe aerator yang biasanya dipilih dalam aplikasi kolam ini adalah

surface aerator / diffused air aerator. Selain untuk mensuplai oksigen, aerator

berfungsi pula untuk menjaga kondisi cairan selalu dalam keadaan tersuspensi.

Beberapa kriteria desain yang biasa digunakan :

a. Kedalaman 2 - 5 meter

b. Waktu detensi 3 - 12 hari

c. Konstanta laju penyisihan k’ = 0,017 – 0,3 (mg/l.hari)-1; diambil


0,02

Maka dapat dihitung :

a. Konsentrasi solid mikrobial (TSS pada Tabel 4.6), X = 260 mg/l

b. BOD pada Tabel 4.6 = 325 mg/l

c. BOD in (So) = 325 mg/liter atau beban BOD = 325 mg/l x 6 l/det = 1950

mg/det = 168,5 kg/hr

�� 325 ��/�
d. BOD out (S) = = = 20,3 ��/� ≈ 20 ��/�
(1+�′ .�) (1+0,02 .3)

(��−�) (325−20)
Dengan demikian waktu kontak = (�′ = = 2,933 ℎ� ≈ 3 ℎ�
.�.�) (0,02 .260.20)

Dengan debit, Q = 1,5 lt/det = 1,5.10-3 m3/det dan t hitung 3hr = 259.200 det

maka Volume, V = 1,5.10-3 m3/det x 259.200 det = 388,8 m3 ≈ 390 m3. Untuk

kedalaman kolam 3 meter maka luas lahan yang dibutuhkan = 130 m2. Jika kolam

aerasi dibuat 2 bak maka luas yang dibutuhkan adalah 2 x 130 m2 = 260 m2

dengan kapasitas volume 2 x 390 m3 = 780 m3. Perbandingan panjang dan lebar

(dimensi) disesuaikan dengan kondisi topografi lahan yang tersedia.

Universitas Sumatera Utara


C. Kolam Maturasi

Kolam maturasi yang diusulkan adalah dari jenis aerobik. Dimensi kolam

ditetapkan dengan rumus volume diatas (V = Q. t). Debit timbulan lindi, Q = 1,5

lt/det = 1,5.10-3 m3/det dan waktu detensi,td = 2 hari = 172.800 det maka volume

kolam V = 1,5.10-3 m3/det x 172.800 det = 259,2 m3. Jika kedalaman kolam 3

meter maka luas kolam total A = 86,4 m2, untuk memudahkan perhitungan

dimensi maka luas lahan dibulatkan menjadi 87 m2 dan kapasitas volume

dibulatkan menjadi 261 m3. Kolam maturasi dibuat 2 bak maka luas yang

dibutuhkan adalah 2 x 87 m2 = 174 m2 dengan kapasitas volume 2 x 261 m2 =

522m3.

D. Area filtrasi

Guna menyisihkan logam berat yang kurang dapat tersisihkan di

pengolahan sebelumnya, maka diusulkan pengolahan tambahan dengan lahan

sanitasi. Lahan sanitasi ini dapat memanfaatkan sifat-sifat tanah dalam

mengadsorbsi substansi (termasuk sifat-sifat penukar ion), dikombinasikan dengan

penyerapan logam berat oleh tanaman tertentu seperti rumput gajah dan

sebagainya. sebagai pengolah pelengkap, dan dirancang tidak hanya sebagai lahan

sanitasi, tetapi juga sebagai bio-filter. Dalam hal ini lahan seluas minimal 1.500

m2 yang dibuat dalam 5 bak yang memiliki luas masing – masing bak 300 m2

dengan kedalaman 3 m maka volume yang dapat diolah tiap bak adalah, V = 300

m2 x 3 m = 900 m3. Keseluruhan bak dapat mengolah volume sebanyak 5 x 900

Universitas Sumatera Utara


m3 = 4500 m3. Kecepatan filtrasi disesuaikan dengan kelulusan tanah yang

diaplikasikan.

E. Resirkulasi Lindi

Resirkulasi lindi bertujuan untuk mengurangi beban pengolah serta

menambah efisiensi, maka diusulkan sistem sirkulasi melalui kolam stabilisasi dan

filter (land treatment) guna menambah efisiensi penurunan beban organik. Sistem

resirkulasi menggunakan pompa submersible.

4.4.3. Analisa Perancangan

Dari perhitungan Instalasi Pengolahan Lindi (IPL), dan beda tinggi dari

tiap pengolahan adalah 3 meter maka perkiraan luas lahan IPL dan volume Lindi

yang dapat dikelola adalah sebagai berikut.

