Anda di halaman 1dari 40

TUGAS BESAR MATA KULIAH DRAINASE PERENCANAAN SALURAN

DRAINASE

DISUSUN OLEH: ROMINSEN BILI

2018520143

KELAS (A)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI MALANG

2021
ROMINSEN BILI
2018520143
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Pengertian Drainase

Drainase yang berasal dari bahasa Inggris drainage mempunyai arti mengalirkan, menguras,
membuang, atau mengalihkan air. Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk
menangani persoalan kelebihan air-air yang berada di atas permukaan tanah. Kelebihan air
dapat disebabkan itensitas hujan yang tinggi atau akibat akibat durasi hujan yang lama. Secara
umum drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan
air yang berlebihan pada suatu kawasan.

Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang
terbentuk secara alami maupun dibuat manusia. Dalam bahasa Indonesia, drainase bisa
merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong-gorong dibawah tanah. Drainase
berperan penting untuk mengatur suplai air demi pencegahan banjir. Fungsi drainase secara
umum yaitu, sebagai berikut:

1. untuk mengurangi kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehigga lahan dapat
difungsikan secara optimal.

2. Sebagai pengendali air kepermukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek,
genangan air/banjir.

3. Menurunkan permukaan air tanah pada tingkat yang ideal.

4. Mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan dan bangunan yang ada.

5. Mengendalikan air hujan yang berlebihan sehinga tidak terjadi bencana banjir Saluran
drainase sebagai bangunan fisik untuk mengalirkan air nantinya, adapun

bentuk-bentuk dari saluran yaitu (Titah,2013):

1. Trapesium

Gambar 1.1 Saloran penampang trapezium

Saluran Trapesium berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit
yang besar. Bentuk saluran ini dapat digunakan pada kawasan yang masih cukup tersedia lahan.

ROMINSEN BILI
2018520143
Dengan dilakukan pengukuran terhadap dimensi saluran, yaitu lebar dasar saluran (b), lebar atas
saluran (B), kemiringan sisi saluran (m), tinggi jagaan (f), tinggi basah saluran (h) dan kemiringan
saluran (S). Dengan diketahui lebar dasar saluran dan tinggi basah saluran di atas, maka diperoleh
luas penampang basah saluran (A), keliling basah saluran (P) dan jari-jari hidrolis (R). Berikut adalah
persamaannya:

A —— (b m . h1 . h

P — b + 2h m2 + 1 A

2. Persegi

Gambar 1.2 Saluran penampang persegi


Saluran persegi berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan
debit yang besar. Dalam perencanaan saluran di lapangan memakai saluran persegi dimana
hubungan antara debit rencana dengan dimensi tampang ditentukan berdasarkan rumus
Manning, yaitu
A — b.h
P — b + 2h A
Dimana:
b = lebar bawah saluran (m), h = tinggi air dalam saluran (m),A = luas saluran (m2)
P = keliling basah saluran (m), R = jari-jari hidrolis saluran (m).
Sistem jaringan drainase umumnya terbagi menjadi dua bagian sebagai berikut (Suripin,
2004):
1. Sistem Drainase Makro Sistem drainase makro adalah saluran yang menampung dan
mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan. Pada umumnya sistem drainase
makro ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau
drainase primer. Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti
saluran drainase primer, kanal-kanal atau sungai-sungai.
2. Sistem Drainase Mikro Sistem drainase mikro adalah sistem saluran dan bangunan
pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari 12 daerah tangkapan hujan.
8 Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di
sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong- gorong, saluran
drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu
besar.
Berikut beberapa jenis drainase, yaitu sebagai berikut:
1. Drainase permukaan
a. Proses pembuangan air dari permukaan lahan.
b. Berfungsi untuk menangani air permukaan, khususnya air yang berasal dari air hujan
ROMINSEN BILI
2018520143
2. Drainase bawah permukaan
a. Pembuangan atau pengontrolan muka air tanah sampai optimal
untuk meningkatkan produksi tanaman.
b. Berfungsi untuk membuang air bawah permukaan, serta menerima dan membuang air
dari lapisan tembus air.
c. Bertujuan mengalirkan air limpasan tekstur lewat fasilitas di bawah tekstur negeri (pipa-
pipa), karena alasan-alasan tertentu seperti arena lapang sepak bola, arena lapang lepas
landas, kebun dan lain-lain
1.2 Tahap Perencanaan Drainase Perkotaan
Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dandaerah
perkotaan (urban) yang berfungsi untuk mengendalikan atau meringankan kelebihan air
permukaan didaerah pemukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu
masyarakat dan dapat memberikan manfat bagi kehidupan manusia.
Pengertian drainase kota menurut SK menteri PU No. 233 tahun 1987,adalah jaringan
pembuangan air yang berfungsi mengeringkan bagian-bagian wilayah administrasi kota dan
daerah urban dari genangan air, baik dari hujan lokal maupun luapan sungai melintas di
dalam kota. Drainase perkotaan dibuat untuk mengalirkan air yang berasal dari hujan
maupun air buangan agar tidak terjadi genangan yang berlebihanpadasuatukawas
tertentu.
Berikut drainase berdasarkan fungsi layanannya, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem Drainase Lokal
saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti komplek permukiman, areal
pasar, perkantoran, areal industri dan komersial. Sistem ini melayani areal kurang dari 10 ha.
Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau
instansi lainnya.
2. Sistem Drainase Utama
saluran drainase primer, sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnya yang melayani
kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama
merupakan tanggung jawab pemerintah kota.
3. Pengendalian Banjir (Flood Control)
Sungai yang melalui wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air sungai, sehingga tidak
mengganggu dan dapat memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat. Pengelolaan
pengendalian menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal SDA. Peraturan yang digunakan
adalah Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik
Indonesia Nomor 12 /Prt/M/2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan.
Perencanaan Sistem Drainase Perkotaan meliputi:
1. Penyusunanrencana induk. Disusun dengan memperhatikan:
a. Rencana pengelolaan sumber daya air.
b. Rencana umum tata ruang kota (RUTRK).
c. Tipologi kota/wilayah.
d. Konservasi air.
Kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal.
ROMINSEN BILI
2018520143
Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan paling sedikit memuat:
a. Inventarisasi kondisi awal sistem drainase.
b. Kajian dan analisis drainase dan konservasi air.
c. Pendekatan Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan.
d. Rencana sistem jaringan drainase perkotaan termasuk skema jaringan drainase
perkotaan.
e. Skala prioritas dan tahapan penanganan.

f. Perencanaan dasar. Pembiayaan.


