Anda di halaman 1dari 33

BAB II

KAJIAN LITERATUR

A. Kajian Literatur Yang Mendukung Variabel Terikat Dan Bebas


1. Pengertian Drainase
Kata drainase berasal dari kata drainage yang artinya mengalirkan,
mengeringkan, membuang, atau mengalirkan air. Dalam bidang teknik sipil,
drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk
mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan, maupun
kelebihan air irigasi dari suatu kawasan/lahan, sehingga fungsi kawasan tidak
terganggu. (Suripin, 2004)

2. Sistem Drainase
Secara umum sistem drainase dapat didefinisikan sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan atau membuang kelebihan air
dari suatu kawasan/lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Bangunan sistem drainase secara berurutan mulai dari hulu terdiri dari
saluran penerima (interceptor drain), saluran pengumpul (collector drain),
saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain), dan badan
air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan
lainnya, seperti gorong-gorong, jembatan-jembatan, talang dan saluran
miring/got miring. (Suripin, 2004)
Sistem drainase perkotaan menurut kegunaannya dapat digolongkan
menjadi dua macam:
a. Sistem Yang Hanya Melayani Pembuangan Bagi Air Hujan Saja (Storm
Drainage)
Sistem ini direncanakan dengan kapasitas cukup untuk mengevakuasi air
hujan dengan frekuensi yang direncanakan. Penentuan frekuensi dibawah ini
tergantung dari kondisi lokal setempat dan pada keyakinan perencananya tetapi
juga dipertimbangkan biaya pembuatan sistem drainase.
1) Daerah pemukiman curah hujan yang harus dievakuasi dari frekuensi
makimum 5 tahunan.
2) Bagi daerah komersial diambil frekuensi curah hujan maksimum 10 tahunan
yang harus dapat dievakuasi.
5

3) Untuk daerah industri diambil frekuensi curah hujan maksimum 10 tahunan


yang harus dapat dievakuasi.
Pada daerah dengan dua musim yang sangat berbeda, musim hujan dan
kemarau keberadaan sistem drainase ini nampak seperti suatu pemborosan
karena akan kering pada musim kemarau. Tetapi dengan sistem ini pencemaran
ke dalam air tanah dapat sangat dibatasi. Air tanah masih menjadi sumber daya
air yang sangat penting didaerah perkotaan dan pedesaan di lndonesia. Untuk
memberikan nilai lebih, sistem ini dapat diberi fungsi tambahan sebagai sistem
pengisian ulang air tanah apabila terdapat sumberdaya air yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan tersebut misalnya dengan mengalirkan air sungai
di dekat perkotaan ke daerah perkotaan untuk mengisi air tanah. Keuntungan
sistem drainase air hujan ini mudah dibuat dan dibersihkan. Kerugiannya adalah
memerlukan lahan dengan luasan yang cukup besar, mudah kemasukan dan
dimasuki limbah khususnya sampah perkotaan.

b. Sistem Drainase Untuk Air Limbah (Sewerage)


Sistem ini melayani penampungan dan pembuangan air limbah perkotaan
untuk kemudian dialirkan ke dalam sebuah instalasi pengolah air limbah (IPAL).
Didalam IPAL air limbah akan diproses untuk diturunkan tingkat kandungan bahan
pencemarnya agar memenuhi ketentuan tentang baku mutu air agar kemudian
dapat dialirkan ke dalam perairan bebas. Sistem drainase untuk air limbah ini
biasanya dibuat tertutup/tertanam dibawah permukaan tanah.
Keuntungannya:
1) Tidak menimbulkan pencemaran.
2) Tidak mengganggu estetika.
3) Dibuat kedap air agar air didalamnya tidak meresap ke luar dan mencemari
air tanah.
Kerugiannya adalah:
1) Lebih mahal biaya pembuatannya.
2) Sukar dibersihkan dan dipelihara. Didalam saluran tertutup lebih banyak
terjadi proses, pembusukan anaerobik yang menimbulkan gas-gas beracun
yang berbahaya bagi para pemelihara saluran yang memasukinya. Gas - gas
ini bersifat mudah terbakar, sehingga bila terjadi konsentrasi pekat didalam
saluran akan dapat menimbulkan ledakan apabila tepercik api.
6

3) Untuk memudahkannya, pada interval panjang tertentu (20 – 25 m) dari


panjang saluran dibuat lubang masuk (man hole) bagi jalan akses masuknya
para pekerja pemelihara sistem drainase serta untuk secara periodik dibuka
untuk melepaskan gas - gas volatile (mudah terbakar) seperti metan, yang
terbentuk karena proses anaerobik agar tidak menimbulkan bahaya
peledakan maupun peracunan.
4) Saluran-saluran tertutup dapat menjadi sarang dan tempat berbiaknya tikus
yang membahayakan kesehatan dan dapat menimbulkan kerusakan.

Pemisahan sistem drainase menjadi dua macam tersebut mempunyai


konsekuensi menjadi mahalnya pembuatan, operasi dan pemeliharaannya.
Keuntungannya adalah kota menjadi lebih sehat nampak lebih bersih dan rapi.
a) Optimalisasi dari keuntungan dan kerugian dua sistem terpisah, yaitu
membuat sistem drainase gabungan seperti yang ada di lndonesia. Sistem ini
dibuat terbuka untuk memudahkan pembersihannya tetapi efek sampingnya
malah merangsang masyarakat memanfaatkannya sebagai tempat
membuang limbah baik cair maupun padat yang menimbulkan gangguan
terhadap kinerjanya. Disamping itu air buangan dari sistem gabungan ini
ketika dibuang memasuki perairan bebas masih mengandung
limbah/pencemar dengan kadar yang tinggi dan membahayakan
keseimbangan lingkungan hidup. (H.R. Mulyanto, 2012).

3. Pola Jaringan Drainase


a. Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada
sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah kota.

Gambar 1. Pola Jaringan Siku (Sumber: H.A Halim Hasmar, 2011)


7

b. Paralel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran
cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek pendek, apabila terjadi
perkembangan kota, saluran -saluran akan dapat menyesuaikan diri.

Gambar 2. Pola Jaringan Paralel (Sumber: H.A Halim Hasmar, 2011)

c. Gird Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-
saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.

Gambar 3. Pola Jaringan Gird Iron (Sumber: H.A Halim Hasmar, 2011)

d. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya sungai pada pola alamiah lebih besar.

Gambar 4. Pola Jaringan Alamiah (Sumber: H.A Halim Hasmar, 2011)


8

e. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.

Gambar 5. Pola Jaringan Radial (Sumber: H.A Halim Hasmar, 2011)

f. Jaring-Jaring
Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan
cocok untuk daerah dengan topografi datar.

