Anda di halaman 1dari 48

TUGAS BESAR DRAINASE PERKOTAAN

“Perhitungan Curah Hujan Rancangan Dan Pembuatan Drainase Sederhana”

Dibuat oleh:

Nama: Silfia Nadiyatul Ula

Nim: 2041320015

Kelas: 2MRK4
Bab I
Pengantar Sistem Drainase Perkotaan
1.1. Pengertian Drainase
Menurut Suripin, drainase berasal dari kata “drainage” yang memiliki arti menguras,
membuang, dan mengalihkan air. Drainase perkotaan (urban drainage) didefinisikan sebagai
ilmu drainase yang mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya
dengan kondisi lingkungan yang ada di kawasan kota. Desain drainase perkotaan memiliki
keterkaitan dengan tata guna lahan, rencana tata ruang kota, dan kondisi sosial ekonomi budaya
masyarakat.
1.2. Fungsi Drainase
Secara sederhana, fungsi drainase sendiri adalah meminimalisir material maupun
imaterial yang diakibatkan oleh banjir di kawasan perkotaan. Drainase perkotaan berfungsi
sebagai bangunan air yang menampung kelebihan air yang disebabkan oleh volume hujan
yang tinggi atau durasi hujan yang lama, yang mana keadaan aur di atas tanah maupun di
dalam tanah.
1.3. Jenis Drainase
Drainase memiliki beberapa kategori untuk digunakan, berikut adalah jenis-jenis drainase:
1.3.1. Drainase menurut sejarah terbentuknya
a. Drainase Alamiah (Natual Drainage)
Drainse yang terbentuk secara alami dan tidak ada campur tangan manusia.
Terdiri dari kali dan sungai.
b. Drainase Buatan
Drainase yang terbentuk dengan campur tangan manusia berdasarkan
dasar-dasar perencanaan drainase.
1.3.2. Drainase menurut letaknya
a. Drainase Permukaan (Surface Drainage)
Drainase yang berada di permukaan tanah yang berfungsi menampung
limpasan air hujan.
b. Drainase Bawah Permukaan (Sub-Surface Drainage)
Aliran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui
media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa) dan menangkap air di bawah
permukan tanah.
1.3.3. Drainase menurut fungsi
a. Terpisah (Single Purpose)
Saluran yang menyalurkan satu jenis aliran saja, seperti air limbah dan air bersih
saja.
b. Tercampur (Multi Purpose)
Saluran yang menyalurkan air hujan dan limbah cair secara bersamaan maupun
bergantian.
1.3.4. Drainase menurut konstruksi
a. Saluran Terbuka
Saluran ini biasanya digunakan untuk saluran tercampur, biasa berbentuk
persegi atau trapesium.
b. Saluran tertutup
Saluran ini biasanya digunakan untuk satu jenis aliran air saja seperti air kotor
atau air besih saja, sering dijumpai dalam bentuk aliran pipa.
1.3.5. Drainase menurut daerah pelayanan
a. Drainase Minor
Jaringan drainase yang melayani kawasan dalam perkotaan yang telah
terbangun. Aliran ini merupakan jenis aliran yang melayani tangkapan air hujan
dengan debit yang kecil.
b. Drainase Mayor
Jaringan yang menyalurkan langsung menuju sungai, danau, atau sumber air
terdekat. Aliran ini merupakan jenis aliran yang melayani tangkapan air dengan
debit air yang besar.

1.4. Jaringan Drainase Sebagai Bagian Dari Struktur Perkotaan


Dalam pengertian geografis, kota adalah suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-
rumahnya berkelompok-kelompok, dan mata pencaharian penduduknya bukan
pertanian. Kota-kota besar di Indonesia akan mengalami perkembangan yang terus meningkat
di masa yang akan datang. Elemen dari perencanaan wilayah kota adalah bangunan, ruang
publik, transportasi, dan lansekap.
Dalam konteks perencanaan wilayah kota, pengertian sistem drainase perkotaan adalah
prasarana yang terdiri atas sekumpulan sistem saluran di dalam kota yang berfungsi
mengeringkan lahan perkotaan dari banjir/genangan akibat hujan dengan cara mengalirkan
kelebihan air permukaan ke badan air melalui sistem saluran- saluran tersebut.

Sebagaimana diuraikan di SNI 02-2406-1991 mengenai Perencanaan Umum


Drainase Perkotaan, idealnya pada rencana induk kota, sistem drainase perkotaan
harus dikembangkan salurannya secara sendiri, mulai dari air hujan, masuk ke
selokan/parit sampai dengan meresap ke dalam tanah kembali atau mengalir ke
sungai dan bermuara di laut.

1.5. Banjir Perkotaan


Banjir adalah air yang menggenang di permukaan lahan yang biasanya kering secara
tidak normal, baik berasal dari hujan maupun dari luapan air sungai atau saluran. Banjir di
perkotaan disebabkan oleh :

 urbanisasi yang tak terkontrol


 perluasan daerah permukiman
 perubahan tata guna lahan menjadi daerah yang dibangun dan perluasan lahan yang kedap
air
 pengisian daerah dataran rendah dengan bangunan tanpa atau dengan sedikit pertimbangan
atas drainase
 penghambatan sistem drainase utama dengan konstruksi yang tak berizin
 ketidakcukupan saluran drainase untuk hujan dan limbah di daerah permukiman yang
diperluas
 lemahnya sistem pemeliharaan
 lemahnya koordinasi antara organisasi-organisasi yang terkait dengan pembangunan
 sampah pada saluran drainase.

Perubahan guna lahan. ini dapat tejadi karena ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab, yaitu adanya perluasan batas kota, adanya peremajaan di pusat 13 kota, adanya
perluasan jaringan infrastruktur dan adanya pertumbuhan atau hilangnya pemusatan
aktivitas tertentu. Perubahan guna lahan juga terjadi karena kegagalan mempertermukan
aspek dan politis dalam suatu manajemen yang dipengaruhi oleh perubahan pada sistem
pembangunan, sistem aktivitas dan sistem lingkungan hidup. Perubahan tata guna lahan
suatu wilayah dalam perkotaan salah satunya akan berpengaruh terhadap kebutuhan sarana
jalan dan drainase.

Sarana drainase yang baik akan menjadi solusi untuk menanggulangi genangan dan
banjir yang mungkin terjadi akibat peningkatan volume limpasan permukaan yang
diakibatkan perubahan tataguna lahan tersebut. Penanganan banjir perkotaan adalah
dengan cara-cara sebagai berikut.

 Diadakan penyuluhan akan pentingnya kesadaran membuang sampah.


