Anda di halaman 1dari 32

TUGAS MATA KULIAH DRAINASE LINGKUNGAN

(DITUJUKAN UNTUK PENGGANTI DAN PERBAIKAN NILAI KUIS)

DISUSUN OLEH :
PURWO SETYADI YUSMAN L2J 309 002

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan perkotaan yang amat pesat di Indonesia, permasalahan drainase perkotaan semakin meningkat pula. Pada umumnya penanganan drainase di banyak kota di Indonesia masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, dimulai dari tahap perencanaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan, serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat. Peningkatan pemahaman mengenai drainase kepada pihak yang terlibat baik bagi pelaksana maupun masyarakat perlu dilakukan secara berkesinambungan agar penanganan drainase dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. 1.2.Maksud dan Tujuan Makalah ini dimaksudkan sebagai pengganti dan perbaikan nilai kuis mata kuliah drainase lingkungan. Dan tujuan dari makalah ini adalah membahas fungsi drainase, faktor-faktor berpengaruh yang harus diperhatikan dalam pembangunan drainase serta untuk mewujudkan penanganan drainase perkotaan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. 1.3. Pengertian 1. Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan buatan 2. Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota dan daerah perkotaan (urban). Sistem tersebut berupa jaringan pembuangan air yang berfungsi mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air permukaan di daerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan manusia 3. Sistem drainase terpisah adalah sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan yang terpisah dengan saluran pembuang air limbah domestik

4. Sistem drainase gabungan adalah sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan yang sama untuk air hujan dan air limbah 5. Drainase berwawasan lingkungan adalah pengelolaan drainase yang tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan. Terdapat 2 pola yang dipakai : a. Pola detensi (menampung air sementara), misalnyua dengan membuat kolam penampungan b. Pola retensi (meresapkan), antara lain dengan membuat sumur resapan atau taman 6. Pengendali banjir adalah bangunan untuk mengendalikan tinggi muka air agar tidak terjadi limpasan dan atau genangan yang menimbulkan kerugian 7. Badan penerima air adalah sungai, danau atau laut yang menerima aliran dari sistem drainase perkotaan

II. SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

2.1. Fungsi Drainase Perkotaan Fungsi drainase perkotaan antara lain :  Mengeringkan bagian wilayah kota menimbulkan dampak negatif  Mengalirkan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya  Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik  Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah. 2.2. Sistem Berdasarkan Fungsi Pelayanan Berdasarkan fungsi pelayanan, sistem drainase kota dibagi menjadi dua bagian pokok, yaitu : y Sistem drainase lokal : Yang termasuk dalam sistem drainase lokal adalah sistem saluran awal yang melayani suatu kawasan kota tertentu seperti kompleks permukiman, areal pasar, perkantoran areal industri dan komersial. Sistem ini melayani area < dari 10 ha. Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi lainnya. y Sistem drainase utama : Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase primer, sekunder, tersier beserta bangunan kelengkapannya yang melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota. y Pengendalian banjir (flood control) : Adalah sungai yang melintasi wilayah kota yang berfunsi melintasi wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air sungai, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia. Pengelolaan pengendalian banjir merupakan tanggung jawab Direktorat Jenderak SDA. dari genangan sehingga tidak

2.3. Berdasarkan fisiknya, sistem drainase terdiri atas saluran primer, sekunder, tersier dan seterusnya y Sistem saluran primer : Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi saluran relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan penerima air y Sistem saluran sekunder : Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran tersier dan limpasan air permukaan sekitarnya dan meneruskan aliran ke saluran primer. Dimensi saluran bergantung pada debit yang dialirkan. y Sistem saluran tersier : Adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal 2.3. Pembangunan Sistem Drainase Perkotaan Pembangunan sistem drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air, yang pada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya lebih banyak meresap ke dalam tanah yang dan tidak banyak terbuang sebagai aliran permukaan antara lain dengan membuat bangunan resapan buatan, kolam retensi dn penataan lansekap. a. Rencana Induk Rencana induk sitem drainase perkotaan adalah perencanaan menyeluruh sistem drainase pada satu wilayah perkotaan, untuk perencanaan 25 tahun. Lingkupnya adalah sistem drainase utama saja yang berada dalam satu daerah administrasi kota/perkotaan. b. Studi Kelayakan Studi kelayakan sistem drainase perkotaan adalah perencanaan sistem drainase pada satu atau lebih daerah pengaliran air, untuk waktu

