Anda di halaman 1dari 68

Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

1 PENDAHULUAN

A. Definisi
Drainase secara umum diartikan sebagai lengkungan atau saluran air di
permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun
dibuat manusia. Dalam bahasa Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di
permukaan tanah atau gorong-gorong dibawah tanah. Drainase berperan
penting untuk mengatur suplai air demi pencegahan banjir.
Drainase merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem
saluran pembuang air guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan
komponen yang penting dalam perencanaan kota (perencanaan infrastruktur
khususnya). Drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau
mengalirkan air. (Suripin, 2004).
Sedangkan pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur
dalam SK menteri PU No. 233 tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud
drainase kota adalah jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan
bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air,
baik dari hujan lokal maupun luapan sungai melintas di dalam kota.

1|Yus Aktiva PM.


Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Peristiwa banjir akan terjadi ketika suatu saluran tidak dapat menampung
debit air yang masuk karena dimensi saluran terlalu kecil dari seharusnya yang
dikarenakan kesalahan desain atau berkurangnya daerah tangkapan air. Selain
itu, terjadinya banjir juga dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim yang
mengakibatkan banjir dalam kurun waktu tertentu sehingga terjadi luapan air
yang berlebih pada saat debit maksimum.

B. Sejarah Perkembangan Drainase


Ilmu drainase perkotaan bermula tumbuh dari kemampuan manusia
mengenali lembah-lembah sungai yang mampu mendukung kebutuhan
hidupnya. Adapun kebutuhan pokok tersebut berupa penyediaan air bagi
keperluan rumah tangga, pertanian, perikanan, transportasi dan kebutuhan
social budaya.
Dari siklus keberadaan air di suatu lokasi dimana manusia bermukim, pada
masa tertentu selalu terjadi keberadaan air secara berlebih, sehingga menganggu
kehidupan manusia itu sendiri. Selain daripada itu, kegiatan manusia semakin
bervariasi sehingga menghasilkan limbah kegiatan berupa air buangan yang
dapat menggangu kualitas lingkungan hidupnya. Berangkat dari kesadaran akan
arti kenyamanan hidup sangat bergantung pada kondisi lingkungan, maka orang
mulai berusaha mengatur lingkungannya dengan cara melindungi daerah
pemukimannya dari kemungkinan adanya gangguan air berlebih atau air kotor.
Penduduk di kawasan tropika basah seperti di Indonesia awalnya dibilang
selalu tumbuh dari daerah yang berdekatan dengan sungai, dengan demikian
secara otomatis mereka pasti akan berinteraksi dengan masalah gangguan air
pada saat musim hujan secara periodik. Pada kenyataannya mereka tetap dapat
menetap disana, dikarenakan mereka telah mampu mengatur dan menguasai
ilmu pengetahuan tentang drainase. Tepengaruh dengan perkembangan sosial
budaya suatu masyarakat atau suku bangsa, ilmu drainase perkotaan akhirnya
harus ikut tumbuh dan berkembang sesuai dengan perubahan tata nilai yang
berlangsung di lingkungannya. Harus diakui bahwa pertumbuhan dan
perkembangan ilmu drainase perkotaan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
hidrolika, matematika, statiska, fisika, kimia, komputasi dan banyak lagi yang

2|Yus Aktiva PM.


Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

lain, bahkan juga ilmu ekonomi dan sosial sebagai ibu asuhnya pertama kali.
Ketika didominasi oleh ilmu hidrologi, hidrolika, mekanika tanah, ukur tanah,
matematika, pengkajian ilmu drainase perkotaan masih menggunakan konsep
statiska. Namun dengan semakin akrabnya hubungan ilmu drainase perkotaan
dengan statiska, kesehatan, lingkungan, social ekonomi yang umumnya
menyajikan suatu telaah akan adanya ketidakpastian dan menuntut pendekatan
masalah sacara terpadu (intergrated) maka ilmu drainase perkotaan semakin
tumbuh menjadi ilmu yang mempunyai dinamika yang cukup tinggi. (Hasmar
2011)

C. Tujuan Drainase
1) Untuk meningkatkan menjaga kesehatan lingkungan permukiman.
2) Pengendalian kelebihan air permukaan terhadap daya rusak yang dilakukan
secara aman, lancar dan efisien serta sejauh mungkin dapat mendukung
kelestarian lingkungan.
3) Untuk mengurangi/menghilangkan genangan-genangan air yang
menyebabkan bersarangnya nyamuk malaria dan penyakit-penyakit lain,
seperti : demam berdarah, disentri serta penyakit lain yang disebabkan
kurang sehatnya lingkungan permukiman.
4) Untuk memperpanjang umur ekonomis sarana-sarana fisik antara lain: jalan,
kawasan permukiman, kawasan perdagangan dari kerusakan serta gangguan
kegiatan akibat tidak berfungsinya sarana drainase.

D. Fungsi Drainase
1) Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari
genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negative berupa kerusakan
infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.
2) Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar
tidak membanjiri/menggenangi kota yang dapat merusak selain harta benda
masyarakat juga infrastruktur perkotaan.
3) Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.

3|Yus Aktiva PM.


Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

4) Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.

4|Yus Aktiva PM.


Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

E. Sistem Jaringan Drainase


Sistem jaringan drainase merupakan bagian dari infrastruktur pada suatu
kawasan, drainase masuk pada kelompok infrastruktur air pada pengelompokan
infrastruktur wilayah, selain itu ada kelompok jalan, kelompok sarana
transportasi, kelompok pengelolaan limbah, kelompok bangunan kota, kelompok
energi dan kelompok telekomunikasi (Grigg 1988, dalam Suripin, 2004).
Air hujan yang jatuh di suatu kawasan perlu dialirkan atau dibuang, caranya
dengan pembuatan saluran yang dapat menampung air hujan yang mengalir di
permukaan tanah tersebut. Sistem saluran di atas selanjutnya dialirkan ke sistem
yang lebih besar. Sistem yang paling kecil juga dihubungkan denga saluran
rumah tangga dan dan sistem saluran bangunan infrastruktur lainnya, sehingga
apabila cukup banyak limbah cair yang berada dalam saluran tersebut perlu
diolah (treatment). Seluruh proses tersebut di atas yang disebut dengan sistem
drainase (Kodoatie, 2003).
Bagian infrastruktur (sistem drainase) dapat didefinisikan sebagai
serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau
membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat
difungsikan secara optimal. Dirunut dari hulunya, bangunan sistem drainase
terdiri dari saluran penerima (interseptor drain), saluran pengumpul (colector
drain), saluran pembawa (conveyor drain), saluran induk (main drain) dan badan
air penerima (receiving waters). Di sepanjang sistem sering dijumpai bangunan
lainnya, seperti gorong-gorong, siphon, jembatan air (aquaduct), pelimpah,
pintu-pintu air, bangunan terjun, kolam tando dan stasiun pompa. Pada sistem
drainase yang lengkap, sebelum masuk ke badan air penerima air diolah dahulu
pada instalasi pengolah air limbah (IPAL), khususnya untuk sistem tercampur.
Hanya air yang telah memliki baku mutu tertentu yang dimasukkan ke dalam
badan air penerima, biasanya sungai, sehingga tidak merusak lingkungan
(Suripin, 2004).
Sistem jaringan drainase perkotaan umumnya dibagi atas 2 bagian, yaitu :
1. Sistem Drainase Mayor
Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran/badan air yang menampung
dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area).

5|Yus Aktiva PM.


Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem
saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Sistem
jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran
drainase primer, kanalkanal atau sungai-sungai. Perencanaan drainase makro
ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan
pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan
sistem drainase ini.
2. Sistem Drainase Mikro
Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap
drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan.
Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah
saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan,
gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air
yang dapat ditampungnya tidakterlalu besar. Pada umumnya drainase mikro
ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun
tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan
permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.

F. Jenis-Jenis Drainase
Drainase dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Menurut sejarah terbentuknya
a. Drainase alamiah (Natural Drainage)
Drainase alamiah adalah sistem drainase yang terbentuk secara alami dan
tidak ada unsur campur tangan manusia.
b. Drainase buatan (Artificial Drainage)
Drainase alamiah adalah sistem drainase yang dibentuk berdasarkan
analisis ilmu drainase, untuk menentukan debit akibat hujan, dan dimensi
saluran.
2. Menurut letak saluran
1. Drainase permukaan tanah (Surface Drainage)

6|Yus Aktiva PM.


Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Drainase permukaan tanah adalah saluran drainase yang berada di atas


permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan.
Analisa alirannya merupakan analisa open channel flow.
2. Drainase bawah tanah (Sub Surface Drainage)
Drainase bawah tanah adalah saluran drainase yang bertujuan
mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan
tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan tersebut
antara lain tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak
membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan
sepak bola, lapangan terbang, taman, dan lain-lain.
3. Menurut konstruksi
a. Saluran Terbuka
Saluran terbuka adalah sistem saluran yang biasanya direncanakan hanya
untuk menampung dan mengalirkan air hujan (sistem terpisah), namun
kebanyakan sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada
pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan
pelindung). Akan tetapi saluran terbuka di dalam kota harus diberi lining
dengan beton, pasangan batu (masonry) ataupun dengan pasangan bata.
b. Saluran Tertutup
Saluran tertutup adalah saluran untuk air kotor yang mengganggu
kesehatan lingkungan. Sistem ini cukup bagus digunakan di daerah
perkotaan terutama dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi
seperti kota Metropolitan dan kota-kota besar lainnya.
4. Menurut fungsi
a. Single Purpose
Single purpose adalah saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air
buangan saja.
b. Multy Purpose
Multy purpose adalah saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis
buangan, baik secara bercampur maupun bergantian. (Hasmar 2011)

7|Yus Aktiva PM.


Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

G. Pola Jaringan Drainase


Dalam perencanaan sistem drainase suatu kawasan harus memperhatikan
pola jaringan drainasenya. Pola jaringan drainase pada suatu kawasan atau
wilayah tergantung dari topografi daerah dan tata guna lahan kawasan tersebut.
Adapun tipe atau jenis pola jaringan drainase sebagai berikut:
1. Jaringan Drainase Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada
sungai. Sungai sebagai pembuang akhir berada di tengah kota.

Gambar 1. Pola Jaringan Drainase Siku

2. Jaringan Drainase Paralel


Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran
cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi
perkembangan kota, saluran-saluran akan menyesuaikan.

Gambar 2. Pola Jaringan Drainase Paralel

3. Jaringan Drainase Grid Iron


Untuk daerah dimana sungai terletak di pinggir kota, sehingga saluran-
saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul.

8|Yus Aktiva PM.


Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Gambar 3. Pola Jaringan Drainase Grid Iron

4. Jaringan Drainase Alamiah


Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar.

Gambar 4. Pola Jaringan Drainase Alamiah

5. Jaringan Drainase Radial


Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.

Gambar 5. Pola Jaringan Drainase Radial

6. Jaringan Drainase Jaring-Jaring


Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan
cocok untuk daerah dengan topografi datar.

9|Yus Aktiva PM.


Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Gambar 6. Pola Jaringan Drainase Jaring-Jaring

H. Bentuk Penampang Saluran Drainase


Bentuk-bentuk untuk drainase tidak jauh berbeda dengan saluran irigasi
pada umunnya. Dalam perancangan dimensi saluran harus diusahakan dapat
membentuk dimensi yang ekonomis. Dimensi saluran yang terlalu besar berarti
kurang ekonomis, sebaliknya dimensi yang terlalu kecil akan menimbulkan
permasalahan karena daya tampung yang tidak memadai. Adapun bentuk
saluran antara lain :
1. Persegi Panjang
Saluran Drainase berbentuk empat psersegi panjang tidak banyak
membutuhkan ruang. Sebagai konsekuensi dari saluran bentuk ini saluran harus
terbentuk dari pasangan batu ataupun coran beton.

Gambar 7. Saluran Bentuk Persegi


2. Trapesium
Pada umumnya saluran terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup
kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan coram beton. Saluran ini
memerlukan cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan
limpasan air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi dengan debit yang besar.

