TINJAUAN PUSTAKA
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan struktur khususnya). Menurut Suripin (2004),
dalam bukunya yang berjudul Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan,
drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan
air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga
diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya
dengan sanitasi. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga
air tanah.
Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan
pada suatu daerah, serta cara-cara penanggulangan akibat yang ditimbulkan oleh
kelebihan air tersebut. Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu
unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka meuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih dan sehat. Prasarana drainase disini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan
dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga
berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk
memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.
Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain (Supirin, 2004):
1. Mengeringkan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah
2. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
4. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.
II.1.1. Drainase Perkotaan
Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem
drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan. Berikut
definisi drainase perkotaan (Hasmar, 2002):
1. Drainase perkotaan yaitu ilmu drainase yang mengkhususkan perkajian pada
kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial-
budaya yang ada di kawasan kota.
2. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari
wilayah perkotaan yang meliputi:
a. Permukiman
b. Kawasan industri dan perdagangan
c. Kampus dan sekolah
d. Rumah sakit dan fasilitas umum
e. Lapangan olahraga
f. Lapangan parkir
g. Instalasi militer, listrik, telekomunikasi
h. Pelabuhan udara.
2. Pararel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran
cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila
terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan
diri.
3. Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga
saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.
Gambar 2.3. Pola Jaringan Drainase Grid Iron
4. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih
besar
5. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.
1
R R 2 2
R i
... (2.6)
n 1
dimana :
R = curah hujan rata-rata
Ri = data curah hujan tiap tahun pengamatan
n = jumlah data curah hujan yang diamati
1
3. Menghitung nilai , dengan rumus:
1 R
(2.7)
n
dimana :
n = reduced standar deviasi
Tr = PUH dari R
9. Mengeplotkan pada grafik homogenitas, jika plotting (n, TR) ternyata
berada di dalam grafik, maka data tersebut homogen. Jika tidak homogen,
maka pemilihan data diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan
lain sedemikian sehingga titik tersebut berada dalam grafik homogenitas.
Untuk mencari R10 dan Tr perlu memakai regresi. Jika plotting H (n, Tr)
pada kertas grafik homogenitas ternyata berada di luar, maka pemilihan array data
diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan lain sehingga titik H (n, Tr)
berada pada bagian dalam grafik. Cara mengubah 1 array data adalah:
1. Ditambah jumlah datanya. Misalnya: data dari 1968 s/d 1998 menjadi dari
tahun 1960 s/d 1998.
2. Digeser mundur dengan jumlah data yang sama. Misalnya: data dari tahun
1968 s/d 1998 menjadi dari tahun 1967 s/d 1997.
3. Dikurangi jumlah datanya, tetapi tidak dianjurkan (hanya jika kedua cara
diatas tidak dapat dilakukan).
II.4.5. Analisa Curah Hujan Rata-rata Daerah Aliran
Data curah hujan yang diperlukan dalam perencanaan drainase adalah data
curah hujan rata-rata, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini
disebut curah hujan wilayah yang dinyatakan dalam satuan mm. Secara
konvensionil, dinas meteorologi melakukan pengukuran curah hujan dengan alat
sederhana yang dinamakan rain-gauge. Pada prinsipnya alat ini seperti kaleng
biasa yang tutupnya terbuka dan dipasang ditempat yang terbuka untuk
menampung air hujan, tidak terhalang oleh pepohonan maupun bangunan.Ukuran
luas dari rain-gauge ini tertentu. Didalam rain-gauge terdapat ukuran-ukuran,
sehingga tiap kali hujan dapat dicatat berapa tingginya air hujan yang terkumpul
dalam rain-gauge tersebut.Jika catatan ini setiap kali dikumpulkan, maka dalam 1
tahun bisa didapatkan tinggi air hujan yang dinyatakan dalam mm.
Definisi dari banyaknya curah hujan atau istilah kerennya intensitas hujan
adalah tinggi air hujan yang tertampung dalam daerah seluas 1 meter persegi
tanpa mengalami penyerapan dan penguapan. Jadi untuk memperoleh data curah
hujan dalam satu tahun misalnya maka tinggi air hujan yang tercatat di rain-gauge
selama satu tahun harus dikalikan dengan 1 meter persegi dan dibagi dengan luas
dari rain-gauge untuk mendapatkan curah hujan. Curah hujan selama 1 tahun
yang dinyatakan dalam mm/tahun, umumnya dipakai untuk memberikan
gambaran cuaca suatu daerah. Untuk kebutuhan perencanaan selokan air dan
sebagainya, yang lebih perlu adalah curah hujan maksimum per jam.
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk meghitung curah
hujan rata-rata dari suatu daerah, yaitu:
a. Cara Ratarata Aritmatik
Cara ini biasanya digunakan untuk daerah datar dan jumlah penakarnya
banyak dan sifat curah hujannya dianggap uniform. Cara rata-rata aritmatik
dapat dirumuskan sebagai berikut :
R = 1/n (R1 + R2+ ...Rn) ... (2.11)
Atau
1 n
R Ri . (2.12)
n i 1
dimana :
n = jumlah stasiun penakar hujan
b. Cara Poligon Thiessen
Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh
stasiun penakar hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien thiessen.
Besarnya faktor pembobot (weighing factor) tergantung dari luas daerah
pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh poligon-poligon yang
memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun (tiap
stasiun terletak pada poligon yang tertutup).
Cara membuat poligon-poligon adalah sebagai berikut :
1. Hubungkan masing-masing stasiun dengan garis lurus sehingga
membentuk poligon segitiga.
2. Buat sumbu-sumbu pada poligon segitiga tersebut sehingga titik potong
sumbu akan membentuk poligon baru.
3. Poligon baru ini merupakan batas daerah pengaruh masing-masing stasiun
penakar hujan.
A
B C
D
Gambar 2.7. Poligon Thiessen
4. Luas daerah pengaruh masing-masing stasiun (An) dan luas daerah (A)
dapat dihitung dengan planimeter. Sedangkan hujan daerah rata-rata dapat
dihitung sebagai berikut :
A1 A A A
R R 1 2 R 2 3 R 3 n R n ... (2.13)
A A A A
1 n
R A1 R1 .. (2.14)
A 1 1
dimana :
A1, A2, A3, ... An = luas daerah yang mewakili stasiun pengamat
R1, R2, R3, ... Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan
R = curah hujan rata-rata daerah
Cara Thiessen ini lebih teliti dibandingkan cara aritmatik mean (rata-
rata). Namun, penentuan stasiun serta pemilihan ketinggian mempengaruhi
ketelitian hasil.
c. Garis Isohyet
Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat kedudukan dari harga
tinggi hujan yang sama. Isohyet diperoleh dari interpolasi harga tinggi hujan
lokal. Misalnya besarnya isohyet sudah diperkirakan, maka besarnya hujan
antara dua isohyets adalah:
R1,2
1
I1 I2 .. (2.15)
2
Pola isohyet berubah dengan harga-harga point rainfall yang tidak
tetap, walaupun letak stasiun penakar hujannya tetap. Untuk menghitung luas
antara dua isohyet (A1,2) dan luas daerah aliran (A) digunakan planimeter.
Rumus hujan rata-rata daerah aliran dapat dihitung sebagai berikut :
A12 R12 A23 R 23 A34 R 34 An ,n1 Rn ,n1
R . (2.16)
A A A A
dimana :
Ai, i+1 = luas daerah antara isohyet I1 dan Ii+1
Ri, i+1 = tinggi hujan rata-rata antara isohyet I1 dan I i+1
II.4.6. Analisis Hujan Harian
Untuk analisis curah Hujan Harian Maksimum (HHM) dapat digunakan
beberapa metode sebagai berikut:
1. Metode Gumbel
Metode ini menyatakan bahwa distribusi dari harga ekstrim
(maksimum/minimum) tahun yang dipilih dari n sampel akan mendekati suatu
bentuk batas bila ukuran sampel meningkat. Rumus yang digunakan:
R
RT R Yt Yn . (2.17)
n
dimana:
R = tinggi hujan rata-rata
RT = standar deviasi
n & Yn = didapat dari tabel reduced mean and standar deviation
Yt = didapat dari tabel reduced variate pada PUHt tahun
Rentang keyakinan (convidence interval) untuk harga-harga RT. Rumus
:
Rk ta Se (2.18)
dimana:
Rk = rentang keyakinan (convidence interval, mm/jam)
t(a) = fungsi
Se = probability error (deviasi)
Tabel 2.2. Nilai Reduced Variated (YT) pada PUH t Tahun
YT T
0,3665 2
1,4999 5
2,2502 10
3,1985 25
3,9019 50
4,6001 100
Sumber: (Nemec, 1972)
Untuk:
= 90 % t (a) = 1,64
= 80 % t (a) = 1,282
= 68 % t (a) = 1,000
b R
Se .............................. (2.19)
N
Yt Yn
k ................................ (2.21)
n
n = jumlah data
2. Metode Log Person Type III
Metode Log Person didasarkan pada perubahan data yang ada dalam
bentuk logaritmik. Langkah-langkah perhitungannya :
a. Menyusun data-data curah hujan (R) mulai dari harga yang terbesar
sampai dengan harga terkecil.
b. Mengubah sejumlah n data curah hujan ke dalam bentuk logaritma.
Xi = log Ri .............................. (2.22)
c. Menghitung besarnya harga rata-rata besaran tersebut, dengan persamaan:
x
x i .................................. (2.23)
n
d. Menghitung besarnya harga deviasi rata-ratadari besaran logaritma
tersebut, dengan persamaan sebagai berikut:
x x ..................... (2.24)
i
2
N 1
e. Menghitung harga skew coefficient (koefisien asimetri) dari besaran
logaritma diatas:
N xi x 2
Cs ......... (2.25)
N 1N 2 x 2
Kadang-kadang harga Cs disesuaikan dengan besarnya N, sehingga
persamaannya menjadi:
CSH = Cs . (1 + 8,5 / N) .......... (2.26)
f. Berdasarkan harga skew cofficient (Cs) yang diperoleh dan harga periode
ulang (T) yang ditentukan, dapat diketahui nilai Kx dengan menggunakan
tabel.
g. Menghitung besarnya harga logaritma dari masing-masing data curah
hujan untuk suatu periode ulang T tertentu.
Xt X Kx x ..................... (2.27)
1 n
xo log xo b log xi b (2.34)
n i 1
d. Memperkirakan harga C:
2
1
2 n x b (2.35)
log i
c n 1 i 1 xo b
1
2n 2
2 2
x xo ............ (2.36)
n 1
dimana :
1 n
x2 log xi b
2
n i 1
2 1
dengan menggunakan rumus x 2 dan xo maka dihitung dengan rumus:
1 2n 2
c n1
2
x xo ............ (2.37)
60 t mm
Itt RT .................. (2.40)
t jam
2. Metode Van Breen
Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian
adalah terpusat selama 4 jam dengan huja efektif sebesar 90 % dari hujan
selama 24 jam.
Hubungan dengan rumus :
90% R 24
I ........................... (2.41)
4
dimana :
I = intensitas hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)
3. Metode Hasper Weduwen
Penurunan rumus diperolehberdasarkan kecenderungan curah hujan
harian dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi
simetri dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan antara 1
jam sampai 24 jam. Perumusan dari metode Hasper-Weduwen adalah:
1 t 24 , maka:
11.300 t Xt
R
100 ........ (2.42)
t 3 ,12
0 t 1 , maka :
11.300 t Ri
R
100 .... (2.43)
t 3 ,12
1218 t 54
Ri XT (2.44)
XT 1 t 1272 t
dimana :
t = durasi hujan (jam)
R, Ri = curah hujan Hasper-Weduwen (mm)
XT = curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm)
Untuk menentukanintensitas hujan menurut Hasper-Weduwen,
digunakan rumus:
R
I ....................................... (2.45)
t
II.4.8. Pemilihan Metode Perhitungan Intensitas Hujan
Langkah pertama dalam perencanaan bangunan air (saluran) adalah
penentuan besanya debit yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir)
perencanaan ditentukan oleh intensitas hujan yang terjadi dengan rumus pada
persamaan Hasper-Weduwendiatas.
Umumnya, makin besar t, intensitas hujan makin kecil. Jika tidak ada
waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau alat tidak ada dapatlah
ditempuh dengan cara-cara empiris :
1. Metode Talbot
a
I .................................. (2.46)
tb
dimana :
I t I 2 I 2 t I
a
N I 2 I 2 .. (2.47)
I I t N I 2 t
b
N I 2 I 2 . (2.48)
2. Metode Ishiguro
a
I= ................................ (2.49)
t b
a
I
t I2 I2 t I
. (2.50)
N I 2 I 2
b
I I t N I t (2.51)
2
N I 2 I 2
dimana :
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = durasi hujan (menit)
a, b, n = konstanta
N = banyaknya data
3. Metode Sherman
a
I ...................................... (2.52)
tn
dimana :
a
log I log 2 t logt logi logt (2.53)
N log 2 t logt 2
n
log I log t n log t log I . (2.54)
N log t log t
2 2
Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka
harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis berdasarkan rumus diatas.
Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk
perhitungan debit.
dimana:
to =waktu limpasan (menit)
c =angka pengaliran
Lo =panjang limpasan (m)
So =kemiringan medan/slope (m/m)
2. Berlaku untuk daerah dengan panjang tali air sampai dengan 1000 m.
108n Lo
1
3
to 1
.................... (2.62)
So 5
dimana:
to =waktu limpasan (menit)
n =harga kekasaran permukaan tanah
Lo =panjang limpasan (m)
So =kemiringan medan/slope (m/m)
3. Berlaku untuk umum, baik untuk limpasan maupun waktu konsentrasi.
92 ,7 L
tc ....................... (2.63)
A0 ,1 Sr 0 , 2
dimana:
tc =waktu konsentrasi (menit)
L =jumlah panjang (ekivalen) aliran (km)
A =luas daerah pengaliran kumulatif (ha)
Sr =kemiringan/slope rata-rata (m/m)
Rumus diatas lebih cocok jika digunakan untuk daerah aliran dengan
sebagian besar salurannya terbuka dan limpasan air masuk ke sepanjang
tepinya.
4. Waktu untuk mengalir dalam saluran (td).
L
td (detik).......................... (2.64)
V
Atau
L 1
td (menit)................. (2.65)
V 60
dimana:
L =panjang saluran (m)
V =kecepatan aliran (m/dt)
II.5.6. Perhitungan Dimensi Saluran
Rumus yang digunakan untuk perhitungan dimensi saluran adalah rumus
Manning, yaitu :
Q V A ................................ (2.66)
2 1
R S
3 2
V .......................... (2.67)
n
2 1
Q 1n A R 3 S 2 .............. (2.68)
dimana:
Q =debit air yang disalurkan (m3/dt)
V =kecepatan rata-rata dalam saluran (m/dt)
n =koefisien kekasaran Manning
A =luas penampang basah (m2)
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan dasar saluran (m/m)
Sesuai dengan sifat bahan saluran yang dipakai untuk kota, maka beberapa
harga n tercantum seperti dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Harga n dalam Rumus Manning Berdasar Jenis Saluran
Jenis Saluran 1 N
n
Lapisan beton 67 0.015
Pasangan batu kali 40 0.025
Tanpa pengerasan (teratur) 33 0.030
Saluran alami (tidak teratur) 22 0.045
Sumber:
Angka n yang lain disajikan dalam bentuk Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Harga n dalam Rumus Manning Berdasar Jenis Permukaan
Jenis Permukaan N
Permukaan diperkeras 0.015
Tanah terbuka 0.0275
Tanah dengan sedikit rumput 0.055
Tanah dengan rumput sedang 0.045
Tanah dengan rumput tebal 0.060
Sumber:
II.5.7. Perhitungan Kecepatan Saluran
Penentuan kecepatan aliran air didalam saluran yang direncanakan
didasarkan pada kecepatan minimum yang memungkinkan saluran dapat self-
cleansing dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi saluran
tetap aman. Tiap kecepatan aliran didalam saluran diatur tergantung dengan
bentuk dan tipe saluran yang direncanakan. Berikut adalah batasan aliran dari tiap
tipe dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6. Variasi Kecepatan dalam Saluran
Tipe Saluran Variasi Kecepatan (m/dt)
Bentuk bulat, buis beton 0,75 3,0
Bentuk persegi, pasangan batu kali 1,0 3,0
Bentuk trapesiodal 0,6 1,5
Sumber:
km (Vgorong Vsaluran) 2
Z1 (kehilangan masuk)= (2.70)
2g
kk (Vgorong Vsaluran) 2
Z2 (kehilangan keluar) = .. (2.71)
2g
2
Vgorong xLgorong
Z3 (kehilangan energi akibat gesekan) = (2.72)
C 2 xR
h
R = ............................ (2.73)
2
C = K x R1/6................... (2.74)
dimana:
Z1 = kehilangan energi pada peralihan masuk
Z2 = kehilangan energi pada peralihan keluar
Z3 = kehilangan energi akibat gesekan
km& kk = faktor kehilangan energi yang bergantung padahidrolis peralihan
Vgorong = kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/dt)
Vsaluran = kecepatan air di dalam saluran (m/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)
h = kedalaman air di gorong-gorong (m)
C = koefisien Chezy
K =koefisien kekasaran mikler (= 70 m1/3/dt)
Lgorong = panjang gorong-gorong (m)