Dibuat oleh:
Nim: 2041320015
Kelas: 2MRK4
Bab I
Pengantar Sistem Drainase Perkotaan
1.1. Pengertian Drainase
Menurut Suripin, drainase berasal dari kata “drainage” yang memiliki arti menguras,
membuang, dan mengalihkan air. Drainase perkotaan (urban drainage) didefinisikan sebagai
ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya
dengan kondisi lingkungan yang ada di kawasan kota. Desain drainase perkotaan memiliki
keterkaitan dengan tata guna lahan, rencana tata ruang kota, dan kondisi sosial ekonomi budaya
masyarakat.
1.2. Fungsi Drainase
Secara sederhana, fungsi drainase sendiri adalah meminimalisir material maupun
imaterial yang diakibatkan oleh banjir di kawasan perkotaan. Drainase perkotaan berfungsi
sebagai bangunan air yang menampung kelebihan air yang disebabkan oleh volume hujan
yang tinggi atau durasi hujan yang lama, yang mana keadaan aur di atas tanah maupun di
dalam tanah.
1.3. Jenis Drainase
Drainase memiliki beberapa kategori untuk digunakan, berikut adalah jenis-jenis drainase:
1.3.1. Drainase menurut sejarah terbentuknya
a. Drainase Alamiah (Natual Drainage)
Drainse yang terbentuk secara alami dan tidak ada campur tangan manusia.
Terdiri dari kali dan sungai.
b. Drainase Buatan
Drainase yang terbentuk dengan campur tangan manusia berdasarkan
dasar-dasar perencanaan drainase.
1.3.2. Drainase menurut letaknya
a. Drainase Permukaan (Surface Drainage)
Drainase yang berada di permukaan tanah yang berfungsi menampung
limpasan air hujan.
b. Drainase Bawah Permukaan (Sub-Surface Drainage)
Aliran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui
media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa) dan menangkap air di bawah
permukan tanah.
1.3.3. Drainase menurut fungsi
a. Terpisah (Single Purpose)
Saluran yang menyalurkan satu jenis aliran saja, seperti air limbah dan air bersih
saja.
b. Tercampur (Multi Purpose)
Saluran yang menyalurkan air hujan dan limbah cair secara bersamaan maupun
bergantian.
1.3.4. Drainase menurut konstruksi
a. Saluran Terbuka
Saluran ini biasanya digunakan untuk saluran tercampur, biasa berbentuk
persegi atau trapesium.
b. Saluran tertutup
Saluran ini biasanya digunakan untuk satu jenis aliran air saja seperti air kotor
atau air besih saja, sering dijumpai dalam bentuk aliran pipa.
1.3.5. Drainase menurut daerah pelayanan
a. Drainase Minor
Jaringan drainase yang melayani kawasan dalam perkotaan yang telah
terbangun. Aliran ini merupakan jenis aliran yang melayani tangkapan air hujan
dengan debit yang kecil.
b. Drainase Mayor
Jaringan yang menyalurkan langsung menuju sungai, danau, atau sumber air
terdekat. Aliran ini merupakan jenis aliran yang melayani tangkapan air dengan
debit air yang besar.
Perubahan guna lahan. ini dapat tejadi karena ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab, yaitu adanya perluasan batas kota, adanya peremajaan di pusat 13 kota, adanya
perluasan jaringan infrastruktur dan adanya pertumbuhan atau hilangnya pemusatan
aktivitas tertentu. Perubahan guna lahan juga terjadi karena kegagalan mempertermukan
aspek dan politis dalam suatu manajemen yang dipengaruhi oleh perubahan pada sistem
pembangunan, sistem aktivitas dan sistem lingkungan hidup. Perubahan tata guna lahan
suatu wilayah dalam perkotaan salah satunya akan berpengaruh terhadap kebutuhan sarana
jalan dan drainase.