10 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Gambar 8. Saluran Bentuk Trapesium


3. Segitiga
Bentuk saluran segitiga umumnya diterapkan pada saluran awal yang sangat
kecil.

Gambar 9. Saluran Bentuk Segitiga


4. Lingkaran
Biasanya digunakan untuk gorong-gorong dimana salurannya tertanam di
dalam tanah.

Gambar 10. Saluran Bentuk Lingkaran

I. Klasifikasi Drainase
1. Drainase Sistem Polder
Drainase sistem polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan
dengan cara mengisolasi daerah yang dilayani (catchment area) terhadap
masuknya air dari luar sistem, baik berupa limpasan (over flow) maupun di
bawah permukaan tanah (gorong-gorong dan rembesan), serta mengendalikan
ketinggian muka air banjir di dalam sistem sesuai dengan rencana.
Drainase sistem polder digunakan apabila penggunaan drainase sistem
gravitasi sudah tidak dimungkinkan lagi, walaupun biaya investasi dan

11 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

operasinya lebih mahal. Drainase sistem polder akan digunakan untuk kondisi
sebagai berikut:
Elevasi/ketinggian muka tanah lebih rendah daripada elevasi muka air laut
pasang, pada daerah tersebut sering terjadi genangan akibat air pasang (rob).
Elevasi muka tanah lebih rendah daripada muka air banjir di sungai
(pengendali banjir) yang merupakan outlet dari saluran drainase kota.
Daerah yang mengalami penurunan tanah (land subsidence), sehingga daerah
yang semula lebih tinggi dari muka air laut pasang maupun muka air banjir di
sungai pengendali banjir diprediksikan akan tergenang akibat air laut pasang
maupun backwater (aliran balik) dari sungai pengendali banjir.
Pengisolasian dapat dilakukan dengan penanggulan atau dengan
mengelakkan air yang berasal dari luar kawasan polder. Air di dalam polder
dikendalikan dengan sistem drainase, atau kadang-kadang dikombinasikan
dengan sistem irigasi. Dengan demikian, polder mempunyai sifat-sifat sebagai
berikut :
Polder adalah daerah yang dibatasi dengan baik, dimana air yang berasal dari
luar kawasan tidak boleh masuk, hanya air hujan (dan kadang-kadang air
rembesan) pada kawasan itu sendiri yang dikumpulkan.
Dalam polder tidak ada aliran permukaan bebas seperti pada daerah
tangkapan air alamiah, tetapi dilengkapi dengan bangunan pengendali pada
pembuangannya (dengan penguras atau pompa) untuk mengendalikan aliran
keluar.
Muka air di dalam polder (air permukaan maupun air bawah permukaan)
tidak bergantung pada permukaan air di daerah sekitarnya dan dinilai
berdasarkan elevasi lahan, sifat-sifat tanah, iklim dan tanaman.
Komponen-komponen yang harus ada pada sistem polder meliputi :
 Tanggul keliling dan/atau pertahanan laut (sea defense) atau
konstruksi isolasi lainnya.
Tanggul keliling dalam sistem drainase polder memiliki kesamaan fungsi
dengan pintu air, yaitu untuk mengisolasi atau memproteksi daerah
tangkapan (catchment area)/pembatas hidrologi sistem polder terhadap
masuknya air banjir dari luar maupun dari pengaruh air laut (pasang surut

12 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

dan gelombang), baik yang melalui permukaan tanah maupun di bawah


permukaan tanah. Pada daerah datar, khususnya daerah pantai, sering
dihadapi kondisi saluran drainase mempunyai pembuangan (outlet) di badan
air yang muka airnya berfluktuasi. Saluran drainase yang membuang
langsung ke laut dipengaruhi oleh pasang surut, sedangkan drainase yang
membuang ke saluran pengendali banjir dipengaruhi oleh tinggi banjir. Pada
kondisi air di hilir tinggi, baik akibat pasang maupun air banjir, maka air dari
drainase tidak dapat mengalir ke pembuang, bahkan dimungkinkan terjadi
aliran balik. Pada ujung saluran drainase perlu dilengkapi dengan bangunan
pengatur berupa pintu pengatur untuk menghindari terjadinya aliran balik.
Ada dua kelompok pintu pengatur, yaitu pintu manual dan pintu otomatis.
Penggunaan pintu manual untuk sistem drainase atau pengendalian banjir
banyak kekurangannya, yaitu:
- Air pasang atau banjir dapat terjadi kapan saja dan sering terjadi tengah
malam. Pada saat itu, operator pintu sering ketiduran.
- Pada pintu ukuran besar, pembukaan secara manual sangat memakan
waktu dan kemungkinan bisa kalah cepat dengan datangnya banjir.

 Sistem Drainase lapangan (field drainage system)


Sistem drainase lapangan (lahan) disebut juga sistem minor, sedangkan
sistem pembawa dan penguras disebut sistem utama (mayor). Sistem
pembawa terdiri dari saluran tersier, sekunder, dan primer. Keempat
komponen dalam sistem drainase harus direncanakan secara terpadu, tidak
ada artinya membuat sistem lapangan (lahan) yang bagus dan penguras yang
handal dengan kapasitas yang besar jika sistem pembawanya tidak mampu
menyalurkan air dari lapangan (lahan) ke penguras.
Titik awal dalam perencanaan sistem drainase adalah tingkat lapangan
(lahan), perencanaan bagian-bagian yang lain tergantung pada keluaran yang
diperoleh dari lapangan (lahan). Sistem drainase lapangan didesain sebagai
sistem minor yang berfungsi menangkap air (interceptor drain), sedangkan
sistem pembawa dan outfall sebagai sistem induk.

13 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

 Sistem Pembawa (conveyance system)


Sistem pembawa terdiri dari saluran tersier, sekunder, dan primer, berfungsi
untuk menyalurkan genangan yang terjadi pada daerah tangkapan yang
terletak di dalam sistem polder kekolam penampung dan ke stasiun pompa,
sedangkan kondisi badan air penerima di luar kawasan drainase harus juga
dipertimbangkan. Kesulitan mungkin muncul berkaitan dengan pengaruh air
balik pada sistem yang mengandalkan sistem gravitasi, pengendapan
sedimen (seperti delta), energi yang terbatas khususnya dalam drainase
pasang surut.
Sistem pembawa harus menjamin dapat menampung debit banjir maksimum
dan ketinggian muka air banjir disepanjang saluran drainase dan diusahakan
selalu dibawah permukaan tanah diseluruh daerah tangkapan drainase
sistem polder termasuk pada daerah cekungan dengan tinggi jagaan tertentu.
Slope (kemiringan) dasar saluran dan muka air ditentukan berdasarkan slope
muka tanah rata-rata, ketinggian dasar saluran tergantung pada ketinggian
muka air banjir dan kedalaman air yang dipakai.

 Kolam Penampung dan Sistem Pompa (outfall system)


Kolam penampungan (retensi) adalah suatu bangunan atau konstruksi yang
berfungsi untuk menampung sementara air banjir atau hujan dan sementara
itu sungai induknya tidak dapat menampung lagi debit banjir yang ada.
Perencanaan kolam penampungan ini dikombinasikan dengan pompa
sehingga pembuangan air dari kolam penampungan bisa lebih cepat.
Dimensi kolam penampungan ini didasarkan pada volume air akibat hujan
selama t menit yang telah ditentukan, artinya jika hujan sudah mencapai t
menit, maka pompa harus sudah dioperasikan sampai elevasi air dikolam
penampungan mencapai batas minimum. Untuk mengantisipasi agar kolam
penampungan tidak meluap melebihi kapasitasnya maka petugas yang
mengoperasikan pompa harus selalu siap pada waktu hujan.
Suatu daerah dengan elevasi muka tanah yang lebih rendah dari muka air
lautdan muka air banjir di sungai menyebabkan daerah tersebut tidak dapat
dilayani oleh drainase sistem gravitasi. Maka daerah tersebut perlu

14 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

dilengkapi dengan stasiun pompa. Pompa ini berfungsi untuk membantu


mengeluarkan air dari kolam penampung banjir maupun langsung dari
saluran drainase pada saat air tidak dapat mengalir secara gravitasi. Rumus
yang digunakan untuk menghitung kapasitas pompa apabila volume
tampungan ditentukan adalah:

Dimana:

Qp = kapasitas pompa (m3/detik),


Qmaks = debit banjir maksimum (m3/detik),
Vt = volume tampungan total (m3),
ntc = lama terjadinya banjir (detik).

Volume tampungan total (Vt) terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu:


1. Volume tampungan di kolam retensi (Vk),
2. Volume genangan yang diizinkan terjadi (Vg),
3. Volume tampungan di saluran drainase (Vs).

 Badan Air Penerima (recipient water)


Badan air penerima (recipient waters) berfungsi sebagai tempat akhir
buangan drainase dari sistem drainase polder berasal dari sistem pembawa
(confeyance system) berfungsi untuk menyalurkan genangan pada daerah
tangkapan yang terletak di dalam sistem polder kekolam penampung dan ke
stasiun pompa (outfall system).
Badan air penerima (recipient waters) dalam sistem polder terletak diluar
sistem drainase seperti : sungai utama (main drain)/sungai banjir kanal (dari
stasiun pompa dibuang ke sungai utama), laut (dari stasiun pompa langsung
dibuang kelaut). Kelima komponen sistem polder harus direncanakan secara
integral, sehingga sistem dapat bekerja secara optimal. Tidak ada artinya
membangun sistem drainase lapangan dan outfall yang sempurna dengan

15 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

kapasitas tinggi, jika saluran pembawa tidak cukup mengalirkan air dari
lapangan ke outfall, demikian juga sebaliknya.

2. Drainase Sistem Gravitasi


Drainase sistem gravitasi adalah sistem drainase perkotaan dengan cara
menampung dan membuang limpasan air hujan dan membuangnya ke badan
air (receiving waters) terdekat lewat sistem pembawa terdiri dari saluran
tersier, sekunder, dan primer, berfungsi untuk menyalurkan genangan yang
terjadi pada daerah tangkapan yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah.
Sistem gravitasi akan menemui kesulitan apabila terjadi pengendapan
sedimen, energi yang terbatas khususnya dalam drainase pasang surut.
Sistem pembawa harus menjamin dapat menampung debit banjir maksimum
dan ketinggian muka air banjir disepanjang saluran drainase dan diusahakan
selalu dibawah permukaan tanah diseluruh daerah tangkapan drainase. Slope
(kemiringan) dasar saluran dan muka air ditentukan berdasarkan slope
muka tanah rata-rata, ketinggian dasar saluran tergantung pada ketinggian
muka air banjir dan kedalaman air yang dipakai. Saluran drainase sistem
gravitasi direncanakan untuk dapat melewatkan debit rencana dengan aman,

16 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

perencanaan teknis saluran drainase mengikuti tahapan-tahapan sebagai


berikut :
1. Menentukan debit rencana.
2. Menentukan jalur (trase) saluran.
3. Merencanakan profil memanjang saluran.
4. Merencanakan penampang melintang saluran.
5. Mengatur dan merencanakan bangunan-bangunan serta fasilitas sistem
drainase.
Dalam perencanaan perlu memperhatikan cara pelaksanaan, ketersediaan
lahan dan bahan, biaya, serta operasi dan pemeliharaan setelah
pembangunan selesai. Seluruh tahapan pekerjaan yang disebutkan diatas
tidak berdiri sendiri-sendiri tetapi saling kait mengkait, sehingga dalam
proses perencanaan perlu saling cek. Tahapan-tahapan perencanaan teknis
saluran drainase sistem gravitasi dapat dijelaskan secara umum sebagai
berikut :
1. Menentukan Debit Rencana
Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan
dapat dilakukan dengan menggunakan rumus rasional, atau hidrograf
satuan. Dalam perhitungan waktu konsentrasi dan koefisien limpasan
perlu memperhitungkan perkembangan tata guna lahan di masa
mendatang.
Data debit tidak selalu tersedia untuk sungai-sungai kecil, apalagi saluran
drainase, sebagai gantinya diperlukan data hujan. Semua data hujan pada
stasiun hujan yang ada di daerah perencanaan dan sekitarnya perlu
dikumpulkan. Di daerah perkotaan, diperlukan data hujan jangka pendek
untuk merencanakan debit rencana. Dalam perencanaan saluran drainase
dapat dipakai standar yang telah ditetapkan, baik debit rencana (periode
ulang) dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan, struktur saluran, dll.
Yang tidak kalah pentingnya adalah data aliran sungai atau saluran,
khususnya yang akan dijadikan muara sistem drainase, atau saluran
drainase induk, atau banjir kanal, saat ini dan perkembangan masa
mendatang perlu dipelajari untuk menentukan usaha-usaha perbaikan

17 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

sistem drainase. Frekuensi, debit banjir maksimum, tinggi maksimum,


dan durasi banjir pada sungai tersebutperlu dianalisis, khususnya untuk
menentukan debit rencana.

2. Menentukan Jalur (Trase) Saluran


Jalur saluran sedapat mungkin mengikuti pola jaringan yang telah ada,
kecuali untuk saluran tambahan, dan/atau saluran drainase di daerah
perluasan kota. Penentuan jalur saluran harus memperhatikan jaringan
dan/atau rencana fasilitas (komponen infrastruktur) yang lain, misalnya
rencana jalan, pipa air minum, jaringan kabel bawah tanah, dll.

3. Merencanakan Profil Memanjang Saluran


Dalam merencanakan profil memanjang pada saluran drainase perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
 Tinggi muka air di muara (outlet) atau di hilir saluran harus didesain
berdasarkan pada tinggi muka air rencana di saluran buangan, dalam
hal ini bisa berupa saluran induk, kolam penampungan, atau langsung
kelaut. Dalam hal yang terakhir perlu memperhatikan fluktuasi air
laut akibat adanya pasang surut.
 Profil memanjang rencana muka air tertinggi harus direncanakan
kira-kira sama dengan kemiringan tanah sepanjang saluran sehingga
air hujan dari semua titik di daerah tangkapan dapat mengalir ke
saluran dengan lancar.
 Kemiringan muka air tertinggi harus berubah secara berangsur
angsur dari terjal di hulu menjadi landai di hilir.
 Kemiringan dasar saluran didesain sama dengan kemiringan muka air
tertinggi kecuali pada saluran yang terpengaruh oleh aliran balik.
Elevasi dasar saluran didesain serendah mungkin selama masih
praktis untuk menjamin terpenuhinya penampang basah. Hal ini
dilakukan karena pelebaran sungai di daerah perkotaan sering
mengalami kesulitan.

