Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN
REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan kota dan perkembangan sektor lainnya menimbulkan dampak
yang cukup besar pada siklus hidrologi, sehingga berpengaruh besar terhadap
sistem drainase. Sistem drainase perkotaan menjadi suatu prasarana untuk
menciptakan kehidupan yang bersih, sehat dan menyenangkan bagi penghuni
kota yang dilayaninnya (Mulyanto, 2013:1). Pengembangan dan pembangunan
infrastruktur merupakan salah satu kebutuhan penting untuk mendukung
kegiatan masyarakat seperti sarana, prasarana dan utilitas pendukung. Drainase
berasal dari kata drainage yang artinya mengeringkan atau mengalirkan (Wesli,
2008:1). Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani
persoalan kelebihan air yang berada diatas permukaan tanah maupun air yang
berada dibawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh
intensitas hujan yan tinggi atau akibat dari durasi hujan yang lama. Secara
umum drainase di didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha
untuk mengalirkan air yang berlebih pada suatu kawasan.
Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari
wilayah perkotaan yang meliputi kawasan permukiman, industri dan
perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan olahraga, lapangan parkir,
instalasi militer, instalasi listrik, telekomunikasi, pelabuhan laut atau sungai,
serta fasilitas umum lainnya yang merupakan sebagian dari sarana kota.
Drainase (drainage) yang berasal dari kata kerja ‘to drain‘ yang berarti
mengeringkan atau mengalirkan air, adalah terminologi yang digunakan untuk
menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah
kelebihan air, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah.
Di tinjau dari ketersediaan prasarana drainase kota yang ada saat ini,
terdapat indikasi bahwa tingkat kebutuhan sudah jauh di atas tingkat
penyediaan, utamanya untuk kota-kota yang sedang pesat mengalami proses
pembangunan. Prasarana drainase disini berfungsi untuk mengalirkan air

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 I-1


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah)
dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali
kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek,
genangan air dan banjir.

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dan Tujuan dari pembuatan tugas ini adalah memberikan
pemahaman pentingnya perencanaan saluran drainase perkotaan, memberi
informasi mengenai sistem drainase di perkotaan, serta sebagai syarat
memenuhi prasyarat kelulusan mata kuliah.

1.3 Konsep Dasar Drainase Kota


Drainase berasal dari bahasa Inggris “drainage” yang mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang atau mengalirkan air. Drainase juga dapat
diartikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi
dan/atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan
dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk
mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas (Suripin, 2004)

Seiring dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang pesat di Indonesia,


permasalahan drainase semakin meningkat pula pada umumnya melampaui
kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan. Akibatnya
permasalahan banjir atau genangan semakin meningkat pula. Pada umumnya
penanganan sistem drainase di banyak kota di Indonesia masih bersifat parsial,
sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas.
Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh,
mengacu pada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation
(investigasi), Design (perencanaan), Land Acquisation (pembebasan lahan),
Construction (konstruksi), Operation (operasi), dan Maintenance
(pemeliharaan),serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan
serta partisipasi masyarakat. Sistem Drainase Perkotaan dapat ditinjau dari 2
sisi berikut:

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 I-2


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

a. Satuan Wilayah Sungai adalah kumpulan anak-anak sungai yang berada di


dalam Satuan Wilayah Sungai yang tergolong mikro pada orde sungai tingkat
2 atau 3 yang sepenuhnya berada di dalam batas administratif Perkotaan.
b. Administratif Perkotaan adalah kumpulan jaringan anak-anak sungai dan
saluran pada masing-masing Daerah Alirannya dimana penanganannya
menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kota sekalipun
sebagai ibukota Provinsi.
Fungsi Drainase Perkotaan :
a. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya lebih rendah
dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan
infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.
b. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar
tidak membanjiri atau menggenangi kota yang dapat merusak selain harta
benda masyarakat juga infrastruktur perkotaan.
c. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik.
d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.

1.4 Konsep Dasar Drainase Berkelanjutan


Drainase Berkelanjutan adalah pengelolaan drainase yang dimulai dari
pemanfaatan air hujan, menyimpan limpasan, membiarkan air meresap,
mengendapkan sedimen dan menyerap polutannya hingga membuangnya
secara perlahan ke badan air (Rita Lopa, 2013). Drainase Berwawasan
Lingkungan adalah pengelolaan drainase yang tidak menimbulkan dampak
yang merugikan bagi lingkungan.
Terdapat 2 (dua) pola yang umum dipakai untuk mengelola drainase yang
berwawasan lingkungan:
a. Pola detensi (menampung air sementara), misalnya dengan membuat kolam
penampung - kolam detensi.
b. Pola retensi (meresapkan), antara lain dengan membuat sumur resapan,
saluran resapan, bidang resapan atau kolam resapan – kolam retensi.

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 I-3


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Menurut Mulyanto (2013) Dalam bukunya “Penataan Drainase Perkotaan”


fungsi drainase adalah sebagai berikut :
1. Membuang air lebih
Fungsi ini berjalan dengan mengalirkan air lebih ke tujuan akhirnya yaitu
perairan bebas yang dapat berupa sungai, danau maupun laut, ke dalamnya
air lebih ini dapat dialirkan. Ini merupakan fungsi utama untuk mencegah
menggenangnya air pada lahan perkotaan maupun di dalam parit-parit
(saluran-saluran) yang menjadi bagian dari sistem drainase.
2. Mengangkut limbah dan mencuci polusi dari daerah perkotaan
Di atas lahan perkotaan tertumpuk bahan polutan berupa debu dan sampah
organik yang berpotensi mencemari lingkungan hidup. Oleh air hujan yang
jatuh, polutan akan terbawa ke dalam sistem drainase dan dialirkan pergi
sambil dinetralisir secara alami. Secara alami suatu badan air seperti sungai,
saluran drainase mempunyai kemampuan untuk menetralisasi cemaran yang
memasuki/terbawa alirannya dalam jumlah terbatas/batas-batas tertentu
menjadi zat-zat anorganik yang tidak berbahaya/ tidak mencemari
lingkungan.
3. Mengatur arah & kecepatan aliran
Air buangan berupa air hujan dan limbah harus diatur alirannya melewati
sistem drainase dan diarahkan ke tempat penampungan akhir atau perairan
beban di mana sistem drainase bermuara. Arah aliran akan ditentukan
melewati sistem drainase sehingga tidak menimbulkan kekumuhan.
Disamping itu kecepatan alirannya dapat diatur sebaik mungkin sehingga
tidak akan terjadi penggerusan atau pengendapan pada saluran-saluran
drainase.
4. Mengatur elevasi muka air tanah
Pada kondisi muka air tanah dangkal, daya serap lahan terhadap hujan kecil
dan dapat menambah potensi banjir. Muka air tanah yang dalam akan
menyulitkan tetumbuhan penghijauan kota untuk menyerapnya khususnya
pada musim kemarau tetapi daya serap terhadap hujan tinggi. Disamping itu
kalau terjadi penurunan muka air tanah akan terjadi pemadatan atau

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 I-4


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

subsidensi yaitu menurunnya muka tanah di atas muka air tanah. Pemadatan
ini disebabkan ruang antar butir dalam tanah yang tadinya terisi air akan
menjadi kosong sehingga tanah memadat.
5. Menjadi sumber daya air alternatif
Makin bertambahnya kebutuhan akan air makin dibutuhkannya sumberdaya
air. Daur ulang air dari sistem drainase dapat menjadi alternatif pemenuhan
akan sumberdaya air dengan beberapa syarat.
6. Di daerah pebukitan sistem drainase menjadi salah satu prasarana
mencegah erosi dan gangguan stabilitas lereng. Run off permukaan akibat
hujan yang jatuh pada daerah pebukitan akan mengalir dengan kecepatan
tinggi kalau tidak mengalami hambatan cukup dan menimbulkan erosi
permukaan. Untuk mengendalikannya diperlukan pembuatan sistem
drainase teknis bagi menata aliran run off permukaan maupun aliran di dalam
saluran.
Fungsi utama dari sebuah sistem drainase adalah mengalirkan limpasan
permukaan yang berlebih agar tidak menimbulkan genangan (banjir).
Sebuah sistem drainase yang baik harus direncanakan tidak untuk dapat
menampung debit banjir jangka pendek, tapi juga untuk jangka waktu yang
panjang. Artinya, sebuah sistem drainase yang baik adalah sebuah sistem
yang berkelanjutan (sustainable). Konsep dasar pengembangan drainase
berkelanjutan adalah mengelola limpasan permukaan dengan cara
mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan (rainfall retention
facilities). Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat
dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe penyimpan (storage types) dan
tipe peresapan (infiltration types).