perencanaan 5 atau 10 tahun. Lingkupnya diarahkan pada daerah prioritas yang telah ditentukan dalam rencana induk drainasse perkotaan. Kajian yang dilakukan meliputi kelayakan teknis, kelayakan keuangan/sosial ekonomi, kelayakan kelembagaan seta kelayakan lingkungan. c. Perencanaan Teknis Perencanaan teknis dibuat untuk daerah prioritas yang telah mempunyai studi kelayakan atau rencana kerangka (outline plan). Jangka waktu perencanaan untuk 2 sampai 5 tahun. Rencana teknis harus membuat persyaratan teknis dan gambar teknis, kriteria perencanaan dan langkahlangkah perencanaan konstruksi sistem drainase perkotaan. d. Prinsip-Prinsip Utama Beberapa prinsip utama yang harus diletakkan sebagai dasar pembangunan sistem drainase perkotaan, antara lain : y Kapasitas sistem harus mencukupi, baik untuk melayani air hujan yang akan dialirkan ke badan penerima air (laut, sungai) atau diresapkan ke dalam tanah. Bilamana kapasitas tidak mencukupi, maka sistem akan menemui kegagalan dan terjadilah banjir atau genangan. Untuk mencapai kapasitas sistem yang memadai, dilakukan berdasarkan prinsip hidrologi dan hidrolika y Tata letak sistem memenuhi kriteria perkotaan dan memiliki kesempatan untuk perluasan sistem. Dalam pelaksanaannya harus diperhatikan segi hidraulik dan tata letak dalam kaitannya dengan prasarana lain. y Stabilitas sistem harus terjamin, baik dari segi struktural, keawetan sistem dan kemudahan dalam operasi dan pemeliharaannya. Dalam pelaksanaannya diperlukan prinsip-prinsip struktural yang harus

dipenuhi, termasuk bentuk struktur yang memudahkan operasi dan pemeliharaan. y Mengalirkan secara gravitasi, sistem drainase perkotaan sedapat mungkin menggunakan sistem pengaliran secara gravitasi, mengingat cara ini lebih ekonomis dalam pengoperasian dan pemeliharaannya

y Minimalisasi pembebasan tanah,

pengembangan sistem drainase

perkotaan harus diusahakan mencari jalur terpendek ke badan penerima air. Hal ini agar pembebasan tanah dapat ditekan sekecil mungkin. 2.4. Faktor yang Berpengaruh dalam Sistem Drainase Perkotaan 1. Intensitas Hujan Intensitas hujan adalah derasnya hujan yang jatuh pada luas daerah tadah hujan tertentu. Ukuran deras hujan yaitu akumulasi tinggi hujan pada jangka waktu (menit) tertentu dinyatakan dalam satuan mm per menit. Data curah hujan di Indonesia dikumpulkan oleh Lembaga Meteorologi dan Geofisika Dep. Perhubungan. Jika dikaitkan dengan perencanaan drainase, maka penggunaan data curah hujan adalah untuk : a. Perhitungan dimensi saluran drainase b. Perhitungan dimensi bangunan-bangunan drainase Air hujan sebagian meresap ke dalam tanah, menguap dan sebagian lagi dialirkan ke permukaan yang lebih rendah. Hal ini tergantung dari porositas tanah tadah hujannya (kondisi geologi setempat), disamping kerapatan vegetasi/tanaman. Besarnya aliran dinyatakan dalam istilah debit air (Q) dalam satuan volume per satuan waktu. 2. Catchment Area Catchment area atau daerah tangkapan air adalah kesatuan area dimana air permukaannya mengalir ke badan air yang sama baik berupa sungai atau danau, mengikuti arah contour topografi area tersebut. 3. Pertumbuhan Daerah Perkotaan Pertumbuhan fisik kota : Pertumbuhan fisik kota dipengaruhi oleh laju

pertumbuhan penduduk dan urbanisasi, yang pada akhirnya mempengaruhi ketersediaan lahan. Makin sempitnya ruang terbuka menyebabkan makin besarnya pengaliran (koefisien run-off) air permukaan sehingga beban sistem drainase perkotaan semakin berat. Dengan demikian pembangunan sistem drainase perkotaan harus mengantisipasi laju pertumbuhan penduduk, sejalan dnegan arahan Rencana Tata Ruang Kota maupun pentahapan

pelaksanaannya.

Keseimbangan pembangunan antarkota dan dalam kota : Pertumbuhan suatu kota harus didukung oleh daerah belakang yang menunjang pertumbuhan kota tersebut. Pertumbuhan daerah belakang yang tidak terkendali atau tidak sesuai dengan peruntukannya dapat mengakibatkan bertambahnya potensi banjir dan genangan di wilayah perkotaan, karena penurunan fungsi daerah tersebut sebagai daerah resapan air. Sebagai contoh adalah pertumbuhan kawasan Bogor Puncak Cianjur (Bopunjur) yang tidak terkendali telah mengakibatkan banjir kiriman di kota Jakarta. Faktor sosial ekonomi budaya : Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap sanitasi lingkungan dapat menimbulkan permasalahan dalam pembangunan drainase. Sebagai contoh adalah masyarakat yang membuang sampah ke dalam saluran, atau kecenderungan masyarakat berpenghasilan rendah untuk membuat bangunan hunian dalam garis sempadan sungai atau saluran. Kesemuanya menyebabkan penyempitan saluran disamping menghambat pembangunan sistem drainase. 4. Faktor Medan dan Lingkungan Topografi : Pembangunan sistem drainase harus memperhatikan topografi, keberadaan jaringan saluran drainase, jalan, sawah, perkampungan dan keberadaan badan air. Pembangunann drainase pada daerah datar harus memperhatikan sistem aliran dan ketersediaan air penggelontor untuk mengatasi kemungkinan pengendapan dan pencemaran. Kestabilan tanah : Pembangunann drainase di daerah lereng pegunungan harus memperhatikan masalah longsor yang disebabkan oleh kandungan air tanah. Pengempangan : Pada daerah yang terkena pengaruh pengempangan dari waduk, laut atau waduk perlu memperhatikan pembendungan atau pengempangan yang diakibatkan oleh aliran balik (back water).