18 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

4. Merencanakan Penampang Melintang Saluran


Penampang melintang saluran cukup didesain dengan menggunakan
rumus aliran seragam, kecuali pada bagian saluran yang terpengaruh
aliran balik (pengempangan). Pengambilan angka kekasaran Manning
perlu memperhatikan kondisi dan kemiringan dasar saluran, dinding
saluran dan pemeliharaan saluran. Bentuk penampang saluran biasanya
berupa saluran tunggal, karena keterbatasan lebar saluran (lahan
terbatas). Tinggi jagaan perlu disediakan sesuai dengan besar kecilnya
debit rencana saluran. Keterbatasan lahan sering menjadi pembatas
utama dalam memilih bentuk penampang melintang saluran.
Bentuk-bentuk penampang efisien secara hidrolis tentu dapat diterapkan.
Untuk keperluan konstruksi dan pemeliharaan saluran, diperlukan jalan
inspeksi di kanan dan kiri saluran. Lebar jalan inspeksi sebaiknya lebih
dari 3,00 meter, tetapi untuk daerah perkotaan hal ini kadangkala sulit
terpenuhi.
5. Mengatur dan Merencanakan Bangunan-Bangunan serta Fasilitas
Sistem Drainase
Mengingat bahwa lebar saluran drainase di daerah perkotaan sangat
terbatas, maka kemiringan dinding saluran biasanya dibuat lebih tegak,
sehingga diperlukan perkuatan untuk menjamin supaya dinding tidak
longsor. Perkuatan dinding saluran dapat berupa pasangan batu kali atau
lapisan beton, perkuatan ini juga sekaligus berfungsi untuk mencegah
terjadinya erosi oleh arus air. Perkuatan/pelapisan dasar saluran
biasanya tidak diperlukan kecuali kecepatan airnya lebih dari 1,50
m/detik, sehingga dikuatirkan terjadi gerusan dasar yang dapat
mengakibatkan keruntuhan dinding saluran.
Untuk menghindari kecepatan yang terlalu tinggi, dapat dibuat konstruksi
terjunan, sehingga kemiringan dasar saluran dapat dibuat lebih landai. Di
lapangan sering dijumpai adanya fasilitas-fasilitas umum lain yang perlu
disesuaikan pada saat pelaksanaan konstruksi saluran drainase, misalnya
jembatan-jembatan yang melintang di atas saluran, pipa air bersih, kabel
telepon dan kabel listrik bawah tanah, dan lain-lain.

19 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

3. Metode dan Sistem Pengendalian Banjir


Pengendalian banjir pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai
cara, namun yang paling penting adalah dipertimbangkan secara keseluruhan
dan dicari sistem yang paling optimal. Kegiatan pengendalian banjir menurut
lokasi/daerah pengendalian dapat dikelompokan menjadi 2 (dua) :
1. Bagian atas, yaitu dengan membangun dam pengendali banjir yang dapat
memperlambat waktu tiba banjir dan menurunkan besarnya debit banjir,
pembuatan waduk lapangan yang dapat merubah pola hidrograf banjir
dan penghijauan di Daerah Aliran Sungai (DAS).
2. Bagian hilir, yaitu dengan melakukan normalisasi alur sungai dan tanggul,
sudetan pada alur yang kritis, pembuatan alur pengendali banjir (flood
way), pemanfaatan daerah genangan untuk penampungan (retarding
basin).
Pengendalian banjir pada suatu daerah perlu dibuat sistem pengendalian
banjir yang baik dan efisien, dengan memperhatikan kondisi yang ada dan
pengembangan pemanfaatan sumber air mendatang. Untuk menanggulangi
masalah genangan perlu suatu metode penanganan genangan serta
perencanaan yang menyeluruh dan terpadu dengan sasaran utama yang akan
dicapai yaitu penanganan daerah genangan. Menurut Himpunan Ahli Teknik
Hidraulik Indonesia (HATHI), metode pengendalian genangan adalah sebagai
berikut :
1. Sistem drainase yang menyeluruh dan terpadu
2. Normalisasi drainase yang ada
3. Pembuatan kolektor drainase
4. Pembuatan kolam penampungan
5. Pengerukan alur sungai/drainase sampai ke muara
6. Pembuatan pintu-pintu klep otomatis sebagai penahan susupan pasang
naik air laut.
7. Pompanisasi
8. Penimbunan (pengurugan) areal genangan
Wilayah yang terletak di hilir atau daerah pantai dengan elevasi yang
lebih rendah dari muka air laut apabila terjadi pasang air laut, maka perlu

20 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

ditanggulangi dengan membuat bangunan pengendalian banjir pada wilayah


tersebut.
Sebagai alternatif pemecahan masalah yang menjadi pertimbangan untuk
menangani banjir genangan di daerah studi adalah sebagai berikut :
1. Pintu Klep
Pada daerah datar, khususnya daerah pantai sering menghadapi
kondisi saluran drainase mempunyai pembuangan (outlet) di badan air
yang muka airnya berfluktuasi. Saluran drainase yang membuang
langsung ke laut dipengaruhi oleh pasang surut, sedangkan drainase yang
membuang ke banjir kanal dipengaruhi oleh tinggi banjir. Pada kondisi air
di hilir tinggi, baik akibat air pasang maupun air banjir maka air dari
drainase tidak dapat mengalir ke pembuang bahkan dimungkinkan terjadi
aliran balik (back water). Pada ujung saluran drainase perlu dilengkapi
dengan bangunan pengatur berupa pintu pengatur untuk menghindari
terjadinya aliran balik. Ada dua kelompok pintu pengatur, yaitu pintu
manual dan pintu otomatis.
Penggunaan pintu manual untuk sistem drainase atau pengendalian
banjir tidak populer, karena banyak kekurangannya seperti berikut :
 Air pasang atau banjir dapat terjadi kapan saja dan sering terjadi
tengah malam, pada saat itu operator pintu sering ketiduran.
 Pada pintu ukuran besar, pembukaan secara manual sangat memakan
waktu dan bisa jadi kalah cepat dengan datangnya banjir.
Oleh karena itu sekarang banyak dipakai pintu otomatis, baik yang
bekerja secara mekanis maupun elektris. Pintu klep (pintu otomatis)
berfungsi untuk membatasi masuknya air pasang dari hilir sungai yang
melewati kapasitas saluran, dan pintu klep ini dibuka apabila muka air di
hilir sudah berada di bawah ambang kapasitas, sehingga air di saluran
dapat mengalir kembali. Gerakan membuka dan menutup pintu klep
(pintu otomatis) mengandalkan keseimbangan momen yang ditimbulkan
oleh pemberat pintu dan/atau pelampung dan tekanan air. Pintu klep
sederhana terbuka karena desakan aliran air dibantu oleh momen dari
pemberat pintu, yaitu pada saat air di hilir naik (akibat pasang surut atau

21 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

banjir), maka tekanan air di hilir lebih tinggi dari tekanan air di hulu,
sehingga mendorong pintu untuk menutup. Sedangkan rumus yang
digunakan untuk pintu klep sederhana itu sendiri adalah sebagai berikut :

Dimana : :
Q = debit banjir (m3/detik)
µ = koefisien pengaliran
Hw = tinggi air sungai normal (m)
∆H = perbedaan tinggi muka air hulu dan hilir (m)
g = gravitasi bumi (9,81 m/detik2)
B = lebar pintu (m)
H = tinggi pintu klep (m)

2. Normalisasi Saluran
Normalisasi alur saluran terutama dilakukan berkaitan dengan
pengendalian banjir akibat air hujan, yang merupakan usaha untuk
memperbesar kapasitas pengaliran saluran. Hal ini dimaksudkan untuk
menampung debit banjir yang terjadi untuk selanjutnya dialirkan ke

22 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

saluran yang lebih besar ataupun langsung menuju ke sungai, sehingga


tidak terjadi limpasan dari saluran tersebut.
Pekerjaan normalisasi alur saluran pada dasarnya meliputi kegiatan
seperti berikut :
 Normalisasi bentuk penampang melintang
 Mengatur penampang memanjang saluran
 Menstabilkan alur saluran
 Menentukan tinggi jagaan
Perencanaan Penampang Melintang Saluran
Penampang melintang saluran perlu direncanakan untuk
mendapatkan penampang yang ideal dan efisien dalam penggunaan
lahan. Penampang ideal yang dimaksud merupakan penampang yang
stabil terhadap perubahan dan akibat pengaruh erosi dan sedimentasi
maupun pengaruh pola aliran yang terjadi. Sedangkan penggunaan lahan
yang efisien dimaksudkan untuk memperhatikan lahan yang tersedia,
sehingga tidak menimbulkan permasalahan terhadap pembebasan tanah.
Pada umumnya bentuk penampang yang biasa pada saluran-saluran
pembuang kota adalah bentuk penampang tunggal mengingat pada
banyak hal yang mendukung untuk digunakannya panampang ini, antara
lain :
 Luas lahan yang tersedia untuk penampang melintang yang terbatas
karena lebar jalan.
 Debit yang dialirkan melalui saluran-saluran yang ada tidak begitu
besar.
Sedangkan rumus-rumus yang digunakan dalam mendimensi saluran
dengan penampang tunggal adalah sebagai berikut :
1. Penampang saluran tunggal berbentuk persegi empat

23 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

2. Penampang saluran tunggal berbentuk trapesium

Dimana :
V = kecepatan aliran (m/detik)
A = luas penampang aliran (m2)
P = keliling basah aliran (m)
R = jari-jari hidrolis (m)
n = kekasaran manning
I = kemiringan dasar saluran
B = lebar dasar saluran (m)
H = tinggi air (m)
m = kemiringan talud (1 vertikal : m horisontal)
w = tinggi jagaan (m)
Sedangkan faktor-faktor lain yang perlu diperhatikan dalam
penentuan bentuk penampang melintang saluran :
 Angkutan sedimen saluran
 Perbandingan debit dominan dan debit banjir

Tinggi Jagaan Saluran


Hal-hal yang mempengaruhi besarnya nilai tinggi jagaan pada saluran
pembuang adalah besarnya debit banjir, penimbunan sedimen di dasar
saluran, berkurangnya penampang efisien hidrolik karena tumbuhnya
tanaman, penurunan tebing dan kelebihan jumlah aliran selama
terjadinya hujan. Sedangkan secara praktis besarnya tinggi jagaan yang
diambil berdasarkan debit banjir, seperti pada tabel berikut :

24 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

3. Stasiun Pompa Air


Stasiun pompa air berfungsi untuk pengaliran air genangan dari daerah
yang mempunyai elevasi lebih rendah dari elevasi pembuangan air banjir
dilakukan dengan menggunakan sistem pompanisasi. Untuk mencegah
terjadinya genangan yang lama, maka pada daerah tersebut dibangun pompa
air drainase sebagai pompa pengangkat air dari elevasi yang rendah ke
elevasi yang lebih tinggi.
Pompa air drainase umumnya beroperasi pada saat banjir, dan tinggi
tekanan serta debitnya berubah-ubah sepanjang waktu. Terdapat berbagai
jenis pompa tergantung dari konstruksinya, kapasitas dan spesifikasinya.
Untuk pompa drainase umumnya digunakan jenis pompa turbin seperti
pompa aliran aksial (axial flow) dimana tinggi pompa terutama ditimbulkan
oleh gaya sudu pada air, jenis pompa ini banyak digunakan untuk debit yang
cukup besar dengan ketinggian rendah (head kecil). Selain pompa aliran
aksial (axial flow) juga pompa aliran semi aksial (mixed flow) dimana tinggi
pompa sebagian ditentukan oleh gaya dorong putaran sudu-sudu, pompa ini
banyak digunakan untuk debit yang cukup besar dengan ketinggian sedang
(head sedang), termasuk dalam tipe ini adalah pompa ulir (screw pumps).
Untuk pompa dengan kapasitas debit yang cukup besar dengan ketinggian
besar (head besar), tinggi pompa terutama ditimbulkan oleh gaya dorong
sentrifugal putaran sudu-sudu (impeller) pompa ini termasuk tipe pompa
centrifugal.

25 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

4. Kolam Penampungan
Kolam penampungan adalah suatu bangunan/konstruksi yang berfungsi
untuk menampung sementara air dari saluran atau kali pada saat pintu klep
ditutup karena terjadi air pasang tertinggi dari hilir saluran yang bersamaan
dengan hujan deras pada hulu saluran. Dimana air genangan tersebut masuk
ke kolam penampung melalui saluran drainase (saluran inflow) dan keluar
menuju laut melalui saluran pembuang (saluran outflow) dengan bantuan
pompa.
Kolam penampungan ini mempunyai bangunan pelengkap yaitu berupa
kolam pengendapan dan kisi-kisi penyaring, dimana fungsi dari kolam
penampungan adalah untuk mengendapkan sedimen terbawa sehingga
mengurangi endapan sedimen yang masuk ke dalam kolam penampungan,
sedangkan fungsi dari kisi-kisi penyaring adalah mencegah masuknya benda
benda yang hanyut menuju kolam penampungan.

Dimensi kolam penampungan didasarkan pada perhitungan debit


rencana yang masuk kolam penampungan dari saluran drainase dan debit
rencana yang keluar dari kolam penampungan melalui pompa.
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung dimensi kolam
penampungan ini adalah sebagai berikut :
V=L.B.H
Dimana :
V = volume kolam penampungan (m3)

26 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

L = panjang kolam penampungan (m)


B = lebar kolam penampungan (m)
H = tinggi kolam penampungan (m)

J. Infrastruktur Air Perkotaan


Infrastruktur air perkotaan meliputi tiga sistem, yaitu :
 Sistem air bersih (urban water supply)
 Sistem sanitasi (waste water)
 Sistem drainase air hujan (storm water system)
Ketiga sistem tersebut saling terkait, sehingga idealnya dikelola secara
integral.
Sistem Air Bersih (urban water supply)
Sistem air bersih meliputi pengadaan (acquisition), pengolahan
(treatment), dan pengiriman/pendistribusian (delivery) air bersih ke
pelanggan, baik domestik, komersial, industri, maupun sosial.
Sistem ini terdiri dari empat komponen pokok, yaitu sumber air baku,
instalasi pengolahan, sistem distribusi, serta titik pemakai.

