Anda di halaman 1dari 20

2.1.

1 Pengertian Drainase terdapat beberapa metode agar tercapai drainase ramah


Drainase menjadi hal yang penting terutama dalam lingkungan yaitu:
usaha mengalirkan air yang berlebih sehingga tidak 1) Metode sumur resapan
menimbulkan dampak yang negatif bagi mahluk hidup. 2) Metode kolam konservasi
Drainase dapat diartikan sebagai pembuangan air dalam 3) Metode river side polder
massa tertentu di permukaan atau di bawah permukaan suatu 4) Metode pengembangan area perlindungan air tanah.
tempat baik secara alami maupun buatan. Sementara itu,
pengertian lain dari drainase berdasarkan Putra et al. (2021) 2.1.2 Pola Jaringan Drainase
adalah sistem pembuangan air yang dirancang untuk Dalam saluran drainase terdapat beberap pola jaringan
menghilangkan atau mengurangi kelebihan air dari suatu yang umum untuk digunakan, adapun beberapa pola
tempat, sehingga air di tempat itu dapat berfungsimsecara jaringan drainase adalah sebagai berikut:
optimal. Sedangakan, menurut Supripin (2004) dalam 1) Siku
Situngkir (2016) drainase menjadi infrastruktur penting di Pola siku merupakan suatu pola drainase dimana
perkotaan karena fungsinya untuk mengurangi kelebihan air cabang saluran membentuk siku-siku pada saluran
yang berasal dari curah hujan, rembesan, dan air limbah utama. Pola ini biasanya digunakan untuk daerah
serta mengalirkan air ke sungai, laut, atau danau. Dalam dengan topografi yang lebih tinggi dibandingkan
drainase ada yang disebut dengan drainase kota. Drainase dengan sungai disekitarnya. Sungai tersebut kemudian
perkotaan adalah sistem pengeringan dan pengaliran air di menjadi saluran pembuangan akhir dari jaringan-
wilayah perkotaan termasuk kawasan pemukiman, industri, jaringan drainase kecil lainnya. Pola jaringan drainase
perdagangan, dan fasilitas umum lainnya supaya air tersebut siku dapat dilihat pada Gambar 2.1.
tidak menggenangi kota dan memberikan dampak negatif
lainnya.
Sistem drainase adalah sistem untuk mengalirkan air
dari suatu tempat ke tempat yang lebih rendah dimana
sistem drainase membantu air yang tidak bisa masuk atau
tidak bisa diserap langsung ke dalam tanah. Berdasarkan
Fairizi (2015), sistem drainase adalah rangkaian proses
membentuk upaya pengaliran air, baik itu air permukaan 2) Paralel
(limpasan / run off), maupun air tanah (underground water) Pola paralel adalah suatu pola dimana saluran
dari suatu daerah atau kawasan. Dengan demikian sistem utama terletak sejajar dengan saluran cabang yang pada
drainase sangat diperlukan dalam mengatur tindakan teknis bagian akhir saluran cabang dibelokkan menuju saluran
guna menangani kelebihan air sehingga dapat mengurangi utama. Keuntungan dari jaringan ini adalah apabila
adanya kemungkinan – kemungkinan adanya banjir, terjadi perkembangan kota maka saluran dapat
genangan air pada lahan produktif, masuknya air ke saluran menyesuaikan.
drainase dari badan air penerima yang dikenal dengan air
balik, erosi pada lapisan tanah, dan elevasi permukaan air
tanah pada lahan produktif agar lapisan tanah di atasnya
tidak tergenang air.
Berdasarkan SK Menteri Pekerjaan Umum Nomor 233
Tahun 1987, drainase kota adalah jaringan pembuangan air
yang berfungsi mengeringkan bagian wilayah administrasi 3) Grid Iron
kota dan daerah urban dari genangan air baik dari hujan Pola jaringan dengan jenis grid iron digunakan jika
lokal maupun luapan sungai melintas di dalam kota. sungai terletak di pinggiran kota sehingga saluran-
Drainase perkotaan meliputi: saluran cabang dikumpulkan dahulu pada saluran
a. Pemukiman pengumpul sebelum masuk ke dalam saluran utama atau
b. Kawasan industri dan perdagangan sungai.
c. Kampus dan sekolah
d. Rumah sakit dan fasilitas umum
e. Lapangan olahrga
f. Lapangan parkir
g. Instalasi militer, listrik, telekomunikasi
h. Pelabuhan udara
Seiring dengan berkembangnya teknologi, sistem
drainase diharapkan tidak hanya dapat mengalirkan air ke
4) Alamiah
badan air saja. Namun juga diusahakan air dapat meresap ke
Pola jaringan alamiah hampir sama dengan jaringan
dalam tanah, sehingga kandungan air tanah dapat digunakan
drainase siku dimana sungai sebagai saluran utama
sebagai cadangan air dikala musim kemarau. Di Indonesia
berada di tengah kota tetapi saluran cabang tidak selalu
berbentuk siku terhadap saluran utama (sungai). Pola sebagai saluran pengumpul dari anak cabang saluran
jaringan ini juga diperuntukkan untuk beban sungai yang ada.
dengan saluran lebih besar.
2.1.4 Tata Letak Sistem Jaringan Drainase
Kerja dari suatu sistem drainase dipengaruhi oleh
beberapa hal, dimana hal-hal tersebut perlu diperhatikan
agar sistem drainase dapat berfungsi dengan baik. Adapun
hal yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pola arah aliran
5) Radial Dengan menggunakan peta topografi (natural
Pola radial adalah pola jaringan drainase yang drainage system yang terbentuk secara alamiah) suatu
mengalirkan air dari pusat sumber air memencar ke wilayah tersebut maka dapat diketahui pola arah aliran.
berbagai daerah. Pola jaringan radial sangat cocok Dengan ini pula dapat diketahui toleransi lamanya
digunakan untuk wilayah berbukit dimana aliran akan genangan dari daerah rencana.
tersebar dari pusat menuju ke luar. 2. Situasi dan kondisi fisik kota
Sementara itu, perlu diketahui beberapa hal terkait
situasi dan kondisi fisik kota daerah rencana yaitu:
a. Sistem jaringan yang ada (drainase, irigasi, air
minum, telepon dan lain-lain),
b. Bottle neck jika ada,
c. Batas-batas derah kepemilikan,
6) Jaring-jaring d. Letak dan jumlah prasarana yang ada,
Pola jaringan drainase jaring-jaring memiliki e. Tingkat kebutuhan drainase yang diperlukan, dan
saluran-saluran pembuangan yang mengikuti alah jalan f. Gambaran prioritas daerah secara garis besar.
raya. Pola jaringan ini sangat cocok untuk daerah Hal-hal yang telah disebutkan tersebut
dengan topografi datar. dimaksudkan supaya penyusunan sistem jaringan drainase
tidak menimbulkan pertentangan kepada masing-masing
kepentingan. Adapun tujuan dari penentuan tata letak dari
jaringan drainase adalah untuk menjawab fungsi dari sistem
jaringan drainase yang dibangun agar sesuai dengan tujuan,
mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan,
memaksimalkan ketahanan bangunan dari segi kontruksi dan
fungsinya, serta meminimalkan biaya pembangunan yang
2.1.3 Susunan dan Fungsi Saluran Drainase tinggi.
Jenis saluran drainase jika disesuaikan dengan
fungsi dan sistem kerjanya terdiri dari beberapa jenis 2.1.5 Bentuk dan Jenis Saluran Drainase
diantaranya adalah sebagai berikut: Saluran drainase dapat dibedakan menjadi beberapa
a. Interseptor drain jenis sesuai dengan cara terbentuknya, kontruksinya,
Saluran interseptor atau saluran penerima adalah fungsinya, dan letak saluran drainase. Sementara itu, bentuk
saluran yang memiliki peranan dalam mencegah adanya penampang saluran drainase juga bermacam-macam
pembebanan aliran dari daerah satu terhadap daerah diantaranya yaitu bentuk segiempat, segitiga, trapesium, dan
lain. Aliran akhir saluran ini terletak di saluran lingkaran. Penjelasan lebih lanjut untuk masing-masing jenis
pengumpul dan biasanya dibangun pada daerah yang dan bentuk saluran drainase adalah sebagai berikut.
memiliki kontur yang relatif sejajar. Sementara itu,
2.1.5.1 Jenis Saluran Drainase Berdasarkan Cara
untuk outlet saluran ini terdapat di saluran kolektor,
Terbentuknya
konveyor, atau langsung di saluran drainase alam.
1) Drainase Alamiah (Natural Drainage)
b. Collector drain
Draianse alamiah adalah saluran drainase yang
Saluran collector atau saluran pengumpul berguna
terbentuk secara alami dan tidak terdapat bangunan-
sebagai pengumpul debit yang diperoleh dari drainase
bangunan penunjang seperti pasangan batu/beton, gorong-
yang lebih kecil kemudian akhirnya dibuang ke saluran
gorong, dan lain-lain. Saluran ini terbentuk oleh gerusan air
konveyor atau pembawa.
yang bergerak karena grafitasi yang lambat laun membentuk
c. Conveyor drain
jalan air yang permanen seperti sungai. Drainase alamiah
Saluran conveyor atau saluran pembawa adalah
terbentuk pada kondisi tanah yang cukup kemiringannya
saluran yang digunakan untuk membawa air buangan
sehingga air akan mengalir dengan sendirinya masuk ke
dari daerah satu ke lokasi pembuangan tanpa
sungai-sungai. Pada tanah yang cukup poreous, air yang ada
membahayakan daerah yang dilewati. Saluran ini
di permukaan tanah akan meresap ke dalam tanah
biasanya terletak pada bagian terendah lembah dari
(infiltrasi). Air yang meresap berubah menjadi aliran antara
daerah tersebut. Dengan demikian, dapat digunakan
(sub-surface flow) mengalir menuju sungai dan dapat pula berbentuk bulat. Sementara itu, sistem pengaliran air
perlokasi hingga ke air tanah yang kemudian bersama-sama untuk saluran tertutup dari jalan ke saluran melalui
mengalir menuju sungai. Umumnya drainase alamiah ini street inlet. Selain itu, digunakan pula suatu rumusan
berupa sungai beserta anak-anak sungainya yang pemeriksaan atau manhole yang dipasang dari jarak
membentuk suatu jaringan alur sungai. tertentu dan berfungsi sebagai bangunan pemeriksa dan
bangunan terjunan (drop manhole) untuk tiap
perubahan dimensi saluran serta pertemuan saluran.
Konstruksi pada saluran tertutup biasanya ditanam pada
kedalaman tertentu di dalam tanah atau sistem
sewerage. Meskipun demikian, alirannya tetap
mengikuti gravitasi pada saluran terbuka.
2.1.5.3 Jenis Saluran Drainase Berdasarkan Fungsinya
Ditinjau dari fungsinya, salurah drainase dapat
dikelompokkan menjadi:
2) Drainase buatan (Artificial Drainage)
1) Single Purpose
Drainase buatan adalah sistem yang dibuat dengan
Drainase single purpose adalah saluran drainase
maksud tertentu dan merupakan hasil rekayasa berdasarkan
yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan
hasil hitungan-hitungan yang dilakukan untuk upaya
misalnya air hujan atau air limbah atau lainnya.
penyempurnaan atau melengkapi kekurangan sistem
2) Multi Purpose
drainase alamiah. Saluran ini dibuat oleh manusia serta
Drainase multi purpose adalah saluran drainase
membutuhkan adanya bangungan-bangungan pembantu
yang berfungsi mengalirkan lebih dari satu air buangan
seperti bangunan pelimpah, pasangan batu, gorong-gorong,
baik secara bercampur maupun bergantian misalnya
dan sebagainya. Pada sistem drainase buatan memerlukan
campuran air hujan dan air limbah.
biaya-biaya baik pada perencanaannya maupun pada
pembuatannya.
2.1.5.4 Jenis Saluran Drainase Berdasarkan Letaknya
Berdsarkan letak salurannya, sistem drainase dibedakan
menjadi:
1) Drainase Permukaan Tanah (Surface Drainage)
Drainase permukaan tanah adalah sistem drainase
yang salurannya berada di atas permukaan tanah dan
2.1.5.2 Jenis Saluran Drainase Berdasarkan pengaliran air terjadi karena adanya beda tinggi muka
Konstruksinya saluran. Saluran drainase yang berada di atas
Berdasarkan konstruksinya, saluran drainase dibedakan permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air
menjadi: limpasan permukaan dan analisa alirannya merupakan
1) Saluran Terbuka analisa open channel flow.
Drainase saluran terbuka adalah sistem saluran 2) Drainase Bawah Permukaan (Subsurface Drainage)
yang permukaan airnya terpengaruh dengan udara luar Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air
(atmosfir). Drainase saluran terbuka biasanya limpasan permukaan melalui media di bawah
mempunyai luasan yang cukup dan digunakan untuk permukaan tanah (pipa-pipa). Drainase ini diletakkan di
mengalirkan air hujan atau air limbah yang tidak bawah biasanya karena alasan-alasan tertentu seperti
membahayakan kesehatan lingkungan serta tidak tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang
mengganggu keindahan. Drainase terbuka yang dibuat tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah
di pinggiran kota tidak perlu dilapisi lining. Tetapi seperti lapangan sepak bola, lapangan terbang, taman
drainase yang dibangun di tengah kota harus dilapisi dan lain-lain.
pelindung seperti beton, batu, atau bata. 2.1.6 Jalur Saluran Air
2) Saluran Tertutup Penting untuk jaringan sistem penyaluran drainase
Berbeda dengan saluran terbuka, saluran tertutup yang akan direncanakan sesuai dengan keadaan fisik daerah
adalah sistem saluran yang permukaan airnya tidak pelayanan. Keadaan-keadaan fisik tersebut diantaranya
terpengaruh dengan udara luar (atmosfir) dan berfungsi adalah jalur saluran terletak di sebelah kiri atau kanan jalan,
untuk mengalirkan air limbah atau air kotor yang dapat diutamakan untuk tidak berada di tepi jalan atau pada daerah
menganggu kesehatan, lingkungan, dan keindahan. yang jauh dan melintas jalan sehingga permukiman yang
Saluran ini dapat pula digunakan untuk saluran di berada di sepanjang jalan tersebut tidak terpaksa harus
tengah kota seperti untuk daerah dengan lalu lintas membuat jembatan persil dan mengakibatkan biaya
pejalan kaki yang padat sebagai permisalan daerah pembangunan menjadi lebih mahal. Dalam merencanakan
perdagangan, pusat pemerintahan, dan jalan protokol. penyaluran drainase juga digunakan beberapa dasar
Agar tidak menganggu, saluran kemudian dibuat perencanaan baik secara teknis ataupun hidrolis.
tertutup dengan menggunakan beton tidak berulang dan Perencanaan secara hidrolis meliputi prinsip–prinsip
hidrolika. Sementara itu, secara teknis terdiri dari segi-segi
teknik yang perlu diperhatikan dalam rencana penyaluran daerah aliran dapat ditentukan dari peta topografi atau foto
yang disesuaikan sesuai dengan kondisi topografi daerah udara.
perencanaan. Selain itu, dalam menentukan arah jalur
saluran terdapat batasan-batasan sebagai berikut: 2.2.1 Melengkapi Data Hujan yang Hilang
1. Arah aliran dalam saluran mengikuti garis ketinggian Secara ideal, data yang digunakan adalah data yang
yang ada sehingga diharapkan pengaliran secara sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Tetapi dalam keadaan
gravitasi dan menghindari pemompaan. nyata sangat sering dijumpai data yang tidak lengkap. Hal
2. Pemanfaatan sungai atau anak sungai sebagai badan ini dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah
air penerima dari outfall yang direncanakan. kerusakan alat, kelalaian petugas, penggantian alat, dan
3. Menghindari banyaknya perlintasan saluran pada bencana dan berbagai hal lainnya. Keadaan tersebut
jalan, sehingga mengurangi penggunaan gorong- menyebabkan pada bagian – bagian tertentu dari data runtut
gorong waktu terdapat data yang kosong (missing record). Dalam
memperkirakan besarnya data yang hilang, harus
2.1.7 Prinsip-Prinsip Pengaliran diperhatikan pula pola penyebaran hujan pada stasiun yang
Dalam perencanaan sistem penyaluran air hujan bersangkutan maupun stasiun-stasiun sekitarnya. Dalam
mengunakan prinsip-pronsip pokok, salah satunya adalah memenuhi data hujan yang hilang dapat digunakan
sebisa mungkin memanfaatkan jalur drainase alamiah diantaranya adalah:
sebagai badan air penerima. Selain itu, kaidah-kaidah 1) Aritmatika Rata-Rata
pengaliran yang digunakan diantaranya adalah: Apabila terdapat selisih antara tinggi hujan tahunan
1) Menghemat limpasan air hujan dari awal saluran normal dan tempat pengukuran yang datanya belum lengkap
(tribury) selama masih belum berbahaya supaya dapat dibandingkan tinggi hujan tahunan normal dari stasiun
terjadi infiltrasi sebesar-besarnya sehingga dapat pengukuran terdekat kurang dari 10%. Data yang hilang
mengurangi debit limpasan ke bawah aliran dan dapat ditentukan dengan harga rat-rata hitung dari statisun
sekaligus sebagai konversi air tanah pada daerah atas terdekat dengan dianjurkan terdapat lebih dari dua stasiun
(upstream). pembanding. Metode arimatika rata-rata ini menjadi metode
2) Mengendalikan besarnya profil saluran (debit aliran) yang praktis untuk digunakan dalam menentukan curah
dengan infiltrasi sehingga saluran bisa sebesar hujan yang hilang dengan dilakukan pada beberapa stasiun
mungkin memberikan pengurangan debit limpasan. dalam waktu yang bersamaan dijumlah dan kemudian dibagi
3) Kecepata aliran tidak boleh terlalu kecil suapaya tidak dengan jumlah stasiun. Berdasarkan Saputro (2011) dalam
terjadi pengendapan dan tidak boleh terlalu besar Prawaka et al. (2016) stasiun yang digunakan dalam
supaya tidak terjadi penggerusan. hitungan biasanya masih berdekatan. Berikut rumus
4) Profil saluran mampu menampung debit maksimum penentuan data curah hujan dengan aritmatika rata-rata.
dari pengaliran sesuai dengan PUH yang ditentukan 1
beserta dengan badan air penerimanya.
Rx= × ( R 1+ R 2+…+ Rn )
n
Dimana:
2.2 Analisis Hidrologi
R1, R2...Rn = Harga curah hujan rata-rata tahunan pada
. Hidrologi berdasarkan CD. Soemarto (1999) dalam
stasiun 1, stasiun 2, hingga stasiun ke-n.
Purwantoro dan Yulianto (2012) adalah suatu ilmu yang
Rx = Curah hujan rata-rata dari stasiun x yang datanya akan
menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam kita
dilengkapi.
ini meliputi berbagai bentuk air yaitu menyangkut
N = Jumlah stasiun pembanding
perubahan – perubahan antara keadaan cair, padat, dan gas
dalam atsmosfir. Untuk melakukan perencanaan drainase
2) Rasio Normal
diperlukan penggunaan metode yang tepat. Ketidaksesuaian
Metode Rasio Normal adalah salah satu metode yang
dalam penggunaan metode dapat mengakibatkan hasil
digunakan dalam menentukan data curah hujan yang hilang.
perhitungan tidak tepat digunakan pada kondisi yang
Metode ini cukup sederhana dimana dengan
sebenarnya. Analisis ini perlu untuk dilakukan sehingga
memperhitungkan data curah hujan di stasiun hujan yang
dapat ditentukan besarnya aliran permukaan atau
berdekatan untuk mencari data curah hujan yang hilang di
pembuangan yang perlu ditampung. Data-data yang
stasiun tersebut. Metode ini digunakan apabila terdapat
diperlukan dalam analisis hidrologi mencakup beberapa hal
selisih antara tinggi hujan tahunan normal dari tempat
diantaranya adalah data luas daerah drainase, besar, dan
pengukuran yang datanya kurang lengkap disbanding
frekuensi dari intensitas hujan rencana. Termasuk dalam
dengan tinggi hujan tahunan normal dari stasiun pengukuran
perencanaan ini meliputi curah hujan, data hujan, uji
terdekat lebih dari 10%. Variabel yang digunakan adalah
konsistensi, uji homogenitas, penentuakn curah hujan rata-
curah hujan harian di stasiun lain dan jumlah curah hujan
rata daerah, analisa hujan maksimum, maksimum, metode
satu tahun pada stasiun lain tersebut. Menurut Wei dan
perhitungan distribusi hujan atau metode perhitungan
McGuiness (1973) dalam Prawaka et al. (2016), rumus
intensitas hujan dan perhitungan lengkung intensitas hujan.
metode rasio normal untuk mencari data curah hujan yang
Perlu diperhatikan pula bahwa ukuran dari daerah tangkapan
hilang adalah sebagai berikut:
air akan mempengaruhi aliran permukaan sementara untuk
( )
R x r 1 r2 rn harus diperhatikan pula pola penyebaran hujan pada stasiun
r x= + +…+ yang bersangkutan maupun stasiun-stasiun sekitarnya.
n R1 R 2 Rn
Dalam data dimungkinkan adanya ketidakkonsistenan
Dimana: sekumpulan data (array data) karena terjadi perubahan
rx = Data hujan yang dicari adapun diantaranya adalah:
Rx = Curah hujan rata–rata tahunan pada stasiun x a. Perubahan tata guna lahan pada DAS dan sekitarnya,
yang datanya akan dilengkapi b. Perpindahan tempat atau lokasi stasiun pengukur
n = Jumlah stasiun pembanding hujan,
r1, r2...rn = curah hujan di stasiun 1, 2, 3 sampai ke–n c. Perubahan jenis alat ukur atau metode pengukuran,
d. Adanya kesalahan dalam menganalisa curah hujan,
3) Metode Inversed Square Distance e. Adannya kesalahan sistem observasi data dari
Salah satu, metode yang dapat digunakan adalah sekumpulan data hujan,
metode Inversed Square Distance. Metode ini berdasarkan f. Perubahan ekosistem terhadap iklim misal kebakaran
Prawaka et al. (2016) hampir mirip dengan metode rasio hutan atau tanah longsor.
normal. Dimana memperhitungkan stasiun yang berdekatan Perubahan atau gangguan di sekitar tempat penakar
untuk menetukan data curah hujan yang hilang, Namun, hujan memungkinkan terjadinya penyimpangan terhadap
yang menjadi pembeda adalah dengan metode rasio normal trend semula. Hal ini dapat diketahui dengan melakukan uji
yang digunakan adalah jumlah curah hujan dalam satu konsistensi. Uji konsistensi dalam data hujan dapat
tahun. Sementara itu, pada metode ini variabel yang dilakukan dengan menggunakan metode garis massa ganda
digunakan adalah jarak stasiun terdekat dengan stasiun yang (double mass curve technique). Metode garis massa ganda
akan dicari data curah hujan yang hilang. Adapun untuk adalah metode sederhana, visual, dan praktis. Metode ini
rumus metode ini adalah sebagai berikut. didasarkan pada plot dari dua kuantitatis kumulatif selama
periode yang sama menunjukkan garis lurus selama
proposionalitas antara keduanya tidak berubah dan
kemiringan garis mewakili proposionalitas. Jadi, dilakukan
perbandingan antara curah hujan tahunan kumulatif dari
Dimana:
stasiun yang diteliti dengan harga kumulatif curah hujan
px = Hujan yang hilang di stasiun x
rata-rata dari suatu jaringan stasiun dasar yang bersesuaian.
pi = Data hujan di stasiun sekitarnya pada periode yang sama
Dengan menggunakan metode dapat juga dilakukan koreksi
Li = Jarak antara stasiun
terhadap data-datanya serta dapat dilakukan perbandingan
curah hujan tahunan akumulatif dari jaringan stasiun dasar.
4) Koefisien Korelasi
Jika tidak terjadi perubahan, maka akan diperoleh garis
Koefesien korelasi adalah metode yang dipakai untuk
berupa garis lurus dan tidak terjadi patahan arah garis
menyatakan seberapa kuat hubungan variabel-variabel
sehingga data hujan yang diuji dikatakan konsisten. Stasiun
(terutama data kuantitatif). Apabila variabel hasil
dasar ditentukan dari lokasi yang berdekatan dengan stasiun
pengamatan ternyata memiliki kaitan yang erat dengan
pengamat dengan jumlah stasiun dasar minimal empat buah.
variabel lainnya maka akan sulit dibedakan dengan analisa
Adapun data yang didapat dari stasiun dasar perlu untuk
regresi sehingga hanya dapat meramalkan nilai variabel
diuji konsistemsinya dan kondisi meteorologi yang sesuai
pada suatu individu lain berdasarkan nilai variabel-
dengan stasiun pengamat serta disusun berdasarkan urutan
variabelnya. Metode ini dipakai untuk menentukan hujan
kronologis mundur dimulai dengan tahun terakhir.
tahunan dengan dibantu kurva korelasi antara tinggi hujan
Semantara itu, apabila data hujan tersebut tidak konsisten
pada stasiun yang datanya hilang dengan stasiun indeks pada
maka dapat dilakukan koreksi dengan menggunakan
tahun yang sama. Adapun besaran untuk koefesien korelasi
persamaan:
dinyatakan sebagai.
tg (β ) TB
Fx= =
tg (α ) TL
Dimana:
x = Data terukur hujan Rk = Fk × R
y = Data hasil perhitungan Dimana:
Rk = Curah hujan koreksi di stasiun x
2.2.2 Uji Konsistensi Data Hujan R = Curah hujan asli
Dalam pengamatan data hujan untuk mengetahui Fk = Faktor koreksi
apakah data tersebut terdapat non-homogenitas dan tg( β) = Kemiringan sebelum ada perubahan
ketidaksesuain yang dapat membuat kesalahan dalam tg(α ) = Kemiringan setelah ada perubahan
perhitungan maka diperlukan uji konsistensi. Keadaan
tersebut menyebabkan pada bagian – bagian tertentu dari 2.2.3 Uji Homogenitas
data runtut waktu terdapat data yang kosong (missing Uji homogenitas dari data curah hujan
record). Dalam memperkirakan besarnya data yang hilang, dimaksudkan untuk memastikan tidak adanya
penyimpangan data curah hujan yang signifikan. Nilai simpangan baku tereduksi dapat diketahui dalam
Penyimpangan dapat terjadi di lapangan karena disebabkan standar SK SNI M-18-1989-F pada Gambar 2.16 berikut.
beberapa hal diantaranya adalah hujan yang datang tidak
sesuai dengan prediksi atau data hujan yang hilang karena
tidak tertangkap oleh pengangkap hujan. Homogen
dinyatakan apabila titik H (n, TR) dalam titik
homogenitasnya. Uji homogenitas berdasarkan Sanusi
(2016) adalah tahapan penyaringan data sebelum melakukan
analisis lebih lanjut. Terdapat empat metode pengujian
homogenitas yang sering digunakan yaitu uji standart
5. Menghitung μ, dengan persamaan:
normal homogeneity, uji rentang buishand, uji pettitt, dan uji
raiso von neumann. Uji homogenitas curah hujan yang akan 1
μ=R− Y n
digunakan kali ini didasarkan pada grafik Homogeneity Test α
Graph dari US Geological Survey Dimana :
Yn = Reduced Mean atau rata-rata reduksi
Nilai reduced mean dapat dilihat pada Gambar 2.17.

