Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kota merupakan tempat bagi banyak orang untuk melakukan berbagai
aktivitas, maka untuk menjamin kesehatan dan kenyamanan penduduknya harus ada
sanitasi yang memadai, misalnya drainase. Dengan adanya drainase tersebut
genangan air hujan dapat disalurkan sehingga banjir dapat dihindari dan tidak akan
menimbulkan dampak gangguan kesehatan pada masyarakat serta aktivitas
masyarakat tidak akan terganggu.
Drainase merupakan suatu sistem untuk menyalurkan air hujan. Sistem ini
mempunyai peranan yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang sehat,
apalagi di daerah yang berpenduduk padat seperti di perkotaan. Drainase juga
merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi
kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota
(perencanaan infrastruktur khususnya). Secara umum, drainase didefinisikan sebagai
serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara
optimal.Drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah
dalam kaitannya dengan salinitas, dimana drainase merupakan suatu cara
pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara
penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut.
Dari sudut pandang yang lain, drainase adalah salah satu unsur dari prasarana
umum yang dibutuhkan masyarakat kota dalam rangka menuju kehidupan kota yang
aman, nyaman, bersih, dan sehat. Prasarana drainase disini berfungsi untuk
mengalirkan air permukaan ke badan air (sumber air permukaan dan bawah
permkaantanah) dan atau bangunan resapan. Selain itu juga berfungsi sebagai
pengendali kebutuhan air permukaan dengan tindakan untuk memperbaiki daerah
becek, genangan air dan banjir.

1
B. Maksud dan Tujuan
Maksud dari tugas drainase ini adalah agar mahasiswa dapat mengerti dan
memahami sistem drainase di perkotaan dan tujuannya, serta bisa
mengaplikasikannya di lapangan. Sehingga mampu untuk merancang sistem
penyaluran air dalam kota, dimana rancangan disesuaikan dengan kriteria disain dan
memenuhi kaidah-kaidah perencanaan.
Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai salah satu tugas mata kuliah
Hidrologi dan Drainase, program studi teknik sipil dan perencanaan. Selain itu,
penulis juga bertujuan untuk meningatkan pengetahuan mengenai pentingnya
keberadaan saluran drainase pada sebuah kota atau daerah sebagai bagian dari
menanggulangi bencana banjir maupun krisis kekurangan air.
C. Batasan Masalah
Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya pada
musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami bencana banjir.
Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, namun sampai saat ini belum
terselesaikan bahkan cenderung makin meningkat, baik frekuensinya, luasannya,
kedalamannya, maupun durasinya.
Jika dilihat, akar permasalahan banjir di perkotaan berawal dari pertambahan
penduduk yang sangat cepat akibat urbanisasi (baik migrasi musiman maupun
permanen). Pertambahan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan
prasarana dan sarana perkotaan yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan
perkotaan menjadi semrawut.
Pemanfaatan lahan yang tidak tertib inilah yang menyebabkan persoalan
drainase di perkotaan menjadi sangat kompleks. Hal ini barangkali juga disebabkan
oleh tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah dan tidak peduli terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh kota.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Drainase
Drainase yang berasal dari kata kerja 'to drain' yang berarti mengeringkan atau
mengalirkan air, adalah terminologi yang digunakan untuk menyatakan sistem-sistem
yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air, baik diatas maupun
dibawah permukaan tanah. Drainase adalah lengkungan atau saluran air di permukaan
atau di bawah tanah, baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia.
Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi kota
dan daerah perkotaan (urban) yang berfungsi untuk mengendalikan atau meringankan
kelebihan air permukaan didaerah pemukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga
tidak mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfat bagi kehidupan
manusia.
Dalam bahasa Indonesia, drainase bisa merujuk pada parit di permukaan
tanah atau gorong-gorong di bawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur
suplai air demi pencegahan banjir. Pengertian drainase perkotaan tidak terbatas pada
teknik pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut
keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada di dalam kawasan perkotaan.
Semua hal yang menyangkut kelebihan air yang berada di kawasan kota sudah
pasti dapat menimbulkan permasalahan drainase yang cukup komplek. Dengan
semakin kompleknya permasalahan drainase di perkotaan, maka di dalam
perencanaan dan pembangunan bangunan air untuk drainase perkotaan,
keberhasilannya tergantung pada kemampuan masing-masing perencana. Dengan
demikian di dalam proses pekerjaan memerlukan kerjasama dengan beberapa ahli di
bidang lain yang terkait.