Sistem Sanitasi (urban wastewater system)


Urban wastewater system dimulai dari titik keluarnya urban water
supply system. Sistem pengumpul mengambil air buangan domestik,
komersial, industri, dan public uses.

27 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Ada dua macam wastewater system yaitu :


a) sistem kombinasi
sistem kombinasi menangani air buangan dan air hujan dalam satu
sistem
a) sistem terpisah
sistem terpisah masing-masing dilayani oleh sistem tersendiri

Wastewater system inilah di Indonesia dikenal dengan sistem drainase

28 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

2 DRAINASE PERMUKAAN

A. Pendahuluan
Berdasarkan peruntukannya drainase dapat dibagi kedalam: (1) Drainase
lahan pertanian; (2) Drainase perkotaan; (3) Drainase lapangan terbang; (4)
Drainase lapangan olah-raga. Berdasarkan sifatnya diklasifikasikan dalam : (1)
Drainase alami (natural drainage) dan (2) Drainase buatan (man-made
drainage). Berdasarkan sasaran pengendaliannya, drainase dapat dibedakan
dalam (1) drainase permukaan (surface drainage) dan (2) drainase bawah
permukaan (sub-surface drainage). Drainase permukaan menitik beratkan pada
pengendalian genangan air di atas permukaan tanah, sedangkan drainase
bawah-permukaan pada kedalaman air-tanah di bawah permukaan tanah. Pada
kuliah ini akan dibahas drainase lahan pertanian, terutama dalam bentuk
drainase buatan dengan sebanyak mungkin memanfaatkan drainase alamiah
yang ada. Drainase lahan pertanian didefinisikan sebagai pembuatan dan
pengoperasian suatu sistem dimana aliran air dalam tanah diciptakan
sedemikian rupa sehingga baik genangan maupun kedalaman air-tanah dapat
dikendalikan sehingga bermanfaat bagi kegiatan usaha-tani. Definisi lainnya:
drainase lahan pertanian adalah suatu usaha membuang “kelebihan air” secara
alamiah atau buatan dari permukaan tanah atau dari dalam tanah untuk
menghindari pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan tanaman. Pada
lahan bergelombang drainase lebih berkaitan dengan pengendalian erosi,
sedangkan pada lahan rendah (datar) lebih berkaitan dengan pengendalian
banjir (flood control).

B. Analisis Pengaruh Drainase Terhadap Pertanian


Tujuan Drainase pertanian adalah reklamasi (pembukaan) lahan dan
pengawetan tanah untuk pertanian, menaikkan produktivitas tanaman dan
produktivitas lahan (menaikkan intensitas tanam dan memungkinkan
diversifikasi tanamanan) serta mengurangi ongkos produksi. Tujuan tersebut di
29 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

atas dicapai melalui dua macam pengaruh langsung dan sejumlah besar
pengaruh tidak langsung. Pengaruh langsung terutama ditentukan oleh kondisi
hidrologi, karakteristik hidrolik tanah, rancangan sistim drainase yakni : a.
Penurunan muka air tanah di atas atau di dalam tanah, b. Mengeluarkan
sejumlah debit air dari sistim. Pengaruh tak-langsung ditentukan oleh iklim,
tanah, tanaman, kultur teknis dan aspek sosial dan lingkungan. Pengaruh tak
langsung ini dibagi kedalam pengaruh berakibat positif dan yang berakibat
negatif (berbahaya).
Pengaruh tak-langsung dari pembuangan air:
Pengaruh positif :
1. Pencucian garam atau bahan-bahan berbahaya dari profil tanah
2. Pemanfaatan kembali air drainase
Pengaruh negative :
1. Kerusakan lingkungan di sebelah hilir karena tercemari oleh garam
2. Gangguan terhadap infrastruktur karena adanya saluran-saluran

Pengaruh tak-langsung dari penurunan muka air tanah :


Pengaruh positif :
1. Mempertinggi aerasi tanah
2. Memperbaiki struktur tanah
3. Memperbaiki ketersediaan Nitrogen dalam tanah
4. Menambah variasi tanaman yang dapat ditanam
5. Menambah kemudahan kerja alat dan mesin pertanian (Workability)
6. Mempertinggi kapasitas tanah untuk menyimpan air
Pengaruh negative :
1. Dekomposisi tanah gambut (peat soil)
2. Penurunan permukaan tanah (Land subsidence)
3. Oksidasi cat-clay

Drainase lahan pertanian adalah merupakan interdisiplin dari berbagai ilmu.


Pada suatu proyek drainase beberapa aspek berikut ini perlu diperhitungkan :

30 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

1. Pedology dan pertanian (kondisi tanah, produktivitas tanaman, operasi


usahatani, irigasi)
2. Hidrologi dan Geologi (neraca air permukaan dan bawah permukaan, kondisi
aquifer)
3. Hidrolik (aliran air-tanah dan saluran terbuka dalam kaitannya dengan
gradient hidrolik)
4. Teknologi (mesin dan bahan)
5. Ekonomi (B/C ratio, pembiayaan)
6. Sosio-Ekonomi (organisasi petani, sikap petani, hukum, distribusi
keuntungan dan biaya)
7. Lingkungan (sumber daya alami, ekologi).

C. Drainase, Fisika Tanah dan Pertumbuhan Tanaman


1. Fisika Tanah
a. Aerasi Tanah
Akar tanaman memerlukan oksigen untuk respirasi dan aktifitas
metabolisma lainnya. Ia menyerap air dan hara tanah dan menghasilkan CO2
yang harus dipertukarkan dengan O2 dari atmosfir. Proses aerasi terjadi
dengan difusi dan aliran massa yang memerlukan ruang pori tanah. Apabila
akar berkembang dengan baik maka air dan hara harus tersedia secara
bersamaan.
Pori tanah terdiri dari pori kapiler untuk penyimpanan air dan pori non
kapiler untuk pertukaran gas. Pada tanah liat berat meskipun ruang pori
sebesar 60% atau lebih, hamper semua ruang pori termasuk pori kapiler.
Pori tersebut apabila dalam keadaan jenuh air tidak mudah untuk
didrainasekan. Sebaliknya pada tanah berpasir seringkali pori kapiler sangat
kecil jumlahnya, sehingga mudah didrainasekan akan tetapi air yang dapat
ditahan untuk tanaman sedikit sekali. Pada saat perkecambahan, benih
mengabsorbsi air dan akar berkembang sehingga mampu mengabsorbsi air
pada kedalaman tanah yang lebih dalam. Apabila selama perkembangannya
menemui tanah jenuh air, maka perkembangan akar akan terhambat.
Pada situasi muka air tanah yang dangkal maka pertumbuhan akar akan:

31 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

 Perakaran lebih pendek, sistim perakaran menempati volume tanah yang


kecil dan kadang- kadang akar berkembang ke arah atas
 Pembentukan bulu-bulu akar terhambat
 Laju absorbsi air dan hara dan laju transpirasi akan berkurang
 Akibatnya : Daun akan memucat (menguning) dan Proses reproduktif
terhambat, bunga dan buah muda jatuh premature.
Aerasi dan kondisi lengas tanah yang baik pada sebagian besar profil tanah
akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar ke semua arah
sehingga mampu mengekstrak air dan hara dalam jumlah besar. Suatu
gambaran rata-rata penetrasi akar pada kondisi lengas tanah yang optimum
dinyatakan pada tabel di bawah ini (van de Goor, 1972) . Penyimpangan dari
angka rata-rata tersebut seringkali dijumpai karena adanya perbedaan jenis
tanah dan varietas tanaman. Volume akar tidak menyebar seragam ke
seluruh kedalaman akar, akan tetapi umumnya sekitar 70% dari volume
akar terdapat pada lapisan pertama dengan kedalaman 30 cm sampai 60 cm
di bawah tanah.

b. Struktur Tanah
Struktur tanah (agregasi dan penyusunan partikel tanah) yang baik
berarti kondisi yang menguntungkan untuk aerasi dan simpanan lengas
tanah, dan juga hambatan mekanik pertumbuhan akar akan berkurang dan
tercipta stabilitas traksi untuk peralatan pertanian. Drainase mempengaruhi
struktur tanah melalui pengaruhnya terhadap level muka air tanah.

c. Suhu Tanah
Penurunan lengas tanah dan bertambahnya kandungan udara akibat
drainase, menghasilkan penurunan panas spesifik tanah. Air memerlukan
panas 5 kali lebih besar untuk menaikkan suhu dari pada tanah kering.
Akibatnya tanah basah dengan lengas tanah sekitar 50% akan memerlukan
panas sekitar 2,5 kali lebih besar dari pada tanah kering. Untuk
perkecambahan benih diperlukan suhu tanah tertentu.

32 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

d. Kemampuan Kerja
Untuk pengolahan tanah diperlukan lengas tanah sekitar kapasitas lapang
atau sedikit di bawah kapasitas lapang. Pada penggunaan alat/mesin
mekanis, jumlah hari kerja operasi alat perlu mendapatkan perhatian.
Drainase meningkatkan jumlah hari kerja peralatan. Tergantung pada jenis
traktornya umumnya traktor roda empat akan mampu beroperasi di lapang
jika daya sangganya lebih dari 5 kg/cm2. Semakin besar kadar air tanah daya
sangganya semakin kecil. Pengalaman di daerah irigasi di Jalur Pantura
(Pantai Utara) menunjukkan bahwa karena kurangnya saluran drainase di
lahan sawah, maka pengolahan tanah pada waktu MT2 tidak dapat dilakukan
lebih awal sesuai dengan jadwal irigasi. Perlu waktu sekitar 1 - 2 bulan
setelah panen MT1, dimana air dapat dibuang sehingga traktor dapat masuk
dan bekerja di petakan sawah. Begitu juga 2 minggu menjelang panen,
drainase tidak bekerja optimum sehingga tanah masih tetap basah akibatnya
Combine Harvester tidak dapat bekerja.

e. Penurunan Tanah
Penurunan tanah akibat drainase terutama terjadi pada tanah yang baru
dibuka (direklamasi). Untuk tanah gambut subsidence terjadi akibat dari
drainase yang disebabkan oleh sifat-sifat fisika dan kimia (oksidasi bahan
organik). Pada tanah gambut, drainase dapat mempercepat proses
pematangan tanah.

2. Kimia Tanah
a. Pasok (supply) Hara
Berbagai aktifitas mikro-organisma dan bakteri tergantung pada aerasi
yang baik. Fiksasi Nitrogen dan Nitrifikasi adalah dua prinsip proses aerobik
yang berpengaruh penting pada pertumbuhan tanaman. Semakin dalam
penetrasi akar maka semakin banyak hara yang tersedia untuk tanaman.
Dekomposisi bahan organik oleh mikroba akan terjadi pada drainase yang
baik sehingga ketersediaan hara akan lebih baik pula. Dalam keadaan

33 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

anaerobik akan terjadi penumpukan Mn dan Fe yang berbahaya untuk


tanaman
b. Salinitas dan Alkalinitas Tanah
Salinitas tanah berkaitan dengan konsentrasi tinggi dari garam terlarut
dalam lengas tanah pada daerah perakaran. Konsentrasi garam terlarut yang
tinggi ini menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga mempengaruhi
pertumbuhan tanaman dengan cara menghambat pengisapan air oleh akar.
Pada tanah dengan konsentrai Na yang tinggi (alkalinitas) biasanya disertai
dengan pH tinggi (pH > 9) juga mempengaruhi kondisi fisik tanah akibat dari
dispersi partikel liat. Hasilnya adalah struktur tanah yang jelek. Hal ini
akan mengurangi laju infiltrasi dan perkolasi tanah dan juga mengurangi laju
difusi gas.
Pengaruh utama salinitas pada pertumbuhan dan produksi tanaman
adalah :
 Perkecambahan benih akan terhambat
 Secara fisiologis tanaman akan kering dan layu
 Pertumbuhan tanaman terhambat, daun kecil, ruas pendek dan
percabangan sedikit.
 Daun berwarna hijau kebiruan
 Pembungaan terhambat, biji lebih kecil
 Sebagai akibatnya produksi juga akan berkurang.

c. Kemasaman
Proses pemasaman tanah terjadi, dan pada kondisi masam terjadi
pembongkaran kisi-kisi mineral liat sehingga dilepaskan Al3+ yang bersifat
racun bagi tanaman. Lahan bersulfat masam biasanya sering terjadi di daerah
pasang-surut, sehingga proses drainase harus dijaga sedemikian rupa supaya
oksidasi lapisan pirit ini tidak terjadi. Budidaya padi di mana selalu dalam
keadaan tergenang biasanya masih dapat dilakukan di lahan tersebut
walaupun hasilnya tidak begitu memuaskan. Drainase permukaan dengan
pencucian (leaching) pada musim hujan pada jangka waktu panjang dapat
membantu reklamasi lahan sulfat masam.