Gambar 6. Pola Jaringan Jaring-Jaring (Sumber: H.A Halim Hasmar, 2011)

4. Permasalahan Drainase dan Beberapa Gangguan Sistem Drainase


Banjir merupakan kata yang sangat populer di Indonesia, khususnya pada
musim hujan, mengingat disemua kota Indonesia nyaris mengalami bencana
banjir. Peristiwa ini hampir setiap tahun terulang, namun permasalahan banjir
sampai saat ini belum terselesaikan, bahkan cenderung meningkat baik frekuensi,
luasannya, kedalamanya, maupun durasinya. Akar permasalahan banjir di
perkotaan berawal dari pertambahan penduduk yang sangat cepat di atas rata-
rata pertumbuhan nasional, akibatnya urbanisasi baik migrasi musiman maupun
permanen. Hal ini yang mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan menjadi
acak-acakan (samrawut) karena tidak sebanding antara lahan yang tersedia dan
jumlah pertambahan penduduk, inilah yang menjadi akar permasalahan drainase
perkotaan. (Suripin, 2004)

Banyak faktor yang mempengaruhi dan perlu dipertimbangkan secara


matang dalam perencanaan suatu sistem drainase yang berkelanjutan.
Perencanaan tidak hanya disesuaikan dengan kondisi sekarang namun juga untuk
masa yang akan datang. Permasalahan - permasalahan drainase perkotaan
antara lain. (Ismawan Dewansyah, 2018).
9

a. Peningkatan Debit
Manajemen sampah yang kurang baik memberi kontribusi percepatan
pendangkalan /penyempitan saluran dan sungai. Kapasitas sungai dan saluran
drainase menjadi berkurang, sehingga tidak mampu menampung debit yang
terjadi, air meluap dan terjadilah banjir.
Perubahan tata guna lahan yang selalu terjadi akibat perkembangan kota
dapat mengakibatkan peningkatan aliran permukaan dan debit banjir. Besar kecil
aliran permukaan sangat ditentukan oleh pola penggunaan lahan, yang
diekspresikan dalam koefisien pengaliran yang 20 bervariasi antara 0,10 (hutan
datar) sampai 0,95 (perkerasan jalan). Hal ini menunjukkan bahwa pengalihan
fungsi lahan dari hutan menjadi perkerasan jalan bisa meningkatkan debit puncak
banjir sampai 9,5 kali, dan hal ini mengakibatkan prasarana drainase yang ada
menjadi tidak mampu menampung debit yang meningkat tersebut.

b. Penyempitan Dan Pendangkalan Saluran


Peningkatan jumlah penduduk yang sangat pesat mengakibatkan
berkurangnya lahan untuk saluran drainase. Banyak pemukiman yang didirikan
diatas saluran drainase sehingga aliran drainase menjadi tersumbat. Selain itu,
sampah penduduk juga tidak jarang dijumpai dialiran drainase, terutama didaerah
perkotaan.

c. Lemahnya Koordinasi Dan Sinkronisasi Dengan Komponen Infrastruktur


Yang Lain
Hal ini dapat dilihat dari seringnya dijumpai tiang listrik atau pipa air bersih
ditengah saluran drainase, yang berakibat terganggunya kelancaran aliran di
drainase itu sendiri. Selain itu, seringkali penggalian saluran drainase tidak
sengaja merusak prasarana yang sudah ada atau yang ditanam dalam tanah.
Biasanya kesalahan ini terjadi karena tidak adanya informasi yang akurat
mengenai prasarana tersebut.

5. Penyebab Terjadinya Banjir


Banyak faktor menjadi penyebab terjadinya banjir. Namun secara umum
penyebab terjadinya banjir dapat diklasifikasikan dalam 2 kategori, yaitu banjir
yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir yang diakibatkan oleh
tindakan manusia.
10

a. Penyebab Banjir Secara Alami


1) Curah Hujan
Indonesia mempunyai iklim tropis sehingga sepanjang tahun mempunyai
dua musim yaitu musim hujan umumnya terjadi antara bulan Oktober sampai bulan
Maret, dan musim kemarau terjadi antara bulan April sampai bulan September.
Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di
sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau banjir.

2) Pengaruh Fisiografi
Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan
daerah pengaliran sungai (DPS), kemiringan Pengaruh Fisiografi. sungai,
geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potonan
memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain. Merupakan hal-hal
yang mempengaruhi terjadinya banjir.

3) Erosi dan Sedimentasi


Erosi di DPS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang
sungai. Erosi menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya
sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran, sehingga timbul banjir dan banjir
di sungai. Sedimentasi juga menjadi masalah besar pada sungai-sungai di
Indonesia.

4) Kapasitas Drainase yang tidak memadai


Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainase daerah banjir
yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan banjir
di musim hujan.

b. Penyebab Banjir Akibat Tindakan Manusia


1) Perubahan Kondisi DPS
Perubahan DPS seperti pengundulan hutan, usaha pertanian yang kurang
tepat, perluasan kota dan perubahan tataguna lainnya dapat memperburuk
masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir. Dari persamaan-persamaan
yang ada, perubahan tata guna lahan memberikan konstribusi yang besar
terhadap naiknya kuantitas dan kualitas banjir.
11

2) Kawasan kumuh
Perumahan kumuh yang terdapat di sepanjang sungai, dapat merupakan
penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting
terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

3) Sampah
Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang
ditentukan tidak baik, umumnya mereka langsung membuang sampah ke sungai.
Di kota-kota besar hal ini sangat mudah dijumpai. Pembuangan sampah dialur
sungai dapat meninggikan muka air banjir karena menghalangi aliran.

4) Drainase Lahan
Drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada daerah bantuan
banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang
tinggi.

6. Pengertian Hidrologi
Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai
terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya, dan hubungan dengan
lingkungan terutama dengan makhluk hidup. (Triatmodjo, 2008)

7. Siklus Hidrologi
Menurut Soemarto (1993), bahwa siklus hidrologi diartikan sebagai sebuah
bentuk gerakan air laut ke udara, yang kemudian jatuh ke permukaan tanah
sebagai hujan atau bentuk presipitasi yang lain dan akhirnya mengalir ke laut
kembali. (Esi Restiani, 2015)

Gambar 7 Siklus Hidrologi (Sumber: Esi Restiani, 2015)


12

8. Analisa Hujan.
Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi.
Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam baik secara manual maupun otomatis,
dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama
satu hari. Dalam analisa digunakan curah hujan rencana, hujan rencana yang
dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung
intensitas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk mengestimasi debit
rencana. Untuk berbagai kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan
yang diperlukan tidak hanya data hujan harian, tetapi juga distribusi jam atau
menit. Hal ini akan membawa konsekuen dalam pemilihan data,dan dianjurkan
untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis.
(Anisah Lukman, 2018)

a. Karakteristik Hujan Yang Perlu Ditinjau Dalam Analisis Hidrologi Meliputi


1) Durasi Hujan (t)
Berdasarkan Edisono dkk (1997), durasi hujan adalah lama kejadian hujan
(menitan, jam-jaman, harian) diperoleh terutama dari hasil pencatatan alat
pengukur hujan otomatis. Dalam perencanaan drainase durasi hujan ini sering
dikaitkan dengan waktu konsentrasi.