Sarana drainase yang baik akan menjadi solusi untuk menanggulangi genangan dan
banjir yang mungkin terjadi akibat peningkatan volume limpasan permukaan yang
diakibatkan perubahan tataguna lahan tersebut. Penanganan banjir perkotaan adalah
dengan cara-cara sebagai berikut.
a) Efektif
Dapat mengeringkan air pada permukaan perkerasan jalan dengan cepat.
b) Efisien
Layout jaringan,bentuk, dan dimensi harus mempertimbangkan factor ekonomi
c) Aman
Mampu mengalirkan air dalam kapasitas yang telah direncanakan,dan aman bagi orang
disekitarnya.
d) Kemudahan pemeliharaan
Perencanaan sistem drainase harus mempertimbangkan segi kemudahan dan nilai ekonomis
pemeliharaannya.
e) Terpadu
Memperhatikan pertumbuhan penduduk, perubahan tata guna lahan, dan satu kesatuan dengan
daerah sekitarnya
f) Berwawan Lingkungan dan Berkelanjutan
mampu mengendalikan kelebihan air permukaan dan lebih banyak memiliki kesempatan untuk
meresap ke dalam tanah. Hal ini ditujukan untuk konservasi air tanah dan kebutuhan akan
kapasitas saluran dapat dikurangi.
Tahap perencanaan jaringan drainase sistem tercampur antara air hujan dan air limbah adalah:
a. perencanaan tata letak (layout) jaringan drainase yang terdiri atas saluran-saluran dan
bangunan-bangunan
b. perhitungan debit banjir rancangan menggunakan analisa hidrologi
c. perhitungan debit air limbah
d. perencanaan dimensi saluran menggunakan analisa hidrolike
e. perencanaan dimensi bangunan-bangunan drainase.
a. Data klimatologi
b. Data hidrologi
c. Data sistem drainase yang ada
d. Data peta
e. Data kependudukan
BAB II
TATA LETAK JARINGAN DRAINASE PERKOTAAN
Perencanaan dan pengembangan sistem bagi suatu daerah perkotaan yang baru harus diselaraskan
dengan sistem drainase alami yang sudah ada, agar keadaan aslinya dapat dipertahankan sejauh
mungkin (Togi, 1996).
Sistem drainase yang akan direncankan untuk tata guna sebuah lahan sebaiknya menyesuaikan
dengan fungsi dan penggunaan lahan di wilayah tersebut. Berikut adalah pembahasannya :
a. Zona perdagangan
Sistem drainase yang disarankan pada daerah pertokoan, kawasan perdagangan, pasar, atau hotel
adalah sistem drainase terpisah antara air limbah dan air hujan.
b. Zona pendidikan
Pada zona ini sangat disarankan pembuatan sumur resapan sebagai pelengkap sistem drainase dan
membangun perkerasan dengan paving.
c. Zona permukiman
Alternatif saluran yang digunakan adalah saluran bawah tanah atau menggunakan kolam resapan
kolektif.
Jaringan drainase merupakan salah satu bagian dari sistem jalan raya yang terdiri atas :
ANALISA HIDROLOGI
3.1.PENGERTIAN HIDROLOGI
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian, pergerakan, sirkulasi, dan distribusi air di
bumi.Termasuk di dalam ranah imlu hidrologi adalah sifat-sifat fisis air, perubahan bentuk air, di di
darat, laut, dan.udara. Namun demikian hidrologi erat kaitannya dengan ketidakpastian.Ketidakpastian
dalan hidrologi bersumber dari sifat keacakan alam, keterbatasan teori dalam menjelaskan fenomena
alam, dan ketidakakuratan dalam pencatatan data. Sehubungan dengan ini, terdapat faktor keyakinan
perencana dalam pemanfaatan hidrologi untuk perencanaan bangunan air.
Hidrologi teknik adalah aplikasi dari ilmu hidrologi yang berkaitan dengan perencanaan teknis dan
pelaksanaan proyek yang di dalamnya terdapat aspek pemanfatan dan pengaturan air.
3.2.SIKLUS HIDROLOGI
Data hidrologi utama yang diperlukan dalam perencanaan drainase adalah data hujan. Jika
tersedia, maka data pengamatan debit banjir di sungai, evaporasi, dan infiltrasi dapat digunakan juga.
Data hujan didapat dari pengamatan menggunakan alat ukur di darat manual, alat ukur di darat
otomatis, radar, atau satelit. Gambar 3.3 menunjukkan bentuk data hujan yang didapatkan dari Badan
Meteorologi dan Geofisika.
- alat ukur diganti dengan spesifikasi yang berbeda atau dengan standar kalibrasi
yang berbeda
- alat ukur dipindah
- lingkungan dimana alat ukur berada berubah, misalnya karena adanya bangunan
baru yang terlalu besar di sekitarnya.
