Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

SOFTWARE BERBASIS METODE ELEMEN HINGGA

ANALISIS TEKUK PIPA AKIBAT TEKANAN


INTERNAL

TRI HAYATINING PAMUNGKAS

1881511015

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem Perpipaan adalah suatu sistem pendistribusian fluida melalui


perantara pipa. Hal ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, salah satu
contohnya adalah pipa air pada setiap rumah yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan dan pada bidang industri pipa sering digunakan untuk mendistribusikan
minyak bumi dan gas. Sistem perpipaan adalah suatu sistem yang kompleks, pada
saat perancangannya banyak aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan sehingga diperoleh suatu rancangan sistem perpipaan yang baik
dan efisien. Untuk membangun sebuah sistem perpipaan dibutuhkan pengetahuan
tentang hal-hal yang menyangkut masalah perpipaan itu sendiri (Mulyanto, 2015).

Dalam pengoperasiannya suatu pipa dapat mengalami tekanan internal jika


pada jalur pipa tersebut terdapat katup yang lupa dibuka atau tidak bisa dibuka,
Selain itu tekanan operasi dari pompa membuat kecepatan aliran fluida berjalan
cepat sehingga menimbulkan tekanan internal yang tinggi pada pipa. Pada kondisi
– kondisi tersebut, fluida yang di distribusikan didalam pipa dapat menyebabkan
defleksi dan buckling pada pipa tersebut, besarnya gaya yang diterima oleh pipa
dan pengaruh dari dalam ke bagian luar pipa adalah hasil dari tekanan internal
(Geraldine, 2016).

Dewasa ini, telah ditemukan sebuah metode berbasis sistem komputer


yang mampu melakukan simulasi dan analisa terhadap aliran suatu fluida. Dengan
adanya metode tersebut maka kemungkinan terburuk akibat tekanan internal dapat
dihindari, karena dilakukan simulasi dan kemudian hasilnya dapat dianalisa. Hasil
dari simulasi tersebut akan menampilkan pola yang akan terjadi dalam sistem aliran
fluida yang direncanakan.

1
Computational Fluid Dynamic (CFD) merupakan metode yang sangat
cocok digunakan untuk melakukan analisa terhadap sebuah sistem yang rumit dan
sulit dipecahkan dengan perhitungan manual. Dengan kelebihannya tersebut CFD
sering digunakan untuk melakukan analisa terhadap suatu pola sebuah sistem.

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisa terhadap suatu aliran fluida
dalam pipa lurus dengaan jenis dan tebal pipa yang sama menggunakan metode
CFD dengan menggunakan software Ansys Fluent 18.1 untuk mengetahui pola
aliran yang terjadi serta profil tekanan akibat beda diameter dan panjang pipa pada
sistem.

Penelitian ini menggunakan software Ansys Fluent dikarenakan pada


Ansys Fluent lebih teliti dalam penentuan boundary condition, sebagai contoh bila
dibandingkan dengan Solidflow yang hanya dapat menggunakan K epsilon saja
sebagai boundary condition. Pada Ansys Fluent boundary condition yang
ditentukan lebih banyak, seperti K epsilon, K omega, Energy, dan lain sebagainya.

Maka seiring dengan permasalahan di atas dipandang perlu untuk


melakukan analisa terjadinya tegangan pada pipa akibat tekanan internal dengan
menggunakan variasi panjang dan lebar pipa yang akan dimodelkan menggunakan
Ansys Fluent 18.1.

1.2. Rumusan Masalah


Apaun rumusan masalah dari penelitian ini adalah, bagaimana hasil dari
simulasi komputasi dinamika fluida untuk beda tekanan pada pipa lurus dengan
perbedaan panjang dan diameter pipa dengan menggunakan program Ansys Fluent
18.1 ?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hasil simulasi komputasi
dinamika fluida untuk beda tekanan pada pipa lurus dengan perbedaan panjang dan
diameter pipa dengan menggunakan program Ansys Fluent 18.1.

2
1.4. Batasan Masalah
Adapun batasanmasalahnyaadalah sebagai berikut:
1. Penelitian berbasis modelling (simulasi) menggunakan software Ansys Fluent
18.1.
2. Meninjau pipa pada kondisi lurus.
3. Aliran di dalam pipa adalah laminar.
4. Parameter pemodelan berdasarkan diameter, tebal dan panjang pipa.
5. Pipa yang digunakan dengan tebal sama yaitu 0,02 m dan perbandingan antara
L/ D = 5.
6. Variasi model berdasarkan L/ D.
a. L/ D = 5 (dengan L = 2,5 m dan D = 0,5 m)
b. L/ D = 5 (dengan L = 5 m dan D = 1 m)

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ansys

Epanet adalah program komputer yang menggambarkan simulasi hidrolis


yang mengalir didalam jaringan pipa. Jaringan itu sendiri terdiri dari pipa, node
(titik koneksi pipa), pompa, gate valve, dan tangki air atau reservoir. Epanet di
desain sebagai alat komputasi yang digunakan untuk menganalisis tentang
pergerakan air dalam jaringan perpipaan. Epanet dijalankan dalam lingkungan
windows, epanet dapat terintegrasi untuk melakukan editing dalam input data,
running simulasi dan melihat hasil running dalam berbagai bentuk (format), dan
termasuk simbul berwarna pada peta, tabel, grafik, serta citra kontur.

2.2. Representasi Epanet

Epanet memodelkan sistem jaringan perpipaan sebagai kumpulan garis


yang menghubungkan node-node. Garis tersebut menggambarkan pipa, pompa, dan
gate valve. Node menggambarkan sambungan, tangki, dan reservoir.

2.2.1 Sambungan (Junction)

Sambungan dengan simbul seperti gambar berikut;

Sambungan adalah titik pada jaringan dimana garis-garis bertemu dan dimana air
memasuki atau meninggalkan jaringan. Data input yang dibutuhkan pada
sambungan yaitu; elevasi (rata-rata muka air laut), base demand, dan kualitas air.
Sedangkan hasil output dari komputasi pada sambungan dengan seluruh periode
waktu yaitu; head hidrolis (energi internal per satuan berat dari fluida), tekanan, dan
kualitas air.

4
2.2.2 Reservoir

Reservoir dengan simbul seperti gambar berikut;

Reservoir adalah node yang menggambarkan sumber air eksternal yang mengalir
secara kontinyu ke jaringan perpipaan. Reservoir digunakan untuk menggambarkan
danau, sungai, akuifer air tanah, dan koneksi dari sistem perpipaan lainnya.

2.2.3 Tangki

Tangki dengan simbul seperti gambar berikut;

Tanki membutuhkan node dengan data kapasitas, dimana volume air yang
tersimpan dapat bervariasi berdasarkan waktu selama simulasi berlangsung.

2.2.4 Pipa

Pipa dengan simbul seperti gambar berikut;

Pipa atau disebut juga dengan link adalah penghubung yang mengalirkan air dari
satu node ke node lainnya dalam jaringan. Epanet mengasumsikan bahwa semua
pipa adalah penuh terisi air pada setiap waktu. Arah aliran adalah dari titik yang
tekanan hidroliknya tinggi menuju ke titik dengan tekanan rendah. Data input yang
dibutuhkan pada pipa yaitu; data node pada awal sampai akhir, diameter pipa,
panjang pipa, dan koefisien kekasaran pipa. Pada pipa mengandung parameter gate
valve dan check valve(non-return). Sedangkan hasil output dari komputasi pada
pipa dengan seluruh periode waktu yaitu; debit, kecepatan aliran, dan unit headloss.

2.3. Analisis Hidrolika

Dalam analisis hidrolika persamaan yang dapat dipergunakan untuk


menghitung kehilangan energi adalah formula Hazen-Williams, formula Darcy-
Weisbach, formula Chezy-Manning. Hasil analisis hidraulika berupa parameter
debit aliran, kecepatan aliran, tekanan air, dan kehilangan energi.

Pada jaringan tertutup, aliran fluida tidak dapat masuk ataupun keluar
kecuali pada kedua ujung pipa tersebut. Volume cairan antara kedua bagian satu

5
dan dua merupakan volume kontrol. Menurut fisika Newton (dengan mengabaikan
kemungkinan konservasi massa menjadi energi), jumlah massa adalah tetap.
Kekekalan massa dapat dinyatakan sebagai berikut:

A1 . V1 = A2 . V2 = Q

Persamaan di atas disebut persamaan kontinuitas dan digunakan secara luas pada
perhitungan-perhitungan dasar baik aliran mantap (steady flow) maupun tak mantap
(unsteady flow).

Gambar 1. Persamaan Kontinuitas

Pada zat cair (fluida) yang mengalir di dalam bidang batas (pipa) akan
terjadi tegangan geser dan gradien kecepatan pada seluruh medan aliran karena
adanya gaya kekentalan (viskositas). Tegangan geser tersebut akan menyebabkan
terjadinya kehilangan energi selama pengaliran zat cair. Kehilangan energi ini dapat
berakibat pada semakin kecilnya nilai tinggi tekan dan kecepatan akan berkurang
yang berakibat pada semakin kecilnya debit.

Gambar 2. Teorema Bernoulli (Kekekalan Energi)

6
Persamaan Bernoulli atau persamaan energi dapat diturunkan dari (gambar
2) di atas yang harus dipenuhi dalam analisis hidraulika jaringan perpipaan, yaitu:

𝑃1 𝑣12 𝑃2 𝑣22
𝑍1 + + = 𝑍2 + + + ℎ𝑓
𝛾 2𝑔 𝛾 2𝑔
Dimana Z1 dan Z2 masing-masing adalah elevasi pada titik 1 dan titik 2, P1/γ dan
P2/γ adalah energi hidraulik pada titik 1 dan titik 2, v12/2g dan v22/2g adalah energi
kecepatan pada titik 1 dan titik 2, dan hf adalah kehilangan energi akibat gesekan.

Persamaan kehilangan energi akibat gesekan yang diusulkan oleh Darcy-


Weisbach adalah sebagai berikut:

8 𝑓𝐿𝑄 2
ℎ𝑓 =
𝜋 2 𝑔𝐷2

Dimana f merupakan koefisien gesekan Darcy-Weisbach yang bergantung pada


nilai kekasaran pipa dan angka Reynolds, L adalah panjang pipa, D adalah diameter
pipa, dan v adalah kecepatan rata-rata aliran.

Swamee dan Jain (1976) dalam Mays (2000) mengusulkan persamaan


koefisien gesekan f yang terkenal dan banyak digunakan dalam program komputer
termasuk EPANET 2.0 sebagai berikut:

0,25
𝑓=
𝑘 5,74 2
[log (3,7𝐷 + 0,9 )]
𝑅𝑒

Dimana k adalah nilai kekasaran pipa yang tergantung dari jenis dan umur pipa, dan
Re adalah angka Reynolds.

Persamaan kehilangan energi akibat gesekan yang diusulkan oleh Hazen-


Williams adalah sebagai berikut:

𝜋 1,85 𝐿 𝑣 2
ℎ𝑓 = ( ) ( )
4(0,2785) 𝐷1,17 𝐶𝐻𝑊

7
Dimana π adalah jari-jari pipa, L adalah panjang pipa, D adalah diameter pipa, v
adalah kecepatan rata-rata aliran, dan CHW merupakan koefisien kekasaran pipa
Hazen-Williams.

Persamaan kehilangan energi akibat gesekan menggunakan Chezy-


Manning umumnya untuk saluran terbuka.

Aliran masuk dan keluar dalam sistem biasanya dianggap terjadi pada
node. Pada suatu jaringan perpipaan, harus terpenuhi persamaan kontinuitas dan
persamaan energi sebagai berikut:

1. Aliran di dalam pipa harus memenuhi hukum gesekan pipa untuk aliran dalam
pipa tunggal.
2. Aliran masuk ke dalam tiap-tiap node harus sama dengan aliran yang keluar.
∑ Qi = 0

Setiap pipa dari sistem jaringan terdapat hubungan antara kehilangan


energi dan debit aliran. Secara umum hubungan tersebut dapat dinyatakan dalam
bentuk; hf = KQ2
8 𝑓𝐿
𝐾=
𝜋 2 𝑔𝐷2

8
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pengumpulan Data

Data yang diperlukan guna pelaksanaan analisis ini adalah sebagai berikut:

1. Gambar layout yang dipergunakan dalam analisis sistem jaringan pipa


transmisi. Gambar layout tersebut guna untuk mengetahui jarak atau panjang
pipa antar nodes.
2. Data elevasi kontur yang dapat dilihat dari pengukuran topografi
menggunakan theodolite dan dituangkan dalam gambar long section.

3.2 Kekuatan Pipa

Berdasarkan Data yang diperlukan guna pelaksanaan analisis ini adalah


sebagai berikut:

3. Gambar layout yang dipergunakan dalam analisis sistem jaringan pipa


transmisi. Gambar layout tersebut guna untuk mengetahui jarak atau panjang
pipa antar nodes.
4. Data elevasi kontur yang dapat dilihat dari pengukuran topografi
menggunakan theodolite dan dituangkan dalam gambar long section.

3.3 Simulasi Jaringan Pipa Transmisi Dengan Epanet 2.0.12.1


1. Menggambar layout jaringan pipa transmisi & menentukan titik STA. yang
dipergunakan sebagai nodes dengan menggunakan program Autocad 2014.

9
Gambar 3. Layout Jaringan Pipa
2. Export file Autocad tersebut dan kemudian digunakan sebagai latar belakang
pada program Epanet.

Gambar 4. File Autocad Sebagai Latar Belakang Epanet


3. Menentukan titik – titik nodes dan dihubungkan dengan link sehingga
terbentuk suatu jaringan pipa transmisi.

10
4. Input data primer panjang pipa (antar nodes) dan elevasi. Data tersebut
diperoleh dari gambar long section. Panjang total dari jaringan pipa transmisi
ini adalah 17,389 km.

Gambar 5. Long Section


5. Input data primer diameter pipa. Acuan diameter pipa yang digunakan,
diperoleh dari tabel diameter pipa merk Indopipe.
Tabel 1. Daftar Dimensi Pipa HDPE

11
6. Input Roughness atau kekasaran pipa. Setiap jenis pipa memiliki koefisien
kekasaran yang berbeda-beda. Kekasaran dinding pipa tersebut sangat
mempengaruhi kehilangan energi dan kecepatan aliran. Jenis pipa yang
digunakan dalam analisis ini adalah HDPE (high density polyethylene),
dengan kekasaran HDPE = PVC (polivinil chloride) yaitu 140-150. Nilai
koefisien kekasaran pipa dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2. Nilai Koefisien Kekasaran Pipa

12
7. Memilih formula yang akan digunakan dalam simulasi Epanet. Pada kasus ini
digunakan persamaan Hazen-Williams.
8. Sesuai dengan data kontur, maka sistem yang digunakan adalah sistem
gravitasi.

Gambar 6. Situasi Kontur


9. Dalam analisis ini, simulasi Epanet dilakukan dengan menggunakan software
Epanet 2.0.12.1 untuk memodelkan perilaku jaringan pipa transmisi. Dari
simulasi tersebut dapat diketahui penurunan tekanan, debit, kecepatan aliran,
dan sebagainya.

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

13
4.1 Hasil dan Pembahasan Simulasi Epanet
Hasil simulasi pada program Epanet telah berjalan lancar dengan keterangan run
status “Run was successful ”. Jika dalam proses input data terjadi kesalahan ataupun
kekeliruan dalam analisis prilaku karakteristik jaringan perpipaan, maka ketika
proses running akan terdapat status warning. Artinya akan diberitahukan
parameter-parameter yang mengalami error dalam simulasi. Sehingga dapat
diperbaiki kesalahan-kesalahan dalam suatu proses simulasi Epanet.

Gambar 7. Running Epanet

4.1.1. Unit Headloss

Dalam perhitungan kehilangan energi (Unit Headloss) menunjukkan hasil yang


bervariasi yaitu berkisar antara 1,84 m/km sampai 3,44 m/km. Hasil kehilangan
energi ini tidak memberikan dampak yang signifikan karena nilainya relatif kecil
sehingga pengurangan terhadap nilai tekanan dan pengurangan terhadap nilai
kecepatan tidak berpengaruh banyak terhadap debit aliran.

14
Unit Headloss
Nodes
(m/km)
2,15 1 s/d 30
1,97 30 s/d 35
1,84 35 s/d 56
3,29 56 s/d 65
2,87 65 s/d 81
2,54 81 s/d 86
2,23 86 s/d 98
3,44 98 s/d 127
2,63 127 s/d 159

Gambar 8. Unit Headloss

4.1.2. Pressure

Pressure adalah perbandingan dari gaya dibagi luas penampang. Dalam


perhitungan tekanan (pressure) menunjukkan hasil tekanan yaitu melebihi 10 bar
pada beberapa nodes dan tekanan terbesar terjadi pada node (Junction 130) sebesar
17,33 bar.

Gambar 9. Pressure Sebelum Memasang PRV

15
Standar dari pabrik pipa menyediakan “class” untuk kuat tekan pipa sebesar 5 bar,
6,3 bar, 8 bar, 10 bar, 12,5 bar, dan 16 bar. Dalam analisis ini, penggunaan kuat
tekan pipa sebesar 10 bar telah memenuhi syarat dari hasil rata-rata tekanan, tetapi
masih terdapat beberapa tekanan air melebihi 10 bar. Dan tekanan air tertinggi
sebesar 17,33 bar yang melampaui kuat tekan pipa maksimum standar pabrik yaitu
sebesar 16 bar.

Cara untuk meredam tekanan (pressure) yang berlebihan yaitu:


1. Dengan memasang PRV (pressure reducing valve);
2. Dengan mengganti class pipa sesuai spesifikasi yang lebih tinggi;
3. Dengan membangun Bak Pelepas Tekan;

Setelah melakukan skenario pemasangan PRV (pressure reducing valve), diperoleh


hasil perhitungan tekanan (pressure) tertinggi pada node (Junction 130), menjadi
12,245 bar. Artinya terjadi penurunan tekanan setelah memasang PRV hanya
sebesar 5,085 bar. Pemasangan PRV tersebut cukup efektif untuk meredam tekanan
yang berlebihan karena mengingat ukuran aksesoris ini relatif kecil dan tidak
memakan banyak ruang. Sehingga tidak perlu pembebasan lahan seperti pembuatan
bak pelepas tekanan.

Gambar 10. Pressure Setelah Memasang PRV

16
Walaupun telah memasang PRV, tetapi masih belum mampu meredam tekanan
(pressure) pada jaringan pipa transmisi sepanjang 17,389 km menjadi ≤10 bar.
Maka, tipe pipa SDR-17 dengan class atau kuat tekan sebesar 10 bar diganti dengan
tipe pipa SDR-13,6 dengan class atau kuat tekan sebesar 12,5 bar sepanjang
1,097km, sehingga kebocoran pada pipa dapat teratasi.

Tabel 3. Junction Dengan Tekanan Melebihi 10 bar


Sebelum memasang PRV Setelah memasang PRV
Pressure Pressure
Node ID
(meter kolom air) (meter kolom air)
1bar = 10mka 1bar = 10mka
Junc 18 106,27 97,91
Junc 19 106,39 98,01
Junc 20 107,85 99,45
Junc 21 104,88 96,42
Junc 53 100,49 90,32
Junc 54 100,45 90,27
Junc 113 104,63 89,46
Junc 114 107,21 92,00
Junc 115 100,90 85,61
Junc 116 102,64 87,33
Junc 117 100,62 85,30
Junc 118 104,57 89,22
Junc 122 114,49 98,74
Junc 123 124,37 108,55
Junc 124 114,14 98,29
Junc 127 121,53 105,28
Junc 129 171,97 121,15
Junc 130 173,30 122,45
Junc 131 160,32 109,45
Junc 132 138,46 87,50
Junc 133 156,94 105,93
Junc 135 116,47 65,28
Junc 137 104,03 52,66
Junc 138 104,82 53,42

17
Pada gambar di bawah ini menunjukkan kontur dengan parameter tekanan dan
posisi penempatan PRV, warna merah menandakan tekanan (pressure) ≥ 10 bar.

Gambar 11. Kontur Dengan Parameter Tekanan

4.1.3. Velocity dan Flow

Sebelum mencari diameter pipa yang ideal, terlebih dahulu harus mengetahui base
demand. Untuk mencari base demand, data jumlah penduduk diasumsikan,
sehingga didapatkan base demand air bersih dari masing – masing reservoir.

Tabel 3. Base Demand Masing-Masing Reservoir


RES RES RES RES RES RES RES RES
No. URAIAN SATUAN
MCN SKGN SBD SLT DDUT DDTI MGS SBTN
1 Jumlah Penduduk Jiwa 11.278 8.056 16.111 13.333 13.333 12.222 22.778 117.288
2 Pelayanan Sambungan Rumah (SR)
a. Pelayanan % 90 90 90 90 90 90 90 90
Jiwa 10.150 7.250 14.500 12.000 12.000 11.000 20.500 105.559
Jiwa/Samb. 5 5 5 5 5 5 5 5
Samb. 2.030 1.450 2.900 2.400 2.400 2.200 4.100 21.112
b. Pemakaian Air lt/or/hr 80 80 80 80 80 80 80 100
lt/samb/hr 400 400 400 400 400 400 400 500
lt/dt 9,40 6,71 13,43 11,11 11,11 10,19 18,98 122,18
3 Kebutuhan Domestik lt/dt 9,40 6,71 13,43 11,11 11,11 10,19 18,98 122,18
4 Kebutuhan Non Domestik (20%) lt/dt 1,88 1,34 2,69 2,22 2,22 2,04 3,80 24,44
5 Total Kebutuhan Rata-Rata lt/dt 11,28 8,06 16,11 13,33 13,33 12,22 22,78 146,61
6 Kehilangan Air % 20 20 20 20 20 20 20 20
lt/dt 2,26 1,61 3,22 2,67 2,67 2,44 4,56 29,32
7 Total Produksi Rata-Rata lt/dt 13,53 9,67 19,33 16,00 16,00 14,67 27,33 175,93
8 Total Produksi Yang Dibutuhkan lt/dt 13,53 9,67 19,33 16,00 16,00 14,67 27,33 175,93
9 Kebutuhan Hari Maksimum Faktor 1,10 1,10 1,10 1,10 1,10 1,10 1,10 1,10
lt/dt 14,89 10,63 21,27 17,60 17,60 16,13 30,07 193,53
10 Kebutuhan Air Pada Jam Puncak Faktor 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50 1,50
lt/dt 20,30 14,50 29,00 24,00 24,00 22,00 41,00 263,90

18
Jika melihat skema dari masing-masing reservoir, maka dapat direpresentasikan
besarnya debit sesuai dengan base demand yang telah dihitung pada tabel di atas.

Gambar 13. Skema Sistem Jaringan Pipa Transmisi

Dalam perhitungan kecepatan aliran (velocity) menunjukkan hasil yang bervariasi


yaitu berkisar antara 1,32 m/dt sampai dengan 1,67m/dt.

Velocity
Nodes
(m/dt)
1,43 1 s/d 30
1,37 30 s/d 35
1,32 35 s/d 56
1,67 56 s/d 65
1,55 65 s/d 81
1,46 81 s/d 86
1,36 86 s/d 98
1,59 98 s/d 127
1,38 127 s/d 159

Gambar 14. Velocity

19
Karena mengingat setiap jenis pipa memiliki koefisien kekasaran yang berbeda-
beda, dan kekasaran dinding pipa tersebut sangat mempengaruhi kecepatan aliran.
Maka akan dicoba untuk membandingkan antara pemasangan pipa jenis HDPE
(high density polyethylene) dengan pemasangan pipa jenis galvanized, maka terjadi
friction loss yang mempengaruhi velocity pada pipa galvanized lebih kecil dari pada
pipa HDPE (high density polyethylene).