2) Intensitas Hujan (i)


Intensitas hujan adalah tinggi curah hujan dalam periode tertentu yang
dinyatakan dalam satuan mm/jam. Kurva intensitas hujan rencana, jika yang
tersedia adalah hujan harian, dapat ditentukan dengan Rumus Haspers alasannya
karena rumus ini lebih cocok digunakan di Indonesia karena Haspers
mendapatkan rumus ini melelui penelitian yang dilakukan di Indonesia.

3) Tinggi Hujan (d)


Tinggi hujan adalah jumlah atau kedalaman hujan yang terjadi selama
durasi hujan, dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam
mm.

4) Frekuensi Atau Periode Ulang (T)


Adalah frekuensi kejadian hujan tertentu dan biasanya dinyatakan dengan
kala ulang (return period).
13

5) Luas (A)
Adalah luas geografis daerah sebaran hujan atau perluasan hujan secara
geografi.
Secara Kualitatif, Intensitas curah hujan disebut juga derajad curah
hujan, sebagaimana diperlihatkan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Derajad curah hujan dan intesitas curah hujan


Intensitas curah hujan
Derajad curah Hujan Kondisi
(mm/jam)
Tanah agak basah atau
Hujan sangat lemah <1,20
dibasahi sedikit
Tanah menjadi basah
Hujan lemah 1,20 - 3,00 semuanya, tetapi sulit
membuat puddel

Hujan normal 3,00 - 18,0 Dapat dibuat puddel dan


bunyi hujan kedengaran
Air tergenang diseluruh
permukaan tanah dan bunyi
Hujan deras 18,0 - 60,0
keras hujan terdengar berasal
dari banjir
Hujan seperti ditumpahkan,
Hujan sangat deras > 60,0 sehingga saluran drainase
meluap
(Suripin, 2004)

9. Pengolahan Data Hujan


Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi
pada perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Hujan rata-
rata untuk suatu daerah dapat dihitung dengan :
a. Metode Perhitungan Aljabar / Aritmatik
Metode perhitungan rata-rata aritmatik adalah cara yang paling sederhana
dan diperoleh dengan menghitung rata - rata aritmatik dari semua total penakar
hujan disuatu kawasan. Pengukuran yang dilakukan dibeberapa stasiun dalam
waktu yang bersamaan dijumlahkan kemudian dibagi dengan jumlah stasiun.
Metode aritmatik dengan rumusan sebagai berikut. (Eri Prawati, 2019)
𝑝1+𝑝2+𝑝3+⋯+𝑝𝑛
𝑝̅ = ....................................................................................... (1)
𝑛
Dimana :
𝑝̅ : Hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
14

𝑝1... 𝑝𝑛 : Hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun n pada hari yang
sama (mm)
n : Jumlah stasiun hujan

b. Metode Polygon Thiessen


Menurut (Seyhan 1990) menyatakan bahwa “metode poligon thiessen
terdapat bisektor tegak lurus yang digambar melalui garis-garis lurus yang
menghubungkan penakar-penakar hujan didekatnya dengan meningalkan
masing-masing penakar ditengah-tengah suatu poligon”. Jumlah hasil kali luas
poligon dan curah hujan (dari penakar dipoligon itu) dibagi dengan luas total untuk
mendapatkan hujan rata-rata. Dalam peneliatan ini metode yang digunakan untuk
menentukan curah hujan rerata daerah yaitu poligon thiessen, karena poligon
thiessen dapat digunakan untuk menentukan luas pengaruh daerah stasiun hujan
yang memiliki sebaran tidak merata. Berikut adalah rumusan dari metode Poligon
Thiessen. (Eri Prawati, 2019)
𝐴1𝑝1+𝐴2𝑝2 + 𝐴3𝑝3 +⋯+𝐴𝑛𝑝𝑛
𝑝̅ = ......................................................................... (2)
𝐴1+𝐴2+𝐴3+⋯+𝐴𝑛

dimana :
𝑝̅ : Hujan rata-rata DAS pada suatu hari (mm)
𝑝1... 𝑝𝑛 : Hujan yang tercatat di stasiun 1 sampai stasiun pada hari yang
sama (mm)
𝐴1... 𝐴𝑛 : Luas areal poligon 1, 2, ... n
n : Jumlah stasiun hujan

1) Cantumkan titik - titik pengamatan didalam dan disekitar daerah itu pada peta
topografi, kemudian dihubungkan tiap titik yang berdekatan dengan sebuah
garis lurus. Dengan demikian akan terlukis jaringan segitiga yang menutupi
seluruh daerah.
2) Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon -poligon yang didapat
dengan menggambar garis bagi tegak lurus pada setiap sisi segitiga tersebut
diatas. Curah hujan dalam setiap poligon dianggap diwakili oleh curah hujan
dari titik pengamatan dalam tiap poligon itu. Luas tiap poligon diukur dengan
planimeter atau dengan cara lain.

Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara
aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan
15

mempergaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain umpamanya


untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan
pada salah satu titik pengamatan. (Gunadarma)

Gambar 8. Poligon Thiessen (Sumber: Eri Prawati, 2019)

10. Analisis Frekuensi Hujan


Analisis frekuensi hujan adalah suatu analisis data hidrologi dengan
menggunakan statistika yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan
atau debit dengan kala ulang tertentu. Dalam melakukan analisis frekuensi,
diperlukan data-data statistik dasar sebagai langkah awal persyaratan
menentukan jenis distribusi. Berdasarkan data curah hujan yang ada didapatkan
besaran statistik dasar sebagai berikut :
X = 84,147; Si = 20,034; Cs = 1,035; Ck = 1,391; Cv= 0,238; Nilai tengah = 79,000.
(Rusyidina Tamimia, Sri Wahyuni, Entin Hidayah, 2016)

a. Analisis Frekuensi
Dari curah hujan rata-rata dari berbagai stasiun yang ada di daerah aliran
sungai, selanjutnya dianalisis secara statistik untuk mendapatkan pola sebaran
data curah hujan yang sesuai dengan pola sebaran data curah hujan rata-rata.
(Soewarno, 1995).
Dalam analisa frekuensi ada berbagai metode distribusi probabilitas yang
sering digunakan, yaitu metode distribusi Normal, Log Normal, Gumbel, maupun
log Pearson Type III. Penentuan jenis distribusi probabilitas yang sesuai dengan
data dilakukan dengan mencocokkan parameter data tersebut dengan syarat
16

masing-masing jenis distribusi seperti yang tercantum dalam Tabel 2. Parameter-


parameter data tersebut adalah :

1) Hujan Rata-Rata (X)


X
X= ......................................................................................................... (3)
n
Dimana :
X = Rata – rata curah hujan
n = jumlah data curah hujan

2) Standar Deviasi (S)


Perhitungan standar deviasi digunakan rumus sebagai berikut :
2
√∑𝑛
𝑖=1(𝑋𝑡−𝑋)
S= 𝑛−1
................................................................................................ (4)

Dimana :
S = deviasi standar curah hujan
X = nilai rata-rata curah hujan
Xi = nilai pengukuran dari suatu curah hujan ke-i
n = jumlah data curah hujan