III.

TINJAUAN SISTEM DRAINASE

Kajian hidrologi untuk menentukan besarnya debit banjir rencana yang mungkin terjadi dan perlu diantisipasi dengan perencanaan sistem drainase yang memadai 3.1. Analisis Hidrologi Data hidrologi dalam bentuk pencatatan curah hujan memegang peranan yang penting dalam memperkirakan jumlah air yang jatuh ke lokasi pekerjaan yang harus dapat diakomodasi dalam perencanaan. Pengolahan data dilakukan dengan menghimpun nilai-nilai besarnya curah hujan untuk beberapa akumulasi harian dan diperhitungan untuk curah hujan rencana dengan beberapa perioda ulang dalam hitungan tahun. Selain data hujan data yang lebih penting ladi adalah Peta catchment area daerah aliran dari sungai-sungai yang ada di sekitar wilayah kajian. 3.1.1. Analisis Curah Hujan Rencana Curah hujan rencana yang dalam hal ini adalah curah hujan harian diperoleh dari data curah hujan harian maksimum tahunan dengan metode analisis frekuensi. Analisis frekuensi data curah hujan rencana dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa distribusi probabilitas yang banyak digunakan dalam Hidrologi, yaitu : Distibusi Normal, Distribusi Log Normal 2 Parameter, Distribusi Log Normal 3 Parameter, Distribusi Gumbel Tipe I, Distribusi Pearson III dan Distribusi Log Pearson III. 3.1.2. Distribusi Normal Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas (Probability Density Function, PDF) Normal adalah:
-

x - Q 2
2W 2

p(x) !

1 W 2T

Dimana Q dan W adalah parameter dari Distribusi Normal. Secara umum, parameter distribusi dapat ditentukan dengan 4 metode, yaitu:

(a) Metoda Momen (method of moments) (b) Metoda Maximum Likelihood (c) Metoda Kuadrat Terkecil (least squares) (d) Metoda Grafis Yang banyak digunakan adalah metoda momen dan maximum likelihood. Dari analisis penentuan paramater Distribusi Normal, diperoleh nilai Q adalah nilai ratarata dan W adalah nilai simpangan baku dari populasi, yang masing-masing dapat didekati dengan nilai-nilai dari sample data. Dengan subtitusi t !
x-Q , akan W

diperoleh Distribusi Normal Standar dengan Q = 0 dan W = 1. Persamaan Fungsi Kerapatan Probabilitas Normal Standar adalah:
t 1 -2 P(t) ! e 2T 2

Ordinat Distribusi Normal Standar dapat dihitung dengan persamaan di atas. Persamaan Fungsi Distribusi Komulatif (Cumulative Distribution Function, CDF) Normal Standar adalah:
1

P(t) !

-g

1 2T

t2 2 dt

dimana: t =
x-Q , standard normal deviate W x Q W = = = Variabel acak kontinyu Nilai rata-rata dari x Nilai simpangan baku (standar deviasi) dari x.

Persamaan ini dapat diselesaikan dengan bantuan tabel luas di bawah kurva distribusi normal yang banyak terdapat di buku-buku matematika. Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus umum yang dikemukakan oleh Ven Te Chow (1951) sebagai berikut:

X T ! X  KW

dimana: XT = Variabel acak dengan periode ulang T tahun


X W K ulang T = = = Nilai rata-rata dari sampel variabel acak X Nilai simpangan baku dari sampel variabel acak X Faktor frekuensi, tergantung dari jenis distribusi dan periode

Untuk distribusi normal, nilai K sama dengan t (standard normal deviate). 3.1.2.1. Distribusi Log Normal 2 Parameter Bila logaritma dari variabel acak x, Ln (x), terdistribusi normal, maka dikatakan bahwa variabel acak x tersebut mengikuti distribusi log normal 2 parameter. Persamaan PDF dari distribusi Log Normal 2 Parameter adalah :
 (ln x  Q y )2 2W
y

P( x ) !

1 xW y 2T

dimana: Qy = Nilai rata-rata dari logaritma sampel data variabel x (ln x)


Qy = Nilai simpangan baku dari logaritma sampel data variabel x (ln x)

Faktor frekuensi K untuk Distribusi Log Normal 2 Parameter dapat dihitung dengan 2 cara sebagai berikut: i) Sama seperti Distribusi Normal di atas, hanya saja sebelumnya semua data di logaritma lebih dahulu (ln x). ii) Menggunakan data asli (tanpa di logaritmakan), faktor frekuensi dihitung dengan rumus berikut (Kite, 1988): et
ln(1  z 2 ) 1 / 2 ln(1  z 2 )

K! dimana:

1

z t

= =

Koefisien variasi =

W x

Standard normal deviate

3.1.2.2. Distribusi Log Normal 3 Parameter Distribusi Log Normal 2 Parameter di atas mempunyai batas bawah = 0, akan tetapi sering terjadi batas bawah data pengamatan tidak sama dengan 0. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi dengan memberikan batas bawah a. Dengan demikian variabel x ditransformasi menjadi (x-a) dan distribusi dari ln (x-a) disebut distribusi Log Normal 3 Parameter. Persamaan PDF Log Normal 3 Parameter adalah:
 [ln ( x  a )  Q y ] 2 2W 2 y

p(x ) !