3
B. Macam – Macam Drainase
1. Menurut Asalnya
Menurut asalnya drainase dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Saluran alam (natural)

b. Saluran buatan (artificial)

1. Menurut Letak Saluran


a. Drainase permukaan
b. Drainase bawah permukaan
c. Drainase memanjang
d. Drainase melintang

4
2. Menurut Konstruksi
a. Saluran terbuka
Saluran terbuka yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak
di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non-hujan
yang tidak membahayakan kesehatan/ mengganggu lingkungan.

Gambar Saluran Terbuka

Gambar Saluran Tertutup


3. Menurut Fungsi
a. Single purpose
Single purpose yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan,
misalnya air hujan saja atau jenis air buangan yang lainnya seperti limbah domestik,
air limbah industri dan lain – lain.
b. Multi purpose
Multi purpose yaitu saluran yang berfungsi mengalirkan beberapa jenis air buangan
baik secara bercampur maupun bergantian.

5
C. Jenis – Jenis Drainase

1. Land dan Smoothing


Land grading (mengatur tahap kemiringan lahan) dan Land smoothing
(Penghalusan permukaan lahan) diperlukan pada areal lahan untuk menjamin
kemiringan yang berkelanjutan secara sistematis yang dibutuhkan untuk penerapan
saluran drainase permukaan
Studi menunjukan bahwa pada lahan dengan pengaturan saluran drainase
permukaan yang baik akan meningkatkan jarak drainase pipa sampai 50%,
dibandingkan dengan lahan yang kelebihan air dibuang dengan drainase pipa tanpa
dilakukan upaya pengaturan saluran drainase permukaan terlebih dahulu.
Untuk efektifitas yang tinggi, pekerjaan land grading harus dilakukan secara
teliti. ketidakseragaman dalam pengolahan lahan dan areal yang memiliki cekungan
merupakan tempat aliran permukaan (runoff) berkumpul, harus dihilangkan dengan
bantuan peralatan pengukuran tanah.
Pada tanah cekungan, air yang tak berguna dialirkan secara sistematis melalui:
a. Saluran/parit (terbuka) yang disebut sebagai saluran acak yang dangkal (shallow
random field drains)
b. Dari shallow random field ditch air di alirkan lateral outlet ditch
c. Selanjutnya diteruskan kesaluran pembuangan utama (Main Outlet ditch)
Outlet ditch: umumnya saluran pembuangan lateral dibuat 15 – 30 cm lebih dalam
dari saluran pembuangan acak dangkal.
Overfall : jatuh air dari saluran pembuangan lateral ke saluran pembuangan utama
dibuat pada tingkat yang tidak menimbulkan erosi, bila tidak memungkinkan harus
dibuat pintu air, drop spillway atau pipa
2. Drainase Acak (Random Field Drains)
Drainase ini merupakan gambaran yang menunjukan pengelolaan untuk
mengatasi masalah cekungan dan lubang – lubang tempat berkumpulnya air. Lokasi
dan arah dari saluran drainase disesuaikan dengan kondisi tofografi lahan.
Kemiringan lahan biasanya diusahakan sedatar mungkin, hal ini untuk memudahkan

6
peralatan traktor pengolah tanah dapat beroperasi tanpa merusak saluran yang telah
dibuat. Erosi yang terjadi pada kondisi lahan seperti diatas, biasanya tidak menjadi
masalah karena kemiringan yang relatif datar. Tanah bekas penggalian saluran,
disebarkan pada bagian cekungan atau lubang – lubang tanah, untuk mengurangi
kedalaman saluran drainase.
3. Drainase Pararel (Pararelle Field Drains)
Drainase ini digunakan pada tanah yang relative datar dengan kemiringan
kurang dari 1% – 2 %, system saluran drainase parallel bisa digunakan.
System drainase ini dikenal sebagai system bedengan. Saluran drainase dibuat secara
parallel, kadang kala jarak antara saluran tidak sama. Hal ini tergantung dari panjang
dari barisan saluran drainase untuk jenis tanah pada lahan tersebut, jarak dan jumlah
dari tanah yang harus dipindahkan dalam pembuatan barisan saluran drainase, dan
panjang maksimum kemiringan lahan terhadap saluran (200 meter). Keuntungan dari
system saluran drainase parallel, pada lahan terdapat cukup banyak saluran drainase.
Tanaman dilahan dalam alur, tegak lurus terhadap saluran drainase paralel. Jumlah
populasi tanaman pada lahan akan berkurang dikarenakan adanya saluran paralel.
Sehingga bila dibandingkan dengan land grading dan smoothing, hasil produksi akan
lebih sedikit. Penambahan jarak antara saluran paralel, akan menimbulkan kerugian
pada sistem bedding, karena jarak yang lebar menimbulkan kerugian pada sistem
bedding, karena jarak yang lebar membutuhkan saluran drainase yang lebih besar dan
dalam. Bila lebar bedding 400 m, maka aliran akan dibagi dua agar lebar bedding
tidak lebih dari 200 m. Pada bedding yang lebar, harus dibarengi dengan land grading
dan smoothing. Pada tanah gambut, saluran drainase paralel dengan side slope yang
curam digunakan adalah 1 meter. Pada daerah ini biasa dilengkapi dengan bangunan
pengambilan dan pompa, bangunan pintu air berfungsi untuk mengalirkan air
drainase pada musim hujan.
Pada daerah dataran tertentu ditemukan sistem khusus dari jarak saluran
paralel, 2 saluran diletakkan secara paralel dengan jarak 5-15 meeter. Tanah galian
saluran diletakkan diantara kedua saluran tersebut, dimanfaatkan sebagai jalan yang
diperlukan pada saat pemeliharaan saluran.

