PENDAHULUAN
REKAYASA DRAINASE
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
BAB I
PENDAHULUAN
permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah permukaan tanah)
dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai pengendali
kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah becek,
genangan air dan banjir.
subsidensi yaitu menurunnya muka tanah di atas muka air tanah. Pemadatan
ini disebabkan ruang antar butir dalam tanah yang tadinya terisi air akan
menjadi kosong sehingga tanah memadat.
5. Menjadi sumber daya air alternatif
Makin bertambahnya kebutuhan akan air makin dibutuhkannya sumberdaya
air. Daur ulang air dari sistem drainase dapat menjadi alternatif pemenuhan
akan sumberdaya air dengan beberapa syarat.
6. Di daerah pebukitan sistem drainase menjadi salah satu prasarana
mencegah erosi dan gangguan stabilitas lereng. Run off permukaan akibat
hujan yang jatuh pada daerah pebukitan akan mengalir dengan kecepatan
tinggi kalau tidak mengalami hambatan cukup dan menimbulkan erosi
permukaan. Untuk mengendalikannya diperlukan pembuatan sistem
drainase teknis bagi menata aliran run off permukaan maupun aliran di dalam
saluran.
Fungsi utama dari sebuah sistem drainase adalah mengalirkan limpasan
permukaan yang berlebih agar tidak menimbulkan genangan (banjir).
Sebuah sistem drainase yang baik harus direncanakan tidak untuk dapat
menampung debit banjir jangka pendek, tapi juga untuk jangka waktu yang
panjang. Artinya, sebuah sistem drainase yang baik adalah sebuah sistem
yang berkelanjutan (sustainable). Konsep dasar pengembangan drainase
berkelanjutan adalah mengelola limpasan permukaan dengan cara
mengembangkan fasilitas untuk menahan air hujan (rainfall retention
facilities). Berdasarkan fungsinya, fasilitas penahan air hujan dapat
dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe penyimpan (storage types) dan
tipe peresapan (infiltration types).
BAB II
KRITERIA PERENCANAAN
2.1 Kriteria Pembagian Daerah Layanan (Sub.Catchment Area)
Catchment Area atau area tangkapan hujan adalah suatu area ataupun daerah
tangkapan hujan dimana batas wilayah tangkapannya ditentukan dari titik-titik
elevasi tertinggi sehingga akhirnya merupakan suatu poligon tertutup, yang
mana polanya disesuaikan dengan kondisi topografi, dengan mengikuti arah
aliran air. Aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir
di dalam alur sungai sehingga daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai.
Daerah ini umumnya dibatasi oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan
berdasarkan air permukaan. Batas ini tidak ditetapkanberdasarkan air bawah
tanah karenan permukaan air tanah selalu berubahsesuai dengan musim dan
tingkat kegiatan pemakaian.
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi
punggungpunggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut
akan ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui
sungaisungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995). DAS termasuk suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang
berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat
merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan
yang masih terpengaruh aktivitas daratan. (PP No 37 tentang Pengelolaan DAS,
Pasal 1).
Daerah aliran sungai (Watershed) atau dalam skala luasan kecil disebut
Catchment Area adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh punggung
bukit atau batas-batas pemisah topografi, yang berfungsi menerima,
menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh di atasnya ke alur-alur
sungai dan terus mengalir ke anak sungai dan ke sungai utama, akhirnya
bermuara ke danau/waduk atau ke laut.
Sub DAS bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai uatama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub
DAS-Sub DAS. Sub DAS suatu wilayah kesatuan ekosistem yang terbentuk
secara alamiah, air hujan meresap atau mengalir melalui cabang aliran sungai
yang membentuk bagian wilayah DAS. Sub-sub DAS suatu wilayah kesatuan
ekosistem yang terbentuk secara alamiah, dimana air hujan meresap atau
mengalir melalui ranting aliran sungai yang membentuk bagian dari Sub
DAS.(2)
Daerah Tangkapan Air (DTA) Daerah Tangkapan Air adalah suatu kawasan
yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang mempunyai manfaat penting
untuk mempertahankan kelestarian fungsi sumber air di wilayah daerah. Daerah
Tangkapan Air (DTA) adalah kawasan di hulu danau yang memasok air ke
danau.
Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah tata pengairan sebagai hasil
pengembangan satu atau lebih daerah pengaliran sungai. (Permen No 39/1989
Tentang pembagian wilayah sungai Pasal 1 ayat 1)
Sungai dimaknai dengan system pengaliran air mulai dari mata air sampai
muara dengan dibatasi pada kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya
oleh garis sempadan. (Permen No 39/1989 Tentang pembagian wilayah sungai
Pasal 1 ayat 2)
Bagian Hulu DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang
dicirikan dengan topografi bergelombang, berbukit dan atau bergunung,
kerapatan drainase relatif tinggi, merupakan sumber air yang masuk ke sungai
utama dan sumber erosi yang sebagian terangkut menjadi sedimen daerah hilir.
Bagian Hilir DAS adalah suatu wilayah daratan bagian dari DAS yang
dicirikan dengan topografi datar sampai landai, merupakan daerah endapan
sedimen atau aluvial.
Pembagian Daerah Aliran Sungai berdasarkan fungsi Hulu, Tengah dan
Hilir yaitu:
a. Bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk
mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang
antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS,
kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.
Keterangan :
𝑅𝑥 = 1⁄𝑛 𝑥 ∑𝑛𝑖=1 𝑅𝑖
Rx = curah hujan rata rata daerah pematusan (mm)
n = jumlah stasiun hujan
Ri = curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm)
P (X) = probabilitas
X = variabel berdistribusi eksponensial
e = bilangan alam = 2,7182818
A = konstanta
Chow dalam Soemarto (1986) menyarankan agar variate X yang
menggambarkan deret hidrologi acak dapat dinyatakan dengan rumus
berikut ini :
𝑋𝑇 = 𝑋 + 𝐾. 𝑠𝑥
dimana :
dengan :
𝑌𝑡 − 𝑌𝑛
𝑋𝑇 = 𝑋 + .𝑆
𝑆𝑛
𝑌=𝑌−𝑘.𝑆
Keterangan :
∑(𝐿𝑜𝑔𝑋−𝐿𝑜𝑔𝑌)2
S=√
𝑛−1
2) Uji Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov – Kolmogorov, sering juga disebut uji
kecocokan Non Parametric (non parametric test), karena pengujianya
tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Apabila D lebih kecil dari
Do maka distribusi teoritis yang digunakan untuk menentukan
persamaan distribusi dapat diterima, apabila D lebih besar dari Do maka
𝑅24 (24)𝑚
I=
24 𝑡
Dimana :
𝑅24 = Curah hujan harian (24 jam)
t = Waktu konsentrasi hujan (jam)
2
m = Sesuai dengan angka Van Breen diambil m = 3
2) Waktu Konsentrasi
Asumsi bahwa banjir maksimum akan terjadi jika hujan berlangsung
selama waktu konsentrasi atau melebihi waktu konsentrasi
menyebabkan parameter waktu konsentrasi menjadi penting dikaji.
Waktu konsentrasi didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan air
hujan yang jatuh dititik terjauh dari suatu daerah aliran untuk mencapai
titik tinjau (outlet).
Lama waktu konsentrasi sangat tergantung pada ciri-ciri daerah
aliran, terutama jarak yang harus ditempuh oleh air hujan yang jatuh
ditempat terjauh dari titik tinjau. Lama waktu konsentrasi bisa
didapatkan melalui hasil pengamatan ataupun dengan suatu pendekatan
rumus. Pendekatan rumus yang ada pada umumnya mengacu pada jarak
dari tempat terjauh jatuhnya hujan sampai titik tinjau (L) dan selisih
ketinggian antara titik terjauh tersebut dengan titik tinjau (H), ataupun
juga kemiringan lahan yang ada.
3) Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran merupakan perbandingan antara jumlah air
yang mengalir di suatu daerah akibat turunnya hujan, dengan jumlah
hujan yang turun di daerah tersebut (Subarkah, 1980).
