KAJIAN LITERATUR
2. Sistem Drainase
Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan/lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Bangunan sistem drainase secara berurutan mulai dari hulu terdiri dari
saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain),
saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan
air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan
lainnya, seperti gorong-gorong, jembatan-jembatan, talang dan saluran
miring/got miring. (Suripin, 2004)
Sistem drainase perkotaan menurut kegunaannya dapat digolongkan
menjadi dua macam:
a. Sistem Yang Hanya Melayani Pembuangan Bagi Air Hujan Saja (Storm
Drainage)
Sistem ini direncanakan dengan kapasitas cukup untuk mengevakuasi air
hujan dengan frekuensi yang direncanakan. Penentuan frekuensi dibawah ini
tergantung dari kondisi lokal setempat dan pada keyakinan perencananya tetapi
juga dipertimbangkan biaya pembuatan sistem drainase.
1) Daerah pemukiman curah hujan yang harus dievakuasi dari frekuensi
makimum 5 tahunan.
2) Bagi daerah komersial diambil frekuensi curah hujan maksimum 10 tahunan
yang harus dapat dievakuasi.
5
b. Paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran
cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek pendek, apabila terjadi
perkembangan kota, saluran -saluran akan dapat menyesuaikan diri.
c. Gird Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-
saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.
Gambar 3. Pola Jaringan Gird Iron (Sumber: H.A Halim Hasmar, 2011)
d. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya sungai pada pola alamiah lebih besar.
e. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.
f. Jaring-Jaring
Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan
cocok untuk daerah dengan topografi datar.
a. Peningkatan Debit
Manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan
pendangkalan /penyempitan saluran dan sungai. Kapasitas sungai dan saluran
drainase menjadi berkurang, sehingga tidak mampu menampung debit yang
terjadi, air meluap dan terjadilah banjir.
Perubahan tata guna lahan yang selalu terjadi akibat perkembangan kota
dapat mengakibatkan peningkatan aliran permukaan dan debit banjir. Besar kecil
aliran permukaan sangat ditentukan oleh pola penggunaan lahan, yang
diekspresikan dalam koefisien pengaliran yang 20 bervariasi antara 0,10 (hutan
datar) sampai 0,95 (perkerasan jalan). Hal ini menunjukkan bahwa pengalihan
fungsi lahan dari hutan menjadi perkerasan jalan bisa meningkatkan debit puncak
banjir sampai 9,5 kali, dan hal ini mengakibatkan prasarana drainase yang ada
menjadi tidak mampu menampung debit yang meningkat tersebut.
2) Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan
daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan Pengaruh Fisiografi. sungai,
geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potonan
memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain. Merupakan hal-hal
yang mempengaruhi terjadinya banjir.
2) Kawasan kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat merupakan
penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting
terhadap masalah banjir daerah perkotaan.
3) Sampah
Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang
ditentukan tidak baik, umumnya mereka langsung membuang sampah ke sungai.
Di kota-kota besar hal ini sangat mudah dijumpai. Pembuangan sampah dialur
sungai dapat meninggikan muka air banjir karena menghalangi aliran.
4) Drainase Lahan
Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantuan
banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang
tinggi.
6. Pengertian Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai
terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya, dan hubungan dengan
lingkungan terutama dengan makhluk hidup. (Triatmodjo, 2008)
7. Siklus Hidrologi
Menurut Soemarto (1993), bahwa siklus hidrologi diartikan sebagai sebuah
bentuk gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah
sebagai hujan atau bentuk presipitasi yang lain dan akhirnya mengalir ke laut
kembali. (Esi Restiani, 2015)
8. Analisa Hujan.
Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi.
Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam baik secara manual maupun otomatis,
dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama
satu hari. Dalam analisa digunakan curah hujan rencana, hujan rencana yang
dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung
intensitas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk mengestimasi debit
rencana. Untuk berbagai kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan
yang diperlukan tidak hanya data hujan harian, tetapi juga distribusi jam atau
menit. Hal ini akan membawa konsekuen dalam pemilihan data,dan dianjurkan
untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis.
(Anisah Lukman, 2018)
5) Luas (A)
Adalah luas geografis daerah sebaran hujan atau perluasan hujan secara
geografi.
Secara Kualitatif, Intensitas curah hujan disebut juga derajad curah
hujan, sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 1.
𝑝1... 𝑝𝑛 : Hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun n pada hari yang
sama (mm)
n : Jumlah stasiun hujan
dimana :
𝑝̅ : Hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
𝑝1... 𝑝𝑛 : Hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun pada hari yang
sama (mm)
𝐴1... 𝐴𝑛 : Luas areal poligon 1, 2, ... n
n : Jumlah stasiun hujan
1) Cantumkan titik - titik pengamatan didalam dan disekitar daerah itu pada peta
topografi, kemudian dihubungkan tiap titik yang berdekatan dengan sebuah
garis lurus. Dengan demikian akan terlukis jaringan segitiga yang menutupi
seluruh daerah.
2) Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon -poligon yang didapat
dengan menggambar garis bagi tegak lurus pada setiap sisi segitiga tersebut
diatas. Curah hujan dalam setiap poligon dianggap diwakili oleh curah hujan
dari titik pengamatan dalam tiap poligon itu. Luas tiap poligon diukur dengan
planimeter atau dengan cara lain.
Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara
aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan
15
a. Analisis Frekuensi
Dari curah hujan rata-rata dari berbagai stasiun yang ada di daerah aliran
sungai, selanjutnya dianalisis secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran
data curah hujan yang sesuai dengan pola sebaran data curah hujan rata-rata.
(Soewarno, 1995).
Dalam analisa frekuensi ada berbagai metode distribusi probabilitas yang
sering digunakan, yaitu metode distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, maupun
log Pearson Type III. Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan
data dilakukan dengan mencocokkan parameter data tersebut dengan syarat
16
Dimana :
S = deviasi standar curah hujan
X = nilai rata-rata curah hujan
Xi = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i
n = jumlah data curah hujan
3) Koefisien Variasi
𝑠
CV = .............................................................................................................. (5)
𝑥
Dimana :
CV = koefisien variasi
S = deviasi standard
X = nilai rata – rata
S = Deviasi standar
a. Distribusi normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.
Umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsuung karena telah dibuat
tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan :
Xt−𝑥̅
KT = ................................................................................................. (7)
𝑆
Dimana:
XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T Tahun
X = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)
Nilai faktor frekuensi (KT), umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk
mempermudah perhitungan.
KT =
YT − Y
.................................................................................................. (9)
S
Dimana:
YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahun
c. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel umumnya digunakan untuk analisis data ekstrem,
misalnya untuk analisis frekuensi banjir. Peluang kumulatif dari distribusi Gumbel
adalah :
S
( − ) ...................................................................................... (10)
Sn Y T Y n
XT = X
Dimana:
Tabel 4. Hubungan Reduksi Variat Rata-rata (Yn) dengan Jumlah Data (n).
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5589 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600 - - - - - - - - -
(Soewarno, 1995)
Tabel 5. Hubungan Reduksi Variat Rata-rata (Yn) dengan Jumlah Data (n).
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0000 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2036 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065 - - - - - - - - -
(Soewarno, 1995)
20
Tabel 6. Hubungan Periode Ulang (T) dengan Reduksi Variat dari Variabel (Y)
T YT
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210
(Soewarno, 1995)
log X =
1ogXi ..................................................................................... (11)
n
2) Hitung Nilai Deviasi Standarnya Dari Log X:
K adalah karakteristik dari distribusi log Pearson tipe III (lihat Tabel 7).
Tabel 7. Nilai k Distribusi Log Pearson Tipe III
k adalah Karakteristik dari distribusi log normal dua parameter. Nilai k dari
dapat diperoleh dari tabel yang merupakan fungsi dari periode ulang dan nilai
koefisien variasinya (lihat tabel 8)
23
Dimana:
t : lamanya hujan (jam)
I : intensitas hujan (mm/jam)
a dan b : konstanta yang tergantung lamanya hujan terjadi
b. Rumus Sherman
Rumus ini cocok digunakan untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam yaitu :
a
I= .....(21)
tn
Dimana:
I : intensitas hujan (mm/jam)
T : lamanya hujan (jam)
a dan n : konstanta
c. Rumus Ishiguro
a
I= .....(22)
b+ t
I : intensitas hujan (mm/jam)
T : lamanya hujan (jam)
a dan b : konstanta
d. Rumus Mononobe
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian maka digunakan perhitungan mononobe:
2
R 24 24 3
I= ( ) .....(23)
24 t
Dimana:
I : intensitas hujan (mm/jam)
t : lamanya hujan (jam)
R24 : curah hujan maksimum (mm)
kecil diperlukan peta dalam skala yang lebih besar. Dalam praktek sehari-hari,
sering terjadi tidak tersedia peta topography ataupun peta pengukuran lainnya
yang memadai sehingga menetapkan batas daerah pengaliran merupakan suatu
pekerjaan yang sulit. Jika tidak memungkinkan memperoleh peta topography yang
memadai dapat menggunakan Google Maps sebagai alternative.
Waktu konsentrasi (tc) suatu daerah aliran sungai adalah waktu yang
diperlukan air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat
keluaran daerah aliran sungai (titik control/ outlet ) setelah tanah menjadi jenuh
dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan jika durasi hujan
sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian daerah aliran sungai secara
serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol, metode yang
27
a. Metode Weduwen
Metode Weduwen adalah metode perhitungan debit maksimum dengan
rumusan sebagai berikut (Loebis, 1987)
𝑄𝑡 = 𝛼. 𝛽. 𝑞𝑛 . . 𝐴 .....(27)
Dimana:
4,1 120 + (t + 1) /(t + 9). A
=1− = .....(28)
.q n. . + 7 120 + A
Rn 67,65
qn = ( ) .....(29)
240 t + 1,45
−0 ,125
t = 0,125 .L, Qt .I −0, 25
.....(30)
28
Keterangan:
Qt = Debit banjir rencana (m3/det)
2) Penampang Saluran
Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan
debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasar
tertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas
penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika kecepatan aliran
maksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat bahwa untuk
kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari
hidraulik R maksimum. Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari hidraulik
maksimum keliling basah, P minimum. Kondisi seperti yang telah kita pahami
tersebut memberi jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran
yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti penampang persegi dan
tampang trapesium.
Jari-jari hidrolik R :
𝐴 𝐵.ℎ
R= = ................................................................................... (35)
𝑃 𝐵+2ℎ
(1) Penampang Saluran Trapesium Paling Ekonomis :
Luas penampang melintang A dan keliling basah P, saluran dengan
penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan
kemiringan dinding 1 m dapat dirumuskan sebagai berikut :
P = B + 2h m 2 + 1 ........................................................................ (37)
B = P − 2h m 2 + 1 ......................................................................... (38)
A = h2 3 ............................................................................................... (40)
Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria)
Luas penampang (A) = (b+mh) h (m2) ................................................ (41)
Keliling basah (P) = B+2h√𝑚2 + 1 (m) ................................................. (42)
𝐴
Jari-jari hidrolis R = 𝑃 (m) ......................................................................... (43)
2 1
1
Kecepatan aliran V = R 2 I 2 (m 3 / det) .................................................. (44)
n
b. Saluran Tertutup
Aliran dalam saluran terbuka digerakkan oleh gaya penggerak yang
dilakukan oleh jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng, sedangkan
pada saluran tertutup gaya penggerak tersebut dilakukan oleh gradient tekanan.
31
c. Dimensi Saluran
Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit harus ditampung oleh
saluran (Qs dalam lebih besar atau sama dengan debit rencana yang diakibatkan
oleh hujan rencana (QT dalam). Kondisi demikian dapat dirumuskan dengan
persamaan berikut:
Qs ≥ Qr ................................................................................................ (45)
Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan
rumus seperti di bawah ini:
Qs = A . V ............................................................................................... (46)
Dimana :
A = Luas penampang saluran (m2)
V = kecepatan rata-rata aliran dalam saluran (m/det)
a. Baja 0,011-0,014
c. Semen 0,010-0,013
d. Beton 0,011-0,015
f. Kayu 0,010-0,014
g. Bata 0,011-0,015
h. Aspal 0,013
(Wesli,2008)
Batuan/cadas 0
Lempung 1,5
Lumpur berpasir 3
pengukuran, maka rute lintasan dibagi-bagi menjadi potongan segmen yang lebih
kecil berdasarkan adanya perbedaan elevasi, perpotongan jalan, dimensi saluran,
dan lekukan jalan. Dalam mencari kemiringan saluran pertama-tama diukur
terlebih dahulu kedalaman saluran di hulu dan hilirnya, selanjutnya rambu-rambu
tersebut di letakkan pada hulu dan hilir di dasar salurannya. Kemudian dicari garis
horizontalnya dengan menembakkan langsung kearah rambu. Sebelumnya
theodolit dipasang terlebih dahulu dengan ketinggian yang sama di dasar tanah.