7
4. Drainase Mole
Drainase mole biasa disebut dengan lubang tikus berupa saluran bulat yang
konstruksinya tanpa dilindungi sama sekali, pembuatannya tanpa harus menggali
tanah, cukup dengan menarik (dengan traktor) bantukan baja bulat yang disebut mol
yang dipasang pada alat seperti bajak dilapisan tanah subsoil pada kedalaman
dangkal. Pada bagian belakang alat mole biasanya disertakan alat expander yang
gunanya untuk memperbesar dan memperkuat bentuk lubang
Tidak semua daerah terdapat usaha-usaha pertanian atau perkebunan
memerlukan irigasi. Irigasi biasanya diperlukan pada daerah-daerah pertanian dimana
terdapat satu atau kombinasi dari keadaan-keadaan berikut :
a. Curah hujan total tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman akan air.
b. Meskipun hujan cukup, tetapi tidak terdistribusi secara baik sepanjang tahun.
c. Terdapat keperluan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian yang
dapat dicapai melalui irigasi secara layak dilaksanakan baik ditinjau dari segi teknis,
ekonomis maupun sosial.
D. Pola Jaringan
1. Siku
Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai.
Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada akhir berada di tengah kota.

8
2. Pararel
Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang
(sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi perkembangan
kota, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.

3. Grid Iron
Untuk daerah dimana sungainya terletak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran
cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpulan.

9
4. Alamiah
Sama seperti pola siku, hanya beban sungai pada pola alamiah lebih besar

5. Radial
Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.

E. Fungsi Drainase Perkotaan Secara Umum


1. Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak menimbulkan
dampak negatif.
2. Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya.
3. Mengendalikan kelebihan air permukan yang dapat dimanfaatkan untuk persedian
air dan kehidupan akuatik.
4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah (konservasi air).

10
5. Melindungi sarana dan prasarana yang sudah terbangun.
F. Berdasarkan Fungsi Layanan
1. Sistem Drainase Lokal
Yang termasuk sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani suatu
kawasan kota tertentu seperti komplek permukiman, areal pasar, perkantoran, areal
industri dan komersial. Sistem ini melayani areal kurang dari 10 ha. Pengelolaan
sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat, pengembang atau instansi
lainnya.
2. Sistem Drainase Utama
Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase primer,
sekunder, tersier beserta bangunan pelengkapnya yang melayani kepentingan
sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan sistem drainase utama merupakan
tanggung jawab pemerintah kota.
3. Pengendalian Banjir (Flood Control)
Sungai yang melalui wilayah kota yang berfungsi mengendalikan air sungai,
sehingga tidak mengganggu dan dapat memberi manfaat bagi kehidupan masyarakat.
Pengelolaan pengendalian menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal SDA.
G. Berdasarkan Fisiknya
1. Sistem Saluran Primer
Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran sekunder. Dimensi
saluran ini relatif besar. Akhir saluran primer adalah badan penerima air.
2. Sitem Saluran Sekunder
Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran
tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, dan meneruskan air ke saluran
primer. Dimensi saluran tergantung pada debit yang dialirkan.
3. Sitem Saluran Tersier
Adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal.
Dalam perencanaan dan pembangunan suatu drainase perlu strategi yang dapat
diandalkan sehingga sitem drainase berjalan dengan lancar tanpa timbulnya
permasalahan dikemudian hari.