Koefisien pengaliran ini merupakan cerminan dari karakteristik
daerah pengaliran dan dinyatakan dengan angka antara 0 – 1 yaitu
bergantung pada banyak faktor. Disamping faktor – faktor
meteorologis, faktor daerah aliran, faktor penting yang juga
mempengaruhi besarnya koefisien pengaliran ini adalah campur tangan
manusia dalam merencanakan tata guna lahan.
ℎ
𝑓𝑏 = √
2
dimana :
fb = Free Board (m)
h = tinggi muka air rencana (m)
Cf = koefisien variasi 1,5 untuk debit 60 𝑚3 /dtk dan 2,5 untuk
debit 85 𝑚3 /det
f. Tanggul Inspeksi
Apabila pada suatu daerah tertentu rencana saluran berada terlalu rendah,
maka tanggul harus dibuat dengan timbunan dan klasifikasi sebagai
berikut
• Saluran primer 2,00 m
• Saluran Sekunder 1,00 – 1,50 m
• Saluran tersier < 1,00 m
g. Bentuk Saluran
i. Gorong-gorong (Culvert)
• Pengertian
Gorong-gorong adalah saluran tertutup (pendek) yang
mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan
lainnya. Gorong-gorong biasanya dibuat dari beton, aluminium
gelombang, baja gelombang dan kadang-kadang pastik gelombang.
Bentuk penampang melintang gorong-gorong bermacam-macam,
ada yang bulat, persegi, oval, tapal kuda, dan segitiga. Kedalaman
gorong-gorong yang aman terhadap permukaan jalan minimum 60
cm.
• Kehilangan energi pada gorong-gorong
Dimana
V = kecepatan aliran dalam gorong-gorong
λ = koefisien gesekan pada dinding gorong-gorong
L = panjang gorong-gorong
D = diameter gorong-gorong
(Sumber: Suripin, 2003)
j. Profil muka air
• Metode tahapan langsung (direct step method)
𝑧1 + ℎ1 +𝑉1 2/2𝑔= 𝑧2 + ℎ2 +𝑉2 2 //2𝑔+ ℎ𝑓
Dimana :
z = ketinggian dasar saluran dari saluran dari garis referensi
h = kedalaman air dari dasar saluran
V = kecepatan rata-rata
g = percepatan gravitasi
hf = kehilangan energi karena gesekan dasar saluran
BAB III
ANALISIS DATA PERENCANAAN
Dalam analisis data perencanaan rekayasa drainase terdiri dari Analisis
Data Curah Hujan, Analisis Kawasan Daerah Rencana dan Analisis Debit Banjir
Rencana
3.1 Analisis Data Curah Hujan
Diagram alir analisis data curah hujan
A. Anlisis Frekuensi
Data Curah Hujan
Tabel III.1 Data curah hujan
∑(𝑋𝑖−𝑋)2
Sx = √
𝑛−1
6.231,60
=√ = 26,313495
𝑛−1
1391529,6
= 1311801,385 = 1,06
13915296
= = 0,05759
241.626.551
N = jumlah data
Tabel 3.5 Perhitungan Curah Hujan dengan Periode Ulang T
Periode X rata K Sx Xt
2 161,8 -0,173 26,31 157,24
5 161,8 0,750 26,31 181,538
10 161,8 1,340 26,31 197,055
20 161,8 1,340 26,31 197,055
keterangan :
157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 54,512 mm/jam
24 1
181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 62,936 mm/jam
24 1
197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 68,315 mm/jam
24 1
197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 68,315 mm/jam
24 1
Untuk t = 2 jam
157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 34,341 mm/jam
24 2
181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 39,647 mm/jam
24 2
197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 43,036 mm/jam
24 2
197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 43,036 mm/jam
24 2
Untuk t = 3 jam
157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 26,207 mm/jam
24 3
181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 30,256 mm/jam
24 3
197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 32,843 mm/jam
24 3
197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 32,843 mm/jam
24 3
Untuk t = 4 jam
157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 21,633 mm/jam
24 4
181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 24,976 mm/jam
24 4
197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 27,111 mm/jam
24 4
197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 27,111 mm/jam
24 4
Untuk t = 5 jam
157,240 24
I2 = x ( )2/3 = 18,643 mm/jam
24 5
181,538 24 2/3
I5 = x ( ) = 21,524 mm/jam
24 5
197,055 24 2/3
I10 = x ( ) = 23,364 mm/jam
24 5
197,055 24
I20 = x ( )2/3 = 23,364 mm/jam
24 5
t Intensitas (mm/jam)
(jam) I2 I5 I 10 I 20
1 54,512 62,936 68,315 68,315
2 34,341 39,647 43,036 43,036
3 26,207 30,256 32,843 32,843
4 21,633 24,976 27,111 27,111
5 18,643 21,524 23,364 23,364
6 16,509 19,060 20,690 20,690
7 14,897 17,199 18,669 18,669
8 13,628 15,734 17,079 17,079
9 12,599 14,546 15,789 15,789
10 11,744 13,559 14,718 14,718
11 11,021 12,724 13,812 13,812
12 10,400 12,007 13,034 13,034
13 9,860 11,383 12,356 12,356
14 9,384 10,835 11,761 11,761
15 8,963 10,348 11,232 11,232
16 8,585 9,912 10,759 10,759
17 8,245 9,519 10,333 10,333
18 7,937 9,163 9,946 9,946
19 7,656 8,839 9,594 9,594
20 7,398 8,542 9,272 9,272
21 7,162 8,268 8,975 8,975
22 6,943 8,016 8,701 8,701
23 6,740 7,782 8,447 8,447
24 6,552 7,564 8,211 8,211
Luas Petak
A1= L1 x L3 = 1000000 𝑚2
A2= L2 x L3 = 1000000 𝑚2
A3= L1 x L4 = 1000000 𝑚2
A4= L2 x L4 = 1000000 𝑚2
Elevasi
X1 = 86
X2 = 85
X3 = 84
X4 = 83
X5 = 82
X6 = 81
X7 = 80
BAB IV
PERENCANAAN DRAINASE
Perencanaan draianse diperlukan dalam suatu daerah untuk menghindari
kemungkinan buruk yang dapat terjadi semisal huajn yang yang lama yang
mengakibatkan banjir.
4.1 Perencanaan Lay Out Jaringan Drainase
Layout jaringan drainase merupakan sketsa alur dari aliran
perencanaan drainse dan notasi notasi saluran yang nantinya akan
direncanakan, baik itu dari Debit, dimensi dan Inlet.
Dimana :
Td : Waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir disepanjang saluran
Ls : Panjang lintasan aliran di dalam saluran
Ls
No Nama Saluran v Td
(m)
1 B0 - B1 1000,0 0,4 41,67
2 B2 - B3 1000,0 0,4 41,67
3 B 3- A3 1000,0 0,4 41,67
4 D0 - D1 1000,0 0,4 41,67
5 D2 - D3 1000,0 0,4 41,67
6 D3 - C3 1000,0 0,4 41,67
B. Perhitungan Waktu Konsentrasi (tc)
Dimana :
S : Kemiringan Lahan
1414,2 0,77
𝑡0 = 0,0197 (0,28281/2 ) = 8,54 menit
Lt
No Nama Saluran S v td to tc
(m)
1 B0 - B1 1414,2 0,2828 0,4 41,67 8,541 50,21
2 B2 - B3 1414,2 0,2227 0,4 41,667 9,364 51,03
3 B 3- A3 1414,2 0,2227 0,4 41,667 9,364 51,03
4 D0 - D1 1414,2 0,2687 0,4 41,667 8,712 50,38
5 D2 - D3 1414,2 0,2086 0,4 41,667 9,604 51,27