Tabel 4.10. Perkiraan luas lahan IPL dan volume lindi yang dikelola

No Unit Pengolah Luas Total (m2) Volume lindi (m3)

1. Kolam Stabilisasi 1.296 3.888


2. Kolam Aerasi 260 780
3. Kolam Maturasi 174 522
4. Lahan Sanitasi 1.500 4500

Luas Total (m2) 3.838 9.690

Berdasarkan Tabel 4.10 kebutuhan luas lahan minimal untuk Instalasi

Pengolah Lindi (IPL) yang direncanakan untuk mengolah lindi (leacheate) yang

dihasilkan dari pengurungan sampah (landfill) di TPA Terjun adalah 3.828 m2.

Universitas Sumatera Utara


Lahan TPA Terjun yang masih tersisa sebesar 4 ha (40.000 m2), masih mencukupi

untuk membuat lahan IPL agar mengurangi pencemaran TPA.

Berdasarkan analisa perhitungan neraca Thornthwaite, bahwa volume lindi

yang perlu dikelola adalah 11.882 m3. Jika menggunakan instalasi pengolahan

maka volume yang dapat dikelola adalah 9.690 m3. Hal ini berarti dapat

mengurangi kapasitas lindi yang tidak terkelola sebesar 9.690 m3.

Universitas Sumatera Utara


BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. KESIMPULAN

1. Evaluasi lahan TPA Terjun berdasarkan SNI 03-3241-1997 Tahun 1997

tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir sampah yang

diterbitkan Badan Standarisasi Nasional belum sesuai SNI, terutama untuk

parameter muka air tanah, kelulusan tanah dan daerah banjir ulang pada

periode 25 tahun.

2. Evaluasi lahan TPA Terjun berdasarkan United States Department of

Agriculture (USDA) tahun 1971 berada pada kategori sedang untuk faktor

pembatas ancaman banjir dan muka air tanah.

3. Lindi yang dihasilkan dari curah hujan yang berhasil meresap masuk ke dalam

timbunan sampah (perkolasi) dihitung berdasarkan metode Thortnthwaite

sebesar 367 mm. Dengan luas pengelolaan sampah TPA Terjun sebesar 3,16

Ha maka volume lindi yang perlu dikelola adalah 11.882 m3 dengan debit

harian sebesar 1,5 lt/det.

4. Kualitas Lindi TPA Terjun pada parameter BOD 5 senilai 322 mg/l dan COD

sebesar 540 mg/l tidak sesuai baku mutu yang telah ditetapkan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas

Air dan Pengendalian Pencemaran Air Kelas IV (air yang peruntukannya

dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang

mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut), untuk BOD

dan COD memiliki ambang batas 12 mg/l dan 100 mg/l.

Universitas Sumatera Utara


5. Pembuataan Instalasi Pengolahan Lindi yang dimulai dengan pembuatan

saluran pengumpul lindi dari lahan yang masih belum digunakan. Saluran

pengumpul lindi dibuat dengan adanya lapisan baru yang relative kedap air

maka cairan lindi dari timbunan sampah dapat disalurkan dengan system

jaringan pipa yang selanjutnya akan bermuara ke bangunan instalasi

pengolahan lindi.

5.2. Saran

1. Kondisi di TPA Terjun yang belum memadai dapat dioptimalkan dengan

lahan yang tersisa atau merenovasi dari timbunan sampah yang sudah ada.

2. Nilai BOD 5 dan COD yang masih belum sesuai dengan parameter baku mutu

menunjukkan bahwa lindi yang dihasilkan dari TPA Terjun perlu dikelola agar

lokasi TPA Terjun tidak menjadi pencemar yang berdampak secara langsung

ataupun tak langsung.

3. Pembuatan saluran pengumpul lindi dengan cara memanfaatkan lapisan lama

berupa timbunan sampah ditutup dengan tanah dan kemudian tanah timbunan

sampah dilapisi pelapis dasar geotextile yang kemudian ditutup dengan tanah

setebal 30 cm.

4. Instalasi Pengolah Lindi (IPL) Pada TPA Terjun utama yang diusulkan dapat

menyisihkan BOD adalah kolam stabilisasi secara alamiah, dilanjutkan dengan

kolam aerasi secara mekanis dan lahan sanitasi berupa kolam filtrasi sorpsi

dengan kebutuhan lahan 3.838 m2 dan volume 9.690 m3.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Damanhuri, E., 2008. Teknik Pembuangan Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan ITB.
Bandung.

Dong S, Liu B, Tang Z., 2008. Investigation and Modeling of the Environment
Impact of Landfill Leachate on Groundwater Quality at Jiaxing, Southern
China. Journal of Environmental Technology and Engineering. 1(1):23-30.
2072-1463 /08/$25.00 ©2008 International Computer Science Publisher.
Hong Kong

Ekawati D, Sudarno., 2006. Analisis Kinerja Sistem Instalasi Pengolahan Lumpur


Tinja Kota Magelang. Jurnal Presipitasi Vol.1 No.1 September 2006, ISSN
1907-187X

Eckenfelder, W., 2000. Industriall Water Polution Control third Edition.


Singapore: McGraw Hill Companies Inc

Hardyanti N., Huboyo S. H, 2009. Evaluasi Instalasi Pengolahan Lindi Tempat


Pembuangan Akhir Putri Cempo Kota Surakarta. Jurnal Presipitasi Vol. 6
No.1 Maret 2009, ISSN 1907-187X

Hifdziyah L., 2011. Analisis Penurunan Kualitas Lingkungan di Sekitar Tempat


Pembuangan Akhir Sampah Galuga Kabupaten Bogor Jawa Barat. Skripsi
Institut Pertanian Bogor.

Joko Tri., 2003. Penurunan Kromium (Cr) dalam Limbah Cair Proses
Penyamakan Kulit Menggunakan Senyawa Alkali Ca(OH)2, NaOH, dan
NaHCO3 (Studi Kasus di Pt Trimulyo Kencana Mas Semarang). Jurnal
Kesehat Lingkungan Vol.2 No.2 Oktober 2003

Universitas Sumatera Utara


Kiely G. 1998., Environmental Engineering. Singapore : Mc Graw Hill.

Kumar D, Alappat J. B., 2003. Analysis of Leachate Contamination Potential of a


Municipal Landfill using Leachate Pollution Index. Indo-French Unit for
Water and Waste Technologies, Department of Civil Engineering. Indian
Institute of Technology, Delhi, Hauz Khas, New Delhi - 110 016, India.
Workshop on Sustainable Landfill Management 3–5 December, 2003;
Chennai, India, pp. 147-153.

Martono H. D., 1996. Pengendalian Air Kotor (Lachate) dari Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Sampah. Jurnal Analisis Sistem BPPT No 5 Tahun III, 1996.
ISSN : 0854 – 9117.

Metcalf and Eddy., 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Fourth
Edition. Mc Graw Hill. California

Nugroho A. 1989., Beberapa Teori dan Aplikasi Rumus Thornthwaite untuk


menghitung jumlah cadangan air. Majalah Geografi Indonesia Th.2 No
3,Maret 1989,27 – 38.

Pemerintah Kota Medan Badan Lingkungan Hidup., 2009. Pemantauan Kualitas


Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Medan.
Pemko Medan.

Pemerintah Kota Medan Badan Lingkungan Hidup., 2010. Pemantauan Kualitas


Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Medan.
Pemko Medan.

Poulsen G. T., 2005. Factors affecting water balance and percolate production
for a landfill in operation. Waste Manage Res 2005: 23: 72–78 Printed in
UK – all right reserved. Waste Management & Research ISSN 0734–242X

Universitas Sumatera Utara


Purwanta W. 2007., Tinjauan Teknologi Pengolahan Leachate di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Perkotaan. JAI Vol 3 No 1, 2007.

Samin, Damanhuri E, Notodarmodjo S, Sidarta A. K., 2010. Pengaruh


Operasional Tempat Pembuangan akhir Terhadap Timbulan Lindi
(Landfill Skala Laboratorium). Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS,
Surabaya 4 Agustus 2010. ISBN No. 979 – 545 – 0270 – 1.

Soeparman, Suparmin., 2002. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Penerbit EGC
Jakarta

Sulinda, D. 2004. Penentuan Nilai Parameter Kinetika Lumpur Aktif pada


Pengolahan Air Lindi Sampah Secara Aerobik. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian IPB. Bogor.

Susanto P. J, Ganefati P. S, Muryani S, Istiqomah H. S., 2004. Pengolahan Lindi


(Leachate) dari TPA dengan Menggunakan Sistem Koagulasi – Biofilter
Anaerobic. Jurnal Tek.Ling - P3TL – BPPT (5) : (3) :167 – 173.

Syahrulyati T., 2005. Analisis Sebaran Dampak Pencemaran Lindi Tempat


Pembuangan Akhir (TPA) Sampah terhadap Kualitas Air Bawah
permukaan. Tesis Institut Pertanian Bogor.

Tchobanoglous., 1993. Integrated Solid Waste Management Engineering


Principles and Management Issues. New York: Mc Graw Hill Inc.

Widowati, W., Astiana S, dan Raymond J. R. 2008. Efek Toksik Logam:


Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Andi Offset, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2. Peta Prakiraan Daerah Potensi Banjir

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3 Dokumentasi daerah penelitian

Saluran drainase yang digenangi


Saluran drainase TPA Terjun air lindi

Air lindi yang digunakan untuk mengairi persawahan di sekitar TPA Terjun

Universitas Sumatera Utara


Air lindi yang keluar melalui saluran drainase

Air lindi pada saluran drainase yang tertutup oleh tumpukan sampah

Tumpukan sampah pada TPA Terjun


Pengambilan Data GPS

Universitas Sumatera Utara


Air lindi yang keluar dari gerobak pembuangan sampah

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai