Anda di halaman 1dari 135

MODUL HIDROLOGI

MODUL HIDROLOGI

Edisi Pertama

Oleh:
Prof. Dr. Ir. I WAYAN SUTAPA, M.Eng.

Penerbit

2020

Modul Hidrologi - i
MODUL HIDROLOGI
I WAYAN SUAPA. Palu: Untad Press, 2020
iv hal + 127 hal.; 23 x 29 cm

1. Non Fiksi i. Judul ii. I WAYAN SUTAPA

Kutipan Pasal 72:


Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hal Cipta No. 19 Tahun 2002
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayar (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp1.000.000 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima
miliar rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta
atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Penerbit:
UNTAD Press
Jl. Soekarno Hatta KM. 9 Palu
Sulawesi Tengah 94118

Modul Hidrologi - ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
penulisan Modul Hidrologi sebagai materi dalam perkuliahan mata kuliah Hidrologi
pada Program Studi Strata satu (S1) Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil Universitas
Tadulako, Palu.

Materi Hidrologi ini disusun ke dalam 6 (enam) modul sesuai dengan kegiatan belajar
yang telah disusun pada Rencana Pembelajaran Semester (RPS). Adapun modul tersebut
adalah:
- Modul 1: HIDROLOGI, SIKLUS HIDROLOGI, FUNGSI HIDROLOGI
- Modul 2 : EVAPOTRANSPIRASI
- Modul 3 : HIDROMETRI
- Modul 4 : PRESIPITASI
- Modul 5 : DEBIT ANDALAN
- Modul 6 : DEBIT BANJIR RANCANGAN

Modul ini disusun dengan harapan dapat membantu mahasiswa yang mengambil
matakuliah Hidrologi dalam memahami dan mengaplikasikannya dalam perencanaan
bangunan-bangunan keairan.

Akhirnya, terima kasih diucapkan kepada Dewan Profesor Universitas Tadulako, Palu
yang telah menfasilitasi penulisan modul Hidrologi ini. Semoga modul ini dapat
memberikan manfaat bagi peningkatan kompetensi lulusan mahasiswa Program Studi
Strata Satu (S1), Fakultas Teknik, Universitas Tadulako, Palu.

Palu, Juni 2020


Penyusun,

Prof. Dr. Ir. I Wayan Sutapa, M. Eng

Modul Hidrologi - i
DAFTAR ISI

Kata pengantar i
Daftar Isi ii

1. Modul 1: HIDROLOGI, SIKLUS HIDROLOGI, FUNGSI HIDROLOGI 1


2. Modul 2 : EVAPOTRANSPIRASI 6
3. Modul 3 : HIDROMETRI 25
4. Modul 4 : PRESIPITASI 32
5. Modul 5 : DEBIT ANDALAN 53
6. Modul 6 : DEBIT BANJIR RANCANGAN 65

Daftar Pustaka 84

Kunci Jawaban 85

Rencana Pembelajaran Semester (RPS) 120

Modul Hidrologi - iv
MODUL 1: HIDROLOGI, SIKLUS HIDROLOGI, FUNGSI
HIDROLOGI
1. Kegiatan Belajar:
1.1. Definisi Hidrologi
1.2. Siklus Hidrologi
1.3. Fungsi Hidrologi dalam rekayasa sipil
2. Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar pada modul ini, mahasiswa
diharapkan memiliki kemampuan:
a. Memahami pengertian hidrologi
b. Memahami siklus hidrologi
c. Mampu menjelaskan fungsi hidrologi dalam rekayasa sipil

Untuk membantu anda dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam modul ini
disajikan uraian, latihan dan rambu-rambu jawaban serta soal-soal test. Agar anda dapat
belajar dengan baik dalam mempelajari modul ini, lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
1. Pelajari dengan cermat semua uraian yang tercantum dalam masing-masingkegiatan
belajar
2. Kerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar dengan
berusaha tanpa melihat dahulu rambu-rambu jawabannya. Setelah anda selesai
mengerjakan soal-soal tersebut, cocokanlah pekerjaan anda dengan rambu-rambu
jawaban yang tersedia. Bila pekerjaan anda masih jauh menyimpang dari rambu-
rambu jawaban, hendaknya anda tidak berputus asa untuk mempelajarinya kembali.
3. Dalam setiap kegiatan belajar diakhiri dengan rangkuman yang merupakan sari pati
uraian yang telah disajikan. Bacalah dengan seksama isi rangkuman tersebut shingga
pengalaman belajar anda benar-benar mantap.

3. Proces Pembelajaran
3.1. Definisi Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di
alam ini meliputi berbagai bentuk air yang menyangkut perubahan-
perubahannya antara keadaan cair, padat dan gas dalam atmosfir, di atas dan
bawah permukaan

Modul 1-1
tanah. Didalamnya tercakup pula air laut yang merupakan sumber dan
penyimpanan air yang mengaktifkan penghidupan di planet bumi ini.
Jumlah air di planet bumi adalah 1400 x 1015 m3 yang berupa: air laut/asin
sejumlah 97 % dan air tawar sebesar 3 %. Jumlah air tawar ini prosentasenya:
• 24 % berupa air tanah
• 0,3 % terdapat di danau-danau
• 0,065 % sebagai butir-butir air atau lengas tanah
• 0,035 % ada di atmosfir berupa awan, kabut, embun, hujan dll
• 0,03 % berupa air hujan
Dengan demikian jumlah air tawar yang dapat digunakan langsung oleh manusia
sangat terbatas.

3.2. Siklus Hidrologi


Daur/Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara yang kemudian jatuh ke
permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presifitasi lain dan akhirnya
mengalir ke laut kembali.
Skema daur hidrologi dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1.1. Siklus Hidrologi


Proces daur/siklus hidrologi dapat dijelaskan sebagai berikut:
• Air laut menguap karena adanya radiasi matahari, dan awan yang terjadi
oleh uap air, bergerak di atas daratan karena didesak oleh angin
• Presifitasi karena adanya tabrakan antara butir-butir uap air akibat desakan
angin dapat berbentuk hujan atau salju yang jatuh ke tanah membentuk
limpasan (run off) yang mengalir kembali ke laut
• Beberapa diantaranya masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus
ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone)
• Air dalam daerah ini bergerak perlahan-lahan melewati akwifer masuk ke
sungai atau kadang-kadang langsung ke laut
• Ada empat macam proses dalam daur hidrologi :
– Presifitasi
– Evaporasi dan transpirasi
– Infiltrasi dan perkolasi
– Limpasan permukaan (surface runoff) dan limpasan air tanah
(subsurface runoff)

3.3. Fungsi Hidrologi dalam Rekayasa Sipil


Dalam praktek, para teknisi yang berkepentingan dengan perencanaan dan
pembangunan bangunan air, tidak bisa mengabaikan hidrologi sebagai alat
penganalisa jumlah air untuk maksud tersebut. Beberapa fungsi hidrologi dalam
rekayasa sipil adalah:
a. Pembuatan bendung pengelak
Bila seorang kontraktor membuat bendung pengelak, maka ahli hidrologinya
akan menyarankan untuk membangun pada ketinggian tertentu sehingga
hanya akan dilampaui pada kala ulang tertentu
b. Merencanakan jalan yang melewati bangunan persilangan (gorong-gorong,
jembatan, talang, sipon dll) perlu diperhatikan dimensi bangunan tersebut.
c. Irigasi
Dalam merencanakan bangunan irigasi perlu diperhatikan kebutuhan air
irigasi, ketersediaan air sungai, debit banjir dll.
Data base yang diperlukan dalam rekayasa sipil diantaranya: karakteristik DAS,
data curah hujan, data meteorologi, data evaporasi, data evapotranspirasi, data
kadar airtanah, data debit aliran sungai, dan data sedimen.

4. Latihan
Jawab secara singkat pertanyaan berikut di bawah ini:
1. Jelaskan pengertian hidrologi
2. Jelaskan proses daur/siklus hidrologi
3. Jelaskan fungsi hidrologi dalam rekayasa sipil

5. Rangkuman
Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam
ini meliputi berbagai bentuk air dan perubahan-perubahan bentuknya. Air di muka
bumi ini sebetulnya adalah tetap hanya mengalami perubahan bentuk dalam proces
siklus hidrologi. Beberapa fungsi hidrologi dalam rekayasa sipil diantaranya: dalam
pembuatan bendung gerak, pembuatan jalan yang melewati bangunan air, irigasi dll.

6. Evaluasi
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara memilih yang paling benar!
Pilih jawaban yang benar
1. Jumlah prosentasi air terbanyak dalam planet bumi berupa:
a. Air tawar
b. Air laut
c. Air tanah
d. Air hujan
2. Yang mana berikut ini bukan merupakan process daur hidrologi
a. Presifitasi
b. Evaporasi dan transpirasi
c. Infiltrasi dan perkolasi
d. Semua salah
3. Yang mana berikut ini bukan merupakan data base yang diperlukan dalam
rekayasa sipil
a. Data kependudukan
b. Data debit
c. Data aliran sungai
d. Data evapotranspirasi
MODUL 2: EVAPOTRANSPIRASI
1. Kegiatan Belajar:
1.1. Definisi evapotranspirasi
1.2. Mengukur evaporasi, radiasi matahari, kecepatan angin, dan kelembaban udara
1.3. Menaksir Evapotranspirasi
2. Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar pada modul ini, mahasiswa
diharapkan memiliki kemampuan:
a. Memahami pengertian evapotranspirasi
b. Memahami cara mengukur evaporasi, radiasi matahari, kecepatan angina dan
kelembaban udara
c. Memahami cara menaksir besarnya evapotranspirasi dengan beberapa metode

Untuk membantu anda dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam modul ini
disajikan uraian, latihan dan rambu-rambu jawaban serta soal-soal test. Agar anda dapat
belajar dengan baik dalam mempelajari modul ini, lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
1. Pelajari dengan cermat semua uraian yang tercantum dalam masing-masingkegiatan
belajar
2. Kerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar dengan
berusaha tanpa melihat dahulu rambu-rambu jawabannya. Setelah anda selesai
mengerjakan soal-soal tersebut, cocokanlah pekerjaan anda dengan rambu-rambu
jawaban yang tersedia. Bila pekerjaan anda masih jauh menyimpang dari rambu-
rambu jawaban, hendaknya anda tidak berputus asa untuk mempelajarinya kembali.
3. Dalam setiap kegiatan belajar diakhiri dengan rangkuman yang merupakan sari pati
uraian yang telah disajikan. Bacalah dengan seksama isi rangkuman tersebut shingga
pengalaman belajar anda benar-benar mantap.

3. Proces Pembelajaran
3.1. Definisi Evapotranspirasi
Evaporasi adalah penguapan air dari permukan air, tanah dan bentuk permukaan
bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika.

Modul 2-1
Faktor-faktor meteorologi yang mempengaruhi evaporasi :
1. Radiasi matahari
Perubahan dari keadaan cair menjadi gas memerlukan input energi berupa
panas laten untuk evaporasi. Proses tersebut akan sangat aktif jika ada
penyinaran langsung dari matahari.
2. Angin
Agar proses evaporasi berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti dengan
udara kering. Pergantian ini dimungkinkan jika ada angin. Jadi kecepatan
angin memegang peranan penting dalam proses evaporasi.
3. Kelembaban udara (humaditas) relatif
Jika kelembaban udara naik, kemampuan menyerap uap air akan berkurang
sehingga laju evaporasi akan menurun
4. Suhu (temperatur)
Jika suhu udara dan tanah cukup tinggi, proses evaporasi akan berlangsung
lebih cepat dibandingkan dengan jika suhu udara dan tanah rendah.

Transpirasi adalah Proses pengangkutan air dari daerah perakaran (rootzone)


suatu tanaman dan diangkut sampai ke daun dengan membawa karbondioksida
(CO2) dan menguap ke atmosfir.

Dengan demikian evapotranspirasi adalah proses penguapan dari seluruh tubuh


air, tanah, tumbuh-tumbuhan dan permukaan bumi seperti es dan salju serta
transpirasi dari vegetasi.
Jumlah air yang hilang dari tanah oleh evapotranspirasi tergantung :
• Adanya persediaan air yang cukup (hujan dan lain-lain)
• Faktor-faktor iklim (suhu, kelembaban, sinar matahari dan lain-lain)
• Tipe dan cara kultivasi tumbuh-tumbuhan tersebut

Evapotranspirasi tetapan (ET0) adalah evapotranspirasi yang dihitung dengan


persamaan-persamaan empiris atau dikenal dengan evapotranspirasi potensial.
Sedangkan evapotranspirasi tanaman (ETc) adalah proses dimana air berpindah
dari permukaan bumi ke atmosfer termasuk evaporasi air dari tanah dan
transpirasi
dari tanaman melalui jaringan tanaman melalui transfer panas laten persatuan
area.
Doonrenbos dan Pruitt (1977), menjelaskan bahwa untuk menghitung kebutuhan
air tanaman berupa evapotranspirasi dipergunakan persamaan:
ETc = Kc × ETo
dimana:
ETc = evapotranspirasi aktual (mm/hari)
ETo = evapotranspirasi acuan/tetapan (mm/hari)
Kc = koefisian konsumtif tanaman

3.2. Mengukur Evaporasi, Radiasi Matahari, Kecepatan Angin dan


Kelembaban Udara
3.2.1. Mengukur Evaporasi
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengukur besarnya evaporasi adalah:
1. Atmometer
Atmometer adalah alat untuk mengukur evaporasi dari permukaan basah
yang dibakukan (standardized wet surface).
Macam-macam atmometer :
a. Atmometer Piche, terdiri atas gelas yang diberi skala, bagian bawahnya
diisi dengan air. Diantara gelas berskala dan bagian bawahnya diberi
sehelai kertas filter yang ditekan terhadap suatu piringan (disk)

Gambar 2.1. Atmometer Piche


b. Atmometer Livingstone
Merupakan bola porselin berpori diisi dengan air untuk memberikan
muka evaporasi

Gambar 2.2. Atmometer Livingstone

2. Panci evaporasi
Panci evaporasi dibuat untuk meniru (stimulate) kondisi evaporasi
permukaan air bebas
Panci evaporasi dapat dipasang:
a. Di atas permukaan tanah

b. Ditanam di dalam tanah

c. Mengambang di air
Panci evaporasi yang umum digunakan adalah alat pan evaporasi USA standard
(the class A evaporation pan) yang berbentuk lingkaran dengan diameter 120,7
cm dan dalamnya 25 cm seperti gambar berikut:

Gambar 2.3. Panci Evaporasi

Prinsip pengukur penguapan dengan panci evaporasi adalah:


• Penguapan diukur dengan panci penguapan Type “A” yang merupakan
standar pengukuran yang disarankan untuk digunakan oleh World
Meteriological Organization.
• Penguapan netto diperoleh dengan cara menambah dan mengambil air dari
panci penguapan yang berbentuk silinder dengan tujuan agar muka air
didalam
tabung penenang tetap sama tinggi dengan “ titik tinggi pedoman” (fixed
point).

Alat-Alat dan Bahan Panci


• Tangki penguapan Type “A” merupakan suatu wadah yang berbentuk silinder
yang memiliki tinggi 25 cm, diameter dalam 120.7 cm.
• Terbuat dari besi yang digalvanisir atau baja monel yang dilengkapi dengan
tabung penenang yang terbuat dari pipa besi diameter 3 inci dengan tinggi
20 cm .
• Didalamnya diisi besi runcing untuk menentukan titik tinggi pedoman dalam
mengukur posisi air didalam panci penguapan.
• Dalam panci penguapan diisi air hingga mencapai ketinggian 5 cm di bawah
bibir panci (rim) dan diharuskan tidak boleh lebih dari 7,5 cm di bawah bibir
panci (rim).
• Panci penguapan ini diletakkan di atas punggung kayu dengan ketinggian 15
cm dari dasar tanah dengan tujuan untuk memberikan sirkulasi udara di
bawah panci.

3.2.2. Mengukur Radiasi Matahari


Pada stasiun pencatat meteorologi dilengkapi dengan radiometer untuk
mengukur gelombang pendek radiasi yang masuk dari matahari/angkasa dan
radiasi netto yang dipantulkan. Radiasi yang dipantulkan merupakan
penjumlahan dari radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang

3.2.3. Mengukur Kecepatan Angin


Kecepatan angin diukur dengan anemometer, sedang arah angin dengan kipas
(wind vane)
Rumus empiris antara kecepatan angin dengan ketinggian :
(u/uo)=(z/zo)0,15
dimana:
uo = kecepatan angin pada ketinggian zo
u = kecepatan angin pada ketinggian z yang lebih besar dari z o
z = standar baru ketinggian alat = 2 m
3.2.4. Mengukur Kelembaban Udara
Untuk mengetahui kelembaban udara umumnya digunakan alat Hygrograf,
dimana alat ini dapat mencatat besarnya kelembaban udara.
Udara dapat menyerap air dalam bentuk uap air. Makin tinggi suhu udara
makin banyak uap air yang dapat diserap. Uap air menghasilkan tekanan yang
besarnya 1 bar = 105 N/m2
Kelembaban relatif dirumuskan : h = ea / es
Tekanan uap udara (ea) pada suhu t dicari dengan rumus :
(es – ea) = (t – tw)
dimana:
Es = tekanan uap jenuh (tergantung suhu)
Tw = suhu bola basah
T = suhu bola kering
 = konstanta psychrometer, = 0,66 (e dalam milibar) = 0,485 (e dalam
mm Hg)

3.2.5. Mengukur Suhu


Suhu dicatat dengan termometer yang ditempatkan dalam sangkar yang diberi
ventelasi dan diletakkan 1,2 m di atas permukaan tanah. Pengamatan suhu
biasanya menggunakan termometer maksimum dan minimum.

3.3. Menaksir Evapotranspirasi


Beberapa metode empiris yang dibahas pada modul ini adalah: Metode Blaney
Criddle, Metode Radiasi, Panci Evaporasi dan Penman Modifikasi

3.3.1. Metode Thornthwaite


Metode ini di kembangkan pada tahun 1948 di Amerika Serikat di daerah
beriklim sedang. Adapun langka-langka perhitungan dengan metode ini adalah:

1) Data temperature udara (°C/bulan)


2) Hitung indeks panas tahunan (I) dengan persamaan:
12
T 1,51
I=∑ [ 5
]
��=1

3) Hitung Koefisien (a), yang besarnya tergantung lokasi analisis dengan


persamaan:
a = (675 . 10 )Iᶟ – (771 . 10 )I² + (179 . 10 ). I + 0.492
−9 −7 −4
4) Hitung besarnya evapotranspirasi (cm/bulan) untuk garis lintang 0° dengan
persamaan:
10 . T
ET0 (OO ) = 1.62 [ ]a
I

Atau dengan menggunakan Tabel 3.2, untuk temperatur lebih besar dari 26,5°C
5) Hitung besar evapotranspirasi (cm/bulan) untuk garis lintang 1°11’39” LS
dengan
prsamaan:
𝐸�𝑂 = c . 𝐸�𝑂 (0°)
dimana:
ETO = Evapotranspirasi (cm/bulan)

T = Temperatur udara (°C/bulan)


I = Indeks panas tahunan
A dan c = Koefisisien yang terjantung pada lokasi studi

Tabel 2.1. Nilai Evapotranspirasi 𝐸�𝑂 (0°) untuk temperature lebih dari 26,5 °C
Metode Thorntwaite

Temperatur ETo 0 Temperatur ETo 0


No No
0C/bulan (cm/bulan) 0C/bulan (cm/bulan)
1 26,5 13,5 13 32,5 17,35
2 27 13,95 14 33 17,73
3 27,5 14,37 15 33,5 17,9
4 28 14,78 16 34 18,05
5 28,5 15,17 17 34,5 18,18
6 29 15,54 18 35 18,29
7 29,5 15,89 19 35,5 18,27
8 30 16,21 20 36 18,43
9 30,5 16,52 21 36,5 18,47
10 31 16,8 22 37 18,49
11 31,5 17,07 23 37,5 18,5
12 32 17,31 24 38 18,5
Tabel. 2.2. Konstanta c untuk metode Thorthwaite

Lintang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
50°U 0.71 0.84 0.98 1.14 1.28 1.36 1.33 1.21 1.06 0.90 0.76 0.68
40°U 0.80 0.89 0.99 1.10 1.20 1.25 1.23 1.15 1.04 0.93 0.83 0.78
30°U 0.87 0.93 1.00 1.07 1.14 1.17 1.16 1.11 1.03 0.96 0.89 0.85
20°U 0.92 0.96 1.00 1.05 1.09 1.11 1.10 1.07 1.02 0.98 0.93 0.91
10°U 0.97 0.98 1.00 1.03 1.05 1.06 1.05 1.04 1.02 0.99 0.97 0.96
0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0 1.0
10°U 1.05 1.04 1.02 0.99 0.97 0.96 0.97 0.98 1.00 1.03 1.05 1.06
20°U 1.10 1.07 1.02 0.98 0.93 0.91 0.92 0.96 1.00 1.05 1.09 1.11
30°U 1.16 1.11 1.03 0.96 0.89 0.85 0.87 0.93 1.0 1.07 1.14 1.17
40°U 1.23 1.15 1.4 0.93 0.83 0.78 0.80 0.89 0.99 1.10 1.20 1.25
50°U 1.33 1.19 1.05 0.89 0.75 0.68 0.70 0.82 0.97 1.13 1.27 1.36

3.3.2. Metode Blaney-Criddle


Persamaan Blaney dan Criddle banyak digunakan unatuk memperkirakan
kebutuhan air tanaman. Adapun langkah-langlah perhituangan dengan metode
ini adalah:
1. Data temperature rata-rata (°C/bulan)
2. Hitung nilai (p) dengan persamaan :
P = (j / J) 100
atau dengan menggunakan Tabel 2.3
3. Hitung Evapotranspirasi dengan persamaan:
𝐸�𝑂 = P (0.46 T + 8.13)
dimana:
j = rata-rata lamanya waktu siang hari untuk bulan tertentu
J = jumlah waktu lamanya siang dalam setahun
T = temperature rata-rata (°C/bulan)
P = koefisian
Tabel 2.3. Nilai factor P untuk metode Blaney-Criddle
Lintang
Utara Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Selatan Juli Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
60° 0.15 0.20 0.26 0.32 0.38 0.41 0.40 0.34 0.28 0.22 0.17 0.13
50° 0.19 0.23 0.27 0.31 0.34 0.36 0.35 0.32 0.28 0.24 0.20 0.18
40° 0.22 0.24 0.27 0.30 0.32 0.34 0.33 0.31 0.28 0.25 0.22 0.21
30° 0.24 0.25 0.27 0.29 0.31 0.32 0.31 0.30 0.28 0.26 0.24 0.23
20° 0.25 0.26 0.27 0.28 0.29 0.30 0.30 0.29 0.28 0.26 0.25 0.25
10° 0.26 0.27 0.27 0.28 0.28 0.29 0.29 0.28 0.28 0.27 0.26 0.26
0° 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27 0.27

3.3.3. Metode FAO tanpa koreksi


Metode ini didasarkan pada intensitas radiasi matahari. Adapun langkah-
langkah perhitungan dengan metode ini adalah:
1. Data Intensitas matahari, Rs (kal/cm²/hari)
2. Data Temperatur, (°C)
3. Hitung kemiringan kurva tekanan uap jenuh (m/bar/°C) dengan persamaan:
δ = ( 0.0815 T + 0.8912 )
7
4. Hitung radiasi global setara penguapan dengan persamaan
𝑅𝑠
Es = .L
Г
Hitung evapotranspirasi yang terjadi (mm/hari), dengan persamaan :
𝛿
𝐸�𝑂 = [ . 𝐸��] – 0.30
𝛿+𝜏
Dimana :
𝐸�𝑂 = evapotranspirasi (mm/hari)

𝐸� = radiasi matahari setara penguapan (mm/hari)


τ = konstanta psikometrik =0.66 mb/°C = 0.485 mmHg
δ = kemiringan kurva tekanan uap januh
Rs = radiasi matahari global (kal/cm²/hari)
Г = kerapatan air (gram/cmᶟ)
L = panas laten untuk pengupan

Nilai Г dan L terjantung dari temperature dan nilainya dapat dilihat dapa Tabel 2.4
Tabel 2.4. Karakteristik air
Suhu Berat Kerapatan Panas untuk Viskositas Tekanan uap
°C jenis (g/cmᶟ) penguapan
(kal/gram) mmHg mbar g/cm²
Absolut Kinematik
(cp) (cs)
0 0.99987 0.99984 597 3 1.790 1.790 4.58 6.11 6.23
5 0.99999 0.99996 594.5 1.520 1.520 6.54 8.74 8.89
10 0.99973 0.99970 591.7 1.310 1.310 9.20 12.27 12.51
15 0.99913 0.99910 588.9 1.140 1.140 12.78 17.04 17.38
20 0.99824 0.99821 586.0 1.000 1.000 17.53 23.37 23.83
25 0.99708 0.99705 583.2 0.890 0.893 23.76 31.67 32.30
30 0.99568 0.99565 580.4 0.798 0.801 31.83 42.43 43.27
35 0.99407 0.99404 574.4 0.719 0.723 42.18 56.24 57.34
40 0.99225 0.99222 569.0 0.653 0.658 55.34 73.78 75.23
50 0.98807 0.98804 563.2 5.547 0.554 92.56 123.40 125.83
60 0.98323 0.98320 569.0 0.466 0.474 149.46 199.26 203.19
70 0.97780 0.97777 557.4 0.404 0.413 233.79 311.69 317.84
80 0.97182 0.97179 551.4 0.355 0.365 355.28 47367 483.01
90 0.96534 0.96531 545.3 0.315 0.326 525.89 701.13 714.95
100 0.95839 0.95836 539.1 0.282 0.294 760.00 1013.3 1033.23

3.3.4. Metode Makkink


Metode ini didasarkan pada intensitas radiasi matahari. Adapun langkah-
langkah perhitungan dengan metode ini adalah:
1. Data intensitas matahari, Rs (kal/cm²/hari).
2. Data Temperatur, (°C).
3. Hitung kemiringan kurva tekanan uap jenuh (m/bar/°C),
δ = ( 0.0815 T + 0.8912 )
7
4. Hitung radiasi global setara penguapan
5. Hitung evapotranspirasi yang terjadi (mm/hari), dengan persamaan:
𝛿
��+𝜏
𝐸�𝑂 =0.61 . [ . 𝐸𝑠]
dimana:
𝐸�𝑂 = evapotranspirasi (mm/hari)

𝐸� = radiasi matahari setara penguapan (mm/hari)


τ = konstanta psikometrik =0.66 mb/°C = 0.485 mmHg
δ = kemiringan kurva tekanan uap januh
Rs = radiasi matahari global (kal/cm²/hari)
Г = kerapatan air (gram/cmᶟ)
L = panas laten untuk pengupan

Nilai Г dan L terjantung dari temperature dan nilainya dapat dilihat dapa Tabel
2.4.

3.3.5. Metode Ivanov


Metode ini dikembangakan pada tahun 1959 yang didasarkan temperatur dan
kelembapan uadara. Adapun langkah-langkah perhitungan dengan metode ini
adalah:
1. Data temperature bulanan (°C)
2. Data kelembapan uadara relatif, RH (%)
3. Hitung evapotranspirasi dengan persamaan

𝐸�0 = 0.0018 (25 + T)² (100 – RH)

dimana:
T = Temperatur udara (°C)
RH = kelembapan udara relative (%)

3.3.6. Metode Hargreavas 74


Metode ini dikembangkan pada tahun 1959 yang didasarkan pada temperature
dan kelembapan udara. Adapun langkah-langkahn perhitungan dengan metode
ini adalah:
1. Data temperature bulanan
2. Data Kelembapan udara relative, RH (%)
3. Hitung evapotranspirasi dengan persamaan:
𝐸�0 = 3.96 + 0.966 . Fb (1.87 T + 32) . 0.166 ( 100 – RH )
0.5
Dimana:
Fb = factor bulanan dapat di lihat pada Tabel 3.5
Tabel 2.5. Faktor bulanan Fb untuk metode Hargreaves
Lintang Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Selatan

5° 2.418 2.189 2.363 2.134 2.020 1.854 1.968 2.126 2.234 2.411 2.354 2.407

6° 2.447 2.205 2.363 2.117 1.980 1.820 1.926 2.101 2.228 2.422 2.371 2.442

7° 2.478 2.221 2.363 2.099 1.959 1.785 1.893 2.078 2.218 2.433 2.397 2.470

8° 2.508 2.237 2.362 2.081 1.927 1.750 1.854 2.054 2.210 2.433 2.423 2.510

9° 2.538 2.251 2.360 2.062 1.896 1.715 1.824 2.026 2.201 2.453 2.448 2.554

10° 2.567 2.260 2.357 2.043 1.864 1.679 1.789 2.003 2.191 2.46 2.473 2.557

3.3.7. Metode Penman Modifikasi


Metode Penman-Modifikasi dikembangkan berdasarkan persamaan penman
oleh Doorborens dan Pruitts (1997). Prosedur perhitungan evapotranspirasi
berdasarkan metode Penman-Modifikasi:

1. Analisa parameter-parameter yang dibutuhkan seperti:


a) Analisis data temperature udara (°C)
b) Analisis kelembaban udara relative (°C)
c) Analisis kecepatan angin (m/dt)
d) Analisis durasi matahari
e) Menentukan elevasi daerah dan tekanan atmosfir
2. Menentukan fungsi kecepatan angin
F(u) = 0,27 ( 1 + U/100)

3. Menentukan deficit tekanan uap


a) Tekanan uap jenuh ( ��𝑠 )
Tekanan uap jenuh diperoleh berdasarkan fungsi temperature udara
yang terjadi yang dapat dilihat pada Tabel 2.6
b) Menentukan tekanan uap actual

𝑒𝑎 = 𝑒𝑠 . (RH/100)
c) Menentukan deficit tekanan uap ( 𝑒𝑠 - 𝑒𝑎 )
4. Menentukan factor koefisien yang tergantung dari temperature dan radiasi
(W).
Koefisien W ditentukan berdasarkan Tabel 2.7
5. Menentukan Radiasi netto (Rn)
Rn = Rns – Rnl
(a) Rns = (1-α). Rs α = 0,25
dimana:
Rs = (0,25 + 0,5. n/N). Ra
Ra ditentukan berdasarkan Tabel 3.8
N ditentukan berdasarkan Tabel 3.9
n = N x Lama penyinaran
(b) Rnl = f(T) . f(es) . f(n/N)
Dimana:
f(T), ditentukan berdasarkan Tabel 2.11
f(ed) = 0,34 – 0,044 . ea^0,5
atau dengan menggunakan Tabel 3.10
f(n/N) = 0,1 + 0,9 . n/N
6. Menentukan factor koreksi akibat iklim siang dan malam (C)
Faktor koreksi C ditentukan berdasarkan Tabel 2.12
7. Menentukan evapotranspirasi

ETo = C ( W. Rn + ( 1 – W ) . f (u) . (ed – ea ))


Dimana:
f(u) = fungsi kecepatan angin
f(T) = efek temperatur
f(n/N) = rasio penyinaran aktual terhadap penyinaran maksimum
es = tekanan uap jenuh
ea = tekanan uap aktual
RH = kelembaban relatif
W = koefisien yang tergantung dari temperature dan radiasi
Rn = radiasi netto
Rnl = radiasi bersih gelombang panjang
Rns = radiasi bersih gelombang pendek
Rs = intensitas radiasi matahari
α = albedo
Tabel 2.6. Tekanan Uap Jenuh sebagai Fungsi dari Temperatur

Temperatur 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
°C Es, mbar 6.1 6.6 7.1 7.6 8.1 8.7 9.3 10 10.7 11.5
Temperatur 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
°C Es, mbar 12.3 13.1 14 15 16.1 17 18.2 19.4 20.6 22
Temperatur 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
°C Es, mbar 23.4 24.9 26.4 28.1 29.8 31.7 33.6 35.7 37.8 40.1
Temperatur 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39
°C Es, mbar 42.4 44.9 47.6 50.3 53.2 56.2 59.4 62.8 66.3 69.9

Tabel 2.7. Faktor W yang Tergantung pada Temperatur dan Ketinggian

Temperatur °C
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
Ketinggian
0 0.43 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.68 0.71 0.73 0.75 0.77 0.78 0.8 0.81 0.83 0.84 0.85
500 0.44 0.48 0.51 0.54 0.57 0.6 0.62 0.65 0.67 0.7 0.72 0.74 0.76 0.78 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86
1000 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75 0.77 0.79 0.8 0.82 0.83 0.85 0.86 0.87
2000 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88
3000 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89
4000 0.54 0.58 0.61 0.64 0.66 0.6900.71 0.73 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89 0.9
Tabel 2.8. Radiasi Extrateresterial (Ra)
Northem Hemisphere
Lat
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
50 3.8 6.1 9.4 12.7 15.8 17.1 16.4 14.1 10.9 7.4 4.5 3.2
48 4.3 6.6 9.8 12.8 15.9 17.2 16.5 14.3 11.2 7.8 5.0 3.7
46 4.9 7.1 10.3 13.0 16.0 17.2 16.6 14.5 11.5 8.3 5.5 4.3
44 5.3 7.6 10.6 13.7 16.1 17.2 16.6 14.7 11.9 8.7 6.0 4.7
42 5.9 8.1 11.0 14.0 16.2 17.3 16.7 15.0 12.2 9.1 6.5 5.2
40 6.4 8.6 11.4 14.3 16.4 17.3 16.7 15.2 12.5 9.6 7.0 5.7
38 6.9 9.0 11.8 14.5 16.4 17.2 16.7 15.3 13.0 10.0 7.5 6.1
36 7.4 9.4 12.0 14.7 16.4 17.2 16.7 15.4 13.1 10.6 8.0 6.6
34 7.9 9.8 12.5 14.8 16.5 17.1 16.8 15.5 13.4 10.6 8.5 7.2
32 8.3 10.2 12.8 15.0 16.5 17.0 16.8 15.6 13.6 11.2 9.0 7.8
30 8.8 10.7 13.1 15.0 16.5 17.0 16.7 15.7 13.9 11.6 9.5 8.3
28 9.3 11.1 13.4 15.3 16.5 16.8 16.6 15.7 14.1 12.0 9.9 8.8
26 9.8 11.5 13.7 15.3 16.4 16.7 16.5 15.7 14.3 12.3 10.3 9.3
24 10.2 11.9 13.9 15.4 16.4 16.6 16.4 15.8 14.5 12.6 10.7 9.7
22 10.7 12.3 14.2 15.5 16.3 16.4 16.3 15.8 14.6 13.0 11.1 10.2
20 11.2 12.7 14.4 15.6 16.3 16.4 16.1 15.9 14.8 13.3 11.6 10.7
18 11.6 13.0 14.6 15.6 16.1 16.1 16.0 15.8 14.9 13.6 12.0 11.1
16 12.0 13.3 14.7 15.6 16.0 15.9 15.9 15.7 15.0 13.9 12.4 11.6
14 12.4 13.6 14.9 15.7 15.8 15.7 15.7 15.7 15.1 14.1 12.8 12.0
12 12.6 13.9 15.1 15.7 15.7 15.5 15.5 15.6 15.2 14.4 13.3 12.5
10 13.2 14.2 15.3 15.7 15.5 15.3 15.3 15.5 15.3 14.7 13.6 12.9
8 13.6 14.5 15.3 15.6 15.3 15.0 15.1 15.4 15.3 14.8 13.9 13.3
6 13.9 14.8 15.4 15.4 15.1 14.7 14.9 15.2 15.3 15.0 14.2 13.7
4 14.3 15.0 15.5 15.5 14.9 14.4 14.6 15.1 15.3 15.1 14.5 14.1
2 14.7 15.3 15.6 15.3 14.8 14.2 14.3 14.9 15.3 15.2 14.8 14.4
0 15.0 15.5 15.7 15.2 14.4 13.9 14.1 14.8 15.3 15.4 15.1 14.8
Southem Hemisphere
Lat
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
50 17.4 14.7 10.9 7.0 4.2 3.1 3.5 5.5 8.9 12.9 16.5 18.2
48 17.6 14.9 11.2 7.5 4.7 3.5 4.0 6.0 9.3 13.2 16.6 18.2
46 17.7 15.1 11.5 7.9 5.2 4.0 4.4 6.5 9.7 13.4 16.7 18.3
44 17.8 15.3 11.9 8.4 5.7 4.4 4.9 6.9 10.2 13.7 16.7 18.7
42 17.8 15.5 12.2 8.8 6.1 4.9 5.4 7.4 10.6 14.0 16.8 18.3
40 17.8 15.7 12.5 9.2 6.6 5.3 5.9 7.9 11.0 14.2 16.9 18.3
38 17.9 16.0 12,8 9.6 7.1 5.8 6.2 8.3 11.4 14.4 17.7 18.3
36 17.9 16.0 13.2 10.1 7.5 6.3 6.8 8.8 11.7 14.6 17.0 18.2
34 17.8 16.1 13.5 10.5 8.0 6.8 7.2 9.2 12.0 14.9 17.7 18.2
32 17.8 16.3 13.8 10.9 8.5 7.3 7.7 9.6 12.4 15.1 17.2 18.1
30 17.8 16.4 14.0 11.3 8.9 7.8 8.0 10.1 12.7 15.3 17.3 18.1
28 17.7 16.4 14.3 11.6 9.3 8.2 8.6 10.4 13.0 15.4 17.2 17.9
26 17.6 16.4 14.4 12.0 9.8 8.7 9.0 10.9 13.2 15.5 17.2 17.8
24 17.5 16.5 14.6 12.3 10.2 9.0 9.5 11.4 13.4 15.6 17.1 17.7
22 17.4 16.5 14.8 126 10.6 9.6 10.0 11.6 13.7 15.7 17.0 17.5
20 17.3 16.5 15.0 13.0 11.0 10.0 10.4 12.0 13.9 15.8 17.0 17.4
18 17.1 16.5 15.1 13.2 11.4 10.4 10.8 12.3 14.1 15.8 16.8 17.4
16 16.9 16.4 15.2 13.5 11.7 10.8 11.2 12.6 14.3 15.8 16.7 16.8
14 16.7 16.4 15.3 13.7 12.1 11.2 11.6 12.9 14.5 15.8 16.5 16.8
12 16.6 16.3 15.4 14.0 12.5 11.6 12.0 13.2 14.7 15.8 16.4 16.5
10 16.4 16.3 15.5 14.2 12.8 12.0 12.4 13.5 14.8 15.9 16.2 16.2
8 16.1 16.1 15.5 14.4 13.1 12.4 12.7 13.7 14.9 15.8 16.0 16.0
6 15.8 16.0 15.6 14.7 13.4 12.8 13.1 14.0 15.0 15.7 15.8 15.7
4 15.5 15.8 15.6 14.9 13.8 13.2 13.4 14.3 15.1 15.6 15.5 15.4
2 15.3 15.7 15.7 15.1 14.1 13.5 13.7 14.5 15.2 15.5 15.3 15.1
0 15.0 15.5 15.7 15.3 14.4 13.9 14.1 14.8 15.3 15.4 15.0 14.8

Modul 2-21
Tabel 2.9. Rata-rata Maksimum Lamanya Penyinaran Matahari (N)

Northem
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Last

Southem
Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
Last

50 8.5 10.1 11.8 13.8 15.4 16.3 15.9 14.5 12.7 10.8 9.1 8.1
48 8.8 10.2 11.8 13.8 15.2 16.0 15.6 14.3 12.6 10.9 9.3 8.3
46 9.1 10.4 11.9 13.5 14.9 15.7 15.4 14.0 12.6 10.9 9.3 8.3
44 9.3 10.5 11.9 13.4 14.7 15.4 15.2 14.0 12.6 11.0 9.7 8.9
42 9.4 10.6 11.9 13.4 14.6 15.2 14.9 13.9 12.6 11.1 9.8 9.1
40 9.6 10.7 11.9 13.3 14.4 15.0 14.7 13.7 12.5 11.2 10.0 9.3
35 10.1 11.0 11.9 13.1 14.0 14.5 13.3 13.5 12.4 11.3 10.3 9.8
30 10.4 11.1 12.0 12.9 13.6 14.0 13.9 13.2 12.4 11.5 10.6 10.2
25 10.7 11.3 12.0 12.7 13.1 13.7 13.5 13.0 12.3 11.6 10.9 10.6
20 11.0 11.5 12.0 12.6 13.1 13.4 13.2 12.8 12.3 11.7 11.2 10.9
15 11.3 `11.6 12.0 12.5 12.8 13.0 12.9 12.6 12.2 11.8 11.4 11.2
10 11.6 11.8 12.0 12.3 12.6 12.7 12.6 12.4 12.2 11.8 11.6 11.5
5 11.8 11.9 12.0 12.0 12.2 12.3 12.4 12.3 12.1 12.0 11.9 11.8
0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0 12.0

Tabel 2.10. Pengaruh Tekanan pada Radiasi Gelombang Panjang

ed mbar 6 8 10 12 14 16 18 20 22

ed = 0,34 - 0,044 (ed) ^0,5 0.23 0.22 0.2 0.19 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13

ed mbar 24 26 28 30 32 34 36 38 40

ed = 0,34 - 0,044 (ed) ^0,5 0.12 0.12 0.11 0.10 0.09 0.08 0.08 0.07 0.06

Modul 2-1
Tabel 2.11. Pengaruh Temperatur f(T) pada radiasi gelombang panjang (Rnl)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
T°C
F(T)- 11 11.4 11.7 12.0 12.4 12.7 13.1 13.5 13.8 14.2
TK 4
20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
T°C

F(T)- 14.6 15.0 15.4 15.9 16.3 16.7 17.2 17.7 18.1 -
TK 4

Tabel 2.12. Faktor Koreksi (C) pada Persamaan Penman


RH max - 30% RH max - 60% RH max - 90%
Rs mm/day
3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12
Uday m/sec Uday/unigh t= 4
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 1.10 1.10
3 0.79 0.84 0.92 0.97 0.92 1.00 1.11 1.19 0.99 1.10 1.27 1.32
6 0.68 0.77 0.87 0.93 0.85 0.96 1.11 1.19 0.94 1.10 1.26 1.33
9 0.55 0.65 0.78 0.90 0.76 0.88 1.02 1.14 0.88 1.01 1.16 1.27
Uday/unight = 3
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 1.10 1.10
3 0.76 0.81 0.88 0.94 0.87 0.96 1.06 1.12 0.88 1.04 1.18 1.28
6 0.61 0.68 0.81 0.88 0.77 0.88 1.02 1.10 0.86 1.01 1.15 1.22
9 0.46 0.56 0.72 0.82 0.67 0.79 0.88 1.05 0.78 0.92 1.06 1.18
Uday/unight = 2
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 1.10 1.10
3 0.69 0.76 0.85 0.92 0.83 0.91 0.99 1.05 0.89 0.98 1.10 1.14
6 0.53 0.61 0.74 0.84 0.70 0.80 0.94 1.02 0.79 0.92 1.05 1.12
9 0.37 0.48 0.65 0.76 0.59 0.70 0.84 0.95 0.71 0.81 0.96 1.06
Uday/unight = 1
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.69 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 1.10 1.10
3 0.64 0.71 0.82 0.89 0.78 0.86 0.94 0.99 0.85 0.92 1.01 1.05
6 0.43 0.53 0.68 0.79 0.62 0.70 0.84 0.93 0.72 0.82 0.95 1.00
9 0.27 0.41 0.59 0.70 0.50 0.60 0.75 0.87 0.62 0.72 0.87 0.96
4. Latihan
Jawab secara singkat pertanyaan berikut di bawah ini:
1. Jelaskan pengertian evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi
2. Jelaskan pengertian evapotraspirasi potensial/tetapan dan evapotranspirasi
tanaman
3. Jelaskan cara mengukur evaporasi, radiasi matahari, kecepatan angin,
kelembaban udara, dan suhu

5. Rangkuman
Evapotranspirasi adalah proses penguapan dari seluruh tubuh air, tanah, tumbuh-
tumbuhan dan permukaan bumi seperti es dan salju serta transpirasi dari vegetasi
. Evaporasi dapat diukur dengan alat atmometer dan panci evaporasi. Untuk
menaksir besanya nilai evapotranspirasi dapat digunakan Metode Thornwaite,
Blaney Criddle, FAO tanpa koreksi, Makkink, Ivanov, Hargreaves 74 dan Penman
Modifikasi.

6. Evaluasi
Stasiun klimatologi dengan data sebagai berikut:
Letak geografis: 010 26' 51" LS dan 122020' 09" BT
Ketinggian stasiun dari permukaan air laut: 11 m
Data klimatologi selama periode 1986-2017 adalah:

Hitung evapotranspirasi dengan Metode: Thornwaite, Blaney Criddle, FAO tanpa


koreksi, Makkink, Ivanov, Hargreaves 74 dan Penman Modifikasi.
MODUL 3: HIDROMETRI
1. Kegiatan Belajar:
1.1. Definisi Hidrometri
1.2. Pemilihan Lokasi Pengukuran
1.3. Pengukuran Tinggi Muka Air
1.4. Pengukuran Debit

2. Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar pada modul ini, mahasiswa
diharapkan memiliki kemampuan:
a. Memahami pengertian hidrometri
b. Memahami cara memilih lokasi pengukuran hidrometri
c. Memahami cara mengukur tinggi muka air
d. Memahami cara mengukur debit

Untuk membantu anda dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam modul ini
disajikan uraian, latihan dan rambu-rambu jawaban serta soal-soal test. Agar anda dapat
belajar dengan baik dalam mempelajari modul ini, lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
1. Pelajari dengan cermat semua uraian yang tercantum dalam masing-masingkegiatan
belajar
2. Kerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar dengan
berusaha tanpa melihat dahulu rambu-rambu jawabannya. Setelah anda selesai
mengerjakan soal-soal tersebut, cocokanlah pekerjaan anda dengan rambu-rambu
jawaban yang tersedia. Bila pekerjaan anda masih jauh menyimpang dari rambu-
rambu jawaban, hendaknya anda tidak berputus asa untuk mempelajarinya kembali.
3. Dalam setiap kegiatan belajar diakhiri dengan rangkuman yang merupakan sari pati
uraian yang telah disajikan. Bacalah dengan seksama isi rangkuman tersebut shingga
pengalaman belajar anda benar-benar mantap.

Modul 3-1
3. Proces Pembelajaran
3.1. Definisi Hidrometri
Hidrometri adalah ilmu untuk mengukur air atau ilmu untuk mengumpulkan
data dasar bagi analisis hidrologi. Pengukuran debit tidak dapat dilakukan
secara kontinyu, untuk itu diperlukan hubungan antara tinggi muka air dan
debit aliran.

3.2. Pemilihan Lokasi Pengukuran


Agar mendapatkan hasil yang baik dan benar, maka lokasi pengukuran
hidrometri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Sungai yang lurus
- Arus sungai sejajar dan hanya sedikit turbulensi
- Penampang sungai stabil
- Pemilihan yang tepat (program masa depan)
- Mudah didatangi (tidak tergantung cuaca)
- Tidak terpengaruh back water
- Tidak terjadi luapan
- Tidak terganggu tanaman air

3.3. Pengukuran Tinggi Muka Air


Pencatatan tinggi muka air dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1. Memasang papa duga (staff gauge)
2. Memasang alat ukur pencatat air otomatis, AWLR (Automatic Water Level
Recorder)

3.3.1. Papan Duga


Papan duga terbuat dari papan/batang yang diberi skala ukuran dalam cm
dipasang pada lokasi yang telah dipilih. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
antara lain:
• Pemasangan papan duga dikaitkan dengan Benchmark (BM)
• Dipasang pada penyangga yang kokoh (pilar jembatan, tembok bangunan
dll)
• Tidak langsung pada arus sungai karena menimbulkan kesulitan dalam
pembacaan dan kemungkinan kerusakan akibat sampah
• Papan duga dapat mencakup pada kondisi air minimum & maksimum yang
mungkin terjadi
Pemasangan papan duga dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:
• Papan duga vertikal, dipasang vertical pada penampang sungai
• Papan duga miring, perlu diperhatikan skalanya
• Papan duga bertingkat, dipasang karena beberapa alasan seperti: range
sungai yang sangat panjang sehingga tidak memungkinkan pemasangan
papa duga dengan baik.Tiap bagian dari papan duga tersebut harus
merupakan satu kesatuan.

3.3.2. Alat ukur pencatat air otomatis, AWLR (Automatic Water Level Recorder)
Cara otomatis mengukur tinggi muka air yaitu dengan memasang alat pada
sebuah pos pemantau tinggi muka air sungai. Alat ini dikenal dengan nama
AWLR (Automatic Water Level Recorder) yang bisa mengukur tinggi muka
air secara terus menerus dengan hasil pengukurannya berupa hidrograf.
Prinsip kerja AWLR (Automatic Water Level Recorder) yakni
dengan menghubungkan rantai dengan pelampung dan beban yang akan
ditempatkan pada pulley. Pelampung ditempatkan pada permukaan air,
sehingga bilamana terjadi evolusi posisi pada pelampung akan
mengakibatkan perubahan dari sistem pulley, pulley itu akan memutar
pontensiometer sampai-sampai jumlah tegangan yang masuk pun akan
berubah. Jumlah tegangan yang masuk akan menjadi input dari output
sensor mekanik. Output yang dikeluarkan berupa sinyal analog yang dipakai
sebagai data masukan.
Gambar 3.1. Prinsip Kerja AWLR

Kelebihan dari AWLR (Automatic Water Level Recorder) yakni:


• Resolusi elevasi yang dicermati mencapai 1 mm
• Cukup dengan memakai aki kering 12V dengan kapasitas 4A, bisa bertahans ampai
14-20 hari.
• Data yang didapatkan mudah dibaca dan paling detail dan akurat

3.4. Pengukuran Debit


Pengukuran debit dapat dilakukan dengan du acara, yaitu:
1. Pengukuran tidak langsung (indirect measurement)
a. Velocity head rod
b. Trupps ripple meter
c. Pitotmeter
d. Pengapung/float
e. Area velocity method
2. Pengukuran langsung (direct measurement)
a. Volumetric method
b. Bangunan pengukur debit/hydraulics structures
c. Tracer
d. Bubble Screen method
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pengukuran debit, antara lain:
a. Berada tepat atau di sekitar lokasi pos duga air, dimana tidak ada perubahan bentuk
penampang atau debit yang menyolok.
b. Alur sungai harus lurus sepanjang minimal 3 kali lebar sungai pada saat
banjir/muka air tertinggi.
c. Distribusi aliran merata dan tidak ada aliran yang memutar.
d. Aliran tidak terganggu sampah maupun tanaman air dan tidak terganggu oleh
adanya bangunan air lainnya (misalnya pilar jembatan), tidak terpengaruh
peninggian muka air, pasang surut dan aliran lahar.
e. Penampang melintang pengukuran diupayakan tegak lurus terhadap alur sungai.
f. Kedalaman pengukuran minimal 3 s/d 5 kali diameter baling-baling alat ukur arus
yang digunakan.
g. Apabila dilakukan di lokasi bendung, harus dilakukan di sebelah hilir atau di hulu
bendung pada lokasi yang tidak ada pengaruh pengempangan (arus balik).

Lama dan periode pelaksanaan pengukuran adalah:


a. Pada saat aliran rendah pengukuran debit dilaksanakan dua (2) kali dalam periode
waktu pengukuran (bolak-balik di penampang basah yang sama).
b. Pada saat banjir pengukuran debit dilaksanakan satu (1) kali dalam periode waktu
pengukuran.
c. Periode pelaksanaan pengukuran debit minimal 3 kali untuk satu (1) pos duga air
yang mewakili kondisi musim kemarau dan musim penghujan

Persyaratan pengukuran penampang basah adalah:


a. Pengukuran kedalaman harus tegak lurus terhadap permukaan air.
b. Jarak maksimum antara dua jalur vertikal adalah:
a) 1/15 lebar sungai/saluran terbuka apabila dasarnya teratur.
b) 1/20 lebar sungai/saluran terbuka apabila dasarnya tidak teratur.
c. Jarak minimum antara dua jalur vertikal adalah 2 kali diameter baling-baling
(propeller) yang digunakan.
Pengukuran kecepatan aliran dilakukan dengan menggunakan peralatan diantaranya
current meter tipe baling-baling dan pelampung.
a. Pengukuran kecepatan aliran dengan alat ukur arus dapat dilaksanakan dengan cara
sbb :
a) merawas,
b) menggunakan perahu,
c) menggunakan jembatan
d) menggunakan kereta gantung
e) menggunakan winch cable way
f) Radio current meter
b. Posisi dan jumlah titik pengukuran tergantung dari kedalaman air (d) dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Pada kedalaman air ≤ 0,75 m, atau ≤ 6 kali diameter baling-baling yang
digunakan (besar, kecil, sedang), pengukuran dilakukan dengan menggunakan
metode satu titik, yaitu pada titik vertikal 0,6d yang diukur dari permukaan air.
2. Pada kedalaman air > 0,75 m, pengukuran dilakukan dengan menggunakan
metode dua titik, yaitu pada titik vertikal 0,2d dan 0,8d atau menggunakan
metode tiga (3) titik atau lebih,yaitu pada titik vertikal 0,2d, 0,6d dan 0,8d

Pengukuran kecepatan aliran menggunakan pelampung dihitung dari jarak lintasan


pelampung dibagi waktu tempuh, dan kecepatan rata-rata yang diperoleh harus
dikalikan koefisien pelampung.

4. Latihan
Jawab secara singkat pertanyaan berikut di bawah ini:
1. Jelaskan pengertian hidrometri
2. Jelaskan cara pemilihan lokasi pengukuran debit
3. Jelaskan cara pengukuran debit
5. Rangkuman
Hidrometri adalah ilmu untuk mengukur air atau ilmu untuk mengumpulkan data
dasar bagi analisis hidrologi. Agar mendapatkan hasil yang baik dan benar, maka
lokasi pengukuran hidrometri harus memenuhi syarat-syarat teknis. Pengukuran
tinggi muka air dapat dilakukan dengan memasang papan duga dan memasang alat
pengukur air otomatis. Pengukuran debit pada sungai harus memenuhi persyaratan
teknis.

6. Evaluasi
Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan cara memilih yang paling benar!
Pilih jawaban yang benar
1. Dalam pemilihan lokasi pengukuran debit, mana hal berikut yang salah:
a. Sungai yang bermeander/berbelok-belok
b. Arus sungai sejajar dan hanya sedikit turbulensi
c. Tidak terpengaruh aliran balik
d. Penampang sungai yang stabil;
2. Pemasangan papan duga untuk mengukur ketinggian air sungai dapat dilakukan
dengan cara:
a. Papan duga vertikal
b. Papan duga miring
c. Papan duga bertingkat
d. Jawaban a,b,c benar semua
3. Jika kedalaman sungai > 0,75 m, maka pengukuran kedalaman dapat dilakukan
dengan metode:
a. Metode satu titik (0,6 d)
b. Metode dua titik, (0,2d dan 0,8d)
c. Metode tiga (3) titik (0,2d; 0,6d dan 0,8d)
d. Jawaban b dan c benar
MODUL 4: PRESIPITASI
1. Kegiatan Belajar:
1.1. Bentuk-Bentuk Presipitasi
1.2. Unsur-unsur Hujan
1.3. Pengukuran Curah Hujan
1.4. Syarat Pemasangan Alat Ukur Penakar Curah Hujan
1.5. Pengisian Data Hujan yang Hilang
1.6. Curah Hujan Daerah dan Hujan Daerah Harian Maksimum
1.7. Hujan Rancangan

2. Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar pada modul ini, mahasiswa
diharapkan memiliki kemampuan:
a. Memahami bentuk-bentuk presipitasi
b. Memahami unsur-unsur hujan
c. Memahami cara mengukur curah hujan
d. Memahami syarat pemasangan alat ukur curah hujan
e. Memahami cara pengisian data hujan yang hilang
f. Memahami penentuan hujan daerah dan hujan daerah harian
maksimum g. Memahami cara menganalisis hujan rancangan

Untuk membantu anda dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam modul ini
disajikan uraian, latihan dan rambu-rambu jawaban serta soal-soal test. Agar anda dapat
belajar dengan baik dalam mempelajari modul ini, lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
1. Pelajari dengan cermat semua uraian yang tercantum dalam masing-masingkegiatan
belajar
2. Kerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar dengan
berusaha tanpa melihat dahulu rambu-rambu jawabannya. Setelah anda selesai
mengerjakan soal-soal tersebut, cocokanlah pekerjaan anda dengan rambu-rambu
jawaban yang tersedia. Bila pekerjaan anda masih jauh menyimpang dari rambu-
rambu jawaban, hendaknya anda tidak berputus asa untuk mempelajarinya kembali.

Modul 4-1
3. Dalam setiap kegiatan belajar diakhiri dengan rangkuman yang merupakan sari pati
uraian yang telah disajikan. Bacalah dengan seksama isi rangkuman tersebut shingga
pengalaman belajar anda benar-benar mantap.

3. Proces Pembelajaran
3.1. Bentuk-Bentuk Presipitasi
1. Hujan merupakan bentuk yang paling penting
2. Embun merupakan hasil kondensasi di permukaan tanah dan tumbuh-tumbuhan
3. Kondensasi di atas lapisan es
4. Kabut, partikel-partikel air diendapkan di atas permukaan tanah dan tumbuh-
tumbuhan
5. Salju dan es

3.2. Unsur-Unsur Hujan


Jika membicarakan masalah hujan, maka unsur-unsur yang terdapat didalamnya
meliputi
1. Intensitas (i) adalah tinggi air hujan persatuan waktu, misalnya: mm/jam, cm/jam
dll
2. Lama (durasi) adalah lamanya curah hujan, misalnya: menit, jam, hari
3. Tinggi hujan (d) adalah banyaknya hujan yang dinyatakan dalam, mm, cm
4. Frekuensi adalah kala ulang/return period, dinyatakan dalam T tahun
5. Luas adalah luas geografi curah hujan
Hubungan intensitas, hujan dan waktu adalah: i = d/t

3.3. Pengukuran Curah Hujan


Dalam prakteknya, dikenal 2 (dua) macam alat untuk mengukur curah hujan, yaitu
penakar hujan dan pencatat hujan.
1. Penakar hujan
a. Penakar hujan biasa, terdiri atas corong dan penampung yang diletakkan
pada ketinggian tertentu
b. Penakar hujan rata tanah

Di sekitar alat penakar dipasang grill dan brush yang berfungsi sebagai
sasrangan untuk mencegah tumbuhnya rumput atau tanaman pengganggu.

c. Penakar hujan Inggris

Bentuknya merupakan kombinasi antara penakar hujan biasa dengan


penakar rata tanah. Penangkapan hujannya lebih baik dibandingkan dengan
penakar biasa, tetapi pengaruh turbulensi angina tidak dapat dihilangkan.
d. Interim reference Precipitation Gauge
Penakar ini dilengkapi perisai Nipher untuk mengurangi pengaruh turbulensi
angin.

2. Pencatat hujan
Pencatat hujan dapat bekerja secara otomatis sehingga pencatatan tinggi hujan
dapat dilakukan setiap saat.Salah satu pencatat hujan yang dikenal adalah
pencatat pelampung (float gauge).

Hujan yang tertangkap oleh corong 1 tercurah kedalam penampung 2. Dengan


terisinya penampung 2, pelampung 3 akan terangkat. Penampung 3
dihubungkan dengan alat penulis yang dapat membuat grafik pada drum
pencatat 4 yang diputar dengan pertolongan pegas jam. Jika pencatatannya
menjadi d = 10 mm, air dalam penampung akan tersedot keluar oleh sifon 5
sehingga penampung menjadi kosong yang sekaligus membawa alat penulis ke
posisi nol.
3.4. Pemasangan Alat Pengukur Curah Hujan
Agar mendapatkan hasil pengukuran hujan yang optimal, maka perlu diperhatikan
pemasangannya sebagai berikut:
1. Tinggi corong di atas permukaan tanah harus sedemikian rupa sehingga
pengaruh angin sekecil mungkin
2. Pengukur hujan harus diletakkan minimal 4 kali tinggi rintangan, seperti
bangunan, pohon dan lain-lain yang terdekat
3. Harus dilindungi terhadap gangguan dari luar, seperti orang, binatang dan lain-
lain
4. Diusahakan dekat dengan tenaga pengamat
5. Syarat-syarat teknis alat terpenuhi
6. Syarat-syarat yang menyangkut kerapatan jaringan terpenuhi

3.5. Pengisian Data Hujan yang Hilang


Untuk melengkapi data yang hilang dapat dilakukan dengan mengadakan perkiraan.
Sebagai dasar untuk perkiraan tersebut digunakan data hujan dari tiga tempat
pengamatan yang berdekatan dan mengelilingi tempat pengamatan yang datanya
tidak lengkap.
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengisi data yang hilang,
diantaranya: rata-rata aritmatik (aritmatic average), perbandingan normal (nomal
ratio), dan Kantor Cuaca Nasional Amerika Serikat (US National weather Service).

3.5.1. Rata-rata Aritmatik (aritmatic average)

Rata-rata aritmatik digunakan apabila kekurangan data kurang dari 10%. Misalnya,
diketahui hujan rerata tahunan di Stasiun A = 750 mm, Hujan rerata tahunan di
Stasiun B = 725 mm. Pertanyaannya, bagaimana mengisi data hujan di A pada suatu
tahun tertentu, bila tahun yang sama di Stasiun B jumlah hujan = 710 mm.
Jawabannya adalah
xA = (XA/XB) . xB = (750/725) . 710 = 735 mm
Jadi besarnya data hujan di stasiun A = 735 mm
3.5.2. Perbandingan Normal (Normal Ratio)
Persamaan yang digunakan adalah:

Dimana:

Dx = data tinggi hujan harian maksimum di stasiun x

n = jumlah stasiun di sekitar x untuk mencari data di x

d = data tinggi hujan harian maksimum di stasiun i

Anx = tinggi hujan rerata tahunan di stasiun x

Ani = tinggi hujan rerata tahunan di stasiun i

3.5.3. Perbandingan Normal (Normal Ratio)


Metode ini memerlukan data dari 4 (empat) pos hujan sebagai pos indeks,
misalnya pos A,B, C, D yang lokasinya di sekeliling pos hujan X yang
diperkirakan data hujannya. Persamaan yang digunakan adalah:

Dimana:
Hx = tinggi hujan di pos x yang akan diperkirakan
Hi = tinggi hujan di pos A, B, C, D
Li = jarak pos A, B, C, D terhadap pos hujan x

3.6. Curah Hujan Daerah

Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air
dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata diseluruh daerah
yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu . Dalam
menganalisis curah hujan ada beberapa unsur yang harus ditinjau, yaitu intensitas
hujan (i), lama waktu/durasi hujan (t), tinggi hujan (d), frekwensi hujan (T), dan
luas daerah tangkapan hujan (A).
Untuk mendapatkan gambaran mengenai distribusi hujan diseluruh daerah aliran
sungai, maka pada daerah tersebut dipasang alat penakar curah hujan. Dari
pencatatan hujan diberbagai tempat itu dapat diketahui distribusi hujannya. Pada
daerah yang tidak luas banyak terjadi hujan yang merata diseluruh daerah,
sementara pada daerah-daerah yang luas keadaan demikian jarang terjadi, lagi pula
besarnya hujan diberbagai tempat di daerah itu tidak sama. Oleh karena itu sangat
sulit untuk menentukan berapa banyak air hujan yang sebenarnya jatuh di daerah
tersebut, karena tidak mugkin menentukan batas-batas luas daerah hujan untuk
setiap tempat pengukur hujan.

Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan curah hujan daerah dari angka-
angka curah hujan dibeberapa titik pos penakar atau pencatat hujan, yaitu cara
tinggi rata-rata (rata-rata hitung), cara Thiessen, dan cara garis Isohiet.

3.6.1. Cara Rata-rata Hitung


Tinggi rata-rata curah hujan diperoleh dengan mengambil harga rata-rata hitung
dari penakaran pada penakar hujan dalam areal tersebut. Metode ini baik digunakan
untuk daerah datar dan penyebaran stasiun hujannya merata. Adapun rumus yang
digunakan adalah sebagai berikut :
Ri = 1/x (R1 + R2 +...+ Rx)
Dimana :
Ri = Curah hujan daerah (mm)
x = Jumlah titik (pos) pengamatan
R1, R2,...,R3 = Curah hujan ditiap titik pengamatan (mm)

R1

R3 R2

Gambar 4.1. Curah hujan daerah metode rata-rata hitung

Modul 4-1
3.6.2. Cara Thiessen
Jika titik-titik pengamatan pada suatu daerah tidak tersebar merata maka curah
hujan rerata dihitung dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik
pengamatan. Rumus yang digunakan untuk menghitung curah hujan rerata dengan
cara Thiessen
adalah :
A1 . R 1 A 2 . R 2 ... A x .
Ri =
Rx
Dimana : A1  A 2  ... A
x

Ri = curah hujan daerah (mm)


R1, R2, Rx = curah hujan ditiap titik pengamatan dan x adalah jumlah titik
pengamatan
A1, A2, Ax = luas daerah yang mewakili tiap titik pengamatan, km 2

A1
A3 R1
R3 A2
R2

Gambar 4.2. Curah hujan daerah metode Thiessen

Perhitungan hujan rerata dengan metode polygon Thiessen dapat dilakukan


dengan tahapan sebagai berikut:
1. Menghubungkan masing-masing stasiun hujan dengan garis polygon pada
stasiun yang berdekatan
2. Membuat garis berat antara 2 stasiun hujan hingga bertemu dengan garis
berat lainnya pada satu titik dalam polygon
3. Luas areal yang mewakili masing-masing stasiun hujan dibatasi oleh garis
berat pada polygon
4. Luas sub area masing-masing stasiun hujan dipakai sebagai factor pemberat
dalam perhitungan hujan rerata.
3.6.3. Cara Garis Isoheit
Peta Isohiet digambar pada peta topografi dengan interval 10 sampai 20 mm
berdasarkan data curah hujan pada tiap titik pengamatan di dalam dan sekitar
daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah antara dua garis Isohiet yang
berdekatan diukur dengan planimeter. Demikian pula harga rata-rata dari garis-
garis Isohiet yang berdekatan yang termasuk bagian-bagian daerah tersebut dapat
dihitung. Metode Isoheit baik digunakan untuk daeah pegunungan. Sehingga
curah hujan daerah dapat dihitung dengan rumus :
R1 R2 R R 3 R R
A1 ( )  A2 ( 2 )  ...  x (
x −1 x

A )
Ri = 2 2 2
A1  A2  ... 
Dimana : Ax

Ri = curah hujan daerah (mm)


A1, A2, Ax = luas bagian-bagian antara garis Isohiet (km2)
R1, R2, Rx = Curah hujan pada Isohyet 0,1,2,…,x (mm)

R2
R1 garis Isohiet
A2 A3

A1
R3
Gambar 4.3. Curah hujan daerah metode Isohiet
Perhitungan hujan rerata Metode Isoheit dapat dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
1. Ploting masing-masing stasiun hujan pada peta dasar
2. Dapatkan curah hujan pada setiap stasiun hujan
3. Buat interpolasi dengan garis kontur antara stasiun-stasiun hujan menurut
interval yang dikehendaki
4. Luas sub area antara 2 garis kontur yang dipakai sebagai factor pemberat
dalam menghitung hujan rerata.
3.7. Curah Hujan Daerah Harian Maksimum
Dalam perancangan bangunan pengairan yang diperlukan adalah data hujan
wilayah/daerah harian maksimum. Prosedur perhitungannya dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Tentukan di salah satu pos hujan saat terjadinya hujan maksimum
2. Pada saat yang sama, tentukan besarnya hujan pada pos yang lainnya
3. Dengan Metode Thiessen / aritmatic mean tentukan besarnya hujan daerah
4. Tentukan besarnya hujan maksimum pada pos yang lain
5. Ulangi tahap ke-2 dan ke-3 sampai semua pos hujan sebagai penentu hujan
maksimum
6. Hujan daerah harian maksimum diperoleh dari hujan daerah yang terbesar setiap
tahun

3.8. Curah Hujan Rancangan


Curah hujan rancangan adalah curah hujan yang terjadi pada suatu daerah dengan
periode ulang tertentu. Dalam perhitungan curah hujan rancangan digunakan
analisis frekuensi. Namun demikian sebelum menggunakan macam analisis
frekuensi perlu dikaji persyaratannya. Adapun pengujian sebaran data untuk dapat
menggunakan analisis frekuensi adalah : Dihitung parameter-parameter statistik,
Cs, Cv, Ck, untuk dapat menentukan macam analisis frekuensi. Adapun syarat Cs,
Cv dan Ck untuk beberapa distribusi frekwensi adalah:

Tabel 4.1. Persyaratan Distribusi Frekwensi

Setelah diketahui agihan frekuensinya, maka sebaran data diuji dengan Chi Square
Test dan Smirnov Kolmogorov Test.
a. Pemilihan Agihan Frekuensi
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam pemilihan agihan frekuensi
adalah :
1. Menghitung curah hujan maksimum rerata dengan persamaan :
1 n
xo =  xi
n i 1

2. Menghitung simpangan baku, dengan persamaan :


n

 (x
i 1
i
− x o)
Sx=
n−1
3. Menghitung parameter-parameter statistik, yang meliputi koefisien
skewnes/penyimpangan (Cs), koefisien varians (Cv), dan koefisien kurtosis
(Ck), dengan persamaan :
x −x 3
Cs =
 n.. i o 
3
(n − 1) (n − 2) Sx
n x −x 4
Ck=   i o 
4
(n − 1) (n − 2) (n − 3) Sx
Sx
Cv=
xo

4. Dengan melihat harga Cs, Cv, dan Ck sehingga dapat ditentukan agihan
frekuensi mana yang akan digunakan.
Keterangan :
xi = curah hujan, mm
xo = curah hujan rata-rata, mm
n = jumlah data
Sx = standar deviasi
Cs = koefisien skewnes/penyimpangan
Cv = koefisien varians
Ck = koefisien kurtosis
b. Pengujian Analisis Frekuensi
Setelah diketahui jenis agihan frekuensi yang dipilih, maka sebaran data diuji
dengan Chi Square test dan Smirnov Kolmogorov test.
Sebelum pengujian tersebut dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan plotting data
hasil pengamatan pada kertas peluang (Gumbel atau Log Pearson III), dengan
tahapan sebagai berikut :
1. Data curah hujan harian maksimum tiap tahun diranking dari kecil ke besar.
2. Hitung peluang dengan persamaan Weibull :
100 ..m
P=
n1
Dimana :
P = peluang
m = nomor urut data
n = jumlah data
3. Plot data curah hujan versus peluang.
4. Plot persamaan Gumbell atau Log Pearson III (sesuai sebarannya), maka
dengan mengambil dua besaran dapat ditarik suatu garis durasi.
Untuk selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan uji kesesuaian agihan frekuensi,
sebagai berikut :
a). Uji Chi Square
Setelah data diplot pada kertas peluang (Gumbel atau Log Pearson III),
bandingkan harganya dengan rumus berikut:
X2hit=   
 Ef− Of 2 
 Ef 
V=K–3

Dimana :
X2hit = harga Chi quadrat hasil perhitugan.
Ef = frekuensi (banyaknya pengamatan) yang diharapkan
Of = frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama
V = derajat kebebasan
K = jumlah kelas (grup)
Nilai X2hit yang diperoleh dibandingkan X2Cr yang dapat diperoleh dari
tabel hubungan antar taraf signifikan/derajat nyata (), dengan derajat
kebebasaan (V) lihat tabel berikut.

Tabel 4.2.Hubungan antara taraf signifikan (), dengan derajat kebebasan


(V), untuk Chi Square test
Derajat Taraf signifikan / derajat nyata ()
kebebasan
(V) 0,20 0,10 0,05 0,01 0,001
1 1,642 2,706 3,841 6,635 10,827
2 3,219 4,605 5,991 9,210 13,815
3 4,642 6,251 7,815 11,345 16,268
4 5,989 7,779 9,488 13,277 18,465
5 7,289 9,236 11,070 15,086 20,517
6 8,558 10,645 12,592 16,812 22,457
7 9,803 12,017 14,067 18,475 24,322
8 11,030 13,362 15,507 20,090 26,425
9 12,242 14,684 16,919 21,666 27,877
10 13,442 15,987 18,307 23,209 29,588
11 14,631 17,275 19,675 24,725 31,264
12 15,812 18,549 21,026 26,217 32,909
13 16,985 19,812 22,362 27,688 34,528
14 18,151 21,064 23,685 29,141 36,123
15 19,311 22,307 24,996 30,578 37,697
16 20,465 23,542 26,296 32,000 39,252
17 21,615 24,769 27,587 33,409 40,790
18 22,760 25,989 28,869 34,805 42,312
19 23,900 27,204 30,144 36,191 43,820
20 25,038 28,412 31,410 37,566 45,315
21 26,171 29,615 32,671 38,932 46,797
22 27,301 30,615 33,924 40,289 48,268
23 28,429 32,007 35,172 41,638 49,728
24 29,553 33,196 36,415 42,980 51,179
25 30,675 34,382 37,652 44,314 52,620
26 31,795 35,536 38,885 45,642 54,052
27 32,912 36,741 40,113 46,963 55,476
28 34,027 37,916 41,337 48,278 56,893
29 35,135 39,087 42,557 49,588 58,302
30 36,250 40,256 43,773 50,892 59,703

Jika diperoleh hasil X2hit < X2Cr, maka hipotesa dapat diterima yaitu sebaran
data tersebut dapat diterima dengan menggunakan agihan frekuensi yang dipilih.
b). Uji Smirnov Kolmogorov
Uji ini dilakukan dengan membandingkan kemungkinan (probability) untuk
tiap variate dan distribusi empiris dan teoritis, sehingga diperoleh perbedaan
() tertentu. Plotting data sama dengan langkah-langkah plotting pada uji
Chi Square, dengan persamaan Smirnov Kolmogorov :
P (max Pe − Pt )  Cr,

Apabila harga  max yang terbaca pada kertas peluang <  Cr yang
diperoleh dari tabel  kritis untuk suatu derajat signifikan, maka dapat
disimpulkan bahwa agihan frekuensi yang di pilih dapat digunakan.

Tabel 4.3. Harga kritis ( Cr), untuk suatu taraf signifikan pada uji Smirnov
Kolmogorov
Taraf signifikan, 
N 0,20 0,10 0,05 0,01
5 0,45 0,51 0,56 0,67
10 0,32 0,37 0,41 0,49
15 0,27 0,30 0,34 0,36
20 0,23 0,26 0,29 0,36
25 0,21 0,24 0,27 0,32
30 0,19 0,22 0,22 0,29
35 0,18 0,20 0,23 0,27
40 0,17 0,19 0,21 0,25
45 0,16 0,18 0,20 0,24
50 0,15 0,17 0,19 0,23

n > 50 1,07/(n0,5) 1,22/(n0,5) 1,36/(n0,5) 1,63/(n0,5)

Pada umumnya taraf signifikan atau derajat nyata () diambil sebesar 5 %,
dengan asumsi bahwa 5 dari 100 kesimpulan kita akan menolak hipotesa yang
seharusnya kita terima atau kira-kira 95% confident bahwa kita telah membuat
kesimpulan yang benar.
c. Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi diperlukan untuk menetapkan hujan rancangan dengan periode
ulang terentu dari serangkaian data curah hujan.
1). Metode Gumbel
Untuk menghitung besarnya curah hujan rancangan pada suatu daerah,
Gumbel telah merumuskan suatu metode untuk menghitung curah hujan
tersebut berdasarkan nilai-nilai ekstrim yang diambil dari analisis hasil
pengamatan curah hujan dilapangan. Adapun prosedur perhitungan dari
metode Gumbel adalah :
1. Menghitung curah hujan maksimum rerata
2. Menghitung simpangan baku
3. Menghitung nilai K dengan persamaan :
Yt −Yn
K 
Sn
4. Menghitung curah hujan rancangan, dengan persamaan Gumbel :
XT  x o  K.Sx

keterangan :
XT = curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun (mm)
Yt = reduced variate (fungsi periode ulang)
  Tr −1 
= − ln − ln  
  Tr 
hubungan ini selengkapnya disajikan dalam tabel
Yn = reduced mean yang tergantung dari besarnya sampel .
Sn = reduced standard deviation, tergantung dari besarnya sampel n.
Sx = simpanan baku
K = faktor penyimpangan Gumbel
xo = curah hujan maksimum rerata (mm)
Tabel 4.4. Hubungan antara kala ulang dengan faktor reduksi, Yt
Kala Ulang (Tahun) Faktor Reduksi (Yt)
2 0.3665
5 1,4999
10 2,2502
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001

Tabel 4.5. Simpangan baku tereduksi, Sn


N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,94 0,96 0,98 0,99 1,00 1,02 1,03 1,04 1,04 1,05
20 1,06 1,06 1,07 1,08 1,08 1,09 1,09 1,10 1,10 1,10
30 1,11 1,11 1,11 1,12 1,12 1,12 1,13 1,13 1,13 1,13
40 1,14 1,14 1,14 1,14 1,14 1,15 1,15 1,15 1,15 1,15
50 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 1,16 1,17 1,17 1,17
60 1,17 1,17 1,17 1,17 1,18 1,18 1,18 1,19 1,18 1,18
70 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18 1,18 1,19 1,19 1,19 1,19
80 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,19 1,20
90 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20 1,20

Tabel 4.6. Rata-rata tereduksi,Yn


0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 n
.495 .499 .503 .507 .510 .512 .515 .518 .520 .522 10
.523 .525 .526 .528 .529 .530 .532 .533 .534 .535 20
.536 .537 .538 .538 .539 .540 .541 .541 .542 .543 30
.543 .544 .544 .545 .545 .546 .546 .547 .547 .548 40
.548 .549 .549 .549 .550 .550 .550 .551 .551 .551 50
.552 .552 .552 .553 .553 .553 .553 .554 .554 .554 60
.554 .555 .555 .555 .555 .555 .556 .556 .556 .556 70
.556 .557 .557 .557 .557 .558 .558 .558 .558 .558 80
.558 .558 .558 .559 .559 .559 .559 .559 .559 .559 90
.560 100

2). Metode Log Pearson III


Dalam perhitungan ini, memerlukan beberapa parameter yaitu berupa
derajat kepencengan, nilai tengah (harga rata-rata), dan standar deviasi.
Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Mengubah data curah hujan n buah dari x1, x2, x3,...,xn menjadi bentuk.
logaritma yaitu log x1, log x2, log x3,..., log xn
2. Menghitung harga rerata, dari data curah hujan yang telah diubah ke
dalam bentuk logaritma dengan persamaan :
n
1
logxo=  log x
n ii  1

3. Hitung standar deviasi, dengan persamaan :


n

 log x i − log x o 
2

i1
Slogx=
n −1

4. Hitung koefisien penyimpangan, dengan persamaan :


n

 log x i − log x o 3
qlogx= i1

(n − 1) (n − 2) (n − 3)

5. Menghitung logaritma curah hujan dengan persamaan :


logXT=logxo + KTr . S log x
harga KTr diperoleh dari tabel hubungan antara q log X dengan kala ulang.
6. Hitung nilai anti log dari XT, untuk mendapatkan curah hujan rancangan
dengan kala ulang T tahun.

Tabel 4.7. Faktor penyimpangan KTr untuk Log Pearson III


Kala Ulang (T)
Q 2 5 10 25 50 100 200 1000
log x Kemungkinan terjadinya banjir (%)
50 20 10 4 2 1 0,5 0,1
3,00 -0,396 0,420 1,180 2,728 3,152 4,051 4,970 7,250
2,80 -0,384 0,460 1,210 2,275 3,114 3,973
2,60 -0,368 0,499 1,238 2,267 3,071 3,889
2,40 -0,351 0,537 1,262 2,256 3,023 3,800
2,20 -0,330 0,574 1,284 2,240 2,970 3,705 4,444 6,200
2,00 -0,307 0,609 1,302 2,219 2,912 3,605 4,298 5,910
1,80 -0,282 0,643 1,318 2,193 2,848 3,499 4,147 5,660
1,60 -0,254 0,675 1,329 2,163 2,780 3,388 3,990 5,390
1,40 -0,225 0,705 1,337 2,128 2,706 3,271 3,828 5,110
1,20 -0,195 0,732 1,340 2,087 2,626 3,149 3,661 4,820
1,00 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022 3,489 4,540
0,8 -0,132 0,780 1,326 1,993 2,453 2,891 3,312 4,250
0,6 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755 3,132 3,960
0,5 -0,083 0,808 1,323 1,910 2,311 2,686 3,041 3,815
0,4 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615 2,949 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 1,849 2,211 2,544 2,856 3,525
0,2 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472 2,763 3,380
0,1 -0,017 0,836 1,292 1,785 2,107 2,400 2,670 3,235
0 0 0,842 1,282 1,751 2,054 2,326 2,576 3,090
-0,1 0,017 0,836 1,270 1,716 2,000 2,252 2,482 2,950
-0,2 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178 2,388 2,810
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,643 1,890 2,104 2,294 2,675
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029 2,201 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,216 1,567 1,777 1,955 2,108 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880 2,016 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,488 1,663 1,806 1,926 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733 1,837 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,407 1,549 1,660 1,749 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588 1,664 1,800
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449 1,501 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318 1,351 1,465
-1,6 0,254 0,817 1,994 1,116 1,166 1,197 1,216 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087 1,097 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,9590, 0,980 0,990 0,995 1,000
-2,2 0,330 0,752 0,844 888 0,900 0,905 0,907 0,910
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,793 0,798 0,799 0,800 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667 0,667 0,668

Keterangan :
xi = curah hujan (mm)
XT = curah hujan rancangan dengan kala ulang T tahun (mm)
q log x = koefisien penyimpangan/kepencengan
S log x = standar deviasi
KTr = fungsi q log x terhadap kala ulang
Log xo = logaritma curah hujan rerata
Log xi = logaritma curah hujan harian maksimum

4. Latihan
Jawab secara singkat pertanyaan berikut di bawah ini:
1. Jelaskan bagaimana cara mengukur curah hujan
2. Jelaskan bagaimana cara penempatan alat ukur curah hujan
3. Jelaskan tahapan perhitungan hujan daerah dengan Metode Polygon Thiessen

5. Rangkuman
Ada beberapa macam bentuk presipitasi, dimana hujan merupakan hal yang paling
penting. Jika membicarakan masalah hujan, maka banyak unsur yang terdapat
didalamnya. Untuk mengetahui tebalnya hujan, dapat diketahui dengan memasang
alat penakar hujan dan pencatat hujan. Agar penakaran/pencatat hujan mendapatkan
hasil yang optimal perlu diperhatikan syarat-syarat pemasangannya. Dalam suatu
stasiun hujan yang datanya hilang, dapat ditaksir nilainya dari stasiun hujan yang
terdekat. Perencanaan bangunan di persungaian memerlukan data hujan, jika tidak
tersedia data debit. Data hujan yang diperlukan adalah hujan daerah harian
maksimum. Beberapa metode sudah dikembangkan untuk mendapatkan hujan
daerah tersebut.
6. Evaluasi
Dalam perencanaan bangunan pengairan tersedia data sebagai berikut:
1. Data hujan harian maksimum
2. Peta Daerah Aliran Sungai
Saudara diminta untuk menghitung:
1. Luas pengaruh hujan dengan Polygon Thiessen
2. Hujan daerah harian maksimum
3. Hujan rancangan sesuai parameter statisticnya

Tabel 4.8. Data hujan harian maksimum pada Stasiun Sausu, Tolai dan Wuasa

Data hujan harian maksimum


No. Tanggal kejadian
Sta. Sausu Sta. Tolai Sta. Wuasa

1 3 Juli 1997 98.6 0 6


12 Pebruari 1997 4.3 39 0
31 Januari 1997 0 0 79.9
2 3 Mei 1998 59.1 0 20.1
21 Juli 1998 0 51 0
19 Maret 1998 9 3.1 57.2
3 14 Nopember 1999 62.2 0 4.9
17 Agustus 1999 33.4 36.1 0
21 Oktober 1999 15 0.1 67.5
4 14 April 2000 72.2 0 0
18 Pebruari 2000 0 120.5 9.2
6 Nopember 2000 8.1 0 60.5
5 8 Januari 2001 87.2 0 0
2 Nopember 2001 14.1 60.6
19 Nopember 2001 0 1.6 55.1
6 1 Maret 2002 128.3 69.5 12.5
24 Januari 2002 0 75.3 42.7
30 September 2002 0 0 97.4
7 30 Maret 2003 74.3 0 0
13 September 2003 10.1 77.7 0
26 Nopember 2003 0 23.8 61.7
8 14 Juni 2004 65.1 10 0
3 Desember 2004 35.1 87.5 2.9
11 Desember 2004 12.5 0 67.2
9 03 April 2005 123.1 9.4 18.4
1 Mei 2005 78.8 80 4.5
10 Mei 2005 48.8 26.2 81.5
10 4 Januari 2006 77.3 0 31.5
14 September 2006 6.6 82.1 0
26 Maret 2006 0 1.3 87
11 8 Pebruari 2007 113.4 0 17.4
24 Juli 2007 19.5 84 2.2
10 Pebruari 2007 24.5 43 93.1
12 30 April 2008 108.5 0 0
21 Nopember 2008 35.3 106 9.9
10 Juni 2008 26.1 0 66.7
13 9 Maret 2009 95.7 0 11.2
12 Maei 2009 0 80 27
6 Maret 2009 47 0 59.5
14 7 Maret 2010 105.4 7.5 1.3
06 April 2010 97.8 96.3 55.7
6 Maret 2010 4.2 0 59.5
15 09 September 2011 109 0 0
23 Mei 2011 0 90.6 0
16 Pebruari 2011 2.9 0 91.4
16 28 Maret 2012 120.3 0 11.9
19 Januari 2012 0 95 0
12 Pebruari 2012 6 0 68.5
Gambar 4.4 Peta DAS

Modul 4-52
MODUL 5: DEBIT ANDALAN
1. Kegiatan Belajar:
1.1. Debit Andalan
1.2. Metode NReca
1.3. Metode FJ. Mock

2. Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar pada modul ini, mahasiswa diharapkan
memiliki kemampuan:
a. Memahami pengertian debit andalan
b. Memahami cara menganalisis debit andalan Metode NReca
c. Memahami cara menganalisis debit andalan Metode F.J. Mock

Untuk membantu anda dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam modul ini disajikan
uraian, latihan dan rambu-rambu jawaban serta soal-soal test. Agar anda dapat belajar dengan
baik dalam mempelajari modul ini, lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
1. Pelajari dengan cermat semua uraian yang tercantum dalam masing-masingkegiatan belajar
2. Kerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar dengan berusaha tanpa
melihat dahulu rambu-rambu jawabannya. Setelah anda selesai mengerjakan soal-soal
tersebut, cocokanlah pekerjaan anda dengan rambu-rambu jawaban yang tersedia. Bila
pekerjaan anda masih jauh menyimpang dari rambu-rambu jawaban, hendaknya anda tidak
berputus asa untuk mempelajarinya kembali.
3. Dalam setiap kegiatan belajar diakhiri dengan rangkuman yang merupakan sari pati uraian
yang telah disajikan. Bacalah dengan seksama isi rangkuman tersebut shingga pengalaman
belajar anda benar-benar mantap.

3. Proces Pembelajaran
3.1. Debit Andalan
Ketersediaan data debit aliran sungai jangka panjang di lokasi bangunan pengambilan
sangat diperlukan untuk keperluan perencanaan pengembangan irigasi, perikanan, air
baku, dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Fungsi bangunan pengambilan air

Modul 5-1
tersebut adalah untuk mensuplai kebutuhan air sepanjang musim sehingga untuk
mendapatkan kesinambungan persediaan air diperlukan perhitungan debit andalan
(dependable discharge). Apabila pada lokasi yang ditinjau tidak tersedia seri data debit
jangka panjang, maka dapat dilakukan dengan mensimulasi data hujan menjadi data
debit sungai.
Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan
terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi, air baku, PLTA dan
lain-lain. Untuk keperluan irigasi, kemungkinan terpenuhi ditetapkan 80%
(kemungkinan bahwa debit sungai lebih rendah dari debit andalan adalah 20%). Debit
andalan ditentukan untuk periode tengah–bulanan. Debit minimum sungai dianalisis
atas dasar data debit harian sungai agar analisis cukup tepat dan andal, catatan data yang
diperlukan harus meliputi jangka waktu paling sedikit 10 tahun. Jika persyaratan ini
tidak bias dipenuhi, maka metode hidrologi analisis dan empiris biasa dipakai. Dalam
menghitung debit andalan kita harus mempertimbangkan air yang diperlukan dari sungai
hilir pengambilan.

3.2. Metode Nreca


Model Nreca (National Rural Electric Cooperative Association) dikembangkan oleh
Norman H. Crwford (USA) pada tahun 1985. Model ini merupakan model konsepsi yang
bersifat deterministik. Untuk menginterprestasikan fenomena fisiknya digunakan persamaan
dan rumus semi empiris sebagai berikut:
Ro = P – ΔE ± ΔS
dimana:
Ro = aliran permukaan, mm
P = hujan, mm
ΔE = evapotranspirasi actual, mm
ΔS = perubahan tampungan, mm

Struktur model Nreca membagi aliran menjadi dua, yaitu aliran langsung (limpasan
permukaan dan bawah permukaan) dan aliran dasar. Tampungan juga dibagi dua, yaitu
tampungan kelengasan (soil moisture storage) dan tampungan air tanah (ground water
storage). Perubahan tampungan diperhitungan sebagai selisih dari tampungan akhir dan awal.
Mengenai
tampungan kelengasan itu sendiri ditentukan oleh hujan, evapotranspirasi, kelebihan
kelengasan yang menjadi limpasan langsung dan imbuhan atau tambahan air tanah.

Perhitungan dilakukan dengan tahapan sbb:

1. Input nama bulan (Januari – Desember)


2. Input hujan rata-rata bulanan (Rb)
3. Input Nilai penguapan peluh potensial (PET)
4. Input tampungan kelengasan awal (Wo), coba-coba di mulai bulan Januari
5. Hitung tampungan kelengasan tanah (soil moisture storage, Wi) dengan persamaan
Wi = Wo/ Nominal

Nominal = 100 + 0,2 Ra

Ra = hujan tahunan

6. Hitung rasio Rb/PET


7. Hitung rasio AET/PET
AET = penguapan peluah actual yang dapat diperoleh dari grafik

8. Hitung AET = (AET/PET) x PET


9. Hitung neraca air = Rb – AET
10. Hitung Rasio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh sbb:
a. Bila neraca air positif, maka rasio tersebut dapat diperoleh dari grafik dengan
memasukkan nilai tampungan kelengasan tanah (Wi)
b. Bila neraca air negatif, rasio = 0
11. Hitung kelebihan kelengasan = rasio kelebihan kelengasan x neraca air
12. Hitung perubahan tampungan = neraca air – kelebihan kelengasan
13. Hitung tampungan air tanah = P1 x kelebihan kelengasan
P1 = parameter yang menggambarkan karakteristik tanah permukaan (kedalama 0 – 2m,
nilainya 0,1 – 0,5 tergantung pada sifat lulus air lahan

P1 = 0,1 bila bersifat kedap air

P1 = 0,5 bila bersifat lulus air

14. Hitung tampungan air tanah awal yang harus dicoba-coba dengan nilai awal = 2
15. Hitung tampungan air tanah akhir = tampungan air tanah awal + tampungan air tanah akhir
16. Hitung aliran air tanah = P2 x tampungan air tanah akhir
P2 = parameter seperti P1 tetapi untuk lapisan tanah dalam (kedalaman 2 – 10)

P2 = 0,9 bila bersifat kedap air

P2 = 0,5 bila bersifat lulus air

17. Hitung limpasan langsung (direct run off) = kelebihan kelengasan – tampungan ait
tanah
18. Aliran total = limpasan langsung + aliran air tanah

Untuk perhitungan bulan berikutnya diperlukan nilai tampungan kelengasan (langkah 4) untuk
bulan berikutnya dan tampungan air tanah (langkah 14) bulan berikutnya yang dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:

a. Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan bulan sebelumnya + perubahan


tampungan
b. Tampungan air tanah = tampungan air tanah bulan sebelumnya – aliran air tanah
Sebagai patokan di akhir perhitungan, nilai tampungan kelengasan awal (Januari) harus
mendekati tampungan kelengasan bulan Desember. Jika perbedaan antara keduanya cukup
jauh (> 200 mm) perhitungan perlu diulang mulai bulan Januari lagi dengan mengambil nilai
tampungan kelengasan awal (Januari) = tampungan kelengasan bulan Desember.
Gambar 5.1. Rasio AET/PET Rasio

Modul 5-57
Gambar 5.2. Rasio tampungan kelengasan tanah

3.3. Metode FJ. Mock


FJ. Mock dalam makalahnya Land and Capability Apprasial and WaterAvailability
Apprasial, Bogor, Indonesia, 1973 memperkenalkan cara perhitungan simulasi aliran sungai dari
data hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah aliran sungai. Model ini
dihasilkan dari penelitian empiris dengan memasukkan data hujan bulanan dan parameter fisik
lainnya yang sifatnya juga bulanan, sehingga menghasilkan debit aliran simulasi bulanan.
Adapun rumus/persamaan Model FJ. Mock yang digunakan adalah:
1. Hujan

Nilai hujan bulanan (P) didapat dari pencatatan data hujan bulanan (mm) dan jumlah
hari hujan pada bulan yang bersangkutan (h)

Modul 5-1
2. Evapotranspirasi

Evapotranspirasi terbatas adalah evapotranspirasi actual dengan mempertimbangkan


kondisi vegetasi dan permukaan tanah sehingga persamaannya sebagai berikut:

d
E = ETo* x .m
30

Dimana:

E = perbedaan antara evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi terbatas

(mm) ETo* = evapotranspirasi potensial (mm)


d = jumlah hari kering atau hari tanpa hujan dalam 1 bulan

m = prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi, ditaksir dari peta tata guna
lahan, diambil:

m = 0 % untuk lahan dengan hutan lebat

m = 0 % pada akhir musim hujan, dan penambahan 10 % setiap bulan kering untuk lahan
dengan hutan sekunder

m = 10 % - 40 % untuk lahan yang tererosi/eroding

m = 30 % - 50 % untuk lahan pertanian yang diolah (sawah, lading, perkebunan dll)

Jumlah permukaan kering setengah bulanan (d) dihitung dengan asumsi bahwa tanah

dalam
satu hari hanya mampu menahan air 12 mm dan selalu menguap sebesar 4 mm. Berdasarkan
frekwensi curah hujan di Indonesia dan sifat infiltrasi serta penguapan dari tanah permukaan,
didapat hubungan:

d = 3/2 (18 – h) atau d = 27 – 3/2 h

h = jumlah hari hujan dalam sebulan

Selanjutnya substitusi persamaan tersebut di atas sehingga diperoleh:

E /ETo* = m/20 (18 – h)

E = ETo* x (m/20 x (18 – h)

ET = ETo* – E
ET = evapotranspirasi terbatas

Soil water surplus adalah volume air yang akan masuk ke permukaan tanah.

Soil water surplus = (P – ET) – soil storage

Soil water surplus = 0 jika deficit, yaitu: (P – ET) > soil storage

Initial storage adalah besarnya volume air pada saat permulaan mulainya perhitungan.
Ditaksir sesuai dengan keadaan musim, jika musim hujan initial storage bisa menyamai
nilai moisture capacity, tetapi pada musim kemarau nilainya akan menurun lebih kecil dari
nilai soil moisture capacity.

3. Keseimbangan air di permukaan tanah


Keseimbangan air di permukaan tanah dihitung berdasarkan besarnya curah hujan bulanan
dikurangi nilai evapotranspirasi terbatas rata-rata bulanan sehingga dperoleh persamaan:
ΔS = P – ET
Dimana:
ΔS = perubahan kandungan air tanah (soil storage).
Nilainya positip apabila P > ET, air masuk ke dalam tanah
Nilainya negatif apabila P < ET, sebagian air tanah keluar sehingga terjadi
defisit
Soil Storage (SS) adalah perubahan volume air yang ditahan oleh tanah yang
besarnya
tergantung pada ΔS dan SS bulan sebelumnya.
Soil Moisture (SM) adalah volume air untuk melembabkan tanah yang besarnya tergantung
ΔS, SS, dan SM bulan sebelumnya.
Soil Moisture Capacity (SMC) adalah volume air yang diperlukan untuk mencapai kapasitas
kelengasan tanah.
Water Surplus (WS) adalah volume air yang akan masuk ke permukaan tanah, yaitu:
WS = ΔS – SS dan WS = 0 jika ΔS < SS
WS = 0 jika ΔS < SS
Simpanan awal (initial storage) didefinisikan sebagai besarnya volume pada saat permulaan
mulainya perhitungan. Ditaksir sesuai keadaan musim, untuk musim hujan bisa sama dengan
SMC tetapi untuk musim kemarau pada umumnya dipakai data kadar air tanah.
4. Simpanan air tanah (ground water storage)
Nilai runoff dan ground water besarnya tergantung dari keseimbangan air dan kondisi
tanahnya. Data yang diperlukan adalah:
Koefisien infiltrasi ( I ) diambil 0,2 - 0,5
Faktor resesi aliran air tanah (k) diambil 0,4 - 0,7
Persamaan:
In = WS x I
Vn = k . Vn-1 + 0,5 (1 + k). In
ΔVn = Vn – Vn-1
Dimana:
In = infiltrasi, volume air yang masuk ke dalam tanah
Vn = volume air tanah
Vn-1 = volume air tanah bulan ke (n-1)
ΔVn = perubahan volume air tanah
I = koefisien infiltrasi
k = faktor resesi aliran air tanah
5. Aliran Sungai
Base Flow (BF) = Infiltrasi ( I ) – perubahan volume air tanah (ΔVn)
Direct Run Off (DR) = kelebihan air (WS) – Infiltrasi (I)
Aliran = Base Flow (BF) + Direct Run Off (DR)
Gambar 5.3. Tangki Mock dan bagan alir metode FJ. Mock

Modul 5-62
4. Latihan
Jawab secara singkat pertanyaan berikut di bawah ini:
1. Jelaskan pengertian debit andalan
2. Data apa yang diperlukan untuk menghitung debit andalan Metode
Nreca
3. Data apa yang diperlukan untuk menghitung debit andalan Metode FJ. Mock

5. Rangkuman
Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk kemungkinan
terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi, air baku, PLTA dan lain-
lain. Apabila pada lokasi yang ditinjau tidak tersedia seri data debit jangka panjang, maka
dapat dilakukan dengan mensimulasi data hujan menjadi data debit sungai. Untuk di
Indonesia, simulasi data hujan menjadi data debit umumnya menggunakan Metode Nreca
dan FJ. Mock.

6. Evaluasi
1. Jika tersedia data hujan dan data evapotranspirasi berikut, hitung ketersediaan air dengan
Metode Nreca.
Bulanan Hujan Bulanan (mm) Evapotranspirasi (mm/bulan)
Januari 49.05 124.78
Pebruari 45.43 125.27
Maret 54.58 136.87
April 57.71 134.55
Mei 99.87 129.30
Juni 76.00 122.77
Juli 70.12 129.41
Agustus 72.47 142.61
September 48.97 147.17
Oktober 54.73 142.55
Nopember 73.84 126.01
Desember 61.39 127.32

2. Hitung debit andalan dengan Metode FJ. Mock, bila diketahui data sebagai
berikut: Data hujan bulanan

Modul 5-1
Data Jumlah hari hujan

Data evapotranspirasi
MODUL 6: DEBIT BANJIR RANCANGAN
1. Kegiatan Belajar:
1.1. Definisi Debit Banjir Rancangan
1.2. Hidrograf Banjir
1.3. Hidrograf Satuan Sintetik
1.4. Metode Rasional
2. Capaian Pembelajaran
Setelah menyelesaikan seluruh kegiatan belajar pada modul ini, mahasiswa
diharapkan memiliki kemampuan:
a. Memahami pengertian debit banjir rancangan
b. Memahami hidrograf banjir
c. Memahami hidrograf satuan sintetik
d. Memahami analisa banjir Metode Rasional

Untuk membantu anda dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam modul ini
disajikan uraian, latihan dan rambu-rambu jawaban serta soal-soal test. Agar anda dapat
belajar dengan baik dalam mempelajari modul ini, lakukanlah hal-hal sebagai berikut:
1. Pelajari dengan cermat semua uraian yang tercantum dalam masing-masingkegiatan
belajar
2. Kerjakan soal-soal latihan yang terdapat dalam setiap kegiatan belajar dengan
berusaha tanpa melihat dahulu rambu-rambu jawabannya. Setelah anda selesai
mengerjakan soal-soal tersebut, cocokanlah pekerjaan anda dengan rambu-rambu
jawaban yang tersedia. Bila pekerjaan anda masih jauh menyimpang dari rambu-
rambu jawaban, hendaknya anda tidak berputus asa untuk mempelajarinya kembali.
3. Dalam setiap kegiatan belajar diakhiri dengan rangkuman yang merupakan sari pati
uraian yang telah disajikan. Bacalah dengan seksama isi rangkuman tersebut shingga
pengalaman belajar anda benar-benar mantap.

3. Proces Pembelajaran
3.1. Debit Banjir Rancangan
Analisa debit banjir digunakan untuk menentukan besarnya debit banjir rancangan
pada suatu Daerah Aliran Sungai. Debit banjir rancangan merupakan debit

Modul 6-65
maksimum rencana di sungai dengan periode ulang tertentu yang dapat dialirkan
tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas sungai. Dalam perencanaan
bangunan air, salah satu parameter disain yang sangat penting adalah besaran debit
banjir kala ulang tertentu. Penentuan debit banjir rancangan idealnya dilakukan
melalui data historis kejadian banjir, namun pada kasus tertentu sering digunakan
melalui pendekatan hujan rancangan, sehingga sudah menjadi suatu keharusan
bagaimana menentukan hujan rancangan jika data debit yang tersedia terbatas atau
tidak ada

3.2. Hidrograf Banjir


Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang hidrograf antara lain:
- Hidrograf adalah hubungan antara unsur-unsur aliran (tinggi muka air, debit)
dengan waktu
- Aliran dasar (base flow) adalah debit minimum yang masih ada karena adanya
aliran keluar dari akuifer
- Waktu konsentrasi (time of concentration) adalah waktu yang diperlukan oleh air
untuk mengalir dari titik terjauh dari suatu DAS sampai di stasiun pengukuran
- Kurva massa adalah penyajian secara grafis aliran kumulatif sebagai fungsi
waktu
Hidrograf terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu :
1. Sisi naik (rising limb, A)
2. Sisi puncak (crest, B)
3. Sisi Resesi (recession limb, C)
Elemen-elemen hidrograf banjir terdiri dari:
▪ Waktu puncak hidrograf Tpk (time peak) adalah waktu yang ditempuh mulai titik
awal kenaikan hidrograf A hingga titik puncak P
▪ Waktu tenggang (lag time), TL adalah waktu mulai pusat masa hujan Tr hingga
titik pusak masa hidrograf
▪ Waktu dasar (time base), TB: interval waktu mulai titik awal kenaikan hidrograf
A hingga akhir penrunan garis lengkung resesi D

Modul 6-1
Gambar 6.1. Elemen-elemen hidrograf banjir

Aliran Dasar:
Teknik pemisahan aliran dasar dari hidrograf banjir adalah:
1. Straight line methode, dimana menghubungkan titik dimana limpasan
permukaan mulai terjadi dengan titik pemisah aliran dasar pada kura resesi
2. Fixed base length method
Pemisahan dilakukan dengan meneruskan garis resesi dari hidrograf
sebelumnya sampai pada titik bawah puncak hidrograf dan menghubungkan
dengan suatu titik pada kurva resesi yang berjarak T dari puncak hidrograf
dengan T = A0,2

T = dinyatakan dalam hari


A = luas dalam square mil (mil2)

3. Variable slope method


Aliran dasar akan mulai memberikan sumbangan pada periode resesi dari
harga puncaknya yaitu suatu titik di bawah titik peralihan (inflection point).
Sedangkan kurva deplisinya (deplition curve) yang terjadi sebelumnya
diteruskan sampai di bawah puncak hidrograf.
Teori Klasik Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan adalah suatu limpasan langsung yang diakibatkan oleh satu
satuan volume hujan efektif yang terbagi rata dalam waktu dan ruang. Terdapat
tiga dalil dalam menghitung hidrograf satuan, yaitu :
1. Dalil I (pertama) : lebar dasar yang konstan
Dalam suatu daerah pengaliran, hidrograf satuan yang dihasilkan oleh hujan
efektif yang sama durasinya mempunyai lebar dasar yang sama, tidak tergantung
berapa besar intensitasnya.

2. Dalil kedua: Linieritas


Dalam suatu daerah aliran, besarnya limpasan langsung berbanding lurus
terhadap tinggi (d) curah hujan efektif (hujan netto) yang berlaku bagi semua
hujan dengan durasi yang sama
3. Dalil ketiga: Superposisi
Limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan-hujan efektif yang
berturutan besarnya sama dengan jumlah limpasan yang dihasilkan oleh
masing-masing hujan efektif tersebut dengan memperhatikan waktu
terjadinya

3.3. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

Hidrograf adalah suatu grafik yang menggambarkan hubungan antara tinggi


permukaan air atau debit terhadap waktu (Linsley, 1982). Sherman (1932) telah
memperkenalkan hidrograf satuan sebagai cara untuk memperkirakan bentuk
hidrograf . Hidrograf satuan ialah hidrograf aliran langsung (direct runoff) yang
dihasilkan dari hujan efektif setinggi rata-rata 1 mm tersebar merata di daerah
aliranya dengan suatu laju seragam selama suatu periode atau waktu tertentu.

Menurut bernard (1932), cara hidrograf satuan beserta cara grafik distribusi adalah
cara yang sangat baik dan berguna untuk perhitungan debit banjir rancangan.
Analisis terinci tentang hidrograf banjir umumnya penting di dalam usaha
mengurangi kerusakan akibat banjir, perkiraan banjir, atau penetapan debit
rancangan bagi berbagai bangunan yang harus melayani air banjir.

Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak tersedia atau
sedikit sekali data observasi hidrograf banjirnya, maka perlu dicari
karakteristik atau
parameter daerah pengalirannya, misalnya waktu untuk mencapai puncak
hidrograf, lebar dasar, luas, panjang alur terpanjang, koefisien limpasan, dan
sebagainya.

Hidrograf satuan sintetik dipergunakan apabila tidak tersedia atau sedikit sekali
data suatu daerah pengaliran sungai. Data yang dimaksud adalah data pengukuran
debit, data hujan jam-jaman, data AWLR, dan sebagainya. Pada penulisan ini
hanya akan diuraikan tentang Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu yang
dikembangkan di Negara Jepang.

Adapun persamaan yang dipergunakan dalam menentukan hidrograf banjir dengan


Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu adalah :

C. A . Ro
Qp 
3,6 0,3 Tp  T0,3 

Dimana :
Tp = time to peak (waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir) (jam)
Qp = debit puncak banjir(m3/detik)
RO = hujan satuan (mm)
C = koefisien pengaliran
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak

sampai 30% dari debit puncak (jam)

Besarnya angka koefisien pengaliran ( C ) untuk Daerah Aliran Sungai (DAS)


disajikan pada tabel berikut.

Tabel 6.1. Angka Koefisien Pengaliran untuk DAS

No. Kondisi Daerah Aliran Sungai Angka (C)


1. Pegunngan curam 0,75 – 0,90
2. Pegunungan tersier 0,70 – 0,80
3. Tanah bergelombang dan hutan 0,50 – 0,75
4. Dataran pertanian 0,45 – 0,60
5. Persawahan yang diairi 0,70 – 0,80
6. Sungai di pegunungan 0,75 – 0,85
7. Sungai di dataran 0,45 – 0,75
8. Sungai besar yang sebagian alirannya di dataran rendah 0,50 – 0,75
Adapun cara perhitungan debit banjir rancangan dengan menggunakan Metode Hidrograf
Satuan Sintetik Nakayasu :

1. Menghitung waktu konsentrasi (tg), berdasarkan panjang sungai (L) :


Tg = 0,21 L0,7 ; untuk L < 15 km
Tg = 0,4 + 0,058 L ; untuk L > 15 km
2. Menghitung Tp, dengan persamaan :
Tp = tg + 0,8 tr
Dimana besarnya harga tr diambil antara 0,5 tg sampai 1 tg
3. Menghitung T0,3 :
To,3 =  tg
Dimana :
 = 2, untuk daerah pengaliran biasa.
 = 1,5 untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat.
 = 3 untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat.
4. Menentukan debit puncak banjir
5. Menghitung bagian lengkung naik hidrograf, dengan persamaan :
 t 
Qa  Qp   2,4

T 
 p 

6. Menghitung bagian lengkung turun hidrograf, dengan persamaan :


 t −Tp 
 
 T0,3 
Q d  0,3 Q Q d  Q . 0,3
p p

 t −T  0,5 T
 0,3
 p 
 
0,3 Q  Q  0,3 2 Q Q d  Q . 0,3  1,5 T0,3

d
p
p
p

 t −T 1,5 T
 0,3
 p 
2  2 T 
0,3 Q  Q d Q d  Q . 0,3  0,3

p
p

dengan memberikan nilai t (1, 2, 3,...,n) yang merupakan fungsi dari waktu, maka dapat
dihitung Qd1, Qd2, dan Qd3.

7. Menghitung intensitas hujan (i) berdasarkan kala ulang yang direncanakan, dengan
persamaan:
2/3
 R  24 
i   24   
 24   t 

Dari hasil perhitungan tersebut, dapat ditentukan ordinat hidrograf satuan sesuai dengan
kala ulangnya, untuk kemudian digambar hidrograf satuannya.

tr

0,8 tr tg

lengkung naik lengkung turun

Qp

0,3 Qp

0,32 Qp

Tp T0,3 1,5 T 0,3

Gambar 6.2. Bentuk Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu

3.4. Metode Rasional


3.4.1. Metode Rasional Praktis
Metode ini didasari atas beberapa asumsi yaitu:
1. Debit pengaliran Q yang diakibatkan oleh curah hujan dengan
intensitas tersebut berlangsung selama waktu tiba banjir.
2. Debit aliran maksimum (Qmak) yang diakibatkan oleh curah hujan dengan
intensitas I, dan berlangsung selama waktu tiba banjir, mempunyai hubungan
linier dengan intensitas hujan I.
3. Peluang terjadinya debit maksimum sama dengan peluang terjadinya
intensitas hujan untuk waktu tiba banjir.
4. Koefisien pengaliran yang sama digunakan pada curah hujan untuk
setiap peluang.
5. Koefisien pengaliran yang sama digunakan pada semua curah hujan yang
terjadi di suatu daerah aliran.
Adapun persamaan menghitung debit rancangan metode Rasional :
Q = 0,278. C.i.A
Dimana :
Q = debit rancangan dengan kala ulang T tahun, m3/dt
C = koefisien pengaliran
i = intensitas hujan dengan kala ulang T tahun, mm/jam
A = luas daerah pengaliran, km2
Untuk menghitung debit banjir rancangan dengan Metode Rasional digunakan
beberapa komponen yaitu : waktu tiba banjir (Tc), intensitas curah hujan (i) dan
koefisien limpasan (C).
a). Waktu tiba banjir
Waktu tiba banjir adalah selang waktu antara permulaan hujan dan saat
pada seluruh areal daerah aliran ikut berperan pada pengaliran sungai atau
waktu yang diperlukan oleh hujan yang jatuh di titik terjauh dari daerah
pengaliran untuk mencapai titik yang ditinjau.
Beberapa rumus yang dapat digunakan untuk menghitung waktu tiba banjir
adalah :
1). Rumus Bayern
Tc = L/W
W = 72 . (H/L)0,6 (km/jam)
W = 20 (H/L)0,6 (m/dt)
2). Persamaan Bransby – Williams
Tc = 0,585 . L / (A0,1 . I0,2) jam
3). Persamaan Mc Dermot
Tc = 0,76 . A 0,38 jam
4). Persamaan Kirpich
Tc = 0,000325 . L0,77 / I 0,385
Dimana :
Tc = waktu tiba banjir (jam)
H = beda tinggi antara titik yang ditinjau dengan titik yang terjauh
dari alur sungai (m).
L = panjang alur sungai dari titik yang terjauh sampai titik yang
ditinjau (km).
W = kecepatan rambat banjir (km/jam)
A = luas daerah pengaliran (km2)
I = kemiringan dasar sungai rata-rata (m/m)

b). Intensitas Hujan


Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi persatuan waktu
dimana air tersebut terkonsentransi.
Intensitas hujan berdasarkan persamaan Dr. Mononobe :
2/3
 R 24 24
i = x

 24 t 
Dimana :
i = intensitas hujan ( mm/jam)
R24 = hujan harian maksimum (mm)
t = lama hujan (jam)
Disini hujan harian maksimum dipakai hujan rancangan berdasarkan kala
ulang tertentu, dengan demikian intensitas hujan yang didapat juga
berdasarkan kala ulang tertentu.

c). Koefisien Pengaliran


Koefisien pengaliran adalah suatu besaran yang didasarkan pada keadaan
daerah pengaliran dan karakteristik hujan di daerah tersebut. Faktor-faktor
yang mempengaruhi besarnya koefisien pengaliran :
1. Keadaan hujan
2. Luas dan bentuk daerah aliran
3. Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
4. Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
5. Kebasahan tanah
6. Suhu dan angin
7. Daya tampung palung sungai dan daerah sekitarnya.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka harga koefisien pengaliran untuk
tiap daerah tidak akan pernah sama dan tidak mungkin untuk
memperhitungkan semua faktor itu sendiri-sendiri. Untuk mempermudah
perhitungan ditempuh berbagai cara, ada yang memperhitungkan pengaruh
faktor-faktor tersebut sebagai faktor umum yang didasarkan pada amatan-
amatan daerah, ada juga yang mencoba membagi faktor tersebut menjadi
beberapa kelompok. Untuk itu harga koefisien pengaliran (C) dapat disajikan
pada Tabel 6.2.
Tabel 6.2. Harga koefisien pengaliran (C)
a. Berdasarkan kemiringan daerah
Loam Lempung Lempung
Kemiringan tanah
berpasir siltloam padat
Hutan
0,10 0,30 0,40
Kemiringan 0–5%
0,25 0,35 0,50
5 – 10 %
0,30 0,50 0,60
10 –30 %
Padang rumput/semak-semak
0,10 0,30 0,40
Kemiringan 0–5%
0,15 0,35 0,55
5 – 10 %
0,20 0,40 0,60
10 – 30 %
Tanah pertaniaan
0,30 0,50 0,60
Kemiringan 0–5%
0,40 0,60 0,70
5 – 10 %
0,50 0,70 0,80
10 – 30 %

b. Berdasarkan jenis tanah


Tanah
Jenis tanah Dikerjakan Perumputan
hutan
Laju infiltrasi di atas rata-
rata, biasanya tanah pasir
dan kerikil 0,20 0,15 0,10
Laju infiltrasi sedang,
tanah loam 0,40 0,35 0,30
Infiltrasi rendah, tanah liat,
tanah keras 0,50 0,45 0,40
c. Berdasarkan type daerah aliran
Type daerah aliran Harga C
Perumputan Tanah pasir, datar, 2 % 0,05-0,10
Tanah pasir, rata-rata 2 – 7 % 0,10-0,15
Tanah pasir, curam, 7 % 0,15-0,20
Tanah gemuk, datar, 2 % 0,13-0,17
Tanah gemuk, rata-rata, 2 – 7 % 0,18-0,22
Tanah gemuk , curam, 7% 0,25-0,35
Bisnis Daerah kota lama 0,75-0,95
Daerah kota baru Daerah 0,50-0,70
Perumahan “single family” “multy 0,30-0,50
unit”, terpisah-pisah “multi 0,40-0,60
unit”, tertutup 0,60-0,75
“suburban” 0,25-0,40
daerah rumah-rumah apartemen 0,50-0,70
Industri daerah ringan 0,50-0,80
daerah berat 0,60-0,90
Pertamanan,kuburan 0,10-0,25
Tempat bermain 0,20-0,35
Halaman kereta api 0,20-0,40
Daerah yang tidak
dikerjakan 0,10-0,30
Jalan beraspal 0,70-0,95
beton 0,80-0,95
batu 0,70-0,85
Untuk berjalan dan
naik kuda 0,75-0,85
Atap 0,75-0,95

Adapun langkah-langkah perhitungan dengan menggunakan Metode Rasional


yaitu :
1. Tentukan harga kefisien pengaliran (C) .
2. Menentukan waktu tiba banjir (Tc)
3. Menentukan intensitas hujan (i) dengan menggunakan persamaan Dr.
Mononobe
4. Menghitung debit banjir rancangan berdasarkan kala ulang (QT)

3.4.2. Metode Weduwen


Metode ini digunakan untuk menghitung debit banjir rancangan pada Daerah
Aliran Sungai (DAS) dengan luas kurang dari 100 km 2
Adapun langkah-langkah perhitungannya adalah :
1. Taksir harga tc
2. Menghitung koefisien reduksi (), dengan persamaan :
120  At  1/ t  9
β
120  A
3. Menghitung curah hujan harian maksimum
R 67,65
Rn  x
240 tc  1,45
4. Menentukan koefisien pengaliran
4,10
α1−
β . Rn  7
5. Menentukan debit banjir rancangan dengan persamaan Weduwen
Q  α . β . Rn . A

6. Menghitung waktu tiba banjir


Tc  0,25  L  Q I
−0,125 −0,25

7. Kontrol nilai tc taksiran dengan nilai Tc hasil perhitungan, jika nilai yang
diperoleh tidak sama, maka perhitungan diulangi (nilai tc ditaksir kembali)
sampai nilai tc taksiran dengan nilai Tc yang diperoleh dari hasil perhitungan
sama.
Keterangan :
Q = debit banjir rancangan dengan periode ulang n tahun, m 3/detik
 = koefisien limpasan
A = luas daerah pengaliran sungai, km2
L = panjang sungai, km
I = kemiringan sungai
R = curah hujan dengan periode ulang n tahun.
 = koefisien reduksi
Tc = waktu konsentrasi (tiba banjir), jam
Rn = curah hujan maksimum, m3/dt/km2
3.4.3. Metode Haspers
Dasar dari metode ini yaitu metode rasional.
Adapun prosedur perhitungannya adalah sebagai berikut :
1. Menentukan besarnya koefisien pengaliran :
0,7
1  0,012 A
α 0,7
1  0,075 A
2. Menentukan koefisien reduksi :
−0,4
1 Tc  3,7 . 10 A 0,75
1 T c
x
β 12
2
Tc  15
3. Menghitung waktu tiba banjir :
0,8
Tc  0,10 . L . I
−0,3

4. Menghitung curah hujan maksimum :


r
RT 
3,6 . Tc
Dimana nilai r dapat dihitung berdasarkan nilai Tc :
Tc R
a). r  ; bila Tc < 2 jam
Tc  1 − 0,0008260 − R 2 −
Tc
2

Tc . R
b). r 
Tc  1 ; bila ; 2 jam < Tc < 19 jam
c). r = 0,707 R (Tc + 1)0,50 ; bila ; 19 jam < Tc < 30 hari
5. Menghitung debit banjir rancangan berdasarkan persamaan Haspers :
Q =  .  .RT . A
dimana :
Q = debit banjir rancangan dengan periode ulang T tahun (m 3/detik)
 = koefisien pengaliran
 = koefisien reduksi
RT = limpasan per km2 daerah tadah hujan, dengan kala ulang t tahun
(m3/dt/km2).
R = Curah hujan rancangan dengan kala ulang T tahun (mm)
r = distribusi hujan selama t jam (mm)
A = luas daerah aliran sungai (km2)
I = kemiringan sungai rata-rata
3.4.4. Metode Melchior
Dasar Metode Melchior dari ini adalah Metode Rasional dan digunakan untuk
memperkirakan debit banjir rancangan untuk Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
luasnya lebih dari 100 km2. Berdasarkan pengamatan hujan yang dilakukan oleh
Ir. S.J.G Van Overveldet dan Ir. H.P Mensinga dalam tahun 1889. Maka
Melchior menentukan hubungan antara hujan rata-rata sehari (24 jam) dan hujan
maksimum setempat sehari dan mendapatkan angka reduksi :

1970
F= − 3960  1720 β1 
β1 −
0.12

dimana :
F = Luas ellips yang mengelilingi daerah aliran sungai dengan sumbu panjang
tidak lebih dari 1,5 kali sumbu pendek (km 2). Kemudian hitung luasnya dimana a
dan b adalah sumbu-sumbu ellips. Dengan diketahuinya F maka dapat kita
hitung
nilai 2.

π
= L L
4 1 2
L1 = Panjang sumbu besar (km)

L2 = Panjang sumbu pendek (km)

Curah hujan maksimum dapat dilakukan dengan nomogram atau dengan


persamaan:

10 xxR24 max
r=
36t
Di sini R24 max adalah besarnya curah hujan terpusat maksimum sehari yang
didapat dari data hujan di Jakarta. Oleh sebab itu untuk luar Jakarta hasil
persamaan di atas harus dikalikan dengan “RT/200”.
Gambar 6.3. Luasan Curah Hujan (Metode Melchior)

Modul 6-81
Waktu tiba banjir untuk Metode Melchior adalah :
T = 0,186 x L x Q-0,2 x I-0,4
Dimana:
L = panjang alur sungai utama, km
T = waktu tiba banjir, jam
Q = debit banjir, m3/dt
I = kemiringan sungai

Persamaan debit Metode Melchior Q = α x β x R x A


Dimana :
Q = debit, m3/dt
α = koefisien pengaliran (nilainya 0,42 ; 0,52 ; 0,62 ; dianjurkan 0,52)
β = koefisien reduksi
R = curah hujan maksimum, m3/dt/km2

4. Latihan
Jawab secara singkat pertanyaan berikut di bawah ini:
1. Jelaskan pengertian debit banjir rancangan
2. Jelaskan cara pemisahan aliran dasar dari hidrograf banjir
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hidrograf satuan

5. Rangkuman
Debit banjir rancangan merupakan debit maksimum rencana di sungai dengan periode
ulang tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan stabilitas
sungai. Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang hidrograf antara lain: aliran
dasar (base flow), dan waktu konsentrasi (time of concentration), kurva massa.
Hidrograf terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu : sisi naik (rising limb), sisi puncak
(crest), dan sisi resesi (recession limb). Aliran dasar perlu dipisahkan dari hidrograf
banjir untuk mendapatkan hidrograf satuan. Hal ini dapat dilakukan dengan
beberapa metode. Untuk membuat hidrograf satuan perlu dipahami tiga dalil dalam
hidrograf. Perhitungan debit banjir rancangan dapat dilakukan dengan hidrograf
satuan sintetik seperti HSS Nakayau maupun dengan beberapa metode Rasional.

Modul 6-1
6. Evaluasi
1. Hitung debit banjir rancangan dengan Metode HSS Nakayasu, jika diketahui data
DAS sebagai berikut:
- Luas DAS = 107 km2
- Panjang sungai utama (I) = 23,36 km
- Kemiringan sungai rerata = 0,04227
- Data hujan rancangan dengan periode ulang (T) tahun:
T 1.01 2 5 10 25 50 100 200

R24 50,10 84,52 106,92 122,19 141,97 157,14 172,69 188,76


(mm)

2. Hitung debit rancangan dengan Metode Rasional, jika diketahui data sebagai
berikut:
• Luas DAS = 11,19 km2
• Panjang sungai utama (I) = 4,27 km
• Kemiringan sungai rerata = 0,033959
• Data hujan rancangan dengan periode ulang (T) tahun:
Kala Ulang (T)
Tahun 2 5 25 50 100
R24 (mm) 40.75 54.56 77.01 87.04 97.43
DAFTAR PUSTAKA

1. CD. Soemarto. 1985. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya, Indonesia.


2. Chow, V.T. 1964, Handbook of Hydrology. McGraw-Hill Book Company. New
York.
3. Chow, V.T., D.R., Maidment dan L.W., Mays. 1988. Applied Hydrology.
McGraw- Hill Book Company. New York.
4. Chay Asdak. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi
kedua., Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
5. Imam Subarkah. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea Dharma.
Bandung.
6. Joyce Martha, W. dan Wanny Adidarma. 1982. Mengenal Dasar-dasar Hidrologi,
Nova. Bandung
7. Mori Kiyotoka 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Paradnya Paramita. Jakarta.
8. Nugroho Hadisusanto. 2011. Hidrologi Terapan. Edisi Pertama. Jogja Mediautama.
Malang
9. Ray K. Linsley and Joseph B. Franzini. 1979. Water Resources Engineering, 3rd.
ed., McGraw Hill, Inc.
10. Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Yogyakarta.
Yogyakarta.
11. Sri Harto. 1983. Hidrologi Terapan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
12. Suyono Sosrodarsono and Kensaku Takeda. 1983. Hidrologi untuk Pengairan.
Pradnya Paramita. Jakarta.
13. Soewarno. 2000. Hidrologi Operasional. Citra Aditya. Bandung.
14. Sutapa I W. 2015. Study Water Availability of Malino River to Meet the Need of
Water Requirement in District Ongka Malino, Central Sulawesi of Indonesia’
International Journal Of Engineering and Technology, 7, 3, pp. 1069-1075
15. Triatmodjo B. 2009. Hidrologi Aplikasi. Beta Offset. Yogyakarta.

Modul Hidrologi - 1
KUNCI JAWABAN

A. MODUL 1: HIDROLOGI, SIKLUS HIDROLOGI, FUNGSI HIDROLOGI

Latihan:

1. Jelaskan pengertian hidrologi


Jawaban: Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air
di alam ini meliputi berbagai bentuk air yang menyangkut perubahan-perubahannya
antara keadaan cair, padat dan gas dalam atmosfir, di atas dan bawah permukaan
tanah
2. Jelaskan proses daur/siklus hidrologi
Jawaban: Daur/Siklus hidrologi adalah gerakan air laut ke udara yang kemudian
jatuh ke permukaan tanah lagi sebagai hujan atau bentuk presifitasi lain dan akhirnya
mengalir ke laut kembali
3. Jelaskan fungsi hidrologi dalam rekayasa sipil
Jawaban: Beberapa fungsi hidrologi dalam rekayasa sipil adalah:
a. Pembuatan bendung pengelak
Bila seorang kontraktor membuat bendung pengelak, maka ahli hidrologinya akan
menyarankan untuk membangun pada ketinggian tertentu sehingga hanya akan
dilampaui pada kala ulang tertentu
b. Merencanakan jalan yang melewati bangunan persilangan (gorong-gorong,
jembatan, talang, sipon dll) perlu diperhatikan dimensi bangunan tersebut.
c. Irigasi
Dalam merencanakan bangunan irigasi perlu diperhatikan kebutuhan air irigasi,
ketersediaan air sungai, debit banjir dll.

Evaluasi:

Jawaban:

1. b
2. d
3. a
B. MODUL 2: EVAPOTRANSPIRASI
Latihan:
1. Jelaskan pengertian evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi
Jawaban: Evaporasi adalah penguapan air dari permukan air, tanah dan bentuk
permukaan bukan vegetasi lainnya oleh proses fisika.
Transpirasi adalah Proses pengangkutan air dari daerah perakaran (rootzone) suatu
tanaman dan diangkut sampai ke daun dengan membawa karbondioksida (CO 2) dan
menguap ke atmosfir.
Evapotranspirasi adalah proses penguapan dari seluruh tubuh air, tanah, tumbuh-
tumbuhan dan permukaan bumi seperti es dan salju serta transpirasi dari vegetasi.
2. Jelaskan pengertian evapotraspirasi potensial/tetapan dan evapotranspirasi tanaman
Jawaban: Evapotranspirasi tetapan (ET0) adalah evapotranspirasi yang dihitung
dengan persamaan-persamaan empiris atau dikenal dengan evapotranspirasi
potensial. Sedangkan evapotranspirasi tanaman (ETc) adalah proses dimana air
berpindah dari permukaan bumi ke atmosfer termasuk evaporasi air dari tanah dan
transpirasi dari tanaman melalui jaringan tanaman melalui transfer panas laten
persatuan area
3. Jelaskan cara mengukur evaporasi, radiasi matahari, kecepatan angin, dan
kelembaban udara
Jawaban:Evaporasi dapat diukur dengan menggunakan alat atmometer dan panic
evaporasi. Radiasi matahari dapat diukur dengan menggunakan alat radiometer
untuk mengukur gelombang pendek radiasi yang masuk dari matahari/angkasa dan
radiasi netto yang dipantulkan. Radiasi yang dipantulkan merupakan
penjumlahan dari radiasi gelombang pendek dan gelombang panjang. Kecepatan
angin diukur dengan anemometer, sedang arah angin dengan kipas (wind vane).
Kelembaban udara diukur dengan alat Hygrograf, dimana alat ini dapat mencatat
besarnya kelembaban udara.

Evaluasi:

Berdasarkan data klimatologi tersebut dapat dihitung besarnya evapotranspirasi seperti


pada tabel berikut:
1. Metode Thornwaite

2. Metode Blaney Criddle

3. Metode FAO tanpa korensi

4. Metode Makkink

5. Metode Ivanov
6. Metode Hagreaves 74

7. Metode Penman Modifikasi

C. MODUL 3: HIDROMETRI
Latihan:
1. Jelaskan pengertian hidrometri
Jawaban: Hidrometri adalah ilmu untuk mengukur air atau ilmu untuk
mengumpulkan data dasar bagi analisis hidrologi.
2. Jelaskan cara pemilihan lokasi pengukuran debit
Jawaban: Cara pemilihan lokasi pengukuran debit adalah:
a. Berada tepat atau di sekitar lokasi pos duga air, dimana tidak ada perubahan
bentuk penampang atau debit yang menyolok.
b. Alur sungai harus lurus sepanjang minimal 3 kali lebar sungai pada saat
banjir/muka air tertinggi.
c. Distribusi aliran merata dan tidak ada aliran yang memutar.
d. Aliran tidak terganggu sampah maupun tanaman air dan tidak terganggu oleh
adanya bangunan air lainnya (misalnya pilar jembatan), tidak terpengaruh
peninggian muka air, pasang surut dan aliran lahar.
e. Penampang melintang pengukuran diupayakan tegak lurus terhadap alur sungai.
f. Kedalaman pengukuran minimal 3 s/d 5 kali diameter baling-baling alat ukur
arus yang digunakan.
Apabila dilakukan di lokasi bendung, harus dilakukan di sebelah hilir atau di
hulu bendung pada lokasi yang tidak ada pengaruh pengempangan (arus balik)
3. Jelaskan cara pengukuran debit
Jawaban: Cara pengukuran debit dapat dilakukan dengan du acara, yaitu pengukuran
langsung dan pengukuran tidak langsung

Evaluasi

Jawaban:

1. a
2. d
3. d

D. MODUL 4: PRESIPITASI

Latihan:

1. Jelaskan bagaimana cara mengukur curah hujan


Jawaban:
Ada 2 (dua) macam alat untuk mengukur curah hujan, yaitu penakar hujan dan
pencatat hujan.
1. Penakar hujan
a. Penakar hujan biasa, terdiri atas corong dan penampung yang diletakkan
pada ketinggian tertentu
b. Penakar hujan rata tanah
Di sekitar alat penakar dipasang grill dan brush yang berfungsi sebagai
sasrangan untuk mencegah tumbuhnya rumput atau tanaman pengganggu.
c. Penakar hujan Inggris
Bentuknya merupakan kombinasi antara penakar hujan biasa dengan
penakar rata tanah. Penangkapan hujannya lebih baik dibandingkan dengan
penakar biasa, tetapi pengaruh turbulensi angina tidak dapat dihilangkan.

d. Interim reference Precipitation Gauge


Penakar ini dilengkapi perisai Nipher untuk mengurangi pengaruh turbulensi
angin.
2. Pencatat hujan
Pencatat hujan dapat bekerja secara otomatis sehingga pencatatan tinggi hujan
dapat dilakukan setiap saat. Salah satu pencatat hujan yang dikenal adalah
pencatat pelampung (float gauge).
Cara kerjanya sebagai berikut:
Hujan yang tertangkap oleh corong 1 tercurah kedalam penampung 2. Dengan
terisinya penampung 2, pelampung 3 akan terangkat. Penampung 3
dihubungkan dengan alat penulis yang dapat membuat grafik pada drum
pencatat 4 yang diputar dengan pertolongan pegas jam. Jika pencatatannya
menjadi d = 10 mm, air dalam penampung akan tersedot keluar oleh sifon 5
sehingga penampung menjadi kosong yang sekaligus membawa alat penulis ke
posisi nol.
2. Jelaskan bagaimana cara penempatan alat ukur curah hujan
Jawaban:
Cara memasang alat ukur pencatat hujan adalah:
1. Tinggi corong di atas permukaan tanah harus sedemikian rupa sehingga
pengaruh angin sekecil mungkin
2. Pengukur hujan harus diletakkan minimal 4 kali tinggi rintangan, seperti
bangunan, pohon dan lain-lain yang terdekat
3. Harus dilindungi terhadap gangguan dari luar, seperti orang, binatang dan lain-
lain
4. Diusahakan dekat dengan tenaga pengamat
5. Syarat-syarat teknis alat terpenuhi
6. Syarat-syarat yang menyangkut kerapatan jaringan terpenuhi
3. Jelaskan tahapan perhitungan hujan daerah dengan Metode Polygon Thiessen
Jawaban: Tahapan perhitungan hujan daerah
1. Menghubungkan masing-masing stasiun hujan dengan garis polygon pada
stasiun yang berdekatan
2. Membuat garis berat antara 2 stasiun hujan hingga bertemu dengan garis berat
lainnya pada satu titik dalam polygon
3. Luas areal yang mewakili masing-masing stasiun hujan dibatasi oleh garis berat
pada polygon
4. Luas sub area masing-masing stasiun hujan dipakai sebagai factor pemberat
dalam perhitungan hujan rerata.

Evaluasi:
Jawaban: Dengan menggunakan tahapan perhitungan metode Polygon Thiessen dapat
diketahui luas pengaruh dari masing-masing stasiun hujan sebagai berikut:
Stasiun Sausu = 0,562
Stasiun Tolai = 0,269
Stasiun Wuasa = 0,169
Total = 1,00
Berdasarkan data hujan harian maksimum dan luas pengaruh masing-masing stasiun
hujan maka dapat dihitung besarnya hujan daerah harian maksimum sebagai berikut:
Tabel 4.1. Perhitungan Hujan Daerah Harian Maksimum

Modul Hidrologi - 92
Tabel 4.2. Rekapitulasi Hujan Daerah Harian Maksimum

Berdasarkan kajian teori di atas maka proses perhitungan hujan rancangan yang
dimulai dari pemilihan agihan frekwensi sampai uji statistic, disajikan pada tabel dan gambar
berikut.

Modul Hidrologi - 93
Tabel 4.3. Pemilihan agihan frekwensi

Modul Hidrologi - 94
Tabel 4.4. Perhitungan hujan rancangan Metode Log Pearson III

Modul Hidrologi - 95
Tabel 4.5. Uji Smirnov-Kolmogorov

Gambar 4.1. Grafik uji Smirnov-Kolmogorov

Modul Hidrologi - 1
Tabel 4.6. Uji Chi Square

Dengan demikian hujan rancangan dengan Metode Log Pearson III telah memenuhi
syarat dipakai sebagai analisis frekwensi

E. MODUL 5: DEBIT ANDALAN

Latihan:

1. Jelaskan pengertian debit andalan


Jawaban: Debit andalan (dependable flow) adalah debit minimum sungai untuk
kemungkinan terpenuhi yang sudah ditentukan yang dapat dipakai untuk irigasi, air
baku, PLTA dan lain-lain
2. Data apa yang diperlukan untuk menghitung debit andalan Metode Nreca
Jawaban:Data hujan bulanan (mm/bulan), data evapotranspirasi (mm/bulan) dan data
jumlah hari hujan dalam sebulan (N).
3. Data apa yang diperlukan untuk menghitung debit andalan Metode FJ. Mock
Jawaban: Data hujan bulanan (mm/bulan), jumlah hari hujan (n),
Evapotranspirasi potensial (ETo, mm/bulan), dan permukaan lahan yang terbuka (m)
Evaluasi:

Jawaban

1. Hasil perhitungan ketersediaan air dengan Metode Nreca disajikan pada table
berikut. Tabel pada kolom terakhir merupakan ketersediaan air Metode Nreca
Modul Hidrologi - 99
2. Hasil perhitungan debit andalan dengan Metode FJ. Mock disajikan pada table
berikut

Modul Hidrologi - 100


Modul Hidrologi - 101
Modul Hidrologi - 102
Modul Hidrologi - 103
Modul Hidrologi - 104
Hasil Rekapitulasi data debit

Ranking Debit

Setelah data debit di ranking dari kecil ke besar, maka debit andalan dihitung Q80 =
0,2m, dimana m = jumlah data pengamatan, maka 0,2 x 10 = 2 (nomor urut ke-2)
sebagai debit andalan. Nilai minus dalam hasil perhitungan simulasi dapat diasumsikan
sebagai tidak ada air (nol). Maka debit andalannya adalah

Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

5.341 11.389 7.866 22.254 17.492 13.676 11.359 0.000 0.000 0.000 0.000 4.303

Modul Hidrologi - 1
F. MODUL 5: DEBIT BANJIR RANCANGAN

Latihan:

1. Jelaskan pengertian debit banjir rancangan


Jawaban: Debit banjir rancangan merupakan debit maksimum rencana di sungai dengan
periode ulang tertentu yang dapat dialirkan tanpa membahayakan lingkungan sekitar dan
stabilitas sungai
2. Jelaskan cara pemisahan aliran dasar dari hidrograf banjir
Jawaban: Ada tiga cara untuk memisahkan aliran dasar dari hidrograf banjir, yaitu:
a. Straight line methode, dimana menghubungkan titik dimana limpasan permukaan
mulai terjadi dengan titik pemisah aliran dasar pada kura resesi
b. Fixed base length method
Pemisahan dilakukan dengan meneruskan garis resesi dari hidrograf sebelumnya
sampai pada titik bawah puncak hidrograf dan menghubungkan dengan suatu
titik pada kurva resesi yang berjarak T dari puncak hidrograf dengan T = A0,2

T = dinyatakan dalam hari


A = luas dalam square mil (mil2)
c. Variable slope method
Aliran dasar akan mulai memberikan sumbangan pada periode resesi dari harga
puncaknya yaitu suatu titik di bawah titik peralihan (inflection point). Sedangkan
kurva deplisinya (deplition curve) yang terjadi sebelumnya diteruskan sampai di
bawah puncak hidrograf.
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hidrograf satuan
Jawaban: Hidrograf satuan adalah suatu limpasan langsung yang diakibatkan oleh
satu satuan volume hujan efektif yang terbagi rata dalam waktu dan ruang.

Evaluasi:
Jawaban:
1. Dengan menggunakan persamaan-persamaan Metode HSS Nakayasu maka
perhitungan debit banjir disajikan pada table dan gambar berikut:
Modul Hidrologi - 107
Modul Hidrologi - 108
Modul Hidrologi - 109
Modul Hidrologi - 110
Modul Hidrologi - 111
Modul Hidrologi - 112
Modul Hidrologi - 113
Modul Hidrologi - 114
Modul Hidrologi - 115
Modul Hidrologi - 116
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Debit Banjir Rancangan

Modul Hidrologi - 117


800

Hidrograf Banjir Rancangan HSS Nakayasu


700

600

500

400
D
eb
300
it
(m
3/ 200
dt
100

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Waktu (jam)
UH T 1 Tahun T 2 Tahun T 5 Tahun T 10 Tahun
T 25 Tahun T 50 Tahun T 100 Tahun T 200

2. Dengan Menggunakan Persamaan-persamaan yang ada, maka perhitungan debit


banjir rancangan disajikan pada tabel berikut:

a. Metode Rasional Praktis

Modul Hidrologi - 1
b. Metode Weduwen

c. Metode Haspers

d. Metode Melchior
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)
MATA KULIAH KODE Rumpun MK BOBOT SEMESTER Tgl Penyusunan
(SKS)
Hidrologi SI 63212 Keairan 2 3 11 Nop. 2019
OTORISASI Pengembang RP Koordinator RMK Ka PRODI

Ir. Arody Tanga, MT Ir. Arody Tanga, MT Dr. Setiyawan, ST, MT


Capaian CPL-PRODI
Pembelajaran (CP) Menguasai konsep dasar hidrologi dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian dan pengelolaan bangunan hidraulik
dan sumberdaya air pada umumnya.
CP-MK
1. Mahasiswa dapat menjelaskan peran ilmu hidrologi dalam perencanaan dan perancangan sistem bangunan air.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep siklus hidrologi dan komponennya dalam suatu sistem DAS.
3. Mahasiswa mampu menghitung besarnya evapotranspirasi.
4. Mahasiswa mampu menghitung debit aliran sungai berdasarkan data hasil pengukuran kecepatan dan kedalamam aliran.
5. Mahasiswa mampu menganalisis data hujan, mengoreksi data hujan serta menghitung hujan DAS dengan berbagai cara.
6. Mahasiswa memahami pengertian analisis frekuensi dan mampu menerapkan dalam hitungan besaran rancangan hidrologi .
7. Mahasiswa mampu menghitung besarnya debit andalan.
8. Mahasiswa mampu menghitung banjir rancangan untuk kala ulang tertentu yang digunakan untuk perencanaan dan
perancangan bangunan hidraulik/sumberdaya air dengan menggunakan teori hidrograf satuan baik terukur maupun sintetik.

Diskripsi Singkat Matakuliah ini merupakan salah satu ilmu dasar dalarn bidang keairan yang terkait dengan analisis untuk menyiapkan besaran rancang
MK an sistem keairan, baik untuk perencanaan, pembangunan maupun pengoperasian dan pengelolaannya.
Pokok Bahasan / Cakupan materi kuliah meliputi penekanan tentang peran dan tanggungjawab hydrologist dalam teknik sipil, konsep dasar siklus
Bahan Kajian hidrologi, unsur-unsur hidrologi yang terdapat dalam siklus hidrologi, cara pengumpulan data dan cara analisis semua unsur h
idrologi
dan penyiapan semua informasi/data, hasil rancangan besaran hidrologi untuk menunjang perencanaan, perancangan dan pengelolaa
n bangunan hidraulik (hydraulic structures) serta pengembangan sumberdaya air pada umumnya.
Modul Hidrologi - 120
Pustaka Utama :
1. CD. Soemarto. 1985. Hidrologi Teknik. Usaha Nasional. Surabaya, Indonesia.
2. Chow, V.T. 1964, Handbook of Hydrology. McGraw-Hill Book Company. New York.
3. Chow, V.T., D.R., Maidment dan L.W., Mays. 1988. Applied Hydrology. McGraw- Hill Book Company. New York.
4. Chay Asdak. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi kedua., Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
5. Imam Subarkah. 1980. Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air. Idea Dharma. Bandung.
6. Joyce Martha, W. dan Wanny Adidarma. 1982. Mengenal Dasar-dasar Hidrologi, Nova. Bandung
7. Mori Kiyotoka 1993. Hidrologi untuk Pengairan. Paradnya Paramita. Jakarta.
8. Nugroho Hadisusanto. 2011. Hidrologi Terapan. Edisi Pertama. Jogja Mediautama. Malang
9. Ray K. Linsley and Joseph B. Franzini. 1979. Water Resources Engineering, 3rd. ed., McGraw Hill, Inc.
10. Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.
11. Sri Harto. 1983. Hidrologi Terapan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
12. Suyono Sosrodarsono and Kensaku Takeda. 1983. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta.
13. Soewarno. 2000. Hidrologi Operasional. Citra Aditya. Bandung.
14. Sutapa I W. 2015. Study Water Availability of Malino River to Meet the Need of Water Requirement in District Ongka
Malino, Central Sulawesi of Indonesia’ International Journal Of Engineering and Technology, 7, 3, pp. 1069-1075
15. Triatmodjo B. 2009. Hidrologi Aplikasi. Beta Offset. Yogyakarta.
Pendukung :
1. Anonim, 1986, Standar Perencanaan Irigasi KP-01, Ditjen Pengairan Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
2. Anonim, 1987, Pedoman Perencanaan Hidrologi dan Hidraulika untuk Bangunan di Sungai, Yayasan Badan Penerbitan
Pekerjaan Umum, Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Media Pembelajaran Perangkat lunak : Perangkatkeras :
Power Point Materi Kuliah Hidrologi Buku Ajar Mata Kuliah Hidrologi
Team Teaching 1. Ir. Arody Tanga, MT 3. Prof. Dr. Ir. H.M. Galib Ishak, MS 5. DR. Setiyawan, ST, MT 7. DR. Sance Lipu, ST, M.Eng
2. Ir. Triyanti Anasiru, MT 4. Siti Rahmi Oktavia, ST, M.Eng 6. Vera Wim Andiese, ST, MT 8. Prof. DrProf. . Ir. I Wayan
Sutapa, M.Eng

Modul Hidrologi - 121


Matakuliah syarat -
Mg Ke- Sub-CP-MK Indikator Kriteria& Metode Materi Pembelajaran Bobot
Bentuk Pembelajaran [Pustaka] Penilai
(1) (2) (3) Penilaian [ Estimasi Waktu] (6) an (%)
(4) (5) (7)
1-2 Mendeskripsikan - Menjelaskan pengertian hidrologi Direct 1. Pendahuluan
ilmu hidrologi dan - Instructional dan 1.1. Pengertian Hidrologi dan
Menjelaskan siklus hidrologi Peranan Ilmu Hidrologi dalam
keterkaitannya - Menjelaskan data base hidrologi Tutorial Teknik Sipil
dengan ilmu lain, (2 x 150 menit) 1.2. Siklus Hidrologi
seperti hidraulika. - Evaporasi
Siklus dan Data - Presipitasi
- Transpirasi
Base Hidrologi - Evapotranspirasi
- Limpasan (Run off)
- Infiltrasi
- Perkolasi
1.3. Data Base Hidrologi dalam
Perencanaan SDA
- Karakteristik DAS
- Data Curah Hujan
- Data Meteorologi
- Data Evaporasi
- Data Evapotranspirasi
- Data Kadar Air Tanah
- Data Debit Aliran Sungai
- Data Sedimen
3-4 Mendeskripsikan Menjelaskan pengertian dan cara menaksir Penugasan, Direct 2. Evapotranspirasi 10
Evapotranspirasi latihan dan Instructional dan 2.1. Pengertian Evapotranpirasi
besarnya evapotranspirasi - Evapotranspirasi Tetapan
tertulis Tutorial - Evapotranspirasi Tanaman
(2 x 150 menit) 2.2. Menaksir Evapotranspirasi
- Metode Blaney – Criddle
- Metode Radiasi
- Metode Panci Evaporasi
- Metode Penman Modifikasi
5 Mendeskripsikan - Menjelaskan pengertian hidrometri Direct 3. Hidrometri
Hidrometri Instructional dan 3.1. Pengertian Hidrometri
- Menjelaskan cara pengukuran 3.2. Pemilihan Lokasi Pengukuran
hidrometri Tutorial 3.3. Pengukuran Kedalaman Sungai
(150 menit) 3.4. Pengukuran Elevasi Muka Air
3.5. Pengukuran Kecepatan Aliran
Modul Hidrologi - 122
3.6. Pengukuran Debit
6-7 Mendeskripsikan - Menjelaskan Alat Pencatat dan Penugasan, Direct 4. Hujan (Presipitasi) 10
Presipitasi & latihan dan Instructional dan 4.1. Data Hujan
Penakar Hujan 4.2. Pengisian Data Hujan
Curah Hujan - Menjelaskan Metode Memperkirakan tertulis Tutorial yang Hilang
Daerah (2 x 150 menit) 4.3. Curah Hujan Daerah
Besar Curah Hujan Daerah - Metode Aritmatik
- Metode Polygon Thiessen
- Metode Isohyets
8 Evaluasi Tengah Semester 30
9 Mendeskripsikan - Menjelaskan Pengertian Curah Hujan Penugasan, Direct 5. Analisa Curah Hujan Rencana 10
Curah Hujan latihan dan Instructional dan 5.1. Pengertian C. Hujan Rencana
Daerah 5.2. Metode Gumbel
Rencana tertulis Tutorial 5.3. Metode Log Pearson Type III
- Menjelaskan Metode Memperkirakan
(150 menit)
Besar Curah Hujan Daerah
10-11 Mendeskripsikan - Menjelaskan Pengertian Debit Penugasan, Direct 6. Analisa Debit Andalan 10
Dedit Andalan Andalan latihan dan Instructional dan 6.1. Pengertian Debit Andalan
6.2. Metode NRECA
- Menjelaskan Metode Memperkirakan tertulis Tutorial 6.3. Metode FJ. Mock
Besarnya Debit Andalan (2 x 150 menit)
12-15 Mendeskripsikan - Menjelaskan Pengertian Debit Banjir Penugasan, Direct 7. Analisa Debit Banjir Rencana 10
Debit Banjir latihan dan Instructional dan 7.1. Pemilihan Metode Perhitungan
Rencana Debit Banjir Rencana
Rencana - Menjelaskan Metode Memperkirakan tertulis Tutorial 7.2. Metode Analisa Probabilitas
(4 x 150 menit) Frekuensi Debit Banjir
Besarnya Debit Banjir Rencana 7.3. Metode Analisa Regional
7.4. Metode Empiris
- Metode Hidrograf Satuan
7.5. Metode Rasional
- Metode Rasional Praktis
- Metode Weduwen
- Metode Melchior
- Metode Haspers
16 Evaluasi Akhir Semester 20

Catatan :
1. CP-Lulusan PRODI (CPL-PRODI) adalah kemampuan yang dimiliki oleh setiap lulusan UNTAD yang merupakan internalisasi dari sikap, penguasaan
pengetahuan dan ketrampilan sesuai dengan jenjang prodinya yang diperoleh melalui proses pembelajaran.
2. CP lulusan yang dibebankan pada mata kuliah adalah beberapa capaian pembelajaran lulusan program studi (CP-L-PRODI) yang digunakan
untuk pembentukan/pengembangan sebuah mata kuliah;

Modul Hidrologi - 1
3. CP Mata kuliah (CP-MK) adalah kemampuan yang dijabarkan secara spesifik dari CP lulusan yang dibebankan pada mata kuliah;
4. Sub-CP Mata kuliah (Sub-CP-MK) adalah kemampuan yang dijabarkan secara spesifik dari CP mata kuliah (CP-MK) yang dapat diukur atau diamati
dan merupakan kemampuan akhir yang direncanakan pada tiap tahap pembelajaran.
5. Kriteria Penilaian adalah patokan yang digunakan sebagai ukuran atau tolokukur ketercapaian pembelajaran dalam penilaian berdasarkan indikator-
indikator yang telahditetapkan. Kriteria merupakan pedoman bagi penilai agar penilaian konsisten dan tidak bias. Kreteria dapat berupa
kuantitatif ataupun kualitatif.
6. Indikator kemampuan hasil belajar mahasiswa adalah pernyataan spesifik dan terukur yang mengidentifikasi kemampuan atau kinerja hasil
belajar mahasiswa yang disertai bukti-bukti.
BIODATA
PENULIS
I Wayan Sutapa, lahir di Tabanan, Bali, 5 Juni
1966. Pendidikan Sarjana (S-1) diselesaikan dari
Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya, Malang. Pada jenjang
Magister penulis melanjutkan di Unesco-IHE,
Delft, Belanda tahun
2000 bidang Land and Water Development. Gelar
Doktor penulis raih tahun 2013 di Fakultas Teknik,
Jurusan Teknik Sipil, Universitas Brawijaya
Malang dalam bidang Pengembangan Sumberdaya
Air dengan predikat Cumlaude. Per 1 April 2017
penulis diangkat sebagai Guru Besar Bidang
Hidrologi Fakultas Teknik Universitas Tadulako,
Palu.
Penulis mewarnai perjalan kariernya diawali dengan sebagai Engineer pada konsultan
PT. Isuda Parama, Bandung (1990-1997) dan diangkat menjadi dosen PNS di Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tadulako, Palu sejak 1998 sampai sekarang.
Sebagai dosen, penulis mendapatkan tugas tambahan yang harus diemban, mulai dari
Sekretaris Prodi D3 Teknik Sipil (1999-2000), Sekretaris Prodi S1 Teknik Sipil (2002-
2004), Ketua Prodi S1 Teknik Sipil (2004-2008), Ketua Prodi S2 Teknik Sipil (2018-
2021), anggota Senat Fakultas Teknik (2004-sekarang), anggota Senat Universitas
(2017- sekarang). Pengalaman di bidang jasa konsultan dan jasa konstruksi memberikan
penulis tambahan kompetensi sebagai dosen yang mempunyai pengalaman lapangan
dan aktif pada asosiasi profesi Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI)
dan Asosiasi Peruhbahan Iklim Indonesia (APIK). Bidang keahlian utama penulis
adalah Hidrologi yang dibuktikan dengan mata kuliah yang diampu pada program
sarjana dan magister serta aktif di berbagai seminar dan publikasi penelitian serta
pengabdian kepada masyarakat.
Beberapa produk publikasi yang disusun oleh penulis di antaranya tentang 1) Effect of
Climate Change on Water Availability of Bangga River, Central Sulawesi of Indonesia , Journal
of Basic and Applied Scientific Research, Vol. 2. No. 3, Pebruari 2013; 2) Calibration
Parameters Model MockWyn-UB for Calculating Mean Discharge of Bangga River, Asian
Academic Research Journal of Multidiciplinary, Vol. 1, Issue 22, June 2014; 3) Research of
Flood Control and Degradation Malino River in Parigi Moutong District of Indonesia ,
Asian Academic Research Journal of Multidiciplinary, Vol. 1, Issue 32, April 2015; 4) Study
Water Availability of Malino River to Meet the Need of Water Requirement in District Ongka
Malino, Central Sulawesi of Indonesia, International Journal Of Engineering and Technology
(IJET), Vol.
7 No. 3, Juni 2015; 5) Study Line Riparian (Case Study of Citanduy River Downstream of
West
Java), International Journal Of Applied Engineering Research (IJAER) , Vol. 10, No. 9,
Juni
2015; 6) Modeling Discharge of Bangga Watershed Under Climate Change, Applied
Mechanics and Materials (AMM), Trans Tech Publications Ltd, Switzerland, Vol. 776, Juli 2015; 7)
Application of non-parametric test to detect trend rainfall in Palu Watershed, Central
Sulawesi, Indonesia , Int. J. Hydrology Science and Technology, Vol. 6, No. 3, 2016: 8) Effect
of the climate change
on groundwater recharging in Bangga watershed, Central Sulawesi, Indonesia ,
Environmental Engineering Research Journal, Vol. 22, No. 1, 2017; 9) An Assessment of
Drought Index as Impact of Climate Change Using MockWyn-UB Model, International Journal
of Engineering and Technology, Vol. 10, No. 3, 2018; 10) Influence of Volume and Land Use of
Lake Lindu on the Rawa River Discharge, International Journal of Civil Engineering and
Technology, Vol. 9, No.
7, 2018; 11) Impact of climate change on rawa river water source in lake Lindu
watershed,
Central Sulawesi, Indonesia, MATEC Web of Conferences, Vol. 296, 2019; 12) Effects of
Climate Change on the Potential of Evapotranspiration in the Singkoyo Watershed, Central
Sulawesi, Indonesia, International Journal of Environmental & Science Education, Vol. 14,
No. 9, 2019; 13) Effects of Land Cover, Evapotranspiration, and Rainfall on Total Runoff in
the Gumbasa River Basin, Central Sulawesi, Indonesia, International Journal of
Engineering and Technology (IJET), Vol. 11 No. 6, 2019; 14) Study flood routing Mamak
Dam and evaluate the River Mamak to convey the flood design, Lombok, Indonesia, IOP of
Science Conference, Vol. 673, 2019; 15) Effect of rain characteristics on rain erosivity in
Banggai Regency, Central Sulawesi, Indonesia, IOP of Science Conference, Vol. 1434,
2020; 16) Sensitivity of methods for estimating potential evapotranspiration to climate
change, IOP of Science Conference, Vol. 437, 2020.

Anda mungkin juga menyukai