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 I-5


BAB II
KRITERIA
PERENCANAAN
REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB II
KRITERIA PERENCANAAN
2.1 Kriteria Pembagian Daerah Layanan (Sub.Catchment Area)
Catchment Area atau area tangkapan hujan adalah suatu area ataupun daerah
tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik
elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup, yang
mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti arah
aliran air. Aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir
di dalam alur sungai sehingga daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai.
Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan
berdasarkan air permukaan. Batas ini tidak ditetapkanberdasarkan air bawah
tanah karenan permukaan air tanah selalu berubahsesuai dengan musim dan
tingkat kegiatan pemakaian.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi
punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut
akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui
sungaisungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995). DAS termasuk suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No 37 tentang Pengelolaan DAS,
Pasal 1).
Daerah aliran sungai (Watershed) atau dalam skala luasan kecil disebut
Catchment Area adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh punggung
bukit atau batas-batas pemisah topografi, yang berfungsi menerima,
menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke alur-alur
sungai dan terus mengalir ke anak sungai dan ke sungai utama, akhirnya
bermuara ke danau/waduk atau ke laut.
Sub DAS bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai uatama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 1


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

DAS-Sub DAS. Sub DAS suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk
secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui cabang aliran sungai
yang membentuk bagian wilayah DAS. Sub-sub DAS suatu wilayah kesatuan
ekosistem yang terbentuk secara alamiah, dimana air hujan meresap atau
mengalir melalui ranting aliran sungai yang membentuk bagian dari Sub
DAS.(2)
Daerah Tangkapan Air (DTA) Daerah Tangkapan Air adalah suatu kawasan
yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi sumber air di wilayah daerah. Daerah
Tangkapan Air (DTA) adalah kawasan di hulu danau yang memasok air ke
danau.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil
pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai. (Permen No 39/1989
Tentang pembagian wilayah sungai Pasal 1 ayat 1)
Sungai dimaknai dengan system pengaliran air mulai dari mata air sampai
muara dengan dibatasi pada kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya
oleh garis sempadan. (Permen No 39/1989 Tentang pembagian wilayah sungai
Pasal 1 ayat 2)
Bagian Hulu DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang
dicirikan dengan topografi bergelombang, berbukit dan atau bergunung,
kerapatan drainase relatif tinggi, merupakan sumber air yang masuk ke sungai
utama dan sumber erosi yang sebagian terangkut menjadi sedimen daerah hilir.
Bagian Hilir DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang
dicirikan dengan topografi datar sampai landai, merupakan daerah endapan
sedimen atau aluvial.
Pembagian Daerah Aliran Sungai berdasarkan fungsi Hulu, Tengah dan
Hilir yaitu:
a. Bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang
antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS,
kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 2


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

b. Bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang


dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas
air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta
terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan
danau.
c. Bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang
dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan
ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air,
kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk
kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.
Daerah yang lebih tinggi merupakan daerah tangkapan (recharge area)
dan daerah yang lebih rendah merupakan daerah buangan (discharge area),
yang merupakan daerah pantai maupun lembah dengan suatu system aliran
sungai. Secara lebih spesifik daerah tangkapan didefinisikan sebagai bagian
dari suatu daerah aliran (watershed/catchment area ) dimana aliran air tanah
(saturated) menjauhi muka air tanah. Biasanya di daerah tangkapan, muka
air tanahnya terletak pada suatu kedalaman tertentu.
Dalam menentukan luasan catchment area dari sebuah saluran yang
melayani suatu areal tertentu, perlu diperhatikan sistem drainase pada kota
tersebut secara keseluruhan. Mengingat masing-masing areal pelayanan dari
setiap saluran merupakan sebuah subsistem dari sistem drainase kota
sebagai suatu kesatuan. Penentuan besarnya catchment area sangat
tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
a. Kondisi topografi daerah proyek.
b. Sarana/prasarana drainase yang sudah ada.
c. Sarana/prasarana jalan yang sudah ada dan akan dibangun.
d. Sarana/prasarana kota lainnya seperti jaringan listrik, air bersih,
telepon, dan lain-lain.

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 3


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2.2 Kriteria Pengukuran Topografi


Pengukuran topografi saluran adalah untuk mendapatkan situasi
memanjang dan melintang saluran serta situasi bangunan yang ada dan yang
akan direncanakan. Sebagai referensi untuk pelaksanaan pengukuran topografi
digunakan titik-titik tetap yang telah ada di kota yang bersangkutan.
Metode pengukuran yang dilakukan meliputi :
a. Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta
Pengukuran ini pada base line yang dibuat disebelah saluran (pada
bahu jalan atau tanggul) melalui patok-patok dengan prosedur sudut
polygon diukur seri ganda (biasa/luar biasa) dengan menggunakan
Theodolith (To).
b. Pengukuran Water Pass / Levellin
Pengukuran water pass ini menggunakan alat ukur Automatic
Levelling seperti B2 Sokhisha dan Topcon. Pengukuran dilakukan pada
titik polygon dan diikat ke titik refrensi yang dipakai.
c. Cross Section
Cross Section dilakukan setiap interval maximum 100 meter dengan
metode stadia survey dimana titik cross jalur sudah dikontrol elevasinya
dengan alat Automatic Levelling.
d. Pemasangan Bench Mark (BM)
Pemasangan Bench Mark (BM) dilakukan pada tempat-tempat yang
aman dan diikat ke sistim koordinat yang ada. BM ini dibuat dari kolom
beton 20/20 cm dengan tinggi 1,00 m, dan bagian yang tertanam dalam
tanah + 70 cm yang pangkalnya dibuat kaki (pondasi telapak) bersilang
untuk pemberat dan stabilitas.
e. Titik Refrensi
Titik refrensi yang digunakan untuk pekerjaan Drainase adalah titik
tetap yang ada di dalam kota.

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 4


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2.3 Kriteria Hidrologi


a. Perhitungan hujan Rerata Daerah
Ada tiga cara untuk melakukan perjhitungan hujan rata rata daerah
pematusan yaitu (a) Cara rata rata Aritmatik, (b) Cara rata rata thiesen dan
(c) Cara Isyohiet. Dari ketiga cara tersebut hanya dua cara pertama yang
paling sering digunakan di Indonesia karena kesederhanaannya, selain itu
cara ketiga membutuhkan kerapatan stasiun yang sesuai dengan jaring
jaring kagan padahal untuk mendapatkan hal tersebut masih sulit dilakukan.
1) Rata-rata aritmatik
Metode rata-rata aritmatik ini, digunakan dengan cara menghitung rata-rata
curah hujan dari stasiun yang terdekat. Rumus yang digunakan untuk cara
ini adalah sebagai berikut:

Keterangan :

𝑅𝑥 = 1⁄𝑛 𝑥 ∑𝑛𝑖=1 𝑅𝑖
Rx = curah hujan rata rata daerah pematusan (mm)
n = jumlah stasiun hujan
Ri = curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm)

2) Rata-rata Poligon Thiesen


Cara ini lebih teliti dibandingkan dengan cara sebelumnya terutama untuk
daerah pematusan yang penyebaran stasiunnya tidak merata. Dengan
memperhitungkan daerah pengaruh dari masing masing stasiun maka
diharapkan hasilnya lebih mendekati dari kenyataan.
Rumusan Poligon Thiesen adalah sebagai berikut:
(A1R1+A2R2+A3R3+⋯…….AnRn)
R=
A1 + A2 + A3+⋯..An

R = curah hujan rata-rata


R1, R2,Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan
A1, A2, An = bagian luas yang mewakili tiap titik pengamatan
n = jumlah titik pengamata

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 5


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

b. Perhitungan Hujan rencana dengan Distribusi Frekuensi


Curah hujan rencana untuk periode ulang tertentu secara statistik
dapat diperkirakan berdasarkan seri data curah hujan harian maksimum
tahunan (maximum annual series) jangka panjang dengan analisis distribusi
frekuensi. Curah hujan rancangan/desain ini biasanya dihitung untuk
periode ulang 2, 5, 10, 20 atau 25 tahun. Untuk mencari distribusi yang
cocok dengan data yang tersedia dari pos-pos penakar hujan yang ada di
sekitar lokasi pekerjaan perlu dilakukan Analisis Frekuensi. Analisis
frekuensi dapat dilakukan dengan seri data hujan maupun data debit. Jenis
distribusi frekuensi yang banyak digunakan dalam hidrologi adalah
distribusi Gumbel, Log Pearson type III, Log Normal, dan Normal.
1) Metode Distribusi E.J. Gumbel Type I
Menurut Gumbel (1941) persoalan yang berhubungan dengan harga-
harga ekstrim adalah datang dari persoalan banjir. Gumbel
menggunakan teoi-teori ekstrim X1, X2, X3,…, Xn, dimana sampel-
sampelnya sama besar dan X merupakan variabel berdistribusi
ekspoinensial maka probabilitas kumulatipnya adalah :
−𝑎(𝑥−𝑏)
𝑃(𝑥) = ⅇ −ⅇ
dengan :

P (X) = probabilitas
X = variabel berdistribusi eksponensial
e = bilangan alam = 2,7182818
A = konstanta
Chow dalam Soemarto (1986) menyarankan agar variate X yang
menggambarkan deret hidrologi acak dapat dinyatakan dengan rumus
berikut ini :

𝑋𝑇 = 𝑋 + 𝐾. 𝑠𝑥

dimana :

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 6


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

XT = variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan


rancangan untuk periode ulang pada T tahun (mm)
X = harga rerata dari harga ( mm )
Sx = standar deviasi

K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return


periode) dan tipe distribusi frekuensi.
Faktor frekuensi K untuk harga-harga ekstrim Gumbel ditulis dengan
rumus berikut :
𝑌𝑡 − 𝑌𝑛
𝐾=
𝑆𝑛

dengan :