34 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

35 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

3 STASIUN POMPA AIR

Banjir atau genangan yang terjadi di daerah perkotaan, khususnya daerah


yang terletak di dataran rendah dekat pantai dapat berasal dari tiga sumber
yaitu : air kiriman dari hulu yang meluap dari sungai utama, hujan setempat, dan
genangan akibat air pasang. Begitu sungai utama diperbaiki maka genangan
akibat meluapnya sungai tersebut dapat dicegah, namun karena durasi air tinggi
di sungai utama tambah panjang di daerah rendah yang dikelilingi tanggul sungai
utama susah untuk mengalirkan air masuk ke sungai dan lama genangan tambah
panjang, maka kerusakanpun/kerugian tambah besar.
Daerah yang tidak dapat dilayani oleh drainase sistem gravitasi dinamakan
daerah drainase interior, sistem drainase yang tidak dapat sepenuhnya
mengandalkan gravitasi sebagai faktor pendorong maka perlu dilengkapi dengan
stasiun pompa. Pompa ini berfungsi untuk membantu mengeluarkan air dari
kolam penampung banjir maupun langsung dari saluran drainase pada saat air
tidak dapat mengalir secara gravitasi karena air di muaranya/pengurasnya lebih
tinggi baik akibat pasang surut maupun banjir.
Anggap bahwa kerusakan akibat air drainase interior adalah kecil
dibandingkan dengan bencana akibat tanggul jebol, namun kondisi daerah
drainase interior tetap perlu diperbaiki dalam hal ini diperlukan sistem drainase
pompa.
Dalam perencanaan hidraulika sistem pompa, perlu diketahui hal-hal sebagai
berikut :
 Aliran masuk (inflow) ke kolam penampung
 Tinggi muka air sungai pada titik keluar (outlet)
 Kolam penampung dan volume tampungan
 Ketinggian air maksimum dan kapasitas pompa yang diperlukan
 Dimensi pompa
 Pola operasi pompa

36 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Stasiun pompa air berfungsi untuk pengaliran air genangan dari daerah yang
mempunyai elevasi lebih rendah dari elevasi pembuangan air banjir dilakukan
dengan menggunakan sistem pompanisasi. Untuk mencegah terjadinya genangan
yang lama, maka pada daerah tersebut dibangun pompa air drainase sebagai
pompa pengangkat air dari elevasi yang rendah ke elevasi yang lebih tinggi.
Pompa air drainase umumnya beroperasi pada saat banjir, dan tinggi tekanan
serta debitnya berubah-ubah sepanjang waktu. Terdapat berbagai jenis pompa
tergantung dari konstruksinya, kapasitas dan spesifikasinya. Untuk pompa
drainase umumnya digunakan jenis pompa turbin seperti pompa aliran aksial
(axial flow) dimana tinggi pompa terutama ditimbulkan oleh gaya sudu pada air,
jenis pompa ini banyak digunakan untuk debit yang cukup besar dengan
ketinggian rendah (head kecil). Selain pompa aliran aksial (axial flow) juga
pompa aliran semi aksial (mixed flow) dimana tinggi pompa sebagian ditentukan
oleh gaya dorong putaran sudu-sudu, pompa ini banyak digunakan untuk debit
yang cukup besar dengan ketinggian sedang (head sedang), termasuk dalam tipe
ini adalah pompa ulir (screw pumps). Untuk pompa dengan kapasitas debit yang
cukup besar dengan ketinggian besar (head besar), tinggi pompa terutama
ditimbulkan oleh gaya dorong sentrifugal putaran sudu-sudu (impeller) pompa
ini termasuk tipe pompa centrifugal. Sedangkan rumus yang digunakan untuk
menghitung daya pompa (Dp) tersebut adalah sebagai berikut :

37 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Gambar Sketsa EGL dan HGL pada Pengaliran Lewat Pipa oleh Pompa

a = hf1 + hf2 + hf3 + hf4


b = hf5 + hf6 + hf7 + hf8 + hf9 + hf10
Hp = Hs + a + b
Hp = Hs + hf1 + hf2 + hf3 + hf4 + hf5 + hf6 + hf7 + hf8 + hf9 + hf10
Hp = Hs + ∑hf
Kolam penampungan (retensi) adalah suatu bangunan atau konstruksi
yang berfungsi untuk menampung sementara air banjir atau hujan dan
sementara itu sungai induknya tidak dapat menampung lagi debit banjir yang
ada. Perencanaan kolam penampungan ini dikombinasikan dengan pompa
sehingga pembuangan air dari kolam penampungan bisa lebih cepat. Untuk
menghitung volume tampungan serta kapasitas pompa dilakukan berdasarkan
hidrograf banjir yang masuk ke pompa dan kolam sebagai berikut:

− 0=

dengan: V adalah volume tampungan total (m3 ), Qo adalah laju aliran keluar
atau kapasitas pompa (m3 /s), Qi adalah laju aliran masuk (m3 /s), dan t adalah
waktu (s). Klasifikasi pompa tergantung dari konstruksi, kapasitas, dan

38 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

spesifikasinya. Berdasarkan Suripin (2004), klasifikasi pompa terbagi dua


kelompok, yaitu:
1. Pompa turbo,
Berdasarkan arah aliran fluida dalam melewati roda putar atau sudu-sudu,
pompa turbo dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu pompa sentrifugal,
pompa aliran campuran (mixed flow pumps) atau pompa ulir (scew pumps)
dan pompa aksial (axial pumps) atau pompa propeller (propeller pumps).
2. Pompa non turbo.
Pompa non turbo terdiri dari pompa regeneratif, pompa torak (reciprocating
pumps), pompa vacuum, pompa jet, dan air lift.

Kolam Penampungan
Kolam penampungan adalah suatu bangunan/konstruksi yang berfungsi
untuk menampung sementara air dari saluran atau kali pada saat pintu klep
ditutup karena terjadi air pasang tertinggi dari hilir saluran yang bersamaan
dengan hujan deras pada hulu saluran. Dimana air genangan tersebut masuk ke
kolam penampung melalui saluran drainase (saluran inflow) dan keluar menuju
laut melalui saluran pembuang (saluran outflow) dengan bantuan pompa.
Kolam penampungan ini mempunyai bangunan pelengkap yaitu berupa
kolam pengendapan dan kisi-kisi penyaring, dimana fungsi dari kolam
penampungan adalah untuk mengendapkan sedimen terbawa sehingga
mengurangi endapan sedimen yang masuk ke dalam kolam penampungan,
sedangkan fungsi dari kisikisi penyaring adalah mencegah masuknya benda-
benda yang hanyut menuju kolam penampungan.

39 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

4 BIOPORI

A. Definisi
Banyak orang yang belum mengetahui arti, makna atau pengertian dari
istilah ‘biopori’, tetapi ada juga yang sudah paham arti dari istilah tersebut, dan
ada beberapa yang hanya sekedar tahu, tapi pemahamannya belum.
Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke
dalam tanah dengan diameter 10 - 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau
dalam kasus tanah dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi
kedalaman muka air tanah. Lubang diisi dengan sampah organik untuk memicu
terbentuknya biopori. Biopori adalah pori
pori-pori
pori berbentuk lubang (terowongan
kecil) yang dibuat oleh aktivitas fauna tanah atau akar tanaman.

Lubang Resapan Biopori Lubang Cacing dan Akar


pada Matriks Tanah

Sketsa Penampang Lubang Resapan Biopori

40 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

B. Manfaat Biopori
Banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh dari biopori, bila kita mau
menerapkannya di lingkungan sekitar. Namun, hasil penerapan biopori akan
lebih memuaskan jika kita semua mau bergotong
bergotong-royong
royong untuk menerapkannya
secara bersama-sama
sama di lingkungan. Semakin banyak yang menerapkan, maka
semakin besar manfaat yang kita peroleh. Dalam hal ini, penulis akan
menyebutkan semua m
manfaat
anfaat dari diterapkannya biopori dalam lingkungan
adalah sebagai berikut :
1. Mencegah Banjir
2. Tempat pembuangan sampah organik
3. Menyuburkan tanaman
4. Meningkatkan kualitas air tanah
5. Memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air
tanah.
6. Membuat
uat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar.
7. Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit.
8. Mengurangi air hujan yang dibuang percuma ke laut.
9. Mengurangi resiko banjir di musim hujan.
10. Maksimalisasi peran dan aktivitas flora dan fauna tanah.
11. Mencegah
encegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor.
12. Meningkatkan daya resapan air
13. Mengubah sampah organik menjadi kompos
14. Memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman

41 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

C. Perancangan Lokasi
Dalam hal perancangan pembuatan biopori, agar kinetik kerja biopori
lebih maksimal perlu tempat
tempat-tempat
tempat yang khusus dan tepat. Jika kita
menempatkan biopori ditempat yang tepat, maka biopori tersebut akan lebih
leluasa dalam segi kinerjanya dan hasil yang kita terima pun akan lebih
maksimal. Oleh karena itu, perlu perhatikan secara cermat untuk memilih lokasi
pemasangan biopori. Dalam sub
sub-sub
sub bab ini, penulis akan menjelaskan
pemilihan tempat perancangan biopori dari beberapa sumber, yaitu :
1. Pada alas saluran
luran air hujan di sekitar rumah, kantor, sekolah, dsb.

2. Disekeliling Pohon

3. Pada tanah kosong antar tanaman atau batas tanaman

42 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Adapun Persyaratan Lokasi menurut Peraturan Menteri Kehutanan


Republik Indonesia /Nomor : P. 32/MENHUT-II/2009 /Tentang Tata Cara
Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran
Sungai (RTkRHL-DAS), menyebutkan untuk setiap 100 m lahan idealnya
Lubang Resapan Biopori (LRB) dibuat sebanyak 30 titik dengan jarak antara
0,5 - 1 m. Dengan kedalam 100 cm dan diameter 10 cm setiap lubang bisa
menampung 7,8 liter sampah. Sampah dapur dapat menjadi kompos dalam
jangka waktu 15-30 hari, sementara sampah kebun berupa daun dan ranting
bisa menjadi kompos dalam waktu 2-3 bulan.

D. Perancangan Pembuatan
1. Tahap Pembuatan
Membuat lubang biopori bukan pekerjaan susah, hanya memang
memerlukan daya yang cukup besar. Kedalaman lubang yang disarankan adalah
80-100 cm, kedalaman yang memungkinkan organisme pengurai bekerja dengan
optimal. Sedangkan diameter yang disarankan adalah 10-30 cm. Karena
membuat di halaman rumah, maka 10 cm lebih proporsional. Lalu menggali
lubang-lubang secara manual menggunakan peralatan sederhana seperti pipa
paralon, bambu, dan linggis. Jika ketemu lapisan batu penggalian dialihkan ke
titik lain. Jika tanah terlalu keras dasar lubang diairi secukupnya dan penggalian
diteruskan setelah air meresap.

2. Tahap pengisian
Sekarang waktunya membuang sampah, maksudnya mengisi lubang biopori.
Tapi sebelum dimasukkan pilahlah terlebih dahulu sampah organik dan sampah
non-organik. Karena melalui fermentasi sampah organik dengan bantuan
aktivator EM4 dapat menghasilkan pupuk biokasi . Agar tidak bingung dalam
memilah sampah, maka sediakan dua tempat sampah, sebut saja S (sampah) dan
B (biopori), yang masing-masing diberi kantong plastik. Pada prinsipnya semua
bahan dari makhluk hidup masuk dalam kategori organik. Namun untuk mengisi
tempat sampah B hanya untuk bahan-bahan yang lebih mudah terurai seperti
sisa sayur dan potongan tempe/daging/ikan yang tidak terpakai. Juga sisa

43 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

makanan yang tidak habis dimakan, sisa makanan lain seperti roti dan cemilan,
ampas kopi, dan kantung teh celup, masuk ke B.
Tulang ayam dan tulang sapi, bonggol jagung, serta kulit telur walaupun
masuk kategori organik, dimasukkan ke tempat sampah S. Di tempat sampah ini
bergabung kertas, besi, plastik, kayu, kain, dan benda-benda lain yang tidak
mungkin atau sulit terurai. Kantong plastik juga disatukan ke tempat sampah S
yang selanjutnya di tempatkan di bak sampah luar rumah.
Sesekali waktu, bila ada sampah yang berasal tumbuhan, misalnya setelah
merapikan tanaman dengan memotong daun, bunga yang mulai layu, sulur yang
kepanjangan, atau memotong rumput dan ranting pohon seperlunya. Sampah
yang dihasilkan dari proses ini langsung dimasukkan ke lubang-lubang terdekat.
Agar merapat ke dasar, bumbungan sampah hijau ini didorong dengan tongkat.

E. Perhitungan Jumlah Biopori

44 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

5 Sumur Resapan

1. Karakteristik Daerah Resapan


Berdasarkan karakteristiknya litologinya daerah resapan potennsial, secara
spesifik ditandai oleh jalur-jalur biru yang merupakan satuan batuan, terbentuk
akibat evolusi bumi pada zaman tersier (20 juta tahun lalu). Karakteristik
tersebut, dikenal sebagai alur-alur endapan alluvial sungai purba. Endapan
tersebut memiliki ketebalan ± 10 meter, terdiri atas batuan pasir, lempung, dan
lanau yang sangat poros terhadap pekolasi air. Alur-alur biru (sungai purba)
berdasarkan bentang alamnya, lebih mendominansi di daerah cekungan
(lembah), dan secara alami memiliki ciri: (a) kondisi tanah yang poros,
(porositas dan premabilitas tinggi), (b) berkemampuan dalam meresapkan air
(infiltrasi) ke dalam tanah, serta (c) perbedaan air tanah dangkal yang relatif
mencolok pada musim kemarau dan penghujan. Pemahaman makna daerah
resapan dalam hamparan bentang alam, paling tidak ada lima unsur utama
sebagai penciri yang harus dipenuhi, yaitu: (a) kondisi tanahnya poros, (b)
kemampuan dalam meresapkan air, (c) memiliki perbedaan tinggi air tanah
dangkal, dan (d) berada pada wilayah dengan curah hujan cukup tinggi >2500
mm/tahun, serta (e) berpenutupan vegetasi dengan sistem perakaran dalam,
serta memiliki strata (pelapisan) tajuk dan tumbuhan bawah. Porositas dan
premabilitas tanah, dipengaruhi oleh struktur dan tektur tanahnya, dimana
kandungan pasir dalam tanah sangat menentukan. Semakin tinggi kandungan
pasir dalam tanah, maka kesarangan tanah akan semakin tinggi, dan berarti akan
memacu terhadap peresapan air kedalam tanah, termasuk laju perkolasimya.
Perbedaan (delta) tinggi/rendahnya air tanah dangkal pada musim kemarau dan
penghujan, dimaksudkan sebagai bukti adanya sirkulasi tata air baik kearah
samping maupun kearah dalam. Aliran sirkulasi kearah samping berperan untuk
mensuplai daerah sekitarnya (sumur), dan atau daerah yang air tanahnya lebih
dalam. Aliran air kearah dalam erat kaitannya dengan suplai air ke region air
bawah tanah atau air tanah dalam (ground water). Pentingnya daerah yang
45 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

memiliki curuh hujan tinggi, dimaksudkan agar potensi air yang dapat
dimanfaatkan masuk kedalam tanah cukup besar. Adapun penutupan vegetasi
dengan strata tajuk, sistem perakaran dalam, dan vegetasi dasar, memiliki
peranan fungsi sebagai bio-filter baik terhadap sifat fisik-kimia tanah dan air,
maupun kemampuannya dalam mengendalikan besaran laju air limpasan.

2. Ancaman Terganggunya Daerah Resapan


a. Tata Ruang Wilayah
Konsepsi dasar alokasi tata ruang suatu wilayah secara umum tertuang
dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), dan dijabarkan dalam RRTRW
(Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah) berbasis wilayah Kecamatan. Tujuan
penyusunan RRTRW untuk mengoptimalkan pemanfaatan ruang
berdasarkan alokasi pertumbuhan wilayah, dengan pertimbangan tetapan
KDB (Koefisien Dasar Bangunan) yang telah ditetapkan.
- Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
KDB, sering juga dimaknakan sebagai KLB (Koefisien Lantai Bangunan),
yang pada hakekatnya merupakan kaidah dan rambu-rambu, agar lantai
bangunan yang dirancang tidak menyebabkan terganggunya tata air tanah,
ditinjau dari masukan (input) maupun tata air (sirkulasi) dalam tanah.
Urgensi penetapan KDB suatu wilayah, dimaksudkan untuk membatasi
permukaan lahan oleh lantai bangunan, hingga memberikan kesempatan
sebesarbesarnya terhadap air hujan yang terinfiltrasi. Kurang kosistennya
kontrol terhadap perijinan bangunan (IMB), cenderung menyebabkan
ancaman terganggunya daerah resapan. Hal ini mengingat bahwa bangunan
pancang dalam, selain memanfaatkan ruang air tanah, juga menjebak
sirkulasi air tanah dangkal yang berarti pula, potensi dan tata air tanahnya
menjadi terganggu.
- Intensitas Pemanfaatan Ruang
Dalam penyusunan RRTRW, tetapan KDB dipergunakan sebagai dasar
pertimbangan utamanya. Akan tetapi dalam prakteknya sangat sulit untuk
diterapkan, dan implementasinya berlaku mundur, karena lahirnya rambu-
rambu KDB setelah muncul permasalahan. Oleh sebab itu dalam penyusunan

46 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

rencana tersebut, sering mengalami masalah yang sulit dipecahkan jalan


keluarnya, sehingga RRTRW yang disusun sering tidak implementatif.
Intensitas Pemanfaatan Ruang (IPR), pada hakekatnya mirip apa yang
dimaksud dengan KDB. Kalau KDB dimaksudkan sebagai rambu rancangan
bangunan, atas dasar ratio antara lahan yang diijinkan untuk dibangun
berdasarkan luas persil. Akan tetapi IPR merupakan realisasi hasil
perhitungan ratio antara lantai bangunan yang ada (eksis) dengan
ruang terbuka eksis. Ruang terbuka yang dimaksudkan, merupakan kawasan
yang sama sekali tidak ada lantai bangunannya, apakah dalam bentuk RTH,
badan sungai, situ-situ dan atau halaman kebun pekarangan di luar RTH.
IPR dalam suatu wilayah sangat erat keterkaitannya dengan
pengembangan wilayah perkotaan, dan merupakan solusi pemecahan
masalah yang sulit dijabarkan dalam penyusunan RRTRW. Hasil analisis IPR
suatu wilayah akan diperoleh informasi tiga tatanan yaitu: (a) suatu wilayah
masih mampu untuk dikembangkan baik secara vertikal maupun horizontal,
(b) hanya mampu dikembangkan kearah vertikal, dan (c) suatu wilayah telah
melebihi abang batas lantai bangunan, hingga perlu pengaturan
keterkaitannya dengan relokasi melalui pemantapan RRTRW. Tetapan
besaran IPR suatu wilayah, ditambah dengan potensi air tanah dangkal, dan
besaran pemanfaatannya dapat dipergunakan sebagai dasar penetapan
besaran diameter sumur resapan yang harus dibangun berdasarkan luas
persil, dan atau luasan berdasarkan sistem komunal.
b. Kekeliruan dalam Penetapan Kawasan Hijau (RTH)
Memaknakan kawasan hijau (RTH), sering diartikan sebagai ruang
(lahan) terbuka yang potensial untuk dihijaukan. Pemahaman tersebut
kurang tepat bahkan keliru. Penetapan luas kawasan hijau (RTH) seperti
tertuang dalam RTRW (umumnya 2010) suatu wilayah, bertujuan untuk
menyerasikan keseimbangan antara sosiosistem, ekosistem dan teknosistem,
sehingga terciptanya mintakat lingkungan hidup (mintakat kenyamanan)
bagi penghuninya. Namun demikian, mencermati penetapan luas RTH di
beberapa Propinsi, Kabupaten dan Kota di Indonesia, tampaknya didasarkan

47 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

atas perkiraan yang kurang mendasar, padahal rumusannya sangat


sederhana dengan memanfaatkan formula fotosintesa.

CO2 diilustrasikan sebagai sumber polutan, H2O, potensi sumber air tanah,
C6 H12 O6, merupakan luas permukaan hijau daun (leaf area index), dan O2
dilustrasikan sebagai mintakat kenyamanan lingkungan manusia.
Mengacu terhadap patokan (Baker, 1952), bahwa setiap 1.000 penduduk
memerlukan luas permukaan daun 1,25 ha atau equivalen dengan 0,825 ha
luas kawasanhijau dalam bentuk tanaman rapat berstrata tajuk, dan memiliki
sistem perakaran dalam. Kriteria kawasan hijau dimaksud, memiliki koefisien
0,8 (USLE, 1975), dan dinilai mampu menyerasikan keseimbangan alam dan
lingkungannya, antara besaran polutan, kemanpuan menguapkan air
(evapotranspirasi), menjerap air kedalam tanah (infiltrasi), dan
mengendalikan laju limpasan, serta menghasilkan oksigen. Atas dasar
patokan di atas, maka setiap wilayah dapat menetapkan berapa kebutuhan
kawasan hijau yang dinilai ideal dan rasional.
Konsepsi tersebut, tampaknya diterapkan di Propinsi DKI Jakarta, dalam
penetapan RTH (RTRW 2010), seperti tertuang dalam Perda No. 6 tahun
1999. Dengan prediksi jumlah penduduk 11,5 juta jiwa memerlukan kawasan
hijau 11,5 juta/1.000 X 0,825 ha = 9.487,5 (dibulatkan menjadi 9.500 ha).
Secara teoritis perhitungan tersebut akan memenuhi kenyamanan
lingkungan di DKI Jakarta, apabila memperhatikan kaidah patokan di atas,
yaitu kawasan hijau yang memiliki koefisien (0,8), dalam bentuk tanaman
rapat, berstrata dan memiliki sistem perakaran dalam. Pada kenyataannya
Pemda DKI Jakarta justru mengembangan kawasan hijau dalam bentuk
taman (>60%), karena alasan kota Metropolitan, padahal menurut USLE
(1975) hanya memiliki nilai koefisien 0,3 sehingga kenyamanan lingkungan
belum terpenuhi. Kekeliruan yang sama juga terjadi dalam RTRW 2010
Propinsi Jawa Barat, dimana RTH didasarkan atas kawasan-kawasan hijau
yang memiliki status hukum seperti Tahura (Taman Hutan Raya), dan
Kawasan lindung, sedangkan kawasan penyangga mata air, dan sempadan

48 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

sungai seperti tertuang dalam Kepres No. 32 tahun 1990, tentang kawasan
lindung, belum sepenuhnya ditetapkan sebagai kawasan RTH dalam RTRW
2010.
3. Konsepsi Dasar Pengelolaan Sumberdaya Air Tanah
a. Mekanisme Distribusi Hujan
Distribusi hujan dalam daur hidrologis, secara rinci diilustrasikan pada
gambar-1. Air hujan jatuh, meresap kedalam tanah, melalui dua tahapan yaitu
infiltrasi, dan perkolasi. Infiltrasi merupakan proses meresapnya air ke lapisan
tanah, dan dalam perjalanannya (perkolasi) ada yang sebagian menyimpang
kearah samping menjadi air rembesan, sedangkan lainnya menuju ke arah air
bawah tanah (ground water).

Kemampuan vegetasi dasar, dan kondisi lapisan top soil yang kaya dengan
bahan organik dan humus, sangat efektif dalam meresapkan air kedalam tanah.
Berbeda halnya dengan proses perkolasi yang sangat ditentukan oleh struktur
dan tektur tanah, dan bukan oleh jenis tanahnya. Lapisan tanah pada horizon A,
dan B (zona perakaran tumbuhan), dengan kandungan pasir tinggi, memiliki
porositas dan premabilitas yang tinggi dalam melajukan air kedalam tanah.
Proses perembesan kearah samping, terjadi karena kurang mampunya sistem
perakaran dalam menahan dan menjerap air.

49 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Secara matematis bahwa debit air perkolasi (Y), merupakan faktor dari
variabelvariabel besaran intensitas hujan (X1), porositas dan premabilitas tanah
(X2), konfigurasi lapang (X3), olah tanah (X4), dan penutupan vegetasi (X5).
Kemampuan manusia sangat tidak mungkin dalam mengatur alam (hujan, sifat
fisik tanah, dan konfigurasi lapang). Akan tetapi aktivitas terhadap olah tanah
maupun perlakuan terhadap vegetasi alam, menyebabkan terdegradasinya
lahan, padahal vegetasi merupakan salah satu kunci masuknya air kedalam
tanah.
Mencermati efektifitas proses masuknya air kedalam tanah, ada dua faktor
utama yaitu tutupan vegetasi dan struktur tanahnya. Dengan demikian
terdegradasinya tata air di P. Jawa yang kini telah menunjukkan ketidak-
seimbangan antara potensi ketersediaan air tanah pada musim kemarau dan
penghujan, ada kecenderungan disebabkan oleh tutupan vegetasi dan perubahan
struktur tanahnya. Pada musim kemarau hampir semua sungai kering (Ciujung,
Ciliwung, Cimanuk, Citanduy, Serayu, Progo, Bengawan Solo, dan Brantas).
Namun sebaliknya pada musim penghujan dimana-mana muncul kelebihan air
bahkan banjir, khususnya di muara-muara sungai. Hasil penelusuran terhadap
daur hidrologi (global), pada beberapa DAS bagian hulu, di P. Jawa secara rinci
disajikan pada tabel berikut. Tabel-1. Daur hidrologis beberapa DAS bagian Hulu
di P. Jawa.

Mencermati tabel di atas, potensi sumber air memiliki kisaran yang sama,
dan besaran volume hujan tergantung luas tangkapannya. Terhadap besaran
infiltrasi (Ciliwung) menunjuk-kan nilai terendah, demikian halnya dengan
distribusi lain-lain. Besaran evapotranspirasi nampaknya juga memperlihatkan
kemampuan yang hampir seragam. Namun sebaliknya terhadap besaran air
limpasan, bahwa Ciliwung dan Serayu menunjukkan potensi lebih tinggi

50 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

dibandingkan kedua sungai lainnya. Kondisi ini tampaknya dipengaruhi oleh


distribusi besaran lain-lain, dimana Citanduy dan Brantas menunjukkan nilai
lebih besar. Besaran lain-lain, berdasarkan analisis >70% terdistribusi sebagai
air intersepsi (vegetasi dan canopi bangunan). Dengan demikian untuk
meningkatkan besaran infiltrasi dan menekan laju limpasan air kata kuncinya
adalah pengaturan penutupan vegetasi dan lantai bangunan sebagai salah satu
tindakan alternatifnya.
Dugaan vegetasi dan canopi bangunan, tampaknya terlihat dengan jelas pada
kenampakan tutupan tanah berdasarkan citra landsat TM Band 54 tahun 2001,
dimana lebih dari 1/3 hamparan lansekap kearah vertikal di perbukitan P. Jawa,
telah menunjukkan degradasi penutupan vegetasi (terbuka dan tutupan semak
belukar). Walaupun secara teoritis bahwa semak belukar mampu mengendalikan
erosi secara efektif, namun terhadap infiltrasi air kedalam tanah sangat rendah,
karena nilai berkoefisiennya 0,4 (USLE, 1976). Atas dasar itulah pengelolaan DAS
terpadu secara regional tampaknya mendudukan kunci strategis dalam
kaitannya dengan pengelolaan daerah resapan air tanah.

b. Mekanisme Debit Aliran


Kemerosotan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, membawa
konsekuensi bukan saja menurunnya tingkat produktivitas, akan tetapi
menghangatkan isu yang selama ini masih menjadi silang pendapat. Praktek
penggunaan tanah yang keliru dan kurang tepat akan mengakibatkan fenomena
alam seperti banjir, kekeringan, perubahan iklim global, dan bahkan
kemungkinan terjadinya penggurunan (desertification).

51 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Terganggunya tata air tanah di wilayah perkotaan bukan saja disebabkan


oleh hilangnya penutupan vegetasi, dan atau terbatasnya lapisan tanah yang
mampu menginfiltrasi air kedalam tanah, akan tetapi lebih cenderung
disebabkan kekurang seimbangan antara masukan air kedalam tanah (infiltrasi)
dengan keluaran dalam bentuk pemanfaatan air yang tidak terkontrol.
Gambar-2 menunjukkan bahwa pada musim hujan debit aliran tinggi, namun
sebaliknya pada musim penghujan debit rendah bahkan kering. Dalam pada itu,
upaya menyimpan air pada musim hujan melalui teknologi resapan buatan
merupakan cara yang efektif, untuk menekan besaran debit. Ketersediaan air
tanah yang cukup (surplus), akan mengimbangi kekeringan pada musim
kemarau dalam bentuk air aliran base flow.

4. Konsepsi Dasar Penerapan Resapan Buatan


a. Tinjauan Teknologi Sumur Resapan
Teknik pembuatan sumur resapan di Propinsi DKI Jakarta, didasarkan atas
keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 115 tahun 2001. Ilustrasi desain sumur
resapan tersebut, disajikan pada Gambar-3.

Arahan umur resapan di DKI Jakarta, memberikan gambaran besaran


volume air tersedia berdasarkan luas kanopi bangunan. Kelemahan dari
teknologi sumur resapan tersebut, sulit diimplementasikan pada permukiman-
permukiman padat bangunan. Atas dasar itulah pentingnya alternatif pembuatan
sumur resapan secara komunal berdasarkan diameter sumur per satuan luas
(m2/ha).

52 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

b. Pemberdayaan Sumur Resapan Ramah Lingkungan


Penetapan sumur resapan ramah lingkungan, didasarkan atas parameter (a)
criteria wilayah resapan, (b) Intensitas Pemanfaatan Ruang (IPR), (c) tinggi
rendahnya pemanfaatan air tanah dangkal, dan (d) tingkat kepedulian
masyarakat terhadap pelunya sumur resapan, secara rinci diilustrasikan pada
Gambar-4.

c. Prosedur Penetapan Tekologi Sumur Resapan


 Kriteria Wilayah Resapan
Mencermati SK Gubernur DKI Jakarta No. 115/2001, bahwa diameter
sumur resapan ditetapkan secara universal (ukuran sama), dengan asumsi
bahwa volume air hujan tersedia berdasarkan kanopi bangunan, diarahkan
dan akan masuk kedalam tanah. Arahan tersebut, tampaknya belum dapat
dipergunakan sebagai dasar acuan secara regional. Hal ini mengingat bahwa
DKI Jakarta paling tidak memiliki 3-5 wilayah hujan yang berbeda, serta
kondisi fisik tanah yang berbeda dalam kaitannya laju aliran perkolasi
kedalam tanah. Dalam paparan ini menginformasikan alternatif menerapkan
teknologi sumur resapan yang ramah lingkungan, melalui ”penetapan luas
permukaan sumur resapan per hektar”, dengan pertimbangan: (a) criteria
daerah resapan, dan (b) besaran suplai air kedalam tanah, atas dasar luasan
sumur resapan per hektar, menurut kriteria daerah resapan. Hal ini
mengingat bahwa daerah resapan, dipengaruhi oleh: (a) besaran curah hujan,

53 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

(b) kedalaman efektif tanah, (c) porositas dan premabilitas tanah, (d)
kemampuan infiltrasi air kedalam tanah, (e) perbedaan muka air tanah pada
musim hujan dan kemarau. Sedangkan besaran suplai air, diperhitungkan
atas dasar: (a) kemampuan tubuh tanah dalam meresapkan air kedalam
tanah (perkolasi), (b) intensitas pemanfaatan ruang (ratio luas lantai
bangunan dengan ruang terbuka hijau), (c) pemanfaatan air tanah dangkal,
dan (d) tingkat kepedulian masyarakat terhadap sumber daya air tanah
dangkal. Untuk menetapan luas sumur resapan, atas dasar kriteria daerah
resapan dan besaran suplai air kedalam tanah, untuk selanjutnya disusun
dalam bentuk “Kriteria Baku Nalar Wilayah Resapan”, yang secara rinci
disajikan pada tabel berikut: Tabel-2. Kriteria Baku Nalar Wilayah Resapan.

Hasil penetapan kriteria baku nalar wilayah resapan, untuk selanjutnya


dipetakan dan diklasifikasi berdasarkan nilai (skoring). Tatanan penilaian
(skoring), atas dasar pemberian nilai (angka), mulai dari angka (nilai)
terkecil hingga terbesar, berdasarkan nilai tengah, seperti tersaji pada tabel
berikut : Tabel-3. Nilai Skoring Wilayah Resapan.

54 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Untuk memperoleh gambaran spatial berdasarkan klasifikasi wilayah


resapan di suatu wilayah, dilakukan dengan teknik korelasi keruangan
(penampalan peta) antara peta criteria baku nalar wilayah resapan dengan
peta IPR.
 Intensitas Pemanfaatan Ruang (IPR)
Intensitas pemanfaatan ruang (IPR), pada dasarnya sama dengan
Koefisien Dasar Bangunan (KDB). Penetapan nilai ini dengan pertimbangan
belum tersedianya Peta KDB di suatu wilayah.

Untuk memperoleh keterkaitan antara Kriteria nilai wilayah resapan


dengan IPR,ndilakukan penampalan (overlay) peta kondisi eksis dan IPR, dan
selanjutnya disebut Kriteria wilayah resapan berdasarkan IPR. Untuk
memudahkan dalam penilaian maka dibuat klasifikasi dalam dua criteria
yaitu Tinggi dan Rendah, atas dasar nilai tengah. Kriteria IPR baik bila <40%
atau setara dengan KDB 40% (luas lahan/persil yang diijinkan dibangun
sebesar 40%) sedangkan 60% lainnya merupakan ruang terbuka. Kriteria
rendah bila IPR >40%. Kondisi memberikan gambaran semakin tinggi
pemanfaatan ruang akan semakin menghambat besaran air yang masuk
kedalam tanah.
 Kriteria Pemanfaatan Air Tanah Dangkal/Dalam
Pemanfaatan air tanah dangkal/dalam bersumber dari Instansi terkait,
dan atas dasar pengecekan (cuplikan data lapang). Cuplikan data lapang
didasarkan atas kriteria wilayah resapan yang mewakili masing-masing kriteria
wilayah resapan berdasarkan IPR. Jumlah renponden sangat tergantung tingkat
ketelitian yang diharapkan.

55 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

 Kriteria Kepedulian Masyarakat Terhadap Sumur Resapan


Untuk memperoleh gambaran sejauhmana masyarakat peduli terhadap
peranan fungsi air tanah dan pemanfaatannya, juga dilakukan pendataan
bersamaan dengan criteria pemanfaatan air tanah dangkal/dalam. Untuk
memperoleh gambaran tingkat kepedulian masyarakat, dirumuskan sebagai
berikut: TK = (TA + TK) – RM
(TK = tingkat kepedulian masyarakat, TA = tingkat ancaman, TK = Tingkat
keacuhan, RM = rasa untuk memiliki dan memelihara. Bila nilainya negatif, maka
memberikan pengertian memiliki tingkat kepedulian tinggi. Tingkatan-tingkatan
tersebut, diperoleh dari hasil survey lapang dan dirangkum dalam bentuk (%)
tingkatan ancaman, keacuahan dan rasa memiliki untuk memelihara.
 Matrik Penetapan Luas Diameter Sumur Resapan
Penetapan teknologi sumur resapan berdasarkan luas diameter sumur
resapan, secara rinci dianalisis berdasarkan matrik (tabel berikut).
Tabel-4. Kriteria Penampang Sumur Resapan

Dalam matrik lajur pertama merupakan kriteria wilayah resapan, lajur


berikutnya kriteria IPR dan tingkat kepedulian masyarakat. Penetapan luas
penampang sumur resapan didasarkan atas matrik bertingkat yang
menggambarkan luas penampang sumur resapan/ha. Sebagai dasar

56 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

pertimbangan, penetapan luas sumur resapan secara tepat, perlu diserasikan


dengan besaran curah hujan.

57 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

6 Drainase Lahan Rawa

A. Umum
Lahan rawa merupakan sumberdaya masa depan, pernyataan ini boleh jadi
mengandung dua pengertian yang satu sama lain mungkin tidak sejalan.
Pengertian yang pertama bermaksud menginspirasikan bahwa rawa sebagai
suatu ekosistem masih menyimpan banyak misteri yang belum terungkap
sehingga dalam berbagai tulisan mengenai rawa, dikatakan memiliki opsi masa
depan. Pengertian yang kedua, bermaksud menjelaskan bahwa rawa merupakan
pilihan akhir setelah yang lainnya tidak memungkinkan lagi untuk dieksploitasi.
Hal ini dapat kita rasakan saat ini, sedikit demi sedikit sumberdaya yang
tersimpan di daerah rawa mulai terungkap dan opsi untuk berbagai kegiatan
telah dijatuhkan ke daerah rawa. Sebut saja diantaranya reklamasi rawa
dilakukan sebagai suatu upaya meningkatkan fungsi dan pemanfaatannya untuk
kepentingan masyarakat luas, terutama yang bermukim di daerah sekitar. Usaha
pembukaan lahan ini dengan maksud antara lain untuk meningkatkan produksi
pangan, meratakan penyebaran penduduk, mempercepat pembangunan di
daerah dan ketahanan nasional.

B. Tujuan
Tujuan drainase lahan rawa ini adalah untuk menjelaskan pentingnya
drainase bagi lahan pertanian pada lahan rawa. Drainase akan mempengaruhi
kondisi tanah yang langsung berpengaruh pada tingkat kesuburan tanaman.
Keberhasilan program peningkatan produksi pangan melalui pemberdayaan
lahan rawa sangat dipengaruhi oleh sistim drainase yang ada. Serta konsep
sistim drainase yang cocok untuk keperluan pertanian pada lahan rawa.

C. Pengaruh Drainase Terhadap Tanah Pertanian


Drainase secara umum dapat mempengaruhi kondisi tanah pertanian. Yaitu
pengaruhnya terhadap aerasi tanah, kelembaban tanah, transportasi dan
58 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

keefektifan nutrien dan pestisida, temperatur atau suhu tanah, bahan-bahan


racun dan hama penyakit, erosi tanah dan banjir, kesuburan tanaman dan hasil
tanaman. Kesemua pengaruh adalah positif dari perspektif pertanian dan
menggambarkan nilai teknologi drainase untuk produksi pertanian.
1. Aerasi Tanah
Manfaat utama dari sistem perencanaan drainase lahan untuk produksi
pertanian di lahan basah adalah untuk memperbaiki aerasi tanah. Air
yang mengalir didalam tanah akan menyebabkan berkurangnya pertukaran
udara diantara butiran tanah dan atmosfir yang menghasilkan penurunan kadar
oksigen (O2) di zona perakaran serta bertambahnya karbon dioksida (CO2). Hal
ini telah ditemukan bahwa pada konsentrasi oksigen (O2) yang rendah, maka
terjadi pengurangan kadar mineral di dalam tanaman. Konsentrasi oksigen (O2)
yang rendah di dalam tanah juga mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman.
Kondisi aerasi di dalam tanah mempunyai pengaruh yang besar pada
ketersediaan nitrogen (Van Schilfgaarde, 1974). Aerasi tanah yang baik
merupakan akibat dari sistim drainase yang baik.
2. Kelembaban Tanah
Drainase akan mempengaruhi kelembaban tanah, dimana tanah dengan
tingkat kelembaban yang cukup akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan
tanaman. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kelembaban tanah antara
lain rendahnya angka permeabilitas tanah, kemiringan topografi yang kecil,
profil tanah bawah permukaan serta waktu untuk peresapan air yang panjang.
Faktor-faktor tersebut membuat sistim drainase lahan dapat bermanfaat
untuk menaikkan produksi pertanian.
3. Transportasi Nutrien dan Pestisida
Drainase pertanian, baik drainase permukaan maupun drainase bawah
permukaan kadang-kadang mengandung nutrien dan bahan kimia pada
konsentrasi yang cukup, sehingga sangat signifikan untuk mencemari
lingkungan.
4. Suhu Tanah
Tanah yang tidak mengalami proses drainase, suhunya menjadi dingin dan
kelak dapat menghambat pertumbuhan panen tanaman.

59 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

5. Bahan-bahan Beracun dan Hama Penyakit


Drainase membantu menghilangkan penyakit-penyakit yang dapat
merugikan manusia, dan gagal panen. Manfaat bagi tanaman adalah tanaman
hidup lebih subur dan produktif yang akhirnya menghasilkan bertambahnya
nilai ekonomi.
6. Erosi Tanah dan Banjir
Perbaikan drainase bawah permukaan pada lahan pertanian telah ditemukan
pengaruh negatif dan positifnya pada hidrologi dan kualitas air permukaan.
Diantara pengaruh yang signifikan pada drainase bawah tanah pada hidrologi
adalah penurunan muka air tanah, waktu yang pendek saat terjadi banjir, lebih
banyak perkolasinya, berkurangnya aliran permukaan, berkurangnya aliran
bawah tanah. Pada lahan pertanian, perbaikan drainase telah ditemukan
berkurangnya aliran permukaan, tingkat banjir, dan kehilangan sedimen.

D. Rawa
Rawa merupakan dataran rendah yang selalu tergenang air, baik yang
bersifat sementara maupun sepanjang waktu. Genangan ini disebabkan oleh
suatu kondisi pembuangan air atau drainase yang buruk. Rawa bisa juga
merupakan suatu cekungan yang menampung luapan air dari sekitarnya,
misalnya luapan dari sungai akibat pengaruh terjadinya air pasang,
Berdasarkan letaknya, rawa terbagi menjadi 3 macam yaitu:
1. Rawa Lebak (Rawa Pedalaman)
Yaitu suatu dataran yang cekung atau yang dikelilingi oleh perbukitan
dimana drainase alam yang terjadi mengalami hambatan. Curah hujan
yang terjadi lebih besar dari proses evaporasi, infiltrasi, perkolasi maupun aliran
permukaan yang terjadi. Rawa lebak (rawa pedalaman) dapat pula berupa
dataran rendah yang berada dekat atau di pinggir sungai dimana luapan air
sungai di musim hujan dapat menggenangi dataran rendah tersebut. Rawa ini
letaknya sedemikian jauh dari pantai sehingga tidak dipengaruhi oleh pasang
surutnya air laut. Air yang mengalir di dalam sungai pada waktu musim hujan
biasanya berwarna keruh dan banyak mengandung sedimen dan unsur hara

60 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

tanaman. Pada saat air sungai ini melimpas ke tepi sungai di musim hujan, masuk
ke rawa yang ada di kanan kiri sungai, maka sedimen yang butirannya lebih
kasar akan mengendap lebih dulu di tepi sungai dan yang lebih halus akan
mengendap lebih jauh dari sungai. Dengan kondisi genangan ini komposisi
tanahnya akan berlapis-lapis yang dasarnya bahan organik bercampur dengan
endapan. Karena itu ciri rawa lebak letaknya tidak jauh dari sungai besar dan
lahannya sangat subur.
2. Rawa Pantai (Rawa Pasang Surut)
Dataran pantai yang rendah atau daerah rendah dekat pantai di muara atau
dekat muara sungai yang digenangi oleh luapan air pasang akan menjadi rawa
pantai atau rawa pasang surut. Pada saat air laut pasang naik di muara sungai,
mengakibatkan pengaruh pembendungan air (back water effect) dari aliran
sungai kemudian meluap ke kiri kanan sungai dan menggenangi daerah
rendah tersebut.
3. Rawa Lebak yang dipengaruhi pasang surut
Bila sungai yang bermuara ke laut cukup besar, maka pengaruh
pembendungan air (back water effect) sungai oleh air laut ketika terjadi pasang
akan merambat sampai jauh ke hulu sungai. Oleh karena itu daerah lebak
disamping airnya berasal dari luapan air di musim hujan juga ditambah lagi
dengan genangan air sungai di kala terjadi pasang. Rawa seperti ini disebut rawa
lebak yang dipengaruhi pasang surut.

E. Pertanian Pada Lahan Rawa


Lahan rawa merupakan salah satu lahan marginal yang sangat potensial
untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian baru, namun pemanfaatannya
masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan terbatasnya informasi tentang
karakteristik lahan yang dipengaruhi oleh pasang surut dan intrusi air laut serta
besarnya kendala agrofisik dan kimia lahan tersebut. Pengaruh pasang surut dan
intrusi air laut terhadap sifat tanah dan pertumbuhan tanaman timbul karena
tingkat salinitas dan kandungan pirit yang tinggi.
Usaha pengembangan pertanian pada lahan rawa didasarkan pada suatu
konsep pengaturan dan pengendalian air, yaitu air permukaan di saluran dan air

61 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

tanah di lahan rawa. Sedangkan sumber air untuk pengembangan lahan


pertanian dapat berasal dari air hujan dan air pasang surut.
Pengembangan rawa di Indonesia dipelopori oleh orang-orang Bugis yang
memanfaatkan rawa sebagai lahan pertanian. Kemudian di awal Pelita I
dilakukan pengembangan oleh Pemerintah secara nasional, hal ini mengingat
pengetahuan tentang rawa saat itu masih rendah dan mengantisipasi tingkat
resiko kegagalan. Pada tahap ini oleh pemerintah disebut tahap I, dimana
diterapkan “low cost and simple technology dan open system“. Sasarannya adalah
pembuatan saluran drainase yang sederhana tanpa bangunan pengendali.
Akibatnya dapat menyebabkan terjadinya drainase yang berlebihan (over drain)
dan intrusi air asin. Aktivitasnya meliputi pembukaan lahan, persiapan lahan,
pembuatan saluran drainase dan pemeliharaannya.
Tahap berikutnya tahap II, dimana diterapkan “semi controlled system” mulai
hadirnya bangunan air. Realisasi di lapangan, mulai adanya pengaturan dan
pengontrolan air serta manajemen pranata sosial. Pada tahap ini dimulai
kegiatan penanggulangan intrusi air laut serta proses pencucian lahan (leaching).
Tahap berikutnya tahap III, mulai diterapkan “fully controlled system”. Disini
mulai dikembangkan adanya pasokan air yang terpisah antara pasokan air dari
hulu dan saluran pembuangan. Seluruh potensi dikembangkan, tata air
terkontrol penuh, saluran pemberi dan saluran pembuangan terpisah,
berteknologi tinggi dan ada kontrol terhadap muka air tanah. Baru sebagian kecil
pengembangan rawa di Indonesia yang telah mencapai tahapan ini. Tahap IV,
sistim rawa telah berkembang menjadi bagian dari wilayah sungai. Tahap ini
sedang dirancang dan akan dikembangkan oleh pemerintah.

F. Sistem Tata Air


Sistem tata air pada umumnya bisa dibagi atas 3 bagian, yaitu:
a. Tata Air Makro (sungai) adalah tata air pada tingkat kawasan reklamasi dan
berperan menentukan apa yang dapat dicapai dan bagaimana caranya.
b. Tata Air Meso (prasarana hidraulik) adalah penghubung antara tata air mikro
dan makro. Prasarana hidraulik inilah yang harus menyediakan kondisi yang

62 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

layak bagi tata air mikro dan sekaligus juga berfungsi sebagai sarana
transportasi dan pemasok air domestik.
c. Tata Air Mikro (tingkat petak) adalah tata air pada lahan pertanian dan
bertanggung jawab langsung atas tumbuhnya tanaman. Menciptakan
lingkungan yang baik bagi tumbuhnya tanaman adalah tujuan utama dari
sistem tata air ini.
Sistem tata air yang direncanakan harus mampu menjaga dan
mengendalikan muka air tanah agar sesuai dengan kebutuhan zona
perakaran. Ini berarti bahwa muka air tanah harus > 10 cm untuk tanaman
padi dan > 60 cm untuk lahan perkebunan. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka di lahan diterapkan sistem tata air drainase terkendali (drain system
controlled). Jaringan saluran harus mampu mengalirkan kelebihan air dan
mengontrol tinggi muka air, sehingga muka air tanah di lahan tetap terjaga
pada elevasi yang diinginkan.

63 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

5 Contoh Studi

Menentukan Debit Air yang harus dibuang di Lahan Pertahian


Studi Kasus : Studi Perencanaan Jaringan Tata Air di Daerah Rawa Desa Batanjung
Kecamatan Kapuas Kuala Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah

Dalam perhitungan debit saluran drainase, perhitungan didasarkan pada


limpasan hujan lebat yang terjadi dan tingkat aliran puncak. Dalam praktik maka
debit ini bisa berupa aliran di atas permukaan tanah (surface run off) atau
berupa aliran di atas permukaan (sub surface run off). Daerah pengaliran yang
dilengkapi dengan alat pengukur debit akan menyediakan data untuk analisa
dari aliran, tetapi karena hanya sedikitnya daerah pertanian yang diukur secara
langsung maka umumnya besarnya debit dihitung dari data curah hujan.

Adapun dalam memperkirakan jumlah air yang masuk ke dalam saluran drainase
terdapat beberapa metode yang antara lain sebagai berikut : (Suhardjono, 1984)
1. Water balance method
2. Rasional method
3. Drainage modul method
4. Linier reservoir method

Dalam studi kasus perencanaan jaringan tata air daerah rawa desa Batanjung
kabupaten Kapuas ini, jaringan tata air yang akan digunakan adalah
menggunakan reklamasi rawa sistem kolam pasang. Ditemukan oleh tim P4S
Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Penanganan reklamasi
rawa pasang surut ini sering disebut sebagai sistem terbuka. Disebut demikian
karena gerakan air pada sistem ini dapat keluar masuk pada saluran yang sama
tanpa ada hambatan. Oleh sebab itu saluran pada kolam pasang berfungsi ganda
yaitu sebagai saluran pembawa sekaligus dimanfaatkan sebagai saluran drainase

64 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

ketika muka air surut. Layout jaringan tata air dengan sitem kolam pasang ini
dapat di lihat sebagai berikut (Firmansyah, 2014).

Layout Jaringan tata air

Untuk memperoleh besarnya debit buangan dari lahan, dilakukan


perhitungan modulus drainase. Cara perkiraan debit saluran drainase ini dipakai
dengan memperhatikan tinggi genangan yang terjadi pada sawah. Dan untuk
mengontrol tinggi air di lapangan harus diperkirakan dengan membuat sebuah
kapasitas rencana untuk sistem drainase tersebut (Suhardjono, 1984).
Dalam studi kasus ini, debit buangan yang terjadi diakibatkan oleh
besarnya curah hujan yang turun dan pengaruh dari pasang surut. Curah hujan
yang turun dipilih pada kala ulang 5 tahunan dan periode 1 harian sebesar
78.430 mm, 2 harian sebesar 99.704 dan 3 harian sebesar 117.477.
Tabel perhitungan modulus drainase

65 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Menghitung rerata dari modulus drainase yang ada:

= 3,703 lt/dt/ha
Dari perhitungan di atas dikalikan faktor drainase yang disebabkan oleh pasang
surut:

Dari data yang diketahui dan hasil perhitungan modulus drainase di atas dapat
digambarkan grafik sebagai berikut:

Grafik hubungan curah hujan dan kecepatan aliran

Dari grafik di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :


Rn = curah hujan 1 harian, 2 harian dan 3 harian dengan kala ulang 5 tahunan
Dc = besar drain module yang sudah dikalikan factor drainase yang
diakibatkan pasang surut = 5,992 l/det/ha
a = sisa curah hujan waktu surut hari pertama selama 14 jam 50 menit yaitu
78,430 – 35,167 = 43,253 mm

66 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

a’ = curah hujan yang tertahan waktu pasang hari kedua selama 10 jam yaitu
81,879 – 35,167 = 46,712 mm
b = sisa curah hujan waktu surut hari kedua selama 14 jam 50 menit yaitu
99,704 – 63,176 = 36,528 mm
b’ = curah hujan yang tertahan waktu pasang hari ketiga selama 10 jam yaitu
102,902 – 63,176 = 39,726 mm
c = sisa curah hujan waktu surut hari ketiga selama 14 jam 50 menit yaitu
117,477 – 87,686 = 29,791 mm
c’ = curah hujan yang tersisa di saluran waktu pasang hari ketiga selama 10
jam yaitu 122,787 – 87,686 = 35,101 mm
Syarat dan ketentuan drainase:

Jadi dari grafik di atas diketahui bahwa syarat dan ketentuan drainase telah
terpenuhi. Sehingga dapat direncanakan dimensi saluran tersier (drainase)
untuk menampung atau membuang kelebihan air yang diakibatkan oleh
tingginya intensitas hujan sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman
(Firmansyah, 2014).

67 | Y u s A k t i v a P M .
Tugas| T e k n i k D r a i n a s e

Daftar Pustaka
Budi Triadi, L., 2002. Pengelolaan Sistim Tata Air Lahan Rendah, Prosiding
Peringatan Hari Air Sedunia 2002 dan Forum Air Indonesia II, Pekanbaru.
Brown, Larry C. and Zucker, Lesile A., 1988. Agriculture Drainage, Water Quality
Impacts and Subsurface Drainage Studies in Midwest, The Ohio State
University Extention Bulletin, Ohio.
Chandra A. Madramootoo, 2002. Agriculture, Environmental and Socio-economic
Benefits of Drainage, The Plastics Pipe Institute.
Chow, Ven Te. 1997 Open Channel Hydraulics. Terjemahan E.V nensi Rosalina.
Jakarta: Erlangga
Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Perencanaan Sistem Drainase Jalan. Jakarta:
PU
Hasmar Halim A.H (2011). Drainasi Terapan. Yogyakarta: Penerbit UII Press.
Kamiana, I Made. 2010. Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Marsi, 2002. Karakteristik Kimia dan Kesuburan Tanah Serta Kualitas Air Daerah
Rawa Pasang Surut, Bahan Pelatihan Nasional Manajemen Daerah Rawa,
Palembang.
Mulyanto. 2013. Penataan Drainase Perkotaan. Graha Ilmu Yogyakarta.
Mursaha Manan, Ir., 2002. Rancangan Sistem Drainase (Jaringan Reklamasi),
Sistem Reklamasi Rawa, Saluran dan Pintu Air. Pusat Penelitian Manajemen
Air dan Lahan, Lembaga Penelitian, Universitas Sriwijaya.
Sugiharto, 2008. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta:Universitas
Indonesia
Soemarto. C. D. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya : Penerbit Usaha Nasional.
Sosrodarsono, Suyono, 1980. Hidrologi untuk Pengairan. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Yogyakarta
Dewi, Ajeng K. 2014. Evaluasi Sistem Saluran Drainase Di Ruas Jalan Solo Sragen
Kabupaten Karanganyar, E-Jurnal MATRIKS TEKNIK SIPIL Volume 2
Nomor.1:halaman2

68 | Y u s A k t i v a P M .

Anda mungkin juga menyukai