 Dibuat bak pengontrol serta saringan agar sampah yang masuk ke drainase dapat dibuang
dengan cepat agar tidak mengendap.
 Peningkatan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki konservasi
lingkungan.

1.6. Dasar-Dasar Perencanaan Drainase


Dalam sebuah perencanaan system drainase memiliki prinsip sebagi berikut :

a) Efektif
Dapat mengeringkan air pada permukaan perkerasan jalan dengan cepat.
b) Efisien
Layout jaringan,bentuk, dan dimensi harus mempertimbangkan factor ekonomi
c) Aman
Mampu mengalirkan air dalam kapasitas yang telah direncanakan,dan aman bagi orang
disekitarnya.
d) Kemudahan pemeliharaan
Perencanaan sistem drainase harus mempertimbangkan segi kemudahan dan nilai ekonomis
pemeliharaannya.
e) Terpadu
Memperhatikan pertumbuhan penduduk, perubahan tata guna lahan, dan satu kesatuan dengan
daerah sekitarnya
f) Berwawan Lingkungan dan Berkelanjutan
mampu mengendalikan kelebihan air permukaan dan lebih banyak memiliki kesempatan untuk
meresap ke dalam tanah. Hal ini ditujukan untuk konservasi air tanah dan kebutuhan akan
kapasitas saluran dapat dikurangi.

Tahap perencanaan jaringan drainase sistem tercampur antara air hujan dan air limbah adalah:

a. perencanaan tata letak (layout) jaringan drainase yang terdiri atas saluran-saluran dan
bangunan-bangunan
b. perhitungan debit banjir rancangan menggunakan analisa hidrologi
c. perhitungan debit air limbah
d. perencanaan dimensi saluran menggunakan analisa hidrolike
e. perencanaan dimensi bangunan-bangunan drainase.

Data-data yang diperlukan untuk analisa tersebut adalah:

a. peta situasi daerah studi


b. peta topografi daerah studi 15
c. peta tata guna lahan dan perkembangannya
d. peta jaringan fasilitas
e. denah rencana dan potongan memanjang jalan
f.data hidrologi berupa data pengamatan hujan harian maksimum tahunan dari minimal 3
stasiun selama 10 tahun
g. data kependudukan
h. data kondisi tanah

Sumber data-data tersebut adalah sebagai berikut:

a. Data klimatologi
b. Data hidrologi
c. Data sistem drainase yang ada
d. Data peta
e. Data kependudukan
BAB II
TATA LETAK JARINGAN DRAINASE PERKOTAAN

2.1 FUNGSI LAHAN DAN TATA LETAK DRAINASE


Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani persoalan kelebihan air yang
berada di atas permukaan tanah maupun air yang berada di bawah permukaan tanah (Wesli, 2008).

Perencanaan dan pengembangan sistem bagi suatu daerah perkotaan yang baru harus diselaraskan
dengan sistem drainase alami yang sudah ada, agar keadaan aslinya dapat dipertahankan sejauh
mungkin (Togi, 1996).

Sistem drainase yang akan direncankan untuk tata guna sebuah lahan sebaiknya menyesuaikan
dengan fungsi dan penggunaan lahan di wilayah tersebut. Berikut adalah pembahasannya :
a. Zona perdagangan
Sistem drainase yang disarankan pada daerah pertokoan, kawasan perdagangan, pasar, atau hotel
adalah sistem drainase terpisah antara air limbah dan air hujan.
b. Zona pendidikan
Pada zona ini sangat disarankan pembuatan sumur resapan sebagai pelengkap sistem drainase dan
membangun perkerasan dengan paving.
c. Zona permukiman
Alternatif saluran yang digunakan adalah saluran bawah tanah atau menggunakan kolam resapan
kolektif.

2.2 TATA LETAK JARINGAN DRAINASE DENGAN PERUNTUKAN


KHUSUS

a. Drainase Pada Zona Wisata


Pada zona ini, air hujan yang ditampung di kolam dapat digunakan sebagai sarana wisata pancing
sehingga sistem drainase air hujan diarahkan ke kolam tersebut.
b. Drainase Jalan Raya
Umumnya di perkotaan dan luar perkotaan, drainase jalan raya selalu menggunakan drainase
muka tanah (surface drainage). Bagian-bagian sistem konstruksi jalan raya adalah :
 Penguat tebing (perkuatan lereng, stabilisasi timbunan, dinding penahan).
 Bangunan pengaman lalu lintas (pagar, patok pengarah) sarana pengatur lantas.
 Saluran samping.
 Gorong-gorong.
 Bangunan pelengkap.
 Bak penampung.
 Kemiringan melintang jalan.
 Kemiringan melintang bahu jalan.

Jaringan drainase merupakan salah satu bagian dari sistem jalan raya yang terdiri atas :

 Jalur lalu lintas


 Lajur lalu lintas
 Bahu jalan
 Trotoar
 Median
 Saluran dan bangunan drainase
 Kerb
 Talud
 Pengaman tepi
c. Drainase Lapangan Terbang
Kemiringan keadaan melintang untuk runway umumnya lebih kecil atau sama dengan 1,50 %,
kemiringan shoulder ditentukan antara 2,50 % sampai 5 %. Kemiringan kearah memanjang
ditentukan sebesar 0,10 %, ketentuan dari FAA.
d. Drainase Lapangan Olahraga
Drainase lapangan olahraga direncanakan berdasarkan infiltrasi atau resapan air hujan pada
lapisan tanah.
e. Drainase Pada Zona Industri
Kawasan industri memiliki limbah yang mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya.
Keberadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) wajib ada.

2.3 POLA JARINGAN DRAINASE


a. Pola jaringan drainase alamiah
Pola ini terbentuk akibat proses air yang mengalir secara alamiah dari sumber air ke muara secara
gravitasi. Ciri-ciri pola ini adalah bentuknya yang tidak beraturan.
Gambar 2.1 Pola jaringan drainase ilmiah

b. Pola jaringan drainase buatan


Pola jaringan drainase buatan direncanakan dengan memperhatikan kondisi luas daerah
pengaliran, bentuk daerah pengaliran, fasilitas-fasilitas dalam perkotaan, dan fasilitas saluran
pembuangan akhir yang terdekat. Berikut ini diberikan contoh beberapa pola jaringan drainase
buatan.