11
Adapun yang harus diperhatikan yaitu :
 Penyiapan rencana induk sistem drainase yang terpadu antara sistem drainase utama
maupun lokal dengan pengaturan dan pengelolaan sungai.
 Mengembangkan sistem drainase yang berwawasan lingkungan.
Adapun gambar alur perencanaanya sebagai berikut :

12
H. Pembangunan Sistem Drainase
1. Prinsip – Prinsip Utama
 Kapasitas sistemharus mencukupi, baik untuk melayani pengaliran air ke badan
penerima air, maupun ntuk meresapkan air ke dalam tanah. Untuk mencapai kapasitas
yang memadai dilakukan perencanaan berdasarkan prinsip hidrologi dan hidrolika.
 Pembangunan sistem drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase sebagai
prasarana kota yang didasarkan pada konsep berwawasan lingkungan.
Konsep ini antara lain berkaitan dengan usaha konservasi sumber daya air, yang pada
prinsipnya menendalikan air hujan agar lebih banyak yang diresapkan ke dalam tanah
sehingga mengurangi jumlah limpasan, antara lain dengan membuat bangunan
resapan buatan, kolam retensi dan penataan lansekap.

13
 Sedapat mungkin menggunakan sistem gravitasi, hanya dalam hal sistem gravitasi
tidak memungkinkan baru digunakan sistem pompa.

 Meminimalisasi pembebasan lahan.

 Meminimalkan aliran permukaandan memaksimalkan resapan.


 Letak sistem memenuhi kriteria perkotaan dan memiliki kesempatan untuk perluasan
sistem. Dalam pelaksanaannya harus mempehatikan segi hydraulik dan tata letak
dalam kaitannya dengan prasarana lainnya (jalan, dan utilitas kota).

 Stabilitas sistemharus terjamin, baik dari segi struktural, keawetan sistem dan
kemudahan dalam operasi dan pemeliharaan.
 Pembuatan Kolam Retensi dan Sistem Polder disusun dengan memperhatikan faktor
sosial ekonomi antara lain perkembangan kota dan rencana prasarana dan sarana kota.

 Kelayakan pelaksanaan Kolam Retensi dan Sistem Polder harus berdasarkan tiga
faktor antara lain : biaya konstruksi, biaya operasi dan biaya pemeliharaan.
2. Parameter Penentuan Prioritas Penanganan
 Parameter genangan, meliputi tinggi genangan, luas genangan, dan lamanya
genangan terjadi.
 Parameter frekuensi terjadinya genangan setiap tahunnya.
3. Faktor Medan dan Lingkungan
 Topografi: Pembangunan drainase pada daerah datar harus memperhatikan sistem
pengaliran dan ketersediaan air penggelontor.
 Kestabilan tanah: pembangunan di daerah lereng pegunungan harus memperhatikan
masalah longsor yang disebabkan oleh kandungan air tanah.
4. Rencana Induk
Rencana Induk sistem drainase perkotaan adalah perencanaan menyeluruh
sistem drainase pada suatu wilayah perkotaan, untuk perencanaan 25 tahun.
Lingkupnya adalah sistem drainase utama saja yang berada dalam suatu daerah
administrasi.

14
5. Studi Kelayakan
 Perencanaan sistem drainase perkotaan satu atau lebih daerah pengaliran air untuk
waktu 5 atau 10 tahun.
 Lingkupnya diarahkan pada daerah prioritas yang telah ditentukan dalam rencana
induk.

 Kajian meliputi kelayakan teknik, kelayakan keuangan/sosial ekonomi, kelayaan


kelembagan serta kelayakan lingkungan.
6. Perecanaan Teknik
 Perencanaan teknis dibuat untuk daerah prioritas yang telah mempunyai studi
kelayakan atau rencana kerangka (outline plan). Jangka waktu perencanaan untuk 2
sampai 5 tahun.
 Rencana teknis harus membuat persyaratan teknis dan gambar teknis, kriteria
perencanaan dan langkah-langkah konstruksi.
7. Salah satu rumus yang dapat digunakan dalam mendisain saluran drainase adalah :
‘’METODE RASIONAL’’
I. Analisa Perencanaan Curah Hujan

 Analisa Curah Hujan

Hujan terjadi karena adanya perpindahan massa air basah ketempat yang lebih
tinggi sebagai respon adanya beda tekanan udara antara dua tempat yang berbeda
tingginya. Menurut Suripin (2004) karakteristik hujan termasuk paling penting untuk
diketahui dalam analisis dan perencanaan hydrologi meliputi itensitas hujan yang
biasanya dinyatakan dalam mm / jam. Jumlah hujan dalam satuan waktu misalnya
harian, mingguan, bulanan maupun tahunan. Demikian juga distribusi hujan dalam
ruangan dan waktu memerlukan hal penting yang perlu dipahami.