1 ( x  a )W y 2T

dimana: Qy = Nilai rata-rata dari ln (x-a), parameter bentuk


Qy A = Simpangan baku dari ln (x-a), parameter skala = Parameter batas bawah

Faktor frekuensi K untuk Distribusi Log Normal 3 Parameter dapat dihitung dengan 2 cara sebagai berikut : i) Menggunakan standard normal deviate t sebagai berikut:
X T =a+e
( y+ t y )

ii) Menggunakan persamaan faktor frekuensi K sebagai berikut:


e
2 t ln ( 1  z 2 ) 

K!

1 2 ln ( 1 z 2 )] / 2 2

1

z2 1[2/3 [1/ 3  g  g2  4 2

z2 !

[!

dimana g adalah koefisien skew dari sampel variabel acak x, sebagai berikut :

n g!

( x
i !1

 x )3

( n  1 )( n  2 )s 3

dimana:

n x
S

=Jumlah sampel data variabel acak x


= = Nilai rata-rata dari sampel variabel acak x Simpangan baku dari sampel variabel acak x

3.1.3. Distribusi Gumbel Tipe I Persamaan PDF dari Distribusi Gumbel Tipe I adalah:
p( x ) ! E e
E ( x  F )e E ( x  F )

sedangkan persamaan CDF adalah :


p( x ) ! e e
E ( x  F )

Distribusi ini mempunyai 2 parameter, yaitu E F : : Parameter konsentrasi Ukuran gejala pusat

Karakteristik dari distribusi ini adalah: Koefisien skew (g) : 1,139 Koefisien Kurtosis : 5,4 Parameter distribusi diperoleh dengan menggunakan metoda momen, hasilnya adalah:
E! 1,2825 W

F ! Q  0 ,45 W

Faktor frekuensi K untuk distribusi Gumbel Tipe I adalah:


K! ( YT  Yn ) Sn

T  1 YT !  ln (  ln T

dimana: YT = Reduced variabel Y


T Yn jumlah data n Sn jumlah data n = Simpangan baku dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari = = Periode ulang (tahun) Nilai rata-rata dari reduced variabel Y, merupakan fungsi dari

3.1.4. Distribusi Pearson III Persamaan PDF dari Distribusi Pearson III adalah:
1 x K p( x ) ! E +(F ) E
F 1  x K E

Distribusi ini mempunyai tiga paramater, yaitu skala, bentuk dan letak, sedangkan
+ ( F ) adalah fungsi gamma. Penentuan parameter distribusi dengan metoda momen

menghasilkan:
E! W F
2

2 F ! g

K ! Q W F

Faktor frekuensi K distribusi Pearson III adalah:


K } t ( t2 1) g 1 3 1 g g g g  ( t  6 t )  ( t 2  1 )  t  6 3 6 6 6 36
2 3 4 5

dimana: t : Standard normal deviate, tergantung oleh periode ulang T


g : Koefisien skew

3.1.4.1. Distribusi Log Pearson III Persamaan PDF dari Distribusi Log Pearson III adalah:
1 ln x  K E x+ ( F ) E
F 1

p( x ) !

e

ln x  K E

Distribusi ini mempunyai 3 parameter, yaitu: E F K = Parameter skala = Parameter bentuk = Parameter lokasi

Untuk menghitung variabel acak x dengan periode ulang tertentu, digunakan rumus berikut:
XT ! e
Q y  KW y

dimana : Qy
Wy K = =

= Nilai rata-rata dari logaritma sampel data variabel x (ln x)


Nilai simpangan baku dari logaritma sampel data variabel x (ln x) Faktor frekuensi Distribusi Pearson III

3.1.5.

Analisis Debit Rencana Analisis debit banjir rencana dimaksudkan untuk menentukan besarnya debit

banjir rencana di saluran pembuang utama (dalam hal ini adalah pembuang alam/sungai) serta debit rencana pada saluran pembuang dari fasilitas jalan maupun stock yard di lingkungan pertambangan. Untuk memperkirakan debit rencana dapat dilakukan analisis dengan metoda rasional dan metode hidrograf. Metode rasional yang biasa digunakan untuk DAS kecil adalah metoda Haspers, metoda Weduwen, dan metoda Rational juga dievaluasi dengan hidrograf satuan Sintetis Snyder dengan perangkat lunak HECHMS.

3.1.5.1. Metode Hasper Persamaan yang digunakan dalam perhitungan debit rencana dengan menggunakan metoda Hasper adalah sebagai berikut: Q=fx
E!

x xq

1  0.012 x f 0.7 1  0.075 x f 0.7

T + 3.7 x 10 -0.4xT f 3 / 4 1 ! 1 x F 12 T 2  15 T ! 0.1 x L0.8 x i -0.3 rT ! T x R Tr T  1  0.0008 x (260 - R Tr )(2  T ) 2 T x R Tr (2 e T e 19 jam) T 1 T + 1 (19 e T e 30 hari)

(T e 2 jam)

rT !

rT ! 0.707 x R Tr x q! rT 3.6 x T

dimana: Q = debit banjir (m3/dtk). = koefisien runoff (pengaliran). f = luas daerah pengaliran (km2 ). = koefisien reduksi. rT q R = intensitas hujan (mm). = hujan maksimum (m3/km2/dtk). = curah hujan maksimum (mm).