3) Koefisien Variasi
𝑠
CV = .............................................................................................................. (5)
𝑥

Dimana :
CV = koefisien variasi
S = deviasi standard
X = nilai rata – rata

4) Koefesien Skewness (CS)


n. (log x − log x1 ) 3
Cs = ...................................................................................... (6)
(n − 1)(n − 2) S 3
Di mana :
CS = Koefesien Skewness
Xi = Nilai varian ke i
X = Nilai rata-rata varian
n = Jumlah data
17

S = Deviasi standar

Tabel 2 Parameter Statistik yang Penting


Parameter Sampel Populasi
1 ∞
Rata-rata 𝑥̅ = ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 µ = E(X) = ∫∞ 𝑥𝑓(𝑥)𝑑𝑥
𝑛
1 𝑛 1
Simpangan Baku 𝑠̅ = [𝑛 ∑𝑖=1(𝑥𝑖 − 𝑥̅ ) 𝜎= {E[𝑥 − µ]2 }2
𝑠 𝜎
Koefisien Variasi CV = 𝑥 CV = µ
𝑛
𝑛 ∑𝑖=1(𝑥1−𝑥̅ )3 E[𝑥 − µ]2
Koefisien Skweness G=𝑥= γ=
(n−1)(n−2)𝑠3 𝜎3
(Suripin, 2004)

a. Distribusi normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.
Umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsuung karena telah dibuat
tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan :
Xt−𝑥̅
KT = ................................................................................................. (7)
𝑆
Dimana:
XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T Tahun
X = nilai rata-rata hitung variat
S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)
Nilai faktor frekuensi (KT), umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk
mempermudah perhitungan.

Tabel 3. Nilai Variabel Reduksi Gauss.


No Periode Ulang, Peluang KT No Periode Ulang, Peluang KT
T (Tahun) T (Tahun)
1 1,001 0.999 -3,05 11 2,500 0,400 0,25
2 1,005 0,995 -2,58 12 3,330 0,300 0,52
3 1,010 0,990 -2,33 13 4,000 0,250 0,67
4 1,050 0,950 -1,64 14 5,000 0,200 0,84
5 1.110 0,900 -1,28 15 10,000 0,100 1,28
6 1.250 0,800 -0,84 16 20,000 0,050 1,64
7 1.330 0,750 -0,67 17 50,000 0,020 2,05
8 1.430 0,700 -0,52 18 100,000 0,010 2,33
9 1,670 0,600 -0,25 19 200,000 0,005 2,58
10 2,000 0,500 0 20 500,000 0,002 2,88
(Suripin, 2004)
18

b. Distribusi log normal


Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan
mengikuti distribusi Log Normal. Untuk distribusi Log Normal dapat didekati
dengan persamaan :
YT = Y + KTS .................................................................................................. (8)

KT =
YT − Y
.................................................................................................. (9)
S
Dimana:
YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahun

Y = nilai rata-rata hitung variat


S = deviasi standar nilai variat
KT = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang

c. Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel umumnya digunakan untuk analisis data ekstrem,
misalnya untuk analisis frekuensi banjir. Peluang kumulatif dari distribusi Gumbel
adalah :
S
( − ) ...................................................................................... (10)
Sn Y T Y n
XT = X

Dimana:

X = nilai rata-rata varian


S = standar deviasi
Yn = nilai rata-rata dari reduksi variat nilainya tergantung dari jumlah data (n) dan
dapat dilihat pada tabel 4
Sn = deviasi standar dari reduksi variat, nilainya tergantung dari jumlah data (n)
dan dapat dilihat pada tabel 5
YT = Berdasarkan Kala Ulang dapat dilihat pada tabel 6
19

Tabel 4. Hubungan Reduksi Variat Rata-rata (Yn) dengan Jumlah Data (n).
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5589 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600 - - - - - - - - -
(Soewarno, 1995)

Tabel 5. Hubungan Reduksi Variat Rata-rata (Yn) dengan Jumlah Data (n).
n 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0000 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2036 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065 - - - - - - - - -
(Soewarno, 1995)
20

Tabel 6. Hubungan Periode Ulang (T) dengan Reduksi Variat dari Variabel (Y)
T YT
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210
(Soewarno, 1995)

d. Distribusi Log Pearson III


Distribusi log-Pearson tipe III banyak digunakan dalam analisis hidrologi,
terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan minimum (debit minimum).
Ubah data kedalam bentuk logiritmis, X = log X

1) Hitung Harga Rata-Rata :

log X =
 1ogXi ..................................................................................... (11)
n
2) Hitung Nilai Deviasi Standarnya Dari Log X:

(log X − log Xi) 2


S log X = ........................................................... (12)
n −1
3) Hitung Koefisien Kemencengan :
n. (log x − log x1 ) 3
Cs = ....................................................................... (13)
(n − 1)(n − 2) S 3
4) Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan
rumus:
Log Xt = Log x + K . S ...................................................................... (14)
21

K adalah karakteristik dari distribusi log Pearson tipe III (lihat Tabel 7).
Tabel 7. Nilai k Distribusi Log Pearson Tipe III

Kemencengan Periode Ulang (Tahun)