Selanjutnya pembacaan dilakukan pada rambu-rambu tempat titik potong dua
garis yang terdapat di dalam theodolit. Pada saat melakukan pembacaan rambu,
gelembung nivo harus ditempatkan ditengah-tengah, agar pembacaan yang
dilakukan dapat akurat. Setelah itu dilakukan pembacaan elevasi yaitu batas atas
dan batas bawah oleh pengamat dan hasilnya dicatat oleh pencatat secara teliti.
Setelah itu ukur jarak dari rambu 1 ke rambu berikutnya. Setelah data yang
dibutuhkan telah didapatkan selanjutnya langsung melakukan perhitungan
kemiringannya.
Rumus menghitung kemiringan :
(t 1 − t 2 )
S = 100 % ........................................................................ (47)
L
Dimana :
S = Kemiringan dasar saluran
t1 = Tinggi titik awal
t2 = Tinggi titik akhir
L = Panjang saluran (m)
e. Street Inlet
Street inlet adalah bangunan pelengkap pada sistem drainase yang
merupakan lubang atau bukaan pada sisi – sisi jalan yang berfungsi untuk
menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang
ruas jalan menuju ke dalam saluran drainase. Sesuai dengan kondisi dan
penempatan saluran serta fungsi jalan yang ada, maka pada jenis saluran
terbuka tidak diperlukan street inlet, karena saluran yang ada merupakan
bukaan bebas. Perlengkapan street inlet mempunyai ketentuan sebagai berikut:
1) Ditempatkan pada daerah yang rendah dimana limpasan air hujan menuju
ke arah tersebut.
34
2) Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan lalu lintas dan
pejalan kaki.
3) Air yang masuk ke street inlet harus dapat masuk menuju saluran
drainase dengan cepat.
4) Jumlah street inlet harus cukup agar dapat menangkap limpasan air
hujan pada jalan yang bersangkutan.
B. Penelitian Relevan
Pada penelitian ini juga menggunakan penelitian - penelitian yang pernah
dilaksanakan sebelumnya antara lain :
1. Analisis Hujan Rata-Rata Dalam Menentukan Debit Banjir Rancangan
Pada Das Blambangan Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eri Prawati (2019) Dari tahun ketahun
pembangunan industri dan pemukiman meningkat, sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan. Dari lahan pertanian, dan perkebunan menjadi lahan
industri/perdagangan dan kawasan pemukiman, konsekuensinya adalah koefisien
aliran semakin tinggi karena fungsi penyerapan lahan semakin kecil dan aliran
permukiman semakin besar. Infrastruktur bangunan air yaitu stasiun hujan yang
mencatat data dasar yaitu curah hujan dapat mendukung pengendalian banjir dan
pemanfaatan air pada suatu daerah aliran sungai.
C. Kerangka Pemikiran
Selama proses penelitian ini peneliti akan mengevaluasi sistem drainase di
Jl.Raya Stadion Kelurahan Tejo Agung Kecamatan Metro Timur. Melalui penelitian
ini akan diketahui dimensi saluran drainase, debit air, kondisi dan kapasitas
saluran drainase, upaya penanganan masalah banjir sehingga bisa membantu
dalam memecahkan permasalahan banjir di daerah tersebut. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi evaluasi sistem drainase diantaranya, peningkatan debit,
sampah yang dibuang kedalam saluran, dan lain–lain.
Kerangka pemikiran evaluasi sistem drainase adalah untuk mengetahui
kapasitas saluran drainase dan debit air banjir yang bertujuan untuk penanganan
masalah banjir sehingga bisa membantu dalam memecahkan permasalahan banjir
didaerah tersebut.
Pengumpulan Data