Perhitungan dan hujan maksimum harian rata-rata DAS harus dilakukan secara
benar untuk analisis frekwensi data hujan. Dalam praktek sering kita jumpai
perhitungan yang kurang pas, yaitu dengan mencari hujan maksimum dalam setiap
pos hujan selama satu tahun, kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan hujan
DAS, cara ini tidak logis karena rata-rata hujan dilakukan atas hujan dari masing-
masing pos hujan yang terjadi pada hari yang berlainan.

15
 Intensitas Hujan

Intensitas curah hujan adalah derasnya hujan yang jatuh pada luas daerah tadah
hujan tertentu yang juga merupakan laju rata-rata yang lamanya sesuai dengan
besarnya waktu kosentrasi dan frekwensi kejadiannya. Ukuran deras hujan jatuh
adalah akumulasi tinggi hujan pada jangka waktu (menit) tertentu yang dinyatakan
dalam satuan mm / menit.

Ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu periode waktu dimana air hujan
tersebut berkonsentrasi, mencapai ketinggian maksimum kemudian menurun
Besarnya ketinggian hujan tersebut diperoleh berdasarkan periode ulang tertentu
dengan hasil curah hujan harian maksimum.dengan merubah curah hujan harian
maksimum.

Derajat Itensitas Curah


Curah
Hujan (mm / jam) Kondisi
Hujan
Hujan < 1,20 Tanah agak basah atau dibasahi sedikit
sangat
lemah 1,20-3,00 Tanah menjadi basah semuanya, tetapi sulit membuat
punddel
Hujan
lemah Dapat dibuat puddel dan bunyi hujan kedengaran
3,00-18,0
Air tergenang diseluruh permukaan tanah dan bunyi
hujan keras, hujan berasal dari genangan
Hujan
normal 18,0-60,0 Hujan seperti ditumpuhkan, sehingga saluran dan
drainase meluap.

Hujan > 60,0


deras

Hujan
sangat
deras

Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

16
Untuk menentukan Itensitas hujan selama waktu kosentrasi dapat digunakan rumus :

I =

Dimana :

I : Itensitas Hujan selama waktu kosentrasi (mm/jam)

t : Lama hujan(jam)

R : Curah Hujan (mm)

 Analisis Frekwensi

Metode Gumbel

Persamaam yang digunakan dalam analisis statistic Gumbel dapat di lihat


pada halaman berikut ini:

……. (Suwarno, 1995)

Keterangan :

XT = curah hujan dengan priode ulang T tahun (mm)

= curah hujan rata-rata (mm)

SD = Standar deviasi

Sn = Reduced standar deviasi

Yt = Reduced variated

Yn = Reduced mean

………(Suwarno, 1995)

T = Kala ulang (Tahun)

Menghitung deviasi standar :

Menghitung Curah hujan rata-rata :

Keterangan : xi = Nilai rata-rata N pertahun

17
N = Jumlah data Pengamatan

Menghitung Curah hujan Recana dengan rumus Bell yaitu :

Pi = (0.21. ln T + 0.52) (0.54 t 0.25 – 0.50) (P60(T))

Keterangan :

Xt = Curah Hujan Untuk periode Ulang

P60 (T) = Perkiraan curah hujan jangka waktu


60 menit dengan periode ulang T
(mm/tmenit)

Pi = Prestasi/Intensitas curah hujan T


menit dalam periode ulang T (mm/tmenit)

t = Lama hujan (jam)

(sumber : Disain Drainase kota makasar wilayah timur ,oleh Rinal A.Malem
K.Ginting).