(Cs) 2 5 10 20 25 50 100 200 500 1000
3,0 -0,360 0,420 1,180 1,912 2,278 3,152 4,051 4,970 5,825 7,250
2,5 -0,360 0,518 1,250 1,925 2,262 3,048 3,845 4,652 5,383 6,600
2,2 -0,330 0,574 1,284 1,921 2,240 2,970 3,705 4,444 5,103 6,200
2,0 -0,307 0,609 1,302 1,913 2,219 2,912 3,605 4,298 4,903 5,910
1,8 -0,282 0,643 1,318 1,901 2,193 2,848 3,499 4,147 4,714 5,660
1,6 -0,254 0,675 1,329 1,885 2,163 2,780 3,388 3,990 4,515 5,390
1,4 -0,225 0,705 1,337 1,864 2,128 2,706 3,271 3,828 4,309 5,110
1,2 -0,195 0,732 1,340 1,838 2,087 2,626 3,149 3,661 4,096 4,820
1,0 -0,164 0,758 1,340 1,809 2,043 2,542 3,022 3,489 3,883 4,540
0,9 -0,148 0,769 1,339 1,792 2,018 2,498 2,957 3,401 3,774 4,395
0,8 -0,132 0,780 1,336 1,777 1,998 2,453 2,891 3,312 3,664 4,250
0,7 -0,116 0,790 1,333 1,756 1,967 2,407 2,824 3,223 3,554 4,105
0,6 -0,099 0,800 1,328 1,735 1,939 2,359 2,755 3,132 3,443 3,960
0,5 -0,083 0,808 1,323 1,714 1,910 2,311 2,686 3,041 3,331 3,815
0,4 -0,066 0,816 1,317 1,692 1,880 2,261 2,615 2,949 3,219 3,670
0,3 -0,050 0,824 1,309 1,669 1,849 2,211 2,544 2,856 3,107 3,525
0,2 -0,033 0,842 1,282 1,595 1,751 2,054 2,326 2,576 2,769 3,090
0,1 -0,017 0,836 1,270 1,597 1,761 2,000 2,252 2,482 3,033 3,950
0,0 0,000 0,842 1,282 1,595 1,751 2,054 2,326 2,576 2,769 3,090
-0,1 0,017 0,850 1,270 1,539 1,716 2,000 2,252 2,482 2,974 3,950
-0,2 0,033 0,852 1,258 1,525 1,680 1,945 2,178 2,388 2,706 3,313
-0,3 0,050 0,853 1,245 1,510 1,643 1,890 2,104 2,294 2,437 2,675
-0,4 0,066 0,855 1,231 1,481 1,606 1,834 2,029 2,210 2,334 2,540
-0,5 0,083 0,856 1,260 1,465 1,567 1,777 1,955 2,108 2,218 2,400
-0,6 0,099 0,857 1,200 1,419 1,528 1,720 1,880 2,016 2,113 2,275
-0,7 0,116 0,857 1,183 1,386 1,488 1,663 1,806 1,926 2,010 2,150
-0,8 0,132 0,856 1,166 1,354 1,448 1,606 1,733 1,873 1,934 2,035
-0,9 0,148 0,854 1,147 1,320 1,407 1,549 1,660 1,749 1,809 1,910
-1,0 0,164 0,852 1,128 1,287 1,366 1,492 1,588 1,664 1,715 1,800
-1,2 0,195 0,844 1,086 1,217 1,282 1,379 1,449 1,501 1,548 1,625
-1,4 0,225 0,832 1,041 1,146 1,198 1,270 1,318 1,351 1,394 1,465
-1,6 0,254 0,817 0,994 1,075 1,116 1,166 1,197 1,216 1,240 1,280
-1,8 0,282 0,799 0,945 1,005 1,035 1,069 1,087 1,097 1,109 1,130
-2,0 0,307 0,777 0,895 0,938 0,959 0,980 0,990 1,995 1,622 1,000
-2,2 0,330 0,752 0,844 0,873 0,888 0,900 0,905 0,907 0,908 0,910
-2,5 0,360 0,711 0,771 0,786 0,793 0,798 0,799 0,800 0,801 0,802
-3,0 0,396 0,636 0,660 0,664 0,666 0,666 0,667 0,667 0,667 0,668
(Soewarno, 1995)
22

e. Distribusi Log Normal 2 Parameter


Distribusi Log Normal 2 Parameter mempunyai persamaan transformasi,
sebagai berikut :
1) Menghitung Nilai Rata-Rata Log Xrt
 log Xi
LogXrt = ..................................................................................... (15)
n

2) Menghitung Nilai Deviasi Standar Dari Log X

(log X − log Xi) 2


S Log X = ............................................................ (16)
n −1

3) Menghitung Koefisien Asimetri (Cv)


S log x
Cv = ..................................................................................... (17)
 LogXi

4) Menghitung Nilai Log Xt


Log Xt = Log Xrt + (k x S Log X) .......................................................... (18)

5) Menentukan Hujan Rencana Kala Ulang T (Xt)


Xt = 10log Xt ................................................................................... (19)

k adalah Karakteristik dari distribusi log normal dua parameter. Nilai k dari
dapat diperoleh dari tabel yang merupakan fungsi dari periode ulang dan nilai
koefisien variasinya (lihat tabel 8)
23

Tabel 8. Faktor Frekuensi K Untuk Distribusi Log Normal 2 Parameter


Peluang Kumulatif P (%) : P (X < X)
Koefisien 50 80 90 95 98 99
Variasi Periode Ulang (Tahun)
(CV) 2 5 10 20 50 100
0,0500 -0,0250 0,8334 1,2965 1,6863 2,1341 2,457
0,1000 -0,0496 0,8222 1,3078 1,7247 2,2130 2,5489
0,1500 -0,0738 0,8085 1,3156 1,7598 2,2899 2,2607
0,2000 -0,0971 0,7926 1,3200 1,7911 2,3640 2,7716
0,2500 -0,1194 0,7746 1,3209 1,8183 2,4318 2,8805
0,3000 -0,1406 0,7647 1,3183 1,8414 2,5015 2,9866
0,3500 -0,1604 0,7333 1,3126 1,8602 2,5638 3,0890
0,4000 -0,1788 0,7100 1,3037 1,8746 2,6212 3,1870
0,4500 -0,1957 0,6870 1,2920 1,8848 2,6731 3,2799
0,5000 -0,2111 0,6626 1,2778 1,8909 2,7202 3,3673
0,5500 -0,2251 0,6379 1,2613 1,8931 2,7613 3,4488
0,6000 -0,2375 0,6129 1,2428 1,8915 2,7971 3,5211
0,6500 -0,2185 0,5879 1,2226 1,8866 2,8279 3,3930
0,7000 -0,2582 0,5631 1,2011 1,8786 2,8532 3,3663
0,7500 -0,2667 0,5387 1,1784 1,8677 2,8735 3,7118
0,8000 -0,2739 0,5118 1,1548 1,8543 2,8891 3,7617
0,8500 -0,2801 0,4914 1,1306 1,8388 2,9002 3,8056
0,9000 -0,2852 0,4686 1,1060 1,8212 2,9071 3,8137
0,9500 -0,2895 0,4466 1,0810 1,8021 2,9103 3,8762
1,0000 -0,2929 0,4254 1,0560 1,7815 2,9098 3,9035
(Soewarno, 1995)

11. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi


Terdapat dua metode pengujian distribusi probabilitas, yaitu Metode
ChiKuadrat ( χ2 ) dan Metode Smirnov Kolmogorov.
a. Metode Chi-Kuadrat (χ2 )
Prosedur perhitungan dengan menggunakan Metode Uji Chi-Kuadrat
adalah sebagai berikut. (Esi Restiani, 2015)
1) Data diurutkan dari yang besar ke kecil atau sebaliknya.
2) Menghitung jumlah kelas.
24

3) Menghitung derajat kebebasan (Dk) dan χ2 cr.


4) Menghitung kelas distribusi.
5) Menghitung interval kelas.
6) Perhitungan nilai χ2.
7) Bandingkan nilai χ2 terhadap χ2 cr.

b. Metode Smirnov Kolmogorov


Pengujian distribusi probabilitas dengan Metode Smirnov Kolmogorov
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut. (Esi Restiani, 2015)
1) Urutkan data (Xi) dari besar ke kecil atau sebaliknya.
2) Tentukan peluang empiris masing-masing data yang sudah diurut.
3) Tentukan peluang teoritis masing-masing data yang sudah diurut.
4) Hitung selisih (Δmaks) antara peluang empiris dan teoritis untuk setiap data
yang sudah diurut.
5) Tentukan apakah Δmaks jika “tidak” artinya distribusi probabilitas yang dipilih
tidak dapat diterima, demikian sebaliknya.