YT = Reduced variete sebagai fungsi periode ulang T


Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n
Sn = Reduced standart deviation sebagai fungsi dari banyaknya data n
Dengan mensubstitusi kedua persamaan di atas diperoleh :

𝑌𝑡 − 𝑌𝑛
𝑋𝑇 = 𝑋 + .𝑆
𝑆𝑛

2) Metode Distribusi Log Pearson Tipe III


Distribusi Log Pearson Tipe III banyak digunakan dalam analisa
hidrologi, terutama dalam analisis data maksimum (banjir) dan
minimum (debit minimum) dengan nilai ekstrim. Bentuk distribusi Log
Pearson Tipe III merupakan hasil transformasi dari distribusi Pearson
Tipe III dengan menggantikan variat menjadi nilai logaritmik. Bentuk
kumulatif dari distribusi Log Pearson Tipe III dengan nilai variatnya X
apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik (logarithmic
probability paper) akan merupakan model matematik persamaan garis
lurus. Persamaan garis lurusnya adalah :

𝑌=𝑌−𝑘.𝑆
Keterangan :

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 7


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Y = Nilai logaritmik dari X


Y = Nilai rata-rata dari Y
S = Deviasi standar dari Y
k = Karekteristik dari distribusi log person tipe III
Prosedur untuk menentukan kurva distribusi Log Pearson Tipe III,
adalah :
a) Tentukan logaritma dari semua nilai X.
b) Hitung nilai rata-ratanya :
∑ 𝐿𝑜𝑔 𝑋
𝐿𝑜𝑔𝑋 =
𝑛
n = jumlah data
c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X :

∑(𝐿𝑜𝑔𝑋−𝐿𝑜𝑔𝑌)2
S=√
𝑛−1

d) Hitung nilai koefisien kemencengan


𝑛 ∑(𝐿𝑜𝑔𝑋−𝐿𝑜𝑔𝑌)3
𝐶𝑠 =
(𝑛−1)(𝑛−2)𝑆 3

e) Tentukan anti log dari log X, untuk mendapatkan nilai X yang


diharapkan terjadi pada tingkat peluang atau periode tertentu sesuai
dengan nilai Cs nya. Nilai Cs dapat dilihat pada tabel 2.1. Apabila nilai
Cs = 0, maka distribusi Log Pearson Tipe III identik dengan distribusi
Log Normal, sehingga distribusi kumulatifnya akan tergambar sebagai
garis lurus pada kertas grafik Log Normal.
3) Metode Distribusi Log Normal
Distribusi Log Normal memiliki sifat yang khas yaitu nilai asimetrisnya
(skewness) hampir sama dengan 3 dan bertanda positif. Atau nilai Cs
kira-kira sama dengan tiga kali nilai koefisien variasi (Cv). Persamaan
distribusi Log Normal sama dengan persaman distribusi Log Pearson
tipe III yang telah diuraikan di atas, dengan nilai koefisien asimetris g
log x = 0.

c. Uji Distribusi Data

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 8


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit test) distribusi


frekuensi dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi
tersebut diperlukan pengujian parameter. Pengujian parameter yang
akan di sajikan dalam masalah ini menggunakan:
1) Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi
statistik sampel data analisis Pengambilan keputusan uji ini
menggunakan parameter 𝑥 2 , oleh karena itu disebut Chi-Kuadrat.
Parameter 𝑥 2 dapat dihitung dengan rumus :
(𝑂𝑖−𝐸𝑖)2
𝑋ℎ2 = ∑𝐺𝑖−1
𝐸𝑖
keterangan :
𝑋 2 ℎ = Parameter uji chie kuadrat G
G = Jumlah sub kelompok (minimal 4 data pengamatan)
Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1
Parameter 𝑋 2 ℎ merupakan variable acak. Peluang untuk mencapai
nilai 𝑋 2 ℎ sama atau lebih besar dari pada nilai Chi-Kuadrat yang
sebenarnya (𝑋 2 ) dapat dilihat pada table Chi-Kuadrat.

2) Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorov, sering juga disebut uji
kecocokan Non Parametric (non parametric test), karena pengujianya
tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Apabila D lebih kecil dari
Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan
persamaan distribusi dapat diterima, apabila D lebih besar dari Do maka

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 9


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

distribusi teoritis yang di yang di gunakan untuk menentukan


persamaan distribusi tidak dapat di terima.
d. Pemilihan Distribusi Frekuensi
Distribusi frekuensi yang akan dipakai dalam perhitungan selanjutnya
(debit banjir rancangan) ditentukan berdasarkan hasil perhitungan uji
kesesuaian distribusi (Uji Smirnov Kolmogorov dan Kai Kuadrat),
dimana metode terpilih adalah yang mempunyai simpangan minimum.
Dengan mengacu pada hasil perhitungan sebagaimana disajikan pada
laporan hidrologi berikut disajikan rekapitulasi curah hujan rencana
yang terpilih berdasarkan simpangan terkecil, sehingga akan dipakai
pada perhitungan selanjutnya.
e. Analisis Debit Rencana
1) Perhitungan Intensitas Hujan
Hal terpenting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah
distribusi curah hujan. Distribusi curah hujan adalah berbeda-beda
sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yakni curah hujan tahunan
(jumlah curah hujan dalam setahun), curah hujan bulanan (jumlah curah
hujan dalam sebulan), curah hujan harian (jumlah curah hujan dalam 24
jam). Harga-harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk
menentukan prospek dikemudian hari dan akhirnya digunakan untuk
perencanaan sesuai dengan tujuan yang dimaksud. Dalam pembahasan
data hujan ada 5 buah unsur yang harus ditinjau, yaitu : a) Intensitas i,
adalah laju hujan = tinggi air persatuan waktu misalnya, mm/menit,
mm/jam, mm/hari. b) Lama waktu (duration) t, adalah lamanya curah
hujan (durasi) dalam menit atau jam. c) Tinggi hujan d, adalah jumlah
atau banyaknya hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di atas
permukaan datar, dalam mm d) Frekuensi, adalah frekuensi kejadian,
biasanya dinyatakan dengan waktu ulang (return periode) T, misalnya
sekali dalam T (tahun) e) Luas, adalah luas geografis curah hujan Untuk
menghitung intensitas hujan digunakan rumus Dr. Isiguro (1953).

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 10


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

𝑅24 (24)𝑚
I=
24 𝑡
Dimana :
𝑅24 = Curah hujan harian (24 jam)
t = Waktu konsentrasi hujan (jam)
2
m = Sesuai dengan angka Van Breen diambil m = 3

2) Waktu Konsentrasi
Asumsi bahwa banjir maksimum akan terjadi jika hujan berlangsung
selama waktu konsentrasi atau melebihi waktu konsentrasi
menyebabkan parameter waktu konsentrasi menjadi penting dikaji.
Waktu konsentrasi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan air
hujan yang jatuh dititik terjauh dari suatu daerah aliran untuk mencapai
titik tinjau (outlet).
Lama waktu konsentrasi sangat tergantung pada ciri-ciri daerah
aliran, terutama jarak yang harus ditempuh oleh air hujan yang jatuh
ditempat terjauh dari titik tinjau. Lama waktu konsentrasi bisa
didapatkan melalui hasil pengamatan ataupun dengan suatu pendekatan
rumus. Pendekatan rumus yang ada pada umumnya mengacu pada jarak
dari tempat terjauh jatuhnya hujan sampai titik tinjau (L) dan selisih
ketinggian antara titik terjauh tersebut dengan titik tinjau (H), ataupun
juga kemiringan lahan yang ada.
3) Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran merupakan perbandingan antara jumlah air
yang mengalir di suatu daerah akibat turunnya hujan, dengan jumlah
hujan yang turun di daerah tersebut (Subarkah, 1980).
Koefisien pengaliran ini merupakan cerminan dari karakteristik
daerah pengaliran dan dinyatakan dengan angka antara 0 – 1 yaitu
bergantung pada banyak faktor. Disamping faktor – faktor
meteorologis, faktor daerah aliran, faktor penting yang juga
mempengaruhi besarnya koefisien pengaliran ini adalah campur tangan
manusia dalam merencanakan tata guna lahan.

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 11


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tata guna lahan adalah usaha manusia untuk melakukan


pemanfaatan lahan secara optimal dan bijaksana. Secara optimal berarti
dapat menyediakan kebutuhan manusia baik secara ekonomi dan sosial,
seperti penyediaan lahan perumahan, lahan perkantoran, lahan untuk
pendidikan dan lain – lain.
Secara bijaksana berarti pengaturan lahan yang masih
mempertimbangkan keseimbangan lingkungan seperti penyediaan
daerah terbuka atau daerah hijau. Koefisien pengaliran pada suatu
daerah dipengaruhi oleh kondisi karakteristik (Sosrodarsono dan
Takeda, 1976), sebagai berikut :
a) Kondisi hujan
b) Luas dan bentuk daerah pengaliran
c) Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai
d) Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
e) Kebebasan tanah
f) Suhu udara, angin dan evaporasi
g) Tata guna lahan
Dalam perencanaan sistem drainase kota, jika tidak ditentukan harga
koefisien pengaliran daerah dapat dipakai pendekatan besarnya angka
pengaliran (C).
4) Perhitungan Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana adalah debit banjir yang digunakan sebagai
dasar untuk merencanakan tingkat pengamanan bahaya banjir pada
suatu kawasan dengan penerapan angka-angka kemungkinan terjadinya
banjir terbesar. Banjir rencana ini secara teoritis hanya berlaku pada
satu penampang / lokasi ( penampang kontrol ) di suatu ruas sungai,
sehingga pada sepanjang ruas sungai akan terdapat besaran banjir
rencana yang berbeda.
Salah satu metode untuk menghitung debit banjir rancangan adalah
dengan metode Rasional (Imam Subarkah, 1980). Cara ini digunakan
pertama kali oleh Mulvaney tahun 1847 di Irlandia. Persamaan

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 12


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Rasional yang dikembangkan sangat sederhana dan memasukkan


parameter DAS sebagai unsur pokok, selain sifat-sifat hujan sebagai
masukan. Jenis dan sifat parameter DAS tidak diperinci satu persatu,
akan tetapi pengaruh secara keseluruhan ditampilkan sebagai koefisien
limpasan (Sri Harto,1993).
Dalam daerah perkotaan, kehilangan–kehilangan air boleh dikatakan
sedikit dan disebabkan waktu konsentrasi yang pendek maka debit
keseimbangan seringkali dicapai. Dari alasan inilah rumus rasional
masih digunakan untuk menaksir banjir dalam daerah perkotaan. Untuk
penaksiran besarnya debit banjir dalam daerah aliran sungai yang besar
rumus ini sudah kurang baik untuk digunakan (Soemarto, 1987).
Sampai saat ini cara Rasional masih dapat diaplikasikan secara baik dan
memberikan hasil yang layak dipergunakan untuk perencanaan banjir
perkotaan dengan batasan-batasan tertentu (Lanny dan Joyce, 1996).
Meskipun demikian penggunaan persamaan Rational ini memiliki
keterbatasan dalam hal luas daerah Tangkapan saluran sehingga metode
ini umumnya hanya digunakan untuk perhitungan pada saluran drainase
perkotaan saja.
Perhitungan debit puncak banjir dengan metode ini berdasarkan
asumsi :
a) Terjadi hujan dengan intensitas yang sama seluruh wilayah untuk
disain banjirnya.
b) Debit puncak akibat intensitas terjadi dititik tinjau paling hilir daerah
pematusan ada waktu daerah hulu menyumbang aliran / waktu
konsentrasi.
c) Asumsi diatas dijelaskan oleh Subarkah (1980) yang mengatakan
bahwa pemikiran secara rasional ini didasari oleh anggapan bahwa laju
pengaliran maksimum di saluran akan terjadi kalau lama waktu hujan
sama dengan lama waktu konsentrasi.
Limpasan yang dihitung dengan rumus Rasional tersebut
mempunyai variabel I (intensitas hujan) yang merupakan besaran air

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 13


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

limpasan dan koefisien C (koefisien limpasan permukaan) yang juga


faktor penentu dari besar limpasan, bisa dikendalikan sesuai fungsi
penggunaan lahan yaitu berupa refleksi kegiatan manusia (Sabirin,
1997). Persamaan Rasional ini dapat digambarkan dalam persamaan
aljabar sebagai berikut ;
𝑄=𝐾𝑐 𝐶 .𝐼 .𝐴
Dimana ;
Q = debit banjir maksimum (𝑚3 /𝑑ⅇ𝑡)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan rerata selama waktu tiba banjir (mm/jam)
A = luas daerah pengaliran (𝐾𝑚3 )

2.4 Kriteria Hidrolika Saluran Dan Bangunan Drainase


a. Kapasitas Saluran
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah pengaliran dalam saluran
adalah Rumus Manning :
2 1
1
V =K x 𝑅3 𝑥 𝐼 2
𝑛
dengan asumsi aliran dalam tampang saluran adalah Aliran Seragam.
b. Koefisien kekasaran Manning
Besarnya koeffisien kekasaran Manning (n) diambil :
• Pasangan batu kali/gunung tidak diplester 0,20
• Pasangan batu kali/gunung diplester 0,018
• Tanah 0,025
c. Kecepatan Dalam Saluran
Kecepatan aliran dalam saluran direncanakan sedemikian rupa, sehingga
tidak menimbulkan erosi pada dasar dan dinding saluran serta tidak terjadi
penumpukan sedemikian/kotoran di hulu saluran. Kecepatan aliran yang
diizinkan dalam saluran diambil :
• Kecepatan Maksimum = 3,0 m/det pakai lining
• Kecepatan Maksimum = 1,6 m/det tanpa lining

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 14


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

• Kecepatan Minimum = 0,3 m/det pakai lining


• Kecepatan Minimum = 0.6 m/det tanpa lining
d. Kemiringan Talud
Besarnya kemiringan talud disesuaikan dengan ruang yang tersedia ( lebar
tanah) dan juga kestabilan tanahnya. Untuk kemiringan Talud direncanakan
0,33 – 0,25 untuk saluran lining (pasangan) dan 1,00 – 0,33 untuk saluran
tanah. Untuk kondisi-kondisi tertentu talud tegak dapat diterapkan.
e. Tinggi Jagaan (Free Board)
Fungsi jagaan digunakan untuk menjaga adanya faktor-faktor yang
kemungkinan adanya penambahan debit, untuk jagaan disini diambil :
• Saluran primer : 0,20 – 0,30 m
• Saluran Sekunder : 0,10 – 0,20 m
• Saluran Tersier : 0,10 m
Atau disesuaikan dengan kondisi muka tanah yang ada. Dapat juga dihitung
dengan rumus:


𝑓𝑏 = √
2

dimana :
fb = Free Board (m)
h = tinggi muka air rencana (m)
Cf = koefisien variasi 1,5 untuk debit 60 𝑚3 /dtk dan 2,5 untuk
debit 85 𝑚3 /det
f. Tanggul Inspeksi
Apabila pada suatu daerah tertentu rencana saluran berada terlalu rendah,
maka tanggul harus dibuat dengan timbunan dan klasifikasi sebagai
berikut
• Saluran primer 2,00 m
• Saluran Sekunder 1,00 – 1,50 m
• Saluran tersier < 1,00 m
g. Bentuk Saluran

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 15


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tipikal saluran yang digunakan dalam merencanakan saluran drainase


adalah trapesium dan empat persegi.
h. Penampang Saluran
• Penampang Saluran Segi Empat
𝑄 = 𝑉. 𝐴
Dimana :
𝑄 = Debit Saluran (𝑚3 /detik)
𝐴 = Luas penampang basah saluran (𝑚2 )= 𝑏 × ℎ
𝑃 = Keliling basah = 𝑏 + 2ℎ
𝑅 = Jari-jari hidrolis saluran (m) = 𝐴/𝑃
𝑉 = Kecepatan aliran (m/detik)
Gambar 2.1 Penampang Saluran Segi Empat

• Penampang Saluran Trapesium


𝑄 = 𝑉. 𝐴
Dimana :
𝑄 = Debit Saluran (𝑚3 /detik)
𝐴 = Luas penampang basah saluran (m2) =(𝑏 + 𝑚ℎ)ℎ
𝑃 = Keliling basah = 𝑏 + 2ℎ√1 + 𝑚2
𝑅 = Jari-jari hidrolis saluran (m) = 𝐴/𝑃
𝑉 = Kecepatan aliran (m/detik)
Gambar 2.2 Penampang Saluran Trapesium

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 16


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

• Penampang Saluran Lingkaran


𝑄 = 𝑉. 𝐴
Dimana :
𝑄 = Debit Saluran (𝑚3 /detik)
𝐵 = Lebar puncak (m) = (sin∅/2) 𝑑
𝐴 = Luas penampang basah saluran (m2) =1/8. (∅ − 𝑠𝑖𝑛∅). 𝑑2
𝑃 = Keliling basah =1/2. ∅. 𝑑
𝑅 = Jari-jari hidrolis saluran (m) =1/4(1 −sin∅/∅) 𝑑
D = Kedalaman hidraulik (m) = 𝐴/𝐵
𝑉 = Kecepatan aliran (m/detik)
2 1
1
Aliran bebas (v) = x𝑅 𝑥𝐼
3 2
𝑛

Aliran tertekan (v) = √2𝑔ℎ


Gambar 2.3 Penampang Saluran Lingkaran

i. Gorong-gorong (Culvert)
• Pengertian
Gorong-gorong adalah saluran tertutup (pendek) yang
mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan
lainnya. Gorong-gorong biasanya dibuat dari beton, aluminium
gelombang, baja gelombang dan kadang-kadang pastik gelombang.
Bentuk penampang melintang gorong-gorong bermacam-macam,
ada yang bulat, persegi, oval, tapal kuda, dan segitiga. Kedalaman
gorong-gorong yang aman terhadap permukaan jalan minimum 60
cm.
• Kehilangan energi pada gorong-gorong

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 17


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

1. Kehilangan energi pada pemasukan (entrance)


ℎⅇ = 0,5 𝑉 2 /2𝑔
2. Kehilangan energi sepanjang gorong-gorong
ℎ𝑓 =𝜆𝐿/𝐷 . 𝑉 2 /2𝑔
3. Kehilangan energi pada pengeluaran (exit)
ℎ𝑜 =𝑉 2 /2𝑔

Dimana
V = kecepatan aliran dalam gorong-gorong
λ = koefisien gesekan pada dinding gorong-gorong
L = panjang gorong-gorong
D = diameter gorong-gorong
(Sumber: Suripin, 2003)
j. Profil muka air
• Metode tahapan langsung (direct step method)
𝑧1 + ℎ1 +𝑉1 2/2𝑔= 𝑧2 + ℎ2 +𝑉2 2 //2𝑔+ ℎ𝑓
Dimana :
z = ketinggian dasar saluran dari saluran dari garis referensi
h = kedalaman air dari dasar saluran
V = kecepatan rata-rata
g = percepatan gravitasi
hf = kehilangan energi karena gesekan dasar saluran

Gambar 2.4 Penampang Saluran Trapesium

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 18


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

2.5 Kriteria Struktur


Umumnya saluran drainase terbuat dari material : Tanah, pasangan batu,
dan beton
a. Saluran tanah : jika tekstur tanah cukup keras dan topografi baik (tidak terlalu
curam dan tidak terlalu landai ) tujuannya menghindari erosi dan sedimentas
b. Saluran pasangan batu : untuk tanah yg mudah lepas / tererosi dan kemiringan
curam
c. Saluran dari beton : untuk lahan yg terlalu miring dan terlalu datar dan tekstur
tanah mudahlepas tujuannya untuk melindungi dari erosi serta memudahkan
pengaliran air dengan volumekecil. disarankan untuk saluran sekunder atau
tersier.
Perlu diperhatikan bahwa dalam perencanaan struktur dari saluran
drainase ini memperhatikan bebabgai hal yang meliputi Besarnya koeffisien
kekasaran Manning (n) yang sesuai dengan jenis atau material yang
digunakan yaitu diambil :
➢ Pasangan batu kali/gunung tidak diplester 0,20
➢ Pasangan batu kali/gunung diplester 0,018
➢ Tanah 0,025

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 19


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 20


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 II - 20


BAB III
ANALISIS DATA
PERENCANAAN
REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB III
ANALISIS DATA PERENCANAAN
Dalam analisis data perencanaan rekayasa drainase terdiri dari Analisis
Data Curah Hujan, Analisis Kawasan Daerah Rencana dan Analisis Debit Banjir
Rencana
3.1 Analisis Data Curah Hujan
Diagram alir analisis data curah hujan

Sumber : PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 12/PRT/M/2014,


“Standar SK SNI M-18-
1989-F, Metode Perhitungan Debit Banjir”

Gambar III.1 Diagram Alir Analisis Hidrologi

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 1


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

A. Anlisis Frekuensi
Data Curah Hujan
Tabel III.1 Data curah hujan

Curah Hujan (mm)


No. Urut
No Tahun
Sta A Sta B Sta C Sta D (Sta D)
1 2010 234 75 162 188 191
2 2011 116,9 90 123 139 188
3 2012 207 123 150 171 182
4 2013 104 125 207 162 175
5 2014 184 150 139 142 171
6 2015 145 150 153 191 162
7 2016 96 189 139 162 162
8 2017 153 117 142 182 142
9 2018 122 199 139 106 139
10 2019 156 172 90 175 106

Tabel 3.2 Analisis Frekuensi Curah Hujan


No Tahun Xi (Xi - X) (Xi -X)2 (Xi- X)^3 (Xi-X)^4
1 2018 191,0 29 853 24897 726995
2 2016 188,0 26 686 17985 471200
3 2019 182,0 20 408 8242 166497
4 2014 175,0 13 174 2300 30360
5 2015 171,0 9 85 779 7164
6 2013 162,0 0 0 0 0
7 2012 162,0 0 0 0 0
8 2017 142,0 -20 392 -7762 153695
9 2011 139,0 -23 520 -11852 270234
10 2010 106,0 -56 3114 -173741 9694754
Jumlah 1618,0 0 6232 -139153 11520898
X 162

Dari hasil perhitungan di atas selanjutnya ditentukan jenis sebaran yang


sesuai, dalam penentuan jenis sebaran diperlukan faktor-faktor sebagai
berikut :
Perhitungan Parameter Statistic Dalam Distribusi Frekuensi
1. Standar Devisiasi

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 2


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

∑(𝑋𝑖−𝑋)2
Sx = √
𝑛−1

6.231,60
=√ = 26,313495
𝑛−1

2. Koefisien Kemencengan (Cs)


𝑛.∑ (𝑋𝑖−𝑋)3
Cs = (𝑛−1).(𝑛−2).𝑆𝑥 3

1391529,6
= 1311801,385 = 1,06

3. Koefisien Kurtosis (Ck)


𝑛2 ∑ (𝑋𝑖−𝑋)3
Ck = (𝑛−1).(𝑛−2).(𝑛−3).𝑆𝑥 4

13915296
= = 0,05759
241.626.551

4. Koefisien Variasi (Cv)


𝑆𝑥
Cv = 𝑋
26,31
= 161,80 = 0,16

Tabel 3.3 Perbandingan Syarat Distribusi dan Hasil Perhitungan

No Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan


Cs = 1,1396
1 Gumbel TIDAK MEMENUHI
Ck = 5,4002
Cs = 3 Cv
2 Log Normal TIDAK MEMENUHI
Cs = 0,8325
3 Normal Cs = 0, Ck =3 TIDAK MEMENUHI

4 Log Person Type 3 Jika Semuaya tidak ada MEMENUHI

Berdasarkan hasil perhitungan, maka metode yang digunakan adalah


METODE LOG PEARSON TIPE III

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 3


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tabel 3.4 Nilai Kritis Log Person Type III


Kemence Periode Ulang (Tahun)
ngan 2 5 10 20 25 50 100 200 500 1000
3 -0,36 0,42 1,18 1,91 2,28 3,15 4,05 4,97 5,83 7,25
2,5 -0,36 0,52 1,25 1,92 2,26 3,05 3,85 4,65 5,38 6,60
2,2 -0,33 0,57 1,28 1,92 2,24 2,97 3,71 4,44 5,10 6,20
2 -0,31 0,61 1,30 1,91 2,22 2,91 3,61 4,30 4,90 5,91
1,8 -0,28 0,64 1,32 1,90 2,19 2,85 3,50 4,15 4,71 5,66
1,6 -0,25 0,68 1,33 1,89 2,16 2,78 3,39 3,99 4,52 5,39
1,4 -0,23 0,71 1,34 1,86 2,13 2,71 3,27 3,83 4,31 5,11
1,2 -0,20 0,73 1,34 1,84 2,09 2,63 3,15 3,66 4,10 4,82
1 -0,16 0,76 1,34 1,81 2,04 2,54 3,02 3,49 3,88 4,54
0,9 -0,15 0,77 1,34 1,79 2,02 2,50 2,96 3,40 3,77 4,40
0,8 -0,13 0,78 1,34 1,78 2,00 2,45 2,89 3,31 3,66 4,25
0,7 -0,12 0,79 1,33 1,76 1,97 2,41 2,82 3,22 3,55 4,11
0,6 -0,10 0,80 1,33 1,74 1,94 2,36 2,76 3,13 3,44 3,96
0,5 -0,08 0,81 1,32 1,71 1,91 2,31 2,69 3,04 3,33 3,82
0,4 -0,07 0,82 1,32 1,69 1,88 2,26 2,62 2,95 3,22 3,67
0,3 -0,05 0,82 1,31 1,67 1,85 2,21 2,54 2,86 3,11 3,53
0,2 -0,03 0,84 1,28 1,59 1,75 2,05 2,33 2,58 2,77 3,09
0,1 -0,02 0,84 1,27 1,60 1,76 2,00 2,25 2,48 3,03 3,95
0 0,00 0,84 1,28 1,59 1,75 2,05 2,33 2,58 2,77 3,09
-0,1 0,02 0,85 1,27 1,54 1,72 2,00 2,25 2,48 2,97 3,95
-0,2 0,03 0,85 1,26 1,52 1,68 1,95 2,18 2,39 2,71 3,31
-0,3 0,05 0,85 1,25 1,51 1,64 1,89 2,10 2,29 2,44 2,68
-0,4 0,07 0,86 1,23 1,48 1,61 1,83 2,03 2,21 2,33 2,54
-0,5 0,08 0,86 1,26 1,46 1,57 1,78 1,96 2,11 2,22 2,40
-0,6 0,10 0,86 1,20 1,42 1,53 1,72 1,88 2,02 2,11 2,28
-0,7 0,12 0,86 1,18 1,39 1,49 1,66 1,81 1,93 2,01 2,15
-0,8 0,13 0,86 1,17 1,35 1,45 1,61 1,73 1,87 1,93 2,04
-0,9 0,15 0,85 1,15 1,32 1,41 1,55 1,66 1,75 1,81 1,91
-1 0,16 0,85 1,13 1,29 1,37 1,49 1,59 1,66 1,72 1,80
-1,2 0,20 0,84 1,09 1,22 1,28 1,38 1,45 1,50 1,55 1,63
-1,4 0,23 0,83 1,04 1,15 1,20 1,27 1,32 1,35 1,39 1,47
-1,6 0,25 0,82 0,99 1,08 1,12 1,17 1,20 1,22 1,24 1,28
-1,8 0,28 0,80 0,95 1,01 1,04 1,07 1,09 1,10 1,11 1,13
-2 0,31 0,78 0,90 0,94 0,96 0,98 0,99 2,00 1,62 1,00
-2,2 0,33 0,75 0,84 0,87 0,89 0,90 0,91 0,91 0,91 0,91
-2,5 0,36 0,71 0,77 0,79 0,79 0,80 0,80 0,80 0,80 0,80
-3 0,40 0,64 0,66 0,66 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67 0,67
1,06 -0,173 0,750 1,340 1,340 2,056 2,567 3,060 3,541 3,947 4,624

5. Menghitung Curah Hujan dengan Periode Ulang T


𝑋𝑡 = 𝑋 + 𝐾. 𝑆𝑥
Dengan :
Xt = X yang terjadi dalam kala ulang t tahun
𝑥̅ = rata-rata dari curah hujan data Xi
Xi = curah hujan maksimum tiap tahun
Sx = Simpangan baku/standar deviasi

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 4


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

N = jumlah data
Tabel 3.5 Perhitungan Curah Hujan dengan Periode Ulang T
Periode X rata K Sx Xt
2 161,8 -0,173 26,31 157,24
5 161,8 0,750 26,31 181,538
10 161,8 1,340 26,31 197,055
20 161,8 1,340 26,31 197,055

6. Uji Distribusi Data


Untuk menentukan kecocokan (the goodness of fit test) distribusi
frekuensi dari sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi
tersebut diperlukan pengujian parameter. Pengujian parameter yang akan
di sajikan dalam masalah ini menggunakan:
- Uji Chi-Kuadrat
Uji Chi-Kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan
distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi
statistik sampel data analisis Pengambilan keputusan uji ini
menggunakan parameter 𝑥 2 , oleh karena itu disebut Chi-Kuadrat.
Parameter 𝑥 2 dapat dihitung dengan rumus :
𝐺
2 (𝑂𝑖 − 𝐸𝑖)2
𝑋ℎ =∑
𝐸𝑖
𝑖=1

keterangan :

𝑋ℎ 2 = Parameter uji chie kuadrat G


G = Jumlah sub kelompok (minimal 4 data pengamatan)
Oi = Jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok ke-1
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-1

Parameter 𝑋ℎ 2 merupakan variable acak. Peluang untuk mencapai nilai


𝑋ℎ 2 sama atau lebih besar dari pada nilai Chi-Kuadrat yang sebenarnya
(𝑥 2 ) dapat dilihat pada table Chi-Kuadrat.
Adapun prosedur pengujian Chi-kuadrat adalah sebagai berikut :

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 5


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

a) Urutkan data pengamatan dari yang terbesar ke yang terkecil atau


sebaliknya.
b) Hitung jumlah kelas yang ada yaitu Nc = 1+1,33 ln (N)
c) Dalam pembagian kelas disarankan agar dalam masing-masing kelas
terdapat minimal tiga buah data pengamatan.
d) Tentukan derajat kebebasan DK = G-P-1 (nilai P=2 untuk distribusi
normal dan binormal, untuk distribusi Log Person II dan Gumbel nilai P
e) Hitung n
f) Nilai EF = jumlah data (N)/Jumlah kelas
g) Tentukan nilai Of untuk masing-masing kelas
h) Jumlah G Sub-group Ef (Ef-Of)2 untuk menentukan nilai Chi-
kuadrat
i) Didapat nilai 𝑥 2 , harus < 𝑥 2 CR
Apabila setelah diuji dengan metode Chi-kuadrat jenis sebaran
yang telah dipilih tersebut memenuhi syarat distribusi, maka curah
hujan rencana dapat dihitung.
Tabel 3.6 Uji Chi Kuadrat

Batas Kelas Oi Ei (Oi-Ei)^2/Ei

106,00 127,25 2,50 1,00 2,25


127,26 148,51 2,50 0,00 0,00
148,52 169,77 2,50 5,00 1,25
169,78 191,03 2,50 4,00 0,56
Jumlah 10,00 10,00 4,06
Dengan jumlah n = 10 dan tingkat kesalahan sebesar 5%, maka
nilai kritis 𝑥 2 + 18,307 𝑋ℎ 2 < 𝑥 2 maka distribusi Log Person Tipe III
dapat diterima
B. Analisis Curah Hujan Rencana
- Perhitungan Intensitas dengan menggunakan rumus Mononobe
R 24 24 𝑚
I= ( )
24 𝑡
Dengan :
I = Intensitas curah hujan (mm)

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 6


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

R 24 = Curah hujan harian (24 jam)


t = Waktu konsentrasi hujan (jam)
m = Sesuai dengan angka Van Breen diambil m = 2
R2 = 157,240 mm
R5 = 181,538 mm
R10 = 197,055 mm
R20 = 197,055 mm
Untuk t = 1 jam

157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 54,512 mm/jam
24 1

181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 62,936 mm/jam
24 1

197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 68,315 mm/jam
24 1

197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 68,315 mm/jam
24 1

Untuk t = 2 jam

157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 34,341 mm/jam
24 2

181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 39,647 mm/jam
24 2

197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 43,036 mm/jam
24 2

197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 43,036 mm/jam
24 2

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 7


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Untuk t = 3 jam

157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 26,207 mm/jam
24 3

181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 30,256 mm/jam
24 3

197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 32,843 mm/jam
24 3

197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 32,843 mm/jam
24 3

Untuk t = 4 jam

157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 21,633 mm/jam
24 4

181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 24,976 mm/jam
24 4

197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 27,111 mm/jam
24 4

197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 27,111 mm/jam
24 4

Untuk t = 5 jam

157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 18,643 mm/jam
24 5

181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 21,524 mm/jam
24 5

197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 23,364 mm/jam
24 5

197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 23,364 mm/jam
24 5

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 8


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tabel 3.7 Intensitas Curah Hujan Periode 2, 5, 10 dan 20 Tahun

t Intensitas (mm/jam)
(jam) I2 I5 I 10 I 20
1 54,512 62,936 68,315 68,315
2 34,341 39,647 43,036 43,036
3 26,207 30,256 32,843 32,843
4 21,633 24,976 27,111 27,111
5 18,643 21,524 23,364 23,364
6 16,509 19,060 20,690 20,690
7 14,897 17,199 18,669 18,669
8 13,628 15,734 17,079 17,079
9 12,599 14,546 15,789 15,789
10 11,744 13,559 14,718 14,718
11 11,021 12,724 13,812 13,812
12 10,400 12,007 13,034 13,034
13 9,860 11,383 12,356 12,356
14 9,384 10,835 11,761 11,761
15 8,963 10,348 11,232 11,232
16 8,585 9,912 10,759 10,759
17 8,245 9,519 10,333 10,333
18 7,937 9,163 9,946 9,946
19 7,656 8,839 9,594 9,594
20 7,398 8,542 9,272 9,272
21 7,162 8,268 8,975 8,975
22 6,943 8,016 8,701 8,701
23 6,740 7,782 8,447 8,447
24 6,552 7,564 8,211 8,211

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 9


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 10


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

3.2 Analisis Kawasan Daerah Rencana


A. Analisis Koefisien Aliran (C) (Koefisien Run Off)
Koefisien Aliran Permukaan (C) adalah koefisien yang besarnya
tergantung pada kondisi permukaan tanah, kemiringan medan, jenis
tanah,lamanya hujan di daerah Pengaliran. (Petunjuk Desain Drainase
PermukaanJalan Direktorat Jendral Bina Marga)

Tabel 3.8 Tabel Koefisien Pengaliran dan Tata Guna Lahan


Koefisien Pengaliran C Tata Guna Lahan
C1 (L1,L3) = 0,4 Kawasan Bisnis/Industri
C2 (L2,L3) = 0,5 Pemukiman
C3 (L1,L4) = 0,8 Perkotaan
C4 (L2,L4) = 0,5 Pemukiman
C Jalan = 0,9 Jalan Aspal
Panjang Saluran sesuai denah (Nim Ganjil L=1000 m dan Nim Genap
L=2000 m, dimana L1=L2=L3=L4)

L1= 1000 meter


L2= 1000 meter
L3= 1000 meter
L4= 1000 meter

Luas Petak

A1= L1 x L3 = 1000000 𝑚2
A2= L2 x L3 = 1000000 𝑚2
A3= L1 x L4 = 1000000 𝑚2
A4= L2 x L4 = 1000000 𝑚2
Elevasi

X1 = 86
X2 = 85
X3 = 84
X4 = 83
X5 = 82
X6 = 81
X7 = 80

Besarnya koefisien pengaliran (C) dihitung sebagai berikut :

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 11


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

(0,4𝑥100) + (0,5𝑥100) + (0,8𝑥100) + (0,5𝑥100)


𝐶𝑟ⅇ𝑟𝑎𝑡𝑎 =
100 + 100 + 100 + 100
220
= 400 = 0,55

B. Analisis Luas Daerah Tangkapan Hujan (Catchment Area)

Gambar 3.2 Denah

Tabel 3.9 Luas Daerah Tangkapan Hujan


Panjang Lebar Luas
No Petak
(m) (m) (Ha)
1 I 1000 1000 100
2 II 1000 1000 100
3 III 1000 1000 100
4 IV 1000 1000 100

Dengan mengacu padadenah, dapat dibuat tabel data topografi


sebagai berikut :

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 12


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tabel 3.10 Perhitungan Persentase Kemiringan Lahan


Luas Elevasi Panjang Lahan (Lt) Kemiringan
No Petak
(Ha) Awal Akhir (m) Lahan (%)
1 I 100 96,00 92,00 1414,21356 0,28284
2 II 100 93,50 90,35 1414,21356 0,22274
3 III 100 93,20 89,40 1414,21356 0,26870
4 IV 100 91,45 88,50 1414,21356 0,20860

Tabel 3.11 Perhitungan Panjang Saluran dan Kemiringan Saluran


Elevasi Kemiringan Saluran
No Saluran Panjang Saluran (m)
Awal Akhir (%)
1 B0 - B1 93,60 92,00 1000 0,160
2 B2 - B3 91,84 90,35 1000 0,149
3 B 3- A3 93,20 91,54 1000 0,166
4 D0 - D1 91,45 90,12 1000 0,133
5 D2 - D3 90,79 89,40 1000 0,139
6 D3 - C3 89,23 88,50 1000 0,073

3.3 Analisis Debit Banjir Rencana


Perhitungan Debit Banjir Rencana Untuk menghitung debit banjir rencana
digunakan hasil perhitungan intensitas hujan. Besarnya debit rencana dapat
ditentukan berdasarkan besarnya curah hujan rencana dan karakteristik daerah
aliran sungai. Hasil perhitungan debit banjir rencana adalah sebagai berikut :
- Metode Rasional
Q = 0,00278 C.I.A
R 24 24 2/3
I= ( )
24 𝑡𝑐
0,385
0,87 𝑥 𝐿2
I=( )
1000 𝑋 𝑆

Tabel 3.12 Perhitungan Debit Banjir Rencana


Aliran Permukaan Aliran dalam saluran Curah Hujan Luas Q
Nama tc Q Kumulatif
No Lt St to Ls V td Cs Cr T I (A) Rencana
Saluran
(m) menit (m) m/det menit menit Thn m/jam m^2 (m3/det (m3/det)
1 B0 - B1 1414,2 0,0016 48,0 1000,0 0,4 41,67 89,63 0,81 0,90 2,00 88,19 100,00 17,90 17,90
2 B2 - B3 1414,2 0,0015 64,4 1000,0 0,4 41,67 106,04 0,84 0,90 2,00 78,84 100,00 16,49 16,49
3 B 3- A3 1414,2 0,0017 61,7 1000,0 0,4 41,67 103,41 0,83 0,90 2,00 80,16 100,00 16,69 16,69
4 D0 - D1 1414,2 0,0013 67,2 1000,0 0,4 41,67 108,91 0,84 0,90 2,00 77,44 100,00 16,26 16,26
5 D2 - D3 1414,2 0,0014 66,1 1000,0 0,4 41,67 107,78 0,84 0,90 2,00 77,98 100,00 16,35 16,35
6 D3 - C3 1414,2 0,0007 84,7 1000,0 0,4 41,7 126,39 0,86 0,90 2,00 70,13 100,00 15,06 15,06

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 III - 13


BAB IV
PERENCANAAN
DRAINASE
REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB IV
PERENCANAAN DRAINASE
Perencanaan draianse diperlukan dalam suatu daerah untuk menghindari
kemungkinan buruk yang dapat terjadi semisal huajn yang yang lama yang
mengakibatkan banjir.
4.1 Perencanaan Lay Out Jaringan Drainase
Layout jaringan drainase merupakan sketsa alur dari aliran
perencanaan drainse dan notasi notasi saluran yang nantinya akan
direncanakan, baik itu dari Debit, dimensi dan Inlet.

Gambar Layout Jaringan Drainase

4.2 Perencanaan Saluran


A. Perhitungan Waktu Detensi (td)
Untuk Perhitungan Waktu Detensi (td)

Dimana :
Td : Waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir disepanjang saluran
Ls : Panjang lintasan aliran di dalam saluran

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 1


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

V : Kecepatan aliran dalam saluran


𝐿𝑠 1000
𝑡𝑑1 = 60𝑉 = 60 𝑥 0,4 = 41,67
𝐿𝑠 1000
𝑡𝑑2 = 60𝑉 = 60 𝑥 0,4 = 41,67
𝐿𝑠 1000
𝑡𝑑3 = 60𝑉 = 60 𝑥 0,4 = 41,67
𝐿𝑠 1000
𝑡𝑑4 = 60𝑉 = 60 𝑥 0,4 = 41,67

Tabel 4.1 Perhitungan Waktu Detensi (td)

Ls
No Nama Saluran v Td
(m)
1 B0 - B1 1000,0 0,4 41,67
2 B2 - B3 1000,0 0,4 41,67
3 B 3- A3 1000,0 0,4 41,67
4 D0 - D1 1000,0 0,4 41,67
5 D2 - D3 1000,0 0,4 41,67
6 D3 - C3 1000,0 0,4 41,67
B. Perhitungan Waktu Konsentrasi (tc)

Dimana :

tc : Waktu Konsetrasi (jam)

t0 : Waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir ke saluran


terdekat

L : Panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan

n : Angka kekerasan Manning

S : Kemiringan Lahan

Saluran yang direncanakan adalah saluran dengan pasangan


beton, sehingga besarnya angka kekasaran saluran, koefisien
Manning = 0.02

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 2


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

1414,2 0,77
𝑡0 = 0,0197 (0,28281/2 ) = 8,54 menit

𝑡𝑐 = 41,67 + 8,54 = 50,21 jam

Tabel 4.2 Perhitungan Waktu Konsentrasi (tc)

Lt
No Nama Saluran S v td to tc
(m)
1 B0 - B1 1414,2 0,2828 0,4 41,67 8,541 50,21
2 B2 - B3 1414,2 0,2227 0,4 41,667 9,364 51,03
3 B 3- A3 1414,2 0,2227 0,4 41,667 9,364 51,03
4 D0 - D1 1414,2 0,2687 0,4 41,667 8,712 50,38
5 D2 - D3 1414,2 0,2086 0,4 41,667 9,604 51,27
6 D3 - C3 1414,2 0,2086 0,4 41,667 9,604 51,27

C. Dimensi Saluran
Untuk dimensi saluran bentuk trapezium
Kecepatan rencana (v) = 0.4 m/detik
Koefisien kekasaran Manning (n) = 0.01 (Pasangan Batu)
Kemiringan talud rencana (m : n) =1:2

Penampang Ekonomis : b = 1.5h

Luas Trapesium (A)

, dimana : 𝐴 = (𝑏 + 𝑚. ℎ). ℎ

Keliling Basah (P)

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 3


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Jari-Jari Hidrolik (R)

Dengan menggunakan Rumus Manning, maka v (kecepatan) :

Dimana :

Keterangan :

Q = Debit
(𝑚3/𝑑ⅇ𝑡𝑖𝑘)

A = Luas (𝑚2)

p = Keliling
Basah (𝑚)

R = Jari-Jari
Hidrolis

S = Kemiringan Saluran

Untuk Trapesium dimana b = 1.5h

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 4


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Dari Persamaan Sebelumnya didapat :

A5/3 = n. Q
p2/3 = S1/2

2 5 1/3
( 2.5.h ) n. Q
= ; n= 0,02
(4.328.h)2 S1/2

97,6563 h10 0,02 . Q 3


=
18,7316 h2 S1/2

3
Q
5,21345 h8 = 0,0000080 1/2
S

3
8
Q
h = 0,00000153
S1/2

3/8
Q
h = 0,18761
S1/2

4.3 Perencanaan Bangunan Pelintas

Untuk menjamin fungsinya suatu sistem drainase secara baik maka


diperlukan bangunanbangunan pelintas guna mengatur dan mengontrol
sistem aliran air yang ada. Adapun jenis bangunan pelintas yang dimaksud
dapat berupa gorong-gorong, sipon, talang dan jembatan. Keberadaannya
tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya dipengaruhi oleh fungsi
saluran dan kondisi lingkungan. Salah satu bangunan pelintas yang digunakan

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 5


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

sistem jaringan saluran adalah goronggorong berpenampang empat persegi.


Fungsi bangunan ini untuk menyalurkan air melalui/melintasi jalan raya.
Dimensi Gorong-gorong
Gorong-gorong difungsikan sebagai saluran pembawa air dari
samping ke badan air ataupun ke saluran pembuangan lainnya. Ada
beberapa tipe gorong-gorong yakni:
• Pipa Beton; tunggal atau lebih
• Pipa Baja Bergelombang; tunggal atau lebih
• Persegi (Box Culvert) dari beton bertulang

Gambar Sketsa Gorong – Gorong

- Dimensi Gorong-gorong Data-data sebagai berikut :

Bangunan Pelintas gorong-gorong bentuk segi empat

Q saluran = 33,316 m2/s


V1 = kecepatan dihulu saluran = 0,4 m/s
V2 = kecepatan didalam gorong-gorong = 1,5 m/s
V3 = kecepatan dihilir saluran = 0,4 m/s
G = percepatan gravitasi = 9,81 m/s2
N =koefisien kekasaran manning = 0,20
a. Menghitung Luas Penampang Gorong-Gorong

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 6


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

𝑄 33,316
A = 𝑉2 = =22,2104 m2
1,5

b. Menghitung Tinggi Permukaan air gorong-gorong (h)


dapat dihitung :

𝐴 = (𝑑2𝑥 𝜋)/4

22,2104 = (𝑑2𝑥 𝜋)/4

H = 5,32 m

Jadi, diameter gorong-gorong d = 5,32 m

c. Menghitung Keliling Basah

P = b + 2d

= 5,32 + 2 (5,32)

= 15,950 m

d. Menghitung Jari-jari Hidrolis

A
R =
P
22,2104
= = 1,3925 m
15,950

7. Menghitung Kemiringan Dasar Saluran

v2 x n 2
S =
R2/3
1,5 . 0,020 2
= = 0,0006 = 0,06 %
1,247

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 7


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tabel 4.3 Perhitungan Dimensi Gorong- Gorong

Kecepatan Aliran Dimensi Koefisien


Q1 A d b Manning P R S
No Nama Gorong-Gorong V1 V2 V3
3
m /det m/dt m/dt m/dt m2 m m (n) m m %
1 B1 - B2 34,39 0,40 1,5 0,40 22,93 4,79 4,79 0,02 14,36 1,60 0,048
2 D1 - D2 32,62 0,40 1,5 0,40 21,74 4,66 4,66 0,02 13,99 1,55 0,050

- Kehilangan Energi

8. Akibat Pemasukan

9. Akibat Gesekan

Nilai Koefisien Kekasaran Stickler (k) Untuk Beton =


70

;
1 1/6 1 1/6
Cf = R = 1,415 = 0,015 m
k 70

0,0151 x 1,5 2
= = 0,0017 m
2 x 9,81

10. Akibat Pengeluaran

11. Kehilangan Energi Total

𝐻𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑐 + ℎ𝑓 + ℎ𝑜

𝐻𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 0.0308 + 0.0017 + 0.0068 = 0.0394 𝑚

Tabel 4.4 Perhitungan Kehilangan Energi

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 8


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Kehilangan Energi
No Nama Gorong-Gorong hc hf ho SH
m m m m
1 B1 - B2 0,0308 0,0018 0,0068 0,0394
2 D1 - D2 0,0308 0,0018 0,0068 0,0394

4.4 Perencanaan Inlet

- Dimensi Inlet

Inlet Adalah Lubang-lubang di sisi jalan yang berfungsi untuk menampung


dan menyalurkan limpasan air hujan yang berada di sepanjang jalan menuju
ke dalam saluran.

Diketahui data-data sebagai berikut :

Panjang Saluran = 1000 m

Lebar jalan = 10 m

- Jarak Antara Street Inlet (D)

dimana :

w = Lebar jalan (m)

s = Kemiringan jalan (%) = 2%

D = Jarak antara Screet Inlet (m)

= 39,60 ≤ 50 𝑚 (Oke !!!)

Jumlah Inlet Tegak Yang dibuat di sepanjang jalan

Ltot 1000
N = = = 26
D 39,60

Luas 1 Inlet

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 9


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

- Kapasitas Inlet Tegak (Curb Inlet) Data – data :


Data-data :
A = 0,02 Ha st = 2,0 %
Lt = 5,001 m C = 0,9
Ls = 1000

Perhitungan :

Ls Untuk kemiringan 0-1% = 0.4


td =
v Untuk kemiringan 1-2% = 0.6
Untuk kemiringan 2-4% = 0.9
1000
= = 1111,11 detik = 18,52 menit
0,9

t 𝑐= t 0+ t 𝑑

= 0.3068 + 18,519 = 18,83 𝑚ⅇ𝑛𝑖𝑡

Gunakan Curah Hujan Maksimum antara periode ulang 2, 5, 10 dan 20


tahun.

𝑅 24 2/3
𝐼20 = 24 (𝑡𝑐/60)

203,8506 24 2/3
= (18,825/60) = 153,06 mm/jam
24

- Tinggi genangan Air

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 10


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

1 0,2
= 0,046 (40 𝑥 153,06)0,5 x (2) = 3,1175 mm

dimana tinggi genangan maksimum yang diijinkan untuk jalur jalan


yang lurus = 6.5 mm dengan kedalam air diambil 10 cm dan lebar
bukan curb 20 cm

= 0,36 x 9,8 x (0,1)3/2 x 0,2

= 0,0223358 𝑚3 /𝑑ⅇ𝑡 = 22,3358 ltr/det

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 11


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

Tabel 4.5 Perhitungan Dimensi Inlet

Panjang Lebar Jarak


Luas Intensitas Tinggi Lebar
Nama Saluran Jalan Inlet t0 td tc Debit (Q)
No n (A) Cs (I) Air (d) Curb (L)
Jalan (Ls) (w) (D)
(m) (m) (m) (Ha) (menit) (menit) (menit) (mm/jam) (m3/detik) (mm) (m)

1 B0 - B1 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 88,188 0,00276 2 0,02

2 B2 - B3 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 78,837 0,00247 2 0,02

3 B 3- A3 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 80,164 0,00251 2 0,02

4 D0 - D1 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 77,442 0,00243 2 0,02

5 D2 - D3 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 77,983 0,00244 2 0,02

6 D3 - C3 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 70,129 0,00220 2 0,02

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 IV - 12


BAB V
PENGGAMBARAN
BAB VI
PENUTUP
REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

BAB VI
PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

1. Drainase perkotaan adalah ilmu yang diterapkan mengkhususkan pengkajian


pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan
sosial yang ada di kawasan kota.
2. Untuk menemukan dimensi saluran dan gorong-gorong, maka Qtotal (Qbanjir
rancangan+Qlimbah) = Qkapasitas saluran = Qkapasitas gorong-gorong,
yakni berkisar antara 0.011 m3/det s/d 0.119 m3/det.
3. Daerah saluran yang paling besar berada pada dimensi saluran primer paling
akhir, sedangkan dimensi saluran paling kecil berada pada saluran sekunder .
4. Lebar gorong-gorong antara 0.1 m – 0.3 m dan tinggi gorong – gorong
berkisar antara 0.1 m s/d 0.3 m, dimana semua gorong-gorong berada pada
saluran primer dengan lebar dan tinggi gorong-gorong terbesar berada pada
pembuangan paling akhir.

6.2 SARAN

Beberapa hal yang disarankan bertolak belakang terhadap pengamatan


didaerah sekitar lokasi perencanaan adalah sebagai berikut:

1. Karena kebanyakan perencanaan dimensi saluran terlalu kecil, disarankan


agar memperbesar dimensi menyerupai perhitungan diatas karena apabila
dilihat didaerah blok X matani hampir 60% saluran drainase tertutup oleh
endapan sedimen yang jatuh dari samping kanan dan kiri saluran. Oleh karena
desain dimensi yang terlalu kecil sedimen yang menutupi saluran bahkan
menutup saluran hampir 100 % dari luas penampang beSberapa bagian
saluran.
2. Agar pihak yang berwenang segeramelakukan perbaikan penampang
saluranyang rusak

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 VI - 1


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

3. Perlunya penambahan alokasi biayapemeliharaan saluran dari instansi atau


pihak kelurahan mengajak masyarakat disekitar saluran drainase untuk
bergotongroyong untuk menormalisasikan saluran.
4. Perlunya kesadaran masyarakat akankebersihan linkungan dan bahaya
banjiryang diakibatkan oleh banyaknya sampahyang mengurangi debitaliran
saluran.

RICHARD KURNIA BUNGA’ / D011 17 1525 VI - 2


REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN

DAFTAR PUSTAKA

Firwanri, Rezi, 2008, ”Tinjauan Perencanaan drainase Jalan Kesehatan Jalan Kecamatan
Senapelan Kota Pekanbaru”, Tugas Akhir Program Strata 1 Teknik Sipil, Fakultas
Teknik UIR.

Fitri,Yulia,” Tinjauan Ulang Drainase Suak Istana Koya Siak sri Indrapura ”,Tugas
AkhirProgramStrata 1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik UIR.

Hadihardjaja, dkk, 1997, ”Drainase Perkotaan”, Universitas Guna Darma, Jakarta

Hasmar, Halim, 2004, ”Drainase Perkotaan”, UII Press, Yogyakarta.

Irawan, 2004, ” Penanggulangan Kerusakan Badan Jalan Sebelum Umur Rencana Akibat
Pengaruh Air Pada Jalan Arifin Ahmad Kota Pekanbaru ”, Tugas AkhirProgram
Strata 1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik UIR.

Notodihardjo, dkk, 1998, ”Drainase Perkotaan, Universitas Tarumanegara, Jakarta.

SNI 1990, ”Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan”, Jakarta.

SNI 1994, ”Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan”, Jakarta.

Soemarto, CD, 1999, ”Hidrologi Teknik”, Penerbit Erlangga, Jakarta. Sosrodarsono, 2003,

”Hidrologi Untuk Pengairan”, Penerbit Pradya Paramita Jakarta.

Sri Harto, Br, 1995, ”Analisa Hidrologi”, Penerbit Gramedia, Jakarta.

Subarkah, Iman 1980, ”Hidrologi untuk perencanaan bangunan air”, Penerbit Ide Dharma,
Bandung.

Suripin, 2004, ”Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”, Penerbit ANDI Yogykarta.
Syahputra, 2007, ”Tinjauan Perencanaan Saluran Drainase Pada Jalan Soebrantas Pekanbaru
”, Tugas Akhir Program Strata 1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik UIR.

Anda mungkin juga menyukai