Gambar 2.2 Pola jaringan drainase buatan

2.4 TINGKATAN SALURAN DRAINASE


Dalam sistem drainase, level saluran terdiri atas empat tingkat, yaitu:
a. Drainase tersier
Saluran yang menangkap Suatu badan saluran dimana aliran airnya menuju ke saluran sekunder.
b. Drainase sekunder
Mengalirkan buangan air hujan yang diterima dari saluran drainase tersier menuju saluran
drainase primer.
c. Drainase primer
Menerima buangan air hujan dari saluran sekunder maupun saluran lainnya dan mengalirkan air
hujan langsung ke badan penerima.
d. Badan penerima
Badan penerima dari saluran drainase adalah sungai, danau dan laut.

2.5 PERENCANAAN JARINGAN DRAINASE


Saluran drainase harus didesain untuk menjamin kecepatan aliran tidak kurang dari kecepatan
minimum untuk terjadinya scouring sehingga pengedapan tidak menjadi masalah (Suripin, 2003).
Langkah-langkah perencanaan jaringan drainase permukaan adalah sebagai
berikut.
1. Penentuan posisi saluran. Umumnya saluran berada di depan pemukiman, di samping jalan, atau
di sisi luar suatu lahan.
2. Penentuan arah aliran berdasarkan kontur tiap titik dari hasil interpolasi.
3. Penentuan jenis saluran dan penempatan gorong-gorong.
4. Penentuan dan penempatan bangunan drainase.

Gambar 2.3 Contoh penyusunan tata letak saluran drainase

Gambar 2.4 Peta jaringan drainase

Gambar 2.5 Detail peta jaringan drainase


BAB 3

ANALISA HIDROLOGI

3.1.PENGERTIAN HIDROLOGI

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian, pergerakan, sirkulasi, dan distribusi air di
bumi.Termasuk di dalam ranah imlu hidrologi adalah sifat-sifat fisis air, perubahan bentuk air, di di
darat, laut, dan.udara. Namun demikian hidrologi erat kaitannya dengan ketidakpastian.Ketidakpastian
dalan hidrologi bersumber dari sifat keacakan alam, keterbatasan teori dalam menjelaskan fenomena
alam, dan ketidakakuratan dalam pencatatan data. Sehubungan dengan ini, terdapat faktor keyakinan
perencana dalam pemanfaatan hidrologi untuk perencanaan bangunan air.

Hidrologi teknik adalah aplikasi dari ilmu hidrologi yang berkaitan dengan perencanaan teknis dan
pelaksanaan proyek yang di dalamnya terdapat aspek pemanfatan dan pengaturan air.

3.2.SIKLUS HIDROLOGI

Gambar 3.1 Siklus hidrologi


Siklus hidrologi mendeskripsikan pergerakan terus menerus dari air di bawah permukaan bumi,
di permukaan bumi, dan di atas permukaan bumi. Massa air berada dalam kondisi yang tetap namun
bentuknya berubah-ubah. Jika diawali dari evaporasi/penguapan, uap air akan terkumpul di atmosfer
dan membentuk awan. Dalam kondisi yang memungkinkan, awan yang terkumpul akan terkondensasi
dan turun ke permukaan bumi dalam bentuk hujan atau salju . Presipitasi yang jatuh ke permukaan
tanah menyebar dalam berbagai cara. Sebagian mengalir di permukaan tanah sebagai limpasan/runoff.
Air juga dapat bergerak secara lateral di zona bawah tanah, atau disebut interflow. Sebagian air hujan
yang turun juga ada yang tertahan sementara di permukaan bumi sebagai es atau genangan air pada
danau, waduk, atau rawa-rawa . Sebagian lagi akan kembali ke atmosfer melalui evaporasi dan
penguapan oleh tanaman

3.3.PENYIAPAN DATA HIDROLOGI

Data hidrologi utama yang diperlukan dalam perencanaan drainase adalah data hujan. Jika
tersedia, maka data pengamatan debit banjir di sungai, evaporasi, dan infiltrasi dapat digunakan juga.
Data hujan didapat dari pengamatan menggunakan alat ukur di darat manual, alat ukur di darat
otomatis, radar, atau satelit. Gambar 3.3 menunjukkan bentuk data hujan yang didapatkan dari Badan
Meteorologi dan Geofisika.

- alat ukur diganti dengan spesifikasi yang berbeda atau dengan standar kalibrasi
yang berbeda
- alat ukur dipindah

- lingkungan dimana alat ukur berada berubah, misalnya karena adanya bangunan
baru yang terlalu besar di sekitarnya.
Uji konsistensi dilakukan dengan metode Kurva Massa Ganda . Prosesnya adalah dengan
menguuji konsistensi kumulatif data hujan di sesatu stasiun untuk sepuluh tahun pengamatan dan
membandingkannya pada waktu yang bersamaan dengan kumulatif data hujan di stasiun lain yang
mengelinginya.

Tabel 3.1 Data hujan


Tabel 3.2 Perhitungan konsistensi

Gambar 3.2 Grafik uji konsistensi sebelum koreksi

1800 Sebelum Koreksi


1600 1554.97
1400 f(x) = 1.2819782999528 x − 64.3969680448712 1422.37
1200 1244.87
1072.07
1000 972.97
800 852.77

600 557.77
400 426.67
335.27
200 186.67
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa data tahun 2013 dan 2014 menyimpang
dari trend sebelumnya. Untuk itu nilainya dapat dikoreksi dengan cara mengalikan
kumulatif data Stasiun D tahun 2013 dan 2014 dengan faktor koresi m1/m2. Hasilnya
ditunjukkan di gambar di bawah ini.
Gambar 3.3 Grafik uji konsistensi sesudah koreksi

2 thd 1&3 sesudah koreksi


1800.0
1600.0
1400.0
1200.0 2 thd 1&3 sesudah
1000.0 koreksi
800.0
600.0
400.0
200.0
0.0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400

3.3.2.CURAH HUJAN RATA-RATA AERAH

Curah hujan yang diperlukan untuk merencanakan bangunan air pada suatu titik di dalam DAS adalah
data curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Data ini merupakan rata-rata dari tiga
stasiun hujan atau lebih atau rata-rata dari titik- titik pengamataan hujan dari radar/satelit pada daerah
tesebut. Dua metode yang banyak digunakan dalam perencanaan drainase adalah metode rata-rata
aljabar dan metode poligon Thiessen.

a. Rata-rata aljabar

Metode ini sesuai untuk digunakan di daerah yang datar dengan posisi stasiun
hujan yang merata tersedia di dalam DAS. DAS dengan luas di bawah 500 km2
dapat menggunakan metode ini. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Σdi
d=
n

Di mana:
d = Curah hujan rata-rata daerah

di = Curah hujan dari stasiun i

n = Jumlah data

b. Poligon Thiessen
Metode ini melibatkan luas daerah pengaruh setiap stasiun hujan terhadap
perhitungan rata-ratanya. Metode ini sesuai untuk digunakan di DAS seluas 500
– 5000 km2 (Soemarto, 1987). Perhitungannya adalah sebagai berikut:

Σdi . Ai
d=
A

Di mana:
d = Curah hujan rata-rata daerah

di = Curah hujan dari stasiun i

Ai = Luas daerah pengaruh Thiessen stasiun i

A = Luas total DAS

Daerah pengaruh Thiessen dapat digambar dan dihitung seperti pada sketsa
berikut ini.