12. Perhitungan Intensitas Curah Hujan


Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya
cenderung makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula
intensitasnya. Hubungan antara intensitas, lama hujan, dan frekuensi hujan
dinyatakan dalam lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF = Intensity- Duration-
Frequency Curve). Diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5 menit, 10
menit, 30 menit, 60 menit dan jam – jam-an untuk membentuk lengkung IDF. Data
hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari pos penakar hujan otomatis.
Berdasarkan data hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat
dengan salah satu dari persamaan berikut ( Ismawan Dewansyah, 2018).
a. Rumus Talbot
Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dan tetapan- tetapan
a dan b ditentukan dengan harga-harga terukur sebagai berikut:
a
I= .....(20)
t +b
25

Dimana:
t : lamanya hujan (jam)
I : intensitas hujan (mm/jam)
a dan b : konstanta yang tergantung lamanya hujan terjadi

b. Rumus Sherman
Rumus ini cocok digunakan untuk jangka waktu curah hujan yang lamanya
lebih dari 2 jam yaitu :
a
I= .....(21)
tn
Dimana:
I : intensitas hujan (mm/jam)
T : lamanya hujan (jam)
a dan n : konstanta

c. Rumus Ishiguro
a
I= .....(22)
b+ t
I : intensitas hujan (mm/jam)
T : lamanya hujan (jam)
a dan b : konstanta

d. Rumus Mononobe
Apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia, yang ada hanya data hujan
harian maka digunakan perhitungan mononobe:
2
R 24 24 3
I= ( ) .....(23)
24 t
Dimana:
I : intensitas hujan (mm/jam)
t : lamanya hujan (jam)
R24 : curah hujan maksimum (mm)

13. Luas Daerah Pengaliran (A)


Batas-batas daerah pengaliran ditetapkan berdasarkan peta topografi,
pada umumnya dalam skala 1:50.000 - 1:25.000. Jika luas daerah pengaliran reltif
26

kecil diperlukan peta dalam skala yang lebih besar. Dalam praktek sehari-hari,
sering terjadi tidak tersedia peta topography ataupun peta pengukuran lainnya
yang memadai sehingga menetapkan batas daerah pengaliran merupakan suatu
pekerjaan yang sulit. Jika tidak memungkinkan memperoleh peta topography yang
memadai dapat menggunakan Google Maps sebagai alternative.

14. Debit Banjir Rancangan


Debit banjir rencana adalah debit terbesar yang mungkin terjadi di suatu
daerah dengan peluang kejadian tertentu. Perhitungan debit banjir rencana untuk
perencanaan saluran drainase perkotaan terdiri dari debit air hujan dan debit air
kotor. Perhitungan debit banjir rencana diperlukan untuk menentukan kapasitas
dan dimensi saluran dengan air yang mengalirinya. ( Ubaidillah, dkk.,)

15. Metode Perhitungan Debit Banjir


Penerapan terhadap metode-metode perhitungan debit banjir bergantung
pada ketersediaan data, tingkat kedetailan perhitungan, dan tingkat bahaya
kerusakan akibat banjir. Metode ini sangat sederhana dan mudah
penggunaannya, namun penggunaannya terbatas untuk daerah aliran sungai
dengan ukuran wilayah yang kecil (< 300 ha). Metode ini tidak dapat menerangkan
hubungan curah hujan dan aliran permukaan dalam bentuk hidrograf dengan
persamaan:( JURNAL REKAYASA SIPIL 2014).
Qp = 0,2778 C.I.A .....(24)
Dimana:
Qp : Debit puncak (m3/detik)
C : Koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1)
I : Intensitas hujan (mm/jam)
A : Luas DAS (km2)

Waktu konsentrasi (tc) suatu daerah aliran sungai adalah waktu yang
diperlukan air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ke tempat
keluaran daerah aliran sungai (titik control/ outlet ) setelah tanah menjadi jenuh
dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan jika durasi hujan
sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian daerah aliran sungai secara
serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol, metode yang
27

digunakan untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang


dikembangkan oleh Suripin (2004) sebagai berikut:
0,87 xL2 0,385
tc = ( ) .....(25)
1000 xS
Dimana:
tc : Waktu konsentrasi (jam)
L : Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras (km)
S : Kemiringan rata-rata saluran (m/m)
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan membedakannya menjadi dua
komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan
sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran
sampai titik keluaran (td), sehingga rumusnya dapat ditulis:
tc = to + td
Dengan:
2 n
to = ( x3,28 xLx menit
3 s .....(26)
Ls
td = menit
60V
Dimana:
n : Angka kekasaran Manning
S : Kemiringan lahan
L : Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
Ls : Panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (m)
V : Kecepatan aliran di dalam saluran (m/detik)

a. Metode Weduwen
Metode Weduwen adalah metode perhitungan debit maksimum dengan
rumusan sebagai berikut (Loebis, 1987)
𝑄𝑡 = 𝛼. 𝛽. 𝑞𝑛 . . 𝐴 .....(27)
Dimana:
4,1 120 + (t + 1) /(t + 9). A
 =1− = .....(28)
 .q n. . + 7 120 + A
Rn 67,65
qn = ( ) .....(29)
240 t + 1,45
−0 ,125
t = 0,125 .L, Qt .I −0, 25
.....(30)
28

Keterangan:
Qt = Debit banjir rencana (m3/det)

Rn = curah hujan maksimum (mm/hari)


 = Koefisien limpasan
 = Koefisien pengurangan daerah untuk curah hujan

qn = Debit per satuan luas (m3/det km2)

A = Luas daerah pengaliran (km2)


t = lamanya curah hujan (jam)
L = panjang sungai (km)
I = kemiringan dasar drainase rata-rata

16. Analisa Hidrolika


Zat cair dapat diangkut dari suatu tempat ke tempat lain melalui bangunan
pembawa alamiah ataupun buatan manusia. Bangunan pembawa ini dapat
terbuka maupun tertutup bagian atasnya. Saluran yang tertutup bagian atasnya
disebut saluran tertutup (closed conduits), sedangkan yang terbuka bagian
atasnya disebut saluran terbuka (open channels). Sungai, saluran irigasi, selokan
merupakan saluran terbuka, sedangkan terowongan, pipa, aquaduct, gorong-
gorong merupakan saluran tertutup (Suripin,2004). Analisa Hidrolika bertujuan
untuk menentukan acuan yang digunakan dalam menentukan dimensi hidrolis dari
saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam
suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.
a. Saluran Terbuka
Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan
bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan
dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka. Saluran terbuka
umumnya digunakan pada daerah yang:
1) Lahan yang masih memungkinkan (luas)
2) Lalu lintas pejalan kakinya relative jarang
3) Beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan

1) Debit Aliran Bila Menggunakan Rumus Manning


Q = A.V ................................................................................................ (31)
29

Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan


aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat
mengangkut sedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi.

2) Penampang Saluran
Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan
debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasar
tertentu. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas
penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika kecepatan aliran
maksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat bahwa untuk
kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari
hidraulik R maksimum. Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari hidraulik
maksimum keliling basah, P minimum. Kondisi seperti yang telah kita pahami
tersebut memberi jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran
yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti penampang persegi dan
tampang trapesium.