Tabel 4. Perbandingan Jenis Pipa HDPE Dengan Galvanized


Velocity (m/dt)
Dengan Pipa Dengan Pipa Nodes
HDPE Galvanized
1,43 1,00 1 s/d 30
1,37 0,98 30 s/d 35
1,32 0,96 35 s/d 56
1,67 1,22 56 s/d 65
1,55 1,17 65 s/d 81
1,46 1,12 81 s/d 86
1,36 1,07 86 s/d 98
1,59 1,28 98 s/d 127
1,38 1,10 127 s/d 159

Dalam perhitungan debit (flow) menunjukkan hasil yang optimum yaitu sebesar
438,79lt/dt. Debit yang diperoleh dari hasil analisis ini diupayakan untuk
memaksimalkan potensi debit dari mata air. Mata air tersebut diasumsikan bahwa
mampu mensuplai debit rata-rata yang dapat diandalkan sebesar 440lt/dt dengan
memisalkan telah dilakukan pengukuran di lapangan menggunakan velocity head
rod method. Debit yang dihasilkan dari mata air adalah kontinyu. Pada pipa atau
link 16 menuju 17, diposisikan PRV pertama untuk meredam tekanan pada jalur
kritis, sehingga mempengaruhi kemampuan sistem pipa mengalirkan air yang
awalnya dari 438,79lt/dt, terjadi penurunan debit sehingga pada link 17 debit yang
mengalir sebesar 438,70lt/dt.

20
Flow
Link
(LPS)
438,79 1 s/d 16
438,7 17 s/d 29
418,4 30 s/d 34
403,9 35 s/d 64
374,9 65 s/d 80
350,9 81 s/d 85
326,9 86 s/d 95
304,9 96 s/d 126
263,9 127 s/d 158

Gambar 15. Flow

4.1.4. Diameter Pipa

Pada simulasi ini, disetting menggunakan model dinamis (air bergerak). Hasil
perhitungan debit (flow) telah disimulasikan dengan durasi 24 jam. Artinya tidak
terjadi gangguan supply air (air mati) selama 1 hari.

Maka, pada simulasi jaringan pipa transmisi ini, dipergunakan tiga diameter pipa
yang berbeda, yaitu:

Tabel 5. Diameter Pipa Yang Ideal


Diameter luar (Ø) Pada Titik STA. Panjang Pipa
Jenis Pipa
(milimeter) atau Nodes (meter)
HDPE 710 Junc 1 - Junc 56 5370,25
HDPE 630 Junc 56 - Junc 98 5149,12
HDPE 560 Junc 98 - Junc 159 6869,63
Total Panjang 17389,00

Perbedaan diameter pipa terjadi karena supply debit (flow) dari reservoir pertama
telah diambil pada masing-masing reservoir di hilirnya untuk melayani base
demand air bersih.

21
BAB 5
KESIMPULAN

1. Pemasangan PRV ternyata cukup efektif untuk meredam tekanan yang


berlebihan karena mengingat ukuran aksesoris ini relatif kecil dan tidak
memakan banyak ruang sehingga tidak memerlukan pembebasan lahan. Dari
hasil analisis pemasangan PRV mampu meredam tekanan sebesar 5,085 bar
pada (junction 130).
2. perbandingkan antara pemasangan pipa jenis HDPE (high density
polyethylene) dengan pemasangan pipa jenis galvanized, ternyata terjadi
friction loss yang mempengaruhi velocity pada pipa galvanized lebih kecil
dari pada pipa HDPE (high density polyethylene). Nodes 1 sampai dengan 30
pada pipa galvanized terjadi velocity sebesar 1,00 m/dt, sedangkan pada pipa
HDPE terjadi velocity sebesar 1,43m/dt.
3. Diameter pipa yang ideal untuk dipergunakan pada analisis sistem jaringan
pipa transmisi ini adalah dengan tiga diameter pipa yang berbeda. Diameter
luarnya yaitu 710mm, 630mm, dan 560mm. Diameter yang dipergunakan
telah sesuai dengan tabel spesifikasi dari pabrik pipa di atas.

22

Anda mungkin juga menyukai