6. Sehingga diperoleh persamaan regresi dengan rumus


Data curah hujan dikatakan homogen apabila titik H (n,
sebagai berikut:
TR) dalam garis lengkung control. Perlu diingat kembali,
1
sebelum melakukan uji homogenitas, data hujan pada setiap R=μ + Y
stasiun perlu diurutkan dari data terbesar hingga terkecil dari α
tahun awal hingga akhir. Dengan ini, akan diperoleh
akumulasi dan nilai rata-rata (𝑅̅) yang diguakan dalam 7. Diperoleh nilai R0 dan R5, dari subtitusi Y, kemudian
menentukan uji homogenitas hujan. Untuk pengujian diplot pada “Gumbel’s Probability Paper”, dan ditarik
homogenitas selanjutnya adalah sebagai berikut: garis penghubung kedua titik tersebut.
1. Mengurutkan data dari yang terbesar hingga terkecil 8. Dari garis tersebut didapatkan nilai R10 dan Tr
2. Menghitung R , dengan rumus: 9. Menghitung titik homogenitas, dengan rumus:
Σ Ri R 10
R= Ordinat  T R= × Tr
n R
Dengan: Absis  n
𝑅̅ = curah hujan rata – rata Dimana :
Ri = curah hujan tiap tahun R10 = Presipitasi tahunan dengan PUH 10 tahun rencana
n = jumlah data curah hujan yang dianalisa Tr = PUH dari R
3. Menghitung standar deviasi (δ R ¿, dengan rumus: 10. Mengeplotkan pada grafik homogenitas. Jika plotting
(n, TR) ternyata berada di dalam grafik, maka data

[ ]
2 1/ 2
Σ (Ri−R) tersebut homogen. Jika tidak homogen, maka pemilihan
δR=
n−1 data diubah dengan memilih awal dan akhir pendataan
Dimana: lain sedemikian sehingga titik tersebut berada dalam
R = curah hujan rata-rata grafik homogenitas.
Ri = data curah hujan tiap tahun pengamatan Jika terjadi ketidakhomogenan runtun data, maka hal
n = jumlah data curah hujan yang diamati itu menandakan terjadinya perubahan atau
1 ketidakkontinyuan dalam runtun data yang telah diuji.
4. Menghitung nilai , dengan rumus : Seperti adanya perubahan terhadap nilai rata-rata. Dalam
α
menentukan nilai homogenitas hal yang perlu untuk
1 δR dilakukan adalah melakukan pengurutan data curah hujan
=
α δn yang ada. Adapun cara dalam mengubah array data adalah
Dimana : dengan:
δn = reduced standar deviation atau simpangan baku a. Menambah jumlah data. Misalnya dari data tahun
tereduksi 1970 sampai dengan 1998 menjadi dari tahun 1965
sampai dengan 1998.
b. Menggeser mundur jumlah data yang sama. Sebagai daerah aliran sungai yang akan dibangun. Cara
contoh dari tahun 1967 sampai dengan 1999 menjadi perhitungannya adalah sebagai berikut:
data dari tahun 1966 sampai dengan 1998. 1
c. Mengurangi jumlah data (hal ini tidak dianjurkan,
R= Σ Ai Ri atauW i Ri
A
tetapi masih dapat digunakan apabila kedua cara Dimana:
sebelumnya tidak dapat dilakukan). R = curah hujan rata-rata daerah
Ai = Luas cathment area untuk stasiun i (km2)
2.2.4 Analisis Curah Hujan Rata-Rata Daerah Aliran A = Luas cathment area total (km2)
Curah hujan berdasarkan Prawaka et al. (2016) Ri = Curah hujan stasiun i (mm)
adalah ketinggian air hujan yang terkumpul pada tempat Wi = Weighing Factor (Ai/A)
datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir.
Curah hujan dinyatakan dalam satuan milimeter atau inchi,
tetapi di Indonesia umumnya satuan curah hujan yang
digunakan adalah dalam milimeter (mm). Curah hujan
dalam satu milimeter diartikan pada luasan satu meter
persegi tempat yang datar tertampung air setinggi satu
milimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Dalam
perencanaan saluran drainase, data terkait curah hujan
Adapun langkah-langkah dalam menggunakan metode
menjadi data yang diperlukan. Data yang digunakan tidak
polygon thiessen adalah sebagai berikut:
hanya pada satu titik tertentu saja, melainkan keseluruhan
a. Meletakaan lokasi stasiun hujan pada peta. Antara satu
daerah perencanaan. Dengan demikian, curah hujan yang
stasiun dengan stasiun lainnya perlu dibuat garis
digunakan adalah curah hujan wilayah atau daerah. Data
penghubung.
terkait curah hujan dapat diperkirakan pada beberapa titik
b. Menarik garis tegak lurus di tengah-tengah tiap garis
dan dapat pula didapatkan melalui stasiun pengamat curah
penghubun sehingga dapat terbentuk polygon thiessen.
hujan. Dalam menentukan curah hujan daerah pengamatan
Setiap titik dalam satu poligon akan memiliki jarak
curah hujan pada beberapa titik dapat dilakukan dengan
terdekat dengan stasiun yang ada di dalamnya jika
beberapa metode diantaranya menurut Ajr dan Dwirani
dibandingkan dengan jarak terhadap stasiun lainnya.
(2019) adalah:
Dengan demikian, data cirah hujan pada stasiun tersebut
1) Cara rata-rata aljabar
dianggap sebagai representasi hujan pada kawasan
2) Cara polygon thiessen
poligon yang bersangkutan.
3) Metode isohyet
c. Melakukan pengukuran luas area pada tiap-tiap poligon
4) Jaringan pengukuran hujan
dan luas total poligon dengan menjumlah luas poligon.
Dalam perencanaan ini secara lebih lanjut akan
digunakan Metode Poligon Thiessen. Cara ini diperoleh
2.2.5 Analisis Hujan Harian Maksimum
dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada
Curah hujan maksimum merupakan curah hujan
tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan
tertinggi yang terjadi pada periode tertentu. Curah hujan
demikian, tiap stasiun penakar hujan akan terletak pada
harian maksimum didapat melalui perhitungan curah hujan
suatu poligon tertentu. Contoh wilayah polygon Thiessen
rata-rata dengan metode Thiessen. Dalam menentukan
dapat dilihat pada Gambar 2.18 dan Gambar 2.19.
Hujan Harian Maksimum (HHM) dapat dilakukan
Berdasarkan Ajr dan Dwirani (2019), Metode Polygon
menggunakan beberapa metode dengan data yang digunakan
Thiessen didasarkan pada rata-rata timbang (weighted
adalah terbesar diantaranya adalah:
average). Keuntungan dengan menggunakan metode ini
adalah didapatkan proporsi luasan daerah pengaruh stasiun 1. Gumbel
hujan meskipun terdapat ketidaksamaan jarak sehingga baik Metode gumbel adalah metode yang menyatakan
untuk digunakan pada stasiun hujan yang tidak tersebar bahwa distribusi dari harga ekstrim baik maksimum
merata dan jumlah yang tidak sebanding dengan luas. Pada atau minimum tahun yang digunakan dari n sampel
dasarnya metode ini menggunakan asumsi bahwa variasi akan mendekati batas bila ukuran sampel meningkat.
hujan antara stasiun hujan yang satu dengan lainnya adalah Adapun persamaan yang digunakan adalah:
linear dan stasiun hujannya dianggap dapat mewakili Dimana:
kawasan terdekat. σR
Metode ini dilakukan dengan memasukkan faktor RT = R̄ + ( Yt −Yn )
σn
pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yang
disebut faktor pembobot atau koefisien Thiessen. Adapun Dimana:
untuk besar dari luas daerah yang ditentukan oleh stasiun R̄ = Tinggi curah hujan rata-rata
dibatasi dengan daerah poligon yang memotong secara tegak σn = Reduced Standard Deviation
lurus ada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun. Yt = Reduced Variate yang merupakan fungsi dari masa
Dalam pemilihan stasiun hujan yang dipilih harus meliputi ulang TR
Yn = Reduced Mean
Nilai reduced variate dapat dilihat pada Gambar 2.20. N ⋅ ∑ ( x i− x̄ )3 (2.23)
C s=
( N−1 ) ( N−2 ) ( τ x )3

f. Nilai skew cofficient (Cs) yang didapatkan dan


Kala ulang hujan (Return Period) adalah periode (dalam harga periode ulang (T) yang ditentukan, maka
tahun) dimana suatu hujan dengan intensitas yang sama, didapatkan nilai Kx dengan menggunakan tabel
kemungkinan dapat berulang berulang Kembali kejadiannya pada Gambar 2.21.
satu kali dalam periode waktu tertentu misalnya 2, 5, 10, 25,
50, atau 100 tahun sekali. Penetapan Periode Ulang Hujan
(PUH) ini digunakan untuk menentukan besarnya kapasitas
saluran terhadap limpasan air hujan atau besarnya kapasitas
(kemampuan) suatu bangunan air untuk keperluan-keperluan
tertentu (Supriyani et al., 2012).
Sementara itu, rentang keyakinan (Rk) untuk harga-
harga RT dapat diketahui dengan persamaan:
Y t−¿Y n (2.19)
a. k = ¿
δn
b. b=√ 1+ 1,3 k +1,1⋅ k 2 (2.20)
b ⋅δ R (2.21)
c. Se =
√n
d. Rk =±⋅ t ( a ) ⋅ S e (2.22)

Dengan:
Rk = Rentang keyakinan (convidence interval, Dengan demikian, besarnya harga logaritma dari
mm/jam) masing-masing data curah hujan untuk suatu periode
t(a) = Nilai fungsi keyakinan, t(a) dapat ditentukan ulang T tertentu dapat ditentukan.
dengan Tabel 2.1.
Se = Probability error (deviasi) XT = X̄ + kX. σ X
Tabel 2.1 Nilai Koefisien Keyakinan
Maka, perkiraan harga HHM pada periode ulang t tahun
 t() adalah :
90% 1,640 HHM = Antilog (XT) atau (2.25)
80% 1,282 HHM = 10XT
68% 1,000
3. Iwai – Kadoya
2. Log Pearson Tipe III Metode iwai-kadoya dapat diartikan sebagai
Berbeda dengan metode sebelumnya, metode distribusi terbatas sepihak (one site finite distribtion).
dengan log pearson didasarkan pada perubahan data Pada prinsipnya dilakukan dengan mengganti variable
yang ada dalam bentuk logaritmik. Distribusi Log (x) dari kurva kemungkinan kerapatan dari curah hujan
Pearson Tipe III berdasarkan Basuki et al. (2009) harian maksimum ke log X atau mengubah kurva
merupakan hasil transformasi dari distribusi Pearson distribusi asimetris menjadi kurva distribusi normal.
Tipe III dengan menggantikan data menjadi nilai Kemungkinan terlampauinya W (x) dengan asumsi data
logaritmik. Adapun dalam menentukan hujan harian hidrologi distribusi log normal. Perlu diperhatikan
maksimum dengan menggunakan langkah-langkah bahwa konstanta b lebih besari dari nol (b > 0) sebagai
berikut. harga minimum variabel kemungkian (x). Dengan
a. Mengurutkan data curah hujan (R) dari harga yang demkian, supaya kurva kerapatan tidak kurang dari
terbesar hingga harga terkecil. harga minimum (-b), maka setiap sukunya diambil x+b,
b. Mengganti beberapa N data curah hujan ke dalam dimana harga log (a + b) diperkirakan adalah distribusi
bentuk logaritma Xi = log Ri. normal. Perhitungan cara Iwai Kadoya adalah variabel
c. Menentukan besarnya harga rata-rata besaran. normal, dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
d. Menentukan besarnya harga deviasi rata-rata dari
besaran logaritma.
= (2.26)
e. Menentukan harga skew coefficient (koefisien
X +b
asimetri) dari besaran logaritma dengan c . log
Persamaan 2.23. X 0+ b

Dengan: log (xo + b) = 𝑥̅o rata-rata dari log (xi + b). 1 2n
Nilai variabel normal dapat diketahui pada tabel di = × ( X 2−X o 2 ) (2.34)
c ( n−1)
Gambar 2.22.
Harga  yang sesuai dengan kemungkinan lebih banyak
(arbitrary excess probability) didapat dari tabel dan
besarnya curah hujan yang mungkin dihitung dengan
Persamaan 2.34 berikut.
𝐥𝐨𝐠 (𝑿𝒐 + 𝒃) = 𝐥𝐨𝐠 (𝑿𝒐 + (2.35)
𝒃) + ( 𝟏 𝑪 )
Dari metode-metode yang ada, nilai HHM yang akan
digunakan ditentukan melalui nilai HHM tertinggi dari
perhitungan menggunakan ketiga metode tersebut.

2.2.6 Analisis Distribusi Hujan


Dalam analisis distribusi hujan dapat dilakukan dengan
beberapa metode diantaranya adalah:
Langkah perhitungan dalam metode ini adalah :
1) Bell
1) Menentukan hargo Xo
Metode bell dapat digunakan apabila data hujan dalam
selang waktu yang panjang (minimal selama 20 tahun). Jika
1 (2.27)
n ∑
Xo = . log X i data ini tidak tersedia, namun besarnya curah hujan selama
enam puluh menit pada periode ulang 10 tahun diketahui
sebagai dasar, maka suatu rumus empiris yang disusun oleh
2) Menghitung nilai b Bell dapat digunakan untuk menentukan curah hujan
1 dengan durasi 5 – 120 menit dan periode ulang 2-100
m ∑
b= . bi tahun. Rumus Bell menurut Subarkah (1980) dalam Hendri
(2.28)
(2015) dapat dinyatakan sebagai berikut:
n (2.28)
m≈ RtT = (0,21lnT +0,52)(0,54t0,25 – 0,50) R60
10 10

Sementara itu, dalam menentukan intensitas hujan (mm/jam)


X s ⋅ X t −X 02
bi= (2.30) berdasarkan persamaan Bell dapat ditentukan dengan
2 X 0− ( X s + X T ) persamaan di bawah.

Dimana : 60 t (2.37)
I= R
Xs = Harga pengamatan urutan R thiessen terbesar t T
Xt = Harga pengamatan urutan R thiessen terkecil
N = Banyaknya data Dimana:
m = n/10 R = Curah hujan (mm)
3) Menentukan harga X̄ o T = Periode ulang (tahun) (2 ≤ T ≤100)
t = Durasi hujan (menit) (5 ≤ t ≤ 120)
X̄ o = log (Xo + b) = (2.31)
n 2) Van Breen
1
∑ log ( Xi+ b)
n i=1
Metode Van-Breen memiliki anggapan bahwa
besarnya atau lama durasi hujan harian adalah terpusat
selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90 % dari hujan
Menentukan harga X̄ 2 selama 24 jam. Adapun secara persamaan digunakan rumus
sebagai berikut:
n (2.32) 90 % x R 24 (2.38)
1 I=
X̄ 2 = ∑ ¿ ¿2
n i=1 4

Dimana:
4) Menentukan harga C
I = Intensitas hujan (mm/jam)


2
1 2 ( xi+b) R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/24 jam)
= × log (2.33)
c ( n−1) (xo+ b) Dari data intensitas hujan yang telah diketahui maka
Persamaan tersebut dapat pula ditulis dengan: dapat diplotkan pada kurva durasi intensitas hujan. Dalam
contoh pengunaannya akan digunakan dari kurva kota debit yang terjadi. Besarnya debit (banjir) perencanaan
Jakarta sebagai kurva basis dan dapat dilihat pada Tabel 2.2. sangat ditentukan oleh jumlah intensitas hujan yang terjadi.
Kurva basis dapat memberikan kecenderungan bentuk kurva Dengan demikian makin besar nilai t maka intensitas hujan
untuk daerah lainnya di seluruh Indonesia. makin kecil. Data hujan jangka pendek dapat dicari dengan
persamaan Tallbot, Sherman, Ishiguro. Kemudian jika data
Intensitas Hujan Daerah Jakarta hujan jangka pendek tidak tersedia dapat dihitung dengan
t (mm/jam) rumus Mononobe berdasarkan Pania et al. (2013). Adapun
(menit) Periode Ulang Hujan (Tahun) secara lebih lanjut dapat ditentukan dengan cara-cara
2 5 10 25 50 empiris:
5 126 148 155 180 191 a. Metode Talbot
a
I=
Intensitas Hujan Daerah Jakarta (mm/jam) t+b
t
Periode Ulang Hujan (Tahun)
(menit)
2 5 10 25 50 Σ ( I . t ) x Σ ( I )−Σ ( I . t ) Σ(I)
2 2

10 114 126 138 156 168 a=


N Σ ( I ) −Σ (I )
2 2
20 102 114 123 135 144
40 76 87 96 105 114
Σ ( I ) x Σ ( I . t )−N Σ ( I .t )
2
60 61 73 81 91 100
120 36 45 51 58 63
b=
N Σ ( I ) −Σ( I)
2 2

240 21 27 30 35 40
3) Hasper-Weduwen
b. Metode Sherman
Persamaan Hasper-Weduwen diperoleh dari kecenderungan
a
curah hujan harian yang dikelompokkan didasarkan pada I= n
anggapan bahwa hujan memiliki distribusi simetri dengan t
durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan
antara 1 jam sampai 24 jam. Metode Hasper-Weduwen 2
Σ ( logI ) x Σ ( logt ) −Σ ( logI . logt ) Σ(logt )
dirumuskan dengan persamaan adalah: a= 2
a. Untuk 0 < t < 1 jam
N Σ ( logt ) −¿ ¿
R =


Σ ( logI ) x Σ(logt )−N Σ ( logI .logt )
( 100 )
11300 t Ri (2.39)
x n= 2
t +3,12 N Σ ( logt ) −¿ ¿

Ri = (2.40) c. Metode Ishiguro


1218t +54 c
XT x I=
X T ( 1−t ) +1272t √t +d

Σ ( I . √ t ) x Σ ( I 2 ) −Σ ( I 2 . √ t ) Σ( I )
b. Untuk 1 ≤ t ≤ 24 jam
c=
N Σ ( I 2) −Σ( I )2
R=
√ 11300 t
x(
t+3,12 100
Xt
)
d=
Σ ( I ) x Σ ( I . √ t ) −N Σ ( I . √ t )
2

N Σ ( I )−Σ( I )
2 2
c. Intensitas hujan
R (2.42)
I= Keterangan:
t
a, b, c ,d ,n = Konstanta
N = Jumlah data
Dimana:
I = Intensitas hujan (mm/jam)
I = Intensitas hujan
t = Durasi (menit)
R = Curah hujan
Dalam penentuan intensitas hujan dengan metode-
t = Durasi curah hujan (jam)
metode di atas, perlu dicari selisih terkecil antara I asal dan I
XT = Curah hujan harian maksimum yang terpilih
teoritis berdasarkan perhitungan menggunakan metode-
(mm/hari)
metode tersebut. Persamaan intensitas dengan selisih
terkecil itulah yang kemudian digunakan untuk perhitungan
2.2.7 Pemilihan Metode Intensitas Hujan
debit.
Perencanaan bangunan air (saluran), hal pertama
yang perlu untuk dilakukan adalah menentukan besanya
2.3 Kriteria Perencanaan Drainase faktor-faktor yang berkaitan dengan aliran permukaan di
Di dalam perencanaan sistem penyaluran air hujan ini, dalam sungai sepertikelembaban tanah (Supriyani et al.,
digunakan beberapa parameter yang merupakan dasar 2012). Harga C biasanya diambil untuk tanah jenuh pada
perencanaan sistem. Dalam menentukan arah jalur saluran waktu permulaan hujan. Nilai akan koefisien limpasan
air hujan yang direncanakan terdapat batasan-batasan sangat bergantung dengan kondisi tata guna lahan limpasan,
sebagai berikut : secara lebih lanjut dapat diketahui pada Tabel 2.3.
a) Arah aliran dalam saluran mengikuti garis ketinggian Table 2.2 Nilai Koefisien Limpasan
yang ada sehingga diharapkan pengaliran secara
gravitasi dan menghindari pemompaan.
b) Pemanfaatan sungai atau anak sungai sebagai badan
air penerima dari outfall yang direncanakan.
c) Menghindari banyaknya perlintasan saluran pada
jalan, sehingga mengurangi penggunaan gorong-
gorong.
Faktor pembatas juga berhubungan dengan kondisi
topografi setempat. Dari kondisi ini dikembangkan suatu
sistem dengan berbagai alternatif dengan memperhitungkan
segi teknis dan ekonomisnya. Pengembangan suatu sistem
mempunyai konsekuensi logis terhadap dampak
perencanaan. Tetapi dengan sedikit mungkin menghindari
akibat sosial yang mungkin timbul, maka diharapkan dapat
dicapai perencanaan sistem seperti yang diinginkan (Takeda,
1993).

2.3.1 Perhitungan Limpasan Air Hujan


Salah satu konponen dalam siklus hidrologi adalah
limpasan hujan. Komponen limpasan hujan dapat berupa
run-off (aliran permukaan) ataupun aliran yang lebih besar Adapun waktu yang dibutuhkan air hujan pada suatu saluran
seperti aliran air di sungai. Dalam menentukan debit untuk mengalir sampai ke titik pengamatan (td) ditentukan
limpasan dapat digunakan metode rasional. Dimana metode berdasarkan karakteristik hidrolis di dalam saluran dengan
ini hanya berlaku dalam menentukan limpasan hujan pada pendekatan sebagai berikut:
daerah luasa aliran sampai dengan 80 hektar. Sedangkan
Ld
untuk daerah dengan luasan lebih dari itu digunakan metode td =
rasional yang dimodifikasi. Adapaun persamaan metode
V
rasional sebagai berikut:
Ld
td =
Q = 2,78 × C × I (2.52) V ×60
×A
Dengan:
Q = 2,78 × Cs × C (2.53) Ld = Panjang saluran (m)
×I×A V = Kecepatan alliran (m/detik)
Dimana: Dalam menentukan nilai kecepatan aliran (V) dalam m/detik
Q = Debit aliran (m3 /det) dapat digunakan persamaan kecepatan manning sebagai
C = Koefisien pengaliran berikut:
Cs = koefisien penampungan atau storage coefficient

2 tc (2.57)
Cs=
2 tc+td (2.54) Dengan:
n = Koefisien kekasaran Manning
I = Rata-rata intensitas hujan (mm/jam) R = Radius hidrolis
A = Luas daerah tangkap (km2) S = Kemiringan medan atau slope (m/m)
Koefisien pengaliran (C) adalah perbandingan Persamaan manning biasanya digunakan untuk
antara jumlah air yang mengalir di suatu daerah akibat saluran buatan atau dengan pasangan (lining). Sementara itu,
turunnya hujan dengan jumlah air hujan yang turun di untuk saluran alami dainjurkan untuk menggunana
daerah tersebut. Besarnya koefisien pengaliran tergantung persamaan kecepatan de Chezy. Sedangkan, koefisien
pada keadaan daerah pengaliran dan karakteristik hujan. pengaliran (c) adalah jumlah hujan yang jatuh yang
Nilainya akan sengat bergantung dengan tata guna lahan dan kemudian mengalir sebagai limpasan dari hujan pada
permukaan tanah tertentu. Adapun beberapa faktor yang So = Kemiringan medan atau slope (m/m)
dapat menentukan berapa harga koefisien pengaliran adalah
infiltrasi dan tampungan hujan pada tanah. Selain itu, juga 2.3.2 Perhitungan Kecepatan Aliran
didasarkan pada jenis tata guna tanah. Pada kondisi di Sistem drainase harus direncanakan dengan baik
lapangan berdasarkan Kamiana (2018) tata guna tanah tidak dan dengan perencanaan yang matang. Untuk kriteria
selalu seragam dan selalu berubah seiring dengan tempat kecepatan minimum dan maksimum disesuaikan dengan
dan waktu. Dalam penerapannya koefisien pengaliran (c) jenis bahan saluran. Kriteria kecepatan minimum merupakan
digunakan metode rasional yang telah disesuaikan dengan kecepatan terendah yang diperbolehkan agar tidak terjadi
tata guna lahan dari rencana pengembangan tanan atau sedimentasi dan tidak terjadi perkembangan tanaman air
daerah setempat. yang dapat mengganggu aliran air hujan. Sedangkan
Pada dasarnya air hujan yang jatuh di suatu tempat kecepatan maksimum merupakan kecepatan tertinggi yang
pada daerah aliran sungai memerlukan waktu untuk diperbolehkan agar tidak terjadi gesekan yang berlebihan
mengalir sampai pada titik pengamatan. Dengan demikian, pada saluran sehingga tidak terjadi erosi atau penggerusan
kemudian dikenal waktu konsentrasi atau time of dinding saluran. Kriteria kecepatan maksimum dan
concentration (tc) yang menyatakan lama waktu yang kecepatan minimum dapat dilihat Tabel 2.4.
dibutuhkan air hujan yang jatuh dalam mencapai titik
Table 2.3 Kriteria Kecepatan Maksimum dan Minimum,
pengamatan di tempat terjauh dari titik pengamatan
Kemiringan Taludz, dan Ruang Bebas
(Supriyani et al., 2012). Dalam penentuannya, waktu
konsentrasi adalah penjumlahan antara waktu yang
dibutuhkan oleh air hujan yang jatuh di daerah pematusan
untuk masuk ke dalam saluran (to) dengan waktu yang
dibutuhkan oleh air yang masuk ke dalam saluran untuk
mengalir sampai ke titik pengamatan (td) sehingga dituliskan
sebagai berikut:

tc = t0 + td (2.58)

Lama waktu yang diperlukan air hujan yang jatuh


pada daerah pematusan untuk kemudian masuk ke dalam
saluran (to) ditentukan oleh beberapa hal diantaranya adalah:
1) Kekasaran permukaan tanah dimana memungkina untuk
menghambat aliran.
2) Kemiringan tanah.
3) Adanya lekukan pada tanah yang dapat menjadi
penghambat dan mengurangi jumlah air yang mengalir.
4) Luas daerah aliran dan karak dari street inlet juga Adapun kecepatan suatu aliran pada saluran juga dapat
berpengaruh terhadap lamanya waktu pengaliran bergantung pada bentuk dan tipe saluran yang direncanakan.
tersebut. Batasan aliran dari tiap tipe dapat dilihat dalam Tabel 2.5.
Sedangkan dalam menentukan besarnya to berlaku beberapa Table 2.4 Variasi Kecepatan dalam Saluran
persamaan berikut: Variasi Kecepatan
a) Daerah dengan pengaliran dengan panjang area Tipe Saluran (m/det)
limpasan sepanjang 300 m, berlaku: Bentuk bulat, buis beton 0.75 – 3.0
Bentuk persegi, pasangan batu 1.0 – 3.0
(2.59) kali
Bentuk trapesiodal 0.6 – 1.5
b) Daerah pengaliran dengan panjang area limpasan 300 Untuk menghitung kecepatan saluran aliran terbuka dapat
< L < 1000 m, berlaku: digunakan rumus manning sebagai berikut:
2 1
1
v= . R 3 . S 2 (2.61)
n
Dengan:
n= Koefesien kekasaran Manning, dapat dilihat pada Tabel
(2.60) 2.6
Dengan: R= Jari – jari hidrolis = Luas basah/Keliling basah (m)
to = Waktu limpasan (menit) S = Kemiringan atau slope dasar saluran
n = Harga kekasaran permukaan tanah
Table 2.5 Nilai Koefisien Kekasaran Manning
Lo = Panjang limpasan (m)
280
D= √S
W (2.62)

Dimana:
D = Distance atau jarak antar street inlet (m)
S = Slope atau Kemiringan (%), D  50 m
W = Lebar Jalan (m)

2.4.3 Manhole
2.4 Bangunan Pelengkap Manhole adalah salah satu bangunan pelengkap
Bangunan pelengkap adalah bangunan yang ikut sistem penyaluran air buangan yang berfungsi sebagai
mengatur dan mengendalikan sistem aliran air hujan agar tempat memeriksa, memperbaiki, dan membersihkan saluran
aman dan mudah melewati jalan, belokan, daerah curam, dari kotoran yang mengendap dan benda-benda yang
bangunan tersebut seperti gorong-gorong, perternuan tersangkut selama pengaliran, serta untuk mempertemukan
saluran. bangunan terjunan, jembatan, street inlet, pompa, beberapa cabang saluran, baik dengan ketinggian sama
pintu air. Bangunan pelengkap menjadi salah satu sarana maupun berbeda (Arsyad, 2015). Manhole dilengkapi
pelengkap dan pendukung sistem penyaluran air hujan dengan tutup beton, cost iron galvanized, dan anak tangga
dengan tujuan utamanya digunakan sebagai melancarkan untuk menuruninya. Berdasarkan Kurniawan dan Dewi
fungsi pengaliran sesuai yang apa yang diharapkan dan (2015), manhole merupakan lubang pada jaringan pipa air
diperhitungkan. Adapun beberapa bangunan pelengkapnya limbah untuk mempermudah petugas melakukan
dijelaskan pada bagian berikut. pemeriksaan, perbaikan, ataupun pembersihan saluran dari
kotoran yang menghambat jalur pengaliran. Adapun
2.4.1 Sambungan Persil manhole dipasang dalam pada beberapa lokasi seperti:
Merupakan sambungan saluran air hujan dari a. Tempat dimana terjadi perubahan saluran
rumah–rumah ke saluran air hujan yang terletak di tepi–tepi b. Tempat terjadinya perubahan slope saluran, perubahan
jalan. Sambungan ini dapat berupa saluran terbuka atau diameter, dan perubahan arah aliran baik horizontal
tertutup dan dibuat terpisah dari saluran air buangan. Dalam maupun vertikal
praktiknya, pertemuan saluran diusahakan mempunyai c. Lokasi sambungan, persilangan, atau percabangan
ketinggian yang sama untuk mengurangi konstruksi yang (intersection) dengan pipa atau bangunan lain
berlebihan, yaitu dengan jalan optimasi kecepatan untuk d. Untuk saluran lurus, diletakkan pada jarak tertentu
menghasilkan kemiringan yang diinginkan. Untuk tergantung pada diameter pipa, tetapi perlu disesuaikan
mengurangi kehilangan tekanan yang terlalu besar dan untuk juga dengan panjang peralatan pembersih yang dipakai.
keamanan konstruksi, maka dinding pertemuan saluran Penempatan dan jarak antara manhole juga perlu untuk
dibuat tidak bersudut atau dibuat lengkung serta diperhalus. diperhatikan. Berdasarkan Arsyad (2015) akan ditampilkan
Untuk pertemuan saluran yang berbeda jenis maupun tabel jarak perletakan manhole menurut diameter saluran
bentuknya, maka digunakan bak yang berfungsi sebagai bak pada Tabel 2.7.
pengumpul. Table 2.6 Jarak Manhole
Diameter (mm) Jarak antara Manhole (m)
2.4.2 Street Inlet
Street Inlet merupakan lubang di sisi jalan yang <200 50 – 100
berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air 200 – 500 100 – 125
hujan yang berada di sepanjang jalan menuju ke dalam
saluran. Sesuai dengan kondisi dan penempatan saluran serta
fungsi jalan yang ada, pada jenis penggunaan saluran terbuka Diameter (mm) Jarak antara Manhole (m)
tidak diperlukan street inlet karena ambang saluran yang ada 500 – 1000 125 – 150
merupakan bukaan yang bebas. Peletakan street inlet >1000 150 – 200
mempunyai ketentuan – ketentuan sebagai berikut: Selain itu, salah satu syarat utama manhole adalah untuk
1. Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan diameter manhole harus cukup untuk pekerja dan peralatan
gangguan lalu lintas jalan maupun pejalan kaki. masuk guna mempermudah pekerjaan, Diameter manhole
2. Ditempatkan pada daerah yang rendah di mana limpasan dan kedalaman manhole bervariasi. Berikut adalah Tabel 2.8
air hujan menuju ke arah tersebut. mengenai ukuran diameter manhole berdasarkan kedalaman.
3. Air yang masuk melalui street inlet harus secepatnya
Table 2.7 Diameter Manhole Menurut Kedalaman
mengalir ke dalam saluran.
4. Jumlah street inlet harus cukup untuk dapat menangkap Kedalaman (mm) Diameter (m)
limpasan air hujan pada jalan yang bersangkutan. <0,8 0,75
Persamaan yang digunakan yaitu : 0,8 – 2,5 1 – 1,2
>2,5 1,2 – 1,8 menjadi gorong-gorong dari baja, PVC, dan beton.
Manhole terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah: Berdasarkan jenisnya gorong-gorong terbagi menjadi dua:
1) Manhole lurus, 1) Gorong-Gorong Jalan Raya
2) Manhole belokan, Gorong-gorong jalan raya diartikan sebagai
3) Manhole pertigaan saluran. gorong-gorong yang melintasi jalan raya. Dengan ini,
4) Manhole perempatan saluran, dan diperlukan perhitungan yang tepat guna menghindari
5) Drop Manhole. adanya rembesan air dan beban kendaraan yang
melewati.
2) Gorong-Gorong Silang
Sementara itu, untuk gorong-gorong silang
dibangun dengan maksud menahan adanya rembesan air
yang mengalir pada daerah sekitarnya.
Adapun persamaan-persamaan yang digunakan untuk
menghitung kehilangan energi atau headloss pada
perencanaan gorong-gorong adalah sebagai berikut:
a. Headloss masuk dan keluar

(2.63)

Untuk diameter manhole juga berbeda-beda, berikut (2.64)


diameter manhole:
a) Lubang masuk manhole minimal 50 x 50cm atau Dengan:
dengan diameter 60 cm Va = Kecepatan gorong – gorong yang dipercepat
b) Tinggi manhole sesuai dengan kedalaman yang 𝜉 = Koefisien kehilangan energi pada saat peralihan saluran
dibutuhkan g = Percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
c) Dimensi minimal untuk kedalaman sampai 0,8 adalah b. Headloss di dalam gorong-gorong untuk gorong-gorong
75 x 75 cm, untuk kedalaman 0,8 -2,1 m adalah 120 x pendek (L < 20 m)
90 atau 1,2 m, dan untuk kedalaman lebih dari 2,1 m
adalah 120 x 90 cm atau 140 cm. (2.65)
Dalam merencanakan manhole juga perlu Dengan:
mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut: Q = Debit (m3 /s)
a. Kuat menahan gaya dari luar A = Luas penampang gorong – gorong (m2)
b. Dinding dan pondasi kedap air z = Kehilangan energi pada gorong – gorong (m)
c. Terbuat dari beton atau pasangan batu bata atau kali
apabila diameternya lebih dari 2,5 m. Harga μ pada gorong-gorong pendel dapat dilihat pada
d. Tangga dari bahan anti korosi Tabel 2.9
e. Bersifat kokoh dan padat Table 2.8 Harga μ dalam Gorong - Gorong Pendek
Tinggi Dasar Tinggi Dasar Di Bangunan
2.4.4 Gorong-Gorong Di Bangunan = Di Lebih Tinggi Daripada Di
Ada kemungkinan untuk saluran melintasi jalan Saluran Saluran
sehingga perlu dibangun perlintasan yang disebut dengan
Sisi μ Ambang Sisi μ
gorong-gorong. Menurut Touselak et al. (2019) gorong -
Segi 0,80 Segi Empat Segi 0,72
gorong berfungsi untuk mengalirkan air dari sisi jalan ke sisi
Empat Empat
lainnya dan menghubungkan dua ruas jalan yang terpisah
Bulat 0,90 Bulat Segi 0,76
akibat adanya aliran air yang memotong ruas jalan tersebut.
Empat
Hal yang perlu diperhatikan dalam saluran gorong-gorong
Bulat Bulat 0,85
adalah faktor endapan lumpur yang timbul saat pengaliran
c. Headloss untuk gorong-gorong panjang
harus dihindari. Adapun endapan tesebut dapat dihindari
dengan mengatur kecepatan pengaliran lebih atau sama
dengan kecepatan self-cleansing (sebesar 1.5-2.0 m/detik).
Untuk sistem aliran yang penuh diperlukan headloss yang (2.66)
besar sehingga disarankan untuk menggunakan prinsip Dengan:
pengaliran terbuka. Jika berdasarkan fungsinya gorong- v = Kecepatan aliran dalam gorong - gorong
gorong terbagi menjadi dua yaitu gorong-gorong yang L = Panjang gorong – gorong
disarankan sebagai tipe kontruksi yang permanen dan desain C = kR1/6 , dimana k adalah koefisien Strickler (k = 1/n)
umur rencana 10 tahun. Jika didasarkan materialnya terbagi
2.4.5 Out Fall adalah bangunan persilangan yang dibangun guna
Ujung saluran hujan air yang ditempatkan pada mengalirkan debit yang dibawa saluran yang terpotong oleh
sungai atau badan air penerima lain disebut dengan out fall. lembah dengan bentang panjang dan terpotong sungai.
Sama dengan struktur bangunan terjuan, out fall terletak Syphon dibangun secara tertutup berpenampang lingkaran
pada elevasi yang lebih tinggi dari permukaan badan air atau segi empat dan dipasang mengikuti bentuk potongan
penerima, sehingga dalam perencanaan menjadi bangunan melintang sungai atau lembah guna menghubungkan debit
terjunan miring dari konstruksi pasangan batu kali atau batu dari hulu ke hilir. Dapat dipasang pada dasar sungai, atau
belah. Untuk daerah pengembangan dekat dengan pantai, bisa juga dipasang di atas permukaan tanah jika melintasi
sistem drainase dipengaruhi oleh pasang surut. Secara lembah (cekungan).
hidrolika, pengaruh pasang surut pada aliran bagian hilir Syphon dengan penampang melintang berupa segi
menyebabkan aliran balik (backwater). Kondisi ini dapat empat biasanya dibuat dari beton bertulang (reinforced
digabungkan dalam perencanaan struktur out fall atau concrete). Apabila penampang melintang berupa lingkaran
bagian terminal dari sistem drainase dengan menggunakan biasanya dibuat dari baja. Dalam mencegah adanya
metode backwater yang sederhana. Beberapa model dapat sedimentasi biasanya digunakan tipe pipa rangkap. Dimana
digunakan untuk mengevaluasi pengaruh pasang surut, ketika syphon mengecil, maka jalur satu ditutup sedangkan
antara lain persamaan Saint - Venant dan program komputer jalur lainnya dibuka sehingga kecepatan aliran di dalam
SWMM. syphon tetap bisa mengangkut sedimen ke hilirnya. Pada
Bangunan Out Fall sistem drainase yang diletakkan syphon yang melewati dasar sungai terdapat beberapa hal
di zona pasang surut biasanya digunakan bangunan yang perlu diperhatikan dalam perencanaannya adalah:
flapgates. Bangunan ini memiliki pintu yang digantung, 1) Syphon memiliki kemampuan dalam menahan gaya
yang mencegah air masuk kembali ke dalam sistem uplift pada kondisi air kosong.
drainase. Aliran air dalam sistem drainase harus mempunyai 2) Syphon dibangun pada kedalam yang cukup di bawah
sisa tekanan yang memungkinkan pintu secara otomatis dasar sungai dimana harus aman terhadap bahaya
terbuka atau tertutup. Pertimbangan dalam membangun Out gerusan tanah pada dasar sungai (degradasi) dan bahaya
Fall pada kondisi terburuk, pada saat air pasang dan hujan gerusan lokal akibat dasar sungai yang terganggu. Jika
juga sangat lebat terjadi secara bersamaan, harus menjadi terlalu dekat dengan permukaan dasar sungai maka
perhatian dalam perencanaan sistem drainase. Kriteria tanah penutup di atas syphon akan terkikis sehingga
perencanaan dibuat pada kondisi banjir dan seluruh dibangun pada kedalaman yang cukup terhadap dasar
infrastruktur perkotaan pada saat tersebut tidak mengalami sungai.
genangan. 3) Lokasi syphon diusahakan pada bentang sungai
terpendek untuk mengurangi kehilangan energi serta
2.4.6 Talang memperkecil jumlah belokan pada konstruksi syphon.
Talang sebenarnya tidak beda jauh dengan Perlu untuk diperhatikan pada konstruksi syphon jika
jembatan. Bila jembatan menyalurkan lalu lintas, maka syphon dalam keadaan kosong maka akan terjadi gaya uplift
talang berfungsi untuk menyalurkan air dan diletakkan di (gaya yang disebabkan oleh tekanan hidrostatis dari bawah
atas pangkal-pangkal. Talang biasanya terbuat dari kayu, konstruksi syphon) sehingga akan menekan konstruksi
pasangan batu, baja atau beton bertulang. Talang kayu syphon ke arah atas dan akan mengangkat konstruksi
biasanya hanya digunakan untuk saluran-saluran yang tidak syphon.
penting atau yang sifatnya sementara. Talang dari pasangan 2.5 Sistem Pengoperasian dan Pemeliharaan
batu dibuat menjadi satu dengan tembok-tembok Pengoperasian dan pemeliharaan drainase yang baik
pangkalnya. Talang dari beton bertulang dibuat cukup untuk tentu menjadi hal yang penting setelah drainase dibangun
memikul beban karena berat air dan berat talang itu sendiri. agar dapat berfungsi secara maksimal dalam mengalirkan air
Sedangkan talang baja dibuat dari besi plat yang diletakkan hujan. Jika tidak dirawat dengan baik maka dapat membuat
pada suatu kerangka yang bekerja sebagai pemikulnya, drainaes menjadi dangkal dan penampang drainase juga
dimana pilar-pilarnya juga terbuat dari baja. Kecepatan air mengalami kerusakan. Tidak ada penanganan yang istimewa
dalam talang dari pasangan batu atau beton biasanya diambil terhadap bangunan-bangunan drainase ini, beberapa langkah
tidak lebih dari 1,5 – 2,5 m/dt dan untuk talang baja sampai operasi dan pemeliharaannya adalah:
3,5 m/dt. a. Meletakkan bangunan drainase sesuai dengan rencana
tata lahan kota, jadi selain tidak merusak keindahan
2.4.7 Syphon kota, juga tidak mengganggu masyarakat.
Salah satu bangunan perlengkapan dalam sistem b. Membersihkan bangunan pelengkap drainase secara
drainase adalah syphon yang digunakan apabila terdapat rutin, dan lain- lain.
selisih antara permukaan kedua trace yang bersilangan kecil 5.1 Perencanaan Dimensi Saluran
dan tidak memungkinkan untuk membuat talang atau Blok pelayanan yang telah direncanakan, kemudian
gorong-gorong. Bangunan ini juga bangunan bertekanan dicari besarnya nilai koefisien limpasan pada masing-masing
dimana tekanan air yang mengalir cukup besar dan blok tersebut. Koefisien limpasan merupakan perbandigan
kecepatan yang tinggi sehingga kehilangan tekanan dalam volume air yang melimpas di permukaan dengan volume air
syphon tidak menghambat aliran air. Selain itu, syhpon yang merembes ke dalam permukaan. Nilai koefisien
limpasan dapat dilihat pada Tabel 2.3 di BAB II. Nilai Selanjutnya, diperlukan pula data elevasi tanah saluran
koefisien pengaliran setiap saluran drainase memerlukan untuk mencari slope atau kemiringan medan. Data elevasi
data mengenai tipe daerah aliran, nilai c, dan luas dari setiap setiap salura didapatkan melalui bantuan aplikasi Google
daerah aliran dalam %. Untuk mendapatkan nilai koefisien Earth Pro.
pengaliran dapat dihitung dengan rumus berikut: Diberikan contoh perhitungan pada saluran 1a-1b yang
C = A(%) x Ckoef melayani blok A9:
- Lo = 339,95 m
Sedangkan untuk mengetahui koefisien pengaliran - Ld = 459,05 m
pada saluran primer setiap blok dapat diakumulasikan - ∆ H = elevasi limpasan awal – elevasi limpasan = 66
perhitungan koefisien pengaliran pada setiap saluran.
m – 64 m = 2 m
Berikut merupakan rumus perhitungan Cr Akumulatif:
- So = (∆ H /Lo ) x 100 = (2 m / 339,95 m) x 100 =
(Cr 1 xA 1)+(Cr 2 xA 2) 0,59 %
Crkumulatif = - Slope rencana
A 1+ A 2
Dimana : Digunakan slope medan yaitu 0,59 %
Cr komulatif : koefisien pengaliran total - n = 0,02 (sebagian besar wilayah merupakan
Cr1 : koefisien pengaliran blok 1 permukiman)
Cr2 : koefisien pengaliran blok 2
A1 : luas area blok 1 Dengan demikian,
A2 : luas area blok 1 dan 2 a) to (Lo < 400 m)

( )
0,467
Sebagai contoh diberikan perhitungan Cr dari blok A1 Lo
t 0=1,44 × nd × 1
berikut ini:
Cr1 (permukiman) = 0,600 A1 = 3,392 Ha S02
Cr2 (persawahan) = 0,550 A2 = 4,918 Ha

( )
0,467
Cr3 (jalan beraspal) = 0,850 A3 = 0,170 Ha 339,95
¿ 1,44 × 0,02 × 1
=3,99 menit
2
0,59
( 0,600 ×3,392 ) + ( 0,550 × 4,918 ) + ( 0,850 ×0,170 )
Crkumulatif = b) td
3,392+ 4,918+ 0,850
Dengan V asumsi adalah 1 m/s dan Ld adalah
Cr kumulatif = 0,576 459,05 m, maka nilai td adalah:
Ld 459,05 m
Tabel 5. 2 Nilai Koefisien Pengaliran Blok t d= = =7,65 menit
Vasumsi (1 m/detik )×60
Luas Nilai
Blok
Tipe Daerah % Area C C
C rata" c) tc
Jalur
Terlayan
i
Aliran Luas Ai
(Ha)
Ci
rata"
kumulatif t c =t 0+ t d =3,99+7,65=11,64 menit
Permukiman 40% 3,392 0,600 0,240
Persawahan 58% 4,918 0,550 0,319
Kemudian dapat dihitung nilai intensitas hujan (I)
1h-1i A1
Jalan beraspal 2% 0,170 0,850 0,017 dengan metode Talbot yang telah dihitung pada BAB IV.
Total 100% 8,480 0,576 0,576
Untuk saluran primer digunakan PUH 10 tahun sedangkan
Setelah menghitung Lo dan Ld pada masing-
saluran sekunder digunakan PUH 5 tahun. Persamaan yang
masing saluran, maka perlu dihitung to, td dan tc pada
digunakan untuk menghitung nilai I (mm/jam) yaitu sebagai
masing-masing saluran. to sendiri merupakan waktu yang
berikut:
diperlukan limpasan air hujan mengalir dari area pelayanan
a
untuk kemudian masuk ke dalam saluran. Dalam I=
menghitung to, digunakan jarak terjauh (Lo) limpasan untuk t+b
masuk ke saluran. Sedangkan td merupakan waktu yang Dimana; t = tc = waktu konsentrasi (menit)
diperlukan limpasan hujan untuk mengalir dari inlet ke Nilai a dan b didapat berdasarkan perhitungan lengkung
outlet saluran sehingga pada persamaannya akan digunakan
intensitas hujan pada BAB IV menggunakan metode Talbot.
panjang saluran (Ld). tc merupakan keseluruhan waktu yang Nilai a dan b untuk PUH 10 dan 5 tahun dapat dilihat pada
diperlukan mulai dari limpasan mengalir ke saluran hingga
tabel 5.5.
keluar dari outlet saluran. Berikut persamaan perhitungan to,
td, dan tc: Tabel 5.4 Nilai a dan b PUH 10 dan 5 Tahun

( )
0,467 Metode Perhitungan
Lo
t 0=1,44 × nd × 1 PUH Talbot
S0 2 a b
Ld 5 9720,12 45,78
t d= 10 10237,76 47,85
Vasumsi
t c =t 0+ t d
Berikut merupakan contoh perhitugan intensitas hujan pada
saluran 1a-1b yang melayani blok A9:
a 10237,76
I= = =163,40 mm / jam
t+b 11,64 +47,85
Setelah diketahui nilai intensitas hujan, maka dapat
dicari debit limpasan pada masing-masing area/blok yang
nantinya harus dapat ditampung saluran drainase. Sementara
itu, untuk catchment area dengan luas > 80 Ha berlaku
persamaan sebagai berikut.

Q (m3/dt) = 0,278 × Cs × C × I × A

Sedangkan untuk catcment area dengan luasan < 80 Ha b 2h


=
berlaku persamaan sebagai berikut.
A = b.h
Q (m /dt) = 0,278 × C × I × A
3
b+2 h
P =
Dimana: Dimana :
C = Koefisien pengaliran b = lebar saluran segiempat (m)
h = tinggi air (m)
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah aliran (km2) A b.h
=
Cs = Koefisien penampungan R = P b +2 h
Dimana:
Sebagai contoh pada saluran 1a-1b, blok A9 sendiri luasnya R = jari-jari hidrolis
kurang dari 80 ha yaitu sebesar 0,22 km2 atau sekitar 22 ha A = luas penampang basah saluran (m2)
sehingga perhitungan debit dengan area <80 ha digunakan P = keliling basah saluran (m)
Persamaan: Q = vxA
3
Q=0,278× 0,576 ×163,40 ×0,22=5,71m / detik Jika didasarkan pada persamaan Manning:
Setelah debit setiap saluran dari masing-masing blok
2 1 2 1
diketahui, maka selanjutnya adalah mencari debit total yang 1 1 3 2
dapat ditampung saluran. Hal ini karena satu kesatuan v = ⋅R 3⋅S 2 ⋅R ⋅S
n  Q= n .A
saluran bisa saja melewati beberapa blok yang tentu saja
2 1

()
dengan semakin bertambahnya blok yang dilewati atau 1 h
dengan kata lain semakin dekat dengan sungai maka beban ⋅ 3⋅S 2
aliran yang ditampung pun akan bertambah. Sebagai contoh Q=
n 2 √ 3 h2

( )
adalah saluran 2d-2e yang melayani blok B1. Saluran 3
tersebut terhubung dengan saluran yang melayani blok B3 Q.n 8
dan B2. Untuk itu, terjadi penambahan beban aliran pada
h =
1,09. √ S
saluran menjadi:
Sementara, itu untuk slope yang digunakan untuk
3 3 perencanaan ini sedapat mungkin mengikuti slope medan
QB1 total = QB3 + QB2 + QB1 = 3,91 m /detik + 4,70 m / detik
+ 5,09 m 3 /detik = 13,70 m 3 /detik yang ada. Namun, hal tersebut juga harus dilakukan
pengecekan terhadap kecepatan yang terjadi pada saluran
Pada perencanaan saluran drainase ini, akan yaitu kriteria yang ditentukan adalah antara 0,6 - 3,0
diterapkan suatu saluran terbuka dengan bentuk segiempat. m/detik. Kecepatan maksimum dan minimum saluran juga
Digunakan bentuk segiempat karena lahan yang dibutuhkan bergantung juga pada jenis bahan yang digunakan, untuk
lebih kecil jika dibandingkan dengan saluran lain seperti kecepatannya secara lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel
saluran trapesium. Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk 2.4. Kecepatan saluran harus memenuhi kriteria kecepatan
membuat saluran dengan bentuk segiempat juga lebih minimal agar tidak terjadi mengendapan dan membantu self-
murah. Pada perencanaan ini juga didasarkan pada cleaning. Kecepatan juga tidak dianjurkan melebihi
penampang hidrolis optimum yang berarti suatu luas kecepatan maksimum karena dapat menggerus dinding
penampang akan memiliki daya tampung yang maksimum. saluran sehingga menyebabkan kerusakan pada saluran.
Perhitungan saluran drainase yang direncanakan dapat Apabila tidak memenuhi kriteria kecepatan maka dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut: digunakan slope rencana agar sesuai dengan kriteria
kecepatan. Berikut merupakan persamaan yang digunakan
dalam perhitungan:

Sd = ΔHd : Ld

h total saluran = Fb + hair

Pada perencanaan drainase Kecamatan


Manguharjo ini sendiri, bahan yang digunakan untuk
membuat saluran adalah pasangan batu kali. Pemilihan slope saluran rencana agar berbeda dari slope medan
bahan ini nantinya digunakan untuk menentukan nilai sehingga memenuhi kecepatan kriteria yang telah
koefisien manning yang akan berpengaruh terhadap direncanakan. Pada Tabel 5.7, dapat diketahui bahwa tidak
perhitungan debit dan kecepatan saluran. Untuk nilai ada masalah pada slope medan sehingga semua saluran
koefisien manning masing-masing bahan dapat dilihat pada memenuhi kriteria desain yang telah ditentukan.
Tabel 2.6. Batu kali sendiri memiliki nilai koefisien Selanjutnya, untuk menentukan kedalaman galian
manning sebesar 0,025. Saluran yang terbuat dari pasangan maka perlu mencari elevasi saluran. Perhitungan galian
batu kali memiliki kriteria kecepatan antara 0,6-2 m/s. saluran harus memperhatikan elevasi dari saluran hulu dan
Saluran juga harus memiliki freeboard yaitu jarak vertikal hilir, elevasi muka air hulu dan hilir, serta elevasi medan.
dari puncak tanggul sampai dengan permukaan air yang Perhitungan elevasi dasar saluran adalah sebagai berikut:
berfungsi untuk mencegah kenaikan air limpasan ke tepi a. Untuk saluran ujung, elevasi dasar saluran awal =
saluran. Freeboard ini harus cukup agar air di dalam saluran elevasi muka tanah awal – tinggi basah – freeboard.
tidak meluap keluar, semakin besar debit yang ditampung b. Untuk saluran selanjutnya, elevasi dasar saluran awal
saluran maka freeboard yang harus disediakan juga akan = elevasi dasar akhir pada saluran sebelumnya
semakin tinggi. Untuk tinggi freeboard sendiri dapat
c. Elevasi dasar saluran akhir = elevasi dasar saluran
disesuaikan dengan peraturan di Tabel 2.4. Berikut
awal – selisih ketinggian
merupakan contoh perhitungan saluran primer 1j-1k yang
melayani blok A3: d. Elevasi muka air awal = elevasi dasar saluran awal +
tinggi basah
Q = 3,13 m3/detik
e. Elevasi muka air akhir = elevasi dasar saluran akhir +
 Ld = 280,09 m
tinggi basah
 ΔHd = 65- 64 m = 1 m
Sebagai contoh diberikan perhitungan pada saluran 1j-1k
 Sd = ΔHd : Ld = 1 m / 280,09 m =
sebagai berikut jika diketahui:
0,0036
hair = 1,1 m
n = 0,025 Fb saluran = 0,2 m
Elevasi muka tanah awal = 65 m
( ) ( )
3 3
 h air = Q.n 3,13 ×0,025 8
8
¿ =1,1 m Elevasi muka tanah akhir = 64 m
1,09. √ S 1,09. √ 0,0036 Δhd saluran =1m

 b= 2 x h air = 2 ×1,1 m = 2,1 m Maka dapat dicari:


Elevasi dasar saluran awal = elevasi tanah awal – hair –
 A = b x h = 1,1 m × 2,1 m = 2,3 m2
freeboard = 63,73 m
A b.h Elevasi dasar saluran akhir= elevasi tanah akhir – hair –
 = = = 0,54
P b+2 h freeboard = 62,73 m
Elevasi muka air awal = elevasi dasar saluran awal + hair =
2 1 2 1 64,80 m
1
= ⋅ R3 ⋅ S 2=
1
 vcek ⋅0,54 3 ⋅0,0036 2 Elevasi muka air akhir = elevasi dasar saluran akhir + hair
n 0,013
= 63,80 m
Kedalaman Saluran Awal = elevasi muka tanah awal -
= 1,58 m/detik (memenuhi kriteria perencanaan) elevasi dasar saluran awal = 0,2 m
 Kedalaman Saluran Akhir = elevasi muka tanah akhir -
Fb = 0,2 m elevasi dasar saluran akhir = 0,2 m

 6.1 Kriteria Bangunan Pelengkap


h total saluran = Fb + h air = 0,2 m + 1,1 m = 1,3 Pada perencanaan kali ini, bangunan pelengkap yang
akan digunakan adalah gorong-gorong. Hal ini karena
Kecamatan Manguharjo memiliki slope yang cukup
m sehingga tidak memerlukan bangunan pelengkap lain seperti
terjunan ataupun pompa. Saluran yang direncanakan juga
 tidak melewati wilayah khusus yang memerlukan bangunan
Qmax = A x Vcek = 2,3 x 1,58 = 3,62 m3/detik pelengkap seperti shipon, talang, ataupun bangunan
pelengkap lain. Apabila dalam perencanaan, suatu saluran
Perlu diingat karena kecepatan pada semua saluran tidak yang direncakan melintasi jalan raya ataupun rel kereta api,
melebihi kecepatan maksimal kriteria perencanaan yaitu maka diperlukan gorong-gorong. Gorong-gorong biasanya
sebesar 2 m/detik, maka dengan ini tidak dibutuhkan memiliki potongan melintang yang lebih kecil daripada luas
bangunan pelengkap seperti terjunan untuk mengurangi basah salurah hulu ke hilir dimana gorong-gorong ini dapat
kecepatan. Selain itu, dapat pula dilakukan perubahan pada dibuat dengan konsep hidrolika aliran terbuka dan tertutup.
Adapun untuk kriteria perencanaan untuk gorong – gorong A gorong
ini adalah:
 b gorong =
hair gorong =2m
1. Dimensi gorong – gorong adalah berbentuk segi empat
dengan lebar gorong – gorong sama dengan lebar Dimensi gorong-gorong ini diusahakan dibuat sama dengan
saluran. dimensi saluran, sehingga freeboard gorong-gorong dapat
2. Gorong – gorong dalam perencanaan ini adalah aliran diketahui di bawah.
yang tidak penuh (ada freeboard), sehingga dapat
menampung debit lebih banyak. 1. Fbgorong = 0,3 m
3. Kecepatan di dalam gorong-gorong lebih besar 2. htotal gorong = hair gorong-gorong + Fb gorong-gorong= 1,5 m
dibandingkan dengan kecepatan dalam saluran. Dengan
3. A total gorong-gorong = b x h = 3,2 m2
demikian, direncanakan bentuk gorong-gorong adalah
segi empat, yang memiliki penampang hidrolis 4. Kemudian dilakukan pengecekan
optimum dimana memiliki arti suatu luas penampang
Qtotal gorong-gorong (gorong-gorong dalam keadaan penuh)
tertentu mempunyai daya tampung maksimum.
4. Kecepatan aliran dalam gorong-gorong dianjurkan Qtotal gorong-gorong = Agorong total x vgorong- = 6,12 m3/detik
adalah 1,5-3 m/s 5. Perhitungan slope gorong-gorong

[( ]
5. Gorong-gorong terbuat dari beton yang sangat kuat 2
konstruksinya karena digunakan sebagai bangunan Q ×0,022
Slope=

)
perlintasan di bawaj jalan dengan harga k = 70 b × hair 2
3
m1/3/detik × A gorong−gorong
2 hair +b
Dari kriteria-kriteria tersebut, direncanakan untuk
membangun gorong-gorong di beberapa titik jaringan Slope = 0.0046
drainase yang memerlukan gorong-gorong karena beberapa
alasan seperti saluran yang memotong jalan, luas daerah Langkah selanjutnya adalah melakukan kembali perhitungan
yang terlalu sempit, dan sebagainya. untuk menghitung Vcek drainase dengan meggunakan
rumus manning sehingga untuk gorong-gorong saluran 1r-1n
6.2 Perencanaan Bangunan Pelengkap adalah sebesar 1,98 m/s.
Pada perencanaan drainase Kecamatan Manguharjo ini, Setelah menghitung dimensi setiap gorong-gorong,
gorong-gorong yang direncanakan berbentuk persegi dimana
langkah selanjutnya adalah menentukan kehilangan energi
memiliki penampang hidrolis optimum karena dengan
atau headloss pada gorong-gorong.
bentuk persegi dapat memberikan daya tampung yang
maksimum. Terdapat 23 titik saluran yang akan dibangun Z1 (kehilangan masuk) = k m ¿ ¿
gorong-gorong. Untuk menentukan dimensi dari setiap Z2 (kehilangan keluar) = kk¿¿
gorong-gorong digunakan persamaan sebagai berikut: 2
V gorong x Lgorong
Z3 (kehilangan energi akibat gesekan) = 2
A=bxh C xR

( A2 )
0,5
h=
h
R = 2
A = 2 h2 C = K x R1/6
Sesuai dengan kriteria perencanaan bahwa kecepatan Dimana:
gorong-gorong harus lebih besar dari kecepatan saluran, Z1 = Kehilangan energi pada peralihan masuk.
maka pada perencanaan ini, kecepatan aliran di dalam Z2 = Kehilangan energi pada peralihan keluar.
gorong-gorong dibuat 10% lebih besar dari kecepatan aliran Z3 = Kehilangan energi akibat gesekan.
dalam saluran. Persamaan yang digunakan yaitu: km & kk = Faktor kehilangan energi yang bergantung pada
hidrolis peralihan.
vgorong-gorong = 1,1 x vsaluran
Vgorong = Kecepatan air di dalam gorong-gorong
Sebagai contoh perhitungan, digunakan jaringan drainase (m/detik)
yang terdapat gorong-gorong yaitu saluran 1r-1n yang Vsaluran = Kecepatan air di dalam saluran (m/detik)
melayani blok A5: R = Jari-jari hidrolis (m)
h = Kedalaman air di gorong-gorong (m)
 Q = 5,13 m3/detik C = Koefisien Chezy
 vsaluran = 1,76 m/detik K = Koefisien kekasaran mikler ( 70 m1/3/detik)
Lgorong = Panjang gorong-gorong (m)
 vasumsi gorong = 1.1 x 1,76 m/detik = 1,93 m/detik
Sebagai contoh diberikan perhitungan headloss pada
Q
gorong-gorong di saluran 1r-1n yang melayani blok A5 jika
 Agorong =
v gorong = 2,7 m2 diketahui:

 hgorong = hsaluran = 1,3 m  Q = 5,13 m3/detik


 Vsaluran = 1,76 m/detik
 Vgorong = 1,98 m/detik
 Lgorong = 10 m
 hair gorong = 1,3 m
 R = 0,65 m
 km = 0,3
 kk = 0,5
 K = 70 m1/3/detik

Maka, headloss pada saluran 1r-1n adalah sebagai berikut:


1
C=K × R = 65,13 6

2
k m ( v gorong −v saluran )
Z1 = =¿ 0,00076 m
2g
k k ( v gorong −v saluran )2
Z2 = =¿0,00126 m
2g
2
v gorong × Lgorong
Z3 = 2
=¿0,01422 m
C ×R
Hf total ¿Z1 + Z2 + Z3 = 0,016 m

Anda mungkin juga menyukai