AC
Sta.C

Sta.A

AA
Sta.B
AB

Gambar 3.4 Poligon Thiessen

3.4 KALA ULANG PERENCANAAN


Kala ulang debit/curah hujan adalah suatu kurun waktu berulang dimanadebit/curah hujan yang
terjadi dilampaui atau disamai oleh debit banjir/curah hujan

desain. Dengan demikian nilai curah hujan rancangan akan semakin besaran dengan untuk kala ulang
yang semakin besar. Perlu dicatat bahwa makna kala ulang bukan berarti hujan yang terjadi setiap
beberapa tahun sekali dan juga tidak berkenaan dengan usia guna konstruksi bangunan air.
Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai periode ulang tertentu,
periode ulang untuk perencanaan saluran drainase kota dan bangunan-bangunannya yang dianjurkan
yaitu:

Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran saluran, dan jenis kota

yang akan direncanakan. Untuk bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama

dengan sistem saluran di mana bangunan pelengkap ini berada.

3.5 CURAH HUJAN RANCANGAN


Curah hujan rancangan adalah analisis berulangnya satu peristiwa hujan dengan

besaran tertentu, baik frekuensi persatuan waktu maupun kala ulangnya. Metode
yang digunakan (Soemarto, 1987):Pemilihan distribusi ditetapkan berdasarkan nilai koefisien
kepencengan (skewness)dan koefisien sepuncakan (kurtosis) yang dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

Cs = Koefisien kepencengan

Ck = Koefisien kepuncakan

Xi = Data hujan ke-i

n = Jumlah data

S = Standar deviasi

Tabel 3.5 menunjukkan syarat pemilihan distribusi atau sebaran.

Distribusi Gumbel
Distribusi Gumbel diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut:
Xranc = Curah hujan rancangan

X = Rata-rata hujan

Yt = Reduced variate =

Yn = Reduced mean yang tergantung pada n (tabel)

Sn = Reduced standard deviation tergantung pada n (tabel)

Tr = Kala ulang hujan


Tabel 3.2 Data perhitungan hujan rancangan

Dari hasil perhitungan didapat nilai S, Cs, dan Ck masing-masing adalah 25,45;

2,021; dan 4,667. Dengan demikian data ini sesuai untuk dapat diolah dengan

Log Pearson III. Untuk kala ulang 10 tahun, perhitungan selanjutnya diberikan di

bawah ini.

Distribusi Log Pearson Tipe 3

Pada distribusi ini, semua data terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk

logaritma. Persamaan curah hujan rancangan adalah:

Log xranc = Log x + G. S

Di mana:

xranc = Curah hujan rancangan (mm/hari)

x = Data curah hujan (mm/hari)

x = Rata-rata data curah hujan (mm/hari)

G = Nilai konstanta berdasarkan kala ulang dan Cs (tabel)

S = Standar deviasi (mm/hari)

Cs = Koefisien kepencengan
Berikut ini diberikan contoh perhitungan curah hujan rancangan dengan metode
Log Pearson Tipe 3untuk dat hujan berikut ini.

Tabel 3.11 Data perhitungan curah hujan rancangan metode Log Pearson 3

3.6 UJI KESESUAIAN DISTRIBUSI HUJAN

Uji kesesuaian distribusi (goodness of fit test) diperlukan untuk mengukur


tingkat kesesuian distribusi serangkaian data hujan dengan distribusi teoritis tertentu.
Langkah awalnya adalah dengan menggambarkan hubungan data hujan empiris dan
persamaan curah hujan rancangan yang didapat dari analisa data empiris dengan
peluang di atas kertas distribusi.

Gambar 3.5 Kertas Distribusi Gumbel

Simpangan horizontal (peluang) diuji dengan Uji Smirnov-Kolomogorof,


sdangkan simpang vertikal (hujan) diuji dengan Uji Chi-Square. Nilai simpangan
mutlak terbesar antara peluang empiris dan teoritis dibandingkan dengan nilai D0
kritis yang terdapat pada tabel pada tingkat keyakinan tertentu () dan jumlah data
tertentu (n). Jika nilai D0 hitung lebih kecil dari D0 tabel maka distribusi dapat
diterima. Untuk Uji Chi-Square, nilai simpangan total diperhitungkan secara total

tertentu. Derajat kebebasan untuk pengujian distribusi hujan dihitung dengan n-1-2,
di mana n adalah jumlah data.
Gambar 3.6 Kertas Distribusi Log Pearson

3.7 WAKTU KONSENTRASI HUJAN

Jika curah hujan jatuh pada suatu permukaan yang kedap air dengan laju yang
konstan maka akhirnya pada suatu saat laju banyaknya aliran permukaan akan sama
dengan laju banyaknya curah hujan. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi
ini dinamakan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan
oleh air hujan untuk mengalir dari titik terjauh pada suatu menuju titik tertentu yang
ditinjau pada daerah pengaliran (titik pengamatan). Waktu konsentrasi dapat juga
disebut sebagai lama waktu pengaliran air di permukaan atau waktu drainase

di mana:

tc = waktu konsentrasi

t0 = waktu terlama yang dibutuhkan oleh air hujan untuk mengalir di atas
permukaan tanah kesaluran yang terdekat
td = waktu yang diperlukan air hujan mengalir di dalam saluran

Pada sketsa berikut ini dijelaskan pengertian waktu konsentrasi pada suatu
daerah pengaliran.
BADAN JALAN
D
A
ARAH
ALIRAN
LIMPASAN
PERMUKAAN

B C

1
SALURAN DRANASE
2

Gambar 3.7 Waktu konsentrasi proses limpasan

Hujan yang turun di atas badan jalan A-B-C-D akan menjadi limpasan permukaan.
Limpasan permukaan yang terjadi akan ditampung oleh saluran 1-2. Badan jalan A-
B-C-D disebut daerah pengaliran dari saluran 1-2. Proses limpasan dimulai dari titik
A ke Titik B (t0) sampai di Titik C (td).
Nilai tc dan td dirumuskan sebagai berikut.

di mana:

L0 = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)

n = angka kekasaran Manning

s = kemiringan medan limpasan

Ld = panjang saluran/sungai (m)

V = kecepatan aliran ideal pada saluran (m/detik)

Kemiringan medan limpasan pada jalan adalah 2% (Desain Drainase


Permukaan Jalan PU Bina Marga, 1990). Sedangkan untuk kemiringan medan
limpasan, jika tidak ditentukan berdasarkan kontur maka nilainya adalah 0,5%.
Untuk jenis penggunaan lahan yang lain, kemiringan lahan disesuaikan dengan
topografinya. Kecepatan aliran direncanakan sebagaimana pada dua tabel berikut ini.