g. Kelembagaan.
h. Pemberdayaan masyarakat.
2. Studi kelayakan.
Berikut studi kelayakan harus meliputi:
a. Perencanaan teknis:
1) Analisis hidrologi dan hidrolika.
2) Sistem jaringan drainase.
3) Analisis model sistem jaringan drainase (apabila diperlukan).
4) Analisis kekuatan konstruksi bangunan air.
5) Nota disain.
6) Gambar tipikal sistem jaringan drainase dan Bangunan Pelengkap.
7) Perkiraan volume pekerjaan untuk masing-masing jenis pekerjaan
meliputi: pekerjaan sipil dan mechanical electrical.
8) Perkiraan biaya pembangunan sistem drainase perkotaan.
b. Kelayakan teknis:
1) Kelayakan ekonomi.
2) Kelayakan lingkungan.
3) Rencana penyediaan lahan dan pemukiman kembali, bila diperlukan.
3. Perencanaan teknik terinci/detail design.
Meliputi:
a. Rancangan teknik terinci sistem jaringan drainase.
Bancangan teknik terinci sistem penampungan
a. Rancangan teknik terinci sistem
peresapan. Memuat:
1) Analisis hidrologi dan hidrolika.

ROMINSEN BILI
2018520143
2) Sistem jaringan drainase perkotaan.
3) Analisis kekuatan konstruksi bangunan air sistem drainase perkotaan.
4) Nota perhitungan.
S) Gambar detail bangunan air,
6) Spesifikasi teknis sarana dan Prasarana Drainase perkotaan.
7) Volume pekerjaan sipil.
6) Mechanical electrical, bila diperlukan.
7) Perkiraan biaya pembangunan sistem drainase perkotaan.
8) Dokumen pengadaan prasarana dan Sarana Drainase perkotaan.
9) etode Pelaksanaan Konstruksi.
10) Manual Operasi dan Pemeliharaan.

1.3. Langkah Perencanaan Drainase Perkotaa

ROMINSEN BILI
2018520143
ROMINSEN BILI
2018520143
ROMINSEN BILI
2018520143
BAB 2
PERENCANAAN DRAINASE PERKOTAAN

2.1 Data Yang di Gunakan

Data yang digunakan dalam perencanaan drainase, yaitu:

1. Data spasial

Adalah data dasar yang sangat dibutuhkan dalam perencanaan drainaseperkotaan, meliputi:

a. Data peta berskala antara 1:5.000 sampai dengan 1:25.000 atau disesuaikan dengan
tipologi kota yang terdiri dari:

1) Peta dasar (peta daerah kerja).

2) Peta sistem drainase dan sistem jaringan jalan yang ada.

3) Peta tata guna lahan.

4) Peta topografi.

b. Data kependudukan yang terdiri:

1) Dari jumlah kepadatan.

2) Laju pertumbuhan.

3) Penyebaran dan data kepadatan bangunan.

c. Data rencana pengembangan kota, data geoteknik, data foto udara terbaru(untuk kota
metropolitan).

d. Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW).

2. Data hidrologi

a. Data hujan minimal sepuluh tahun terakhir.

b. Data tinggi muka air, debit sungai, pengaruh air balik, peil banjir, dan data pasang surut.

c. Data sistem drainase yang ada, yaitu:

1) Data kuantitatif banjir/genangan yang meliputi: luas genangan, lama genangan,


kedalaman rata-rata genangan, dan frekuensi genangan berikut permasalahannya
serta hasil rencana induk pengendalian banjir wilayah sungai di daerah tersebut.

ROMINSEN BILI
2018520143
2) Data saluran dan bangunan pelengkap. Data sarana drainase lainnya seperti kolam
tandon, kolam resapan, sumur- sumur resapan.

d. Data Hidrolika
1) Data keadaan, fungsi, jenis, geometri dan dimensi saluran, dan bangunan
pelengkap seperti gorong-gorong, pompa, dan pintu air, serta kolam tandon
dan kolam resapan
2) Data arah aliran dan kemampuan resapan.
3. Data teknik lainnya
Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan antara
lain: jaringan jalan kota, jaringan drainase, jaringan air limbah, TPS (Tempat
Pengolahan Sampah Sementara), TPA (Tempat Pemrosesan Akhir), jaringan telepon,
jaringan listrik, jaringan pipa air minum, jaringan gas (jika ada) dan jaringan utilitas
lainnya.
a. Data non teknik
Data pembiayaan termasuk biaya OP, peraturan-peraturan terkait, data
institusi/kelembagaan, data sosial ekonomi dan budaya (kearifan lokal),
dataperan serta masyarakat serta data keadaan kesehatan lingkungan
permukiman.
2.2 Analisis Hujan
1. Pengisian Data Hujan yang Hilang
Perkiraan pengisian data hujan diperlukan untuk melengkapi data hujan yang
hilang akibat kesalahan dalam pengamatan stasiun hujan, kerusakan alat dan
kesalahan dalam pencatatan data untuk mendapatkan hasil analisis yang akurat.
Pengisian data hujan yang hilang dapat dilakukan dengan metode berikut:
a. Metode Perbandingan Normal

PA p N py N P3 + N pp
] j
+ A + A A
Dengan

NA = jumlah hujan tahunan noremal pada stasiun A.


PA = hujan yang diperkirakan pada stasiun A.
P1, P2, P3, . .. Pn = hujan disaat yang sama dengan perkiraan di stasiun 1,2,3..n.

ROMINSEN BILI
2018520143
N1, N2, N3, ..N = jumlah hujan tahunan stasiun yang berdekatan.

b. Reciprokal Method
A

' 1
1

Dengan
Px = curah hujan pada stasiun X.
a, b, c = jarak stasiun X ke tiap stasiun hujan A,B, C, ... N.
PA, PB, PC,..Pn = jumlah hujan pada stasiun yang mengelilingi stasiun A,B,C,..n
2.2.1. Analisis Hujan Rancangan Metode Log Pearson Tipe III
Periode ulang adalah terminologi yang sering digunakan dalam bidang sumberdaya air,
yang kadang dipahami secara berbeda oleh berbagai pihak. Definisi fundamental dari
hidrologi statistik mengenai “Periode Ulang” (Haan, 1977): “Periode Ulang adalah rerata
selang waktu terjadinya suatu kejadian dengan suatu besaran tertentu atau lebih
besar”.
Curah hujan rancangan adalah curah harian maksimum yang mungkin terjadi dalam
periode waktu tertentu misal 5 tahunan, 10 tahunan dan seterusnya. Setelah diketahui
tinggi curah hujan harian maksimum dari data hujan yang diperoleh, maka dengan
menggunakan metode ini dapat dihitung besarnya hujan rancangan yang terjadi dengan
periode ulang T tahun.
Uji kesesuaian distribusi Untuk mengetahui apakah sebaran data sesuai dengan jenis
sebaran teoritis yang dipilih, maka setelah penggambaran pada kertas probabilitas
perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Distribusi Log Pearson Tipe III merupakan hasil
transformasi dari distribusi Pearson Tipe III dengan menggantikan
Łog X, = L0g X + (G x Ç )
data menjadi nilai logaritmik. Persamaan distribusi Log Pearson
Tipe III dapat ditulis sebagai berikut: Dimana:
Xt = Besarnya curah hujan dengan periode t (mm)
= Rata-rata nilai logaritma data X hasil pengamatan (mm)
(S) = Standar deviasi nilai logaritma data X hasil pengamatan
Pesamaan yang digunakan adalah:
Nilai rerata:

Standar Deviasi:

Cs = Koefisien Kepencengan
ROMINSEN BILI
2018520143
n. ógX -logo )'

1 (n 2

Ck = Koefisien kurtosis

•'z(w—'vl'

N(n )n)S

Dimana:

X = curah hujan (mm)

p x= rerata Log X G = faktor frekuensi

2.2.2. Uji Chin Square

Uji ini mengkaji ukuran perbedaan yang terdapat di antara frekuensi yang diobservasi
dengan yang diharapkan dan digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal, yang
ditentukan dengan persamaan:

Dimana:

X2 hitung = parameter chi-kuadrat terhitung

Ej = frekuensi pengamatan (observed frequency)

Qj = frekuensi teoritis kelas j (exoected frequency)

Langkah-langkah dalam memakai jenis uji ini adalah sebagai berikut:


 Mengurutkan data curah hujan harian maksimum dari nilai terkecil ke terbesar.
 Memplot harga curah hujan harian maksimum Xt dengan harga probabilitas
Weibull (Soetopo, 1996:12):
«•) —
N - 1100 Å
Dimana:
Sn (x) = probabilitas (%)
n = nomer urut data dari seri yang telah diurutkan N = jumlah total data
 Hitung harga Xcr dengan menentukan taraf signifikan o = 5% dan dengan
derajat kebebasan yang dihitung dengan menggunakan persamaan:

Keterangan:

Dk = Derajat kebebasan
ROMINSEN BILI
2018520143
P = Parameter yang terikat dalam agihan frekuensi
K = Jumlah kelas distribusi

= 1 + (3.322 . log n)

2.2.3. Uji Smirnov Kolmogorof


Uji Smirnov Kolmogorof Pengujian ini dilakukan dengan menggambarkan
probabilitas untuk tiap data, yaitu distribusi empiris dan distribusi teoritis yang
disebut dengan bmaks.

Uji kesesuaian ini digunakan untuk menguji simpangan secara horisontal. Uji
kecocokan Smirnov Kolmogorof, sering disebut juga uji kecocokan non parametrik,
karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Uji ini digunakan
untuk menguji simpangan/selisih terbesar antara peluang pengamatan (empiris)
dengan peluang teoritis. Uji ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

 Mengurutkan data curah hujan harian maksimum dari nilai terkecil ke


terbesar.
 Memplot harga curah hujan harian maksimum Xt dengan harga
probabilitas, Sn(x) seperti pada persamaan diatas.

 Pengujian terhadap kesesuaian data dengan menggunakan tabel yang


tersedia dengan parameter banyaknya data (n), tingkat
kepercayaarrsignificant level (o), dan Acr.

 Hitung nilai selisih maksimum antara distribusi teoritis dan distribusi empiris
dengan persamaan

Dimana:

ömaks — Selisih terbesar antara peluang empiris dengan teoritis

Pe = Peluang empiris, dengan menggunakan persamaan dari


Weibull:

M = nomor urut kejadian, atau peringkat kejadian N

= jumlah data pengamatan

PT = peluang teoritis dari hasil penggambaran data pada kertas


distribusi (persamaan distribusinya) secara grafis, atau menggunakan
fasilitas perhitungan peluang menurut wilayah luas dibawah kurva
ROMINSEN BILI
2018520143
normal pada Tabel.

Membandingkan nilai Acr dan Amaks dengan ketentuan apabila: Acr >
Amaks maka distribusi tidak diterima.

Acr < Amaks maka distribusi diterima.

2.3 Analisis Debit Banjir Metode Rasional


Q max — 0,002778*C * I * A

Dimana:

Q max = debit puncak/maksimum (m3 /detik)

c = koefisien aliran permukaan ( 0 < C < 1 )

I = intensitas hujan (mm/jam)

A = luas daerah aliran (Ha)

h iefi8ien Ali fan C = C,•C,+C,


Topogrø1i țC,j Tañ^+ l*•ł *6 ^ ł
ł*.
Daiar î<1w Ł! Pasir dan u Hutan u
UJ gravel u4 04
Bergelom
1 — 1U% barg î Ł!UB, Lempurq
rî›asir De wõ U Pertanan u
11
PemuŁitan
— our i |1u u Lempurq
1b dan lanau uI' Padang
rurnput u
Z1
m
Pegunungan
•zu .i l u
lb Lapisan batu Æ ïanpa
u lanarnan uGB
Gambar 2.1 Koefìsien aliran untuk metode rasional
Dı6krıpsz LaharıJt'Laraktar Permu kaarı
Benıs
Perxolaan 0,7Q - Q 95
Pınqqıran
0,5Q - Q 70
Pc'rumahan
runlah tunggal O,3D - 0 50
m u8ıunıf. lerp rsah O,0D-060
m u8ıunıf. Ierga9urq
Perxarnpunqan
Aparterl/en 0,50 — 0 YO
Indus1n
Rırq O,9D-0
80 0,60 -
an
090
Ber

ROMINSEN BILI
2018520143
at
Perkerasan
Asî›al dan Delon Dafu bata. pavırq O,7D - 09s O,5D - 0 10
A1ap 0,70 — 0 95
rJalaman. lana h beraf
Dalar 2%

C uram 7%
Halaman kerera apı
Taman empat I>=rmaın
Taman, ç•ekub uran U,1U — U ûi5
Hufan
Dalar. Q — 5% OLD - 0@O
Tw•ah
DergelornDang. 5 — 1Q% 0,29-0s0
DerbuluL 1Q — 30"A O,3D-060

szgaóaoya Padœg Rœzput 0.4$ ailai C = 0.3 , Tito ailai

Gambar 2.2 Koefisien aliran untuk metode rasional

2.3.1. Penetuan Batas DAS


DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi
dibatasi oleh punggung- punggung gunung yang menampung
dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkan ke
laut melalui sungai utama. Pemetaan batas daerah aliran
sungai (DAS) merupakan salah satu parameter utama yang
digunakan sebagai batasan penentuan kondisi tutupan lahan
dan geomorfologi pada DAS. Ketersediaan data Digital
Elevation Model (DEM), dapat dimanfaatkan sebagai
pengelolaan DAS dalam bentuk pemetaan batas DAS serta
mendapatkan kondisi geomorfologi DAS.

2.3.2. Penentuan Nilai C Berdasarkan tata guna Lahan


Untuk nilai C (koefisien limpasan) pada kajian ini menggunakan nilai koefisien
limpasan, C yang ditetapkan oleh SNI 03-2415-1991. nilai C yang digunakan
dalam perhitungan adalah sebagai berikut

ROMINSEN BILI
2018520143
Tabel 2.1 Nilai koefìsien limpasan yang digunakan dalam pehitungan
0 50 — 70 2528 @ Ha

0.25 — fi,40 ÎJauk pm& føæzi . faailkøø burnt


dan søciøf O.5o — D.7fi diaza il d•ri
yø»-» c = n7ß

Tabel 2.2 Nilai koefìsien limpasan yang digunakan dalam pehitungan

Besarnya koefisien limpasan (C) ditentukan menggunakan tiga metode yang

berbeda, antara lain:

2.3.3. Metode Hassing


Koefisien limpasan diperoleh melalui penggabungan parameter topografi (Ct), tanah
(Cs), dan vegetasi penutup (Cv). Masing-masing parameter.
memilikiklasifikasi dengan nilai koefisien limpasan seperti yang terdapat pada 2.3
Ğ
D
LJa1aI 1°-” I " o) II.
().t
ROMINSEN BILI
2018520143
Doruolombana f I - lf.fJ
I lP>1 X
Pcrbukil n f ll› - I›.
*()"‹ı tr
Pcuunun n 1.”-•? If.O
lWo1 h
”E”ı+nah {¢ ”*) *”
Pasar dan Lz L il If.
(ît

t Jutsn lf.

• Pcnonicn lf.l
l
Î-teMn1ÇM1an lf.
dl
” »/ tanaman lf.GI
Y
Sıınıbcr : Has sin3, t 1995) dalam
Sılrip in (2 X2)
Tabel 2.3 Nilai koefisien limpasan Metode Hassing
2.3.4. Metode United States Forest Service
Koefisien limpasan ditentukan berdasarkan tingkat kepadatan beberapa jenis
penggunaan lahan dengan sedikit mempertimbangkan kondisi topografi, tanah, dan
vegetasi penutup. Masing-masing jenis penggunaan lahan memiliki rentang nilai
koefisien limpasan seperti yang terdapat pada tabel Tabel 2.4.

ROMINSEN BILI
2018520143
Fin,'i,lrML-‹tx ir,3-iJ NJ

Gambar 2.4 Nilai koefisien limpasan menurut U. S. Forest Service

a. Metode Cook
Koefisien limpasan diperoleh melalui penggabungan beberapa karakteristik fisik DAS yang
terdiri dari topografi, infiltrasi tanah, vegetasi dan simpanan permukaan. Masingmasing
karakteristik fisik memiliki klasifikasi dengan bobot yang berbeda seperti yang terdapat
pada Tabel 3. Apabila masing-masing parameter terdiri dari beberapa klasifikasi maka
dilakukan perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

Dimana :

C = koefisien limpasan
C1, 2, n = koefisien aliran parameter
A1, 2, n = luas parameter
b. Penentuan Parameter DAS
Beberapa parameter fisik DAS berperan dalam menentukan bentuk hidrograf satuan
selain karakteristik hujan. Parameter fisik DAS tersebut adalah luas DAS,
kemiringan, pola drainase, dan lain-lain. Parameter-parameter fisik DAS itulah yang
akan dipergunakan untuk menetapkan besarnya hidrograf satuan dari DAS yang
bersangkutan dengan metode hidrograf satuan sintetik (Slamet 2006). Keuntungan
dari penggunaan hidrograf satuan sintetik adalah bisa mensintesasikan hidrograf
dari DAS yang terukur dan menggunakannya untuk DAS yang tidak terukur.

ROMINSEN BILI
2018520143
Kelemahan dari hidrograf satuan sintetik adalah karena persamaan hidrograf satuan
sintetik dibuat secara empiris dengan data yang diperoleh pada tempat-tempat
lokal. Oleh karena itu, persamaan tersebut terbatas pada kawasan dengan kondisi
geografis yang serupa dengan kawasan dimana persamaan tersebut diperoleh
(Slamet 2006). Model-model hidrograf satuan sintetik yang telah dikembangkan
diantaranya adalah:
c. Model HSS Snyder
Snyder mengembangkan model dengan koefisien-koefisien empirik yang
menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik DAS. Hal tersebut
didasarkan pada pemikiran bahwa pengalihragaman hujan menjadi aliran baik pengaruh
translasi maupun tampungannya dapat dijelaskan dipengaruhi oleh sistem DAS-nya
(Siswoyo, 2011). Hidrograf satuan tersebut ditentukan dengan unsur yang antara lain Qp
(m³ /detik), Tb (jam), dan tp (jam) dan tr (jam). Unsur- unsur hidrograf tersebut
dihubungkan dengan:
A = luas DAS (km² )
L = panjang aliran sungai utama (km)
Lc = panjang sungai utama diukur dari tempat pengukuran (pelepasan) sampai
titik di sungai utama yang terdekat dengan titik berat DAS (km).

Gambar 2.5 Posisi L dan Lc pada suatu DAS

Dengan unsur-unsur tersebut di atas Snyder membuat model hidrograf


satuan sintetis sebagai berikut:

Apabila durasi hujan efektif tr tidak sama dengan durasi standar tD, maka:

Dimana:

tD = durasi standar dari hujan efektif(jam)


tr = durasi hujan efektif(jam)
ROMINSEN BILI
2018520143
tp = waktu dari titik berat durasi hujan efektif tD ke puncak hidrograf
satuan (jam)

tpR = waktu dari titik berat durasi hujan tr ke puncak hidrograf satuan
(jam)

Qp = debit puncak untuk durasi tD (m' /detik)

QpR = debit puncak untuk durasi tr (m3 /detik)

L = panjang sungai utama terhadap titik kontrol yang ditinnjau (km)

Le = jarak antara titik kontrol ke titik yang terdekat dengan titik berat
DAS (km)

A = luas DAS (km 2 )

Ct = koefisien yang tergantung pada kemiringan DAS, yang bervariasi


dari0,75 sampai 3,0

Cp = koefisien yang tergantung pada karakteristik DAS, yang bervariasi


antara 0,9 sampai 1,4

Ct dan Cp adalah koefisien-koefisien yang bergantung pada satuan dan ciri


DAS (Wilson, 1993). Koefisien-koefisien Ct dan Cp harus ditentukan secara
empirik, karena besarnya berubah-ubah antara daerah yang satu dengan daerah
yang lain. Besar koefisien Ct berkisar antara 0.75-3.00, sedangkan besar koefisien Cp
berkisar antara 0.9-1.4 (Soemarto, 1995).

Gambar 2.6 HidrografSatuan Snyder Standar, tp — 5.5 tr

Gambar 2.7 HidrografSatuan Snyder Standar, tp O 5.5 t

ROMINSEN BILI
2018520143
d. Model HSS Nakayasu
Perhitungan hidrograf satuan sintetis ini dikembangkan oleh Nakayasu.
Hidrograf satuan sintetik Nakayasu dikembangkan berdasarkan hasil pengamatan
dari hidrograf satuan alami yang berasal dari sejumlah besar DAS yang ada di
jepang. Mungkin karena sungai di Jepang relatif pendek dengan kemiringan
besar, time lag menjadi lebih kecil dan puncaknya relatif tajam (Natakusumah, 2014).

1) Bentuk Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu Tak Berdimensi


Hidrograf satuan tak berdimensi Nakayasu adalah hidrograf sintetis yang
diekspesikan dalam bentuk perbandingan antara debit Q dengan debit puncak Qp
dan waktu dengan waktu naik Tp dan selanjutnya dibentukmenjadi kurva HSS
Nakayasu (Natakusumah, 2014) seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 HidrografSatuan Sintetis menurut Nakayasu

a) Data karakteristik fisik DAS


Dari peta DAS yang akan dianalisa, dapat diperoleh beberapa elemen-
elemen penting seperti Panjang Sungai (L) dan Luas DAS (A) yang dapat
digunakan menentukan bentuk dari hidrograf satuan sintetik Nakayasu.

b) Time lag (Tgl dan Waktu Puncak (Tp)


Time Lag dan Waktu Puncak ditentukan dari persamaan berikut:

Tg O 0.4 O 0.058L untuk L > 15

kmTg O 0.21 L^0.7 untuk L < 15


km Tp O Tg O 0.8 tr

Tr O 0,5 tg sampai tg

Dimana:
ROMINSEN BILI
2018520143
Tp — peak time (jam)

Tg — time lag yaitu waktu terjadinya hujan sampai terjadinya debit puncak
(jam) Tr — satuan waktu curah hujan (jam)
L = panjang sungai

c) Debit Puncak untuk hujan efektif 1 mm pada daerah seluas A km2 Jika
harga waktu puncak dan waktu dasar diketahui, maka debit puncak

hidrograf satuan sintetis akibat tinggi hujan satu satun Re=l mm yang jatuh
selama durasi hujan satu satuan Tr=1 jam, dapat dihitung, sebagai berikut:
Dimana:
Qp = debit puncak banjir (m3 /det)

Re = hujan efektif satuan (1 mm)


Tp = waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
A = luas daerah pengaliran sampai outlet
T0.3 = waktu penurunan debit, dari puncak sampai
30% (T0.3 = O Tg)
O = parameter hidrograf, dimana
O = 2.0 O pada daerah pengaliran biasa
O = 1.5 O pada bagian naik hidrograf lambat dan turun
cepat O = 3.0 O pada bagian naik hidrograf cepat dan turun
lambat
d) Persamaan Bentuk Dasar Hidrograf Satuan
Bentuk Hidrograf Satuan Nakayasu terdiri dari empat segmen kurva yang
dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut:
• Pada waktu kurva naik: 0 < t < Tp

¿› - r_›, J"

Dimana:
Q(t) — limpasan sebelum mencari debit puncak (m3 )
t = waktu (jam)
• Pada waktu kurva turun

ROMINSEN BILI
2018520143
Selang nilai: Tp < t ž (Tp + T0.3)

Rumus tersebut di atas merupakan rumus empiris, maka


penerapannya terhadap suatu daerah aliran harus didahului dengan

suatu pemilihan parameter-parameter yang sesuai yaitu Tp dan O, dan


pola distribusi hujan agar didapatkan suatu pola hidrograf yang
realistik.

1) Model HSS GAMA-1

HSS GAMA-1 diteliti dan dikembangkan berdasarkan perilaku 30 DAS


di Pulau Jawa oleh Sri Harto. Bagian-bagian dari HSS GAMA-1 adalah
bagian naik, puncak dan bagian turun. Unsur-unsur HSS GAMA-1
meliputi: waktu puncak (Tr), debit puncak (Qp) dan waktu dasar (Tp).

Gambar 2.9 Hidrografsatuan sintetik GAMA I

Rumus-rumus yang digunakan dalam menurunkan HSS GAMA-1


adalah sebagai berikut (Natakusumah, 2014):

2) Waktu Puncak (Tp)


Rumusan waktu naik/fime to rise (Tp) dalam satuan jam yang digunakan
adalah:

3) Waktu Dasar (Tb)


Rumusan waktu dasar/live to base (Tb) dalam satuan jam yang digunakanadalah:

4) Debit Puncak/Peak Discharge IQp)

ROMINSEN BILI
2018520143
T, - s7 413a T,' x "'”" s,›"’ ’“of :‹ "

Debit puncak/peak discharge (Qpl dalam satuan m3 /dt adalah sebagai

5) Bentuk Hidrograf Satuan


a) Lengkung naik (0 < T < Tp)
Qt O Qp x T

b) Lengkung turun (Tp < T < Tb)

Pengertian dari berbagai variabel diatas adalah sebagai berikut:

Qt = debit dihitung pada waktu t jam setelah Qp, dalam m3 /detik.

Qp = debit puncak (dengan waktu pada debit puncak dianggap t=0), dalam
m3 /detik .

K = koefisien tampungan dalam satuan jam yang digunakan untuk


menetapkan kurva resesi didekati dengan persamaan eksponensial
seperti berikut:

fi — 0.561.r4 " .$ "' " '. .S'N " .v11"'“"

6) Parameter Morfometri DAS


Parameter morfometri DAS yang diperlukan dalam membuat hubungan antara
pengalihragaman data hujan menjadi debit adalah sebagai berikut:

a) L = panjang sungai utama mulai dari outlet sampai hulu (km).


b) S = kemiringan sungai yaitu perbandingan antara selisih titik tertinggi
dengan titik luaran (outlet) di sungai utama, dengan panjang sungai
utama yang terletak pada kedua titik tersebut.
c) Penetapan tingkat-tingkat atau orde sungai dilakukan dengan Metode
Strahler yaitu seperti terlihat pada Gambar 2.10.
• Sungai-sungai paling ujung adalah sungai-sungai tingkat satu.
• Apabila dua buah sungai dengan tingkat sama bertemu akan terbentuk
ROMINSEN BILI
2018520143
sungai satu tingkat lebih tinggi.
• Apabila sebuah sungai dengan suatu tingkat bertemu dengan sungai
lain dengan tingkat yang lebih rendah, maka tingkat sungai pertama
tidak berubah.

Gambar 2.10 Penetapan Orde Sungai menurut Strahler

2.3.5. Perhitungan Debit Banjir Rancangan


Sebelum menghitung debit, dilakukan trial and error untuk mendapatkan Qn.
Setelah melakukan trial didapatkan nilai Qn =1,6. Contoh Perhitungan (untuk
periode ulang 50 tahun pada):
Qn — 1,6 x Rn

2.4. Analisa Hidrolika


Analisa hidrolika bertujuan untuk mengetahui kemampuan penampang dalam
menampung debit rencana. Bahwa salah satu penyebab banjir adalah karena ketidak
mampuan penampang dalam menampung debit banjir yang tejadi. Analisis hidrolika ini
terdiri dari analisis penampang eksisting sungai dan perencanaan penampang rencana.
Analisis penampang eksisting dengan program HEC-RAS menggunakan debit sebagai input.

a. Analisis Penampang Eksisting Sungai Sengkarang

Analisis penampang eksisting dengan menggunakan HEC-RAS bertujuan untuk mengetahui


kondisi dari Sungai Sengkarang saat ini (eksisting). Dengan menggunakan HEC-RAS maka
dapat diketahui profil dari muka air saat terjadi banjir. HEC-RAS akan menampilkan model
dari Sungai Sengkarang sesuai dengan input data yang diberikan.

1) Data geometri

2) Data debit sungai sekarang

3) Data hidrolika

b. Pertimbangan Perlu Tidaknya Perbaikan Penampang

c. Setelah didapat data penampang melintang seperti elevasi banjir dan elevasi
ROMINSEN BILI
2018520143
tanggul, maka dapat diletahui apakah penampang tersebut mampu menampung
air

yang mengalir atau tidak.

2.4.1 Perhitungan Saluran Metode Manning


Prinsip pengukuran metode ini mendasarkan pada rumus Manning, yaitukecepatan rata-
rata aliran yang dapat diperkirakan dengan persamaan hidraulikaberikut ini:

Dimana:

V = kecepatan rata-rata (m/dtk) R = radius hidrologik (m)

S = gradien hidrologik (tanpa dimensi)n = koefisien kekasaran Manning

R = A/P

A = luas penampang basah (m2)40 P = parameter bassah (m)\’ = Jan . R . .?"'

Debit aliran selanjutnya dapat dihitung dengan persamaan

Q = .I .

Dimana:

Q = debit aliran (m3/dtk)

A = luas penampang basah (m2)


V = kecepatan rata-rata (m/dtk)

Rumus Manning ini berlaku untuk kondisi aliran yang:

a. Aliran steady.
b. Aliran yang uniform.
2.4.2 Perhitungan Penampang Saluran Ekonomis
Saluran terdiri dari saluran tertutup dan saluran terbuka. Saluran tertutup contohnya
saluran yang menggunakan pipa, dan saluran terbuka contohnya saluran air untuk drainase
kota. Menurut Triatmodjo B., (1993) saluran terbuka yang ekonomis adalah saluran yang
dapat mengalirkan debit yang besar dan keliling basah mininum. Bentuk saluran yang
demikian dapat diperoleh dari penampang berbentuk setengah lingkaran.
Saluran yang berpenampang dengan bentuk setengah lingkaran sangat sulit

proses pembuatannya jika dibandingkan dengan saluran yang mempunyai penampang

ROMINSEN BILI
2018520143
B

Gambar 2.11 Saluran trapezium

Bila y dan B adalah variabel dan nilai B dari persamaan

(1) disubtitusi kepersamaan

(2) didapat:

, a-» , _

Bila m konstan maka nilai P akan minimum jika dp/ dy = O sehingga:

Nilai A subtitusikan dari persamaan (1), didapat:

a. Saluran Segiempat
Perencanaan saluran dengan model segiempat banyak dipilih untuk talang jaringan irigasi di
daerah perkotaan besar. Penggunaan tebing yang tegak menjadikan model saluran ini
lebih dihindari dari saluran model trapesium. Hal ini disebabkan untuk membuat dinding
yang tegak memerlukan konstruksi yang kuat dan lebih mahal. Saluran dengan model
segiempat ini dipilih karena ada dua kelebihan yaitu memiliki nilai estetika dan cocok untuk
lahan yang terbatas.Untuk saluran segiempat dapat dihitung sebagai berikut:

Gambar 2.12 Saluran segiempat

ROMINSEN BILI
2018520143
Luas penampang basah:

Keliling basah:

Jari-jari hidraulis:

A_ U}'

Debit aliran akan maksimum apabila jari-jari hidraulis maksimum dan bila P nyaminimum maka

Untuk saluran segiempat ekonomis didapat:


A )’
r" z

b. Saluran Setengah Lingkaran

Bentuk atau model saluran model setengah lingkaran merupakan perencanaan


saluran terbaik ketiga setelah penampang segiempat dan trapesium. Model ini
mampu menampung debit air yang banyak dan juga dindingnya kuat. Kapasitas
penampung debit airnya hampir sama dengan penampang segiempat dan
trapesium. Model ini dapat dipilih jika lahan yang tersedia sempit dan anggaran juga
sedikit. Jika dilihat dari kemampuannya dalam menampung air, model setengah
lingkatran ini lebih banyak jika dibandingkan dengan segiempat dan trapesium.
Namun dalam prakteknya, model ini sangat sulit untuk dibuat. Oleh karena itu model
trapesiumlah yang menjadi pilihan yangbayak digunakan dalam pembuatan saluran.
Untuk saluran setengah lingkaran dapat dihitung sebagai berikut

Gambar 2.13 Saluran segiempat

ROMINSEN BILI
2018520143
c. Perencanaan Saluran Stabil

Faktor utama yang berpengaruh pada perencanaan saluran adalah kecepatan dan
tegangan geser (shear stress). Dalam praktek, tegangan geser sangat susahditentukan.
Oleh karna itu, kecepatan diterima sebagai faktor yang paling penting dalam
perencanaan saluran yang stabil. Jika kecepatan maksimum telah dipilisedemikian
rupa, sehingga tidak terjadi gerusan (scouring) pada kondisi kecepatan sama atau lebih
kecil dari kecepatan maksimum, maka permasalahan di anggap teratasi.
Kecepatan Maksimum yang Diijinkan
Jika kecepatan rata-rata yang dipilih lebih kecil dari kecepatan maksimum yang
dijinkan,maka saluran dianggap stabil. Kebanyakan investigator dalam menentukan
kecepatan yang diijinkan dengan mengaitkan dengan tekstur tanah. Tekstur tanah
merupakan perrbandingan relatif dari berbagai golongan besar partikel tanah dalam suatu
massa tanah, terutama perbandingan antara fraksi- fraksi liat, lempung dan pasir. Yang
tergolong material tanah adalah partikel mineral yang mempunyai diameter lebih kecil
dari 2 mm, atau lebih kecil dari kerikil tabel. Jadi, partikel tanah meliputi pasir, lempung
atau geluh, dan liat. Distribusi partikel tanah ditentukan dengan hygrometer untuk partikel
halus (liat). Tekstur tanah dikelompokkan kedalam 12 kelas tekstur menurut USDA
sebagaimana tertera pada Gambar 2.12 dibawah.
Tabel 2.5 Klasifìkasi Butir-butir Primer Tanah

Kelas Diameter
mm Phi

Krakal >l00 >100 100000


Kasar 10-100 10-100 100000-100000
Kerikil
Sedang 5-10 5-10 5000-10000
Halus 2-5 2-5 2000-5000
Sangat kasar 2-1 2,0-1,0 2000-1000
Kasar 1-' 2 1,0-0,5 1000-500
Pasir Sedang '/z-'/4 0,50-0,25 500-250
Halus '/4-'/ 0,25-0,125 250-125
Sangat halus '/-' 6 0,125-0,062 125-62

Kasar 'N6-'N2 0,062-0,031 62-31


Sedang 'N2-’/64 0,031-0,016 31-16
Halus ’/64-’N28 0,016-0,008 16-8
Sangat halus 'N28-'N56 0,008-0,004 8-4
Liat Kasar 'N56-'/512 0,004-0,002 4-2
Sedang '/512 - 'N024 0,002-0,001 2-1
ROMINSEN BILI
Halus ’/1024 - '/2048
2018520143 0,0010-0,0005 1-0,5
Sangat halus 'N048 - ’/4096 0,0005-0,00024 0,5-0,25
Begitu presentase kandungan pasir, lempung, dan liat pada tanah tertentu
telah ditentukan, maka tanah tersebut dapat ditempatkan ke dalam salah satu
dari 12 kelas utama, sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 2.12. Jumlah
persentase pasir, lempung dan liat selalu 100%. Titik A menggambarkan
tanah dengan kandungan pasir 55%, lempung 30%, dan liat 15%
menghasilkan tekstur tanah dengan nama kelas geluh lempung kepasiran
(sandy clay loam). Tanah dengan kandungan pasir, lempung, dan liat yang
sama dinamakan kelas geluh kelempungan (clay loam). Areal yang dibatasi
oleh garis tebal di dalam segitiga memberikan batas-batas kelas.

Gambar 2.12 Segitiga tekstur tanah meperlihatkan batas-batas kandungan pasir,


lempung, dan liat untuk berbagai kelas tekstur tanah Pada
Gambar 2.12 titik A menggambarkan tanah dengan kandungan
pasir 55%, lempung 30%, dan liat 15%. Fortier dan Scobey, 1926,
dan direkomendasikan oleh Special Committee on Irrigation
Research, ASCE (dalam Simon dan Senturk, 1992), telah
menentukan kecepatan maksimum yang diijinkan berdasarkan
tekstur tanah. Hasilnya seperti yang disajikan dalam Tabel

2.5. Disamping kecepatan maksimum yang telah ditetapkan


dalam Tabel tersebut, beberapa ahli telah merumuskan beberapa persamaan untuk
menentukan kecepatan maksimum yang diijinkan. Beberapa di an1) Mavis, dkk, (1973)

i 4

Vb 2 D9 p 1

Dimana :
D diameter butiran, mm

ROMINSEN BILI
2018520143
Vb kecepatan maksimum yang diijinkan pada dasar, ft/detik

Tabel 2.6 Kecepatan maksimum yang diiyinkan yang diwsulkan oleh Fortier dan
Scobey
(dalam Simon dan Senturk, 1992)
taranyadisajikan di bawah ini (dalam Simon dan Senturk, 1992).

Kecepatan rata-rata, m/dt


Material asli di Air Air mengangkut
No n non
mana Air mengang
jernih colloid lempung,
saluran kut
pasir, kerakal,
digali kolloid
dan batu
1 Pasir halus 0,020 0,46 0,76 0
(kolloidal) ,
4
2 Geluh
0,020 0,53 0,76 0
kepasiran (non
,
kolloidal) 6
1
3 Geluh
0,020 0,61 0,91 0
kelempungan (non
,
kolloidal) 6
1
4 Lempung Alluvial
(non 0,020 0,61 1,07 0
kolloidal) ,
6
1
5 Geluh 0,020 0,76 1,07 0
,
6
9
6 Abu vulkanik 0,020 0,76 1,07 0
,
6
1
7 Kerikil halus 0,020 0,76 1,52 1
,
1
4
Liat terjal 0,025 1,14 1,52 0
,
9
1
ROMINSEN BILI
2018520143
9 Geluh — krakal
terseleksi 0,030 1,14 1,52 1
(non kolloidal) ,
5
2
1 Liat alluvial 0,025 1,14 1,52 0
0 (kolloidal) ,
9
1
ii Liat-krakal
0,030 1,22 1,68 1
terseleksi
,
(kolloidal) 5
2
1 Kerikil kasar (non 0,025 1,22 1,83 1,98
2
kolloidal)
1 Krakal 0,035 1,52 1,68 1,98
3
1 Kerang 0,025 1,83 1,83 1,52
4
2Cartens (1966)

gD 3,61(tan ‹p cos a — sin a)

Dimana :

o kemiringan terhadap bidang datar

$ = sudut geser dalam (rumus berlaku untuk satuan Inggris)

3) Neill (1967)

er - 2,5 (

gD

Dimana :

h= kedalaman air (rumus berlaku untuk satuan Inggris)

4) Mirtskhulava, T.E.

og ) 4h )D
per
ROMINSEN BILI
2018520143
Dimana :

D > 2 mm (berlaku untuk satuan metrik dan SI)


D
n=1
0005+0,

Vper = kecepatan maksimum yang diijinkan, m/detik

c. Geometri Penampang Melintang Saluran


Faktor yang terpenting dalam menentukan pilihan bentuk penampang saluran adalah
pertimbangan ekonomi. Mengingat secara umum saluran dibuat dengan menggali
tanah dan tidak diperkuat dengan pasangan batu/beton (lining), maka stabilitas
dinding saluran perlu diperhatikan. Besar kecilnya kemiringan dinding saluran
tergantung pada jenis tanah dan kedalaman saluran. Tabel memperlihatkan
besarnya kemiringan dinding saluran untuk berbagai jenis tanah berdasar
gambar 2.13.

Gambar 2.13 Potongan melintang saluran bentuk trapesium

USBR menyarankan penentuan nisbah kedalaman dan lebar dasar saluran


(h/b) untuk tujuan praktis sebagai berikut:

h—

0,5/s

dimana

A = Luas penampang dalam ft2


b =4—m

ROMINSEN BILI
2018520143
Tabel 2.7 Kemiringan dinding saluran yang direkomendasikan oleh
USBR (dalam Kinori, 19701

Nilai
No. Tipe tanah
Kedalaman sampai Kedalaman saluran >
1,2 m 1,2 m
1 Turf 0
2 Lempung keras 0,5 1
Geluh kelempungan dan geluh
3 keliatan 1 1,5

4 Geluh kepasiran 1,5 2


5 Pasir 2 3

d. Metoda Tegangan Geser Kritis


Tegangan geser kritis rata-rata dinyatakan dalam bentuk:

Atau dapat juga dinyatakan dalam bentuk:

Dimana:

R = jari-jari hidraulik
(m)Se = kemiringan energi

V* kecepatan geser (m/detik)

berat jenis air (kg/m


p rapat massa air
Tegangan geser i pada suatu titik dapat diasumsikan konstan selama karakteristik hidarulik aliran dan
geometri saluran tetap konstan, tetapi besarnya bervariasi dalam setiap titik pada penampang melintang
saluran. Gambar 2.14 memperlihatkan variasi tegangan geser yang diamati dalam percobaan
sebagaimana dilaporkan Lane (1953).

0,75Yh

ROMINSEN BILI
2018520143
0,75Y

0,97Yh

Gambar 2.14 Distribusi tegangan geser

Pengujian distribusi tegangan geser menunjukkan bahwa potongan melintang


berbentuk trapesium tidak ekonomis. Dinding saluran dihitung untuk tahan
terhadap tegangan geser maksimum, namun kenyataannya hanya sebagian kecil
yang terpengaruh pada tegangan tersebut. Distribusi tegangan geser berpola
bahwa dinding yang lebih terjal, dengan kata lain semakin terjal, maka semakin

ROMINSEN BILI
2018520143
kecil tegangan geser yang terjadi. Tentu saja kemiringan dinding terbesar
tidak boleh melebihi sudut geser dalam (natural angle of repose) tanah
asli.

Permasalahan untuk mempertahankan stabilitas muncul terutama pada


saluran yang dibangun pada tanah tidak kohesif di mana partikel-partikel
tanah cenderung untuk menggelinding ke bawah dinding saluran akibat
gaya gravitasi. Pada kondisi ada aliran, maka partikel tanah tersebut
bekerja dua gaya, yaitu gaya gravitasi dan gaya traktif. Gaya tahan, yang
melawan gaya-gaya tersebut pada tanah tidak kohesif hanya gesekan
internal.

e. Stabilitas Partikel Tanah pada Dinding Saluran


Stabilitas partikel tunggal merupakan fungsi arah dan besaran
kecepatan aliran, kedalaman aliran, kemiringan dinding, serta geometrik
dan karakteristik sedimen (Stevens dan Simons, 1971). Gaya yang
bekerja pada partikel tanah

tidak kohesif yang menempel pada dinding saluran terdiri dari gaya geser
(gaya angkat dan gaya drag), dan berat partikel.

Gambar 2.15 Dekomposisi berat partikel tanah pada dinding saluran

Gaya berat partikel Is dapat diuraikan menjadi dua komponen, yaitu normla
dan paralel dinding saluran. Komponen gaya paralel dinding Ws sin o
cenderung membawa partikel menggelinding ke bawah dan komponen
gaya normal Ws cos o menekan partikel ke dinding dan cenderung
mempertahankannya di tempat (Gambar 2.15). Gaya geser yang bekerja

ROMINSEN BILI
2018520143
pada partikel pada arah aliran adalah isa. Resultan dua gaya yang
membawa kecenderungan partikel terlepas adalah
Rs (W s sin a) 2
(10)
2
+ ( sa)

Gaya ini dilawan oleh gaya gesek berikut:

F Ws cos a = W cos a tan ‹p

Pada kondisi partikel akan bergerak (incipient movement), maka kedua


gaya ini sama.

2
(W s sin a) + ( ' sa)2

Ws cos a tan ‹p

atau

cos tan ‹p sin

atau that disederhanakaJ 2n di persamaan


berikut: cos a tan ‹pk1
s a tan ‹p

Didasar saluran atau pada sembarang titik pada bidang horizontal di mana
o = 0, kita dapatkan persamaan berikut :

Ws
tan ‹p = phs

(15)
Nisbah antara tegangan geser pada dinding dan dasar saluran dinamakan
nisbahgaya tarik dengan persamaan berikut ini:
C
K ' +b

ROMINSEN BILI
2018520143
K — cos at(1 — ) 1(1 — )
tan ‹p sin ‹p

Mari kita uji tegangan geser per satuan panjang saluran dengan perimeter yang
mempunyai kurva menerus (Gambar 2.16). Gaya tarik, Ft, yang ditimbulkan oleh air
setinggi h, selebar dx dengan panjang 1 adalah:
Ft = YySdx
Gaya ini bekerja pada bidang luasan berikut:
cdx’ + dy‘

Sehingga tegangan geser menjadi seperti berikut


f’hSdX

/ dy2-]-dy2(18) = y y cos a

Gambar 2.16 Potongan melintang dengan parameter lengkung menerus

Kombinasi persamaan (15) dan (18) diperoleh persamaan berikut:

aan
/(1 hs
tan ‹p

Dengan menyusun kembali persamaan (19), kita hasilkan persamaan lengkung:

Gambar 2.16 Potongan melintang dengan parameter lengkung menerus


ROMINSEN BILI
2018520143
Kombinasi persamaan (15) dan (18) diperoleh persamaan berikut:

aan
/(1 hs
tan ‹p
Dengan menyusun kembali persamaan (19), kita hasilkan persamaan lengkung:
tan
tan tan

tan ‹p tan ‹p
atau

(20)

Dengan mengatur persamaan diferensial, mengintegrasikan, serta memasukkan

kondisi batas, yaitu x = 0, h = h, kita dapatkan bentuk akhir persamaan


lengkung sebagai berikut:

tan
*)

y = h cos a
h
(21)

p’tan = y — d — h [1 — cos a (hx)]

Dimana:

Ws berat jenis basah partikel tanah

a luas efekti geseran dari partikel tanah

o sudut antara sisi dinding dan bidang horizontal

ROMINSEN BILI
2018520143
$ sudut geser dalam alamiah

‹s tegangan geser pada dinding saluran

‹b = tegangan geser pada dasar saluranf

= tan ¢, koefisien gesekan

Dengan demikian, bentuk lengkung yang terjadi adalah lengkung cosinus

ROMINSEN BILI
2018520143

Anda mungkin juga menyukai