Metode Haspers adalah salah satu metode perhitungan banjir dengan dasar metode rasional. Tahapan perhitungan adalah sebagai berikut :
a.

Koefisien aliran (C) dihitung dengan rumus : C ! 1  0,012 A 0 ,7 1  0,075 A 0, 7 :

Dimana C

= koefisien aliran

A =luas DPS (km2)


b.

Koefisien reduksi (F) dihitung dengan rumus : 3 I t  ,7 v 100 ,4 t A0,75 ! 1 F t 2  15 v 12 Dimana F t :

= koefisien reduksi = waktu konsentrasi (jam)

c.

Waktu konsentrasi (t) dihitung dengan rumus : t = 0,1 L0,9 I-0,3 :

Dimana t

= waktu konsentrasi (jam)

L = panjang sungai (km) I


d.

= landai sungai rata-rata

Hujan maksimum menurut Haspers dihitung dengan rumus : Q Rt t q R Sx U Rt ! Rt 3,6t

= R + Sx U = waktu curah hujan (jam) = hujan maksimum/ debit modul (m3/det/km2) = curah hujan maksimum rata-rata (mm) = simpangan baku = variabel simpangan untuk kala ulang T tahun = curah hujan dengan kala ulang T tahun (mm)

Dimana

e.

Berdasarkan Haspers curah hujan dengan periode tertentu ditentukan :


i.

Untuk t < 2 jam Rt

t R24 t  1 0,0008 (260  R24 ) (2  t ) 2

ii.

Untuk 2 jam < t < 19 jam Rt ! t R24 t 1

iii.

Untuk 19 jam < t < 30 hari Rt t = 0,707 . R24 t + 1 = waktu curah hujan (jam)

Dimana :

R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) Rt = curah hujan dengan waktu t jam (mm) 3.1.5.2. Metode Rasional Persamaan yang digunakan dalam metoda Rasional adalah sebagai berikut:
Q= Exrxf 3.6
0.6

(H V ! 72 L t! L V R 24 24 T

2/ 3

r!

dimana: Q = debit banjir (m3/dtk). = koefisien pengaliran. f r V R = luas daerah pengaliran (km2 ). = intensitas hujan (mm/jam). = kecepatan aliran (km/jam). = curah hujan maksimum (mm).

3.1.5.3. Metode Hidrograf Satuan Debit banjir rencana dapat ditransformasi dari curah hujan rencana menggunakan hidrograf satuan. Perhitungan dapat dilakukan dengan program HEC-1 yang diupdate menjadi HEC-HMS.

Q i !

U * X
j j !1

i  j 1

dimana Q(i) : Debit run off dari sub basis pada akhir titik perhitungan dengan interval i U(j) : Ordinat ke j dari hidrograf satuan X(i) : Curah hujan rata-rata pada interval i

Metode Hidrograf Satuan Sintetis Snyder Metode hidrograf satuan sintetis ini dikembangkan oleh Snyder di Amerika. Untuk menganalisis hidrograf satuan sintetis dengan metode ini dibutuhkan parameterparameter yang dibagi menjadi parameter fisik dan non-fisik. Parameter fisik adalah luas DPS (A), panjang sungai (L), panjang sungai terhadap titik berat DPS (Lc). Sedangkan parameter non-fisik adalah Ct, Cp, dan n. Tiga parameter non-fisik tersebut pada umumnya diestimasi melalui proses kalibrasi apabila data hidrograf aktual di DPS tersedia. Persamaan-persamaan yang digunakan dalam metode ini antara lain:
t p ! 0,75 * C t * L * Lc

dimana tp Ct L : : : time lag, jam koefisien, 1,1 - 1,2 panjang sungai, km

Lc : n :

panjang sungai dari titik pengamatan ke titik berat DPS koefisien, dapat dipakai 0,3

Jika

te > tr (1 jam) tp Tp

= = =

tp + 0,25 ( tr - te ) tp + 0,5 . tr tp + 0,5 . tr

Jika dimana

te < tr (1 jam) Tp

te

lamanya curah hujan efektif, jam waktu mencapai puncak hidrograf satuan, jam time duration, biasanya 1 jam

Tp : tr :

Qp !

0,275 * C p * A Tp

dimana Qp : Cp : A : debit puncak hidrograf, m3/det koefisien, 0,4 - 0,8 luas DPS, km2.

Untuk menggambarkan lengkung hidrograf digunakan metode Alexeyev sebagai berikut:


Q ! f t , Y ! Q t , X! Qp Tp

a Y ! 10 exp X - X 2 1

a ! 132P 2  0,15P  0,045 , P! Qp * Tp h*A

dimana h A : : tinggi hujan efektif, mm luas daerah aliran, km2

3.1.6. Penetapan Debit Rencana Berdasarkan hasil analisis debit banjir dengan berbagai metode seperti diuraikan pada sub bab sebelumnya, maka perlu ditetapkan atau dipilih besaran banjir yang kiranya sesuai dengan kondisi setempat. Dari hasil perhitungan luas DAS yang dihitung pada setiap alur sungai diketahui sub DAS yang ada sangat kecil. Hasil dari metode rational baik Weduwen, Haspers maupun Rational cenderung memberikan besaran debit yang sangat besar dibandingkan dengan luas DAS yang ada. Sedangkan hasil dari metode hidrograf satuan sintetis Snyder memberikan nilai besaran debit yang cukup realistis. 3.1.7. Perencanaan Lay-Out Sistem Drainase Dari hasil-hasil pengumpulan data yang telah dilakukan seperti data-data hasil survei, hasil studi terdahulu, kunjungan lapangan dan data-data lainnya dapat dilakukan penentuan layout sistem drainase dan lokasi tailing pond. Hasil kegiatan ini adalah berupa layout sistem drainase. Dalam menentukan layout sistem drainase ini

