Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi Drainase

Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam
perencanaan kota (perencanaan struktur khususnya). Menurut Suripin (2004),
dalam bukunya yang berjudul Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan,
drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan
air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang
berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan
atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga
diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya
dengan sanitasi. Jadi, drainase menyangkut tidak hanya air permukaan tapi juga
air tanah.
Drainase yaitu suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan
pada suatu daerah, serta cara-cara penanggulangan akibat yang ditimbulkan oleh
kelebihan air tersebut. Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu
unsur dari prasarana umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka meuju
kehidupan kota yang aman, nyaman, bersih dan sehat. Prasarana drainase disini
berfungsi untuk mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan
dan bawah permukaan tanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga
berfungsi sebagai pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk
memperbaiki daerah becek, genangan air dan banjir.
Kegunaan dengan adanya saluran drainase ini antara lain (Supirin, 2004):
1. Mengeringkan genangan air sehingga tidak ada akumulasi air tanah
2. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal
3. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.
4. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehingga tidak terjadi bencana
banjir.
II.1.1. Drainase Perkotaan
Sebagai salah satu sistem dalam perencanaan perkotaan, maka sistem
drainase yang ada dikenal dengan istilah sistem drainase perkotaan. Berikut
definisi drainase perkotaan (Hasmar, 2002):
1. Drainase perkotaan yaitu ilmu drainase yang mengkhususkan perkajian pada
kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial-
budaya yang ada di kawasan kota.
2. Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari
wilayah perkotaan yang meliputi:
a. Permukiman
b. Kawasan industri dan perdagangan
c. Kampus dan sekolah
d. Rumah sakit dan fasilitas umum
e. Lapangan olahraga
f. Lapangan parkir
g. Instalasi militer, listrik, telekomunikasi
h. Pelabuhan udara.

II.1.2. Sistem Drainase Perkotaan


Standar dan sistem penyediaan drainase kota sistem penyediaan jaringan
drainase terdiri dari empat macam, yaittu (Hasmar, 2002):
1. Sistem drainase utama merupakan sistem drainase perkotaan yang
mengalami kepentingan sebagaian besar warga masyarakat kota.
2. Sistem drainase lokal merupakan sistem drainase yang melayani
kepentingan sebagian kecil warga masyarakat kota.
3. Sistem drainase terpisah merupakan sistem drainase yang mempunyai
jaringan saluran pembuangan terpisah untuk air permukaan atau air
limpasan
4. Sistem gabungan merupakan sistem drainase yang mempunyai jaringan
saluran pembangunan yang sama, baik untuk air genangan atau air limpasan
yang telah diolah.
II.1.3. Sarana Drainase Perkotaan
Sarana penyediaan sstem drainase dan pengendalian banjir adalah
(Hasemar, 2002):
1. Penataan sistem jaringan drainase primer, sekunder dan tersier melalui
normalisasi maupun rehabilitasi saluran guna menciptakan lingkungan yang
aman dan baik terhadap genangan, luapan sungai, banjir kiriman, maupun
hujan lokal.
Berdasarkan masing-masing jaringan dapat didefinisikan sebagai berikut:
a. Jaringan primer merupakan saluran yang memanfaatkan sungai dan anak
sungai.
b. Jaringan sekunder merupakan saluran yang menghubungkan saluran
tersier dengan saluran primer (dibangun dengan beton/plesteran semen).
c. Jaringan tersier merupakan saluran untuk mengalirkan limbah rumah
tangga ke saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah.
2. Memenuhi kebutuhan dasar (basic need) drainase bagi kawasan hunian dan
kota.
3. Menunjang kebutuhan pembangunan (development need) dalam menunjang
terciptanya skenario pengembangan kota untuk kawasan andalan dan
menunjang sektor unggulan yang berpedoman pada Rencana Umum Tata
Ruang Kota. Sedangkan arahan dalam pelaksanaannya adalah:
a. Harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis.
b. Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat.
c. Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana.
d. Memanfaatkan semaksimal mungkin saluran yang ada.
e. Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan pemeliharaannya.
f. Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.
II.1.4. Sistem Jaringan Drainase Perkotaan
Sistem jaringan drainase perkotaan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu:
1. Sistem Drainase Mayor
Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran atau badan air yang menampang
dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment
Area). Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem
saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem
jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran
drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai. Perencanaan drainase
makro ini umumnya dipakai dengan metode ulang antara 5 sampai 10 tahun
dan pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan
sistem drainase ini.
2. Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu saluran dan bangunan pelengkap drainase yang
menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara
keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran
sepanjang sisi jalan, saluran / selokan dimana debit air yang dapat
ditampungnya tidak terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini
direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung
pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan
pemukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.
II.2. Jenis Drainase
Drainase memiliki banyak jenis dan jenis drainase tersebut dilihat dari
berbagai aspek. Adapun jenis-jenis saluran drainase dapat dibedakan sebagai
berikut (Hasmar, 2012):
1. Menurut sejarah terbentuknya
Drainase menurut sejarahnya terbentuk dalam berbagai cara, berikut ini cara
terbentuknya drainase:
a. Drainase alamiah (natural drainage)
Yakni drainase yang terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-
bangunan penunjang seperti pelimpahan, pasangan batu / beton, gorong-
gorong dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air yang
bergerak karena gravitasi yang lambat laun embentuk jalan air yang
permanen seperti sungai.
b. Drainase buatan (artificial drainage)
Drainase ini dibuat dengan maksud dan tujuan tertentu sehingga
memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu /
beton, gorong-gorong, pipa-pipa dan sebagainya.
2. Menurut letak saluran
Saluran drainase menurut letak bangunannya terbagi dalam beberapa
bentuk, berikut ini bentuk drainase menurut letak bangunannya:
a. Drainase permukaan tanah (surface drainage)
Yakni saluran yang berada diatas permukaan tanah yang berfungsi
mengalirkan air limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan
analisa open channel flow.
b. Drainase bawah permukaan tanah (sub surface drainage)
Saluran ini bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media
dibawah permukaan tanah (pipa-pipa) karena alasan-alasan tertentu.
Alasan itu antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah
yang tidak memperbolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti
lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman dan lain lain.
3. Menurut fungsi drainase
Drainase berfungsi mengalirkan air dari tempat yang tinggi ke tempat yang
rendah. Berikut ini jenis drainase menurut fungsinya:
a. Single Purpose
Yakni saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan,
misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lain.
b. Multi Purpose
Yakni saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan
baik secara bercampur maupun bergantian, misalnya mengalirkan air
buangan rumah tangga dan air hujan secara bersamaan.
4. Menurut konstruksi
Dalam merancang sebuah drainase terlebih dahulu harus tahu jenis
konstruksi apa drainase dibuat, berikut ini drainase menurut konstruksi:
1. Saluran Terbuka
Yakni saluran yang konstruksi bagian atasnya terbuka dan berhubungan
dengan udara luar. Saluran ini lebih sesuai untuk drainase hujan yang
terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun drainase
non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan / mengganggu
lingkungan.
2. Saluran Tertutup
Yakni saluran yang konstruksi bagaian atasnya tertutup dan saluran ini
tidak berhubungan dengan udara luar. Saluran ini sering digunakan untuk
aliran air kotor atau untuk saluran yang terletak di tengah kota.
II.3. Pola Jaringan Drainase
1. Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari
pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir berada
di tengah kota.

Gambar 2.1. Pola Jaringan Drainase Siku

2. Pararel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran
cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila
terjadi perkembangan kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan
diri.

Gambar 2.2. Pola Jaringan Drainase Pararel

3. Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga
saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.
Gambar 2.3. Pola Jaringan Drainase Grid Iron
4. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih
besar

Gambar 2.4. Pola Jaringan Drainase Alamiah

5. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.

Gambar 2.5. Pola Jaringan Drainase Radial


II.4. Hidrologi
Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran gerakan
air di alam ini, yang meliputi berbagai bentuk air yang menyangkut perubahan-
perubahannya antara lain: keadaan zat cair, padat, dan gas dalam atmosfer di atas
dan di bawah permukaan tanah, di dalamnya tercakup pula air laut yang
merupakan sumber dan penyimpanan air yang mengaktifkan kehidupan di bumi.
Tanpa kita sadari bahwa sebagian besar perencanaan bangunan sipil memerlukan
analisis hidrologi. Analisis hidrologi tidak hanya diperlukan dalam perencanaan
berbagai bangunan air seperti: bendungan, bangunan pengendali banjir, dan
bangunan irigasi, tetapi juga diperlukan untuk bangunan jalan raya, lapangan
terbang, dan bangunan lainnya. (Soemarto, 1987).
II.4.1. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi tidak hanya diperlukan dalam perencanaan berbagai
macam bangunan air, seperti bendungan, bangunan pengendali banjir, dan
bangunan irigasi tetapi juga diperlukan untuk perencanaan drainase, culvert,
maupun jembatan yang melintasi sungai atau saluran serta komponen transportasi
lainnya. Analisis hidrologi merupakan bidang yang sangat rumit dan kompleks.
Hal ini disebabkan oleh ketidak pastian dalam hidrologi, keterbatasan teori dan
rekaman data, dan keterbatasan ekonomi. Hujan adalah kejadian yang tidak dapat
diprediksi. Artinya, kita tidak dapat memprediksi secara pasti seberapa besar
hujan yang akan terjadi pada suatu periode waktu tertentu.
Dalam hal perencanaan sistem drainase, analisis terhadap aspek hidrologi
merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Aspek hidrologi ini meliputi
perhitungan untuk melengkapi data hujan dengan melakukan uji konsistensi dan
homogenitas, perhitungan curah hujan rata-rata suatu daerah, analisis curah hujan
maksimum, dan perhitungan intensitas hujan.
Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke
masa. Air di bumi mengalami suatu siklus melalui serangkaian peristiwa yang
berlangsung terus menerus, dimana kita tidak tahu kapan dan dimana berawalnya
dan kapan pula akan berakhir. Serangkaian peristiwa tersebut dinamakan siklus
hidrologi (hidrologic cycle). Air yang mengalir dalam saluran atau sungai dapat
berasal dari aliran permukaan atau dari air tanah yang merembes di dasar sungai.
Konstribusi air tanah pada aliran sungai disebut aliran dasar (baseflow), sementara
total aliran disebut debit (runoff). Air yang tersimpan di waduk, danau dan sungai
disebut air permukaan (surface water).
Dalam kaitannya dengan perencanaan drainase, komponen yang terpenting
adalah aliran permukaan. Oleh karena itu komponen inilah yang ditangani secara
baik untuk menghindari bencana, khususnya bencana banjir.

Gambar 2.6. Siklus Hidrologi


II.4.2. Melengkapi Data Hujan yang Hilang
Terkadang pada suatu stasiun hujan terdapat data hujan yang hilang
sehingga perlu dilengkapi dengan bantuan data-data dari stasiun pengukuran hujan
lainnya. Metode-metode yang dipakai untuk melengkapi data hujan yang hilang
adalah:
a. Aritmatika Rata-rata
Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran
yang datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal
dari stasiun pengukuran terdekat < 10%, maka data yang hilang dapat diambil
dari harga rata-rata hitung dari data stasiun terdekat dan dianjurkan terdapat
lebih dari dua stasiun pembanding. Cara aritmatika rata-rata dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Rx = 1/n (R1 + R2 +... Rn) (2.1)
dimana:
R1, R2...Rn = harga curah hujan rata-rata tahunan pada stasiun 1,
stasiun 2 hingga stasiun ke-n.
Rx = curah hujan rata-rata dari stasiun X yang datanya akan
dilengkapi
n = jumlah stasiun pembanding
b. Rasio Normal
Jika selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat pengukuran
yang datanya kurang lengkap dibanding dengan tinggi hujan tahunan normal
dari stasiun pengukuran terdekat > 10%, maka perlengkapan data hujan yang
hilang dilakukan menggunakan cara rasio / pembanding normal yang
dirumuskan sebagai berikut :
Rx r1 r2 r
rx ( .... n ) .. (2.2)
n R1 R2 Rn
dimana:
rx = data hujan yang dicari
Rx = curah hujan rata-rata tahunan pada stasiun x yang datanya akan
dilengkapi
n = jumlah stasiun pembanding
r1..rn = curah hujan di stasiun 1, 2, 3 sampai ke-n
R1..Rn = curah hujan rata-rata tahunan pada stasiun 1,2,3 sampai stasiun
ke-n
c. Korelasi
Cara ini digunakan untuk analisis hujan tahunan dengan menggunakan
kurva yang menggambarkan korelasi antara tinggi hujan pada stasiun yang
datanya hilang dengan stasiun index pada periode (tahun) yang sama.
II.4.3. Tes Konsistensi Data Hujan
Bila dalam suatu pengamatan data hujan terdapat non-homogenitas dan
ketidaksesuaian (inconsistency), maka dapat mengakibatkan penyimpangan pada
hasil perhitungan. Non-homogenitas dapat disebabkan oleh :
1. Pemindahan stasiun pengamat ke tempat baru
2. Pengubahan jenis alat ukur
3. Pengubahan cara pengukuran
4. Kesalahan observasi sejak tanggal tertentu
5. Perubahan ekosistem akibat bencana kebakaran, hujan, tanah longsor
dan sebagainya.
Konsistensi data hujan diuji dengan cara garis massa ganda (double mass
curve technique). Dengan metode ini dapat juga dilakukan koreksi terhadap data-
datanya. Dasarnya adalah membandingkan curah hujan tahunan akumulatif dari
jaringan stasiun dasar.
Stasiun-stasiun dasar dipilih dari tempat-tempat yang berdekatan dengan
stasiun pengamat, jumlah stasiun dasar sedikitnya 5 buah. Data-data stasiun dasar
harus diuji konsistensinya dan kondisi meteorologis yang sama dengan stasiun
pengamatan. Data-data hujan disusun menurut urutan kronologis mundur, dimulai
dengan tahun terakhir. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
tg TB
Fk (2.3)
tg TL
Rk = Fk x R . (2.4)
dimana:
Rk = curah hujan koreksi di stasiun x
R = curah hujan asli
Fk = faktor koreksi
II.4.4. Tes Homogenitas
Data hujan yang dianalisa harus homogen. Ketidakhomogenan data hujan
mungkin disebabkan adanya gangguan-gangguan atmosfer oleh pencemaran udara
atau adanya hujan buatan yang sifatnya insidentil. Langkah-langkah perhitungan
homogenitas adalah sebagai berikut :
1. Menghitung R , dengan rumus:
Ri
R . (2.5)
n
2. Menghitung standar deviasi ( R ), dengan rumus:


1
R R 2 2

R i
... (2.6)
n 1
dimana :
R = curah hujan rata-rata
Ri = data curah hujan tiap tahun pengamatan
n = jumlah data curah hujan yang diamati
1
3. Menghitung nilai , dengan rumus:

1 R
(2.7)
n
dimana :
n = reduced standar deviasi

4. Menghitung , dengan rumus:


1
R Yn .. (2.8)

dimana :
Yn = reduced mean

Tabel 2.1. Nilai Reduced Mean dan Reduced Standard Deviation


N Yn n
20 0,5236 1,0625
21 0,5252 1,0695
22 0,5268 1,0755
23 0,5282 1,0812
24 0,5296 1,0853
25 0,5309 1,0915
Sumber: (Nemec, 1972)
5. Diperoleh persamaan regresi dengan rumus:
1
R= + Y. (2.9)

6. Diperoleh nilai R1 dan R2, dari subtitusi Y, kemudian diplot pada
Gumbels Probability Paper, dan ditarik garis penghubung kedua titik
tersebut.
7. Dari garis tersebut didapatkan nilai R10 dan Tr
8. Menghitung titik homogenitas, dengan rumus:
R10
Ordinat TR = xTr . (2.10)
R
Absis n
dimana :
R10 = presipitasi tahunan dengan PUH 10 tahunrencana

Tr = PUH dari R
9. Mengeplotkan pada grafik homogenitas, jika plotting (n, TR) ternyata
berada di dalam grafik, maka data tersebut homogen. Jika tidak homogen,
maka pemilihan data diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan
lain sedemikian sehingga titik tersebut berada dalam grafik homogenitas.

Untuk mencari R10 dan Tr perlu memakai regresi. Jika plotting H (n, Tr)
pada kertas grafik homogenitas ternyata berada di luar, maka pemilihan array data
diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan lain sehingga titik H (n, Tr)
berada pada bagian dalam grafik. Cara mengubah 1 array data adalah:

1. Ditambah jumlah datanya. Misalnya: data dari 1968 s/d 1998 menjadi dari
tahun 1960 s/d 1998.
2. Digeser mundur dengan jumlah data yang sama. Misalnya: data dari tahun
1968 s/d 1998 menjadi dari tahun 1967 s/d 1997.
3. Dikurangi jumlah datanya, tetapi tidak dianjurkan (hanya jika kedua cara
diatas tidak dapat dilakukan).
II.4.5. Analisa Curah Hujan Rata-rata Daerah Aliran
Data curah hujan yang diperlukan dalam perencanaan drainase adalah data
curah hujan rata-rata, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini
disebut curah hujan wilayah yang dinyatakan dalam satuan mm. Secara
konvensionil, dinas meteorologi melakukan pengukuran curah hujan dengan alat
sederhana yang dinamakan rain-gauge. Pada prinsipnya alat ini seperti kaleng
biasa yang tutupnya terbuka dan dipasang ditempat yang terbuka untuk
menampung air hujan, tidak terhalang oleh pepohonan maupun bangunan.Ukuran
luas dari rain-gauge ini tertentu. Didalam rain-gauge terdapat ukuran-ukuran,
sehingga tiap kali hujan dapat dicatat berapa tingginya air hujan yang terkumpul
dalam rain-gauge tersebut.Jika catatan ini setiap kali dikumpulkan, maka dalam 1
tahun bisa didapatkan tinggi air hujan yang dinyatakan dalam mm.
Definisi dari banyaknya curah hujan atau istilah kerennya intensitas hujan
adalah tinggi air hujan yang tertampung dalam daerah seluas 1 meter persegi
tanpa mengalami penyerapan dan penguapan. Jadi untuk memperoleh data curah
hujan dalam satu tahun misalnya maka tinggi air hujan yang tercatat di rain-gauge
selama satu tahun harus dikalikan dengan 1 meter persegi dan dibagi dengan luas
dari rain-gauge untuk mendapatkan curah hujan. Curah hujan selama 1 tahun
yang dinyatakan dalam mm/tahun, umumnya dipakai untuk memberikan
gambaran cuaca suatu daerah. Untuk kebutuhan perencanaan selokan air dan
sebagainya, yang lebih perlu adalah curah hujan maksimum per jam.
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk meghitung curah
hujan rata-rata dari suatu daerah, yaitu:
a. Cara Ratarata Aritmatik
Cara ini biasanya digunakan untuk daerah datar dan jumlah penakarnya
banyak dan sifat curah hujannya dianggap uniform. Cara rata-rata aritmatik
dapat dirumuskan sebagai berikut :
R = 1/n (R1 + R2+ ...Rn) ... (2.11)
Atau
1 n
R Ri . (2.12)
n i 1
dimana :
n = jumlah stasiun penakar hujan
b. Cara Poligon Thiessen
Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh
stasiun penakar hujan yang disebut faktor pembobot atau koefisien thiessen.
Besarnya faktor pembobot (weighing factor) tergantung dari luas daerah
pengaruh yang diwakili oleh stasiun yang dibatasi oleh poligon-poligon yang
memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun (tiap
stasiun terletak pada poligon yang tertutup).
Cara membuat poligon-poligon adalah sebagai berikut :
1. Hubungkan masing-masing stasiun dengan garis lurus sehingga
membentuk poligon segitiga.
2. Buat sumbu-sumbu pada poligon segitiga tersebut sehingga titik potong
sumbu akan membentuk poligon baru.
3. Poligon baru ini merupakan batas daerah pengaruh masing-masing stasiun
penakar hujan.
A

B C

D
Gambar 2.7. Poligon Thiessen
4. Luas daerah pengaruh masing-masing stasiun (An) dan luas daerah (A)
dapat dihitung dengan planimeter. Sedangkan hujan daerah rata-rata dapat
dihitung sebagai berikut :
A1 A A A
R R 1 2 R 2 3 R 3 n R n ... (2.13)
A A A A
1 n
R A1 R1 .. (2.14)
A 1 1
dimana :
A1, A2, A3, ... An = luas daerah yang mewakili stasiun pengamat
R1, R2, R3, ... Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan
R = curah hujan rata-rata daerah
Cara Thiessen ini lebih teliti dibandingkan cara aritmatik mean (rata-
rata). Namun, penentuan stasiun serta pemilihan ketinggian mempengaruhi
ketelitian hasil.
c. Garis Isohyet
Isohyet adalah garis yang menunjukkan tempat kedudukan dari harga
tinggi hujan yang sama. Isohyet diperoleh dari interpolasi harga tinggi hujan
lokal. Misalnya besarnya isohyet sudah diperkirakan, maka besarnya hujan
antara dua isohyets adalah:
R1,2
1
I1 I2 .. (2.15)
2
Pola isohyet berubah dengan harga-harga point rainfall yang tidak
tetap, walaupun letak stasiun penakar hujannya tetap. Untuk menghitung luas
antara dua isohyet (A1,2) dan luas daerah aliran (A) digunakan planimeter.
Rumus hujan rata-rata daerah aliran dapat dihitung sebagai berikut :
A12 R12 A23 R 23 A34 R 34 An ,n1 Rn ,n1
R . (2.16)
A A A A
dimana :
Ai, i+1 = luas daerah antara isohyet I1 dan Ii+1
Ri, i+1 = tinggi hujan rata-rata antara isohyet I1 dan I i+1
II.4.6. Analisis Hujan Harian
Untuk analisis curah Hujan Harian Maksimum (HHM) dapat digunakan
beberapa metode sebagai berikut:
1. Metode Gumbel
Metode ini menyatakan bahwa distribusi dari harga ekstrim
(maksimum/minimum) tahun yang dipilih dari n sampel akan mendekati suatu
bentuk batas bila ukuran sampel meningkat. Rumus yang digunakan:
R
RT R Yt Yn . (2.17)
n
dimana:
R = tinggi hujan rata-rata
RT = standar deviasi
n & Yn = didapat dari tabel reduced mean and standar deviation
Yt = didapat dari tabel reduced variate pada PUHt tahun
Rentang keyakinan (convidence interval) untuk harga-harga RT. Rumus
:
Rk ta Se (2.18)
dimana:
Rk = rentang keyakinan (convidence interval, mm/jam)
t(a) = fungsi
Se = probability error (deviasi)
Tabel 2.2. Nilai Reduced Variated (YT) pada PUH t Tahun
YT T
0,3665 2
1,4999 5
2,2502 10
3,1985 25
3,9019 50
4,6001 100
Sumber: (Nemec, 1972)
Untuk:
= 90 % t (a) = 1,64
= 80 % t (a) = 1,282
= 68 % t (a) = 1,000
b R
Se .............................. (2.19)
N

b 1 1,3k 1,1 k 2 .............. (2.20)

Yt Yn
k ................................ (2.21)
n
n = jumlah data
2. Metode Log Person Type III
Metode Log Person didasarkan pada perubahan data yang ada dalam
bentuk logaritmik. Langkah-langkah perhitungannya :
a. Menyusun data-data curah hujan (R) mulai dari harga yang terbesar
sampai dengan harga terkecil.
b. Mengubah sejumlah n data curah hujan ke dalam bentuk logaritma.
Xi = log Ri .............................. (2.22)
c. Menghitung besarnya harga rata-rata besaran tersebut, dengan persamaan:

x
x i .................................. (2.23)
n
d. Menghitung besarnya harga deviasi rata-ratadari besaran logaritma
tersebut, dengan persamaan sebagai berikut:

x x ..................... (2.24)
i
2

N 1
e. Menghitung harga skew coefficient (koefisien asimetri) dari besaran
logaritma diatas:
N xi x 2
Cs ......... (2.25)
N 1N 2 x 2
Kadang-kadang harga Cs disesuaikan dengan besarnya N, sehingga
persamaannya menjadi:
CSH = Cs . (1 + 8,5 / N) .......... (2.26)
f. Berdasarkan harga skew cofficient (Cs) yang diperoleh dan harga periode
ulang (T) yang ditentukan, dapat diketahui nilai Kx dengan menggunakan
tabel.
g. Menghitung besarnya harga logaritma dari masing-masing data curah
hujan untuk suatu periode ulang T tertentu.
Xt X Kx x ..................... (2.27)

h. Jadi perkiraan harga HHM untuk periode ulang T (tahun) adalah :


RT anti log XT ................... (2.28)
Atau

RT 10XT .............................. (2.29)


3. Metode Iwai Kadoya
Disebut juga cara distribusi terbatas sepihak (one site finite distribtion).
Prinsipnya mengubah variabel (x) dari kurva kemungkinan kerapatan dari
curah hujan harian maksimum ke log X atau mengubah kurva distribusi
asimetris menjadi kurva distribusi normal.
Kemungkinan terlampauinya W (x) dengan asumsi data hidrologi
distribusi log normal.
Harga konstanta b > 0, sebagai harga minimum variabel kemungkian (x).
Agar kurva kerapatan tidak < harga minimum (-b), maka setiap sukunya
diambil x + b, dimana harga log (a + b) diperkirakan mempunyai distribusi
normal.
Perhitungan cara Iwai Kadoya adalah variabel normal, dihitung dengan
persamaan:
xb
c log ...................... (2.30)
x0 b
dimana:
log xo b xo adalah rata rata dari log xi b
Langkah-langkah perhitungannya:
a. Memperkirakan harga Xo:
1 n
log xo log xi ................. (2.31)
n i 1
b. Memperkirakan harga b :
1 n
b bi .............................. (2.32)
m i 1
Xs Xt X0 2
b .............. (2.33)
2 X 0 X s X T
dimana:
Xs = harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terbesar
Xt = harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terkecil
n = banyaknya data
n
m = angka bulat
10
W (x) = kemungkinan terlampaui
= harga kemungkinan lebih sembarang
c. Memperkirakan harga Xo:

1 n
xo log xo b log xi b (2.34)
n i 1

d. Memperkirakan harga C:
2
1

2 n x b (2.35)
log i
c n 1 i 1 xo b

1
2n 2
2 2

x xo ............ (2.36)
n 1
dimana :
1 n
x2 log xi b
2
n i 1
2 1
dengan menggunakan rumus x 2 dan xo maka dihitung dengan rumus:

1 2n 2

c n1
2

x xo ............ (2.37)

Harga yang sesuai dengan kemungkinan lebih sembarang (arbitrary


excess probability) didapat dari tabel dan besarnya curah hujan yang mungkin
dihitung dengan rumus berikut:
1
log x b log xo b (2.38)
c
II.4.7. Analisis Distribusi Hujan
Untuk analisis distribusi hujan dapat digunakan beberapa metode sebagai
berikut :
1. Metode Bell
Data hujan selama selang waktu yang cukup panjang harus tersedia
untuk keperluan analisa frekuensi hujan. Bila data ini tak tersedia, bila
diketahui besarnya curah hujan 1 jam (60 menit) dengan periode ulang 10
tahun sebagai dasar, maka suatu rumus empiris yang diberikan oleh Bell dapat
dipakai untuk menentukan curah hujan dari 5-120 menit dengan periode ulang
2-100 tahun.
Hubungan ini diturunkan dari analisis curah hujan pada 157 stasiun dan
tes statistik yang dapat dipergunakan di seluruh dunia. Rumusnya :

RTt 0,21 LnT 0,52 0,54 t 0, 25 0,50 R1060tahun
menit
(2.39)
dimana:
R = curah hujan (mm)
T = periode ulang hujan
t = durasi hujan (menit)
Perhitungan intensitas hujan menurut Bell, menggunakan persamaan
sebagai berikut:

60 t mm
Itt RT .................. (2.40)
t jam
2. Metode Van Breen
Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian
adalah terpusat selama 4 jam dengan huja efektif sebesar 90 % dari hujan
selama 24 jam.
Hubungan dengan rumus :
90% R 24
I ........................... (2.41)
4
dimana :
I = intensitas hujan (mm/jam)
R24 = curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)
3. Metode Hasper Weduwen
Penurunan rumus diperolehberdasarkan kecenderungan curah hujan
harian dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi
simetri dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan antara 1
jam sampai 24 jam. Perumusan dari metode Hasper-Weduwen adalah:
1 t 24 , maka:
11.300 t Xt
R
100 ........ (2.42)
t 3 ,12
0 t 1 , maka :
11.300 t Ri
R
100 .... (2.43)
t 3 ,12
1218 t 54
Ri XT (2.44)
XT 1 t 1272 t
dimana :
t = durasi hujan (jam)
R, Ri = curah hujan Hasper-Weduwen (mm)
XT = curah hujan harian maksimum yang terpilih (mm)
Untuk menentukanintensitas hujan menurut Hasper-Weduwen,
digunakan rumus:
R
I ....................................... (2.45)
t
II.4.8. Pemilihan Metode Perhitungan Intensitas Hujan
Langkah pertama dalam perencanaan bangunan air (saluran) adalah
penentuan besanya debit yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir)
perencanaan ditentukan oleh intensitas hujan yang terjadi dengan rumus pada
persamaan Hasper-Weduwendiatas.
Umumnya, makin besar t, intensitas hujan makin kecil. Jika tidak ada
waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau alat tidak ada dapatlah
ditempuh dengan cara-cara empiris :
1. Metode Talbot
a
I .................................. (2.46)
tb
dimana :
I t I 2 I 2 t I
a
N I 2 I 2 .. (2.47)
I I t N I 2 t
b
N I 2 I 2 . (2.48)
2. Metode Ishiguro
a
I= ................................ (2.49)
t b

a
I
t I2 I2 t I
. (2.50)
N I 2 I 2

b
I I t N I t (2.51)
2

N I 2 I 2
dimana :
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = durasi hujan (menit)
a, b, n = konstanta
N = banyaknya data
3. Metode Sherman
a
I ...................................... (2.52)
tn
dimana :
a
log I log 2 t logt logi logt (2.53)
N log 2 t logt 2

n
log I log t n log t log I . (2.54)
N log t log t
2 2

Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka
harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis berdasarkan rumus diatas.
Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk
perhitungan debit.

II.5. Kriteria Perencanaan Drainase


II.5.1. Umum
Sistem yang direncanakan adalah sistem terpisah dari saluran pengumpul
air buangan kota. Didalam perencanaan sistem penyaluran air hujan ini,
digunakan beberapa parameter yang merupakan dasar perencanaan sistem. Dalam
menentukan arah jalur saluran air hujan yang direncanakan terdapat batasan-
batasan sebagai berikut:
1. Arah aliran dalam saluran mengikuti garis ketinggian yang ada
sehinggadiharapkan pengaliran secara gravitasi dan menghindari
pemompaan.
2. Pemanfaatan sungai/anak sungai sebagai badan air penerima dari outfall
yang direncanakan.
3. Menghindari banyaknya perlintasan saluran pada jalan, sehingga
mengurangi penggunaan gotong royong.
Dari parameter-parameter tersebut ditunjukkan adanya faktor pembatas
yaitu kondisi topografi setempat. Dari kondisi ini dikembangkan suatu sistem
dengan berbagai alternatif dengan memperhitungkan segi teknis dan
ekonomisnya.
Pengembangan suatu sistem mempunyai konsekuensi logis terhdap
dampak perencanaan.Tetapi dengan sedikit mungkin menghindari akibat sosial
yang mungkin timbul, maka diharapkan dapat dicapai perencanaan sistem seperti
yang diinginkan.
II.5.2. Bentuk-bentuk dan Jenis Saluran
Bentuk-bentuk dan jenis saluran yang dipilih, disesuaikan dengan
lingkungansetempat, karena itu digunakan tipe saluran air hujan sebagai berikut:
1. Saluran Tertutup
Saluran ini dibuat dari beton tidak bertulang, berbentuk bulat (buis
beton) dan diterapkan pada daerah dengan lalu lintas pejalan kaki di daerah itu
padat seperti di daerah perdagangan, pusat pemerintahan dan jalan
protokol.Sistem pengaliran air dari jalan ke dalam saluran menggunakan street
inlet. Pada jarak tertentu dibuat suatu rumusan pemeriksaan atau manhole yang
fungsinya selain sebagai sumuran pemeriksaan juga sebagai bangunan terjunan
(drop manhole), untuk tiap perubahan dimensi saluran dan pertemuan saluran.
2. Saluran Terbuka
Saluran ini terdiri dari dua bentuk dengan karakteristik berbeda, yaitu:
a. Saluran yang berbentuk segiempat dan modifikasinya. Saluran ini dibuat
dari pasangan batu kali atau batu belah dan diterapkan pada daerah dengan
ruang yang tersedia terbatas seperti pada lingkungan permukiman
penduduk, dimana ambang saluran dapat berfungsi sebagai inlet dari air
hujan yang turun pada tribury area.
b. Saluran yang berbentuk trapesium dan modifikasinya. Saluran ini dibuat
tanpa pergeseran, diterapkan pada daerah dengan kepadatan dimana ruang
yang tersedia masih luas seperti daerah pertanian dan lapangan. Pada
bagian tertentu, dilakukan pergeseran bila batas kecepatan maksimum
tidak terpenuhi. Adapun beberapa macam bentuk saluran terdapat pada
Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Bentuk Saluran
Menyalurkan limbah cair
hujan dengan debit besar
Trapesium yang sifat alirannya terus
menerus dengan fluktuasi
kecil.

Menyalurkan limbah cair


hujan dengan debit besar
Segiempat yang sifat alirannya terus
menerus dengan fluktuasi
kecil pada lokasi jalur
salurantidak/kurang
tersedia lahan yang cukup.
Menyalurkan limbah air
Segitiga hujan dengan debit kecil,
sampai nol danbanyak
endapan.
Sumber :
Selain dengan 2 penggolongan diatas bentuk-bentuk saluran yang dipilih
dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk antara lain yaitu:
1. Bentuk Segitiga atau Setengah Lingkaran
Bentuk ini digunakan apabila debit (Q) kecil dan salurannya terbuka.
Umumnya untuk menampung dan menyalurkan air hujan di tepi jalan dan
dibuang ke saluran yang lebih luas. Sebaiknya saluran diperkeras (diberi
lapisan dinding dari pasangan batu muka atau beton tipis) untuk mencegah
erosi, terutama jika kemiringan dasar saluran cukup besar. Pelaksanaan
pengerasan saluran harus dari ujung bawah ke atas (dari hilir ke hulu). Hal ini
bertujuan agar apabila setiap saat ada hujan, maka saluran sudah dapat
berfungsi.
2. Bentuk Trapesium
Bentuk ini digunakan apabila salurannya terbuka dan tempatnya
memungkinkan (sangat luas). Dinding saluran diperkeras dengan pasangan
batu muka atau beton tipis. Pada dinding saluran perlu diberi lubang-lubang
drainase (wheep holes) untuk mengalirkan air tanah guna mengurangi tekanan
air tanah. Di belakang lubang-lubang tersebut diberi lapisan ijuk untuk
mencegah butiran tanah terbawa keluar. Hal itu dapat menyebabkan terjadinya
rongga-rongga di belakang dinding saluran sehingga saluran bisa retak atau
pecah.
3. Bentuk Empat Persegi Panjang
Bentuk ini digunakan apabila debit (Q) besar dan salurannya terbuka. Jika
ketinggian saluran (h) terbatas, maka lebar dasar saluran harus besar. Muka air
maksimum dalam saluran harus berjarak 5 cm dari tepi atas saluran (untuk
saluran kecil). Saluran dibuat dari pasangan batu atau beton bertulang. Untuk
saluran yang besar atau lebar, maka bagian dasar saluran tidak diperkeras atau
tetap berupa tanah. Pada dinding saluran dibuat lubang-lubang drainase (wheep
holes) yang diberi lapisan ijuk di bagian belakang dinding.
4. Bentuk Lingkaran
Bentuk ini digunakan apabila debit konstan (Qmaks Qmin) dan salurannya
tertutup.
5. Bentuk Bulat Telur
Bentuk ini digunakan apabila debit tidak konstan (Qmaks berbeda dengan
Qmin) dan salurannya tertutup.
6. Bentuk Elips
Bentuk ini digunakan apabila ditemukan kondisi atau keadaan yang
memaksa (sebagai ganti dari bentuk lingkaran).
7. Bentuk Tapal Kuda
Bentuk ini digunakan apabila debit (Q) besar dan konstan (Qmaks Qmin)
serta kedalaman saluran (h) terbatas.
8. Penampang Komposit atau Penampang Ganda
Bentuk ini digunakan untuk aliran yang kecil di musim kemarau
mengingat kemungkinan terjadinya sedimentasi di saluran tersebut.Pada bagian
penampang di sebelah bawah (berukuran kecil), apabila pada musim kemarau
debit aliran kecil maka kecepatan aliran diharapkan masih cukup besar
sehingga kemungkinan pengendapan sampah dan kotoran yang halus dapat
dihindari.
II.5.3. Jalur Saluran
Jaringan sistem penyaluran air hujan yang direncanakan disesuaikan
dengan keadaan fisik daerah pelayanan dimana jalur saluran air hujan
direncanakan sebagian terletak di sebelah kiri dan kanan jalan, diusahakan agar
tidak berada di tepi jalan, melainkan berada jauh dan melintas jalan, agar
permukiman yang berada di sepanjang jalan tersebut, tidak terpaksa harus
membuat jembatan persil karena terlalu mahal. Kapasitas saluran dan
perlengkapannya sesuai dengan beban keadaan medan serta sifat-sifat hidrolis
dimana saluran dan perlengkapannya tersebut ditempatkan.
Dalam perencanaan penyaluran air hujan ini digunakan beberapa dasar
perencanaan, baik secara teknis maupun hidrolis. Perencanaan secara hidrolis
antara lain meliputi prinsip-prinsip hidrolika dari suatu pengaliran dalam saluran
perencanaan, secara teknis meliputi segi-segi teknik yang perlu diperhatikan
dalam rencana penyaluran sesuai dengan kondisi topografi daerah perencanaan.
II.5.4. Prinsip-prinsip Pengaliran
Prinsip-prinsip pokok dari perencanaan sistem penyaluran air hujan adalah
sedapat mungkin memanfaatkan jalur drainase alamiah sebagai badan air
penerima. Selain itu dikenal pula kaidah-kaidah pengaliran sebagai berikut:
a. Limpasan air hujan dari awal saluran (tribury) selama masih belum
berbahaya, dihemat agar ada kesempatan untuk infiltrasi sebesar-besarnya
sehingga dapat mengurangi debit limpasan ke bawah aliran dan sekaligus
berfungsi sebagai konversi air tanah pada daerah atas (upstream).
b. Saluran sebesar mungkin memberikan pengurangan debit limpasannya
melalui proses infiltrasi, untuk mengendalikan besarnya profil saluran
(debit aliran).
c. Kecepatan aliran tidak boleh terlalu besar agar tidak terjadi penggerusan
saluran, demikian pula tidak boleh terlalu kecil agar tidak terjadi
pengendapan/pengendalan pada saluran.
d. Profil saluran mampu menampung debit maksimum dari pengaliran sesuai
dengan PUH yang telah ditentukan. Demikian pula badan air penerimanya.
II.5.5. Perhitungan Limpasan Hujan
Untuk perhitungan debit limpasan, digunakan metode rasional. Metode ini
hanya berlaku untuk menghitung limpasan hujan untuk daerah aliran sampai
dengan 13 km2, sedangkan untuk daerah yang lebih luas digunakan metode
rasional yang dimodifikasi.
a. Metode Rasional
Q = 1 / 3,60 . C . I . A.............. (2.55)
b. Metode Rasional yang Dimodifikasi
Q = 1 / 3,60 . Cs . I . A . C ...... (2.56)
dimana:
Q = debit aliran (m3/dt)
C = koefisien pengaliran, nilainya berbeda-beda sesuai dengan tata
guna lahan dan faktor-faktor yang berkaitan dengan aliran permukaan di
dalam sungai terutama kelembaban tanah. Harga C biasanya diambil untuk
tanah jenuh pada waktu permulaan hujan. Beberapa harga C untuk tata
guna lahan tertentu dapat dilihat pada tabel terlampir.
Cs =koefisien penampungan atau storage coefficient.
2 tc
Cs 2tc td ...................... (2.57)
I = rata-rata intensitas hujan (mm/jam)
A = luas daerah tangkap (ha)
Waktu yang diperlukan air hujan dalam saluran untuk mengalir sampai ke
titik pengamatan (td) ditentukan oleh karakteristik hidrolis di dalam saluran
dimana rumus pendekatannya adalah:
L
td ..................................... (2.58)
V
dimana:
L = panjang saluran (m)
V = kecepatan aliran (m/dt)
Untuk mencari nilai V dapat digunakan rumus kecepatan Manning sebagai
berikut:
2 1
1
V R 3 S 2 ........................ (2.59)
n
dimana:
n = harga kekasaran saluran
R= jari-jari hidrolis
S= kemiringan medan/slope (m/m)
Rumus Manning tersebut dianjurkan untuk dipakai dalam saluran buatan
atau dengan pasangan (lining). Untuk saluran alami, dianjurkan untuk memakai
rumus kecepatan de Chezy.
Koefisien pengaliran (C) merupakan jumlah hujan yang jatuh dengan
mengalir sebagai limpasan dari hujan, dalam permukaan tanah tertentu.Faktor-
faktor yang mempengaruhi harga koefisien pengaliran ini adalah adanya infiltrasi
dan tampungan hujan pada tanah, sehingga mempengaruhi jumlah air hujan yang
mengalir.Penerapan koefisien pengaliran (C) dalam pemakaian metode rasional,
disesuaikan dengan tata guna lahan dari rencana pengembangan tanah atau daerah
setempat.
Air hujan yang jatuh di suatu tempat pada daerah aliran sungai
memerlukan waktu untuk mengalir sampai pada titik pengamatan. Lama waktu
yang dibutuhkan untuk mencapai titik pengamatan oleh air hujan yang jatuh di
tempat terjauh dari titik pengamatan disebut waktu konsentrasi atau time of
concentration (tc). Waktu konsentrasi merupakan penjumlahan antara waktu yang
dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di daerah pematusan untuk masuk kedalam
saluran (to) dengan waktu yang dibutuhkan oleh air yang masuk ke dalam saluran
untuk mengalir sampai ke titik pengamatan (td) sehingga dapat dirumuskan
sebagai berikut:
tc = to + td............................. (2.60)
Waktu yang dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di daerah pematusan
untuk masuk ke dalam saluran (to), dipengaruhi oleh:
1. Kekasaran permukaan tanah yang dilewati dapat menghambat pengaliran.
2. Kemiringan tanah mempengaruhi kecepatan pengaliran di atas permukan.
3. Adanya lekukan pada tanah menghambat dan mengurangi jumlah air yang
mengalir.
4. Ukuran luas daerah aliran dan karak dari street inlet juga berpengaruh
terhadap lamanya waktu pengaliran tersebut.
Dalam mencari besarnya to pada perhitungan kapasitas saluran dapat
digunakan beberapa rumus di bawah ini:
1. Berlaku untuk daerah pengaliran dengan tali air sepanjang 300 m.
1
3,26 Li c Lo 2
to 1
......... (2.61)
So 3

dimana:
to =waktu limpasan (menit)
c =angka pengaliran
Lo =panjang limpasan (m)
So =kemiringan medan/slope (m/m)
2. Berlaku untuk daerah dengan panjang tali air sampai dengan 1000 m.

108n Lo
1
3
to 1
.................... (2.62)
So 5

dimana:
to =waktu limpasan (menit)
n =harga kekasaran permukaan tanah
Lo =panjang limpasan (m)
So =kemiringan medan/slope (m/m)
3. Berlaku untuk umum, baik untuk limpasan maupun waktu konsentrasi.
92 ,7 L
tc ....................... (2.63)
A0 ,1 Sr 0 , 2
dimana:
tc =waktu konsentrasi (menit)
L =jumlah panjang (ekivalen) aliran (km)
A =luas daerah pengaliran kumulatif (ha)
Sr =kemiringan/slope rata-rata (m/m)
Rumus diatas lebih cocok jika digunakan untuk daerah aliran dengan
sebagian besar salurannya terbuka dan limpasan air masuk ke sepanjang
tepinya.
4. Waktu untuk mengalir dalam saluran (td).
L
td (detik).......................... (2.64)
V
Atau
L 1
td (menit)................. (2.65)
V 60
dimana:
L =panjang saluran (m)
V =kecepatan aliran (m/dt)
II.5.6. Perhitungan Dimensi Saluran
Rumus yang digunakan untuk perhitungan dimensi saluran adalah rumus
Manning, yaitu :
Q V A ................................ (2.66)
2 1
R S
3 2
V .......................... (2.67)
n
2 1
Q 1n A R 3 S 2 .............. (2.68)

dimana:
Q =debit air yang disalurkan (m3/dt)
V =kecepatan rata-rata dalam saluran (m/dt)
n =koefisien kekasaran Manning
A =luas penampang basah (m2)
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan dasar saluran (m/m)
Sesuai dengan sifat bahan saluran yang dipakai untuk kota, maka beberapa
harga n tercantum seperti dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Harga n dalam Rumus Manning Berdasar Jenis Saluran

Jenis Saluran 1 N
n
Lapisan beton 67 0.015
Pasangan batu kali 40 0.025
Tanpa pengerasan (teratur) 33 0.030
Saluran alami (tidak teratur) 22 0.045
Sumber:
Angka n yang lain disajikan dalam bentuk Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Harga n dalam Rumus Manning Berdasar Jenis Permukaan
Jenis Permukaan N
Permukaan diperkeras 0.015
Tanah terbuka 0.0275
Tanah dengan sedikit rumput 0.055
Tanah dengan rumput sedang 0.045
Tanah dengan rumput tebal 0.060
Sumber:
II.5.7. Perhitungan Kecepatan Saluran
Penentuan kecepatan aliran air didalam saluran yang direncanakan
didasarkan pada kecepatan minimum yang memungkinkan saluran dapat self-
cleansing dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan agar konstruksi saluran
tetap aman. Tiap kecepatan aliran didalam saluran diatur tergantung dengan
bentuk dan tipe saluran yang direncanakan. Berikut adalah batasan aliran dari tiap
tipe dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6. Variasi Kecepatan dalam Saluran
Tipe Saluran Variasi Kecepatan (m/dt)
Bentuk bulat, buis beton 0,75 3,0
Bentuk persegi, pasangan batu kali 1,0 3,0
Bentuk trapesiodal 0,6 1,5
Sumber:

II.6. Bangunan Pelengkap


Bangunan pelengkap dimaksudkan sebagai sarana pelengkap dan
pendukung sistem penyaluran air hujan yang tujuan utamanya adalah membantu
melancarkan fungsi pengaliran sesuai yang apa yang diharapkan dan
diperhitungkan.Bangunan pelengkap yang ada pada sistem drainase antara lain:
II.6.1. Sambungan Persil
Merupakan sambungan saluran air hujan dari rumah-rumah ke saluran air
hujan yang terletak di tepi-tepi jalan. Sambungan ini dapat berupa saluran terbuka
atau tertutup dan dibuat terpisah dari saluran air buangan.
Dalam prakteknya, pertemuan saluran diusahakan mempunyai ketinggian
yang sama untuk mengurangi konstruksi yang berlebihan, yaitu dengan jalan
optimasi kecepatan untuk menghasilkan kemiringan yang diinginkan. Untuk
mengurangi kehilangan tekanan yang terlalu besar dan untuk keamanan
konstruksi, maka dinding pertemuan saluran dibuat tidak bersudut atau dibuat
lengkung serta diperhalus. Untuk pertemuan saluran yang berbeda jenis maupun
bentuknya, maka digunakan bak yang berfungsi sebagai bak pengumpul.
II.6.2. Street Inlet
Street Inletmerupakan lubang di sisi jalan yang berfungsi untuk
menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang jalan
menuju ke dalam saluran.Sesuai dengan kondisi dan penempatan saluran serta
fungsi jalan yang ada, maka pada jenis penggunaan saluran terbuka tidak
diperlukan street inlet karena ambang saluran yang ada merupakan bukaan yang
bebas. Peletakan street inlet mempunyai ketentuan-ketentuan, sebagai berikut:
Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan lalu lintas jalan
maupun pejalan kaki.
Ditempatkan pada daerah yang rendah di mana limpasan air hujan menuju
ke arah tersebut.
Air yang masuk melalui street inlet harus secepatnya mengalir ke dalam
saluran.
Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap limpasan air hujan
pada jalan yang bersangkutan.
Rumus yang digunakan, yaitu:
280
D S ............................ (2.69)
W
dimana:
D = distance atau jarak antar street inlet (m)
S = slope atau kemiringan (%), D 50 m
W = lebar jalan (m)
Gambar 2.7. Bentuk Street Inlet
II.6.3. Manhole
Pada saluran yang tertutup, ada 4 fungsi manhole antara lain sebagai
berikut :
Sebagai bak kontrol, untuk pemeliharaan dan pemeriksaan saluran.
Untuk memperbaiki saluran bila terjadi perubahan dimensi.
Sebagai ventilasi untuk keluar masuknya udara.
Sebagai terjunan (drop manhole) saluran tertutup.

Penempatan manhole terutama pada titik-titik dimana terletak street inlet,


belokan, pertemuan saluran, di awal dan di akhir saluran pada gorong-gorong.
Dengan pertimbangan perbaikan konstruksi, pembiayaan serta kemudahan
pelaksanaan, maka manhole direncanakan terbuat dari beton bertulang dan
dipasang sedemikian rupa sehingga rata dengan muka jalan dan dilengkapi dengan
pegangan untuk memudahkan pengangkatan (membuka dan menutup) dengan
ukuran umumnya yaitu 60 x 60 cm. Sedangkan tangga di dalam manhole dipasang
tertanam pada dinding dan terbuat dari cast iron dengan jarak tangga 30-50 cm,
serta lebar 30-40 cm.
Gambar 2.8. Bentuk Manhole
II.6.4. Gorong-Gorong
Gorong-gorong adalah bangunan yang diperlukan untuk menyalurkan air
hujan bila saluran yang akan dibangun menyeberangi atau melintasi jalan.
Perencanaannya tetap didasarkan pada debit yang mengalir pada gorong-gorong.
Selain itu, faktor endapan lumpur yang mungkin timbul saat pengaliran harus
dihindari. Caranya adalah mengatur kecepatan pengaliran lebih atau sama dengan
kecepatan self-cleansing. Dalam perencanaan ini kecepatan minimal air dalam
gorong-gorong yang digunakan adalah 0,5-3 m/dt.

Gambar 2.9. Gorong-gorong


Rumus yang digunakandalam perhitungan gorong-gorong adalah :

km (Vgorong Vsaluran) 2
Z1 (kehilangan masuk)= (2.70)
2g
kk (Vgorong Vsaluran) 2
Z2 (kehilangan keluar) = .. (2.71)
2g
2
Vgorong xLgorong
Z3 (kehilangan energi akibat gesekan) = (2.72)
C 2 xR
h
R = ............................ (2.73)
2
C = K x R1/6................... (2.74)
dimana:
Z1 = kehilangan energi pada peralihan masuk
Z2 = kehilangan energi pada peralihan keluar
Z3 = kehilangan energi akibat gesekan
km& kk = faktor kehilangan energi yang bergantung padahidrolis peralihan
Vgorong = kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/dt)
Vsaluran = kecepatan air di dalam saluran (m/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)
h = kedalaman air di gorong-gorong (m)
C = koefisien Chezy
K =koefisien kekasaran mikler (= 70 m1/3/dt)
Lgorong = panjang gorong-gorong (m)

II.6.5. Out Fall


Out Fall merupakan ujung saluran air hujan yang ditempatkan pada sungai
atau badan air penerima lainnya. Struktur out fall hampir sama dengan struktur
bangunan terjunan karena biasanya titik ujung saluran terletak pada elevasi yang
lebih tinggi dari permukaan badan air penerima, sehingga dalam perencanaan, out
fall ini merupakan bangunan terjunan miring dari konstruksi pasangan batu kali
atau batu belah. Pada pengembangan area di dekat pantai, sistem drainase
dipengaruhi oleh pasang surut.Secara hidrolika, pengaruh pasang surut pada aliran
bagian hilir menyebabkan aliran balik (backwater).Kondisi ini dapat digabungkan
dalam perencanaan struktur out fall-nya atau bagian terminal dari sistem drainase
dengan menggunakan metode backwater yang sederhana. Beberapa model dapat
digunakan untuk mengevaluasi pengaruh pasang surut, antara lain persamaan
Saint-Venant dan program computer SWMM.
Bangunanout fall sistem drainase yang diletakkan di zona pasang surut
biasanya digunakan bangunan flapgates.Bangunan ini memiliki pintu yang
digantung, yang mencegah air masuk kembali ke dalam sistem drainase.Aliran air
dalam sistem drainase harus mempunyai sisa tekanan yang memungkinkan pintu
secara otomatis terbuka atau tertutup. Pertimbangan dalam membangun out fall
pada kondisi terburuk, pada saat air pasang dan hujan juga sangat lebat terjadi
secara bersamaan, harus menjadi perhatian dalam perencanaan sistem drainase.
Kriteria perencanaan dibuat pada kondisi banjir dan seluruh infrastruktur
perkotaan pada saat tersebut tidak mengalami genangan.
II.6.6. Talang
Talang sebenarnya tidak beda jauh dengan jembatan. Bila jembatan
menyalurkan lalu lintas, maka talang berfungsi untuk menyalurkan air dan
diletakkan diatas pangkal-pangkal. Talang biasanya terbuat dari kayu, pasangan
batu, baja atau beton bertulang.
Talang kayu biasanya hanya digunakan untuk saluran-saluran yang tidak
penting atau yang sifatnya sementara.Talang dari pasangan batu dibuat menjadi
satu dengan tembok-tembok pangkalnya.Talang dari beton bertulang dibuat cukup
untuk memikul beban karena berat air dan berat talang itu sendiri.Sedangkan
talang baja dibuat dari besi plat yang diletakkan pada suatu kerangka yang bekerja
sebagai pemikulnya, dimana pilar-pilarnya juga terbuat dari baja. Kecepatan air
dalam talang dari pasangan batu atau beton biasanya diambil tidak lebih dari 1,5-
2,5 m/dt dan untuk talang baja sampai 3,5 m/dt.
II.7. Operasi dan Pemeliharaan
Tidak ada penanganan yang istimewa terhadap bangunan-bangunan
drainase ini. Beberapa langkah operasi dan pemeliharaannya adalah:
a. Meletakkan bangunan drainase sesuai dengan rencana tata lahan kota, jadi
selain tidak merusak keindahan kota, juga tidak mengganggu masyarakat.
b. Membersihkan bangunan pelengkap drainase secara rutin, dan lain-lain.

Anda mungkin juga menyukai