Uji konsistensi dilakukan dengan metode Kurva Massa Ganda . Prosesnya adalah dengan
menguuji konsistensi kumulatif data hujan di sesatu stasiun untuk sepuluh tahun pengamatan dan
membandingkannya pada waktu yang bersamaan dengan kumulatif data hujan di stasiun lain yang
mengelinginya.
600 557.77
400 426.67
335.27
200 186.67
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa data tahun 2013 dan 2014 menyimpang
dari trend sebelumnya. Untuk itu nilainya dapat dikoreksi dengan cara mengalikan
kumulatif data Stasiun D tahun 2013 dan 2014 dengan faktor koresi m1/m2. Hasilnya
ditunjukkan di gambar di bawah ini.
Gambar 3.3 Grafik uji konsistensi sesudah koreksi
Curah hujan yang diperlukan untuk merencanakan bangunan air pada suatu titik di dalam DAS adalah
data curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Data ini merupakan rata-rata dari tiga
stasiun hujan atau lebih atau rata-rata dari titik- titik pengamataan hujan dari radar/satelit pada daerah
tesebut. Dua metode yang banyak digunakan dalam perencanaan drainase adalah metode rata-rata
aljabar dan metode poligon Thiessen.
a. Rata-rata aljabar
Metode ini sesuai untuk digunakan di daerah yang datar dengan posisi stasiun
hujan yang merata tersedia di dalam DAS. DAS dengan luas di bawah 500 km2
dapat menggunakan metode ini. Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Σdi
d=
n
Di mana:
d = Curah hujan rata-rata daerah
n = Jumlah data
b. Poligon Thiessen
Metode ini melibatkan luas daerah pengaruh setiap stasiun hujan terhadap
perhitungan rata-ratanya. Metode ini sesuai untuk digunakan di DAS seluas 500
– 5000 km2 (Soemarto, 1987). Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Σdi . Ai
d=
A
Di mana:
d = Curah hujan rata-rata daerah
Daerah pengaruh Thiessen dapat digambar dan dihitung seperti pada sketsa
berikut ini.
AC
Sta.C
Sta.A
AA
Sta.B
AB
desain. Dengan demikian nilai curah hujan rancangan akan semakin besaran dengan untuk kala ulang
yang semakin besar. Perlu dicatat bahwa makna kala ulang bukan berarti hujan yang terjadi setiap
beberapa tahun sekali dan juga tidak berkenaan dengan usia guna konstruksi bangunan air.
Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai periode ulang tertentu,
periode ulang untuk perencanaan saluran drainase kota dan bangunan-bangunannya yang dianjurkan
yaitu:
Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran saluran, dan jenis kota
yang akan direncanakan. Untuk bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama
besaran tertentu, baik frekuensi persatuan waktu maupun kala ulangnya. Metode
yang digunakan (Soemarto, 1987):Pemilihan distribusi ditetapkan berdasarkan nilai koefisien
kepencengan (skewness)dan koefisien sepuncakan (kurtosis) yang dirumuskan sebagai berikut:
Di mana:
Cs = Koefisien kepencengan
Ck = Koefisien kepuncakan
n = Jumlah data
S = Standar deviasi
Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut:
Xranc = Curah hujan rancangan
X = Rata-rata hujan
Yt = Reduced variate =
Dari hasil perhitungan didapat nilai S, Cs, dan Ck masing-masing adalah 25,45;
2,021; dan 4,667. Dengan demikian data ini sesuai untuk dapat diolah dengan
Log Pearson III. Untuk kala ulang 10 tahun, perhitungan selanjutnya diberikan di
bawah ini.
Pada distribusi ini, semua data terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk
Di mana:
Cs = Koefisien kepencengan
Berikut ini diberikan contoh perhitungan curah hujan rancangan dengan metode
Log Pearson Tipe 3untuk dat hujan berikut ini.
Tabel 3.11 Data perhitungan curah hujan rancangan metode Log Pearson 3
tertentu. Derajat kebebasan untuk pengujian distribusi hujan dihitung dengan n-1-2,
di mana n adalah jumlah data.
Gambar 3.6 Kertas Distribusi Log Pearson
Jika curah hujan jatuh pada suatu permukaan yang kedap air dengan laju yang
konstan maka akhirnya pada suatu saat laju banyaknya aliran permukaan akan sama
dengan laju banyaknya curah hujan. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi
ini dinamakan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan
oleh air hujan untuk mengalir dari titik terjauh pada suatu menuju titik tertentu yang
ditinjau pada daerah pengaliran (titik pengamatan). Waktu konsentrasi dapat juga
disebut sebagai lama waktu pengaliran air di permukaan atau waktu drainase
di mana:
tc = waktu konsentrasi
t0 = waktu terlama yang dibutuhkan oleh air hujan untuk mengalir di atas
permukaan tanah kesaluran yang terdekat
td = waktu yang diperlukan air hujan mengalir di dalam saluran
Pada sketsa berikut ini dijelaskan pengertian waktu konsentrasi pada suatu
daerah pengaliran.
BADAN JALAN
D
A
ARAH
ALIRAN
LIMPASAN
PERMUKAAN
B C
1
SALURAN DRANASE
2
Hujan yang turun di atas badan jalan A-B-C-D akan menjadi limpasan permukaan.
Limpasan permukaan yang terjadi akan ditampung oleh saluran 1-2. Badan jalan A-
B-C-D disebut daerah pengaliran dari saluran 1-2. Proses limpasan dimulai dari titik
A ke Titik B (t0) sampai di Titik C (td).
Nilai tc dan td dirumuskan sebagai berikut.
di mana:
Metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan
adalah Metode Kirpich (Subarkah, 1980):
di mana:
Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun
waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992). Curah hujan rancangan
yang diperhitungkan pada analisa hidrologi memiliki satuan mm. Untuk
mendapatkan distribusi hujan jam-jaman, perlu diperhitungkan intensitas curah hujan.
Metode yang dapat digunakan adalah Mononobe, Van Breen, Bell Tanimoto, atau
Hasper dan Der Weduwen.
Menurut hasil penelitian Van Breen di Indonesia, intensitas curah hujan dapat
diperhitungkan sebagai berikut (Suripin, 2003)
Di mana
Penentuan kapasitas atau daya angkut dari sarana drainase harus diawali
dengan menghitung/memperkirakan debit aliran permukaan (debit banjir rancangan)
yang harus dibuang oleh sarana drainase tersebut. Debit banjir rancangan adalah
debit banjir yang dipakai untuk dasar perencanaan pengendalian banjir yang
dinyatakan menurut kala ulang tertentu. Asumsi dasar yang ada selama ini adalah
bahwa kala ulang debit ekivalen dengan kala ulang hujan. Penentuan kala ulang
untuk perencanaan drainase telah diberikan pada bagian sebelumnya. Banjir
rancangan ditentukan tidak terlalu kecil agar jangan terlalu sering terjadi ancaman
perusakan bangunan atau daerah-daerah sekitarnya oleh banjir yang lebih besar,
tetapi juga tidak terlalu besar sehingga bangunan kita menjadi tidak ekomonis.
C = koefisien pengaliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A =
Luas daerah pengaliran (hektar)
C (Koefisien Pengaliran)
Perhitungan koefisien pengaliran (C) dapat menggunakan data peta citra dari
google earth untuk melakukan justifikasi luasan tataguna lahan
Dimana
Dengan menggunakan rumus tersebut maka data yang harus dimiliki adalah
data hujan jam-jaman. Data hujan jam-jaman tergolong data yang sulit didapatkan
karena data tersebut berisi data pencatatan hujan setiap jam, jadi data tersebut hanya
bisa didapatkan jika pengukuran hujan menggunakan alat penakar hujan otomatis.
BAB IV
Pn P0 Ka (Tn T0 )
P P1
Ka a
T2 T1
Di mana:
Pn P0 (1 r) n
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
P0 = jumlah penduduk pada tahun dasar
n = jumlah interval
r = laju pertumbuhan penduduk
Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk
menunjang segala kegiatan manusia, meliputi air bersih domestik dan non domestik,
air irigasi baik pertanian maupun perikanan, dan air untuk penggelontoran kota.
Kebutuhan air domestik ditentukan oleh jumlah penduduk, dan konsumsi per
kapita. Secara rata-rata jumlah kebutuhan air bersih domestik adalah 120-140
liter/orang/hari.
Kebutuhan air non-domestik yang meliputi pemanfaatan komersial, kebutuhan
institusi, dan kebutuhan industri dapat mencapai 20% sampai 25% dari total suplai
air. Kebutuhan air komersial cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan
penduduk dan perubahan tataguna lahan. Kebutuhan institusi meliputi kebutuhan air
untuk sekolah, rumah sakit, gedung pemerintah, tempat ibadah, dan lain-lain.
Besaran kebutuhan air ini diasumsikan sebesar 5% dari total suplai air. Kebutuhan
untuk industri bergantung pada jenis dan macam kegiatan industri. Sebagai estimasi,
2% dari total suplai air dapat dipakai sebagai dasar dan acuan perhitungan. (Kodoatie
dan Sjarief, 2005).
4.3 VOLUME AIR LIMBAH
Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat dipergunakan
lagi untuk tujuan semula baik dari aktivitas dapur, kamar mandi, atau cuci.
Kuantitasnya air limbah dapat diasumsikan adalah 50% - 70% dari rata-rata
pemakaian air bersih (120-140 liter/orang/hari).
Sebagai contoh, untuk rumah tipe 70 volume air limbahnya adalah sebagai
berikut :
Jumlah penghuni diasumsikan sebanyak 7 orang
Kebutuhan air bersih = 300 liter/hari/orang =
0,000003629 m³/detik Debit air kotor = 0,000003629
m³/detik x 7 orang = 0,00002540 m³/detik.
BAB V
ANALISA HIDROLIKA
Secara umum sifat saluran drainase ada dua macam, yaitu terbuka dan tidak
terbuka.
1. Saluran Terbuka
Saluran terbuka adalah saluran tanpa penutup di mana terdapat permukaan air yang
bebas (free surface). Permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara
luar secara langsung (open channel flow).
2. Saluran Tertutup
Saluran tidak terbuka adalah saluran yang tidak memiliki penutup di bagian
atasnya. Jika air memenuhi seluruh bagian penampang saluran tersebut, maka
secara hidrolika saluran ini disebut saluran tertutup atau aliran pipa (pipe flow).
5.3. BAHAN SALURAN DRAINASE
Lapisan dasar dan dinding saluran drainase tanah erosi bisa dibuat dari: beton,
pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor, baja, plastik, dll. Pilihan
materialnya tergantung pada tersedianya serta harga bahan, cara konstruksi saluran.
Tetapi pada prakteknya di Indonesia hanya ada tiga bahan yang dianjurkan
pemakaiannya, yaitu pasangan batu, beton, dan tanah.
2
1
V = R 3 √S
n
Di mana:
Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dapat ditulis sebagai berikut :
A =B–h
P = B + 2h
A
R =
P
B = 2h atau R = ½ h
R=½h
Untuk saluran lingkaran yang tidak terisi penuh, penampang terekonomis adalah:
R = 0.608 r
R = 0.537 r
R = ½ h√2
5.7 JAGAAN
9
6
6
Gambar 5.3 Lay out jaringan drainase untuk perencanaan dimensi
BAB VI
Hal yang perlu diperhatikan untuk keamanan, sumur resapan perlu dilengkapi
dengan dinding. Bahan-bahan yang diperlukan untuk sumur resapan meliputi:
saluran pemasukan/pengeluaran dapat menggunakan pipa besi, pipa paralon,
buis beton, pipa tanah liat, atau dari pasangan batu.
dinding sumur dapan menggunakan anyaman bambu, drum bekas, tangki
fiberglass, pasangan batu bata, atau buis beton.
dalam sumur dan sela-sela antara galian tanah dan dinding tempat air
meresap dapat diisi dengan ijuk atau kerikil.
setempat. Penempatan sumur resapan harus memperhatikan letak septik tank, sumur
air minum, posisi rumah dan jalan umum. Jarak minimum sumur resapan dengan
bangunan lainnya adalah sebagai berikut.
8 Pohon besar 3
Gambar 6.7 Tata Letak Sumur Resapan Untuk Resapan Air Hujan Rumah Tinggal
6.5 Curb/Gutter Inlet
Pada drainase jalan raya di dalam kota, dibutuhkan inlet. Inlet tegak umumnya
berbentuk pesegi. Perlu diperhatikan bahwa tinggi jagaan minimal harus
dipetahankan sehingga air di dalam saluran tidak keluar lagi ke permukaan tepi jalan
melewati inlet tegak tersebut. Inlet hasil produksi pabrik umumnya mempunyai nilai
efisiensi. Jarak antar dari inlet biasanya direncanakan sekitar 10 m sampai 30 m.
Gambar 6.8 Potongan Tegak Inlet Tegak Drainase Jalan Raya