tentunya mempertimbangkan rencana jalan akses atau jalan raya serta alur pembuang alam yang ada 3.1.8. Perhitungan Debit Buangan Saluran Drainase Untuk luas daerah pengaliran sungai (DPS) yang kecil, maka besarnya debit buangan air hujan bisa dihitung menggunakan Metode Rational, dengan persamaan seperti berikut : Q = 0,278 C. I. A. dimana: Q C I A = debit buangan (m3/det) = koefisien limpasan = Intensitas hujan (mm/jam) = luas lahan (km2 )

Batasan DPS kecil agak sulit, namun sebagai landasan ada kriteria dimana: j j j Waktu konsentrasi (tc) kurang dari atau sama dengan satu jam Luas DPS kurang dari 2,5 km2 Mengingat wilayah studi yang relatif kecil, maka pemakaian Metode Rational dirasa paling tepat. Metode Rational tidak memperhitungkan hal-hal berikut :  variasi hujan (total atau efektif) dalam waktu dan ruang  waktu konsentrasi jauh lebih kecil dari durasi hujan  limpasan terutama berupa aliran dalam saluran. Dalam Metode Rational untuk perhitungan debit puncak menggunakan intensitas curah hujan yang sebanding dengan waktu pengaliran curah hujan dari titik paling atas sampai di bagian hilir daerah pengaliran yang ditinjau. Intensitas curah hujan tersebut diperoleh dari Kurva frekuensi intensitas-lamanya (Intensity Duration Frequency IDF), yang merupakan diagram dari hubungan t sebagai absis dan I sebagai ordinat. Kurva ini menunjukkan besarnya kemungkinan terjadinya intensitas curah hujan yang berlaku untuk lamanya curah hujan sembarang, sesuai dengan periode ulang atau kemungkinan kejadiannya. 3.1.9. Perhitungan Dimensi Saluran Drainase Untuk menetukan dimensi saluran didasarkan pada besarnya debit buangan serta kondisi topografi yang ada. Parameter dimensi saluran antara lain adalah kecepatan aliran dan luas penampang. Sehingga dengan adanya debit buangan serta kemiringan dasar saluran yang ada maka bisa dihitung penampang salurannya. Untuk menentukan dimensi saluran menggunakan persamaan kontinuitas : Q=AxV dimana: Q A V = debit buangan (m3/det) = luas penampang basah saluran (m2 ) = kecepatan aliran pada saluran (m/detik)

Besarnya kecepatan pada saluran dihitung dengan persamaan Manning : V = 1/n. R2/3. S1/2 dimana: n = koefisien kekasaran Manning (besarnya tergantung material saluran yang digunakan R A P S a. = jari-jari hidrolis saluran (A/P) (m) = luas penampang (m2) = keliling basah saluran (m) = kemiringan dasar saluran Koefisien Kekasaran Besarnya koefisien kekasaran saluran dalam studi ini digunakan n = 0,015, dimana bahan saluran terbuat dari pasangan batu yang diplester. b. Dimensi Saluran Untuk menentukan dimensi saluran dilakukan pendekatan terhadap

perbandingan antara lebar dasar saluran (b) dan dalam saluran (h) yang dihubungkan dengan kapasitas saluran. Menurut Imam Subarkah, untuk kapasitas saluran yang kurang dari 0,5 m3/detik maka perbandingan antara b dan h adalah 1:1, atau lebar dasar saluran sama dengan kedalaman air di saluran. c. Kecepatan Aliran Besarnya kecepatan aliran yang diijinkan tergantung bahan saluran yang digunakan, kondisi fisik dan sifat-sifat hidrolisnya. Berdasarkan hal tersebut,maka kecepatan aliran yang diijinkan dibagi atas dua bagian, yaitu saluran yang tahan erosi yang kecepatan aliran didasarkan pada kecepatan minimum yang diperbolehkan dan untuk saluran yang tidak tahan erosi kecepatan alirannya didasarkan pada kecepatan maksimum yang

diperbolehkan.

Kecepatan minimum pada saluran tahan erosi biasanya berkisar antara 0,60 0,90 m/det. Sedangkam kecepatan maksimum yang diijinkan pada saluran tahan erosi menurut USBR sebesar 15 ftps atau 4,5 m/detik. d. Kemiringan Saluran Yang dimaksud kemiringan saluran disini adalah kemiringan dasar saluran. Kemiringan dasar saluran adalah kemiringan saluran arah memanjang yang pada umumnya dipengaruhi oleh kondisi topografi serta tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan yang diijinkan. Oleh karena itu kemiringan dasar saluran sedapat mungkin sesuai dengan kemiringan medan dan harus menyebabkan kecepatan yang "self cleaning". Kemiringan minimum agar terjadi self cleaning biasanya sesuai dengan kecepatan minimum yang diijinkan atau kira-kira 0,005 sampai 0,008 tergantung bahan saluran yang digunakan. Berdasarkan karakteristik lahan dan persyaratan teknis tersebut di atas dihitung besarnya debit buangan dan dimensi saluran pada masing-masing ruas saluran seperti
PERHITUNGAN DEBIT BANJIR METODE RASIONAL

disajikan pada tabel-tabel berikut . SALURAN 1


Q 0.278 * C * I A B. jalan + Lereng : 0.035 km Tabel 4.17.=Perhitungan*Debit Buangan Saluran Drainase Sal-1 I= 66.598 mm/jam CATCHM. AREA km2 0.004 0.007 0.011 0.004 0.007 0.009 0.013 0.016 0.020 KOEF. LIMPASAN C 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 0.95 INTENSITAS HUJAN ( I ) mm/jam 66.60 66.60 66.60 66.60 66.60 66.60 66.60 66.60 66.60

RUAS

Q m /det 0.06 0.12 0.18 0.06 0.12 0.16 0.22 0.28 0.35
3

A-B B-C C-D D-E E-F F-G G-H H-I I-J

Dengan intensitas hujan yang sama, dan luas daerah layanan yang tergantung dari panjang ruas saluran dan kelerengan lahan di hulunya maka besarnya debit buangan setiap ruas saluran bisa dihitung.

3.1.10. Penentuan Konstruksi Sebelum merencanakan dimensi saluran, langkah pertama yang harus diketahui adalah berapa debit rencananya. Untuk menghitung debit rencana perlu diketahui berapa luas daerah yang harus dikeringkan oleh saluran tersebut. Perhitungan besar air yang dibuang adalah berdasarkan tata guna lahan. Langkah pertama adalah merencanakan tata letak. Tata letak direncanakan berdasarkan peta kota dan peta topografi. Menetukan letak saluran saluran, kemudian menghitung beban saluran saluran tersebut, dari yang terkecil sampai ke saluran induk. Setelah debit masing - masing saluran diketahui, barulah dilakukan perhitungan dimensi saluran. Bentuk penampang saluran drainase dapat merupakan saluran terbuka maupun saluran tertutup tergantung pada kondisi daerahnya. Rumus kecepatan rata rata pada perhitungan dimensi penampang saluran menggunakan rumus Manning, karena rumus ini mempunyai bentuk yang sangat sederhana. 1. Penampang saluran segi empat Dalam hal ini maka digunakan persamaan: v !
2 1 1 Rh 3 S 2 n Ac ! Q / v

dimana : Nilai V ditentukan terlebih dahulu apakah memakai Vd atau Vt, jika Vt > Vd maka dalam menghitung Ac menggunakan nilai Vt, begitu sebaliknya. Angka kekasaran (n) dapat ditentukan berdasarkan jenis permukaan tanah pada DPS yang ditinjau. Kemiringan tanah asli = kemiringan dasar saluran (S) dapat diketahui berdasarkan kondisi topografi.

Jari jari hidrolis Lebar saluran : Tinggi saluran : Keliling basah : Tinggi jagaan : Tinggi saluran :

Rh B h P FB H

vxn = 1/ 2 S

3/ 2

= (Ac s ( Ac 2  8 Ac.Rh 2 )1 / 2 ) / 2.Rh (m) = Ac/B (m) = B + 2h = 30 % h = h + tinggi jagaan

Atau jika dimensi saluran yang diperoleh tidak wajar, maka dibuat kaskade dengan syarat So < S. Dimensi kaskade dicari dengan rumus : h B So = 2h n.v = 2/3 ( h 2 )
2

= (Ac/2)1/2

2. Penampang Saluran Trapesium Dalam hal ini maka digunakan persamaan: v !


2 1 1 Rh 3 S 2 n Ac ! Q / V

Angka kekasaran ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan. Kemiringan dasar saluran (S) ditentukan berdasarkan topografi (atau disebut S = 0,0006). Kemiringan dinding saluran berdasarkan bahan yang digunakan Luas Penampang : Keliling Basah : Jari jari hidrolis : Tinggi jagaan : A P Rh FB = (b + mh)h = b + 2h 1  m 2 = A/P = 25 %

Dalam perancangan drainase , diperlukan bermacam macam bangunan yang berfungsi sebagai sarana untuk : a. Memperlancar surutnya genangan yang mungkin timbul di atas permukaan jalan karena debit (Q) hujan rencana. b. Memperlancar arus saluran c. Mengamankan dari bahaya degradasi pada dasar saluran d. Mengatur saluran terhadap pasang surut, khususnya di daerah pantai Adapun bangunan bangunan sebagaimana tersebut di atas adalah : a. Inlet tegak Ditempatkan pada jarak jarak tertentu di sepanjang tepi jalan (KERB) atau pada pertemuan KERB di perempatan jalan. b. Inlet datar Ditempatkan di pertigaan jalan, dimana pada arah melintang jalan terdapat saluran. c. Grill Ditempatkan pada perempatan jalan, dimana di bawahnya terdapat saluran, yang berfungsi menerima air yang melewatinya. Berada pada tempat yang terendah dari jalan yang menurun. d. Manhole Bangunan ini diletakkan pada jarak jarak tertentu di sepanjang trotoar, berfungsi untuk pemeliharaan saluran.