Tabel 3.12 Nilai koefisien kekasaran Manning untuk dataran banjir

Jenis penutup lahan Min. Normal Maks.


Padang rumput tanpa belukar
Rumput pendek 0.025 0.030 0.035
Rumput tinggi 0.030 0.035 0.050
Daerah pertanian
Tanpa tanaman 0.020 0.030 0.040
Tanaman dibariskan 0.025 0.035 0.045
Tanaman tidak dibariskan 0.030 0.040 0.050
Belukar
Belukar terpencar, banyak tanaman pengganggu 0.035 0.050 0.070
Belukar jarak dan pohon, musim dingin 0.035 0.050 0.060
Belukar jarak dan pohon, musim semi 0.040 0.060 0.080
Belukar sedang sampai rapat,musim dingin 0.045 0.070 0.110
Belukar sedang sampai rapoat, musim semi 0.070 0.100 0.160
Pohon-pohon
Rapat 0,013 0.150 0.200
Telah ditebang, tidak ada akar tersisa 0,030 0.040 0.050
Telah ditebang, akar masih tersisa 0,050 0.060 0.080
Dengan batang kayu yang besar, tinggi banjir 0,080 0.100 0.120
rendah
Dengan batang kayu yang besar, tinggi banjir 0,100 0.120 0.160
tinggi
Paving stone 0,013 0,015 0,017
Aspal
Halus 0,013 0,013
Kasar 0,016 0,016
Semen 0,011 0,013 0,015
Kerikil 0,023 0,033 0,036
Sumber: Chow, 1985

Tabel 3.13 Perkiraan kecepatan rata-rata di dalam saluran alami

Kemiringan dasar saluran (%) Kecepatan (m/detik)


0-1 0,4
1-2 0,6
2-4 0,9
4-6 1,2
6-10 1,5
10-15 2,4

Metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan
adalah Metode Kirpich (Subarkah, 1980):

di mana:

L = Jarak terjauh dari ujung hulu DAS ke ujung hilir saluran

S = Kemiringan antara ujung hulu DAS dan ujung hilir saluran

3.8 INTENSITAS HUJAN

Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun
waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992). Curah hujan rancangan
yang diperhitungkan pada analisa hidrologi memiliki satuan mm. Untuk
mendapatkan distribusi hujan jam-jaman, perlu diperhitungkan intensitas curah hujan.
Metode yang dapat digunakan adalah Mononobe, Van Breen, Bell Tanimoto, atau
Hasper dan Der Weduwen.
Menurut hasil penelitian Van Breen di Indonesia, intensitas curah hujan dapat
diperhitungkan sebagai berikut (Suripin, 2003)

Di mana

RT = Curah hujan rancangan (mm/hari)

tc = Waktu konsentrasi (menit)

Sedangkan menurut Mononobe, intensitas curah hujan dapat diperhitungkan


sebagai berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 1983)
Di mana

R24 = Curah hujan rancangan (mm/hari)

tc = Waktu konsentrasi (menit)

Gambar 3.8 Detail jaringan drainase untuk perhitungan intensitas hujan

Dengan menggunakan persamaan perhitungan intensitas curah hujan, grafik


intensity duration frequency curve (IDFC) dapat disusun untuk mempermudah
perhitungan intensitas curah hujan di saluran drainase untuk berbagai variasi kala
ulang dan waktu konsentrasi. Gambar 3.10 menunjukkan IDFC untuk curah hujan
Gambar
3.9
Kurfa
IDFC

3.9 DEBIT BANJIR RANCANGAN

Penentuan kapasitas atau daya angkut dari sarana drainase harus diawali
dengan menghitung/memperkirakan debit aliran permukaan (debit banjir rancangan)
yang harus dibuang oleh sarana drainase tersebut. Debit banjir rancangan adalah
debit banjir yang dipakai untuk dasar perencanaan pengendalian banjir yang
dinyatakan menurut kala ulang tertentu. Asumsi dasar yang ada selama ini adalah
bahwa kala ulang debit ekivalen dengan kala ulang hujan. Penentuan kala ulang
untuk perencanaan drainase telah diberikan pada bagian sebelumnya. Banjir
rancangan ditentukan tidak terlalu kecil agar jangan terlalu sering terjadi ancaman
perusakan bangunan atau daerah-daerah sekitarnya oleh banjir yang lebih besar,
tetapi juga tidak terlalu besar sehingga bangunan kita menjadi tidak ekomonis.

Rumus Rasional adalah metode yang paling sederhana dalam


memperhitungkan debit banjir rancangan. Perhitungan ini menggunakan rumus
sebagai berikut (Suripin, 2003):
Di mana:

Q = debit banjir rancangan (m3/dt)

C = koefisien pengaliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam) A =
Luas daerah pengaliran (hektar)

Tabel 3.14 Koefisien pengaliran

Kondisi Permukaan Tanah Koefisien Pengaliran


1. Jalan beton dan jalan aspal 0,70 – 0,95
2. Jalan kerikil dan jalan tanah 0,40 – 0,70
3. Bahu Jalan:
 Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65
 Tanah berbutir kasar 0,10 - 0,20

 Batuan masif keras 0,70 – 0,85

 Batuan masif lunak 0,60 – 0,75

4. Daerah perkotaan 0,70 – 0,95

5. Daerah pinggir kota 0,60 – 0,70

6. Daerah industri 0,60 – 0,90

7. Permukiman padat 0,40 – 0,60

8. Permukiman tidak padat 0,40 – 0,60

9. Taman dan kebun 0,20 – 0,40

10. Persawahan 0,45 – 0,60

11. Perbukitan 0,70 – 0,80

12. Pegunungan 0,75 – 0,90

Sumber: Soemarwoto, 1996

C (Koefisien Pengaliran)

Perhitungan koefisien pengaliran (C) dapat menggunakan data peta citra dari
google earth untuk melakukan justifikasi luasan tataguna lahan

I (Intensitas curah hujan (mm/jam)


Menurut SNI 2415:2016 Intensitas hujan dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan-persamaan antara lain Mononobe, Talbot, Sherman,
Ishiguro, dan metode lainnya. Berikut contoh Perhitungan Intensitas Hujan Metode
Mononobe:

Dimana

t = waktu curah hujan (jam)

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam

Dengan menggunakan rumus tersebut maka data yang harus dimiliki adalah
data hujan jam-jaman. Data hujan jam-jaman tergolong data yang sulit didapatkan
karena data tersebut berisi data pencatatan hujan setiap jam, jadi data tersebut hanya
bisa didapatkan jika pengukuran hujan menggunakan alat penakar hujan otomatis.
BAB IV

AIR LIMBAH PERMUKIMAN

4.1 PROYEKSI JUMLAH PENDUDUK

Pada perencanaan drainase tercampur dimana air hujan dialirkan melalui


saluran yang sama dengan limbah rumah tangga, jumlah penduduk perlu diketahui
untuk menghitung debit air kotor. Kecenderungan pertambahan populasi berdsarkan
pertumbuhan penduduk dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik.
Selain itu rencana pengembangan tata ruang wilayah, serta estimasi populasi masa
depan juga digunakan sebagai dasar penentuan.
Pertumbuhan penduduk secara sederhana dapat diperhitungkan dengan
rumus-rumus sebagai berikut.
a. Metode aritmatik

Pn  P0  Ka (Tn  T0 )

P  P1
Ka  a

T2  T1

Di mana:

Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n


P0 = jumlah penduduk pada tahun dasar
Ka = konstanta arithmatik
Tn = tahun ke n
T0 = tahun dasar

T2 = tahun ke-1 yang diketahui jumlah penduduknya


T1 = tahun ke-2 yang diketahui jumlah penduduknya
b. Metode geometrik

Pn  P0 (1  r) n
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
P0 = jumlah penduduk pada tahun dasar
n = jumlah interval
r = laju pertumbuhan penduduk

4.2 4.2 KEBUTUHAN AIR BERSIH

Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk
menunjang segala kegiatan manusia, meliputi air bersih domestik dan non domestik,
air irigasi baik pertanian maupun perikanan, dan air untuk penggelontoran kota.
Kebutuhan air domestik ditentukan oleh jumlah penduduk, dan konsumsi per
kapita. Secara rata-rata jumlah kebutuhan air bersih domestik adalah 120-140
liter/orang/hari.
Kebutuhan air non-domestik yang meliputi pemanfaatan komersial, kebutuhan
institusi, dan kebutuhan industri dapat mencapai 20% sampai 25% dari total suplai
air. Kebutuhan air komersial cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan
penduduk dan perubahan tataguna lahan. Kebutuhan institusi meliputi kebutuhan air
untuk sekolah, rumah sakit, gedung pemerintah, tempat ibadah, dan lain-lain.
Besaran kebutuhan air ini diasumsikan sebesar 5% dari total suplai air. Kebutuhan
untuk industri bergantung pada jenis dan macam kegiatan industri. Sebagai estimasi,
2% dari total suplai air dapat dipakai sebagai dasar dan acuan perhitungan. (Kodoatie
dan Sjarief, 2005).
4.3 VOLUME AIR LIMBAH

Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat dipergunakan
lagi untuk tujuan semula baik dari aktivitas dapur, kamar mandi, atau cuci.
Kuantitasnya air limbah dapat diasumsikan adalah 50% - 70% dari rata-rata
pemakaian air bersih (120-140 liter/orang/hari).

Detail karakteristik limbah cair domestik dapat dilihat di tabel dibawah


ini:
Tabel 4.1 Pembuangan limbah cair rata-rata per orang setiap hari

Jenis Bangunan Volume Limbah Cair


(liter/orang/hari)
Daerah perumahan
- Rumah besar untuk keluarga tunggal 400
- Rumah tipe tertentu untuk keluarga tunggal 300
- Rumah untuk keluarga ganda (rumah susun) 240 – 300
- Rumah kecil (cottage) 200
Perkemahan dan motel
- Tempat peristirahatan mewah 400 – 600
- Tempat parkir rumah berjalan (mobile home) 200
- Kemah wisata dan tempat parkir trailer 140
- Hotel dan motel 200
Sekolah
- Sekolah dengan asrama 300
- Sekolah siang hari dengan kafetaria 80
- Sekolah siang hari tanpa kafetaria 60
Restoran:
- Tiap pegawai 120
- Tiap langganan 25 – 40
- Tiap makanan yang disajikan 15
Terminal transportasi:
- Tiap pegawai 60
- Tiap penumpang 20
Rumah sakit 600 – 1200
Kantor 60
Teater mobil (drive in theatre), per tempat duduk 20
Bioskop, per tempat duduk 10 – 20
Pabrik, tidak termasuk limbah cair industri dan cafeteria 60 – 120
Sumber: Soeparman dan Suparmin, 2001

Sebagai contoh, untuk rumah tipe 70 volume air limbahnya adalah sebagai
berikut :
Jumlah penghuni diasumsikan sebanyak 7 orang
Kebutuhan air bersih = 300 liter/hari/orang =
0,000003629 m³/detik Debit air kotor = 0,000003629
m³/detik x 7 orang = 0,00002540 m³/detik.
BAB V

ANALISA HIDROLIKA

5.1. KAPASITAS SALURAN DRAINASE

Dalam merencanakan dimensi saluran, langkah pertama yang harus diketahui


adalah mengetahui besar debit rencana berdasarkan perhitungan curah hujan rancangan
dan tata letak jaringan drainase. Tata letak direncana berdasarkan peta kota dan peta
topografi. Tentukan letak saluran-saluran, kemudian hitung beban saluran-saluran
tersebut secara kumulatif, dari saluran penangkap, pengumpul, dan pembuang dengan
mempertimbangkan kontribusi dari saluran sebelumnya. Contoh tabel perhitungan
kapasitas saluran diberikan berikut ini:

Tabel 5.1 Kapasitas saluran

No Nomor Saluran Saluran Sebelumnya Jenis Saluran


1 1-2 - Penangkap
2 3-4 - Penangkap
3 4-5 3-4 Penangkap, pengumpul
4 5-2 4-5 Penangkap, pengumpul
5 2-6 1-2 Pengumpul
5-1

5.2. BENTUK SALURAN DRAINASE

Secara umum sifat saluran drainase ada dua macam, yaitu terbuka dan tidak
terbuka.