6 D3 - C3 1414,2 0,2086 0,4 41,667 9,604 51,27
C. Dimensi Saluran
Untuk dimensi saluran bentuk trapezium
Kecepatan rencana (v) = 0.4 m/detik
Koefisien kekasaran Manning (n) = 0.01 (Pasangan Batu)
Kemiringan talud rencana (m : n) =1:2
, dimana : 𝐴 = (𝑏 + 𝑚. ℎ). ℎ
Dimana :
Keterangan :
Q = Debit
(𝑚3/𝑑ⅇ𝑡𝑖𝑘)
A = Luas (𝑚2)
p = Keliling
Basah (𝑚)
R = Jari-Jari
Hidrolis
S = Kemiringan Saluran
A5/3 = n. Q
p2/3 = S1/2
2 5 1/3
( 2.5.h ) n. Q
= ; n= 0,02
(4.328.h)2 S1/2
3
Q
5,21345 h8 = 0,0000080 1/2
S
3
8
Q
h = 0,00000153
S1/2
3/8
Q
h = 0,18761
S1/2
𝑄 33,316
A = 𝑉2 = =22,2104 m2
1,5
𝐴 = (𝑑2𝑥 𝜋)/4
H = 5,32 m
P = b + 2d
= 5,32 + 2 (5,32)
= 15,950 m
A
R =
P
22,2104
= = 1,3925 m
15,950
v2 x n 2
S =
R2/3
1,5 . 0,020 2
= = 0,0006 = 0,06 %
1,247
- Kehilangan Energi
8. Akibat Pemasukan
9. Akibat Gesekan
;
1 1/6 1 1/6
Cf = R = 1,415 = 0,015 m
k 70
0,0151 x 1,5 2
= = 0,0017 m
2 x 9,81
𝐻𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = ℎ𝑐 + ℎ𝑓 + ℎ𝑜
Kehilangan Energi
No Nama Gorong-Gorong hc hf ho SH
m m m m
1 B1 - B2 0,0308 0,0018 0,0068 0,0394
2 D1 - D2 0,0308 0,0018 0,0068 0,0394
- Dimensi Inlet
Lebar jalan = 10 m
dimana :
Ltot 1000
N = = = 26
D 39,60
Luas 1 Inlet
Perhitungan :
t 𝑐= t 0+ t 𝑑
𝑅 24 2/3
𝐼20 = 24 (𝑡𝑐/60)
203,8506 24 2/3
= (18,825/60) = 153,06 mm/jam
24
1 0,2
= 0,046 (40 𝑥 153,06)0,5 x (2) = 3,1175 mm
1 B0 - B1 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 88,188 0,00276 2 0,02
2 B2 - B3 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 78,837 0,00247 2 0,02
3 B 3- A3 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 80,164 0,00251 2 0,02
4 D0 - D1 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 77,442 0,00243 2 0,02
5 D2 - D3 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 77,983 0,00244 2 0,02
6 D3 - C3 1000 10 39,60 25 0,0198 0,258 17,544 17,802 0,670 70,129 0,00220 2 0,02
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
6.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Firwanri, Rezi, 2008, ”Tinjauan Perencanaan drainase Jalan Kesehatan Jalan Kecamatan
Senapelan Kota Pekanbaru”, Tugas Akhir Program Strata 1 Teknik Sipil, Fakultas
Teknik UIR.
Fitri,Yulia,” Tinjauan Ulang Drainase Suak Istana Koya Siak sri Indrapura ”,Tugas
AkhirProgramStrata 1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik UIR.
Irawan, 2004, ” Penanggulangan Kerusakan Badan Jalan Sebelum Umur Rencana Akibat
Pengaruh Air Pada Jalan Arifin Ahmad Kota Pekanbaru ”, Tugas AkhirProgram
Strata 1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik UIR.
Soemarto, CD, 1999, ”Hidrologi Teknik”, Penerbit Erlangga, Jakarta. Sosrodarsono, 2003,
Subarkah, Iman 1980, ”Hidrologi untuk perencanaan bangunan air”, Penerbit Ide Dharma,
Bandung.
Suripin, 2004, ”Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan”, Penerbit ANDI Yogykarta.
Syahputra, 2007, ”Tinjauan Perencanaan Saluran Drainase Pada Jalan Soebrantas Pekanbaru
”, Tugas Akhir Program Strata 1 Teknik Sipil, Fakultas Teknik UIR.