e. Gorong - gorong Bangunan ini dibuat untuk menghubungkan saluran di kaki bukit melintang jalan di bawahnya dan berakhir di sisi bawah dari bangunan penahan tanah yang mendukung struktur jalan tersebut. Perhitungan dimensi gorong gorong : Q ! n. A 2 gz ! n. A.v

Dimana: Q n A g z = debit aliran (m3/det) = koefisien debit (dapat dilihat pada tabel 4.5) = luas gorong gorong (m2 ) = percepatan gravitasi (= 9,81 m/det2) = kehilangan tinggi energi pada gorong gorong

Tabel 5. Koefisien Debit Tinggi dasar dibangun sama dengan saluran Sisi Segi empat Bulat N 0,8 0,9 Ambang Segi empat Bulat Bulat Sisi Segi empat Segi empat Bulat n 0,72 0,76 0,85 Tinggi dasar dibangun lebih tinggi dari dasar saluran

Sumber : Modul Prinsip Prinsip Dasar Sistem Drainase

Kehilangan tinggi tenaga Hmasuk = koefisien masuk . (va v)2/2g Keterangan : Koefisien masuk va v g = 0,8 = kecepatan aliran pada saluran = kecepatan dalam gorong gorong = percepatan gravitasi (= 9,81 m/det2 )

Kecepatan dalam gorong gorong 1 2 m/det

f. Jembatan Bangunan ini dimaksudkan untuk mendukung pipa (saluran air/minyak) atau jalan yang melintang saluran drainase. g. Bangunan Terjun Bangunan ini diperlukan bila penempatan saluran terpaksa harus melewati jalur dengan kemiringan dasar (S) yang cukup besar.

h. Ground Sill Bangunan ini ditempatkan melintang saluran pada jarak jarak tertentu sehingga dapat berfungsi sebagai pengaman terhadap bahaya degradasi terhadap dasar saluran. i. Pintu Air Bangunan pintu air dapat berupa manual maupun otomatis, berfungsi sebagai penahan air pasang atau banjir.

3.1.11. Analisa Perencanaan Perencanaan jaringan sistem drainase dimulai dengan penentuan blok-blok wilayah perencanaan. Blok Wilayah perencanaan ditentukan berdasarkan jalan yang ada sehingga saluran drainase dibuat mengikuti sisi-sisi jalan yang ada. Hal ini dapat menghemat biaya pembuatan saluran baru. Selanjutnya dibuat lay-out rencana sistem drainase dengan arah pengaliran mengikuti pola topografi yaitu dari daerah berelevasi tinggi menuju daerah

berelevasi rendah sehinga pengaliran dapat dilakukan dengan cara gravitasi. Pada daerah perencanaan, pengaliran dimulai dari bagian barat dan utara menuju sungai yang ada di bagian selatan wilayah. Lay-out aliran sistem drainase dibuat dengan prinsip saluran terpendek dan dibuang (disalurkan) menuju sungai terdekat. Saluran drainase yang direnanakan mengikuti yang saluran drainase eksisting yaitu menggunakan saluran terbuka dengan bentuk segi empat. Bentuk saluran ini dapat menyalurkan air hujan dengan debit yang cukup besar yang sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil. Besarnya debit buangan (debit rencana) diperoleh berdasarkan luas blok yang akan didrain, intensitas hujan yang telah dihitung serta koefisien limpasan masingmasing blok. Dalam perencanaan ini, dimensi saluran drainase ditentukan dengan pertimbangan bahwa dimensi tersebut dapat mengalirkan debit puncak (debit desain). Pada perencanaan kali ini saluran terbuka yang dipilih yaitu, saluran terbuka segi empat karena saluran drainase yang berbentuk segi empat tidak banyak membutuhkan ruang dan berfungsi untuk saluran air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.

Sistem jaringan drainase selain sistem tertutup juga bisa berupa sistem terbuka dengan pertimbangan bahwa pada saluran tertutup tidak terlalu banyak memakan lahan karena lahan di atasnya masih dapat digunakan untuk keperluan yang lain seperti jalan atau trotoar di samping itu dari segi estetika dan kesehatan lingkungan pada saluran tertutup diharapkan tidak menimbulkan bau dan meningkatkan populasi nyamuk. Namun pada kenyataannya saluran drainase perkotaan banyak yang memakai sistem terbuka dengan pertimbangan untuk memudahkan dalam operasional dan pemeliharaan.

IV.

KESIMPULAN

Sistem drainase sangat penting dan harus diperhatikan dalam kehidupan kita sehari. Karena fungsi drainase dapat mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif, mengalirkan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya, mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik dan meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah. Untuk merencanakan desain sistem drainase harus memperhatikan faktorfaktor berpengaruh antaralain, curah hujan, topografi wilayah, debit air hujan dan sebagainya serta untuk untuk mewujudkan sistem drainase yang baik harus disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

Hardjoyosuprapto, Masduki. 1990. Drainase Perkotaan (volume I). Unoversitas Gajah Mada; Yogyakarta RSJDT (Rencana Sistem Jaringan Drainase Tersier), BAPPEKO Surabaya Suripin, M.Eng. Dr. Ir. 2004. Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. ANDI OFFSET: Yogyakarta. Wesli. 2008. Drainase Perkotaan. Graha Ilmu: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai