1881511015
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Computational Fluid Dynamic (CFD) merupakan metode yang sangat
cocok digunakan untuk melakukan analisa terhadap sebuah sistem yang rumit dan
sulit dipecahkan dengan perhitungan manual. Dengan kelebihannya tersebut CFD
sering digunakan untuk melakukan analisa terhadap suatu pola sebuah sistem.
Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa terhadap suatu aliran fluida
dalam pipa lurus dengaan jenis dan tebal pipa yang sama menggunakan metode
CFD dengan menggunakan software Ansys Fluent 18.1 untuk mengetahui pola
aliran yang terjadi serta profil tekanan akibat beda diameter dan panjang pipa pada
sistem.
2
1.4. Batasan Masalah
Adapun batasanmasalahnyaadalah sebagai berikut:
1. Penelitian berbasis modelling (simulasi) menggunakan software Ansys Fluent
18.1.
2. Meninjau pipa pada kondisi lurus.
3. Aliran di dalam pipa adalah laminar.
4. Parameter pemodelan berdasarkan diameter, tebal dan panjang pipa.
5. Pipa yang digunakan dengan tebal sama yaitu 0,02 m dan perbandingan antara
L/ D = 5.
6. Variasi model berdasarkan L/ D.
a. L/ D = 5 (dengan L = 2,5 m dan D = 0,5 m)
b. L/ D = 5 (dengan L = 5 m dan D = 1 m)
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Sambungan adalah titik pada jaringan dimana garis-garis bertemu dan dimana air
memasuki atau meninggalkan jaringan. Data input yang dibutuhkan pada
sambungan yaitu; elevasi (rata-rata muka air laut), base demand, dan kualitas air.
Sedangkan hasil output dari komputasi pada sambungan dengan seluruh periode
waktu yaitu; head hidrolis (energi internal per satuan berat dari fluida), tekanan, dan
kualitas air.
4
2.2.2 Reservoir
Reservoir adalah node yang menggambarkan sumber air eksternal yang mengalir
secara kontinyu ke jaringan perpipaan. Reservoir digunakan untuk menggambarkan
danau, sungai, akuifer air tanah, dan koneksi dari sistem perpipaan lainnya.
2.2.3 Tangki
Tanki membutuhkan node dengan data kapasitas, dimana volume air yang
tersimpan dapat bervariasi berdasarkan waktu selama simulasi berlangsung.
2.2.4 Pipa
Pipa atau disebut juga dengan link adalah penghubung yang mengalirkan air dari
satu node ke node lainnya dalam jaringan. Epanet mengasumsikan bahwa semua
pipa adalah penuh terisi air pada setiap waktu. Arah aliran adalah dari titik yang
tekanan hidroliknya tinggi menuju ke titik dengan tekanan rendah. Data input yang
dibutuhkan pada pipa yaitu; data node pada awal sampai akhir, diameter pipa,
panjang pipa, dan koefisien kekasaran pipa. Pada pipa mengandung parameter gate
valve dan check valve(non-return). Sedangkan hasil output dari komputasi pada
pipa dengan seluruh periode waktu yaitu; debit, kecepatan aliran, dan unit headloss.
Pada jaringan tertutup, aliran fluida tidak dapat masuk ataupun keluar
kecuali pada kedua ujung pipa tersebut. Volume cairan antara kedua bagian satu
5
dan dua merupakan volume kontrol. Menurut fisika Newton (dengan mengabaikan
kemungkinan konservasi massa menjadi energi), jumlah massa adalah tetap.
Kekekalan massa dapat dinyatakan sebagai berikut:
A1 . V1 = A2 . V2 = Q
Persamaan di atas disebut persamaan kontinuitas dan digunakan secara luas pada
perhitungan-perhitungan dasar baik aliran mantap (steady flow) maupun tak mantap
(unsteady flow).
Pada zat cair (fluida) yang mengalir di dalam bidang batas (pipa) akan
terjadi tegangan geser dan gradien kecepatan pada seluruh medan aliran karena
adanya gaya kekentalan (viskositas). Tegangan geser tersebut akan menyebabkan
terjadinya kehilangan energi selama pengaliran zat cair. Kehilangan energi ini dapat
berakibat pada semakin kecilnya nilai tinggi tekan dan kecepatan akan berkurang
yang berakibat pada semakin kecilnya debit.
6
Persamaan Bernoulli atau persamaan energi dapat diturunkan dari (gambar
2) di atas yang harus dipenuhi dalam analisis hidraulika jaringan perpipaan, yaitu:
𝑃1 𝑣12 𝑃2 𝑣22
𝑍1 + + = 𝑍2 + + + ℎ𝑓
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔
Dimana Z1 dan Z2 masing-masing adalah elevasi pada titik 1 dan titik 2, P1/γ dan
P2/γ adalah energi hidraulik pada titik 1 dan titik 2, v12/2g dan v22/2g adalah energi
kecepatan pada titik 1 dan titik 2, dan hf adalah kehilangan energi akibat gesekan.
8 𝑓𝐿𝑄 2
ℎ𝑓 =
𝜋 2 𝑔𝐷2
0,25
𝑓=
𝑘 5,74 2
[log (3,7𝐷 + 0,9 )]
𝑅𝑒
Dimana k adalah nilai kekasaran pipa yang tergantung dari jenis dan umur pipa, dan
Re adalah angka Reynolds.
𝜋 1,85 𝐿 𝑣 2
ℎ𝑓 = ( ) ( )
4(0,2785) 𝐷1,17 𝐶𝐻𝑊
7
Dimana π adalah jari-jari pipa, L adalah panjang pipa, D adalah diameter pipa, v
adalah kecepatan rata-rata aliran, dan CHW merupakan koefisien kekasaran pipa
Hazen-Williams.
Aliran masuk dan keluar dalam sistem biasanya dianggap terjadi pada
node. Pada suatu jaringan perpipaan, harus terpenuhi persamaan kontinuitas dan
persamaan energi sebagai berikut:
1. Aliran di dalam pipa harus memenuhi hukum gesekan pipa untuk aliran dalam
pipa tunggal.
2. Aliran masuk ke dalam tiap-tiap node harus sama dengan aliran yang keluar.
∑ Qi = 0
8
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang diperlukan guna pelaksanaan analisis ini adalah sebagai berikut:
9
Gambar 3. Layout Jaringan Pipa
2. Export file Autocad tersebut dan kemudian digunakan sebagai latar belakang
pada program Epanet.
10
4. Input data primer panjang pipa (antar nodes) dan elevasi. Data tersebut
diperoleh dari gambar long section. Panjang total dari jaringan pipa transmisi
ini adalah 17,389 km.
11
6. Input Roughness atau kekasaran pipa. Setiap jenis pipa memiliki koefisien
kekasaran yang berbeda-beda. Kekasaran dinding pipa tersebut sangat
mempengaruhi kehilangan energi dan kecepatan aliran. Jenis pipa yang
digunakan dalam analisis ini adalah HDPE (high density polyethylene),
dengan kekasaran HDPE = PVC (polivinil chloride) yaitu 140-150. Nilai
koefisien kekasaran pipa dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Nilai Koefisien Kekasaran Pipa
12
7. Memilih formula yang akan digunakan dalam simulasi Epanet. Pada kasus ini
digunakan persamaan Hazen-Williams.
8. Sesuai dengan data kontur, maka sistem yang digunakan adalah sistem
gravitasi.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
13
4.1 Hasil dan Pembahasan Simulasi Epanet
Hasil simulasi pada program Epanet telah berjalan lancar dengan keterangan run
status “Run was successful ”. Jika dalam proses input data terjadi kesalahan ataupun
kekeliruan dalam analisis prilaku karakteristik jaringan perpipaan, maka ketika
proses running akan terdapat status warning. Artinya akan diberitahukan
parameter-parameter yang mengalami error dalam simulasi. Sehingga dapat
diperbaiki kesalahan-kesalahan dalam suatu proses simulasi Epanet.
14
Unit Headloss
Nodes
(m/km)
2,15 1 s/d 30
1,97 30 s/d 35
1,84 35 s/d 56
3,29 56 s/d 65
2,87 65 s/d 81
2,54 81 s/d 86
2,23 86 s/d 98
3,44 98 s/d 127
2,63 127 s/d 159
4.1.2. Pressure
15
Standar dari pabrik pipa menyediakan “class” untuk kuat tekan pipa sebesar 5 bar,
6,3 bar, 8 bar, 10 bar, 12,5 bar, dan 16 bar. Dalam analisis ini, penggunaan kuat
tekan pipa sebesar 10 bar telah memenuhi syarat dari hasil rata-rata tekanan, tetapi
masih terdapat beberapa tekanan air melebihi 10 bar. Dan tekanan air tertinggi
sebesar 17,33 bar yang melampaui kuat tekan pipa maksimum standar pabrik yaitu
sebesar 16 bar.
16
Walaupun telah memasang PRV, tetapi masih belum mampu meredam tekanan
(pressure) pada jaringan pipa transmisi sepanjang 17,389 km menjadi ≤10 bar.
Maka, tipe pipa SDR-17 dengan class atau kuat tekan sebesar 10 bar diganti dengan
tipe pipa SDR-13,6 dengan class atau kuat tekan sebesar 12,5 bar sepanjang
1,097km, sehingga kebocoran pada pipa dapat teratasi.
17
Pada gambar di bawah ini menunjukkan kontur dengan parameter tekanan dan
posisi penempatan PRV, warna merah menandakan tekanan (pressure) ≥ 10 bar.
Sebelum mencari diameter pipa yang ideal, terlebih dahulu harus mengetahui base
demand. Untuk mencari base demand, data jumlah penduduk diasumsikan,
sehingga didapatkan base demand air bersih dari masing – masing reservoir.
18
Jika melihat skema dari masing-masing reservoir, maka dapat direpresentasikan
besarnya debit sesuai dengan base demand yang telah dihitung pada tabel di atas.
Velocity
Nodes
(m/dt)
1,43 1 s/d 30
1,37 30 s/d 35
1,32 35 s/d 56
1,67 56 s/d 65
1,55 65 s/d 81
1,46 81 s/d 86
1,36 86 s/d 98
1,59 98 s/d 127
1,38 127 s/d 159
19
Karena mengingat setiap jenis pipa memiliki koefisien kekasaran yang berbeda-
beda, dan kekasaran dinding pipa tersebut sangat mempengaruhi kecepatan aliran.
Maka akan dicoba untuk membandingkan antara pemasangan pipa jenis HDPE
(high density polyethylene) dengan pemasangan pipa jenis galvanized, maka terjadi
friction loss yang mempengaruhi velocity pada pipa galvanized lebih kecil dari pada
pipa HDPE (high density polyethylene).
Dalam perhitungan debit (flow) menunjukkan hasil yang optimum yaitu sebesar
438,79lt/dt. Debit yang diperoleh dari hasil analisis ini diupayakan untuk
memaksimalkan potensi debit dari mata air. Mata air tersebut diasumsikan bahwa
mampu mensuplai debit rata-rata yang dapat diandalkan sebesar 440lt/dt dengan
memisalkan telah dilakukan pengukuran di lapangan menggunakan velocity head
rod method. Debit yang dihasilkan dari mata air adalah kontinyu. Pada pipa atau
link 16 menuju 17, diposisikan PRV pertama untuk meredam tekanan pada jalur
kritis, sehingga mempengaruhi kemampuan sistem pipa mengalirkan air yang
awalnya dari 438,79lt/dt, terjadi penurunan debit sehingga pada link 17 debit yang
mengalir sebesar 438,70lt/dt.
20
Flow
Link
(LPS)
438,79 1 s/d 16
438,7 17 s/d 29
418,4 30 s/d 34
403,9 35 s/d 64
374,9 65 s/d 80
350,9 81 s/d 85
326,9 86 s/d 95
304,9 96 s/d 126
263,9 127 s/d 158
Pada simulasi ini, disetting menggunakan model dinamis (air bergerak). Hasil
perhitungan debit (flow) telah disimulasikan dengan durasi 24 jam. Artinya tidak
terjadi gangguan supply air (air mati) selama 1 hari.
Maka, pada simulasi jaringan pipa transmisi ini, dipergunakan tiga diameter pipa
yang berbeda, yaitu:
Perbedaan diameter pipa terjadi karena supply debit (flow) dari reservoir pertama
telah diambil pada masing-masing reservoir di hilirnya untuk melayani base
demand air bersih.
21
BAB 5
KESIMPULAN
22