(a) Penampang Persegi Paling Ekonomis


Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar
B dan kedalaman air h, penampang basah A = B x h dan keliling basah P. Maka
bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari
lebar dasar salauran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.

Gambar 9. Penampang Persegi Panjang (Sumber: Suripin,2004)

Untuk penampang persegi panjang paling ekonomis :


A = B.h .................................................................................... (32)
P = B + 2h .................................................................................... (33)
𝐵
B = 2h atau h = .................................................................................... (34)
2
30

Jari-jari hidrolik R :
𝐴 𝐵.ℎ
R= = ................................................................................... (35)
𝑃 𝐵+2ℎ
(1) Penampang Saluran Trapesium Paling Ekonomis :
Luas penampang melintang A dan keliling basah P, saluran dengan
penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan
kemiringan dinding 1 m dapat dirumuskan sebagai berikut :

Gambar 10. Penampang Saluran Trapesium (Sumber : Suripin,2004)


A = (B+mh)h ................................................................................... (36)

P = B + 2h m 2 + 1 ........................................................................ (37)

B = P − 2h m 2 + 1 ......................................................................... (38)

X penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan


dindingnya m = 1/√3 atau θ = 60°. Dapat dirumuskan sebagai berikut :
2
B= h 3 ................................................................................................ (39)
3

A = h2 3 ............................................................................................... (40)
Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria)
Luas penampang (A) = (b+mh) h (m2) ................................................ (41)
Keliling basah (P) = B+2h√𝑚2 + 1 (m) ................................................. (42)
𝐴
Jari-jari hidrolis R = 𝑃 (m) ......................................................................... (43)
2 1
1
Kecepatan aliran V = R 2 I 2 (m 3 / det) .................................................. (44)
n

b. Saluran Tertutup
Aliran dalam saluran terbuka digerakkan oleh gaya penggerak yang
dilakukan oleh jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng, sedangkan
pada saluran tertutup gaya penggerak tersebut dilakukan oleh gradient tekanan.
31

Ketentuan-ketentuan mengenai aliran bagi saluran tertutup yang penuh adalah


tidak berlaku pada saluran terbuka. Pendekatan yang digunakan di Indonesia
dalam merancang drainase perkotaan masih menggunakan cara konvensional,
yaitu dengan menggunakan saluaran terbuka. Bila digunakan saluran yang
ditanam dalam tanah biasanya berbentuk bulat atau persegi, maka diasumsikan
saluran tersebut tidak terisi penuh (dalam arti tidak tertekan), sehingga masih
dapat dipergunakan persamaan saluran terbuka. Saluran tertutup umumnya
digunakan pada :
1) Daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan)
2) Daerah yang lalu lintas pejalan kakinya padat
3) Lahan yang dipaki untuk lapangan parker.

c. Dimensi Saluran
Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit harus ditampung oleh
saluran (Qs dalam lebih besar atau sama dengan debit rencana yang diakibatkan
oleh hujan rencana (QT dalam). Kondisi demikian dapat dirumuskan dengan
persamaan berikut:
Qs ≥ Qr ................................................................................................ (45)

Debit yang mampu ditampung oleh saluran (Qs) dapat diperoleh dengan
rumus seperti di bawah ini:
Qs = A . V ............................................................................................... (46)
Dimana :
A = Luas penampang saluran (m2)
V = kecepatan rata-rata aliran dalam saluran (m/det)

Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan


menggunakan rumus Manning sebagai berikut :
Dimana :
V = Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/det)
n = koefisien kekasaran Manning
R = jari-jari hidrolis (m)
S = kemiringan dasar saluran
A = luas penampan saluran (m2)
P = Keliling basah saluran (m)
32

Nilai koefisien kekasaran Manning n, untuk gorong-gorong dan saluran


pasangan dapat dilihat pada Tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9. Koefisien Kekasaran Manning
Tipe Saluran Koefisien Manning (n)

a. Baja 0,011-0,014

b. Baja Permukaan Gelombang 0,021-0,030

c. Semen 0,010-0,013

d. Beton 0,011-0,015

e. Pasangan Batu 0,017-0,030

f. Kayu 0,010-0,014

g. Bata 0,011-0,015

h. Aspal 0,013

(Wesli,2008)

Tabel 10. Nilai Kemiringan Dinding Saluran Sesuai Bahan


Bahan Saluran Kemiringan Dinding (m)

Batuan/cadas 0

Tanah lumpur 0,25

Lempung keras/tanah 0,5-1

Tanah dengan pasangan batuan 1

Lempung 1,5

Tanah berpasir lepas 2

Lumpur berpasir 3

(ISBN : 979 – 8382 – 49 – 8)

d. Perhitungan Kemiringan Saluran


Untuk mencari kemiringan saluran drainase dilakukan pengukuran
langsung di lapangan. Pengukuran di lapangan dilakukan dengan menggunakan
theodolit, rambu, roll meter, kamera, dan alat tulis. Untuk mempermudah
33

pengukuran, maka rute lintasan dibagi-bagi menjadi potongan segmen yang lebih
kecil berdasarkan adanya perbedaan elevasi, perpotongan jalan, dimensi saluran,
dan lekukan jalan. Dalam mencari kemiringan saluran pertama-tama diukur
terlebih dahulu kedalaman saluran di hulu dan hilirnya, selanjutnya rambu-rambu
tersebut di letakkan pada hulu dan hilir di dasar salurannya. Kemudian dicari garis
horizontalnya dengan menembakkan langsung kearah rambu. Sebelumnya
theodolit dipasang terlebih dahulu dengan ketinggian yang sama di dasar tanah.
Selanjutnya pembacaan dilakukan pada rambu-rambu tempat titik potong dua
garis yang terdapat di dalam theodolit. Pada saat melakukan pembacaan rambu,
gelembung nivo harus ditempatkan ditengah-tengah, agar pembacaan yang
dilakukan dapat akurat. Setelah itu dilakukan pembacaan elevasi yaitu batas atas
dan batas bawah oleh pengamat dan hasilnya dicatat oleh pencatat secara teliti.
Setelah itu ukur jarak dari rambu 1 ke rambu berikutnya. Setelah data yang
dibutuhkan telah didapatkan selanjutnya langsung melakukan perhitungan
kemiringannya.
Rumus menghitung kemiringan :
(t 1 − t 2 )
S =  100 % ........................................................................ (47)
L
Dimana :
S = Kemiringan dasar saluran
t1 = Tinggi titik awal
t2 = Tinggi titik akhir
L = Panjang saluran (m)

e. Street Inlet
Street inlet adalah bangunan pelengkap pada sistem drainase yang
merupakan lubang atau bukaan pada sisi – sisi jalan yang berfungsi untuk
menampung dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang
ruas jalan menuju ke dalam saluran drainase. Sesuai dengan kondisi dan
penempatan saluran serta fungsi jalan yang ada, maka pada jenis saluran
terbuka tidak diperlukan street inlet, karena saluran yang ada merupakan
bukaan bebas. Perlengkapan street inlet mempunyai ketentuan sebagai berikut:
1) Ditempatkan pada daerah yang rendah dimana limpasan air hujan menuju
ke arah tersebut.
34

2) Diletakkan pada tempat yang tidak memberikan gangguan lalu lintas dan
pejalan kaki.
3) Air yang masuk ke street inlet harus dapat masuk menuju saluran
drainase dengan cepat.
4) Jumlah street inlet harus cukup agar dapat menangkap limpasan air
hujan pada jalan yang bersangkutan.

B. Penelitian Relevan
Pada penelitian ini juga menggunakan penelitian - penelitian yang pernah
dilaksanakan sebelumnya antara lain :
1. Analisis Hujan Rata-Rata Dalam Menentukan Debit Banjir Rancangan
Pada Das Blambangan Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Eri Prawati (2019) Dari tahun ketahun
pembangunan industri dan pemukiman meningkat, sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan. Dari lahan pertanian, dan perkebunan menjadi lahan
industri/perdagangan dan kawasan pemukiman, konsekuensinya adalah koefisien
aliran semakin tinggi karena fungsi penyerapan lahan semakin kecil dan aliran
permukiman semakin besar. Infrastruktur bangunan air yaitu stasiun hujan yang
mencatat data dasar yaitu curah hujan dapat mendukung pengendalian banjir dan
pemanfaatan air pada suatu daerah aliran sungai.

2. Evaluasi Kinerja Sistem Drainase Perkotaan Di Wilayah Purwokerto.


Hasil penelitian yang dilakukan oleh Arifin (2009) terhadap kinerja sistem
drainase perkotaan di Purwokerto menunjukan bahwa kapasitas saluran drainase
Kali Caban, Kali Wadas, Kali Beser, Kali Putih, dan Kali Putat tidak memenuhi
melayani debit rencana dengan kala ulang 10 tahun.

3. Analisis Kinerja Sistem Drainase Kelurahan Kuto Panji Kecamatan


Belinyu.
Hasil penelitian yang dilakukan Esi Restiani (2015), berdasarkan
perhitungan dan kondisi eksisting di lapangan diperoleh hasil bahwa ada beberapa
saluran sekunder yang tidak mampu menampung debit rencana yaitu saluran
sekunder S2, S3, S4, S6, S8, S11, S12. Sedangkan tingkat kinerja sistem drainase
terhadap indikator fisik yang dinyatakan dalam score adalah kurang (diperoleh
total penggalian nilai dengan bobot sebesar 6015 ≤ 6100) menurut Kementrian
35

Pekerjaan Umum. Diperlukan solusi terhadap permasalahan banjir antara lain


dengan cara pembersihan dan pemeliharaan saluran drainase dari semak,
diperlukannya saringan sampah dan normalisasi saluran berupa pengerukan
secara berkala serta sumur resapan pada bangunan di pinggir saluran.

4. Evaluasi Sistem Drainase Terhadap Banjir Di Kecamatan Wates


Kabupaten Blitar.
Hasil penelitian yang dilakukan Marcos dkk (2014) menunjukan bahwa
berdasarkan identifikasi, permasalahan banjir yang terjadi di jalan Kecamatan
Wates yang mencapai ±20cm selama ±30 menit disebabkan karena letak ladang
dikiri kanan jalan mengalihkan fungsi saluran menjadi ladang sehingga aliran air
yang sebenarnya mengalir menuju pembuangan di hilir melainkan tergenang
diatas bahu jalan sampai badan jalan. Selain itu, disebabkan juga oleh intensitas
hujan yang tinggi dan ditunjang dengan berkurangnya kapasitas saluran drainase
akibat endapan sedimen pada dasar saluran drainase sehingga tidak berfungsi
lagi sesuai dengan kapasitas rencana awal drainase tersebut.

5. Evaluasi Saluran Drainase Pada Jalan Raya Sarua ciputat Tangerang


Selatan.
Hasil penelitian yang dilakukan Elma Yulius (2018) terjadinya banjir karena
sistem yang berfungsi untuk menampung banjir/banjir tidak mampu menampung
debit yang mengalir, hal ini disebabkan oleh kapasitas sistem yang menurun dan
debit aliran air yang meningkat. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya
perbedaan debit antara debit banjir dan debit saluran. Debit pada saluran lebih
kecil dari pada debit banjir yang terjadi, sehingga saluran tidak cukup lagi
mengalirkan air hujan. Debit pada saluan didapat 1,05 m3/det sedangkan debit
banjir yang terjadi 1,14 m3/det.

6. Analisis Sistem Drainase Akibat Curah Hujan Yang Tinggi Pada


Kelurahan Yosorejo Kecamatan Metro Timur Kota Metro (Studi Kasus
Ruas Jalan Krakatau-Ruas Jalan Tawes).
Hasil penelitian yang dilakukan Riski Al Fajri (2020) menunjukkan bahwa
saluran drainase dapat disimpulkan bahwa saluran tidak cukup untuk mengalirkan
air hujan dalam kondisi saat ini.
36

Persamaan dari keenam penelitian yang dilakukan adalah sama-sama


mengevaluasi saluran drainase dan debit banjir. Perbedaan kelima penelitian
tersebut terletak pada lokasi, yaitu lokasi dari penelitian adalah Banyuwangi,
Purwokerto, Belinyu, Blitar, Tangerang Selatan, Metro Timur, Sedangkan
penelitian yang akan dilakukan adalah di Metro Timur, Lampung.

C. Kerangka Pemikiran
Selama proses penelitian ini peneliti akan mengevaluasi sistem drainase di
Jl.Raya Stadion Kelurahan Tejo Agung Kecamatan Metro Timur. Melalui penelitian
ini akan diketahui dimensi saluran drainase, debit air, kondisi dan kapasitas
saluran drainase, upaya penanganan masalah banjir sehingga bisa membantu
dalam memecahkan permasalahan banjir di daerah tersebut. Ada beberapa faktor
yang mempengaruhi evaluasi sistem drainase diantaranya, peningkatan debit,
sampah yang dibuang kedalam saluran, dan lain–lain.
Kerangka pemikiran evaluasi sistem drainase adalah untuk mengetahui
kapasitas saluran drainase dan debit air banjir yang bertujuan untuk penanganan
masalah banjir sehingga bisa membantu dalam memecahkan permasalahan banjir
didaerah tersebut.

Pengumpulan Data

Pengumpulan Data Primer dan Sekunder

Survei Lapangan Atau Pengambilan Data Secara Langsung dan Data


Yang Diperoleh Dari Instansi Terkait

Perhitungan Analisis Hidrologi dan Analisis Hidrolika

Kapasitas Saluran Drainase dan Debit Banjir Rencana

Upaya Penanganan Banjir

Gambar 11. Kerangka Pemikiran Penelitian (Sumber: Hawi Saputra, 2021)

Anda mungkin juga menyukai