Metode Log Person Tipe III

Persamaan yang digunakan dalam analisa dengan metode log person

Tipe III adalah sebagai berikut :

Log Xi = log X + K ( Slog X )

Keterangan :

Log Xi = harga logaritma curah hujan dengan priode ulang T tahun

Log X = harga logaritma rata-rata curah hujan

K = Faktor Frekuensi

Koefesien Kemencengan :

Cs=

18
Dimana :

N = Jumlah data pengamatan

Cs = Koefisien Skewness

Sumber :Suwarno, (1995)

J. Perencanaan Saluran Drainase Pemukiman


 Debit Rencana
Langkah Pertama yang dilakukan adalah mendapatkan volume air hujan, dan
informasi tentang kondisi tanah serta perkiraan kemungkinan pengembangan yang
akan datang. Aliran air hujan ini akan tergantung kepada Intensitas hujan, jenis
tanah,permukaan tanah dimana air hujan akan lewat, kemiringan tanah, besarnya
kelembaban tanah, dan besarnya wilayah tangkapan.
 Koefesien Pengaliran

Koefesien Pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang


berbentuk limpasan langsung dengan hujan lokal yang terjadi.Besarnya ini
dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah.
Pemilihan koefesien pengaliran harus memperhatikan kemungkinan adanya
perubahan tata guna lahan di kemudian hari.

Koefesien Pengaliran Berdasarkan Tata Guna Lahan


Karakteristik Daerah Koefesien
aliran (C)
– Perumahan tidak begitu rapat (20 rumah /Ha) 0.25-0.40

– Perumahan kerapatan sedang ( 20-60 rumah / Ha 0.40-0.70

– Perumahan rapat (60-60 rumah /Ha) 0.70-0.80

– Tanaman dan daerah rekreasi 0.20-0.30

– Daerah Industry 0.80-0.90

– Daerah Perniagaan 0.90-0.95


Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

19
 Menentukan Debit Rencana

Debit puncak merupakan debit yang akan diberikan banjir rencana, untuk debit
puncak tersebut digunakan metode rasional.namunpenggunaan metode ini terbatas
untuk daerah aliran sungai dengan ukuran kecil yaitu kurang dari 300 ha (Goldman
et.al.1986)

Rumus metode rasional :

Q = 0,00278 . C . Cs . A . I

(Sumber :Dr.Ir.suripin,M.Eng ,sistem drainase yang berkelanjutan)

Dimana :

Q = Debit banjir rencana (m³/detik)

Cs = Koefesien tampungan

C = Koefesien pengaliran

I = Itensitas curah hujan berdasarkan time consentration (Tc) mm / jam.

A = Luas catchment area (Ha).

Dari data curah hujan dari itensitasnya maka besar debit puncak dapat diketahui.
Oleh karena setiap areal yang dihitung kurang dari batasan (lebih kecil dari 300 Ha)
maka yang digunakan adalah metode rasional.

 Perhitungan Debit Banjir Rencana

Menurut Djoko Asmoro dalam buku Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan
Tahun 1990 Hal.6, menghitung debit banjir rencana dengan mempergunakan metode
Rasional, dirumuskan sebagai berikut :

Q=fxαxIxA

Dimana :

Q = debit banjir rencana (m3/det)

f = faktor konversi (f = 1/3,6 = 0,278)

α = koefisien pengaliran

20
I = Intensitas hujan pada durasi yang sama dengan
waktu kosentrasi dan pada periode ulang hujan tertentu
(mm/jam)

A = luas daerah aliran (Km2).

Rumus Rasional digunakan untuk menghitung kapasitas saluran yang berada


di sepanjang koridor jalan. Pada analisa ini digunakan periode ulang 10 tahun untuk
mendapatkan dimensi penampang saluran.

Waktu kosentrasi (Tc) adalah waktu yang diperlukan oleh air mengalir dari
titik yang paling jauh dari catchment area menuju ke suatu titik yang ditinjau
besarnya.Untuk konsentrasi dihitung dengan rumus :

Tc = To + Td

To. = waktu pengaliran air pada permulaan dapat dianalisis dengan gambar

Td = waktu pengaliran pada saluran yang besarnya dapat ditentukan


dengan rumus

Td = L/V

L = Jarak aliran air dari tempat mulai masuknya air sampai


ketempat yang ditinjau (m)

V = kecepatan aliran air m/detik.

 Perhitungan Proyeksi Penduduk Terhadap Limbah Air Buangan Rumah


Tangga

Menurut Ir. Malvea E. Marpaung, MUM dalam buku Dasar-dasar Analisis Tata
Ruang (Analisis Kependudukan) Tahun 2008, metode yang digunakan
mempergunakan Metode Linier, dikarenakan penduduk kota agraris diasumsikan
memiliki pertambahan yang sama pada setiap tahunnya.Jumlah pertambahan
penduduk dari waktu ke waktu/tahun adalah sama, dengan rumus Metode Linier yaitu
:

Pn = Po+n.a

Keterangan :Pn = Jumlah penduduk yang akan diproyeksi n tahun ke depan

Po = Jumlah penduduk pada tahun awal

21
n = Jumlah tahun proyeksi

a = Pertambahan penduduk

variabel proyeksi penduduk akan diasumsikan sebagai salah satu faktor yang
terkait terhadap limbah buangan rumah tangga, sebagaimana dimaksud sebagai
berikut :

Jumlah penduduk diasumsikan 1 KK = 5 Jiwa

1 KK = Menghasilkan Limbah buangan sebesar 20 Liter/Hari

 Menentukan Koefesien Pengaliran

Harga koefesien penggaliran sangat dipengaruhi oleh karakteristik daerah


penangkapan hujan dan tata guna lahan. Harga koefisien penggaliran dapat dilihat
pada tabel 2.

 Menentukan Kecepatan Pengaliran

Kecepatan aliran didalam saluran ditentukan berdasarkan kecepatan maksimum


dan minimum yang diperbolehkan sesuai dengan bahan saluran yang digunakan. Pada
umumnya dalam praktek, kecepatan sebesar 0,60- 0,90 ada di air cukup kecil.
Kecepatan 0,9 m/det bisa mencegah tumbuhnya tumbuh-tumbuhan yang dapat
diperkecil daya angkut saluran. Maka kecepatan yang digunakan dalam perencanaan
ini adalah 0,9 m/det.

 Menentukan Dimensi Saluran Drainase

Maksud dari dimensi saluran drainase ini adalah untuk menentukan dimensi
saluran, baik saluran terbuka maupun saluran tertutup, maka digunakan rumus
(clarkson H. 1999)sebagai berikut :

Dimana :

V: Kecepatan aliran rata-rata (m/det)

N : Koefesien kekasaran manning

R : jari-jari hidrolik (m)

S : Kemiringan dasar saluran.

22
 Daerah Tangkapan Dan Daerah Pelepasan/Pengeluaran

Air tanah mengalir dari daerah yang lebih tinggi menuju ke daerah yang lebih rendah
dan dengan akhir perjalanantya menuju laut.

 Kemiringan Dinding Saluran

Kemiringan dasar saluran adalah kemiringan dasar saluran arah memanjang


dimana umumnya dipengaruhi oleh kondisi topografi serta tinggi tekanan yang
diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan yang diinginkan.
Kemiringan Dasar saluran maksimum yang diperbolehkan adalah 0,005-0,008
tergantung pada bahan saluran yang digunakan.

Kemiringan Dinding Saluran Sesuai Bahan

Bahan Saluran Kemiringan Dinding


Batuan / cadas 0

Tanah lumpur 0.25

Lempung Keras / Tanah 0.5-1

Tanah dengan pasangan batu 1

Lempung 1.5

Tanah berpasir 2

Lumpur berpasir 3
Sumber : Drainase Perkotaan, 1997

 Kecepatan Aliran

Kecepatan minimum yang diizinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak


menimbulkan pengendapan dan tidak merangsangnya pertumbuhan tanaman. Pada
umumnya dalam praktek, kecepatan sebesar 0,60-0,90 m/det. dapat digunakan dengan
aman apabila lumpur yang ada di air cukup kecil. Kecepatan 0.75 m/det bisa
mencegah tumbuhnya tanaman dan memperkecil daya angkut saluran.

 Koefisien Kekasaran Manning

Dari bermacam macam saluran, besarnya koefisien manning dapat mengacu pada
tabel halaman berikut ini :

23
 Koefisien Kekasaran meanning Berdasarkan Jenis Saluran

Kondisi
Tipe Saluran Baik Cukup Sedang
– Saluran tanah, lurus beraturan 0.020 0.023 0.025
– Saluran tanah, digali biasanya 0.028 0.030 0.025
– Saluran Batuan, tidak lurus dan tidak 0.040 0.045 0.045
beraturan
– Saluran batuan, lerus dan beraturan 0.030 0.033 0.035
– Saluran batuan , vegetasi pada sisinya 0.030 0.033 0.040
– Dasar Tanah, sisi batuan koral 0.030 0.030 0.045
– Saluran berliku-liku kecepatan rendah 0.025 0.028 0.030
(Sumber : Drainase Perkotaan , 1997)

 Bentuk-Bentuk Saluran
Trapesium Bentuk Trapesium

Saluran drainase bentuk trapesium pada umumnya saluran dari tanah tapi
dimungkinkan juga bentuk ini dari pasangan saluran ini membutuhkan ruang yang
cukup dan berfungsi untuk pengalir air hujan, air rumah tangga maupun air irigasi.
Langkah pertama yang selalu dilakukan untuk menghitung volume drainase adalah
menghitung luas penampangnya kemudian luas tersebut dikalikan dengan panjang
drainase. Begitu pula pada pekerjaan irigasi, cara perhitungan volume untuk saluran
irigasi sama seperti volume pekerjaan drainase.

24
 Volume Drainase = Luas Penampang x Panjang Drainase

untuk lebih jelasnya, perhatikan beberapa contoh perhitungan volume drainase


berikut:

 Contoh menghitung volume drainase tanah (tanpa lining) dengan bentuk


penampang trapesium.

Volume pekerjaan drainase tanah adalah sama dengan volume galian untuk
drainase itu sendiri.
Sebagai contoh, diketahui dimensi atau ukuran drainase dengan bentuk penampang
trapesium, lebar atasnya adalah 1,5 m, lebar bawah 1 m dan ketinggian saluran
drainase termasuk freeboard adalah 1 m. Total panjang dari drainase tersebut adalah
100 m.

Maka volume pekerjaan drainase tersebut adalah:


Volume galian drainase = Luas penampang drainase x panjang drainase
Volume galian drainase = (((lebar atas + lebar bawah)/2) x tinggi ) x panjang
drainase
Volume galian drainase = (((1,5m + 1m)/2 ) x 1m ) x 100m
Volume galian drainase = 125 m3

Dari hasil perhitungan diatas maka dapat diketahui volume pekerjaan drainase
tanpa lining atau saluran tanah tersebut adalah 125 m3.

Contoh cara menghitung volume drainase pasangan batu bentuk trapesium

Cara menghitung volume drainase pasangan batu trapesium tidak jauh


berbeda dengan cara perhitungan sebelumnya. Hanya saja pada perhitungan kali ini
untuk mendapatkan volume pekerjaan drainase, yang kita hitung adalah luas bersih
dari penampang drainase tersebut kemudian dikalikan dengan panjangnya.

25
Contoh:
Ukuran atau dimensi saluran drainase adalah sama dengan contoh diawal tadi
hanya saja saluran tersebut kita tambahkan lining dari pasangan batu setebal 20 cm.
Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut:

Untuk mengetahui Volume pekerjaan drainase tersebut maka:


Volume Pek. drainase = Luas penampang bersih x panjang drainase
Volume Pek. drainase = (luas total - luas lubang drainase) x panjang drainase
Volume Pek. drainase = ((((A + B )/2) x H) - ((( a + b )/2) x h)) x Panjang
Volume Pek. drainase = ((((1,5 + 1)/2) x 1) - (((1,09+ 0,69 )/2) x 0,8)) x 100
Volume Pek. drainase = (1,25-0,712) x 100 = 53,8 m3

Dari hasil perhitungan diatas maka dapat diketahui volume pekerjaan drainase
dari pasangan batu tersebut adalah 53,8 m3.

Jika anda ingin mengetahui berapa kebutuhan material seperti batu, pasir, dan
semen untuk drainase pasangan batu tersebut maka anda dapat mengikuti langkah
pergitungannya pada artikel kumpulengineer terdahulu yang berjudul cara
menghitung kebutuhan batu, pasir, dan semen pada pasangan batu.

Pada artikel tersebut telah dijelaskan bagaimana cara menghitung kebutuhan


bahan untuk pekerjaan pasangan batu. Namun jika anda masih mengalami kesulitan
atau memiliki pertanyaan lainnya yang terkait jangan ragu untuk menghubungi kami
melalui contact atau dengan cara meninggalkan komentar pada form yang telah
disediakan.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Seiring dengan pesatnya pertumbuhan perkotaan dan permasalahan banjir yang
makin meningkat pula maka pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan
secara menyelutruh dimulai dari tahap perencanaan, konstruksi, operasi dan
pemeliharaan yang ditunjang peningkatan kelembagaan dan partisipasi masyarakat.
perkotaan
Pembangunan Sistem Drainase Perkotaan harus memperhatikan fungsi drainase
perkotaan sebagai prasarana kota yang didasarkan pada konsep berwawasan
lingkungan. Konsep ini berkaitan dengan upaya konservasi sumber daya air yang
pada prinsipnya adalah pengendalian air hujan.
Dengan memaksimalkan peresapan ke dalam tanah dan meminimalkan aliran
permukaan (limpasan).

27

Anda mungkin juga menyukai