1. Saluran Terbuka
Saluran terbuka adalah saluran tanpa penutup di mana terdapat permukaan air yang
bebas (free surface). Permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara
luar secara langsung (open channel flow).
2. Saluran Tertutup
Saluran tidak terbuka adalah saluran yang tidak memiliki penutup di bagian
atasnya. Jika air memenuhi seluruh bagian penampang saluran tersebut, maka
secara hidrolika saluran ini disebut saluran tertutup atau aliran pipa (pipe flow).
5.3. BAHAN SALURAN DRAINASE
Lapisan dasar dan dinding saluran drainase tanah erosi bisa dibuat dari: beton,
pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor, baja, plastik, dll. Pilihan
materialnya tergantung pada tersedianya serta harga bahan, cara konstruksi saluran.
Tetapi pada prakteknya di Indonesia hanya ada tiga bahan yang dianjurkan
pemakaiannya, yaitu pasangan batu, beton, dan tanah.

Gambar 5.1 Bentuk pasangan saluran

5.4. KECEPATAN ALIRAN SERAGAM DAN HUKUM KONTINUITAS

Untuk merencanakan dimensi penampang pada saluran drainase digunakan


pendekatan rumus-rumus aliran seragam. Pada aliran seragam garis energi dan dasar
saluran selalu sejajar. Dimensi saluran direncanakan dengan rumus Manning, Chezy,
atau Strickler. Pada saluran drainase yang terpengaruh oleh pengempangan (back water
effect), perlu diperhitungkan pasang surutnya dengan standard step method.

Rumus kecepatan rata-rata pada perhitungan dimensi penampang saluran


menggunakan metode Manning dijelaskan sebagai berikut :

2
1
V = R 3 √S
n
Di mana:

V = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/detik)

n = Koefisien kekasaran Manning

R = Jari-jari hidrolis (m)

S = Kemiringan dasar saluran

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dapat ditulis sebagai berikut :

A =B–h

P = B + 2h

A
R =
P

Gambar 5.2 Penampang Persegi Panjang

5.5. PENAMPANG SALURAN TEREKONOMIS

Dalam merencanakan dimensi saluran, pertimbangan bentuk penampang saluran


drainase yang paling ekonomis dapat dijadikan pertimbangan. Penampag terekonomis
adalah dimensi saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk luas penampang
basah tertentu.
Untuk saluran segi empat, perbandingan B dan h yang paling ekonomis adalah (Chow,
1959):

B = 2h atau R = ½ h

Untuk saluran trapesium, penampang terkonomis adalah:

R=½h

Untuk saluran lingkaran yang tidak terisi penuh, penampang terekonomis adalah:

R = 0.608 r

Jika penampang terisi penuh dengan air, penampang terekonomis adalah:

R = 0.537 r

Untuk saluran segitiga, penampang terekonomis untuk kedalaman air h adalah:

R = ½ h√2

5.6 KONTROL KECEPATAN


Dalam perencanaan dimensi saluran drainase, perlu diperhitungkan kecepatan
dan tegangan geser (shear stress). Kecepatan diterima sebagai faktor yang paling
penting dalam perencanaan saluran yang stabil.
Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan
gelombang gravitasi dengan amplitude kecil. Gelombang gravitas dapat dibangkitkan
dengan merubah kedalaman. Aliran disebut subkritis apabila kecepatan aliran lebih
kecil daripada kecepatan kritis, sedangkan jika kecepatan alirannya lebih besar daripada
kecepatan kritis, maka alirannya disebut super kritis. Parameter yang menetukan ketiga
jenis aliran tersebut adalah nisbah anatara
gaya gravitasi dan gaya inertia, yang dinyatakan dengan bilangan Froude (Fr), bilangan
Froude didefinisikan sebagai (Suripin, 2003).
Dimana:
V = Keepatan aliran (m/det)
h = Kedalaman aliran (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)

5.7 JAGAAN

Jagaan (freeboard) suatu saluran ialah jarak vertikal dari puncak


saluran ke permukaan air pada kondisi rencana. Jarak ini harus cukup untuk
mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah ke tepi.
Tabel 5.2 Tinggi jagaan

Q (m³/det) Tinggi jagaan (m) Tinggi jagaan


untuk pasangan (m)
<0,50 0,20 0,40
0,50-1,50 0,20 0,50
1,50-5,00 0,25 0,60
5,00-10,00 0,30 0,75
10,00-15,00 0,40 085
>15,00 0,50 1,00
Sumber: (Anggrahini, 1997)

5.8 PERENCANAAN DIMENSI SALURAN

Dalam perencanaan dimensi saluran, terdapat beberapa hal yang harus


dipertimbangkan. Dimensi saluran harus direncanakan secara terintegrasi pada satu
wilayah yang direncanakan. Semua saluran harus dirancang dengan berkesinambungan
dari hulu sampai hilir.

9
6
6
Gambar 5.3 Lay out jaringan drainase untuk perencanaan dimensi

BAB VI

FASILITAS PELENGKAP DRAINASE

6.1 Macam Bangunan Dan Fasilitas Pelengkap Drainase


Jenis bangunan pelengkap yang dimaksud meliputi:
- bangunan silang, misal: gorong-gorong.
- bangunan pemecah energi, misal: bangunan terjun dan saluran curam
- bangunan pengaman erosi, misal: ground sill/levelling structure.
- bangunan inlet, misal: grill samping/datar
- bangunan outlet, misal: kolam loncat air
- bangunan pintu air, misal: pintu geser, pintu otomatis
- bangunan rumah pompa
- bangunan kolam tandum/pengumpul
- bangunan lobang kontrol/man hole - bangunan instalasi pengolah limbah
- peralatan penunjang, berupa: pencatat tinggi muka air, pengukur hujan,
detektor kualitas air.
6.2 Gorong-Gorong
Gorong-gorong adalah saluran tertutup yang biasanya pendek untuk
mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya.

Gambar 6.1 Gambar gorong - gorong

6.3 Bangunan Terjun


Bangunan terjun dibangun untuk mengatasi kemiringan medan yang terlalu
curam, sementara kemiringan yang dibutuhkan oleh saluran tergolong landai.
Bangunan terjun biasanya dibangun pada daerah yang kondisi topografinya
memiliki kelerengan yang curam.

Gambar 6.3 Bangunan Terjunan


Ada empat bagian dalam bangunan terjun yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Bagian pengontrol Bagian ini berada di hulu sebelum terjunan, berfungsi untuk
mencegah penurunan muka air yang berlebihan. Bagian ini terletak sebelah hulu
(sebelum terjunan), dengan adanya bagian pengontrol ini, maka penurunan muka
air yang berlebihan bisa dicegah
b. Bagian pembawa Fungsinya adalah penghubung antara elevesi bagian atas
dengan bagian bawah. Bagian ini berupa terjunan dengan bentuk terjunan tegak
(vertikal atau terjunan miring).
c. Peredam energi Fungsinya adalah untuk mengurangi energi yang dikandung oleh
aliran sesudah mengalami terjunan sehingga tidak berpotensi merusak konstruksi
bangunan terjun.
d. Perlindungan dasar bagian hilir Fungsinya adalah untuk melindungi dasar dan
dinding saluran dari gerusan air sesudah mengalami terjunan. Segera sesudah
aliran mengalami terjunan, kecepatan aliran tergolong masih tinggi meskipun
sudah dipasang bangunan peredam energi, sehingga masih diperlukan
perlindungan dasar saluran yang biasanya berupa pasangan bronjong (gabion)
untuk menghindari gerusan pada dasar saluran atau pada dinding saluran. (KP04,
DPU)

6.4 Sumur Resapan


Sumur resapan merupakan sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang
cukup besar sebelum air meresap ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka
air hujan mempunyai cukup waktu untuk meresap ke dalam tanah, sehingga
pengisian tanah menjadi optimal. Konstruksi ini mendukung prinsip drainase
berwawasan lingkungan (Gambar 6.3).

Gambar 6.4 Sistem Drainase

Dimensi sumur bergantung dari beberapa berikut ini.

- Luas permukaan penutupan


- Karakteristik hujan
- Koefisien permeabilitas tanah.
- Tinggi muka air tanah
Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung dan dapat
dituliskan sebagai berikut:
Q
H= (1- eFKT/ πr 2)....................................................................................(6.1)
FK
Dimana:
H = tinggi muka air dalam sumur (m)
F = faktor geomterik (m)
Q = debit air masuk
T = waktu pengaliran (detik)
K = koefisien permeabilitas tanah (m/dt)
R = jari-jari sumur (m)
Faktor geometrik tergantung pada berbagai keadaan sebagaimana dapat dilihat pada
gambar dan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan:
Q0 = F ∙ K ∙ H Kedalaman efektif sumur resapan dihitung dari tinggi muka air tanah
apabila dasar sumur berada di bawah muka air tanah tersebut, dan diukur dari dasar
sumur bila muka air tanah berada di bawah dasar sumur. Sebaiknya dasar sumur
berada pada lapisan tanah dengan permeabilitas tinggi.
Gambar 6.5 Debit Resapan Pada Sumur Dengan Berbagai Kondisi

Hal yang perlu diperhatikan untuk keamanan, sumur resapan perlu dilengkapi
dengan dinding. Bahan-bahan yang diperlukan untuk sumur resapan meliputi:
 saluran pemasukan/pengeluaran dapat menggunakan pipa besi, pipa paralon,
buis beton, pipa tanah liat, atau dari pasangan batu.
 dinding sumur dapan menggunakan anyaman bambu, drum bekas, tangki
fiberglass, pasangan batu bata, atau buis beton.
 dalam sumur dan sela-sela antara galian tanah dan dinding tempat air
meresap dapat diisi dengan ijuk atau kerikil.

Gambar 6.6 Contoh Konstruksi Sumur Resapan

Sumur resapan harus memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan. Secara


umum persayaratannya adalah: - sumur resapan air hujan dibuat pada lahan yang
lolos air dan tahan longsor - sumur resapan air hujan harus bebas
kontaminasi/pencemaran limbah - air yang masuk sumur resapan adalah air hujan -
untuk daerah sanitasi lingkungan buruk, sumur resapan air hujan hanya menampung
dari atap dan disalurkan melalui talang - mempertimbangkan aspek hidrogeologi,
geologi, dan hidrologi.

setempat. Penempatan sumur resapan harus memperhatikan letak septik tank, sumur
air minum, posisi rumah dan jalan umum. Jarak minimum sumur resapan dengan
bangunan lainnya adalah sebagai berikut.

Tabel 6.1 Jarak sumur resapan

No Bangunan Jarak minimal dengan sumur


resapan
1 Bangunan/rumah 3,0

2 Batas kepemilikan lahan 1,5

3 Sumur untuk air minum 10,0

4 Septik tank 10,0

5 Aliran air(sungai) 30,0

6 Pipa air minum 3,0

7 Jalan umum 1,5

8 Pohon besar 3

Gambar 6.7 Tata Letak Sumur Resapan Untuk Resapan Air Hujan Rumah Tinggal
6.5 Curb/Gutter Inlet
Pada drainase jalan raya di dalam kota, dibutuhkan inlet. Inlet tegak umumnya
berbentuk pesegi. Perlu diperhatikan bahwa tinggi jagaan minimal harus
dipetahankan sehingga air di dalam saluran tidak keluar lagi ke permukaan tepi jalan
melewati inlet tegak tersebut. Inlet hasil produksi pabrik umumnya mempunyai nilai
efisiensi. Jarak antar dari inlet biasanya direncanakan sekitar 10 m sampai 30 m.
Gambar 6.8 Potongan Tegak Inlet Tegak Drainase Jalan Raya

Gambar 6.9 Potongan Tegak Inlet Datar Drainase Jalan Raya

Dalam gorong-gorong diperlukan pengontrol untuk melindungi tanggul dari


bahaya erosi dan memperbaiki karakteristik hidrolis gorong-gorong. Berdasarkan
lokasi, ada dua macam pengontrol yang dapat digunakan pada gorong-gorong, yaitu
pengontrol di depan (inlet) dan di belakang (outlet).
Beberapa jenis struktur inlet gorong-gorong adalah sebagai berikut.
- Dinding ujung lurus digunakan pada gorong-gorong kecil dengan kemiringan
datar, dan sumbu saluran/sungai berimpit dengan sumbu gorong-gorong.
- Dinding ujung berbentuk “L” digunakan apabila ada perubahan mendadak dari
arah aliran sungai.
- Dinding ujung bentuk “U”. Satu-satunya keuntungan adalah biaya pembuatannya
murah.
- Pada saluran dengan debit yang besar, harus ada pelebaran dinding sayap.
Tujuan outlet gorong-gorong ialah melindungi lereng bagian hilir dan tanggul
atau urugan terhadap erosi dan mencegah longsoran di bawah tabung gorong-
gorong.

Anda mungkin juga menyukai